Anda di halaman 1dari 45

BAB II

ACUAN TEORITIK

A. Hakekat Agama Hindu

1. Pengertian Agama Hindu

Setiap agama pasti memiliki arti atau definisi tersendiri begitu pula

dengan pengertian atau definisi agama Hindu. Dalam agama Hindu kata

agama berasal dari bahasa Sansekerta “agama” yang dapat berarti

datang mendekat.1 Adapun maksud dari datang mendekat ini ialah

datang kepada Tuhan dan mendekatkan diri kepada ajarannya. Agama

Hindu senantiasa selalu mengajarkan umatnya untuk terus dekat dengan

sang maha pencipta.

Agama adalah hal yang hakiki dan mutlak. Ajaran yang ada dalam

agama tidak dapat dirubah karena agama diturunkan atau diwahyukan

oleh Tuhan Yang Maha Esa. Agama merupakan kebenaran abadi yang

mencakup seluruh jalan kehidupan manusia yang diwahyukan oleh

Hyang Widhi Wasa melalui para Maha Rsi dengan tujuan untuk

menuntun manusia dalam mencapai kesempurnaan hidup yang berupa

kebahagiaan yang maha tinggilahir dan batin.2 Seperti yang diketahui

agama itu sendiri bersifat sebagai rambu kehidupan yang mengatur pola

1
Gede Rudia Adiputra, Pengertian Dasar Agama Hindu (Jakarta : Sekolah Tinggi Agama
Hindu, 2003), h.1
2
Anak Agung Gede Oka Netra, Tuntunan Dasar Agama Hindu (Jakarta : Hanoman Sakti,
1997), h.8

13
14

dan tingkah laku manusia agar tidak terjerumus ke jalan yang salah.

Seharusnya agama selalu mengajarkan hal yang baik kepada para

umatnya. Adanya agama menjadikan para umat manusia lebih mentaati

aturan dalam hidup.

Agama yang sesungguhnya bersifat kekal abadi karena sejatinya

agama sudah dibawa manusia sejak ia lahir ke dunia. Salah satu kitab

agama Hindu juga mendefinisikan makna dari kata agama itu sendiri.

Dalam kitab Upadesa diuraikan bahwa kata agama terdiri dari a-gam-a

yang bermakna tidak pergi atau langgeng, menekankan kepada sifat

agama Hindu yang ajarannya adalah kebenaran yang kekal abadi

(Santana dharma).3 Agama sebagai ajaran dan pedoman hidup manusia

dalam menjalani kehidupannya. Kebenaran hidup yang diajarkan agama

Hindu akan menjadi pedoman yang kekal dan diikuti oleh semua umat

manusia (sedharma).

Setiap manusia yang beragama pasti mempercayai ajaran dan

Tuhannya. Menurut Ngurah dalam buku pendidikan agama Hindu juga

mendefinisikan pengertian agama. Agama ialah kepercayaan kepada

Tuhan serta segala sesuatu yang bersangkut paut dengan itu.4 Agama

selalu berhubungan dengan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa

3
Adiputra., Loc.Cit.
4
I Gusti Made Ngurah, dkk, Buku Pendidikan Agama Hindu Untuk Perguruan Tinggi
(Surabaya : Paramita, 2006), h.14
15

mulai dari pendekatan diri kepada sang pencipta sampai dengan ritual

keagaaman yang ada dalam ajaran agama tersebut.

Pengertian serupa juga dijelaskan oleh Adiputra yang menyatakan

bahwa, agama ialah keyakinan kepada Tuhan dengan segala sesuatu

yang berkaitan dengan keyakinan itu.5 Definisi agama Hindu jika dilihat

secara keseluruhan memiliki arti atau makna yang sama yaitu sama-

sama percaya kepada Tuhan, keyakinan, dan ajaran yang terdapat

dalam agama yang dianutnya.

Karena agama itu adalah kepercayaan, maka dengan agama pula

kita akan merasa mempunyai suatu pegangan iman yang menambatkan

kita pada satu pegangan yang kokoh. Pegangan itu tiada lain adalah

Tuhan, yang merupakan sumber dari semua yang ada, dan semua yang

terjadi. Keimanan kepada Tuhan ini merupakan dasar kepercayaan

agama Hindu. Inilah yang menjadi nilai pokok keimanan agama Hindu.

Adapun nilai pokok agama Hindu dapat dibagi menjadi lima bagian yang

disebut dengan Panca Sradha yaitu, percaya adanya Tuhan, percaya

adanya Atman, percaya adanya Hukum Karma Phala, Percaya adanya

Punarbhawa (Reinkarnasi/Samsara), dan percaya adanya Moksa.6

Panca Sradha ini menjadi dasar bagi umat Hindu untuk mengetahui nilai

5
Adiputra, Loc.Cit.
6
Netra., Loc.Cit.
16

pokok yang terkandung dalam agama Hindu. Panca Sradha saling

berkaitan satu sama lain.

Berdasarkan beberapa teori yang telah dipaparkan sebelumnya

bahwa agama Hindu ialah sebuah keyakinan yang bersifat kekal abadi

dan mengajak para umat sedharma untuk mengamalkan segala ajaran

yang bersangkut paut dengan itu. Agama Hindu mengajarkan para umat

untuk selalu dekat denganNya misalnya dengan cara melakukan ritual-

ritual keagamaan seperti sembahyang di waktu-waktu yang sudah

ditentukan, melakkukan persembahan menggunakan media canang

untuk menghormati makhluk lain di luar dari dunia kita dan sebagai

simbol rasa syukur atas segala karunia yang telah diberikan. Selain itu

dalam agama Hindu juga mengajarkan para umat untuk saling mengasihi

kepada sesama makhluk ciptaan Tuhan.

2. Tujuan Agama Hindu

Setiap agama pasti memiliki tujuan untuk senantiasa menuntun

umatnya ke jalan yang benar hingga mencapai kebahagiaan yang hakiki.

Keyakinan akan Tuhan yang Maha Pengasih memeberi anak kekuatan

dan pedoman.7 Agama menjadi pedoman bagi umat manusia dalam

menjalankan kehidupannya, dapat dibayangkan jika manusia tidak

7
Mimi Doe & Marsha Walch, 10 Spiritual Parenting Bagaimana menumbuhkan & Merawat
Sukma Anak-Anak Anda (Bandung : Kaifa, 2011), h.39
17

memiliki pedoman dalam hidupnya, manusia akan kehilangan arah

karena, tidak adanya aturan yang mengarahkan manusia tersebut dalam

bersikap.

Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa, agama juga memberi

kekuatan bagi mereka yang meyakini Tuhan karena, sumber kekuatan

yang sebenarnya berasal dari hati mereka yang senantiasa percaya

bahwa Tuhan lah yang maha atas segala sesuatunya sehingga, apapun

yang terjadi itu karena Tuhan.

“Pendekatan agama dapat membantu guru untuk memperkecil


kerdilnya jiwa agama di dalam diri siswa, yang pada akhirnya nilai-
nilai agama tidak dicemoohkan dan menerima kebenaran ajaran
agama, termasuk mencoba memahami hikmah dan fungsi ajaran
agama.”8

Pembentukan karakter Hindu yang dilakukan sekolah dapat sangat

membantu anak untuk lebih mematangkan pemahaman konsep

agamanya selain itu, memberikan pengertian bahwa agama sangatlah

penting sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan. Jika

pengembangan agama ini sudah dibiasakan sejak kecil maka, anak tidak

akan asing lagi dengan segala aturan atau norma yang terkandung

dalam ajaran agama.

Adapun definisi serupa yang menjelaskan tentang tujuan agama

Hindu. Tujuan agama Hindu yang dirumuskan sejak Weda mulai

8
Saiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta : Rineka Cipta,
2006), h.78-79
18

diwahyukan adalah “Moksartham Jagadhitaya ca iti Dharma”, yang

artinya bahwa agama (dharma) bertujuan untuk mencapai kebahagiaan

rohani dan kesejahteraan hidup jasmani atau kebahagiaan secara lahir

dan bathin.9 Setiap agama pasti memiliki tujuan yang hendak dicapai

tidak terkecuali pada agama Hindu yang memiliki tujuan untuk para umat

sedharma. Tujuan ini dapat dicapai dengan mengamalkan ajaran-ajaran

yang ada dalam kitab suci agama Hindu yaitu Veda (Weda) dengan

maksud untuk memberikan kebahagiaan secara lahir dan bathin.

Jika dilihat secara keseluruhan agama memiliki tujuan yang sama

dengan agama lain terlepas dari apa agama tersebut. Secara umum

agama bertjuan untuk menjadikan umatnya memiliki pedoman dalam

hidup, memiliki rambu-rambu kehidupan yang berfungsi mengatur segala

tingkah pola umatnya dalam berinteraksi dengan seluruh ciptaanNya.

Mendekatkan umat manusia kepada sang pencipta, saling menghormati

dan mengasihi antar sesama, dan lain sebagainya. Selain itu, dapat

disebutkan juga bahwa agama Hindu bukan hanya memberikan

ketenangan dan kebahagiaan secara duniawi namun, juga memberikan

ketenangan bagi rohani dan memberikan kebahagiaan secara lahir dan

bathin.

9
Netra, Loc.Cit.
19

B. Proses Terbentuknya Karakter Anak

Setiap orang memiliki karakter yang berbeda-beda. Ada orang yang

berperilaku sesuai dengan nilai-nilai, ada juga yang berperilaku negatif

atau tidak sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam budaya setempat.

Pentingnya membangun karakter bagi anak usia dini karena usia dini

merupakan masa emas perkembangan (golden age) yang

keberhasilannya sangat menentukan kualitas anak di masa mendatang.

Watak (karakter, tabiat) adalah sifat-sifat yang berhubungan dengan nilai-

nilai misalnya, jujur, pembohong, rajin, pemalas, pembersih, penjorok,

dan sebagainya.10 Karakter erat kaitannya dengan keperibadian

seseorang. Bila seseorang melakukan tindakan yang baik maka dia

dikatakan sebagai orang yang berkarakter baik. Begitu pula sebaliknya,

bila seseorang bertingkah atau berkata jahat maka dia dikatakan sebagai

orang yang berkarakter buruk. Watak atau karakter ini membedakan

seseorang dari yang lainnya.

Karakter biasanya dikaitkan dengan nilai moral yang berakar dari

budaya adat setempat. Menurut Novak dalamLickonakarakter adalah

campuran kompatibel dari seluruh kebaikan yang diidentifikasi oleh tradisi

religius, cerita sastra, kaum bijaksana, dan kumpulan orang berakal sehat

10
H. Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan (Jakarta : Rineka Cipta, 2005), h.159
20

yang ada dalam sejarah.11 Karakter yaitu kecocokkan atau kesepadanan

dari seluruh kebaikan yang nantinya akan menjadi ciri dari orang yang

memiliki karakter tersebut.

Pembentukan karakter harus di mulai dengan membangun potensi

nilai-nilai agama yang sudah diberikan Tuhan sebagai fitrah manusia

sejak lahir. Dalam prosesnya fitrah yang alamiah berupa potensi

pemberian Tuhan yang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor mulai

dari lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, dan lingkungan

masyarakat.

Lingkungan sangat menentukan proses pembentukan karakter diri

seseorang. Lingkungan yang positif bisa membentuk seseorang menjadi

pribadi berkarakter positif, sebaliknya lingkungan yang yang negatif dan

tidak sehat bisa membentuk pribadi karakter yang negatif pula.

Lingkungan sangat berperan penting dalam membangun karakter-

karakter seseorang yang ada di dalamnya.Lingkungan yang berkarakter

sangat penting bagi perkembangan seorang anak. Lingkungan yang

berkarakter adalah lingkungan yang mendukung terciptanya perwujudan

nilai-nilai karakter dalam kehidupan seperti karakter cinta Tuhan dan

segenap ciptaanNya, kemandirian dan tanggung jawab,

kejujuran/amanah, diplomatis, hormat dan santun, dermawan dan suka

11
Thomas Lickona, Educating For Character Mendidik Untuk Membentuk Karakter (Jakarta : Bumi
Aksara, 2012), h.81
21

tolong menolong, gotong royong/kerjasama.12Kebiasaan-kebiasaan

positif seperti ini akan diteruskan oleh anak pada lingkungan sosial yang

lebih besar seperti sekolah dan masyarakat.

Lingkungan sangat berpenagruh pada perkembangan terutama

karakter anak. Karakter tidak berfungsi dalam ruang hampa; karakter

berfungsi dalam lingkungan sosial.13 Lingkungan yang positif akan

membentuk karakter yang positif juga pada anak. Dalam perkembangan

anak, lingkungan merupakan faktor yang sangat penting setelah

pembawaan. Tanpa adanya dukungan dari faktor pendukung lingkungan,

maka proses pembentukkan karakter tidak akan terjadi dengan baik.

Pembentukan karakter ini hendaknya dilakukan sejak usia dini, karena

pada masa ini merupakan masa emas perkembangan (golden age) yang

keberhasilannya sangat menentukan kualitas anak di masa dewasanya.

Zubaedi dalam Fadlillah dan Khorida menyebutkan bahwa karakter

berarti to mark (menandai) dan memfokuskan, bagaimana

mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah

laku.14 Karakter yang ditanamkan akan dimunculkan melalui tindakan

atau perilaku anak. karakter harus dibangun dan dikembangkan hari demi

hari dengan melalui suatu proses yang tidak instan. Karakter bukanlah

12
www.pendidikankarakter.com
13
Thomas Lickona, Educating For Character Mendidik Untuk Membentuk Karakter (Jakarta : Bumi
Aksara, 2012), h.100
14
Muhammad Fadlillah dan Lilif Mualifatu Khorida, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini (Jogjakarta :
Ar-Ruzz Media, 2013), h.20
22

suatu bawaan sejak lahir yang tidak dapat di rubah melainkan, karakter

dapat dibentuk sesuai dengan nilai budaya setempat.

Dalam pembentukan karakter, anak memerlukan model untuk ditiru

atau dicontoh yang biasa disebut dengan imitasi atau identifikasi.Imitasi

adalah proses meniru sesuatu tanpa mengetahui alasan kenapa harus

meniru. Menurut Berk Imitation learning by copying the behavior of

another person was beyond the capacity of very young infants.15 Imitasi

adalah belajar meniru perilaku orang lain. Meniru orang lain mulai dari

sikap, perilaku, gaya, penampilan, kemampuan, dan lain-lain.

Imitasi atau modeling merupakan pembelajaran mengenai

pengamatan. Dalam pembelajaran pengamatan, orang secara kognitif

mewakili perilaku orang lain dan kemudian kadang menerima perilaku ini

untuk mereka sendiri.16 Pembelajaran melalui pengamatan meniru

perilaku suatu model menunjukkan sesuatu yang ingin dipelajari oleh

orang yang mengamati.

Selain imitasi, adapun peniruan juga yang disebut sebagai identifikasi.

Identifikasi ini lebih mendalam dibanding imitasi.Identifikasi merupakan

dorongan untuk sama atau identik dengan orang lain.Identifikasi juga

proses meniru sesuatu tetapi tidak hanya sekedar meniru karena sudah

mempunyai suatu alasan yang kuat kenapa dia meniru. Menurut Berk

15
Laura E. Berk, Infants And Children Prenatal Trought Early Childhood (USA : ,1994), h.189
16
John W. Santrock, Perkembangan Anak (Jakarta : Erlangga, 2007), h.53
23

Identification in Freud’s theory the process leading to information of the

superego in which children take the same-sex parent’s characteristics into

their personality.17 Dalam teori Freud identifikasi adalah proses menuju

informasi superego dimana anak-anak mengambil karakteristik dari orang

tua mereka yang dimasukkan ke dalam kepribadian mereka. Anak

mengidentifikasi perilaku yang dilihat atau ditunjukkan dari kedua orang

tua mereka yang kemudian diterapkan juga dalam kepribadian anak

tersebut. Proses identifikasi ini adalah imitasi yang mendalam sehingga,

ingin menjadi sama dengan pihak lain. Orang tua terutama berperan

sangat penting dalam mempengaruhi anak mereka ke arah perilaku yang

positif. Oleh karena itu, orang tua yang memegang kendali dalam

lingkungan keluarga, maka dapat memaksimalkan pengaruh positif bagi

anak-anak mereka sehingga anak-anak mendapat tokoh panutan

identifikasi yang tepat.

Keluarga adalah lembaga pertama tempat anak membangun

karakternya. Hal yang tidak bisa diabaikan dalam membentuk karakter

pada anak yaitu, membangun hubungan spiritual dengan Tuhan YME.

Hubungan spiritual dengan Tuhan YME terbangun melalui pelaksanaan

dan penghayatan ibadah ritual yang terimplementasi pada kehidupan

sosial.18Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran

17
Laura E. Berk, Infants And Children Prenatal Trought Early Childhood (USA : ,1994), h.351
18
www.pendidikankarakter.com
24

agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain,

dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Anak yang telah tertanam

kepribadiannya akan menjadi pribadi yang menyebarkan karakter positif

pada lingkungan. Di sekolah juga hendaknya pendidikan karakter

diwujudkan dalam setiap proses pembelajaran, muatan kurikulum,

penilaian dan lain-lain.

C. Komponen Terkait dalam Pembentukkan Karakter Hindu Anak

Belajar adalah proses perubahan tingkah laku anak. Dalam

pembentukkan karakter terdapat komponen-komponen yang menyertai

berjalannya proses tersebut seperti; kurikulum, materi, metode, media,

proses pembelajaran, dan,evaluasi.

1. Kurikulum

Kurikulum menjadi kmponen yang penting dalam membentuk

karakter anak karena, kurikulum berisi tentang muatan materi yang

akan diberikan kepada anak didik. Menurut UU. No. 20 Tahun 2003

tentang Sietem Pendidikan Nasional, “Kurikulum adalah seperangkat

rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran

serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan

kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan


25

tertentu”.19Kurikulum tidak hanya berisi tentang isi atau konten

pelajaran tetapi juga mencakup semua kegiatan yang akan dilakukan

oleh anak, evaluasi yang akan dilakukan, bagaimana metode dan

media yang akan digunakan sampai dengan tujuan yang diharapkan

dari semua program yang telah dirancang oleh guru.

Kurikulum atau materi ajar atau bahan ajar berisi tentang

pengetahuan yang akan diberikan kepada anak. Sehubungan dengan

ini, Hamalik juga mendeskripsikan tentang kurikulum yaitu, kurikulum

ialah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh

siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan.20 Sesuai dengan

namanya, kurikulum tidak hanya berisi satu mata pelajaran melainkan,

sejumlah mata pelajaran yang dimasukkan ke dalam program sekolah

sehingga, anak mendapatkan pengetahuan yang lebih banyak dan

lebih kompleks.

Kurikulum yang diracang oleh guru memuat suatu kegiatan di

dalam maupun di luar kelas yang akan dilakukan oleh anak. Hal ini

sama dengan apa yang dikemukakan oleh Patmodewo tentang

kurikulum adalah seluruh usaha/kegiatan sekolah untuk merangsang

19
Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2012), h.6
20
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2008), h.16
26

anak supaya belajar, baik di dalam maupun di luar kelas. 21 Kurikulum

yang dibuat berisi serangkaian program yang akan dilaksanakan

bersama dengan anak. Program yang dibuat tidak hanya terpaku pada

kegiatan di dalam kelas tetapi juga kegiatan di luar kelas, dengan

maksud agar murid mendapat suasana baru dalam belajar dan

pengalaman belajar yang lebih bermakna. Program yang dirancang

dalam kurikulum juga memudahkan guru dalam mengajar karena, guru

sudah memiliki acuan untuk melaksanakan proses pembelajaran.

Kurikulum dirancang sedemikian rupa agar anak dapat

memperoleh pengalaman belajar yang bermakna. Kurikulum secara

modern adalah semua kegiatan dan pengalaman potensial (isi/materi)

yang telah disusun secara ilmiah, baik yang terjadi di dalam kelas, di

halaman sekolah maupun di luar sekolah atas tanggung jawab sekolah

untuk mencapai tujuan pendidikan.22Kurikulum yang dirancang dalam

satuan pendidikan memuat isi tentang konten yang akan diberikan

juga termasuk kedalamnya kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan

oleh anak. Kegiatan pembelajaran tidak harus terjadi di dalam kelas

melainkan,juga dapat terjadi atau dilakukan di luar kelas bahkan di luar

sekolah karena, pada dasarnya pembelajaran dapat terjadi dimana

saja dan kapan saja.

21
Soemantri Patmonodewo, Pendidikan Anak Pra Sekolah (Jakarta : Rineka Cipta, 2003),
h.56
22
Arifin, Op.Cit., h.4
27

Berdasarkan paparan yang telah dijelaskan tentang kurikulum

maka, dapat disintesiskan bahwa kurikulum ialah suatu rancangan

yang dibuat oleh guru untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

anak yang dilaksanakan melalui kegiatan belajar mengajar di dalam

maupun di luar kelas/ruangan.

2. Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran dapat disebut juga sebagai bahan ajar

atau konten yang akan diberikan kepada anak. Menurut Arikunto

mengatakan bahwa, bahan pelajaran merupakan unsur inti yang ada

di dalam kegiatan belajar mengajar.23 Bahan pelajaran atau yang biasa

disebut dengan materi menjadi unsur utama dan penting dalam

sebuah sebuah pembentukan karakter karena, bahan pelajaran berisi

pengetahuan yang akan diberikan kepada anak. Bahan pelajaran yang

diberikan juga harus disesuaikan dengan kemampuan anak didik

karena, perkembangan kognitif setiap anak tidaklah sama anatara

anak satu dengan lainnya.

Materi menjadi komponen utama dalam kegiatan belajar

mengajar tanpa materi, proses pendidikan tidak akan berjalan. Hal ini

sejalan dengan pernyataan Hamdani yang menyebutkan bahwa materi

pelajaran, merupakan komponen utama dalam proses pembelajaran


23
Djamarah, dan Zain, Loc.Cit.
28

karena materi pelajaran akan memberi warna dan bentuk kegiatan

pelajaran.24 Materi pelajaran dirancang sedemikian rupa oleh guru

sesuai dengan kebutuhan di lembaga tersebut sehingga, materi

pelajaran ini akan berbeda di setiap lembaga pendidikan. Seperti yang

telah dijelaskan sebelumnya, bahwa materi menjadi komponen utama

dalam pembelajaran karena materi itu berisi pengetahuan yang akan

diberikan kepada anak didik untuk mencapai tujuan tertentu.

Materi atau bahan ajar memuat semua nilai yang akan diberikan

kepada anak. Materi atau bahan belajar berisi tentang pengetahuan,

ketrampilan dan/atau nilai-nilai yang akan dikomunikasikan oleh

pendidik kepada peserta didik.25 Materi merupakan komponen utama

dalam pembelajaran karena materi berisi konten atau isi yang akan

diberikan kepada siswa. Materi atau bahan belajar ini dapat

disesuaikan dengan kebutuhan anak didik berupa pengetahuan yang

akan diberikan kepada anak.

Berdasarkan beberapa paparan di atas tentang materi

maka,dapat disintesiskan bahwa materi atau bahan ajar ialah isi atau

konten yang memuat suatu pengetahuan tertentu yang nantinya akan

diberikan kepada anak dengan maksud/tujuan tertentu. Materi

pembelajaran menjadi hal yang utama dalam strategi pembelajaran

24
Hamdani, Strategi Belajar Mengajar (Bandung : CV Pustaka Setia, 2011), h.48
25
H.D. Sudjana. S, Strategi Pembelajaran (Bandung : Falah Production, 2000), h.30
29

karena, materi pembelajaran inti dari apa yang akan dilakukan anak

dan tanpa adanya materi pembelajaran, proses kegiatan belajar

mengajar tidak akan terlaksana karena tidak ada isi yang akan

diberikan kepada anak.

3. Metode Pemblajaran

Metode pembelajaran digunakan guru untuk mencapai tujuan

tertentu. Metode adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan.26 Metode juga merupakan komponen

penting dalam kegiatan belajar mengajar karena seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya, metode adalah cara yang digunakan untuk

mencapai tujuan tertentu ini berarti posisi metode dalam penyampaian

materi ajar memliki peranan penting. Penggunaan metode juga harus

dilihat secara cermat, guru harus kreatif dalam menggunakan metode

di dalam kelas agar anak tidak merasa jenuh atau bosan sehingga,

tujuan yang diharapkan dapat tercapai dengan baik.

Metode digunakan untuk mencapai suatu tujuan yang

diharapkan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh J.R David

dalam Majid menyatakan bahwa metode ialah “a way in achieve

something” (cara untuk mencapai sesuatu).27 Hal tersebut

26
Djamarah dan Zain, Loc.Cit.
27
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2013), h.21
30

mengandung pengertian bahwa untuk mencapai suatu tujuan

dibutuhkan metode yang efektif dan tepat sasaran. Penggunaan

metode juga harus disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Guru

harus cermat dalam menentukan metode apa yang tepat digunakan

karena, setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda sehingga,

metode yang digunakan pun harus bervariasi agar tujuan tersebut

dapat tercapai dengan baik.

Metode digunakan oleh guru untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang diharapkan. Adanya metode dapat memudahkan

guru dalam menyusun strategi agar pembelajaran yang terjadi tidak

membuat anak merasa jenuh dan bosan. Metode pembelajaran adalah

cara yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan pesan

pembelajaran kepada peserta didik dalam mencapai tujuan

pembelajaran.28 Dalam mencapai tujuan pembelajaran guru harus

memiliki metode dalam menyampaikan materi yang akan diberikan

kepada anak. Metode yang digunakan harus disesuaikan dengan

kemampuan anak karena, tidak semua anak dapat memahami materi

yang diberikan dengan metode yang sama selain itu, penggunaan

metode yang bervariasi juga bermanfaat agar anak tidak merasa

jenuh.

28
Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya (Jakarta : Rineka
Cipta, 2008), h.273
31

Dalam kegiatan belajar mengajar, penting bagi guru untuk

menggunakan metode pembelajaran. Metode pembelajaran

merupakan cara guru melakukan atau menyajikan, menguraikan,

memberi contoh, dan memberi latihan isi pelajaran kepada peserta

didik untuk mencapai tujuan tertentu.29 Oleh sebab itu, penting bagi

guru untuk menggunakan metode pembelajaran yang bisa diterapkan

pada anak sehingga, tujuan dari pembelajaran dapat tercapai dengan

optimal. Seperti yang dijelaskan sebelumnya juga bahwa penggunaan

metode pembelajaran dapat menjadikan anak merasa senang karena

yang terjadi di dalam kelas tidak monoton pada satu kegiatan saja

selain itu, dengan berbagai metode yang digunakan dapat menjadikan

anak lebih aktif dalam proses kegiatan belajar mengajar yang terjadi.

Dari beberapa paparan yang telah dijelaskan sebelumnya

tentang metode pembelajaran maka, dapat disintesiskan bahwa

metode ialah suatu cara yang digunakan guru dalam proses kegiatan

belajar mengajar baik di dalam maupun di luar kelas/ruangan. Adanya

metode pembelajaran dapat memudahkan guru dalam mencapai

tujuan yang diharapkan. Penggunaan metode yang bervariasi juga

dapat memunculkan minat belajar anak karena proses melajar

mengajar menjadi lebih menyenangkan dan tidak membuat anak

bosan/jenuh.
29
Yamin, Op.Cit., h.149
32

4. Media Pembelajaran

Media pembelajaran tidak lepas dari peranannya yang penting

dalam kegiatan belajar mengajar karena, media pembelajaran dapat

memudahkan anak dalam menerima informasi/pesan yang

disampaikan oleh guru. Media pembelajaran adalah alat atau wahana

yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk membantu

penyampaian pesan pembelajaran.30 Media digunakan untuk

mentransfer pesan yang ingin disampaikan oleh guru kepada anak

didik untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan digunakannya media

pembelajaran dapat memudahkan anak dalam memahami materi yang

disampaikan terlebih jika materi yang disampaikan cukup sulit untuk

dipahami maka, kehadiran media ini sangat dibutuhkan oleh guru

sebagai fokus dari apa yang akan diajarkan kepada anak.

Media dapat digunakan oleh guru untuk membantu

menyampaikan pesan selama proses kegiatan belajar mengajar

berlangsung. Media pengajaran hanya meliputi media yang dapat

digunakan secara efektif dalam proses pengajaran yang terencana. 31

Untuk itu, penting bagi guru dalam memilih media yang tepat

30
Hamdani, Loc.Cit.
31
Harjanto, Perencanaan Pengajaran (Jakarta : Rineka Cipta, 2008), h.247
33

sehingga, pesan yang disampaikan dapat diterima oleh anak didik

dengan baik.

Media pembelajaran meliputi seluruh benda yang terdiri dari

media visual, auditori, dan visual-auditori. Media adalah segala bentuk

dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau

informasi pembelajaran.32 Media berfungsi sebagai alat untuk

menyampaikan pesan atau informasi agar penerima informasi lebih

memahami apa yang dimaksud dari pesan atau informasi tersebut.

Media pembelajaran merupakan seperangkat alat yang

mengandung pesan. Sanjaya menyatakan bahwa, media

pembelajaran meliputi perangkat keras yang dapat mengantarkan

pesan dan perangkat lunak yang mengandung pesan.33Satu kesatuan

ini tidak dapat dipisahkan karena, perangkat keras dan perangkat

lunak ini sama-sama mengandung pesan yang akan disampaikan

kepada penerima pesan agar informasi yang disampaikan bisa

diterima dengan baik.

Banyak benda dan alat yang dapat dijadikan media

pembelajaran.Guru dapat membuat media pembelajaran yang

diinginkan namun sesuai dengan kriteria dari media itu sendiri.

Menurut Gagne dan Briggs media pembelajaran meliputi alat yang

32
Warsita, Op.Cit., h.274
33
Hamdani, Op.Cit., h.244
34

secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran,

yang terdiri dari antara lain buku, tape recorder, kaset, video camera,

video recorder, film, slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik,

televisi, dan komputer.34Penggunaan benda dan alat tersebut yang

dijadikan media pembelajaran disesuaikan dengan kondisi dan

kebutuhan lingkungan kelas.

Dari beberapa paparan diatas mengenai media pembelajaran

dapat disintesiskan bahwa media pembelajaran ialah alat atau benda

yang digunakan guru dalam menyampaikan informasi/pesan terkait

dengan materi ajar yang diberikan kepada anak. Penggunaan media

dapat memudahkan anak dalam menerima pesan yang hendak

disampaikan guru untuk mencpai suatu tujuan tertentu. Media

pembelajran itu sendiri meliputi benda-benda yang dapat digunakan

dan yang ada di sekitar atau dapat dibuat sendiri oleh guru namun

juga harus memikirkan kriteria dari pembuatan media itu sendiri seperti

keamanan dari bahan dan warna yang digunakan, dan beberapa hal

lainnya.

5. Proses Pembelajaran

Proses pembelajaran atau proses kegiatan belajar mengajar

termasuk ke dalam komponen pembentukan karakter anak. Proses


34
Azhar Arsyad, MediaPembelajaran (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2007), h.4
35

pembelajaran atau kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan

dalam pendidikan.35Oleh sebab itu, guru memiliki peranan penting

dalam menyusun atau merancang proses kegiatan belajar mengajar,

sehingga jalannya proses pembelajaran menjadi lebih terarah.

Dalam proses belajar mengajar terjadi hubungan timbal balik

antara guru dengan anak didik. Proses belajar mengajar merupakan

suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan

siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam

situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.36 Oleh sebab itu dalam

proses pendidikan terjadi interaksi antara guru dengan anak didik.

Semakin aktif anak didik dalam berinteraksi maka semakin baik proses

belajar mengajar yang terjadi.

Proses belajar mengajar bisa terjadi di dalam maupun di luar

kelas atau sekolah karena, pada dasarnya pembelajaran dapat terjadi

dimana saja dan kapan saja. Menurut Rahman dan Amri proses

belajar mengajar merupakan implementasi dari serangkaian

perencanaan yang telah dilakukan oleh guru dalam bentuk proses

interaksi dengan siswa di dalam maupun di luar kelas untuk mencapai

35
Djamarah dan Zain, Op.Cit., h.44
36
Moh. Uzher Usman, Menjadi Guru Profesional (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2009),
h.4
36

tujuan tertentu.37Kegiatan indoor ataupun outdoor dapat dikatakan

sebagai proses pembelajaran selama memiliki dan dapat mencapai

tujuan pendidikan yang diharapkan.

Anak wajib mengikuti proses pembelajaran untuk mendapatkan

pengalaman belajar yang bermakna. Proses belajar merupakan jalan

yang harus ditempuh oleh seorang pelajar atau mahasiswa untuk

mengerti suatu hal yang sebelumnya tidak diketahui.38 Oleh sebab itu,

penting bagi anak untuk mengikuti jalannya proses pembelajaran agar

dapat menambah dan meningkatkan pengetahuan serta wawasan

yang dimiliki oleh anak.

Berdasarkan beberapa paparan yang telah dijelaskan mengenai

proses pembelajaran maka dapat disintesiskan bahwa proses

pembelajaran adalah inti dari semua rancangan yang telah dibuat yang

kemudian diimplementasikan ke dalam proses pembelajaran. Proses

pembelajaran itu sendiri tidak harus terjadi di dalam kelas tapi juga

dapat dilakukan di luar kelas.

6. Tujuan Pembelajaran

Tujuan termasuk ke dalam komponen strategi pembelajaran.

Tujuan pembelajaran adalah harapan yang ingin dicapai dalam satu

37
Muhammat Rahman dan Sofan Amri, Model Pembelajaran ARIAS Terintegratif (Jakarta :
Prestasi Pustaka Publisher, 2014), h.49
38
Ad. Rooijakkers, Mengajar dengan Sukses (Jakarta : Grasindo, 2003), h.14
37

tahap tertentu tujuan merupakan komponen yang pertama dan

utama.39 Tujuan pembelajaran adalah target yang diharapkan dari

suatu pembelajaran. Tujuan pembelajaran dibuat agar program atau

pembelajaran yang dirancang serta dilaksanakan bersama antara guru

dan anak menjadi maksimal sehingga tujuan yang diharapkan menjadi

optimal.

Dalam kegiatan pembelajaran penting untuk memiliki tujuan

dalam pelaksanannya. Tujuan secara eksplisit, diupayakan melalui

kegiatan pembelajaran instructional effect, biasanya berupa

pengetahuan dan ketrampilan atau sikap yang dirumuskan secara

eksplisit dalam tujuan pembelajaran.40Tujuan pembelajaran

diwujudkan dalam sikap yang nyata seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya bahwa tujuan pembelajaran ialah menjadikan anak yang

awalnya tidak tahu menjadi tahu. Tercapai atau tidaknya tujuan

pembelajaran dapat dilihat dalam bagaimana anak bersikap.

Tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat dilihat dari perilaku

anak yang telah mendapatkan pengajaran. Seperti yang dijelaskan

oleh Roestiyah. N.K bahwa, suatu tujuan pengajaran adalah deskripsi

tentang penampilan perilaku (performance) murid-murid yang kita

harapkan setelah mereka mempelajari bahan pelajaran yang kita

39
Sanjaya, Op.Cit., h.59
40
Hamdani, Loc.Cit.
38

ajarkan.41 Tujuan pembelajaran diharapkan dapat merubah pola pikir

dan tingkah laku anak didik menjadi lebih baik dan sesuai dengan

norma masyarakat yang berlaku. Tujuan pembelajaran termasuk ke

dalam komponen pembelajaran karena, semua yang dirancang ke

dalam kurikulum dan dilaksanakan dengan metode tertentu,

menggunakan media yang variatif, semua itu mengarah pada tujuan

tertentu yang diharapkan. Maka, dalam komponen pembelajaran pasti

memiliki tujuan pembelajaran.

Berdasarkan beberapa paparan di atas tentang tujuan

pembelajaran maka dapat disintesiskan bahwa tujuan pembelajara

ialah harapan yang ingin dicapai dari pembelajaran yang telah

dilakukan. Tujuan pembelajaran ini dapat dimunculkan anak melalui

perilaku atau tindakan yang dilakukan. Setiap pembelajaran yang

dilakukan pasti memiliki tujuan pembelajaran karena tujuan

pembelajaran menjadi ujung dari apa yang selama ini direncanakan

dan dilakukan oleh guru kepada anak.

7. Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi pembelajaran aadalah komponen terakhir dalam

strategi pembelajaran. Menurut Wand and Brown mengatakan bahwa,

evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan


41
Djamarah dan Zain, Op.Cit., h.49
39

nilai dari sesuatu.42 Evaluasi yaitu proses penilaian dari apa yang telah

dikerjakan oleh anak didik, guna melihat apakah semua program yang

telah direncanakan sudah tercapai dengan apa yang diharapkan atau

tidak. Evaluasi bukan semata-mata untuk menilai kemampuan

akademik anak didik namun, juga sebagai evaluasi guru untuk lebih

kreatif dan variatif dalam mengembangkan materi ajar atau program

pendidikan.

Evaluasi pembelajaran adalah proses menilai dari suatu

kegiatan yang telah dilaksanakan. Menurut Groundloud evaluasi

adalah suatu proses yang sistematis dan berkesinambungan untuk

mengetahui efisien kegiatan belajar mengajar dan efektivitas dari

pencapaian tujuan instruksi yang telah ditetapkan.43 Evaluasi tidak

dapat dipisahkan dari tujuan karena, dengan evaluasi kita dapat

melihat ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi sendiri

berlangsung secara terus menerus dan berkelanjutan agar data yang

diperoleh lebih akurat dari anak lebih akurat dan guru juga dapat

mengetahui apa yang kurang dari pembelajaran yang telah dilakukan.

Evaluasi pembelajaran merupakan cara guru untuk melihat

ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Mardapi, evaluasi

adalah proses mengumpulkan informasi untuk mengetahui pencapaian

42
Ibid., h.57
43
Hamdani, Op.Cit., h.296
40

belajar kelas atau kelompok.44 Evaluasi juga dapat dimaknai sebagai

pengumpulan informasi seorang anak dari berbagai sumber, baik

informasi yang diperoleh melalui hasil kegiatan belajar maupun tes-tes

yang dilakukan pada anak didik. Seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya, bahwa evaluasi adalah proses pengumpulan data atau

informasi sebagai bahan evaluasi guru apakah pembelajaran yang

terlah berlangsung dapat mencapai tujuan seseuai dengan yang

diharapkan selain itu, melihat sejuah mana perkembangan peserta

didik dalam menyerap materi ajar yang diberikan di dalam kelas.

Seorang guru penting untuk melakukan evaluasi pendidikan

selama proses kegiatan belajar mengajar berlangsung. Evaluasi

pendidikan adalah kegiatan menilai yang terjadi dalam kegiatan

pendidikan.45Oleh sebab itu, evaluasi pendidkan berguna bagi guru

untuk mengetahui tingkat pencapaian perkembangan yang telah

dicapai oleh anak didiknya.

Evaluasi pembelajaran tidak hanya berupa tes yang diberikan

tetapi juga semua data yang berkaitan dengan anak didik tersebut.

Menurut Roestiya evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data

seluas-luasnya, sedalam-dalamnya, yang bersangkutan dengan

kapabilitas siswa guna mengetahui sebab akibat dan hasil belajar

44
Ibid., h.297
45
H. Daryanto, Evaluasi Pendidikan (Jakarta : Rineka Cipta, 2007), h.6
41

siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan

belajar.46 Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa evaluasi

tidak hanya melihat kemampuan anak didik namun, juga menjadi

penilaian bagi guru atas apa yang telah dilakukannya. Guru dapat

menelaah lebih lanjut jika selama evaluasi terjadi penurunan

kemampuan anak didik dalam menyerap materi yang diberikan selama

proses pembelajaran berlangsung. Jadi, peran evaluasi ini juga sangat

penting dalam kegiatan belajar mengajar karena, evaluasi menjadi

tolak ukur dalam ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan teori-teori yang telah dipaparkan sebelumnya

tentang evaluasi pembelajaran maka dapat dilihat bahwa evaluasi

pembelajaran adalah cara guru untuk melihat sejauh mana

kemampuan anak didik dalam menerima materi yang diajarkan.

Evaluasi pembelajaran tidak semata-mata hanya dapat dilakukan

berupa tes melainkan mengumpulkan beberapa informasi terkait juga

dapat menjadi bahan evaluasi. Penggunaan evaluasi ini sebaiknya

dilakukan sebelum, selama, dan sesudah proses pembelajaran

sehingga data yang didapat lebih akurat.

46
Djamarah dan Zain, Op.Cit., h.58
42

D. Hakikat Perkembangan Anak Usia 5-6 Tahun

1. Pengertian Perkembangan

Perkembangan terjadi sepanjang hidup seorang anak. Seperti

yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa, perkembangan berbeda

dengan pertumbuhan. Jika perkembangan lebih menitikberatkan pada

kualitas atau kemampuan anak dalam suatu hal maka, pertumbuhan

meliputi pertambahan kuantitas yang dapat diukur dengan nilai atau

nominal. Perkembangan merupakan suatu proses yang panjang, dan

membutuhkan dorongan atau stimulus untuk berlangsungnya suatu

kehidupan.47 Selama proses kehidupan anak atau anak harus diberikan

stimulasi yang tepat agar perkembangannya menjadi maksimal dan

sesuai dengan apa yang diharapkan.

Perkembangan terjadi secara terus menerus mencakup seluruh

aspek yang ada dalam diri anak. Adapun definisi serupa tentang

perkembangan yang terjadi pada diri seseorang anak. Seifert &Hoffnug

dalam Desmita mendefinisikan perkembangan sebagai “long-term

changes in a person’s growth, feelings, patterns of thinking, social

relationships, and motor skills.”48 Perkembangan merupakan jangka

panjang dalam kehidupan anak termasuk ke dalamnya perasaan anak,

47
Abubakar Bradja, Psikologi Perkembangan (Jakarta : Studia Press, 2005), h.31
48
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2012), h.8
43

pola berpikir, hubungan sosial, dan kemampuan motorik. Selama anak itu

hidup, selama itu juga perkembangan akan terus terjadi.

Setiap anak pasti akan mengalami perkembangan karena itu

merupakan suatu proses kematangan dalam diri anak tersebut.

Perkembangan dialami oleh semua anak yang lahir ke dunia.

Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill)

dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang

teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses

pematangan.49Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa

perkembangan yang terjadi adalah suatu proses kematangan dari

struktur dan fungsi tubuh yang kompleks. Bertambahnya kemampuan

anak dalam suatu hal menandakan bahwa perkembangan sedang terjadi

dalam dirinya.

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan anak dalam

melakukan sesuatu. Surya, menyatakan bahwa perkembangan

merupakan perubahan secara progresif (maju) dalam diri organisme

dalam pola-pola yang memungkinkan terjadinya fungsi-fungsi baru.50

Adanya kematangan dalam struktur dan fungsi tubuh yang kompleks

menjadikan anak mampu melakukan hal-hal yang sebelumnya tidak

49
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan (Jakarta : Kencana, 2011), h.28
50
Ibid.,h.29
44

dikuasai maka dari itu, dapat dikatakan bahwa perkembangan

merupakan perubahan secara progresif (maju).

Perkembangan menuju arah perubahan kematangan yang terjadi

pada struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks. Perkembangan

mengacu pada berubahnya kompleksitas-perubahan dari sesuatu yang

sangat sederhana menjadi sesuatu yang lebih rumit dan rinci. 51 Dapat

dilihat perkembangan anak dalam melakukan suatu hal dimulai dengan

hal yang paling sederhana hingga ke hal yang lebih rumit atau kompleks.

Ini terjadi karena adanya kematangan dalam diri anak yang disebut

sebagai perkembangan.

Definisi dari perkembangan jika dilihat secara keseluruhan ialah

sebuah kematangan yang terjadi pada diri seorang individu. Kematangan

itu terjadi akibat stimulus yang diberikan oleh orang atau lingkungan di

sekitar. Perkemabangan selalu mengarah pada kemajuan (progres) dari

kemampuan seorang individu. Selain itu, perkembangan juga mengarah

pada hal yang lebih kompleks. Maka dari itu, pentingnya stimulasi pada

anak akan mengoptimalkan perkembangannya.

2. Karakteristik Perkembangan Anak Usia 5-6 Tahun

51
K. Eillen Allen dan Lynn R. Marotz, Profil Perkembangan Anak Pra Kelahiran Hingga Usia
12 Tahun (Jakarta : Indeks, 2010), h.21
45

Anak usia 5-6 tahun masih termasuk dalam katagori anak usia

dini dimana, pada masa ini anak sedang berada pada tahap bermain

dan bersosialisasi. Anak usia 5-6 tahun juga memiliki karakteristik

perkembangan pemahaman konsep agama yang berkaitan dengan

beberapa aspek perkembangan lainnya. Dalam kajian ini akan dibahas

beberapa perkembangan anak yang berkaitan dengan pemahaman

konsep niai agamanya.

a. Perkembangan Kognitif

Kemampuan kognitif seorang anak dapat dilihat dari kegiatan

sehari-hari yang dilakukan. Secara sederhana kemampuan kognitif

dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih

kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan

masalah.52 Kemampuan kognitif kerap dikaitkan dengan kemampuan

berpikir anak dalam memecahkan suatu masalah baik dalam bidang

akademik maupun non akademik.

Perkembangan kognitif anak meliputi kemampuan dalam berpikir

dan mengamati sesuatu. Perkembangan kognitif sangat ditentukan

juga oleh perkembangan otak dan pancaindra sebagai

pengamatannya.53 Perkembangan kognitif dapat dikatakan juga

sebagai kemampuan anak dalam mengamati suatu hal yang ada

52
Desmita, Op.Cit., h.96
53
Bradja, Loc.Cit.
46

disekitarnya karena, kemampuan kogntif tidak hanya mengandalkan

otak sebagai alat berpikir manusia melainkan juga pancaindera

sebagai pengamatnya. Dengan menggunakan pancaindera untuk

mengamati, maka anak akan menyerap apa yang dilihatnya melalui

penglihatan, pendengaran, peciuman serta perasa yang kemudian

diimplementasikan sebgai hasil dari pengamatan dan penalaran yang

didapatnya.

Sehubungan dengan pernyataan di atas dapat dilihat bahwa

perkembangan kognitif anak melibatkan anggota tubuh lainnya

sebagai alat pendukung dalam pengamatannya namun, dalam tahap

ini anak masih melihat apa yang diamati sebagai sesuatu yang bersifat

abstrak.Menurut Piaget dalam Jahja menyebutkan bahwa pada usia

dua hingga tujuh tahun anak sedang berada pada tahap pra-

operasional (preoperational stage).54 Tahap praoperasional ini dikenal

dengan istilah masa egosentris, yaitu ketidakmampuan anak dalam

melihat persepsi orang lain. Seringkali anak mengalami pola pikir

berbeda dengan orang dewasa. Pada tahap ini juga anak

menggambarkan dunianya melalui kata, gambar, dan coretan. Dapat

dikatakan tahap ini merupakan tahapan yang baik untuk mengajarkan

anak dengan Tuhannya melalui, simbol-simbol keagamaan sampai

54
Jahja, Op.Cit., h.185
47

dengan mengajak anak untuk melakukan ritual-ritual keagamaan

secara langsung.

Dari pemaparan teori yang telah dijelaskan sebelumnya dapat

dilihat bahwa perkembangan kognitif ialah kemampuan anak dalam

mengamati, menganalisa, hingga menyimpulkan sesuatu.

Perkembangan kognitif tidak hanya bergantung pada pertumbuhan

otak namun juga pancaindera sebagai pengamatnya. Kemampuan

kognitif tidak hanya dilihat dari akademik seorang anak melainkan

dalam memecahkan suatu masalah. Seperti yang dijelaskan juga oleh

Piaget, pada usia 2-7 tahun anak berada dalam tahap praoperational

konkrit dimana ketidak mampuan anak untuk melihat persepsi orang

lain maka, kita sebagai orang yang lebih dewasa haruslah memahami

karakteristik dari setiap tahapan yang dilalui agar, apa yang kita

berikan dapat lebih mudah dipahami oleh anak.

b. Perkembangan Moral

Dalam berbagai literatur, pemahaman konsep beragama pada

anak biasa disatukan dengan kajian perkembangan moral. Seperti

yang dikutip oleh Vassilis Saroglou yang menyatakan bahwa Morality

is a central theme in religion. Stories of gods in all religions and

cultures suggest they are concerned with human morality and willing to
48

punish or reward accordingly.55Moral adalah tema sentral dalam

agama. Cerita dari dewa di semua agama dan budaya menyarankan

mereka untuk prihatin dengan moralitas manusia dan bersedia untuk

menghukum atau memberikan pahala yang sesuai. Moral menjadi hal

yang sangat berkaitan dengan agama. Dengan adanya moral di dalam

diri individu dapat memberikan keyakinan bahwa setiap tindakan yang

dilakukan akan memberikan konsekuensi tersendiri baik hukuman atau

pujian.

Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa perkembangan

moral juga berkaitan dengan pemahaman perkembangan konsep

agama anak. Menurut Santrock, perkembangan moral adalah

perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai

apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya

dengan orang lain.56 Perkembangan moral mengatur perilaku anak

dalam berinteraksi dengan orang lain. Perkembangan moral termasuk

hal yang penting dalam diri setiap anak karena dalam lingkungan

sosial, seseorang dikatakan berbudi jika memeiliki moral yang baik.

Moral seorang anak didapat dari apa yang dia lihat dan

kemudian dia contoh. Hal ini sependapat dengan Santrock dan

Havighurts dalam Ahmadi dan Soleh yang menjelaskan, moral yang

55
Vassilis Saroglou, Religion, Personality, and Social Behavior (New York, Psycology Press,
2014), h.149
56
Desmita, Op.Cit., h.258
49

bersumber dari adanya suatu tata nilai adalah a value is an object

estate or affair wich is desired (tata nilai adalah suatu objek rohani atas

suatu keadaan yang diinginkan).57 Moral merupakan bagian dari suatu

tata nilai yang mengandung unsur rohani yang telah dipilih oleh

seseorang. Adanya model yang tepat bagi anak juga menentukan

moral anak di masa mendatang.

Perkembangan moral berkaitan dengan pemahaman anak akan

suatu tindakan yang dilakukan oleh individu. Seperti yang dijelaskan

oleh Bee and Boyd Moral reasoning is the process of making

judgments about the rightness or wrongness of specifict

act.58Pemahaman moral dapat membuat penilaian tentang benar atau

salah dari tindakan yang spesifik. Adanya penalaran moral

memberikan rambu-rambu bagi individu dalam bertindak melakukan

sesuatu. Seorang individu yang melakukan suatu tindakan akan

dikaitkan dengan moral dari individu tersebut.

Moral juga memiliki tahapan dalam perkembangannya. Dalam

tahap realisme moral Piaget menyebutkan bahwa Children in Piaget’s

moral realism stage, which he found to be typical of children younger

than 8, belives that the rules of game can’t be changed because they

57
Abu Ahmadi & Munawar Soleh, Psikologi Perkembangan (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2005),
h.104
58
Helen Bee & Denise Boyd, The Developing Child (Boston : Pearson Education Inc
Publishing, 2010), h.324
50

come from authorities, such as parents, government official, or

religious figure.59 Pemahaman moral berkembang seiring

bertambahnya usia dan pengetahuan anak tentang suatu hal.

Dikatakan bahwa anak yang usianya lebih muda dari usia anak 8

tahun mempercayai bahwa aturan permainan tidak dapat dirubah

karena peraturan tersebut datang/dibuat secara resmi dan bersifat

kekal. Ini disebabkan karena usia anak yang masih muda belum

mengetahui cara-cara lain untuk mendapatkan sesuatu (baik itu

dengan cara yang positif atau negatif).

Kecerdasan moral tidak hanya sekedar mengetahui aturan yang

ada karena perkembangan moral tidak didapat secara instan atau

cepat melainkan melalui pembiasaan yang dilakukan secara terus

menerus. Menurut Coles “Moral intelligence” isn’t acquired only by

memorization of rules and regulation, by dint of abstract classroom

discussion or kitchen compliance.60 Kecerdasan moral tidak hanya

diperoleh dengan menghafal aturan dan regulasi, melainkan dengan

adanya diskusi di kelas yang bersifat abstrak dan kepatuhan. Diskusi

yang terjadi di dalam kelas dengan banyak anak dapat

mengembangkan kecerdasan moral anak karena dengan banyak anak

59
Ibid.,h.324
60
Robert Coles, The Moral Intelligence of Children (United States of America : Permission of
Howard Axelrod, 1997), h.5
51

satu sama lain dapat bertukar pikiran dan memahami perbedaan dari

masing-masing individu.

Moral seorang individu dapat ditanamkan juga melalui

pendidikan karakter. Setiap anak memeiliki karakter yang berbeda

antara satu dengan lainnya. Karakter harus dibangun dan

dikembangkan secara sadar hari demi hari dengan melalui suatu

proses yang tidak instan. Seperti yang dikatakan ole Bee and Boyd

bahwa :

“A developmentally appropriate approach to character


education, whether it occours in one’s family home or in school
with hundreds of pupils, begins with an understanding that how
individuals think about relationship, a process called social
cognition, is at the heart of character.” 61

Pendekatan perkembangan yang sesuai dengan pendidikan

karakter, baik itu terjadi pada suatu keluarga di dalam rumah atau

sekolahdengan ratusan murid, dimulai dengan pemahaman

bagaimana individu berpikir tentang hubungan, sebuah proses yang

disebut kognisi sosial, adalah jantung dari karakter itu sendiri. Dalam

penyataan diatas disebutkan bahwa pendidikan karakter yang terjadi di

rumah atau di sekolah dapat terjadi apabila penerapannya dilakukan

secara berkesinambungan. Apa yang terjadi di sekolah sebaiknya juga

diterapkan di rumah oleh orang tua agar pendidikan karakter yang

61
Bee & Boyd, Op.Cit., h.313
52

dipupuk sejak dini dapat terasah secara optimal. Pentingnya

pendidikan karakter ditanamkan sejak usia dini agar kelak jika anak

sudah tumbuh dewasa menjadi pribadi yang memiliki karakter yang

sesuai dengan norma yang ada di masyarakat.

Berdasarkan teori-teori yang telah dipaparkan sebelumnya oleh

beberapa ahli tentang perkembangan moral anak maka dapat

disintesiskan bahwa moral seorang individu akan dilihat saat ia

berinteraksi dengan orang lain. Pengetahuan moral juga memberikan

keuntungan bagi individu dalam menentukan hal-hal yang baik

maupun buruk. Kecerdasan moral yang dimiliki oleh anak atau

seorang individu tidak didapat dengan menghafal sebuah aturan

melainkan, dengan adanya pembiasaan prilaku yang dilakukan secara

terus menerus yang akhirnya semua itu tertanam pada diri anak

tersebut. Adapun cara lain untuk mengembangkan moral anak yaitu

dengan mengadakan diskusi dengan teman sesama tentang suatu

kejadian tertentu dengan cara seperti ini anak akan menelaah suatu

tindakan yang baik atau buruk dan menemukan solusi yang terbaik.

3. Perkembangan pemahaman Konsep Agama Anak Usia 5-6

Tahun

Pemahaman konsep agama anak hendaknya sudah diterapkan

sejak anak masih usia dini karena, sifat dari perkembangan ialah terus
53

menerus dan berkelanjutan sehingga, pemahaman konsep yang

diberikan dapat tercapai dengan baik. Sikap religius dapat ditanamkan

sejak anak usia dini. Misalnya, mengajarkan anak melaksanakan shalat

secara bersama-sama, melatih anak berdoa sebelum makan, dan

menanamkan sikap saling menghormati terhadap teman sebaya yang

memiliki agama berbeda.62 Pembiasaan yang dilakukan sejak anak usia

dini, akan mematangkan konsep agama seorang anak. Melakukan ritual

ibadah dan hal-hal yang mendasar lainnya juga akan membiasakan anak

untuk taat kepada agamanya. Akan sangat baik jika kegiatan ini

dilakukan secara bersama-sama baik dengan orang tua di rumah

maupun guru di sekolah karena anak memiliki model atau figur yang baik

untuk dicontoh.

Orang tua yang beragama pasti akan melahirkan anak yang

beragama juga. Sebenarnya potensi keberagamaan bagi seorang anak

telah ada semenjak anak lahir ke dunia, ia memiliki “fitrah” untuk beriman

kepada Tuhan.63Anak yang lahir ke dunia sudah membawa agama yang

diturunkan dari orang tua mereka hanya saja, untuk mengembangkan

konsep keagamaan ini anak masih memerlukan bimbingan dari orang tua

atau orang sekitar yang ada di dekat mereka.

62
Muhammad Fadlillah & Lilif Mualifatu Khorida, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini
(Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2013), h.190
63
Ahmadi & Soleh, Op.Cit., h.109
54

Konsep beragama anak biasanya dipengaruhi oleh orang tua anak

itu sendiri. Seperti yang dikatakan oleh Jersild dan kawan-kawannya

dalam The Psychology of Adolsence mengatakan bahwa : biasanya

orang atau anak beragama itu dikarenakan orang tuanya beragama, atau

karena ia menirukan orang tuanya beragama.64 Orang tua yang

beragama akan menjadi contoh teladan yang akan ditiru anak dalam

berperilaku sehingga orang tua yang beragama akan menciptakan anak

yang beragama pula.

Oleh karena itu pembiasaan sikap bergama anak perlu dilakukan

mulai dari lingkungan terdekat anak yaitu, keluarga.

Zakiah Drajat berpendapat :

“Perkembangan agama pada masa anak terjadi melalui


pengalaman hidupnya sejak kecil dalam keluarga. Semakin
banyak pengalaman yang bersifat agama (sesuai dengan
ajaran agama), akan semakin banyak unsur agama maka sikap,
tindakan, kelakuan, dan caranya menghadapi hidup akan
sesuai dengan ajaran agama.”65

Hal ini menunjukkan bahwa sikap beragama sangat penting dibina

sejak dini karena sudah tertanam jiwa agama pada diri anak. dengan

begitu, orang tua dapat lebih mudah mengarahkan anak agar tidak

terjerumus ke dalam hal-hal yang merugikan diri anak tersebut sehingga,

kelak ia dapat berprilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.

64
Ibid.
65
Zakiah Drajat, Ilmu Jawa Agama (Jakarta : Bulan Bintang, 1996), h.55
55

Anak usia dini adalah cerminan dari orang tua mereka maka

sebaiknya orang tua dan orang terdekat hendaknya bersikap secara

positif agar anak dapat menjadi peniru yang baik. Hal ini sejalan dengan

pendapat Flower dalam Desmita mengusulkan tahap perkembangan

spiritual yaitu tahap intuitive projective faith, yang berlangsung antara 2-7

tahun. Pada tahap ini kepercayaan anak bersifat peniruan, karena

kepercayaan yang dimilikinya masih merupakan gabungan hasil

pengajaran dan contoh-contoh signifikan dari orang dewasa.66 Pada usia

ini anak menjadikan orang tua atau guru sebagai model dalam

berperilaku. Jika dilihat dari pernyataan sebelumnya maka

perkembangan pemahaman anak tentang agama akan tercapai dengan

optimal apabila orang sekitar yang menjadi contoh dapat berperilaku baik

dan sesuai dengan agama karena anak akan meniru dan mencontoh

perilaku orang yang ada di sekitar mereka.

Dilihat dari teori-teori yang telah dipaparkan sebelumnya maka,

perkembangan pemahaman konsep agama seorang anak sebenarnya

sudah dibawa sejak anak lahir ke dunia hanya saja untuk lebih

mematangkan pemahamannya maka perlu adanya stimulasi atau

rangsangan dari orang atau lingkungan sekitar. Sebenarnya orangtua

menjadi peranan yang sangat penting pada awal mula perkembangan

66
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2012), h.279
56

anak mereka karena, anak akan meniru dari orang terdekat dan yang

sering ia lihat. Disini orang tua atau keluarga menjadi pendidik pertama

dan utama bagi anak. Alangkah baiknya jika orang tua selalu

memberikan contoh yang baik kepada anak-anak mereka karena

hakekatnya ialah anak adalah cermianan dari orang tua mereka. Maka,

jika orang tua yang paham akan agama pasti mereka juga akan

menanamkan jiwa agama tersebut ke dalam diri anak misalnya, dengan

mengajak anak untuk beribadah bersama atau yang lebih sederhana

dengan berdoa sebelum atau sesudah melakukan kegiatan, dan ritual-

ritual kecil lainnya. Jika, hal ini telah diterapkan di rumah sejak dini

niscaya akan tertanam jiwa agama dalam diri anak dan anak akan

berperilaku menurut dengan agama yang dianutnya sehingga, orang tua

dan guru di sekolah lebih mudah untuk mengarahkan anak.

E. Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan

Pembentukan karakter anak sangat penting dilakukan sejak anak

usia dini.Karakter yang dibentuk oleh sekolah dapat dilakukan dengan

cara penerpan nilai dasar agama melalui pembiasaan sikap seperti

berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan, saling menghormati

sesama ciptaan Tuhan, tolong menolong, dan lain sebagainya.

Penelitian yang berkaitan dengan karakter anak yaitu penelitian

yang dilakukan oleh Yodenih dengan judul penelitian “Strategi


57

Pengembangan Karakter Pada Anak Usia 4-5 Tahun”67Peneliti

menyatakan bahwa tujuan lembaga dalam mengembangkan karakter

anak dapat dilihat dari tujuan yang meliputi moral knowing, moral feeling,

dan moral acting.Pengembangan karakter yang sudah ditanamkan sejak

usia dini akan menumbuhkan karakter baik pada anak selain itu

pengembangan karakter ini dapat membantu pemerintah dibidang

pendidikan untuk meningkatkan kehidupan masyarakat dan bangsa yang

berkarakter.

Penelitian lain yang relevan adalah “Model Pendidikan Karakter

Pada Anak Usia Dini”68 penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu kreatif,

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratus dan tanggung

jawab. Pelaksanaan pendidikan karakter di kelompok bermain Tunas

Bangsa adalah terimplementasi pada pelaksanaan pembelajaran di

setiap pijakan-pijakan di kelompok bermain tersisipkan nilai-nilai karakter

yang berupa keteladanan, pembiasaan, penggalian nilai-nilai karakter

pada pijakan-pijakan permainan, membangun penghayatan anak, dan

pengkondisian lingkungan di kelompok bermain.

67
Yodenih, Strategi Pengembangan Karakter Pada Anak Usia 4-5 Tahun Skripsi (Jakarta :
FIP, UNJ, 2008).
68
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jnfc

Anda mungkin juga menyukai