3. Desentralisasi Pendidikan
Pemberian aksentuasi kepada pemerintah daerah dalam Undang-Undang
Sisdiknas, diharapkan nantinya pengembangan pendidikan di tingkat lokal akan
lebih efektif jika dikembangkan oleh pemerintah daerah bersama kelompok
masyarakat. Sebab jenis kompetensi yang dibutuhkan oleh masing-masing daerah,
berbeda satu sama lain. Itulah sebabnya pasal 50 ayat (4) disebutkan bahwa
pemerintah kabupaten / kota berkewajiban mengelola satuan pendidikan yang
berbasis keunggulan lokal. Jika setiap pasal dalam Undang-Undang Sisdiknas
tersebut dapat dilaksanakan secara baik dan konsekuen, maka lambat laun
kemelut-kemelut yang mengitari dunia pendidikan kita selama ini dapat di atasi
dan diantisipasi. Oleh karena itu, untuk merealisasikan semua itu memerlukan
dukungan dan kerja sama dari semua pihak, baik yang terlibat langsung maupun
tidak. Selain itu, otonomi juga berimplikasi pada pengembangan pendidikan
keagamaan di Indonesia. Otonomi pendidikan ini lebih ditekankan pada
pembentukan strategi dalam menghadapi tantangan modernitas. Munculnya
otonomi daerah sekaligus otonomi pendidikan memberikan kerja keras bagi
pemerintah daerah dalam menentukan arah pendidikan ke depan. Hal penting
yang perlu diperhatikan dalam hal otonomi pendidikan adalah mewujudkan
organisasi pendidikan di seluruh kabupaten / kota yang lebih demokratis,
transparan, efisien, accountable, serta mendorong partisipasi masyarakat. Dalam
konteks otonomisasi pendidikan, pembelajaran yang berlangsung di lembaga-
lembaga pendidikan hendaknya sudah menjadikan pemerintah pada posisi sebagai
fasilitator dan bukan pengendali. Sehingga, pemetaan utama pembelajaran adalah
guru sebagai pengajar dan murid sebagai yang belajar. Murid atau peserta didik
hendaknya diberi hak untuk mendapatkan pengajaran yang sesuai dengan
pilihannya dan diperlakukan sesuai dengan potensi dan prestasinya. Semangat
desentralisasi pendidikan yang sementara ini dianggap merupakan konsep yang
baik dalam pengelolaan pendidikan perlu didukung dan dimaknai secara benar.
Pemerintah daerah sebagai pihak yang menerima pelimpahan wewenang tidak
hanya mengedepankan haknya tetapi juga yang lebih penting adalah
melaksanakan kewajiban yang melekat pada wewenang yang diberikan dengan
kesungguhan hati. Managemen berbasis sekolah sebagai bentuk pelaksanaan
otonomi pendidikan di tingkat sekolah juga harus selalu didorong untuk dapat
terwujud.
Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru adalah
konsep kesetaraan, antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
pemerintah dan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh
Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh
Departemen Agama yang memiliki ciri khas tertentu. Selain itu UU Sisdiknas
yang dijabarkan dari UUD 45, telah memberikan keseimbangan antara
peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan
nasional, yaitu bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan YME, serta berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab (pasal 3). Dengan demikian UU Sisdiknas yang baru telah
memberikan keseimbangan antara iman, ilmu dan amal (shaleh). Hal itu selain
tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional, juga dalam penyusunan
kurikulum (pasal 36 ayat 3) dimana peningkatan iman dan takwa, akhlak mulia,
kecerdasan, ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan sebagainya dipadukan menjadi
satu.
Mulyani, F. (2009). Jurnal Pendidikan Universitas Garut. KONSEP KOMPETENSI GURU DALAM
UNDANG-UNDANG, 1-8.