Anda di halaman 1dari 9

A.

Islam : Muhammadiyah dan NU

Muhammadiyah

Organisasi Islam modernis yang paling penting di Indonesia berdiri di Yogyakarta pada
tahun 1912. Kyai Haji Ahmad Dahlan (1868-1923) berasal dari elite agama kesultanan
Yogyakarta. Pada tahun 1890, dia naik haji ke Mekah dan belajar kepada Ahmad Khatib dan
yang lain-lain. Dia pulang dengan tekad bulat untuk memperbaharui Islam dan menentang
usaha-usaha kristenisasi yang dilakukan oleh kaum misionaris Barat. Pada tahun 1909, dia
masuk Budi Utomo dengan harapan dapat berkhotbah tentang pembaharuan di kalangan
anggotanya, tetapi para pendukungnya mendesaknya supaya mendirikan organisasi sendiri.
Pada tahun 1912, dia mendirikan Muhammadiyah, jalan Muhammad, di Yogyakarta. 1 Haji
Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912 mendirikan Muhammadiyah di Yogyakarta
bertujuan memajukan pengajaran berdasarkan agama, pengertian ilmu agama dan hidup
menurut peraturan agama. Adapun cara-cara untuk mencapai tujuan itu: mendirikan,
memelihara, menyokong rumah-rumah sekolah berdasarkan agama Islam; memperbincangkan
pasal-pasal ilmu agama Islam; mendirikan dan memelihara masjid dan langgar, dan
sebagainya. Yang sama dengan Budi Utomo ialah cita-citanya memajukan pengajaran, akan
tetapi Budi Utomo tidak menyinggung agama, sedang Muhammadiyah ada di luar politik.
Juga di samping Sarekat Islam, Muhammadiyah mempunyai tempat sendiri, sebab meskipun
Sarekat Islam berdasarkan agama, tetapi yang terpenting adalah aliran politik dan ekonomi,
sedang Muhammadiyah adalah perkumpulan bergerak di lapangan sosial-pendidikankeagamaan saja.2 Muhammadiyah mencurahkan kegiatannya pada usaha-usaha pendidikan
serta kesejahteraan dan pada program dakwah guna melawan agama Kristen dan takhayultakhayul lokal.
Ketika KH Ahmad Dahlan mendirikan organisasi ini pada 8 Dzulhijjah 1330 H atau
bertepatan dengan tanggal 18 November 1912, tujuannya adalah mengajak umat Islam
mengamalkan ajaran Al-quran dan Hadis Nabi Muhammad SAW dengan sesungguhnya.
1 Ricklefs, M.C. 2009. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta. Hal.
368-369
2 Pringgodigdo, A.K. 1984. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Jakarta : P.T. Dian Rakyat. Hal 18-19

Visinya yang dikedepankan adalah mengajak umat mengerjakan yang makruf dan mencegah
yang munkar, serta senantiasa melakukan gerakan tajdid (pembaruan) pemikiran agar umat
tidak kaku dalam menerapkan Islam. Pada masa awal berdirinya, KH Ahmad Dahlan
mengharapkan organisasi ini sebagai organisasi yang mengedepankan visi tarjih atau tandhif
(pemurnian) dan tajdid (pembaruan) ajaran Islam. Pendiri organisasi ini tidak menginginkan
akidah umat menjadi rusak akibat salah dalam memahami ajaran Islam, atau
mencampuradukkannya dengan hal-hal yang dilarang dalam agama. Kembali ke ajaran Islam
yang murni, itulah prinsip dasar Muhammadiyah. Misinya, mengislamkan mereka yang belum
Islam dan meningkatkan kesadaran agama bagi mereka yang telah memeluk Islam. Sedangkan
tujuannya adalah untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud
masyarakat utama, adil, dan makmur yang diridhai Allah SWT. Legitimasi organisasi ini
berasal dari dua sumber utama agama Islam, Al-quran dan Hadis. Margono Poespo Suwarno
dalam Gerakan Islam Muhammadiyah, mengutarakan, berpegang kepada Al-quran dan sunah
berarti mengembalikan Islam pada aslinya, yakni Islam yang jauh dari pertentangan mazhabmazhab, khufarat, bidah, dan adat kebiasaan masyarakat lokal.3
Saat awal pendirian, kondisi umat Islam Indonesia, menurut KH Ahmad Dahlan, sudah
sangat memprihatinkan. Ibadah yang dikerjakan ada yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Karena itu, demi mencegah makin rusaknya akidah umat, harus ada upaya atau gerakan
pemurnian ajaran Islam, baik dengan dakwah bil lisan (perkataan, ceramah), maupun dengan
dakwah bil hal(perbuatan). Ia pun mendirikan sejumlah lembaga pendidikan Muhammadiyah.
Akidah umat harus dibentengi sejak dini, yakni saat mereka memasuki usia sekolah.
Pendidikan,

merupakan

salah

satu

bidang

yang

menjadi

fokus

perhatian

Muhammadiyah. Sejak awal, sang pendiri, KH Ahmad Dahlan, telah menetapkan bahwa
Muhammadiyah bukan organisasi politik, melainkan bersifat sosial dan bergerak di bidang
pendidikan. Tak heran bila KH Ahmad Dahlan harus memulainya dari sekolah pamong praja
yang belajar di OSVIA Magelang dan para calon guru yang belajar di Kweekschool Jetis
Yogyakarta. Dengan mendidik para calon pamong praja tersebut diharapkan akan dengan
segera memperluas gagasannya tersebut, karena mereka akan menjadi orang yang mempunyai
3 Koran Republika edisi Islam Digest dengan judul utama Seabad Muhammadiyah : Menumbuhkan
Kembali Semangat Pembaruan terbit 22 November 2009

pengaruh luas di tengah masyarakat. Demikian juga, dengan mendidik para calon guru yang
diharapkan akan segera mempercepat proses transformasi ide tentang gerakan dakwah
Muhammadiyah, karena mereka akan mempunyai murid yang banyak. Ahmad Dahlan
kemudian mendirikan Madrasah Muallimin (Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah
Muallimat (Kweekschool Istri Muhammadiyah). Dari tahun 1913 sampai 1918, setidaknya
ada lima buah Kweekschool Muhammadiyah yang didirikan. Kemudian pada 1919, ia
mendirikan sebuah sekolah lanjutan bagi para calon guru yang dikenal dengan Hoogeschool
Muhammadiyah. Sebelumnya di tahun 1911, KH Ahmad Dahlan mendirikan lembaga
pendidikan yang menerapkan model sekolah, yang mengajarkan ilmu agama Islam ataupun
ilmu pengetahuan umum, sekolah itu diberi nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah
dengan jumlah siswa sebanyak 29 orang. Dari tahun 1914 hingga 1920 ia mendirikan
organisasi remaja putri Sopo Tresno yang kegiatannya menyantuni anak yatim piatu.4
Perlu dicatat disini, bahwa pengajaran moderen untuk anak-anak perempuan sangat
diperhatikan dan dengan lekas perkumpulan mempunyai bagian wanita yang berdiri sendiri
dan Muhammadiyah juga mempunyai kepanduan sendiri. 5 Pada tahun 1917, Dahlan
membentuk seksi perempuan dengan nama Aisyiyah, menurut nama seorang istri Nabi, yang
kelak akan memainkan peranan penting dalam modernisasi kehidupan perempuan Indonesia.6
Pada mulanya, Muhammadiyah hanya berkembang secara lamban. Organisasi ini
ditentang atau diabaikan oleh para pejabat, guru-guru Islam gaya lama di desa-desa, hierarkihierarki keagamaan yang diakui pemerintah, dan oleh komunitas-komunitas orang saleh yang
menolak ide-ide Islam modernis. Dalam rangka menjalankan upaya-upaya pemurniannya,
organisasi ini mengecam banyak kebiasaan yang telah diyakini oleh orang-orang saleh Jawa
selama berabad-abad sebagai Islam yang sebenarnya. Dengan demikian, pada masa-masa
awalnya, Muhammadiyah mengundang banyak permusuhan dan kebencian dari komunitas
agama di Jawa. Pada tahun 1925, dua tahun sesudah wafatnya Dahlan (tepatnya pada kongres
4 Koran Republika edisi Islam Digest dengan judul utama Seabad Muhammadiyah : Menumbuhkan
Kembali Semangat Pembaruan terbit 22 November 2009
5 Pringgodigdo, A.K. Op Cit. Hal 19
6 Ricklefs, M.C. Op Cit. Hal 368

Muhammadiyah 12-17 Maret 1925 di Yogyakarta ternyata Muhammadiyah pada waktu itu
telah mempunyai 29 cabang dengan 4.000 anggota*), Muhammadiyah hanya beranggotakan
4.000 orang, tetapi organisasi ini telah mendirikan 55 sekolah dengan 4.000 orang murid, dua
balai pengobatan di Yogyakarta dan Surabaya (menurut A. K. Pringgodigdo, Muhammadiyah
mempunyai klinik di Yogyakarta dan Surabaya, yang telah menolong 12.000 orang sakit),
sebuah panti asuhan, dan sebuah rumah miskin. Di bidang tabligh (pidato-pidato tentang
agama) memiliki 274 mubaligh laki-laki dan 100 mubaligh perempuan. Organisasi ini
diperkenalkan di Minangkabau oleh Haji Rasul (Haji Abdul Karim Amrullah, 1879-1945*)
pada tahun 1925. Begitu berhubungan dengan dunia Islam Minangkabau yang dinamis,
organisasi ini berkembang dengan pesat. Pada tahun 1930, jumlah anggota organisasi ini
sebanyak 24.000 orang, pada tahun 1935 menjadi 43.000 orang, dan pada tahun 1938
organisasi ini mengaku mempunyai anggota yang luar biasa banyaknya, 250.000 orang. Pada
tahun 1938, organisasi ini telah menyebar di semua pulau utama di Indonesia, mengelola 834
masjid dan langgar, 31 perpustakaan umum, dan 1.774 sekolah, serta memiliki 5.516 orang
mubalig pria dan 2.114 orang mubalig wanita. Sampai batas-batas yang sedemikian jauh,
sejarah Islam modernis di Indonesia sesudah tahun 1925 adalah sejarah Muhammadiyah.7
Muhammadiyah ikut dalam Al-Islam-kongres bulan Oktober 1922 di Cirebon yang
diselenggarakan oleh Sarekat Islam (usaha mencari lapang aksi baru) untuk mengadakan
barisan persatuan Muslim. Dalam kongres itu Muhammadiyah (bersama dengan Al Irsad,
perkumpulan golongan Arab berhaluan maju di bawah Surkati) bertentangan dengan kaum
orthodox dari Surabaya dan Kudus. Kaum ini mempersalahkan Muhammadiyah hendak
menyerang aliran yang telah ada (seperti kaum Wahabi saja) dan membangun mazhab baru
disamping 4 yang ada dan hendak mengadakan tafsir Al-Quran baru (suatu perbuatan yang
terlarang menurut paham kaum orthodox).
Oleh Muhammadiyah dijawab, bahwa ia berusaha dan bercita-cita mengangkat agama
Islam dari keadaan terbelakang, disebabkan oleh karena banyak orang lebih menjunjungi
tinggi kitab-kitab tafsir karangan para ulama, daripada Al-Quran dan Hadis sendiri, jadi kita
harus kembali kepada Al-Quran dan Hadis; mempelajari ini harus dengan langsung dan tidak
hanya melalui kitab-kitab tafsir. Dalam kongres Al-Islam yang kedua di Garut, Mei 1924
7 Ibid. Hal. 368-369

kaum orthodox tidak datang dan pengaruh Muhammadiyah nyata disana. Juga dalam kongres
Al-Islam di Surabaya Desember 1924 Muhammadiyah muncul dengan perwakilan yang besar.
Dalam kongres Muhammadiyah 12-17 Maret 1925 di Yogyakarta, antaranya diperbincangkan
soal-soal pengajaran, penerangan kepada surat kabar tentang hal-hal Islam, mengeluarkan
buku dalam bahasa Jawa tentang hukum Islam, perbaikan goeroe ordonnantie, memperbaiki
pemakaian uang kas masjid dan sebagainya.8

Nahdlatul Ulama

Para ulama Syafii di Jawa sudah cukup makan garam. Mereka membenci modernisme
yang mereka samakan dengan Wahabisme (suatu gerakan pemurnian yang hanya mengakui
kewenangan mazhab Hambali). Mereka meremehkan Tjokroaminoto, dan mereka merasa
takut bahwa kepentingan-kepentingan mazhab Syafii akan diabaikan di Mekah dan Kairo,
sebagaimana mereka telah dikecam di Indonesia. Oleh karena itu, pada tahun 1926, Kyai Haji
Wahab Chasbullah ( 1883/4-1971), dengan dukungan dan restu dari kyai yang paling
dihormati di Jawa Timur, Kyai Haji Hasjim Asjari (1871-1947), mendirikan Nahdlatul Ulama,
kebangkitan para ulama, (NU) untuk membela kepentingan kaum muslim tradisional. Para
kyai tradisional pedesaan lainnya di Jawa Timur bergabung dengan NU; para pemimpinnya
terutama adalah orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan Hasjim Asjari.9
Perkumpulan keagamaan Nahdlatul Ulama didirikan di Surabaya pada tanggal 31
Januari 1926 sebagai;
a. Reaksi terhadap kebangsaan dan hasil baik dari golongan modernis dan,
b. Teristimewa karena kaum ulama orthodox takut, bahwa niat Sarekat Islam dan
Muhammadiyah tentang Kongres Dunia Kaum Islam yang ada dibawah pengaruh
Raja Ibn Saud, akan mendatangkan pengaruh Wahabi di negeri ini.
Dalam bulan September 1926 NU pun mengadakan kongres di Surabaya sebagai aksi
menentang kongres PSI-MAIHS bersama. NU (seperti Muhammadiyah) tidak mencampuri
8 Pringgodigdo, A.K. Op Cit. Hal 92
9 Ricklefs, M.C. Op Cit. Hal 382

politik. Adapun tujuannya memajukan paham orthodox dalam agama Islam menurut aliran
orthodox (empat aliran: Syafii, Maliki, Hanafi, Hambali) dengan jalan: memelihara
hubungan antara ulama-ulama empat aliran ini, menjaga supaya dalam pelajaran agama Islam
berdasarkan paham orthodox, memajukan rumah-rumah sekolah Islam, memelihara masjidmasjid, dan sebagainya. Kongres 8-11 Oktober 1928 di Surabaya menentang reformisma
kaum modernis dan perubahan-perubahan Wahabi di Hijaz. Karena kaum Islam reformis
dalam beberapa hal bersikap seperti kaum nasionalis saja yang tidak berdasarkan agama,
diantaranya tentang propaganda untuk mencapai perbaikan dalam hal perkawinan dan hidup
keluarga, terutama mempertinggi kedudukan perempuan Indonesia, maka oleh golongan
kaum kolot dipandang perlu dalam kongres ini pun membicarakan tentang menjalankan
peraturan Islam tentang perceraian (taklik dan chuluk). Kongres juga merundingkan
kesukaran-kesukaran perjalanan naik haji berhubung dengan tindakan-tindakan Pemerintah
Hijaz terhadap orang-orang anti-Wahabi dan peraturan-peraturan kesehatan di pelabuhan yang
tidak memuaskan. Nahdlatul Ulama ini pengaruhnya terutama besar di daerah Surabaya dan
daerah yang berdekatan keresidenan Kediri dan Bojonegoro; selanjutnya di Kudus dan
sekitarnya.10 NU berkembang di daerah-daerah lain, tetapi Jawa Timur tetap menjadi
pusatnya.
Organisasi ini mendukung kemajuan sekolah-sekolah Islam tradisional, pemeliharan
kaum fakir miskin, dan usaha-usaha ekonomi. Pada tahun 1942, organisasi ini mempunyai
120 cabang di Jawa dan Kalimantan Selatan, yang sebagian besar anggotanya adalah
pedagang. 11
B. Kristen

Christelijke Ethnische Partij (C.E.P.), akhir tahun 1930 berganti nama jadi
Christelijk Staatkundige Partij (C.S.P.), didirikan dalam bulan September 1917.
Maksud tujuannya agar agama Kristen menjadi dasar susunan negara dan
berkehendak suatu politik pendidikan rakyat yang memungkinkan negeri dapat
lebih luas berdiri sendiri, tetapi dengan menanam rasa bersatu yang kuat dengan

10 Pringgodigdo, A.K. Op Cit. Hal 96-97


11 Ricklefs, M.C. Op Cit. Hal 382

negeri Belanda. Partai ini adalah partai golongan Kristen Protestan. Dalam
praktek C.E.P. bersikap kolot dan dalam segalanya dipimpin oleh orang-orang
Belanda, diantaranya bertahun-tahun oleh C.C. van Helsdingen.

Indische Katholieke Partij (I.K.P.) didirikan dalam bulan November 1918.


Dengan berdasarkan agama Katolik, I.K.P. hendak ikut berusaha giat
memajukan negeri ini dalam jurusan sosial, politik, dan lain-lain. Juga partai ini
bertujuan pemerintahan sendiri dalam lingkungan Kerajaan Belanda. Walaupun
partai ini juga dalam tangan pemuka-pemuka Belanda, tetapi jauh lebih kurang
kolotnya dari pada C.S.P. Pemukanya yang ternama, antara lain ialah P.
Kerstens.12

Pakempalan (perkumpulan) Politik Katolik Djawi (P.P.K.D.)


Tambahnya jenis-jenis organisasi dalam pergerakan politik bertambah pula pada
22 Februari 1925 dengan berdirinya Perkumpulan Politik Katolik Djawi di
Yogyakarta. Sebelum itu, yaitu sejak tahun 1922 telah ada perkumpulan
Katholieke Javaanse Vereniging voor politieke actie (Perkumpulan Katolik
Jawa untuk aksi politik), tetapi perkumpulan ini berbeda dengan P.P.K.D., karena
ia dapat dianggap sebagai suatu bagian dari Indische Katholieke Partij (I.K.P.)
yang dipimpin oleh orang-orang Belanda. P.P.K.D. bertujuan akan turut berusaha
sekuat-kuatnya bagi kemajuan Indonesia, umpamanya kemajuan politik.
Usahanya itu didasarkan atas dasar-dasar Katolik, tetapi dengan memperhatikan
bahwa penduduk Indonesia adalah terdiri terutama atas orang-orang yang bukan
Katolik. P.P.K.D. bersikap kooperasi terhadap Pemerintahan jajahan. Yang
terkemuka dalam perkumpulan ini ialah I.J. Kasimo, seorang pegawai
gubernemen. Di kongres P.P.K.D. yang diadakan dalam bulan Maret 1930
diambil keputusan tentang penghapusan punale sanctie dari aturan kuli kontrak;
selanjutnya cabang Solonya diserahi pekerjaan mempelajari pasal 153 bis dan ter
dan pasal 161 bis dari Undang-Undang Hukum Pidana, sedang dalam bulan
November 1930 ia mengadakan rapat bersama-sama dengan Budi Utomo (B.U.)

12 Pringgodigdo, A.K. 1984. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Jakarta : P.T. Dian Rakyat. Hal. 15

dan Perserikatan Kaum Christen (P.K.C.) untuk meninjau (dan menentang)


maksud Pemerintah tentang mengadakan Balai Agung.
Setelah berdiri 5 tahun nama perkumpulan dijadikan Perkumpulan Politik
Katolik di Jawa, dengan ini perhimpunan juga terbuka untuk orang Indonesia
yang bukan orang Jawa, dan sebagai bahasa perhimpunan diambil bahasa
Indonesia (Melayu).

Perserikatan Kaum Christen (P.K.C.)


Menuruti jejak kaum Katolik Indonesia, kaum Kristen Protestan Indonesia
mendirikan dalam tahun 1929 (1926?) Perserikatan Kaum Christen. Organisasi
ini berkeyakinan, bahwa Indonesia akan merdeka di masa yang akan datang,
tetapi dengan berangsur-angsur. Ia mengutamakan dasar Protestan, tetapi juga
menghargakan kerjasama dengan orang-orang yang bukan Protestan. Sesuai
dengan pendiriannya itu tentang cara berangsur-angsur itu, menurut rancangan
usahanya, ia berusaha supaya Dewan Rakyat dapat tumbuh menjadi suatu
parlemen yang sempurna dengan pengaruh yang lebih besar dari rakyat atas
segala pemilihan, dan kepala-kepala departemen itu samapi menjadi menterimenteri yang bertanggungjawab. Di dalam rancangan usaha tersebut selanjutnya
umpamanya hal-hal:
supaya pemakaian tanah oleh perkebunan Eropa tidak terlalu besar,
supaya diadakan perkebunan gubernemen,
supaya dihapuskan segala pekerjaan yang tidak terbayar,
mengeluarkan dari segala pekerjaan dan jabatan segala tenaga bangsa
asing yang sudah berlebih,
supaya diperbesar pajak perusahaan besar kepunyaan orang Barat.
Semua usaha itu akan dicapai dengan jalan kooperasi dengan Pemerintah
jajahan. Dari organisasi ini R.M. Notosutarso adalah salah seorang daripada
pemimpin-pemimpin yang terkenal.13

13 Pringgodigdo, A.K. Op Cit. Hal. 72-73

Sumber Bacaan:
Pringgodigdo, A.K. 1984. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Jakarta : P.T. Dian Rakyat
Ricklefs, M.C. 2009. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta : PT Serambi Ilmu
Semesta
Koran Republika edisi Islam Digest dengan judul utama Seabad Muhammadiyah :
Menumbuhkan Kembali Semangat Pembaruan terbit 22 November 2009

Anda mungkin juga menyukai