Legalitas
Pendidikan merupakan peristiwa multidimensi, bersangkut-paut dengan berbagai aspek
kehidupan manusia dan masyarakat. Kebijakan, penyelenggaraan, dan pengembangan
pendidikan dalam masyarakat perlu disalurkan oleh titik tumpu legalistik yang jelas dan syah.
Dengan berlandaskan legalistik, kebijakan, penyelenggaraan, dan pengembangan pendidikan
dapat terhindar dari berbagai benturan kebutuhan. Setidaknya dengan landasan legalistik
segala hak dan kewajiban pendidik dan peserta didik dapat terpelihara.
Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa berbagai pihak yang terkait dengan kebijakan
penyelenggaraan, dan pengembangan pendidikan disamping baru memperoleh perlindungan
hukum, dengan landasan legalistik semua pihak tersebut mengetahui hak dan kewajibannya
dalam penyelenggaraan pendidikan. Semuanya itu, dapat diketahui melalui perundangundangan dan peraturan yang berlaku. Selain daripada itu, dengan landasan legalistik dapat
dikaji posisi, fungsi, dan permasalahan pendidikan dalam segala aspek kehidupan. Oleh
karena itu, tata urut berbagai produk peraturan perundang-undangan perlu ditemukan dalam
rangka pengambilan kebijakan dan penyelenggaraan praktik pendidikan agar penyimpangan
dan kealpaan diketahui sedini mungkin.
Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik tolak.
Sementara itu kata hukum dapat dipandang sebagai aturan baku yang patut ditaati. Aturan
baku yang sudah disahkan oleh pemerintah ini, bila dilanggar akan mendapatkan sanksi sesuai
dengan aturan yang berlaku pula. Landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai
tempat terpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan kegiatan tertentu, dalam hal ini
kegiatan pendidikan. Atau dengan kata lain landasan yuridis atau hukum pendidikan, yaitu
asumsi-asumsi yang bersumber dari peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan. Tetapi tidak
semua kegiatan pendidikan yang dilandasi oleh aturan aturan baku ini, contohnya aturan
cara mengajar, cara membuat persiapan, supervisi, yang sebagian besar dikembangkan sendiri
oleh para pendidik. Landasan hukum yang dijadikan peraturan baku dalam kegiatan
pendidikan meliputi : Pancasila dan UUD 1945.
pasal yang bertalian dengan pendidikan dalam Undang Undang Dasar 1945 hanya 2 pasal,
yaitu pasal 31 (terdiri dari 5 ayat) dan Pasal 32 (2 ayat). Yang satu menceritakan tentang
pendidikan yakni kewajiban pemerintah membiayai wajib belajar 9 tahun di SD dan SMP,
anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD, dan sistem pendidikan nasional
dan yang satu menceritakan tentang kebudayaan. Contoh Pasal 31 Ayat 1 berbunyi : Setiap
warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Dan ayat 2 pasal ini berbunyi : Setiap warga
negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Pasal 32 Ayat
1 pada Undang-Undang Dasar berbunyi : Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia
yang di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara
dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
penting terutama yang membutuhkan penjelasan lebih mendalamserta sebagai acuan untuk
mengembangkan pendidikan. Pertama tama adalah Pasal 1 Ayat 2 dan Ayat 7. Ayat 2
berbunyi sebagai berikut : Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada
kebudayaan nasional yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 45.
Undang-undang ini mengharuskan pendidikan berakar pada kebudayaan nasional yang
berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, yang selanjutnya disebut kebudayaan Indonesia
saja. Ini berarti teori teori pendidikan dan praktek praktek pendidikan yang diterapkan di
Indonesia, tidak boleh tidak haruslah berakar pada kebudayaan lain selain
kebudayaan
Indonesia. Selanjutnya Pasal 1 Ayat 7 berbunyi : Tenaga Pendidik adalah anggota masyarakat
yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan. Menurut ayat ini yang berhak
menjadi tenaga kependidikan adalah setiap anggota masyarakat yang mengabdikan dirinya
dalam penyelenggaraan pendidikan. Sedang yang dimaksud dengan Tenaga Kependidikan
tertera dalam pasal 27 ayat 2, yang mengatakan tenaga kependidikan mencakup tenaga
pendidik,
pengelola/ kepala
lembaga
pendidikan,
penilik/ pengawas,
peneliti,
terdiri dari 77 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum, dasar, fungsi dan tujuan
pendidikan nasional, prinsip penyelenggaraan pendidikan, hak dan kewajiban warga Negara,
orang tua dan masyarakat, peserta didik, jalur jenjang dan jenis pendidikan, bahasa pengantar,
standar nasional pendidikan, kurikulum, pendidik dan tenaga pendidikan, sarana dan
prasarana pendidikan dan lain sebagainya.
kedudukan fungsi dan tujuan, prinsip profesionalitas, seluruh peraturan tentang guru dan
dosen dari kualifikasi akademik, hak dan kewajiban sampai organisasi profesi dan kode etik,
sanksi bagi guru dan dosen yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya,
ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
Kultural (budaya)
Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedang setiap manusia selalu menjadi
anggota masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Oleh karena itu, dalam UU-RI No. 2
Tahun 1989 Pasal 1 Ayat 2 ditegaskan bahwa yang dimaksudkan dengan Sistem Pendidikan
Nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan yang
berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. Kebudayaan dan pendidikan mempunyai
hubungan timbal balik, sebab kebudayaan dapat dilestarikan/dikembangkan dengan jalan
mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik
secara informal maupun secara formal. Sebaliknya bentuk, ciri-ciri, dan pelaksanaan
pendidikan itu ikut ditentukan oleh kebudayaan masyarakat di mana proses pendidikan itu
berlangsung.
Pengertian tentang Landasan Kultural
Kebudayaan sebagai gagasan dan karya manusia beserta hasil budi dan karya itu akan
selalu terkait dengan pendidikan, utamanya belajar. Kebudayaan dalam arti luas tersebut dapat
berwujud:
1) Ideal seperti ide, gagasan, nilai, dan sebagainya.
2) Kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan
3) Fisik yakni benda hasil karya manusia.
Dimaksudkan dengan kebudayaan adalah hasil cipta dan karya manusia berupa normanorma, nilai-nilai, kepercayaan, tingkah laku, dan teknologi yang dipelajari dan dimiliki oleh
semua anggota masyarakat tertentu. Kebudayaan dapat dibentuk, dilestarikan, atau
dikembangkan melalui pendidikan. Baik kebudayaan yang berwujud ideal, atau kelakuan dan
teknologi, dapat diwujudkan melalui proses pendidikan. Sebagai contoh dalam penggunaan
bahasa, setiap masyarakat dapat dikatakan mengajarkan kepada anak-anak untuk mengatakan
sesuatu, kapan hal itu dapat dikatakan, bagaimana mengatakannya, dan kepada siapa
mengatakannya. Oleh sebab itu, anak-anak harus diajarkan pola pola tingkah laku yang sesuai
dengan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Dengan kata lain, fungsi pokok
setiap sistem pendidikan adalah untuk mengajarkan anak-anak pola-pola tingkah laku yang
essensial tersebut.
Cara-cara untuk mewariskan kebudayaan, khususnya mengajarkan tingkah laku kepada
generasi baru, berbeda dari masyarakat ke masyarakat. Pada dasarnya ada tiga cara umum
yang dapat diidentifikasikan, yaitu informal; yang terjadi di dalam keluarga, nonformal; yang
terjadi dalam masyarakat yang berkelanjutan dan berlangsung dalam kehidupan sehari-hari,
dan formal; yang melibatkan lembaga khusus yang dibentuk untuk tujuan pendidikan.
Masyarakat tidak hanya sekedar mentransmisikan kebudayaan yang mereka miliki, tetapi
anggota
masyarakat
berusaha
melakukan
perubahan-perubahan
yang
disesuaikan
dengan perkembangan zaman/kondisi baru sehingga terbentuklah pola tingkah laku, nilainilai, dan norma-norma baru sesuai dengan tuntutan masyarakat. Usaha-usaha menuju polapola ini disebut transformasi kebudayaan. Lembaga sosial yang lazim digunakan sebagai alat
transmisi dan transformasi kebudayaan adalah lembaga pendidikan, utamanya sekolah dan
keluarga.
dengan
pentingnya
memperhitungkan
faktor
budaya
dalam
Psikologis
Pemahaman terhadap peserta didik, utamanya yang berkaitan dengan aspek kejiwaan
merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, hasil kajian dan
penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan. Landasan
psikologis mengandung makna norma dasar pendidikan yang bersumber dari hukum-hukum
dasar perkembangan peserta didik. Hukum-hukum dasar perkembangan peserta didik sejak
proses terjadinya konsepsi sampai mati manusia akan mengalami perubahan karena
bertumbuh dan berkembang. Pertumbuhan itu bersifat jasmaniah maupun kejiwaannya. Jadi
sepanjang kehidupan manusia terjadi proses pertumbuhan yang terus-menerus.
Proses perubahan itu terjadi secara teratur dan terarah, yaitu ke arah kemajuan, bukan
kemunduran. Tiap tahap kemajuan pertumbuhan ditandai dengan meningkatnya kemampuan
dan cara baru yang dimiliki. Pertumbuhan merupakan peralihan tingkah laku atau fungsi
kejiwaan dari yang lebih rendah kepada tingkat yang lebih tinggi. Perubahan-perubahan yang
selalu terjadi itu dimaksudkan agar orang didalam kehidupannya dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Lingkungan manusia terdiri dari lingkungan fisik dan lingkungan
sosial.
Lingkungan fiik adalah segala sesuatu yang ada di sekitar anak yang non manusia;
sedangkan lingkungan sosial adalah semua orang yang ada didalam kehidupan anak, yakni
orang yang bergaul dengan anak, melakukan kegiatan bersama atau bekerja sama. Tugas
pendidikan yang terutama adalah memberikan bimbingan agar pertumbuhan anak dapat
berlangsung secara wajar dan optimal. Oleh karena itu, diperlukan pngetahuan tentang
hukum-hukum dasar perkembangan kejiwaan manusia agar tindakan pendidikan yang
dilaksanakan berhasil guna dan berdaya guna. Beberapa hukum dasar yang perlu kita
perhatikan dalam membimbing anak dalam proses pendidikan.
Faktor Keturunan
Sejak terjadinya konsepsi, yakni proses pembuahan sel telur oleh sel jantan, anak
memperoleh warisan sifat-sifat pembawaan dari kedua orang tuanya yang merupakan potensipotensi tertentu. Potensi ini relatif sudah terbentuk (fixed) yang sukar berubah baik melalui
usaha kegiatan pendidikan maupun pemberian pengalaman. Beberapa ahli ilmu pengetahuan
terutama ahli biologi menekankan pentingnya faktor keturunan ini bagi pertumbuhan fisik,
mental, maupun sifat kepribadian yang diinginkan. Pandangan ini nampaknya memang cocok
untuk dunia hewan. Namun demikian, dalam lingkungan kehidupan manusia biasanya potensi
individu juga merupakan masalah penting. Sedang para ahli ilmu jiwa yang menekankan
pentingnya lingkungan seseorang dalam pertumbuhannya cenderung mengecilkan pengaruh
pembawaan ini (nave endowment). Mereka lebih menekankan pentingnya penggunaan secara
berdaya guna pengalaman sosial dan edukasional agar seseorang dapat bertumbuh secara
sehat dengan penyesuaian hidup secara baik.
Faktor Lingkungan
Sebagaimana diterangkan di muka, lingkungan kehidupan itu terdiri dari lingkungan
yang bersifat sosial dan fisik. Sejak anak dilahirkan bahkan ketika masih dalam kandungan
ibu, anak mendapat pengaruh dari sekitarnya. Macam dan jumlah makanan yang diterimanya,
keadaan panas lingkungannya dan semua kondisi lingkungan baik yang bersifat membantu
pertumbuhan maupun yang menghambat pertumbuhan. Sama pentingnya dengan kondisi
lingkungan anak yang berupa sikap, perilaku orang-orang di sekitar anak. Kebiasaan makan,
berjalan, berpakaian, itu bukan pembawaan, melainkan hal-hal yang diperoleh dan dipelajari
anak dari lingkungan sosialnya. Bahasa yang dipergunakan merupakan media penting untuk
menyerap kebudayaan masyarakat dimana anak tinggal. Tidak saja makna hafiah kata yang
terdapat dalam bahasa itu melainkan juga asosiasi perasaan yang menyertai kata dalam
perbuatan.
Faktor Diri
Faktor penting yang sering diabaikan dalam memahami prinsip pertumbuhan anak ialah
faktor diri (self), yaitu faktor kejiwaan seseorang. Kehidupan kejiwaan itu terdiri dari
perasaan, usaha, pikiran, pandangan, penilaian, keyakinan, sikap, dan anggapan yang
semuanya akan berpengaruh dalam membuat keputusan tentang tindakan sehari-hari. Apabila
dapat dipahami diri seseorang, maka dapat dipahami pola kehidupannya. Pengetahuan kita
tentang pola hidup seseorang akan dapat membantu kita untuk memahami apa yang menjadi
tujuan orang itu dibalik perbuatan yang dilakukan. Seringkali kita menginterpretasikan
pengaruh pembawaan dan lingkungan secara mekanis tanpa memperhitungkan faktor lain
yang tidak kurang pentingnya bagi pertumbuhan anak, yaitu diri (self).
Memang pengaruh pembawaan dan lingkungan bagi pertumbuhan anak saling berkaitan
dan saling melengkapi; tetapi masalah pertumbuhan belum berakhir tanpa memperhitungkan
peranan self, yakni bagaimana seseorang menggunakan potensi yang dimiliki dan
lingkungannya. Di sinilah pemahaman tentang self atau pola hidup dapat membantu
memahami seseorang. Self mempunyai pengaruh yang besar untuk menginterprestasikan
kuatnya daya pembawaan dan kuatnya daya lingkungan. Contoh yang ekstrim ada anak yang
cacat fisik, tetapi beberapa fungsinya tetap berdaya guna, sedang anak cacat yang lain
menggunakan kecacatannya sebagai suatu alasan untuk ketidakmampuannya. Ini tidak lain
karena pernana self. Self berinteraksi dengan pembawaan dan lingkungan yang membentuk
pribadi seseorang.
Sebagai implikasinya pendidik tidak mungkin memperlakukan sama kepada setiap
peserta didik, sekalipun mereka memiliki kesamaan. Penyusunan kurikulum perlu berhati-hati
dalam menentukan jenjang pengalaman belajar yang akan dijadikan garis-garis besar
pengajaran serta tingkat kerincian bahan belajar yang digariskan.
Sumber :
Syafril, dkk. 2012. Pengantar Pendidikan. Padang : Sukabina Press
Sulo, S.L. La dan Umar Tirtarahardja. 2005. Pengantar Pendidikan (edisi revisi). Jakarta : PT.
Rineka Cipta