Anda di halaman 1dari 7

Konferensi Asia Afrika I1

Sesudah Perang Dunia, ditandai munculnya dua Blok kekuatan raksasa dunia yang
saling bertentangan, yaitu Blok Amerika Serikat dan Blok Uni Soviyet yang masing-masing
memiliki sistem politik yang berbeda-beda, dan kedua kekuatan tersebut saling bertentangan
dan belomba-lomba dalam menyusun kekuatan baik secara politik maupun militernya. Situasi
tersebut dapat disebut Perang Dingin dan setiap pihak di tuntut supaya semua negara didunia
ini menjatuhkan pilihan kepada salah satu blok itu, dan jika suatu negara memiliki pandangan
netral, akan dikutuk.
Untuk Indonesia, 1955 merupakan tahun yang membelah dua periode sebelum dan
sesudahnya: 1945-1955 dan 1955-1965. Sepuluh tahun pertama dimahkotai oleh Konferensi
Asia Afrika dan pemilihan umum yang pertama. Dasawarsa kedua ditandai oleh kegaduhan
politik dan kebangkrutan ekonomi, yang mencapai puncaknya pada September 1965. Karena
itu,1955 juga bisa dilihat sebagai langkah menikung Soekarno yang pertama ke lajur kiri.2
Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki landasan politik yang berlandaskan
kepada kemerdekaan dan bertujuan memperkuat perdamaian. Indonesia tidak mau mengambil
keputusan diantara dua pihak yang saling bertentangan tersebut. Politik Indonesia disebut
politik bebas-aktif, karena Indonesia tidak memihak dalam mengambil jalan sendiri
terhadap masalah-masalah internasional serta juga terlibat aktif dalam mewujudkan
perdamaian dan meredakan pertentangan-pertentangan sesuai dengan cita-cita PBB. Sikap
Indonesia seperti ini tercermin dalam pelaksanaan Konferensi Colombo yang berlangsung
pada tanggal 28 April 2 Mei 1954. Masing-masing negara mengutus utusannya seperti
Indonesia yang mewakili adalah Ali Sastroamidjojo, U Nu (Myammar), Jawaharlal Nehru
(India), Mohammad Ali (Pakistan), Sir John Kotelawala (Sri Lanka).

1 Mengenai peristiwa ini bisa dibaca pada buku seorang sastrawan Amerika berkulit hitam yang juga
anggota partai komunis Richard Wright. The Colour Curtain: A Report on the Bandung Conference. Dan
juga buku yang ditulis oleh Perdana Menteri Indonesia pada waktu itu; Ali Sastroamidjojo, juga
mengabadikan peristiwa tersebut, buku yang berjudul Tonggak-tonggak di Perjalananku yang diterbitkan
PT. Kinta
2 Majalah Tempo Edisi 20-26 April 2015 (edisi khusus). Bandung 1955; hal 33

Pada tahun 1955, perhatian rakyat untuk sementara dialihkan dari masalah-masalah
dalam negeri oleh sebuah peristiwa diplomatik yang besar, Konferensi Asia-Afrika di
Bandung. Mr. Ali Sastroamidjojo yang merupakan Perdana Menteri untuk kabinet Juli 1953Juli 1955, menginginkan Indonesia menjadi pemimpin aktif dari blok negara-negara AfroAsia, suatu tujuan yang didukung dengan hangat oleh Soekarno. Pada bulan April-Mei 1954,
pertemuan antara lain para Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, Perdana Menteri
Pakistan Mohammad Ali, Perdana Menteri Sri Lanka sebagai tuan rumah Sir John
Kotelawala, Perdana Menteri Burma U Nu, dan Perdana Menteri Indonesia Ali
Sastroamidjojo melahirkan apa yang disebut Kekuatan Colombo karena diselenggarakan di
Colombo.3 Di sana Ali mengusulkan suatu konferensi besar negara-negara Afrika-Asia; yang
lain segera mendukung gagasan tersebut. Suatu konferensi pun dijadwalkan akan diadakan
pada bulan April 1955.4
Konferensi Colombo yang diprakarsai oleh Perdana Menteri Sri Lanka Sir John
Kotelawala itu diselenggarakan karena dorongan rasa kekhawatiran dan keprihatinan
mengenai situasi peperangan di Indochina, agresi komunis di Asia yang makin meningkat,
dan senjata nuklir di dunia yang makin berkembang. Usulan Ali mengenai KAA diajukan
dalam sidang keenam pada 30 April 1954 dalam Konferensi Colombo tersebut.5
Dalam konferensi ini, Ali Sastroamidjojo menyarankan agar selanjutnya diperluas
dengan kehadiran pemimpin-pemimpin dinegara-negara lainnya dari Asia Afrika. Ali
Sastroamidjojo melakukan kunjungan ke India. Disana ia berusaha menekankan kepada PM
3 disebut juga Konferensi Colombo, yang merupakan pembuka jalan bagi terselenggaranya KAA,
Konferensi Colombo ini berlangsung tepatnya dari tanggal 28 April 1954 sampai 2 Mei 1954 bertempat di
Gedung Senat, Colombo, Sri Lanka (dulu bernama Ceylon), lihat A. Dahana et. Al (ed). Taufik Abdullah
& A.B. Lapian. Pascarevolusi; Indonesia dalam Arus Sejarah, Jilid 7, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van
Hoeve atas kerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2012), hal
392
4 M.C. Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2008), hal
515
5 A. Dahana et. Al (ed). Taufik Abdullah & A.B. Lapian. Pascarevolusi; Indonesia dalam Arus Sejarah,
Jilid 7, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve atas kerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, 2012), hal 392-393

India Jawaharlal Nehru, perlunya diadakan konferensi negara-negara Asia Afrika guna
menunjang perdamaian dunia serta mengadakan pendekatan-pendekatan mengenai masalah
yang dihadapi. Menurut Indonesia, PM India yang mempunyai pengaruh dan wibawa besar di
Asia dan Afrika jangan sampai ragu-ragu.
Setelah berkunjung ke India, Ali Sastroamidjojo melakukan kunjungan ke Burma untuk
menemui PM U Nu. Pada akhir kunjungan pada tanggal 28 September 1954 dikeluarkan
pernyataan bersama yang isinya hampir sama dengan dengan pernyataan Nehru. Sesuai
dengan pernyataan bersama antara PM Indonesia dengan PM India, maka pertemuan kembali
dilakukan kembali para perdana menteri peserta Konferensi Colombo perlu di Indonesia
untuk mempersiapkan Konferensi Asia Afrika. Selanjutnya Indonesia juga mendapat
kepastian dari PM Sri Lanka yaitu Sir John Kotelawala untuk hadir di Konferensi untuk
membahas perdamaian dunia. Kemudian ditentukan waktu dan tempat konferensi lima
perdana menteri kedua. Dengan kesepakatan dengan Presiden Soekarno, di tetapkanlah
diadakan pertemuan di Istana Bogor pada tanggal 28 30 Desember 1954.6
Konferensi pada tanggal 28 Desember 1954 dibuka oleh Ali Sastroamidjojo, ia
membuka dengan memaparkan keadaan situasi Internasioal yang agak mereda sejak
Konferensi Colombo lalu. Namun ketegangan masih ada terutama sekitar hubungan Amerika
Serikat dengan RRC. Kemudian beliau memaparkan penjajakan tentang Konferensi Asia
Afrika. Dari 14 negara yang dijajaki Indonesia, hanya 12 negara yang memberi jawaban yang
positif, yaitu Afganistan, Mesir, Ethiopia, Iran, Iraq, Yordania, Lebanon, Liberia, Libya, Saudi
Arabia, Syiria, Yaman serta ada dua negara yang belum memberikan reaksi apapun yaitu
Filipina dan Muangthai (Thailand). Selanjutnya Ali Sastroamidjojo juga menghendaki agar
RRC bisa mengikuti Konferensi ini. Adapun Liberia dan Iraq menganjurkan agar RRC dan
Taiwan juga diundang bersamaan. Demikian juga beberapa negara mengusulkan untuk
mengundang Nepal, Tunisia, Liga Arab. Namun dilema dan tantangan muncul ketika
kemungkinan untuk mengundang Israel.
Dalam konferensi ini ditekankan betapa pentingnya untuk melaksanakan pertemuan ini
demi perdamaian di Asia Tenggara umumnya dan di Asia Afrika pada umumnya. Dalam
6A. Dahana et. Al (ed). Taufik Abdullah & A.B. Lapian. Op Cit, hal 394-395

pertemuan ini juga membahas bagaimana tujuan Konferensi Asia Afrika, sebagaimana yang
diusulkan PM Jawaharlal Nehru, yaitu:
1. Konferensi Asia Afrika dimaksudkan untuk memajukan goodwill dan kerjasama
antara bangsa di Asia Afrika, untuk menjelajahi serta memajukan kepentingankepentingan mereka, baik yang silih berganti maupun yang bersama serta untuk
menetapkan dan memajukan persahabatan serta hubungan sebagai tetangga yang
baik.
2. Untuk mempertimbangkan soal-soal serta hubungan-hubungan di lapangan sosial,
ekonomi dan kebudayaan dari negara-negara yang diwakili.
3. Untuk mempertimbangkan soal-soal yang berupa kepentingan khusus daripada
bangsa-bangsa di Asia Afrika misalnya persoalan yang mengenai kedaulatan nasional
dan tentang masalah-masalah rasialisme dan kolonialisme
4. Untuk meninjau kedudukan Asia dan Afrika, serta rakyat-rakyatnya dalam dunia
dewasa ini serta rakyat-rakyatnya dalam dunia dewasa ini serta sumbangan yang
dapat mereka berikan guna memajukan perdamaian serta kerjasama di dunia.7
Dari hasil pertemuan Konferensi Bogor, penentuan untuk pelaksanaan Konferensi Asia
Afrika dicanangkan dilaksanakan di Bandung pada bulan April 1955 serta lamanya kegiatan
dilaksanakan 10 hari. Selanjutnya yang menjadi sponsor adalah negara-negara yang mengikuti
Konferensi Colombo, dan karenanya akan ikut serta dalam memikul sebagian dari biaya dan
keuangannya. Kemudian menetapkan negara yang akan mengikuti Konferensi Asia Afrika.
Ketetapannya adalah mengundang 25 negara-negara Asia Afrika dalam konferensi ini.
Pada bulan April 1955, Konferensi Bandung diselenggarakan dan menunjukkan
kejayaan pemerintahan Ali. Dalam konferensi itu, hadir 29 negara. Di antara negara-negara
besar Afrika dan Asia, hanya Korea Utara, Korea Selatan, Israel, Afrika Selatan, dan
Mongolia Luar yang tidak diundang. Banyak pemimpin penting Asia hadir, termasuk Zhou
Enlai (Chou En-Lai), Jawaharlal Nehru, Sihanouk, Pham Van Dong, U Nu, Mohammad Ali,
dan Gamal Abdul Nasser. Soekarno dan Ali Sastroamidjojo merasa puas serta memperoleh
pretise di dalam negeri karena dipandang sebagai pemimpin-pemimpin dunia Afro-Asia, dan
komunike akhir konferensi tersebut mendukung tuntutan Indonesia atas Irian Barat (sekarang
7 Roeslan Abdulgani, The Bandung Connection: Konferensi Asia-Afrika di Bandung tahun 1955,
(Jakarta: PT. Gunung Agung, 1980), hal 20-22

Papua). Jelas ada kemungkinan bagi Indonesia untuk memainkan peranan penting di dunia.8
Konsepsi Konferensi Bandung adalah non-militer. Yang mengutamakan jalan konsultasi dan
kerjasama. Dengan adagium: Biar masalah Asia-Afrika diselesaikan oleh bangsa-bangsa
Asia-Afrika sendiri.9
Konferensi yang diadakan dari tanggal 18 hingga 24 April yang terdiri dari 29 negara,
termasuk kelima negara pencetus penyelenggara ini, yang telah disebutkan diatas. 24 negara*
lainnya adalah: Afghanistan, Kamboja, Republik Rakyat Tiongkok, Mesir, Ethiopia, Pantai
Emas (Gold Coast)10, Iran, Irak, Jepang Yordania, Laos, Lebanon, Liberia, Libya, Nepal,
Philipina, Saudi Arabia, Sudan, Syria (Suriah), Thailand, Turki, Republik Demokratik
Vietnam (Vietnam Utara), Negara Vietnam (Vietnam Selatan), Yaman. 11 Konferensi Bandung
memuat lima pokok yang akan dibicarakan, yaitu:
1. Kerjasama ekonomi
2. Kerjasama bidang kebudayaan
3. Hak azazi manusia dan hak menentukan nasibnya sendiri (didalamnya masuk
persoalan Palestina dan rasialisme)
4. Masalah-masalah bangsa-bangsa yang tidak merdeka (didalamnya antara lain
termasuk soal Irian Barat dan Afrika)
5. Masalah perdamaian dunia dan kerja sama Internasional (didalamnya termasuk
beberapa segi tentang PBB, soal koeksistensi masalah Indo-Cina, Aden, serta masalah
pengurangan persenjataan serta masalah-masalah senjata pemusnah massal (dapat
dilihat penjelasannya dibawah).

8 M.C. Ricklefs. Ibid, hal 516


9 Roeslan Abdulgani. Asia Tenggara di tengah Raksasa Dunia, (Jakarta: Lembaga Studi Pembangunan, 1978), hal
32* sebenarnya ada 25 negara yang diundang, satu negara yang menyatakan tidak datang yakni Central African
Federation (Federasi Afrika Tengah). Lalu untuk penyelenggaraan konferensi diputuskan membentuk Joint
Secretariat (Sekretariat Bersama). Para wakil dari empat negara sponsor ikut serta dalam sekretariat ini. Roeslan
Abdulgani ditunjuk sebagai kepala sekretariat dan konferensi ditetapkan dilaksanakan di Bandung. Joint Secretariat
(Sekretariat Bersama) pusat berada di Jakarta.

10 Sekarang bernama Ghana.


11 Roeslan Abdulgani. Ibid, hal 59

Dalam pidato pembukaannya, Presiden Soekarno mengingatkan bahwasannya


kolonialisme belum lagi mati, sehingga pidato tersebut dapat membangkitkan semangat
persaudaraan dan persatuan di antara para peserta konferensi, jika merupakan pernyatan
lahirnya Asia-Afrika yang baru.
Konferensi Asia-Afrika telah meninjau persoalan-persoalan yang mengenai kepentingan
bersama negara-negara Asia dan Afrika dan telah merundingkan cara-cara bagaimana rakyat
negaranegara ini dapat bekerja sama dengan lebih erat di bidang kerjasama ekonomi,
kebudayaan, dan politik. Dalam hal politik melibatkan pembahasan mengenai hak-hak
manusia dan hak menentukan nasib sendiri, permasalahan bangsa-bangsa yang belum
merdeka, kemudian juga persoalan-persoalan lain seperti: persoalan Palestina dan TimurTengah (menyatakan dukungannya kepada hak bangsa-bangsa Arab atas Palestina,
mendukung Indonesia dalam persoalan Irian Barat, mendukung kedudukan Yaman dalam
persoalan ibukotanya Aden dan bagian-bagian lainnya; KAA mendesak untuk mencapai
penyelesaian masalah-masalah tersebut dengan jalan damai.
Lalu mengenai pembahasan memajukan perdamaian dan kerjasama di dunia yang
dinyatakan dalam sebuah pernyataan. Pernyataan mengenai usaha memajukan perdamaian
dan kerjasama di dunia ini dikenal dengan sepuluh prinsip yang disebut Dasasila Bandung.
Prinsip-prinsipnya berikut adalah:
1) Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta azas-azas yang termuat
dalam piagam PBB.
2) Menghormati kedaulatan dan integritet teritorial semua bangsa-bangsa besar maupun
kecil.
3) Mengakui persamaan semua suku-suku bangsa dan persamaan semua bangsa-bangsa
besar maupun kecil.
4) Tidak melakukan intervensi atau campur tangan mengenai soal-soal dalam negeri negara
lain.
5) Menghormati/Menjunjung tinggi hak tiap-tiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri
secara sendirian maupun secara kolektif, yang sesuai dengan piagam PBB.
6) a) Tidak mempergunakan peraturan-peraturan dari pertahanan kolektif untuk bertindak
bagi kepentingan khusus dari salah satu dari negara-negara besar.

b) Tidak melakukan tekanan terhadap negara lain.


7) Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman agresi ataupun penggunaan kekerasan
terhadap integritet teritorial atau kemerdekaan politik suatu negara.
8) Menyelesaikan segala perselisihan-perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti
perundingan, arbitrase atau penyelesaian hakim ataupun lain-lain cara damai lagi menurut
pilihan pihak-pihak yang bersangkutan, yang sesuai dengan piagam PBB.
9) Memajukan kepentingan bersama dan kerjasama.
10) Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.
Konferensi

Asia-Afrika

menyatakan

keyakinannya,

bahwa

kerjasama

secara

persahabatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip ini akan dapat memberikan sumbangan yang
efektif pada usaha mempertahankan dan memajukan perdamaian dalam lapangan ekonomi,
sosial dan kebudayaan akan dapat memberikan sumbangan bagi tercapainya kemakmuran
bersama.12 Dengan keluarnya hasil Dasa Sila Bandung, maka berakhirlah Konferensi Asia
Afrika I di Bandung. Konferensi Asia-Afrika kedua direncanakan diselenggarakan di Aljazair
pada 29 Juni 1965. Akan tetapi rencana itu gagal karena pada tanggal 19 Juni 1965 di Aljazair
terjadi penggulingan kekuasaan Presiden Ben Bella oleh Kolonel Houari Boumedienne.13

12 Roeslan Abdulgani. Asia Tenggara di tengah Raksasa Dunia, (Jakarta: Lembaga Studi Pembangunan,
1978), hal 61-73
13 A. Dahana et. Al (ed). Taufik Abdullah & A.B. Lapian. Pascarevolusi; Indonesia dalam Arus Sejarah,
Jilid 7, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve atas kerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, 2012), hal 398

Anda mungkin juga menyukai