Anda di halaman 1dari 17

ASIA TIMUR ASEAN DARI SUDUT EKONOMI

Kawasan Asia Timur adalah suatu kawasan geografis yang unik. Kawasan ini terletak di
jantung dunia dengan penduduk yang luar biasa besarnya. Pada daerah pinggiran terletak
kekuatan ekonomi nasional kelas dunia. Di sepanjang garis pantai semenanjung dan pulau-
pulau lain merupakan wilayah perkembangan ekonomi yang sangat pesat, baik di daerah
perkotaan maupun di pedesaan.

Dibagian dalam terdapat deretan-deretan pegunungan tinggi di dunia dan daerah-daerah


gurun yang sangat luas. Asia timur terletak diantara Rusia di Utaranya dan di Selatan Negara-
negara Asia Selatan dan Asia Tenggara. Kawasan Asia Timur ini membentang dari daerah
gurun di Asia Tengah sampai di Kepulauan Jepang dan Taiwan di kawasan tepi Pasifik Barat.
Daerah Asia Timur merupakan kawasan yang terdepan dalam transformasi perkembangan
ekonomi. Sehingga jutaan penduduk berpindah ke kota-kota besar, meninggalkan tanah
pertanian dan tempat tinggalnya di desa mencari pekerjaan di proyek-proyek industry besar di
kota.

A. Negara-negara di Asia Timur

Negara-negara yang terletak di kawasan Asia Timur antara lain:

1. Republik Rakyat Tiongkok, kecuali untuk provinsi Qinghai dan daerah otonomi
Xinjiang dan Tibet
2. Jepang
3. Korea Selatan
4. Korea Utara
5. Taiwan
6. Mongolia
7. Hong Kong

Lebih dari 1.500 juta jiwa, atau sekitar 40 persen seluruh penduduk Asia dan seperempat
penduduk dunia tinggal di Asia Timur. Wilayah ini merupakan salah satu wilayah terpadat di
dunia. Kepadatan penduduk Asia Timur, 230 per km, adalah lima kali rata-rata dunia.

Sejarah Asia Timur, dan juga beberapa bagian dari Asia Tenggara, banyak dipengaruhi oleh
Tiongkok. Misalnya, seluruh negara-negara Asia Timur menggunakan aksara Tiongkok pada
beberapa waktu dalam sejarah mereka. Daerah Tiongkok, Jepang, dan Korea memiliki sistem
tulisan yang berhubungan, dan bersama disebut CJK.

1. Republik Rakyat Tiongkok (RRT)

Tiongkok ibu kotanya Beijing, Bahasa resmi Mandarin, wilayah total 9.596.960 km Air
(%)2,8%, dengan jumlah penduduk 1.298.847.624 jiwa. Tiongkok merupakan peradaban
tertua di dunia yang masih ada hingga kini. Tiongkok memiliki sistem penulisan yang
konsisten sejak dahulu dan masih digunakan hingga kini. Banyak penemuan-penemuan
penting bersumber dari peradaban Tiongkok kuno, seperti kertas, kompas, serbuk mesiu, dan
materi-materi cetak. Tiongkok adalah sebuah negara komunis yang terdiri dari hampir seluruh
wilayah kebudayaan, sejarah, dan geografis yang dikenal sebagai China.

Sejak didirikan pada 1949, RRT telah dipimpin oleh Partai Komunis China. Sekalipun
seringkali dilihat sebagai negara komunis, kebanyakan ekonomi republik ini telah
diswastakan sejak tiga dasawarsa yang lalu. Namun walau bagaimanapun, pemerintah masih
mengawasi ekonominya secara politik terutama dengan perusahaan-perusahaan milik
pemerintah dan sektor perbankan. Secara politik, ia masih tetap menjadi pemerintahan satu
partai.

RRT adalah negara dengan penduduk terbanyak di dunia, dengan populasi melebihi 1,3
milyar jiwa, yang mayoritas merupakan bersuku bangsa Han. RRT juga adalah negara
terbesar di Asia Timur, dan ketiga terluas di dunia, setelah Rusia dan Kanada. RRT
berbatasan dengan 14 negara: Afghanistan, Bhutan, Myanmar, India, Kazakhstan, Kirgizia,
Korea Utara, Laos, Mongolia, Nepal, Pakistan, Rusia, Tajikistan dan Vietnam.

2. Jepang

Jepang adalah sebuah negara di Asia Timur yang terletak di suatu rantai kepulauan benua
Asia di ujung barat Samudra Pasifik. Dengan luas wilayah 377.837 km air 0,8%, dengan ibu
kota Tokyo. Orang Jepang merupakan sebuah masyarakat yang homogen dari segi suku dan
bahasa, masyarakat Jepang secara etnis dan bahasa (linguistik) adalah homogen, dengan
sedikit penduduk asing yang kebanyakan dari Korea Utara dan Selatan (1 juta), Okinawa
(1,5 juta), Tiongkok dan Taiwan (0,5 juta), Malaysia (0,5 juta), Filipina (0,5 juta), dan Brazil
(250,000), termasuk juga minoritas suku asli Ainu di Hokkaido. 99% penduduk bertutur
bahasa Jepang sebagai bahasa ibu.

3. Korea Selatan
Luas Korea Selatan adalah 99.274 km, lebih kecil dibanding Korea Utara. Keadaan
topografinya sebagian besar bergunung-gunung dan tidak rata. Pegunungan di wilayah timur
umumnya menjadi hulu sungai-sungai besar, seperti sungai Han dan sungai Naktong.
Sementara wilayah barat merupakan bagian rendah yang terdiri dari daratan pantai yang
berlumpur. Di wilayah barat dan selatan yang terdapat banyak teluk terdapat banyak
pelabuhan yang baik seperti Incheon, Yeosu, Gimhae, dan Busan.

4. Korea Utara

Republik Demokratik Rakyat Korea, lebih dikenal sebagai Korea Utara, adalah sebuah
negara di bagian timur benua Asia, mencakupi bagian utara Semenanjung Korea. Korea Utara
berbatasan dengan Korea Selatan di sebelah selatan; dengan Republik Rakyat Tiongkok dan
sedikit wilayah Rusia di bagian utara. Penduduk setempat menyebut negara ini Pukchosn.

5. Taiwan

Taiwan adalah suatu propinsi Tiongkok yang terdiri dari kepulauan,terletak di pinggir
tenggara landasan benua Tiongkok. Propinsi Taiwan terdiri dari sekitar 80 pulau antara lain
pulau Taiwan dan pulau-pulau di sekitarnya serta kepulauan Penghu. Luas total daratnya
sekitar 36 ribu kilometer persegi.

Di sebelah utara Taiwan adalah laut Timur, di sebelah timur lautnya adalah kepulauan Liuqiu,
di sebelah timurnya Lautan Pasifik, di sebelah selatannya Teluk Bashi, dan bertetangga
dengan Filipina. Di sebelah baratnya berhadapan dengan Propinsi Fujian dengan terpisah oleh
Selat Taiwan, jarah paling dekat dengan daratan Tiongkok hanya 130 kilometer. Propinsi
Taiwan terletak di pusat jalur pelayaran Pasifik Barat, letak strategisnya sangat penting.

Luas pulau Taiwan merupakan 97% ke atas luas seluruh propinsi, merupakan pulau besar
nomor satu di Tiongkok. Di pulau tersebut terdapat banyak gunung, dua pertiga luas pulau
tesebut adalah gunung dan perbukitan, luas datarannya tidak sampai sepertiga.

6. Mongolia

Mongolia Luasnya: 1.565.000 km2 Ibu Kota : Ulan Bator. Berbatasan dengan negara-negara
persemakmuran di sebelah utara dan Tiongkok di sebelah selatan, Mongolia merupakan suatu
dataran terpencil dengan pegunungan tinggi yang menakjubkan, danau besar, padang gurun
dan padang rumput berbukit luas, ribuan mil jauhnya dari kepulauan lainnya.

7. Hong Kong
Hong Kong (Mandarin : Xinggng; resminya Daerah Administratif Khusus Hong Kong)
merupakan satu dari dua Daerah Administratif Khusus yang merupakan bagian dari negara
Republik Rakyat Tiongkok, satunya lagi adalah Makau. Pada tanggal 1 Juli 1997, daerah ini
secara resmi diserahkan oleh pemerintah Britania Raya kepada Republik Rakyat Tiongkok.
Sebelum diserahkan pada tahun 1997, Hong Kong adalah koloni Britania Raya. Di bawah
kebijakan Satu Negara Dua Sistem ciptaan Deng Xiaoping, Hong Kong menikmati otonomi
dari pemerintah RRT seperti pada sistem hukum, mata uang, bea cukai, imigrasi, peraturan
jalan yang tetap berjalan di jalur kiri. Urusan yang ditangani oleh Beijing adalah pertahanan
nasional dan hubungan diplomatik. Otonomi ini berlaku di Hong Kong (minimal) untuk 50
tahun dihitung dari tahun 1997. Jadi sampai saat ini Hongkong telah bergabung dengan
Tiongkok kembali.

B. Hubungan Internasional di Asia Timur

Berakhirnya Perang Dingin pada akhir tahun 1991 ternyata mampu membawa banyak
perubahan pada kondisi yang terjadi di berbagai belahan dunia, di mana wilayah Asia Timur
pun termasuk ke dalamnya. Dinamika yang terjadi di Asia Timur pasca Perang Dingin
tersebut melibatkan aspek hubungan internasional sebagai salah satu kajian penting
pembahasan. Sebab, pada masa itu, bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi Republik
Rakyat Tiongkok pada tahun 1980-an, aspek hubungan internasional di Asia Timur pada awal
tahun 1990-an mulai dipandang sebagai satu pokok bahasan yang mengalami transisi besar
dan berada pada kondisi ketidakstabilan.

Menurut analisis Yamada Yasuhiro1, sejak saat itulah para akademisi dan jurnalis kemudian
mencoba untuk memprediksikan mengenai bagaimana dan seperti apa prospek hubungan
internasional di Asia Timur pada abad ke-21 nantinya dengan meletakkan asumsi bahwa pada
momentum pasca berakhirnya Perang Dingin yang dibarengi dengan kemajuan yang dialami
oleh Tiongkok, akan mengubah struktur internasional kawasan Asia Timur sampai pada
tingkatan tertentu dan Tiongkok akan datang untuk memainkan peranan yang lebih besar dari
sebelumnya dalam urusan-urusan internasional. Berkaitan dengan proposisi Yasuhiro itu,
akan dijelaskan lebih jauh pula bagaimana para analis memetakan prediksinya masing-

1 Yamada, Yasuhiro. 2009. International Relations of East Asia in Transition, and ASEAN, China, the
United States and Japan. Discussion Papers in Contemporary China Studies, Osaka University
Forum on China No.2009-3, hal. 1-12.
masing tentang percaturan hubungan internasional di Asia Timur yang memainkan peran
beberapa negara di dalamnya.

Pihak yang berada pada garis pesimistis memprediksikan bahwa setelah Perang Dingin, Asia
Timur akan menjadi kawasan multipolar dan cenderung tidak stabil. Salah satu contoh analis
yang pesimis tersebut bernama Aaron L. Friedberg, seorang ahli politik di Princeton
University, Amerika Serikat, yang memberikan pandangan pesimistiknya mengenai wacana
peningkatan aspek hubungan internasional di Asia Timur dengan Tiongkok sebagai salah satu
aktor pentingnya, pada awal tahun 1990-an. Bahkan seolah mendukung pemikiran Friedberg
tersebut, beberapa pengamat lain menyatakan bahwa akan terjadi perang yang tidak dapat
dihindarkan antara Amerika Serikat dan Tiongkok.

Berbeda dengan pandangan pihak yang pesimis, para analis yang memiliki pemikiran optimis
justru berargumentasi bahwa Asia Timur akan menjadi kawasan yang lebih stabil
dibandingkan sebelumnya untuk berbagai macam alasan. Funabashi Yoichi misalnya, seorang
jurnalis dari Jepang yang telah sangat diakui kredibilitasnya melalui pemberian penghargaan
atas bukunya yang berjudul Asia-Pacific Fusion (dipublikasikan pada tahun 1985)
menggambarkan dalam bukunya tersebut bahwa akan ada suatu pergerakan yang dinamis
menuju kawasan Asia yang terintegrasi yang akan mengubah hubungan internasional di Asia
Pasifik dan seluruh wilayahnya. Dinamika tersebutlah yang disebut Funabashi sebagai Asia-
Pasific Fusion.

Masih seputar prediksi para ahli mengenai prospek hubungan internasional di kawasan Asia
Timur, menurut Amitav Acharya, seorang ahli politik di Nanyang Technological University,
Singapura, tatanan internasional di Asia pada abad ke-21 akan menjadi stabil. Acharya
menyampaikan bahwa perkembangan manusia dan jaringan hubungan lainnya yang disertai
dengan kenaikan tingkat integrasi ekonomi, akan sama dengan jumlah peningkatan bangsa
yang berbagi norma-norma dalam hubungan internasional di kawasan tersebut sehingga
mampu membentuk tatanan internasional Asia yang lebih stabil (Yamada, 2009: 3).

Namun berdasarkan pengalaman selama hampir dua dekade sejak berakhirnya Perang
Dingin, dari dua macam pandangan di Asia yang saling bertolak belakang tersebut ternyata
masih belum ada argumentasi yang benar-benar meyakinkan dan berhasil menyediakan bukti
nyata untuk mendukung pendapat mana yang paling layak untuk diakui rasionalitas
analisisnya. Jelasnya, memang terjadi perubahan dalam hubungan internasional di Asia Timur
selama dua dekade lalu dengan menekankan pada peran dari Tiongkok dan ASEAN sebagai
model atau representasi regionalisme yang masih dapat mempertahankan eksistensinya di
kawasan Asia. Respons yang berasal dari ASEAN dan Tiongkok pada perubahan struktural
yang terjadi di Asia Timur disebabkan oleh berakhirnya Perang Dingin dan perluasan
kekuatan yang dilakukan Tiongkok, yang telah membantu untuk membawa munculnya basis
tatanan internasional baru di Asia Timur dengan ASEAN dan Tiongkok sebagai pusatnya.

Posisi negara-negara di kawasan Asia Timur dalam konteks hubungan internasional amat
berpengaruh besar. Selain Tiongkok, terdapat pula Jepang sebagai negara lain di Asia Timur
yang memegang peranan penting. Digambarkan oleh Yamada (2009: 9) bahwa terdapat
hubungan yang terbentuk di antara Amerika Serikat, Tiongkok, dan Jepang pada abad ke-21
yang dapat dilihat sebagai bagian penting perubahan sistem dunia, khususnya jika yang
dimaksud adalah perubahan pada pihak yang menjadi hegemon.

Hegemoni dunia memang selalu mengalami perubahan dari yang semula dipegang oleh
Portugal menjadi Belanda pada abad ke-17 kemudian beralih ke Inggris atau Great Britain
pada abad ke-18, dan kemudian pada abad ke-20 lalu berubah menjadi diduduki oleh
Amerika Serikat. Pada masing-masing kasus perubahan predikat sebagai hegemon di atas,
ketika sebuah hegemon baru mengambil alih maka terjadi hegemonic war antara pemegang
hegemoni lama dengan penantang hegemoni yang berkeinginan untuk menggeser kedudukan
hegemon lama untuk menjadi pihak hegemon baru.

Namun berdasarkan sejarah, belum pernah ada penantang hegemoni yang menyeret hegemon
lama pada suatu perang hegemoni yang berhasil mengambil alih kedudukan sebagai
hegemon. Sebab, perubahan hegemon biasanya terjadi secara alami dan karena ada faktor-
faktor penyebab yang mengakibatkan terjadinya perubahan hegemoni. Oleh karenanya,
hubungan antara Amerika Serikat-Tiongkok-Jepang pada abad ke-21 ini mungkin akan
mengulang kembali pola dari sejarah sistem dunia modern tadi. Banyak dugaan yang muncul
bahwa sebenarnya terdapat kepentingan-kepentingan yang terselip dalam hubungan ketiga
negara tadi yang disebut sebagai aktor-aktor baru dalam konteks hubungan internasional di
Asia Timur.

Bahkan apabila mendasarkan pada kepentingan yang terletak dalam hubungan ketiga negara
tersebut, masa depan Asia Timur nantinya mungkin ditentukan oleh hubungan antara Amerika
Serikat-Tiongkok-Jepang. Jika bangsa atau negara lain mempertimbangkan Tiongkok sebagai
penantang dalam konteks hegemoni dan kemudian memperlakukan Tiongkok berdasarkan
persepsi tersebut maka Tiongkok mungkin juga akan benar-benar menjadi hegemon yang
baru (Yamada, 2009: 10).

Jika tadi telah berbicara mengenai kepentingan yang bermain dalam hubungan internasional
di kawasan Asia Timur, selanjutnya akan dibahas mengenai dinamika yang berlangsung di
dalamnya. Pada dasarnya, hubungan internasional di Asia Timur cukup banyak dihampiri
oleh berbagai macam konflik yang mayoritas dilatarbelakangi oleh perbatasan di antara
negara-negara tersebut. Contoh konflik yang terjadi di Asia Timur beberapa di antaranya
adalah antara Taiwan dengan Tiongkok, Jepang dengan Korea Utara, dan Korea Utara dengan
Korea Selatan.

Pada konflik yang terjadi antara Taiwan dengan Tiongkok, mulanya Tiongkok yang
menginginkan Taiwan kembali menjadi bagian dari wilayah pemerintahan Tiongkok namun
ditolak oleh Taiwan karena menganggap bahwa Taiwan sendiri telah menjadi negara
independen sejak tahun 1949. Sehingga kemudian Tiongkok berusaha memasuki Taiwan
melalui Partai Kuomintang yang pada akhirnya menjadi pemenang dalam Pemilu yang
terakhir diselenggarakan oleh Taiwan. Selain itu, Tiongkok juga berusaha untuk
memberlakukan sistem berupa one china policy untuk menarik kembali Taiwan ke dalam
wilayah pemerintahannya.

Selain konflik antara Taiwan dengan Tiongkok, terdapat pula konflik yang timbul antara
Jepang dengan Korea Utara yang melibatkan intervensi Amerika Serikat. Sebenarnya konflik
tersebut timbul ketika dahulu Jepang pernah menduduki wilayah Korea Utara yang kemudian
membuat Korea Utara menjadi tidak dapat menerima keberadaan Jepang di negaranya
sehingga memicu hubungan keduanya menjadi tidak pernah baik hingga sekarang. Hubungan
bilateral antara Jepang dan Korea Utara pun semakin buruk dengan adanya kehadiran
Amerika Serikat yang menaruh pangkalan militernya di Jepang sehingga menganggap
peristiwa tersebut sebagai ancaman bagi pemerintah Korea Utara jika mengingat bahwa
Amerika Serikat dan Korea Utara sama-sama bersaing atas kepemilikan persenjataan nuklir
keduanya. Padahal di sisi lain, Korea Utara masih memiliki konflik dengan negara yang
sesama Korea yakni Korea Selatan. Keduanya berkonflik karena adanya pengaruh Uni Soviet
terhadap wilayah Korea Utara sedangkan kubu Korea Selatan disokong oleh pengaruh
liberalisme Amerika Serikat.

Implikasi dari hubungan internasional yang ada di kawasan Asia Timur terhadap perpolitikan
internasional, salah satunya berdampak pada pembentukan hubungan yang lebih baik dari
negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dengan negara-negara yang ada di Asia Timur,
seperti Tiongkok dan Jepang. Poros hubungan yang saat ini mulai cenderung terkonsentrasi
ke kawasan Asia Timur seakan menarik perhatian publik dunia ke kawasan ini sehingga
menjadikan Asia Timur sebagai wilayah yang menentukan pada abad ke-21 sekarang.

ASEAN merupakan contoh regionalisme yang sedikit banyak mendapat pengaruh dari
perubahan hubungan internasional yang terjadi di Asia Timur saat ini, khususnya Tiongkok
mengingat Tiongkok sekarang banyak berkontribusi pada perkembangan dan kemajuan
ASEAN bahkan setelah ASEAN membentuk ARF (ASEAN Regional Forum)2. Dengan
demikian, tidak hanya stabilitas politik yang dipengaruhi namun juga sektor perekonomian.
Selain itu, ASEAN yang notabene regionalisme bentukan negara-negara Asia Tenggara,
secara geografis pun memiliki kedekatan dengan kawasan Asia Timur sehingga pengaruh-
pengaruh tersebut tidak dapat dihindarkan. Jika merujuk pada pendapat Ravenhill3, Asia
Timur merupakan kawasan yang hari ini kedekatan hubungan antarnegara di dalamnya tidak
dapat diragukan lagi dengan mulai terajut kembali dan menjadi semakin erat.

Kesimpulannya, Asia Timur merupakan kawasan yang mengalami perubahan konteks


hubungan internasional dimana fenomena tersebut terjadi pasca berakhirnya Perang Dingin
yang seiring dengan pertumbuhan pesat ekonomi Tiongkok sehingga banyak prediksi dari
para ahli dalam merespon kejadian-kejadian tersebut. Asia Timur tergolong wilayah yang
memiliki dinamika cukup fluktuatif yang terbukti dengan banyaknya konflik antarnegara di
dalamnya.

Menurut Joseph S. Nye, meskipun Tiongkok dipandang sebagai kekuatan baru, tapi secara
statistik Tiongkok masih jauh untuk menyamai kekuatan yang dimiliki oleh Amerika saat ini,
dan masih harus menghadapi sejumlah tantangan yang kompleks dalam pembangunan.
Bahkan meskipun sejumlah pakar, seperti Goldman Sachs memproyeksikan bahwa di tahun
2027 Tiongkok akan mampu melampaui GDP Amerika, tetapi Nye memandang kesamaan
2 ASEAN Regional Forum (ARF) merupakan suatu forum yang dibentuk oleh ASEAN pada
tahun 1994 sebagai suatu wahana bagi dialog dan konsultasi mengenai hal-hal yang terkait
dengan politik dan keamanan di kawasan, serta untuk membahas dan menyamakan
pandangan antara negara-negara peserta ARF untuk memperkecil ancaman terhadap
stabilitas dan keamanan kawasan. Dalam kaitan tersebut, ASEAN merupakan penggerak
utama dalam ARF.

3 Ravenhill, John. 2008. East Asian Regionalism: Much Ado about Nothing?. Working paper
(Australian National University, Department of International Relations, Research School of Pacific
and Asian Studies : Online); 2008/3, hal. 1-41.
size tersebut tidak menjamin kesamaan komposisi (bukan kuantitas). Karena Tiongkok
sendiri masih menghadapi berbagai masalah, khususnya demografi.

Meskipun Tiongkok sejauh ini sukses membuktikan bahwa sistem politiknya yang otoriter
mampu membawa stabilitas di pemerintahan, tapi hal tersebut belum menjawab masalah
tuntutan akan partisipasi politik yang lebih baik. Sehingga kemudian banyak pengamat dan
ahli yang memperkirakan bahwa masih jauh bagi rakyat Tiongkok untuk dapat menikmati
standar hidup yang cukup tinggi layaknya di Eropa atau Amerika Serikat 4. Tiongkok juga
butuh kehati-hatian dalam mengambil sikap untuk merespon pesatnya perkembangan bangsa-
bangsa lain di Asia, seperti India dan Jepang, yang dikenal memiliki hubungan yang cukup
akrab dengan Amerika Serikat.

C. Asia Timur dan ASEAN dari Sudut Ekonomi

Secara spesifik, kerjasama negara-negara di kawasan Asia Timur dengan negara-negara


ASEAN dinamakan kerjasama ASEAN Plus Three (ASEAN+3), dimana negara Asia Timur
yang terlibat dalam kerjasama ini adalah Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan, sedangkan
ASEAN terdiri dari 10 negara, yaitu : Indonesia, Brunei, Kamboja, Laos, Malaysia, Filipina,
Myanmar, Singapura, Thailand dan Vietnam.

ASEAN Plus Three (ASEAN+3) berdiri setelah terjadinya krisis ekonomi Asia pada tahun
1997 dan 1998. Krisis yang terjadi tersebut memunculkan sebuah inisiasi baru untuk
membuat sebuah pertemuan regional dalam level pemerintahan dengan melibatkan China,
Jepang, dan Korea Selatan5.

ASEAN Plus Three (ASEAN+3) merupakan suatu forum yang berfungsi sebagai koordinator
kerjasama antara asosiasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan tiga negara Asia
Timur, yaitu Cina, Jepang, dan Korea Selatan. Hal ini merupakan bentuk perluasan kerjasama
ASEAN. ASEAN+3 mulai digagas pada KTT Informal ASEAN pada Desember 1997 di
Malaysia, di mana PM Mahatir Muhammad mencetuskan ide untuk menjalin kerja sama lebih
erat antara kawasan Asia Tenggara melalui ASEAN dengan kawasan Asia Timur yang

4 Ghitis, Frida. World Citizen: Will China Challenge U.S. as Global Superpower?. Terdapat
pada situs: http://www.worldpoliticsreview.com/articles/6787/world-citizen-will-china-
challenge-u-s-as-global-superpower

5 Qing, The Future of ASEAN+3 FTA, hal. 3


diwakili China, Jepang, dan Korea Selatan. Ide ini kemudian terinstitusionalisasi secara resmi
pada 1999 dengan nama ASEAN Plus Three. Untuk memperkuat kinerja, dibentuk pula East
Asia Vision Group (EAVG) dan East Asia Study Group (EASG) atas usul Presiden Korea
Selatan sebagai kelompok epistemic penunjang rezim ini.

Merujuk pada Joint Statement on East Asia Cooperation yang disepakati pada 28 November
1999, ASEAN+3 merupakan kerjasama yang bertujuan sebagai self-help and support
mechanisms in East Asia melalui jalinan kerja sama guna memperkuat usaha dalam kegiatan
perdagangan, investasi, transfer teknologi; mempromosikan kerja sama industri dan
pertanian; mempromosikan kegiatan pariwisata; dan lain-lain. Bahkan hingga saat ini tercatat
20 bidang spesifik yang menjadi concern aktifitas ASEAN+3. ASEAN+3 memiliki dua
macam pertemuan yang rutin dilakukan, yakni Pertemuan Tingkat Menteri Keuangan dan
Pertemuan Informal tingkat Deputi Bank Sentral dan Keuangan Pusat Tiap Negara.

Mengapa ASEAN+3?

Dalam setiap politik kerjasama internasional tentu terdapat beragam pertimbangan sebelum
bertemu pada satu tujuan dan membentuk rezim internasional. Penjelasan mengenai ini dapat
dilakukan melalui pendekatan rasional design (RD) yang mencakup variable-variable
dependent seperti membership (keanggotaan), scope (lingkup isu yang ter-covered),
centralization (berhubungan dengan otoritas, kedaulatan, dan koordinasi negara), control
(mekanisme pengambilan keputusan), dan fleksibilitas. Beberapa variable tersebut dapat
dipadukan dengan variable yang independent seperti distribution problems, enforcement
problems, number of actors, dan uncertainty (terhadap informasi perilaku, preferensi negara
lain). Tujuannya untuk mengetahui sejauh mana orientasi dan pertimbangan kerjasama ini
dibentuk.

Merujuk pada kerangka kerja ASEAN+3 Manila Framework (A New Framework for
Enhanced Asian Regional Cooperation to Promote Financial Stability) secara umum berisi
upaya penjagaan bersama ekonomi regional. Pembentukan Manila Framework didorong
semangat bersama dalam mengatasi krisis yang terjadi di antara negara ASEAN, untuk
selanjutnya menumbuhkan ekonomi tiap negara, sehingga terjadi regional economic stability.

Ketika itu terjadi krisis yang disebabkan oleh bentuk capital flow bukanlah Foreign Direct
Investment (FDI) atau investasi porto folio, melainkan short-term capital bank loans6.
6 Daiwa Institute of Research, 2006, A Report on Institutional Arrangements Regulations
Surrounding Cross-Border Capital Flows in ASEAN+# Economies,
Sehingga terjadi kredit macet yang mengganggu ekonomi makro sebagian besar negara
ASEAN dan Asia Timur. Berbekal harapan percepatan recovery krisis dan pemantik realisasi
AFTA, rezim ini dibentuk. ASEAN+3 juga diyakini dapat memudahkan koordinasi dan
konsolidasi kerja sama ekonomi yang selama ini dilakukan secara bilateral (rezim ASEAN
dengan negara), yakni ASEAN-China, ASEAN-Jepang, dan ASEAN-Korea Selatan.

Bagi ASEAN, China, Jepang, dan Korea Selatan (CJK) merupakan economic political power
of Asia. Ketiga negara memiliki pasar yang cukup luas di luar kawasannya. Arus
perpindahan modal yang meningkat di kawasan Asia pada 1989 US$590 juta menjadi US$1.5
milyar pada 1998, sebagian besar berputar di ketiga negara. Artinya ketiga negara merupakan
actor penting dalam mencapai tujuan ASEAN. Sementara itu, ketiga negara sejak lama diakui
sebagai penggerak kekuatan ekonomi Asia. Bahkan mereka tidak perlu membentuk
regionalisme seperti ASEAN untuk memajukan ekonomi di sana. Lalu mengapa mereka
antusias untuk bergabung dalam ASEAN+3?

Dapat dikatakan terdapat tiga alasan utama bagi mereka :

Pertama, economic interdependence berupa ketergantungan CJK terhadap capital yang ada
di ASEAN. Yakni capital resources atau sumber daya alam (SDA) milik para anggota
ASEAN, serta capital account dalam hal arus finansial. SDA ini merupakan bahan baku
industri mereka, sehingga keinginan saling melengkapi dapat diwujudkan melalui
perdagangan, investasi, dan transfer teknologi. Artinya, ASEAN sekaligus pasar penting bagi
CJK.

Kedua, adanya keinginan politis untuk memperkuat kerja sama saling menguntungkan di Asia
Timur. Hal ini didukung iklim perekonomian dengan proses integrasi informal antara China-
Jepang-Korea Selatan, semisal FDI dari Jepang untuk kedua negara, kegiatan bisnis China
yang meluas, dan lain-lain. Diharapkan melalui ASEAN+3 dapat membentuk kerangka
institusional bagi mereka dalam kegiatan tersebut.

Ketiga, arus globalisasi. Tuntutan perdagangan bebas dan keterbukaan ekonomi seolah
menjadi syarat agar tidak tertinggal sistem ekonomi politik dunia. Secara umum, dapat
disimpulkan bahwa ASEAN+3 lahir karena terdapat isu yang tidak ter-covered dengan baik
pada tingkat ASEAN, sehingga membutuhkan aktor-aktor tambahan guna menunjang
keberhasilan rezim. Melalui pendistribusian problems.
<http://www.aseansec.org/RG%202005-2006%20final%20reports/Topic%20B%20final
%20reports/Liberalization%20of%20Cross%20border-DIR.pdf > , hal. 17
Secara khusus, kita dapat melihat bahwa prinsip Neoliberalisme digunakan. Ada kepentingan-
kepentingan bersama yang bisa dicapai melalui kerjasama yang terinstitusionalisasi.
Seperangkat aturan dan praktek-praktek yang kuat dan saling terhubung akan menentukan
peran- peran perilaku, pembatasan aktifitas, dan membentuk harapan-harapan.

Terdapat dua hal penting yang menjadi tujuan ASEAN+3, yakni economic recovery
(pemulihan ekonomi) dan economic growth (pertumbuhan ekonomi) dalam bidang trade
(perdagangan) dan finance (keuangan).

Resep pertama yang digunakan pada awal pembentukan ialah restrukturasi institusi financial
dan system ekonomi domestic tiap negara ASEAN+3. Untuk menguatkannya, dibentuk
Chiang Mai Initiative (CMI) sebagai dasar untuk membentuk stabilitas keuangan di Asia
untuk mengatasi krisis finansial Asia. Kemudian dibentuk Asian Bond Market Initiative
(ABMI) dan ASEAN+3 Research Group yang akan memberikan rekomendasi policy serta
memantau capital flow yang berjalan di antara negara anggota. Perlu menjadi catatan bahwa,
IMF tidak diikutsertakan dalam setiap perumusan kesepakatan dalam ASEAN+3. Sementara
itu, Asian Development Bank (ADB) memiliki beberapa peran sentral terkait report atas
perkembangan ekonomi setiap negara anggota.

Untuk restrukturisasi, pemerintah menjadi stake holder penting dalam mengatur asset negara
melalui akuisisi bank dan assetnya. Pemerintah Indonesia memiliki 70 persen asset
perbankan, sedangkan pemerintah Korea Selatan, Thailand, dan Malaysia hanya memiliki 60
persen, 30 persen, dan 20 persen. Pemerintah juga melakukan reprivatisasi atas asset-asset
negara. Resep-resep di atas pada kenyataannya telah membawa dampak positif bagi
economic recovery tiap anggota ASEAN+3.

Sementara itu dalam upaya penunjang economic growth, terdapat beberapa kesepakatan
dalam hal liberalisasi perdagangan dan keuangan. Dalam proses liberalisasi perdagangan,
anggota ASEAN+3 berupaya membuka perdagangan dan FDI berdasarkan ASEAN
Comprehensive Investment Area, penguatan perdagangan intra regional, mendukung inisasi
proses integrasi (AEC 2015) dan free trade area (AFTA, ASEAN-China, dll) 7. CMI juga
mendukung adanya integrasi system keuangan dan mengusulkan adanya mata uang bersama,
disebut dengan Asia Currency Unit (ACU), diilhami dari Uni Eropa yang menggunakan Euro.

7 Rillo, Aladdin D. , 2009, East Asia Beyond the Crisis : Prospects and Challenges of Recovery,
http://ec.europa.eu/economy_finance/bef2009/pdf/BEF2009_Rillo.pdf >
Negara-negara Anggota ASEAN melakukan negosiasi Free Trade Area (FTA) atau
Comprehensive Economic Partnership (CEP) dengan semua Plus Three negara. Semua FTA /
CEP mencakup perdagangan barang, perdagangan jasa, investasi, dan kerjasama ekonomi
bidang lainnya. ASEAN dan Jepang selesai menandatangani ASEAN-Japan Comprehensive
Economic Partnership (AJCEP) pada bulan April 2008. AJCEP akan memperkuat hubungan
ekonomi antara ASEAN dan Jepang dan akan menciptakan pasar yang lebih besar dan lebih
efisien dengan peluang yang lebih besar di wilayah tersebut. Laos, Myanmar, Singapura,
Vietnam dan Jepang telah menerapkan perjanjian tersebut sejak 1 Desember 2008, Brunei
Darussalam menerapkannya sejak tanggal 1 Januari 2009 dan Malaysia menyusul sebulan
setelahnya, pada 1 Februari 2009. Menteri Energi ASEAN+3 menyerukan kerjasama dan
integrasi yang lebih besar untuk mengatasi tantangan yang dihadapi oleh daerah. Negara-
negara ASEAN+3 menekankan pentingnya tindakan yang tepat untuk membangun daerah
yang aman, stabil bagi masa depan energi yang berkelanjutan. Tumbuh di tengah-tengah
tantangan, kerjasama ASEAN+3 di sektor energi telah diperkuat di lima sub-bidang dalam
keamanan energi seperti pasar minyak, penimbunan minyak, gas alam, kemudian dilanjutkan
dengan konservasi energi terbarukan dan efisiensi energi.

Negara-negara anggota ASEAN+3 setuju untuk lebih memperkuat ketahanan pangan di


bawah kerjasama ASEAN+3. Ketahanan pangan dipandang sebagai faktor kunci bagi
pembangunan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan di masing-masing negara. Hal tersebut
dilakukan bersamaan dengan usaha-usaha untuk memaksimalkan penggunaan sumber-sumber
potensi sendiri dan mencapai produksi pertanian yang lebih besar. Menteri ASEAN+3 untuk
bidang kerjasama Pertanian dan Pangan setuju untuk memperkuat dan mempercepat
pelaksanaan kegiatan East Asian Emergency Rice Reservation (EAERR) Pilot Project, yang
dirancang untuk merespon kebutuhan kemanusiaan untuk keadaan darurat seperti karena
bencana. Selain itu, para menteri juga setuju untuk memperpanjang waktu pelaksanaan
EAERR Pilot Project untuk satu tahun hingga 28 Februari 2010.

D. Kerjasama Moneter dan Keuangan Asia Timur dan ASEAN

Kerjasama di kawasan Asia Timur yang pada awalnya terfokus di bidang perdagangan dan
investasi setelah krisis Asia Tahun 1997 lebih diarahkan pada sektor keuangan dan moneter.
Peningkatan intensitas kerjasama di kawasan Asia Timur tersebut terutama dimaksudkan
untuk mengatasi dan mencegah berulangnya krisis, dilakukan baik melalui forum yang telah
ada seperti : Executive Meeting of East Asia Pacific Central Banks (EMEAP). EMEAP
merupakan forum bank-bank sentral Asia Pasifik yang keanggotaannya terdiri dari Reserve
Bank of Australia (RBA), Peoples Bank of China (PBC), Bank Indonesia (BI), Hongkong
Monetary Authorily (HKMA), Bank of Japan (BOJ), Bank of Korea (BOK), Bank Negara
Malaysia (BNM), Reseme Bank of New Zealand (RtsNZ), Bangko Sentral ng Pilipinas
(BSP), Monetary Authority of Singapore (MAS) dan Bank of Thailand (BOT), perluasan
kerjasama ASEAN menjadi ASEAN +3 Negara, maupun melalui pembentukan forum baru
seperti Manila Framework Group (MFG), dan lain-lain.

Embrio dari kerjasama sektor keuangan Asia Timur dan ASEAN adalah Pertemuan tahunan
tingkat Menteri Keuangan ASEAN (ASEAN Finance Minister's Meeting-AFMM) yang
pertama kali dilaksanakan pada Tahun 1997. Secara struktural AFMM merupakan Badan
pengambil keputusan tertinggi di bidang kerjasama keuangan ASEAN.

Sejalan dengan upaya pencegahan krisis, negara-negara ASEAN sepakat membentuk


kerjasarna di bidang "Surveillance. Kerjasama ini ditandai dengan penandatanganan nota
kesepahaman mengenai pembentukan ASEAN Surveillance Process (Terms of Understanding
on the Establishnent of the ASEAN Surveillance Process) oleh para Merteri Keuangan
ASEAN di Washington DC, Amerika Serikat pada Tanggal 4 Oktober 1998.

Peningkatan intensitas kerjasama moneter dan keuangan negara-negara Asia Timur di


Kawasan ASEAN (ASEAN +3) sejak pertengahan Tahun 1990an, secara umum dilatar
belakangi oleh 3 (tiga) faktor utama, yaitu :

1. Krisis Keuangan dan Moneter di AsiaTimur yang terjadi di Tahun 1997. Krisis
tersebut telah menyadarkan negara-negara di kawasan Asia Timur mengenai
kerentanan kawasan tersebut terhadap efek tular (contagion effect) dari krisis ekonomi
yang terjadi pada suatu negara di kawasan. Dengan adanya krisis tersebut, semakin
diyakini bahwa stabilitas ekonomi dan keuangan suatu negara dapat terganggu akibat
dari ketidakstabilan di negara lain dalam satu kawasan. Peristiwa tersebut telah
menumbuhkan kesadaran mengenai pentingnya penguatan kerjasama dalam bidang
keuangan dan moneter di kawasan sekaligus mengambil inisiatif untuk melakukan
pelembagaan atas kerjasama keuangan dan moneter tersebut. Penguatan kerjasama
keuangan juga diharapkan dapat mencegah dan menanggulangi krisis di kemudian
hari.
2. Kelemahan Arsitektur Keuangan Internasional (International Financial Architecture-
IFA) dalam menghadapi perkembangan integrasi ekonomi global. IFA dianggap
kurang memadai dalam mengakomodasi kepentingan dari negara-negara sedang
berkembang. Secara umum dapat dianalisa, bahwa manfaat IFA bagi negara-negara
berkembang sangat terbatas, khususnya dalam mendukung pertumbuhan dan
pembangunan di tengah tantangan globalisasi keuangan dunia yang ditandai dengan
perkembangan aliran modal swasta dalam jumlah besar dan dengan volatilitas yang
tinggi. Beberapa fungsi IFA yang tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya antara
lain tercermin dari kegagalan dalam mencegah dan menanggulangi krisis Asia
sehingga menumbuhkan semangat negara-negara di kawasan Asia Timur untuk
meningkatkan kerjasama dalam bidang keuangan.
3. Peningkatan interdependensi ekonomi regional yang terjadi pada negara-negara di
kawasan Asia Timur, yang kemudian membentuk prakarsa kebijakan yang dilandasi
oleh kepentingan yang sama dalam bidang keuangan dan moneter. Keinginan tersebut
kemudian juga diperkuat oleh adanya fakta empiris yaitu adanya peningkatan
intensitas proses integrasi regional melalui jalur perdagangan di Asia Timur dalam
kurun waktu 20 tahun terakhir.

Selain ketiga faktor tersebut diatas, kerjasama keuangan dan moneter di Asia Timur juga
dilatarbelakangi oleh keberhasilan penyatuan ekonomi dan peluncuran mata uang tunggal di
kawasan Eropa (Euro). Peluncuran Euro di 12 negara anggota Uni Eropa telah menarik
perhatian negara-negara berkembang dan emerging markets (pasar negara berkembang) yang
telah melakukan liberalisasi perdagangan dan pergerakan faktor produksi.

Kerjasama ASEAN+3 berisi kesepakatan untuk meningkatkan dialog dan kerjasama di


berbagai bidang, yang diawali dengan kerjasama proses Surveillance ASEAN +3 yaitu :
Proses Review Ekonomi dan Dialog Kebijakan (Economic Review and Policy Dialogue-
ERPD). Proses surveillance antara lain bermanfaat untuk mendeteksi secara dini kerentanan
kondisi ekonomi dan keuangan suatu negara terhadap kemungkinan gejolak eksternal.

Untuk mendukung kegiatan surveillance di tingkat ASEAN maupun di Asia Timur, Asian
Development Bank (ADB) mengembangkan penggunaan model sistem peringatan dini untuk
mendeteksi dari awal potensi kerentanan atau krisis di sektor keuangan, yaitu kisis nilai tukar
dan krisis perbankan, selanjutnya hasil asesmen sinyal deteksi dini tersebut hanya merupakan
peringatan awal yang masih memerlukan analisis dan penilaian lebih lanjut untuk pengambil
keputusan.
Kegiatan ASEAN +3 mengenai surveillance process (proses pengawasan) mendapat
dukungan penuh dari ADB. Dukungan ADB ditujukan untuk membantu negara-negara
anggota ASEAN +3 dalam melakukan proses pemantauan ekonomi dan keuangan. Bahkan
terkait dengan pembentukan sistem peringatan dini (early warning system) yang telah
disetujui oleh para kepala pemerintahan negara anggota ASEAN +3 pada Summit Meeting
Tahun 2000, ADB membantu dalam hal pengembangan perangkat lunak (software) untuk
diaplikasikan di masing-masing negara anggota.

Secara bertahap, ADB juga telah memberikan bantuan teknis dalam bentuk capacity building
berupa pelatihan kepada pejabat dan staf dari negara-negara ASEAN yang menangani fungsi
surveillance ekonomi dan keuangan di negaranya. Di samping itu, ADB juga turut melakukan
pemantauan terhadap perkembangan ekonomi dan keuangan negara-negara di kawasan
ASEAN +3.

Bentuk kerjasama keuangan Asia Timur dan ASEAN yang mengarah kepada proses integrasi
keuangan dan moneter pada dasarnya terdiri dari 4 (empat) pilar utama, yaitu :

a. Surveillance (Pengawasan)
b. Kerjasama Bantuan Likuiditas Regional (Regional Liquidity Arrangement)
c. Pengembangan Pasar Modal (Capital Market Development)
d. Kerjasama Nilai Tukar (Exchange Rate Cooperation)

Di bidang Regional Surveillance (pilar pertama), proses surveillance dapat menjadi sarana
yang bermanfaat untuk pertukaran informasi dan diskusi serta koordinasi kebijakan untuk
mencari pemecahan bersama mengenai permasalahan dan tantangan ekonomi yang dihadapi
kawasan. Berbagai bentuk surveillance di kawasan, upaya penyempumaan mckanisme
surveillance serta peningkatan kemampuan surveillance untuk mendeteksi secara dini potensi
krisis dilakukan melalui pengembangan system deteksi dini (Early Warning System - EWS).

Dalam hal penyediaan Bantuan Likuiditas Regional (pilar kedua), mempunyai tujuan untuk
mencegah kesulitan Neraca Pembayaran jangka pendek di kawasan. Penyempurnaan terhadap
bentuk kerjasama penyediaan bantuan likuiditas regional tersebut telah dan terus dilakukan
termasuk dalam hal peningkatan jumlah, kejelasan prosedur aktivasi dan proses pengambilan
keputusan bersama.

Pengembangan Pasar Keuangan Regional (pilar ketiga), khususnya Pasar Modal, telah
dijalankan melalui berbagai inisiatif untuk menciptakan penawaran dan permintaan terhadap
sekuritas Asia, misalnya penerbitan indeks saham ASEAN, obligasi berdenominasi mata uang
lokal oleh Lembaga Multilateral di beberapa Negara ASEAN +3, Asian Bond Fund 1 dan 2
(ABF 1 dan ABF 2) serta peningkatan infrastruktur keuangan. Akan tetapi, upaya
pengembangan Pasar Modal Asia berjalan timpang karena adanya perbedaan tingkat
perkembangan Pasal Keuangan masing-masing Negara Anggota yang mempersulit proses
harmonisasi standard dan infrastruktur yang diperlukan untuk mengintegrasikan Pasar Modal
antar Negara anggota

Kerjasama Nilai Tukar Regional (Regional Exchange Rate Cooperation), (pilar keempat),
merupakan pilar terakhir untuk mendukung integrasi keuangan yaitu mewujudkan stabilisasi
nilai tukar di kawasan. Stabilisasi nilai tukar kawasan menjadi tujuan jangka panjang sejalan
dengan tujuan peningkatan integrasi ekonomi regional secara substantial. Dalam kaitan ini,
mata uang tunggal ASEAN pernah dipertimbangkan untuk menjadi tujuan jangka panjang
dalam kerjasama moneter dan keuangan ASEAN. Namun rendahnya tingkat konvergensi
ekonomi dan keuangan antar negara ASEAN dan ASEAN +3 dan belum terpenuhinya
berbagai prakondisi yang dibutuhkan membuat upaya ke arah pembentukan mata uang
tunggal menjadi kurang feasible dalam jangka waktu pendek dan menengah. Dalam kaitan
tersebut, negara-negara Asia Timur juga masih menghadapi masalah dengan komitmen
politik mengingat pembentukan rezim nilai tukar bersama memerlukan pengorbanan
sovereignity atas kebijakan domestik, di samping itu tanpa mekanisme koordinasi yang
formal, stabilitas nilai tukar intra kawasan akan sangat rentan.

Anda mungkin juga menyukai