Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu amaliah di bulan ramadhan adalah ibadah sunnah yang
sering kita kerjakan yaitu salat tarawih. Hukum salat tarawih adalah sunnat
muakkad bagi laki-laki dan perempuan, boleh dikerjakan sendiri tetapi yang
lebih utama dikerjakan secara berjama’ah. Dewasa ini banyak terjadi
khilafiyah (perbedaan) dalam pelaksanaan salat yang berkembang dalam
masyarakat.
Shalat tarawih sangat dianjurkan bagi umat islam karena memiiki
banyak keutamaan. Bahkan shalat tarawih merupakan ibadah yang paling
utama pada malam hari di bulan Ramadhan. Apalagi hanya 1 tahun sekali kita
sebagai umat islam dapat melaksanakannya.
Dalam makalah ini penulis akan mencoba mengulas mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan shalat tarawih. Pertama, akan membahas mengenai
sejarah dianjurkannya shalat tarawih. Selanjutnya mengenai hukum dan
jumlah rakaat dalam shalat tarawih. Dari pembahasan ini diharapkan akan
lebih paham mengenai shalat tarawih dan keutamaan shalat ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan shalat tarawih?
2. Apa landasan disyariatkannya shalat tarawih?
3. Bagaimana perbedaan pendapat mengenai jumlah rakaat shalat Tarawih?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian shalat tarawih.
2. Untuk mengetahui landasan disyariatkannya shalat tarawih.
3. Untuk mengetahui perbedaan pendapat mengenai jumlah rakaat shalat
Tarawih.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Shalat Tarawih


Shalat Tarawih adalah shalat yang dilakukan pada malam bulan
Ramadhan setelah shalat Isya’. Mengerjakan shalat malam pada bulan
Ramadhan atau shalat tarawih itu hukumnya sunnah bagi laki-laki dan
perempuan. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Jama’ah, yang artinya, “Dari Abu Hurairah r.a katanya,
“Rasulullah SAW. menganjurkan untuk mengerjakan shalat pada malam
bulan Ramadhan, tetapi tidak mewajibkannya. Beliau bersabda, “Barang
siapa yang bangun pada malam bulan Ramadhan karena iman dan
mengharapkan keridhaan Allah SWT, maka diampunilah dosa-dosanya yang
telah lalu. (HR. Jama’ah).
Adapun pemberian nama terhadap shalat yang ditambahkan atas shalat
yang berlaku dengan nama “tarawih” karena para sahabat beristirahat setelah
dua salam dan membaca niat untuk setiap dua rakaatnya.

B. Landasan Disyariatkannya Shalat Tarawih


Shalat tarawih dikerjakan dua rakaat-dua rakaat setelah shalat isya
sebelum mengerjakan shalat witir, tapi cara ini menyalahi cara yang lebih
utama. Waktunya berlangsung sampai akhir malam. Para perawi
meriwayatkan bahwa Abu Hurairah berkata, “Rasulullah SAW. menganjurkan
kaum Muslim mengerjakan shalat tarawih tanpa mengharuskannya”. Beliau
bersabda:

‫من قام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم‬


‫من ذنبه‬

2
“Barang siapa yang mengerjakan qiyam Ramadhan atas dasar
keimanan dan mengharapkan keridhaan Allah, maka dosanya yang telah lalu
diampuni (oleh Allah).”
Para perawi yang meriwayatkan hadits di atas, selain Tirmidzi, juga
meriwayatkan bahwa Aisyah berkata, ”Nabi SAW. mengerjakan shalat di
masjid, lalu banyak kaum Muslim yang bermakmum di belakang beliau.
Kemudian beliau mengerjakan shalat di malam berikutnya, jumlah kaum
Muslim yang bermakmum di belakangnya semakin banyak. Ketika kaum
Muslim berkumpul pada malam ketiga, Nabi SAW. tidak keluar untuk
mengimami mereka. Di pagi harinya, beliau bersabda:

‫ فلم يمنعنى من الخروج‬,‫و قد رأيت صنيعكم‬


.‫ إال أنى خشيت أن تُفرض عليكم‬,‫إليكم‬
“Aku telah melihat apa yang kalian lakukan. Aku tidak keluar untuk
mengimami kalian karena aku khawatir itu akan diwajibkan atas kalian”.
Dari dua hadits yang disebutkan terakhir, dapat disimpulkan
bahwasannya hukum shalat Tarawih adalah sunnah sebagaimana tutur
Rasulullah yang tidak menginginkan para sahabatnya menganggap shalat
Tarawih itu wajib.

C. Beberapa Pendapat Terkait Bilangan Rakaat Dalam Shalat Tarawih


Ada beberapa pendapat mengenai bilangan rakaat yang dilakukan
kaum muslimin pada bulan Ramadhan sebagai berikut:
1. Madzhab Hanafi
Sebagaimana dikatakan Imam Hanafi dalam kitabFathul
Qadir bahwa Disunnahkan kaum muslimin berkumpul pada bulan
Ramadhan sesudah Isya’, lalu mereka shalat bersama imamnya lima
Tarawih (istirahat), setiap istirahat dua salam, atau dua istirahat mereka
duduk sepanjang istirahat, kemudian mereka witir (ganjil).

3
Walhasil, bahwa bilangan rakaatnya 20 rakaat selain witir
jumlahnya 5 istirahat dan setiap istirahat dua salam dan setiap salam dua
rakaat = 2 x 2 x 5 = 20 rakaat.
2. Madzhab Maliki
Dalam kitab Al-Mudawwanah al Kubro, Imam Malik berkata,
Amir Mukminin mengutus utusan kepadaku dan dia ingin mengurangi
Qiyam Ramadhan yang dilakukan umat di Madinah. Lalu Ibnu Qasim
(perawi madzhab Malik) berkata “Tarawih itu 39 rakaat termasuk witir, 36
rakaat tarawih dan 3 rakaat witir” lalu Imam Malik berkata “Maka saya
melarangnya mengurangi dari itu sedikitpun”. Aku berkata kepadanya,
“inilah yang kudapati orang-orang melakukannya”, yaitu perkara lama
yang masih dilakukan umat.
Dari kitab Al-muwaththa’, dari Muhammad bin Yusuf dari al-Saib
bin Yazid bahwa Imam Malik berkata, “Umar bin Khattab memerintahkan
Ubay bin Ka’ab dan Tamim al-Dari untuk shalat bersama umat 11 rakaat”.
Dia berkata “bacaan surahnya panjang-panjang” sehingga kita terpaksa
berpegangan tongkat karena lama-nya berdiri dan kita baru selesai
menjelang fajar menyingsing. Melalui Yazid bin Ruman dia berkata,
“Orang-orang melakukan shalat pada masa Umar bin al-Khattab di bulan
Ramadhan 23 rakaat”.
Imam Malik meriwayatkan juga melalui Yazid bin Khasifah dari
al-Saib bin Yazid ialah 20 rakaat. Ini dilaksanakan tanpa wiitr. Juga
diriwayatkan dari Imam Malik 46 rakaat 3 witir. Inilah yang masyhur dari
Imam Malik.
3. Madzhab as-Syafi’i
Imam Syafi’i menjelaskan dalam kitabnya Al-Umm, “bahwa shalat
malam bulan Ramadhan itu, secara sendirian itu lebih aku sukai, dan saya
melihat umat di madinah melaksanakan 39 rakaat, tetapi saya lebih suka
20 rakaat, karena itu diriwayatkan dari Umar bin al-Khattab. Demikian
pula umat melakukannya di makkah dan mereka witir 3 rakaat.

4
Lalu beliau menjelaskan dalam Syarah al-Manhaj yang menjadi
pegangan pengikut Syafi’iyah di Al-Azhar al-Syarif, Kairo Mesir bahwa
shalat Tarawih dilakukan 20 rakaat dengan 10 salam dan witir 3 rakaat di
setiap malam Ramadhan.
4. Madzhab Hanbali
Imam Hanbali menjelaskan dalam Al-Mughni suatu masalah, ia
berkata, “shalat malam Ramadhan itu 20 rakaat, yakni shalat Tarawih”,
sampai mengatakan, “yang terpilih bagi Abu Abdillah (Ahmad
Muhammad bin Hanbal) mengenai Tarawih adalah 20 rakaat”.
Menurut Imam Hanbali bahwa Khalifah Umar ra, setelah kaum
muslimin dikumpulkan (berjamaah) bersama Ubay bin Ka’ab, dia shalat
bersama mereka 20 rakaat. Dan al-Hasan bercerita bahwa Umar
mengumpulkan kaum muslimin melalui Ubay bin Ka’ab, lalu dia shalat
bersama mereka 20 rakaat dan tidak memanjangkan shalat bersama
mereka kecuali pada separo sisanya. Maka 10 hari terakhir Ubay tertinggal
lalu shalat dirumahnya maka mereka mengatakan, “Ubay lari”,
diriwayatkan oleh Abu Dawud dan as-Saib bin Yazid.

5
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Shalat Tarawih adalah shalat yang dilakukan pada malam bulan
Ramadhan setelah shalat Isya’. Mengerjakan shalat malam pada bulan
Ramadhan atau shalat tarawih itu hukumnya sunnah bagi laki-laki dan
perempuan.
Landasan disyariatkannya Tarawih adalah bahwa Rasulullah SAW.
menganjurkan kaum Muslim mengerjakan shalat tarawih tanpa
mewajibkannya. Hal ini jelas tertera dalam hadits beliau.
Para ulama’ dalam empat madzhab sepakat bahwa bilangan Tarawih
20 rakaat. Kecuali Imam Malik karena ia mengutamakan bilangan rakaatnya
36 rakaat atau 46 rakaat. Tetapi ini khusus untuk penduduk Madinah. Adapun
selain penduduk Madinah, maka ia setuju dengan mereka juga bilangan
rakaatnya 20 rakaat.
Para ulama ini beralasan bahwa shahabat melakukan shalat pada masa
khalifah Umar bin al-Khattab ra di bulan Ramadhan 20 rakaat atas perintah
beliau. Juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang shahih dan lain-
lainnya, dan disetujui oleh para shahabat serta terdengar diantara mereka ada
yang menolak. Karenanya hal itu menjadi ijma’, dan ijma’ shahabat itu
menjadi hujjah (alasan) yang pasti sebagaimana ditetapkan dalam Ushul al-
Fiqh.

B. Saran
Hendaknya dalam permasalahan ini khususnya, di ambil jalan tengah
yang dapat menjembatani seluruh pendapat yang ada. Karena pendapat yang
ada ini sama-sama memiliki landasan dalil, dan sama kuat kualitasnya.

6
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet. Djaliel, Maman Abd. 1998. Fiqih Ibadah. Bandung: CV Pustaka
Setia.

Al-Jaziri, Abdulrahman. 1994. Fiqih Empat Madzhab Jilid 1. Semarang: CV. As


Syifa’.

Ma’shum, Ali. Tt. Hujjah Ahlu al-Sunnah wa al-Jamaah. Jawa Tengah: Ibnu
Mayshud.

Sabiq, Sayyid. 2013. Fiqih Sunnah: 1, terj. Ahmad Shiddiq Thabrani, et. al.
Jakarta: Pena Pundi Aksara.

____________. 1993. Fikih Sunnah 2. Bandung: Alma’arif.

Taqiyuddin, Imam. 2005. Kifayah al-Akhyar. Damaskus: Haramain.

7
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “ SHALAT TARAWIH “ dengan tepat waktu.
Makalah ini kami susun guna melengkapi tugas mata kuliah AIK II. Selain
itu, makalah ini tidak hanya sekedar wacana, namun dapat menjadi referensi
dalam mengembangkan diri pada kehidupan sehari-hari. Dalam penyusunan
makalah ini tidak sedikit kesulitan yang kami temui, namun berkat bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
“ Tiada gading yang tak retak “ begitupun dengan makalah ini. Maka dari
itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna kelengkapan
makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat dan senantiasa
mendapatkan ridha dari-Nya.

Carita, Januari 2018

Penyusun

8
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................ i


DAFTAR ISI ....................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .........................................................
B. Rumusan Masalah ....................................................
C. Tujuan Penulisan ......................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Shalat Tarawih .......................................
B. Landasan Disyariatkannya Shalat Tarawih ..............
C. Beberapa Pendapat Terkait Bilangan Rakaat
Dalam Shalat Tarawih .............................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..............................................................
B. Saran ........................................................................
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................

Anda mungkin juga menyukai