Anda di halaman 1dari 3

Nama : Aneke Silvia

Kelas : IB

PROSES TERBENTUKNYA KESULTANAN BANTEN

Kerajaan Banten berawal ketika Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya ke


daerah barat. Pada tahun 1526, pasukan Demak, dibantu Sunan Gunung Jati dan
puteranya, Hasanuddin, menduduki pelabuhan Sunda, yang saat itu merupakan salah satu
pelabuhan dari kerajaan Pajajaran, dan kota Banten Girang. Pasukan Demak mendirikan
kerajaan Banten yang tunduk pada Demak, dengan Hasanuddin sebagai raja pertama.
Menurut sumber Portugis, saat itu Banten merupakan salah satu pelabuhan kerajaan
Pajajaran di samping Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Kalapa (kini Jakarta) dan
Cimanuk.
Semula Banten menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Rajanya (Samiam)
mengadakan hubungan dengan Portugis di Malaka untuk membendung meluasnya
kekuasaan Demak. Namun melalui, Faletehan, Demak berhasil menduduki Banten, Sunda
Kelapa, dan Cirebon. Sejak saat itu, Banten segera tumbuh menjadi pelabuhan penting
menyusul kurangnya pedagang yang berlabuh di Pelabuhan Malaka yang saat itu dikuasai
oleh Portugis.
Pada tahun 1552 M, Faletehan menyerahkan pemerintahan Banten kepada
putranya, Hasanuddin. Di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin (1552-1570 M), Banten
cepat berkembang menjadi besar. Wilayahnya meluas sampai ke Lampung, Bengkulu, dan
Palembang.
SUMBER SEJARAH
Tahun 932, kerajaan Sunda didirikan di bawah naungan Sriwijaya, di kawasan
Banten, dengan ibukota di Banten Girang. Kerajaan ini berakhir tahun 1030, dengan
mungkin Maharaja Jayabupati sebagai raja terakhirnya, yang memindahkan pusat kerajaan
ke pedalaman, di Cicatih dekat Cibadak. Setelah itu Sunda diperkirakan jatuh di bawah
kekuasaan langsung Sriwijaya. Di abad ke-12, lada menjadi bahan ekspor yang berarti bagi
Sunda.
Menurut Carita Parahyangan, Banten Girang ("Wahanten Girang") diserang
Pajajaran, negara pedalaman yang juga beragama Hindu-Buddha. Peristiwa ini diperkirakan
terjadi di sekitar tahun 1400. Sunda tunduk pada Pajajaran, yang lebih mementingkan
pelabuhannya yang lain, Kalapa (kini Jakarta) dan mungkin satu lagi di muara Citarum.
Mungkin itu sebabnya Tomé Pires menulis bahwa pelabuhan yang paling besar di Jawa
Barat adalah Kalapa. Namun di sekitar tahun 1500, perdagangan internasional bertambah
pesat untuk lada dan membuat Sunda lebih kaya lagi.
Jatuhnya Melaka di tangan Portugis tahun 1511 berakibatkan perdagangan terpecah
belah di sejumlah pelabuhan di bagian barat Nusantara dan membawa keuntungan
tambahan ke Sunda. Ada kemungkinan rajanya masih beragama Hindu-Buddha dan masih
tunduk pada Pajajaran. Namun berkurangnya kekuasaan Pajajaran memberi Sunda
kesempatan dan peluang yang lebih luas. Raja Sunda, yang diancam kerajaan Demak yang
Muslim, menolak untuk masuk Islam. Dia ingin bersekutu dengan Portugis untuk melawan
Demak. Tahun 1522 Banten dan Portugis menandatangani suatu perjanjian untuk membuka
suatu pos di sebelah timur Sunda untuk menjaga perbatasan terhadap kekuatan Muslim.
Tahun 1523-1524, Sunan Gunung Jati meninggalkan Demak dengan memimpin
suatu bala tentara. Tujuannya adalah mendirikan suatu pangkalan militer dan perdagangan
di bagian barat pulau Jawa. Sunda ditaklukkannya dan rajanya diusir. Saat Portugis balik ke
Sunda tahun 1527 untuk menerapkan perjanjian dengan Sunda, Gunungjati menolaknya.
Sementara Kalapa juga direbut pasukan Muslim dan diberi nama baru, "Jayakarta" atau
"Surakarta" ("perbuatan yang gemilang" dalam bahasa Sangskerta.
Banten kemudian diperintah oleh Gunung Jati sebagai bawahan Demak. Namun
keturunannya akan membebaskan diri dari Demak. Tahun 1552, Gunung Jati pindah ke
Cirebon, di mana dia mendirikan kerajaan baru.
Jatidiri dan kegiatan Gunung Jati lebih banyak diceritakan dalam naskah yang sifat
kesejarahannya kurang pasti sehingga terdapat banyak ketidakpastian. Boleh jadi kegiatan
militer yang dikatakan dilakukan oleh dia, sebetulnya adalah perbuatan orang lain yang oleh
Portugis dipanggil "Tagaril" dan "Falatehan" (yang mungkin maksudnya "Fadhillah Khan"
atau "Fatahillah") dan yang dalam sejumlah cerita disamakan dengan Sunan Gunung Jati.
Purwaka Caruban Nagari, suatu babad yang dikatakan ditulis tahun 1720, membedakan
Gunung Jati dari Fadhillah.
Raja Banten kedua, Hasanuddin (bertahta 1552-1570), memperluas kekuasaan ke
daerah penghasil lada di Lampung, yang hubungannya dengan Jawa Barat sebetulnya
sudah lama. Menurut tradisi, Hasanuddin adalah anak Gunung Jati. Dia menikah dengan
seorang putri dari raja Demak Trenggana dan melahirkan dua orang anak.
Raja ketiga, Maulana Yusuf (bertahta 1552-1570), menaklukkan Pajajaran di tahun
1579). Menurut tradisi, Maulana Yusuf adalah anak yang pertama Hasanuddin. Sedangkan
anak kedua menikah dengan anak dari Ratu Kali Nyamat dan menjadi Penguasa Jepara.
Terjadi perebutan kekuasaan setelah Maulana Yusuf wafat (1570). Pangeran Jepara
merasa berkuasa atas Kesultanan Banten daripada anak Maulana Yusuf yang bernama
Maulana Muhammad karena Maulana Muhammad masih terlalu muda. Akhirnya Kerajaan
Jepara menyerang Kesultanan Banten. Perang ini dimenangkan oleh Banten karena dibantu
oleh para ulama.
Tahun 1638 Pangeran Ratu (bertahta 1596-1651) menjadi raja pertama di pulau
Jawa yang mengambil gelar "Sultan" dengan nama Arab "Abulmafakhir Mahmud
Abdulkadir”
KEHIDUPAN POLITIK DAN RAJA-RAJA YANG MEMERINTAH KERAJAAN BANTEN.
Pada awal berkembangnya masyarakat pantai Banten, Banten merupakan daerah
kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Namun pada tahun 1524 wilayah Banten berhasil dikuasai
oleh Kerajaan Demak di bawah pimpinan Syarif Hidayatullah. Pada waktu Demak terjadi
perebutan kekuasaan, Banten melepaskan diri dan tumbuh menjadi kerajaan besar.
Setelah itu, kekuasaan Banten diserahkan kepada Sultan Hasanudin, putra Syarif
Hidayatullah. Sultan Hasanudin dianggap sebagai peletak dasar Kerajaan Banten. Banten
semakin maju di bawah pemerintahan Sultan Hasanudin karena didukung oleh faktor-faktor
berikut ini:
1. Letak Banten yang strategis terutama setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, Banten
menjadi bandar utama karena dilalui jalur perdagangan laut.
2. Banten menghasilkan rempah-rempah lada yang menjadi perdagangan utama bangsa
Eropa menuju Asia.
Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng
Tirtayasa. Hal-hal yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa terhadap kemajuan Kerajaan
Banten adalah sebagai berikut:
1. Memajukan wilayah perdagangan. Wilayah perdagangan Banten berkembang sampai
ke bagian selatan Pulau Sumatera dan sebagian wilayah Pulau Kalimantan.
2. Banten dijadikan sebagai tempat perdagangan internasional yang mempertemukan
pedagang lokal dengan para pedagang asing dari Eropa.
3. Memajukan pendidikan dan kebudayaan Islam sehingga banyak murid yang belajar
agama Islam ke Banten.
4. Melakukan modernisasi bangunan keraton dengan bantuan arsitektur Lucas Cardeel.
Sejumlah situs bersejarah peninggalan Kerajaan Banten dapat kita saksikan hingga
sekarang di wilayah Pantai Teluk Banten.
5. Membangun armada laut untuk melindungi perdagangan. Kekuatan ekonomi Banten
didukung oleh pasukan tempur laut untuk menghadapi serangan dari kerajaan lain di
Nusantara dan serangan pasukan asing dari Eropa.

Anda mungkin juga menyukai