Anda di halaman 1dari 6

Outline

Konsep Purbhawa Samsara dan Reinkarnasi dalam Agama hindu dan budha
(Studi Deskriptif)

BAB. 1: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Tinjauan Pustaka
F. Kerangka Teori
G. Metode Penelitian
i. Desain Penelitian
ii. Objek Penelitian
iii. Teknik Pengumpulan Data
iv. Teknik Analisis data
H. Sistematika Penelitian
I. Daftar Pustaka

BAB. 2: Sejarah Samsara Dan Reinkarnasi Di Dunia

A. Pengertian Arti dari Purbhawa atau Samsara


i. Pengertian Samsara Dalam Agama hindu dan budha
B. Kajian Singkat Tentang Reinkarnasi Dalam Agama Hindu dan Budha
i. Kapan Manusia itu terkena karma Samsara
ii. Sikap manusia setelah mengetahui adanya karma samsara
iii. Bagaimana Manusia Memutuskan rantai karma Samsara

BAB 3 : Konsep Samsara Menurut Budha Dan Reinkarnasi Menurut Hindu

A. Samasara Menurut Para Ahli Agama Di indonesia


B. Samsara Menurut Para Bikhu di Indonesia
C. Reinkarnasi Menurut Para Ahli Agama Di Indonesia
D. Reinkarnasi Menurut Para Empu Di Indonesia

BAB 4: PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
C. Penutup

DAFTAR PUSTAKA

1Ali Anwar, Tono TP, Ilmu Perbandingan Agama dan Filsafat, (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2005), hlm. 80 2Anak Agung Gde Oka Netra, Tuntunan Dasar Agama Hindu,
(Denpasar: Widya Dharma, 2009), hlm. 19

2. https://pengertianmenurutparaahli.org/pengertian-samsara/

3. Nyoman Kurniawan lahir pada tanggal 29 January 1976. RUMAH DHARMA - HINDU
INDONESIA
Nama Lengkap : Muhammad Ismatullah Furqon

NIM : 3920182140845

Program Studi : Studi Agama Agama

Semester :6

Konsep Purbhawa Samsara dan Reinkarnasi dalam Agama hindu dan budha
Latar Belakang

Konsep dari dosa dan pertobatan sangat beragam, di mana konsep dosa dan
pertobatan dapat dilihat dari kacamata yang berbeda melalui setiap konsep teologi
agama yang ada. Pada pembahasan karya tugas akhir ini, penulis akan membahas dosa
dan pertobatan melalui kacamata Buddhisme; di mana di dalam Buddhisme konsep dosa
dan pertobatan sangatlah dekat dengan hal yang dinamakan karma. Seperti yang dikutip
dari sebuah artikel mengenai karma dari ensiklopedia Britannica. Karma memiliki arti
amal atau tindakan; ditambah lagi karma juga memiliki arti filosofis, dan makna teknis,
yang menyatakan amal atau perbuatan seseorang akan mempengaruhi nasibnya di masa
depan. Konsep karma tidaklah hanya ada dalam agama Buddha, namun juga terdapat
dalam agama atau ajaran seperti Hinduisme, Jainisme, Sikhisme, dan Taoisme. Karma
sendiri adalah konsep yang berkaitan dengan siklus kausalitas. Siklus kausalitas atau
yang dapat juga disebut Samsara, merupakan sebuah prinsip mengenai sebab-akibat. Di
mana kausalitas terjadi dari hubungan akan suatu kejadian pertama (sebab) dengan
kejadian kedua (akibat); kejadian kedua merupakan hasil dari kejadian pertama. Di
dalam konsep karma ini juga dijelaskan bahwa segala sesuatu yang terjadi pada makhluk
hidup adalah hasil dari perbuatan di masa lalu dan saat ini.

Karena karma berkaitan dengan tindakan yang di lakukan di masa lalu dan di
masa sekarang. Konsep karma ini sendiri juga berdekatan dengan konsep kelahiran
kembali atau reinkarnasi. Di dalam agama Buddha konsep reinkarnasi ini mengacu pada
konsep yang dinamakan samsara. Bagi penganut agama Buddha, samsara merupakan
siklus penderitaan yang terus terulang; di mana apabila suatu makhluk tetap terlahir
kembali, berarti makhluk tersebut akan tetap terus terikat dengan hukum karma. Pada
akhirnya para penganut agama Buddha, berusaha melepaskan diri dari rantai siklus
samsara. Usaha ini akan berujung pada konsep pencerahan sempurna yang dinamakan
nirwana. Nirwana dan samsara seperti yang dikatakan oleh Bhikkhu Bodhi (2012);
selama seseorang terperangkap dengan godaan duniawi, seseorang tersebut akan terus
terperangkap di dalam ikatan samsara, sebuah siklus hidup dan mati; akan tetapi apabila
seluruh godaan akan duniawi telah hilang, individu tersebut akan mencapai nirwana,
sebuah pembebasan dari siklus hidup dan mati.

Karena karma berkaitan dengan tindakan yang di lakukan di masa lalu dan di
masa sekarang. Konsep karma ini sendiri juga berdekatan dengan konsep kelahiran
kembali atau reinkarnasi. Di dalam agama Buddha konsep reinkarnasi ini mengacu pada
konsep yang dinamakan samsara. Bagi penganut agama Buddha, samsara merupakan
siklus penderitaan yang terus terulang; di mana apabila suatu makhluk tetap terlahir
kembali, berarti makhluk tersebut akan tetap terus terikat dengan hukum karma. Pada
akhirnya para penganut agama Buddha, berusaha melepaskan diri dari rantai siklus
samsara. Usaha ini akan berujung pada konsep pencerahan sempurna yang dinamakan
nirwana. Nirwana dan samsara seperti yang dikatakan oleh Bhikkhu Bodhi (2012);
selama seseorang terperangkap dengan godaan duniawi, seseorang tersebut akan terus
terperangkap di dalam ikatan samsara, sebuah siklus hidup dan mati; akan tetapi apabila
seluruh godaan akan duniawi telah hilang, individu tersebut akan mencapai nirwana,
sebuah pembebasan dari siklus hidup dan mati.

Melalui pemahaman karma yang baik, seorang manusia akan lebih berhati-hati
dengan tindakan dan perilaku yang ia lakukan; di mana setiap tindakan sekecil apapun
itu akan memiliki konsekuensi. Terlepas dari pemahaman atau kepercayaan pada
konsep samsara dan pencapaian nirwana; kualitas hidup manusia akan menjadi lebih
ideal, apabila setiap orang dapat mengerti dan memiliki kesadaran akan konsep karma
dalam hidupnya. Dikatakan oleh Kyabje Lama Zopa Rinpoche (1990) tentang
pandangannya terhadap pemahaman karma dalam kehidupan sehari-hari; sangatlah
penting untuk merenungkan karma pada kehidupan seharihari, untuk meningat dan
melatih kesadaran. Sehingga perbuatan yang di ambil dalam menjalani kehidupan biasa,
dapat dijalani melalui basis kesadaran karma yang baik. Oleh karena itu karma menjadi
hal yang sangat penting.
Diketahui dari kutipan diatas bahwa kesadaran akan karma dalam kehidupan
seharihari juga dapat dirasakan menjadi hal yang penting di era digital sekarang ini.
Semakin banyak individual yang bertindak atau berperilaku tanpa memikirkan
konsekuensi dari tindakan yang mereka lakukan. Banyak manusia yang dibutakan oleh
ilusi anonimitas yang ada di dalam internet; dapat dirasakan umumnya seorang individu
untuk sesaat akan merasa aman dengan persona lain yang mereka gunakan di dalam
internet. Dikatakan pada sebuah artikel studi psikologi tentang cyber, cyber yang berarti
berkaitan dengan dunia maya; Bahwa anonimitas dapat membuat seseorang merasa
aman saat berada di dunia maya, membuatnya merasa menjadi individu yang berbeda,
seseorang bahkan dapat mengambil atau membuat persona yang baru di internet.
Fenomena ini dapat membuat seseorang dapat berbuat, dan mengatakan apapun yang
ingin mereka katakan atau lakukan. Hal ini dapat terjadi karena biasanya individu
tersebut tidak akan ditegur atau menerima sanksi pada dunia nyata.

Fenomena perilaku yang dihadirkan dari anonimitas tersebut, sebagaimana


dikatakan pada artikel psikologi tentang cyber oleh John Suler (2004) dinamakan sebagai
efek online disinhibition. Yang kemudian dari efek tersebut dibagi menjadi dua
klasifikasi; yakni benign disinhibition dan toxic disinhibition. Benign disinhibition
merupakan fenomena positif yang 3 muncul dari anonimitas, di mana seseorang dapat
menceritakan kisah atau permasalahannya tanpa harus malu seperti saat ia di dunia
nyata. Toxic disinhibition yang akan menjadi fokus utama kita, merupakan kebalikan dari
efek benign disinhibition; seperti yang dijelaskan pada artikel John Suler (2004) juga,
bahwa tipe online disinhibition yang lain dinamakan sebagai toxic disinhibition tadi, yang
merepresentasikan sebuah fenomena di dunia maya saat seseorang mengejek, dan
menggunakan kata kasar, dan bahkan mengancam seseorang di internet.

Hal yang ditimbulkan melalui toxic disinhibition dapat dihindari, apabila seorang
individu memahami konsep karma terlebih dahulu dalam hidup mereka. Seorang
individu akan lebih sadar dengan segala bentuk perbuatan dan perilaku yang telah atau
akan mereka lakukan. Menjadikan manusia semakin peka dan bijak dalam bertindak,
dan mereka akan dapat menghindari kejadian atau konsekuensi yang tidak diinginkan.
Pemahaman atau pengenalan yang baik adalah kunci utama, dikatakan dari Kyabje Lama
Zopa Rinpoche (1990), walaupun karma bukanlah sesuatu yang baru saat didengar, tapi
sangatlah penting bagi pikiran dan jiwa kita untuk akrab dengannya, untuk di refleksikan,
di renungkan, dan di mengerti secara mendalam, sehingga seseorang dapat merasakan
karma, di saat seseorang berbicara akan karma melalui mulutnya, seseorang itu akan
merasakan karma di hatinya, di tindakannya, dan di hasil perbuatannya.

Karma dapat dipelajari melalui cara yang lain selain dengan mempelajari suatu
agama yang percaya dengan karma. Salah satu caranya adalah melalui cerita atau kisah
yang memiliki nilai karma. Cerita seperti itu dapat kita temukan dalam kisah The Journey
to the west; sebuah cerita dari novel fantasi yang berasal dari Cina dengan judul asli Xī
Yóu Jì. The Journey to the west Menceritakan kisah perjalanan kelompok pertapa, dan
para pengikutnya yang ditugaskan oleh Buddha untuk mencari sebuah kitab suci ke
barat. Memperkenalkan karakter seperti Sun Wukong, Zhu Bajie, Sha Wujing, dan Xuan
Zhang yang merupakan tokoh protagonis dalam novel ini; di mana setiap mereka selain
hanya untuk menjalankan misi ke barat. Setiap dari mereka juga memiliki karma buruk
yang harus mereka bersihkan. Tak hanya itu di seiring perjalanan, mereka akan banyak
dihadapkan dengan berbagai rintangan dan tantangan sebelum mereka dapat bertobat.

Anda mungkin juga menyukai