Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

AKAD

Dosen Pengampu : Dra. Murniati Ruslan, M.Pd.I.

Disusun Oleh :

Kelompok 3

M. Ahsan (205120042)
Nur Fadilah (205120055)

JURUSAN EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI DATOKARAMA PALU

2021
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Akad" dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Fikih Muamalah. Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang apa itu akad bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Murniati Ruslan selaku Dosen Mata
Kuliah Fikih Muamalah. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Palu, 04 Oktober 2021

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………..i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………...ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………1

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………….……....1


1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………...…….……1
1.3 Tujuan Masalah....................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………….....2

A. Pengertian Akad…………………………………………………………………………...2
B. Syarat - syarat akad………………………………………………………………………..3
C. Rukun - rukun akad………………………………………………………………………..4
D. Apa macam-macam akad………………………………………………………………….5
E. Bagaimana konsekuensi hukum dalam akad……………………………………………...9

BAB III PENUTUP………………………………………………………...……………………10

A. Kesimpulan………………………………………………………………………………10
B. Saran……………………………………………………………………………………..11

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.
Hubungan antara satu manusia dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan hidup,
mempunyai aturan yang menjelaskan hak dan kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan.
Proses untuk membuat kesepakatan dalam rangka memenuhi kebutuhan keduanya, lazim
disebut dengan proses untuk berakad. Islam memberikan aturan yang cukup jelas dalam
akad untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pembahasan fiqh, akad yang dapat digunakan bertransaksi sangat beragam, sesuai
dengan karakteristik dan spesifikasi kebutuhan yang ada. Oleh karena itu, makalah ini
disusun untuk membahas mengenai berbagai hal yang terkait dengan akad dalam
pelaksanaan muamalah di dalam kehidupan kita seharihari.

1.2 Rumusan Masalah

A. Apa pengertian akad ?

B. Syarat - syarat akad?

C. Rukun - rukun akad ?

D. Apa macam-macam akad ?

E. Bagaimana konsekuensi hukum dalam akad ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu akad

2. Untuk mengetahui syarat - syarat akad

3. Untuk mengetahui rukun - rukun akad

4. Untuk mengetahui macam - macam akad

5. Untuk mengetahui konsekuensi hukum dalam akad

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akad

➢ Menurut bahasa ‘Akad mempunyai beberapa arti, antara lain:


1. Mengikat, yaitu: mengumpulkan dua ujung tali dan mengikat salah satunya dengan
yang lain sehingga bersambung, kemudian keduanya menjadi sebagai sepotong benda.
2. Sambungan, yaitu: sambungan yang memegang kedua ujung itu dan mengikatnya.
3. Janji, (sebagaimana dijelaskan dalam Alquran surah Al-Maidah ayat 1 yang berbunyi :

‫ٱلر ِح ِيم‬
‫ٱلر ْح َم ٰـ ِن ه‬ ِ ‫ِبس ِْم ه‬
‫ٱَّلل ه‬

َ ‫ت لَ ُك ْم بَ ِه ْي َمةُ ْاْلَ ْنعَ ِام ا َِّْل َما يُتْ ٰلى‬


َ ‫علَ ْي ُك ْم‬
‫غي َْر ُم ِح ِلى‬ ْ َّ‫ٰيٰٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْٰٓوا اَ ْوفُ ْوا بِ ْالعُقُ ْو ِِۗد ا ُ ِحل‬
ُ‫ّٰللا يَ ْح ُك ُم َما ي ُِر ْيد‬ َ ‫ص ْي ِد َواَ ْنت ُ ْم ُح ُر ِۗم ا َِّن ه‬َّ ‫ال‬
Artinya :

Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji. Hewan ternak dihalalkan


bagimu, kecuali yang akan disebutkan kepadamu, dengan tidak menghalalkan berburu
ketika kamu sedang berihram (haji atau umrah). Sesungguhnya Allah menetapkan hukum
sesuai dengan yang Dia kehendaki.

➢ Menurut istilah (terminology), yang dimaksud akad adalah:

1. Perikatan ijab dan qabul yang dibenarkan syara’ yang menetapkan keridhaan kedua
belah pihak.

2. Berkumpulnya serah terima di antara dua pihak atau perkataan seseorang yang
berpengaruh pada kedua pihak.

3. Terkumpulnya persyaratan serah terima atau sesuatu yang menunjukkan adanya serah
terima yang disertai dengan kekuatan hukum.

4. Ikatan atas bagian-bagian tasharruf menurut syara’ dengan cara serah terima.

➢ Menurut terminologi ulama fiqih, akad dapat ditinjau dari segi yaitu secara umum dan
secara khusus :

a. Pengertian umum
Secara umum, pengertian akad dalam arti luas hampir sama dengan pengertian
akad dari segi bahasa menurut pendapat ulama Syafi’iyah, Malikiya, dan Hanabilah,
2
3

yaitu: “segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang berdassarkan keinginannya


sendiri, seperti wakaf, talak, pembebasan, atau sesuatu yang pembentukannya
membutuhkan keinginan dua orang seperti jual- beli, perwakilan, dan gadai.”

b. Pengertian khusus
Pengertian akad dalam artian khusus yang dikemukakan ulama fiqhi, antara lain:

• “perikatan yang ditetapkan dengan ijab – qabul berdasarkan ketentuan


syara’ yang berdampak pada objeknya.”

• “Pengaitan ucapan salah seorang yang akad dengan yang lainnya secara
syara’ pada segi yang tampak dan berdampak pada objeknya.”

Contoh ijab adalah pernyataan seorang penjual “Saya telah menjual barang ini
kepadamu.” atau “Saya serahkan barang ini kepadamu.” Contoh qabul, “Saya beli
barangmu.” atau “Saya terima barangmu.”

Dengan demikian, ijab-qabul adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk menunjukkan
suatu keridaan dalam berakad diantara dua orang atau lebih, sehingga terhindar atau keluar
dari suatu ikatan yang tidak berdasarkan syara’. Oleh karena itu, dalam Islam tidak semua
bentuk kesepakatan atau perjanjian dapat dikategorikan sebagai akad, terutama kesepakatan
yang tidak didasarkan pada keridaan dan syariat Islam.

B. Syarat-syarat Akad

Setiap pembentuk, akad mempunyai syarat yang ditentukan syara’ yang wajib
disempurnakan, syarat-syarat terjadinya akad ada dua macam :
1. Syarat-syarat yang bersifat umum, yaitu syarat-syarat yang wajib sempurna wujudnya
dalam berbagai akad.
2. Syarat-syarat yang bersifat khusus, yaitu syarat-syarat yang wujudnya wajib ada dalam
sebagian akad. Syarat khusus ini bisa juga disebut syarat idhafi (tambahan) yang harus
ada disamping syarat-syarat yang umum, seperti syarat adanya saksi dalam pernikahan.

Syarat-syarat umum yang harus dipenuhi dalam berbagai macam akad.

1. Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak (ahli). Tidak sah akad orang
yang tidak cakap bertindak, seperti orang gila, orang yang berada di bawah
pengampuan (mahjur) karena boros atau yang lainnya.
2. Yang dijadikan objek akad dapat menerima hukumnya.
4

3. Akad itu diizinkan oleh syara’, dilakukan oleh orang yangmempunyai hak
melakukannya walaupun dia bukan aqid yang memiliki barang.
4. Janganlah akad itu akad yang dilarang oleh syara’, seperti jual beli mulasamah.
5. Akad dapat memberikan faidah sehingga tidaklah sah bila rahn dianggap sebagai
imbangan amanah.
6. Ijab itu berjalan terus, tidak dicabut sebelum terjadi kabul. Maka bila orang yang
berijab menarik kembali ijabnya sebelum kabul, maka batallah ijabnya.
7. Ijab dan qabul mesti bersambung sehingga bila seseorang yang berijab sudah berpisah
sebelum adanya kabul, maka ijab tersebut menjadi batal.

C. Rukun – rukun Akad

Akad merupakan suatu perbuatan yang sengaja dibuat oleh dua orang atau lebih
berdasarkan keridhaan masing – masing, maka timbul bagi kedua belah pihak haq dan
iltijam yang diwujudkan oleh akad.

Rukun-rukun akad ialah sebagai berikut:

1. ‘Aqad ialah orang yang berakad, terkadang maisng-masing pihak terdiri dari satu orang,
terkadang terdiri dari beberapa orang, misalnya penjual dan pembeli beras di pasar
biasanya masing- masing pihak satu orang, ahli waris sepakat untuk memberikan
sesuatu kepada pihak lain yang terdiri dari beberapa orang, misalnya penjual dan
pembeli beras di pasar biasanya masing- masing pihak satu orang, ahli waris sepakat
untuk memberikan sesuatu kepada pihak lain yang terdiri dari beberapa orang.
Seseorang yang berakad terkadang orang yang memiliki haq(aqid ashli) dan terkadang
merupakan wakil dari yang memiliki haq.
2. Ma’qud ‘alaih ialah benda-benda yang diakadkan, seperti benda- benda yang dijual
dalam akad jual beli, dalam akad hibbah (pemberian), dalam aqad gadai, utang yang
dipinjam seseorang dalam akad kafalah.
3. Maudhu’ al ‘aqad ialah tujuan atau maksud pokok mengadakan akad. Berbeda akad,
maka berbedalah tujuan pokok akad. Dalam akad jual beli tujuan pokoknya ialah
memindahkan barang dari penjual kepada pembeli dengan diberi ganti. Tujuan akad
hibah ialah memindahkan barang dari pemberi kepada yang diberi untuk dimilikinya
tanpa ada pengganti (‘iwadh). Tujuan pokok akad ijarah adalah memberikan manfaat
dengan adanya pengganti. Tujuan pokok I’arah adalah memberikan manfaat dari
seseorang kepada yang lain tanpa ada pengganti.
4. Sighat al ‘aqd ialah ijab dan qabul, ijab ialah permulaan penjelasan yang keluar dari
salah seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad,
sedangkan qabul ialah perkataan yang keluar dari pihak berakad pula, yang diucapkan
5

setelah adanya ijab. Pengertian ijab qabul dalam pengalaman dewasa ini ialah
bertukarnya sesuatu dengan yang lain sehingga penjual dan pembeli dalam membeli
sesuatu terkadang tidak berhadapan, misalnya seseorang yang berlangganan majalah
Panjimas, pembeli mengirimkan uang melalui pos wesel dan pembeli menreima majalah
tersebut dari petugas pos.

D. Macam-macam Akad

Setelah dijelaskan syarat-syarat akad, pada bagian ini akan dijelaskan macam-macam
akad.
1. ‘Akad Munjiz yaitu akad yang dilaksanakan langsung pada waktu selesainya akad.
Pernyataan akad yang diikuti dengan pelaksanaan akad nikah ialah pernyataan yang
tidak disertai dengan syarat- syarat dan tidak pula ditentukan waktu pelaksanaan setelah
adanya akad.
2. ‘Akad Mu’alaq ialah akad yang di dalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat yang
telah ditentukan dalam akad, misalnya penentuan penyerahan barang-barang yang
diakadkan setelah adanya pembayaran.
3. ‘Akad Mudhaf ialah akad yang dalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat mengenai
penanggulangan pelaksanaan akad, pernyataan yang pelaksanaannya ditangguhkan
hingga waktu yang ditentukan. Perkataan ini sah dilakukan pada waktu akad, tetapi
belum mempunyai akibat hokum sebelum tibanya waktu yang telah ditentukan.

Perwujudan akad tampak nyata pada dua keadaan berikut.

1. Dalam keadaan muwadha’ah (taljiah), yaitu kesepakatan dua orang secara rahasia
untuk mengumumkan apa yang tidak sebenarnya. Hal ini ada tiga bentuk seperti di
bawah ini.
a. Bersepakat secara rahasia sebelum melakukan akad, bahwa mereka berdua akan
mengadakan jual beli atau yang lainnya secara lahiriah saja untuk menimbulkan
sangkaan orang lain bahwa benda tersebut telah dijual, misalnya menjual harta
untuk menghindari pembayaran utang. Hal ini disebut mu’tawadhah pada asal
akad.
b. Mu’awadlah terhadap benda yang digunakan untuk akad, misalnya dua orang
bersepakat menyebut mahar dalam jumlah yang besar di hadapan naib, wali
pengantin laki-laki dan wali pengantin wanita sepakat untuk menyebut dalam
jumlah yang besar, sedangkan mereka sebenarnya telah sepakat pada jumlah yang
lebih kecil dari jumlah yang disebutkan di hadapan naib, hal ini disebut juga
muwadha’ah fi al-badal.
c. Mu’wadlah pada pelaku (isim musta’ar), ialah seseorang yang secara lahiriah
membeli sesuatu atas namanya sendiri, secara batiniah untuk keperluan orang lain,
misalnya seseorang membeli mobil atas namanya, kemudian diatur surat-surat dan
keperluan- keperluan lainnya. Setelah selesai semuanya, dia mengumumkan
6

bahwa akad yang telah ia dilakukan sebenarnya untuk orang lain, pembeli
hanyalah merupakan wakil yang membeli dengan sebenarnya, hal ini sama dengan
wakalah sirriyah (perwakilah rahasia).
2. Hazl ialah ucapan-ucapan yang dikatakan secara main-main, mengolok- olok (istihza)
yang tidak dihendaki adanya akibat hokum dari akad tersebut. Hazl berwujud
beberapa bentuk, antara lain muwadha’ah yang terlebih dahulu dijanjikan, seperti
kesepakatan dua orang yang melakukan akad bahwa akad itu hanya main-main, atau
disebutkan dalam akad, seperti seseorang berkata; “Buku ini pura-pura saya jual
kepada Anda” atau dengan cara-cara lain yang menunjukkan adanya karinah hazl.

Kecederaan-kecederaan kehendak disebabkan hal-hal berikut:

• Ikrah, cacat yang terjadi pada keridhaan.

• Khilabah, ialah bujukan yang membuat seseorang menjual suatu benda, terjadi pada
akad.
• Ghalath, ialah persangkaan yang salah, misalnya seseorang membeli sebuah motor, ia
menyangka motor tersebut mesinnya masih normal, tetapi sebenarnya motor tersebut
telah turun mesin.

Selain akad munjiz, mu’alaq dan, mudhaf, macam-macam akad beraneka ragam
tergantung dari sudut tinjauannya. Karena ada perbedaan- perbedaan tinjuan, akad akan
ditinjau dari segi-segi berikut:

1. Ada dan tidaknya qismah pada akad, maka akan terjadi dua bagian:
a. Akad musammah, yaitu akad yang telah ditetapkan syara’ dan telah ada hukum-
hukumnya, seperti jual beli, hibah, dan ijarah.
b. Akad ghair musammah ialah akad yang belum ditetapkan oleh syara dan belum
ditetapkan hukum-hukumnya.

2. Disyari’atkan dan tidaknya akad, ditinjau dari segi ini akad terbagi dua bagian:
a. Akad musyara’ah ialah akad-akad yang dibenarkan oleh syara’ seperti gadai dan
jual beli.
b. Akad mamnu’ah ialah akad-akad yang dilarang syara’ seperti menjual anak
binatang dalam perut induknya.

3. Sah dan batalnya akad, ditinjau dari segi ini akad terbagi menjadi dua:

a. Akad shahih, yaitu aqad yang telah memenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya,
baik syarat yang khusus maupun syarat yang umum.
b. Akad yang tidak shahih, yaitu akad yang terdapat kekurangan pada rukun atau
7

syarat-syaratnya, sehingga seluruh akibat hukum akad itu tidak mengikat pihak-
pihak yang beraqad, baik syarat umum maupun syarat khusus, seperti nikah tanpa
wali.

4. Sifat bendanya, ditinjau dari sifat ini benda akad terbagi dua:
a. Akad ‘ainiyah, yaitu akad yang disyaratkan dengan penyerahan barang-barang
seperti jual beli.
b. Akad ghair ‘ainiyah, yaitu akad yang tidak disertai dengan penyerahan barang-
barang, karena tanpa penyerahan barang- barang pun akad sudah berhasil, seperti
akad amanah.

5. Cara melakukannya, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian:

a. Akad yang harus dilaksanakan dengan upacara tertentu seperti akad pernikahan
dihadiri oleh dua saksi, wali, dan petugas pencatat nikah.
b. Akad ridha’iyah, yaitu akad-akad yang dilakukan tanpa upacara tertentu dan
terjadi karena keridhaan dua belah pihak, seperti akad pada umumnya.

6. Berlaku dan tidaknya akad, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian:

a. Akad nafidzah, yaitu akad yang bebas atau terlepas dari penghalang-penghalang
akad.
b. Akad mauqufah yaitu akad-akad yang bertalian dengan persetujuan-persetujuan,
seperti akad fudhuli (akad yang berlaku setelah disetujui pemilik harta).

7. Luzum dan dapat dibatalkannya, dari segi ini akad dapat dibagi empat:

a. Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak yang tidak dapat dipindahkan
seperti akad kawin, manfaat perkawinan tidak bisa dipindahkan kepada orang lain,
seperti bersetubuh, tapi akad nikah dapat diakhiri dengan syara yang dibenarkan
syara seperti talak dan khulu’.
b. Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak dan dapat dipindahkan
dirusakkan, seperti persetujuan jual beli dan akad-akad lainnya.
c. Akad lazim yang menjadi hak salah satu pihak, seperti rahn, orang yang
menggadai sesuatu benda punya kebebasan kapan saja ia akan melepaskan rahn
atau menebus kembali barangnya.
d. Akad lazimah yang menjadi hak dua belah pihak tanpa menunggu persetujuan
salah satu pihak, seperti titipan boleh diminta oleh yang menitipkan tanpa
menunggu persetujuan yang menerima titipan atau yang menerima titipan mulai
mengembalikan barang yang dititipkan kepada yang menitipkan tanpa menunggu
persetujuan dari yang menitipkan.
8

8. Tukar-menukar hak, dari segi ini akad dibagi menjadi tiga bagian:

a. Akad mu’awadlah, yaitu akad yang berlaku atas dasar timbal balik seperti
jual beli.
b. Aka tabarru’at, yaitu akad-akad yang berlaku atas dasar pemberian dan
pertolongan, seperti hibbah.
c. Akad yang tabarru’at pada awalnya dan menjadi akad mu’awadhah pada
akhirnya seperti qaradh dan kafalah.

9. Harus dibayar ganti dan tidaknya, dari segi ini akad dibagi menjadi tiga bagian:

a. Akad dhaman, yaitu akad yang menjadi tanggungjawab pihak kedua sesudah
benda-benda itu diterima seperti qaradh.
b. Akad amanah, yaitu tanggung jawab kerusakan oleh pemilik benda, bukan
oleh yang memegang barang, seperti titipan (ida’).
c. Akad yang dipengaruhi oleh beberapa unsure, salah satu segi merupakan
dhaman, menurut segi yang lain merupakan amanah, seperti rahn (gadai).

10. Tujuan akad, dari segi tujuannya akad dibagi menjadi lima golongan:
a. Bertujuan tamlik, seperti jual beli.
b. Bertujuan untuk mengadakan usaha bersama (perkongsian) seperti syirkah
dan mudharabah.
c. Bertujuan tautsiq (memperkokoh kepercayaan) saja, seperti rahn dan kafalah.
d. Bertujuan menyerahkan kekuasaan, seperti wakalah dan washiyah.
e. Bertujuan mengadakan pemeliharaan, seperti ida’ atau titipan.

11. Faur dan istimrar, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian:

a. Akad fauriyah, yaitu akad-akad yang dalam pelaksanaannya tidak


memerlukan waktu yang lama, pelaksanaan akad hanya sebentar saja, seperti
jual beli.
b. Akad istimrar disebut pula akad zamaniyah, yaitu hukum akad terus
berjalan, seperti I’arah.

12. Asliyah dan thabi’iyah, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian:

a. Akad Asliyah, yaitu akad yang berdiri sendiri tanpa memerlukan adanya
sesuatu dari yang lain, seperti jual beli dan I’arah.

b. Akad thabi’iyah, yaitu akad yang membutuhkan adanya yang lain, seperti
adanya rahn tidak dilakukan bila tidak ada utang
9

E. Konsekuensi hukum dalam akad

Akad yang telah mempunyai pengaruh ( akibat hukum ), baik pengaruh khusus,
pengaruh umum. Pengaruh khusus merupakan pengeruh asal akad atau tujuan mendasar
dari akad, seperti pemindahan pemilikan pada akad jual beli dan hibah, pemindahan
pemilikan manfaat pada akad ijarah, ariyah, menghalalkan hubungan suami istri pada akad
nikah, dan sebagainya. Pengaruh umum merupakan pengaruh yang berserikat pada setiap
akad atau keseluruhan dari hukum-hukum dan hasilnya.

Akibat hukum akad tergantung pada tujuan seseorang melakukan akad tersebut, yaitu:

1. Pemberian hak milik dengan imbalan disebut akad tukar menukar mu’awadah, yang
tanpa imbalan disebut akad kebijakan tabarru’.
2. Akad berbentuk melepaskan hak tanpa atau dengan ganti disebut akad pelepasan hak
isqat.
3. Jika akad bertujuan melepaskan kekuasaan untuk melakukan suatu perbuatan kepada
orang lain, seperti memberikan kuasa kepada seseorang atas namanya, maka akad ini
disebut akad pelepasan itlaq.
4. Jika akad bertujuan yang sebaliknya, yakni mengikat dari wewenang berbuat yang
semula dimilikinya, disebut akad pengikatan takyid.
5. Jika akad bertujuan bekerja sama untuk memperoleh suatu hasil/keuntungan disebut
akad persekutuan syirkah.
6. Jika akad bertujuan untuk memperkuat akad yang lain, seperti akad gadai untuk
memperkuat utang piutang, disebut akad pertanggungan daman.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut istilah (terminology), yang dimaksud akad adalah Perikatan ijab dan
qabul yang dibenarkan syara’ yang menetapkan keridhaan kedua belah pihak.
Berkumpulnya serah terima di antara dua pihak atau perkataan seseorang yang
berpengaruh pada kedua pihak. Terkumpulnya persyaratan serah terima atau sesuatu
yang menunjukkan adanya serah terima yang disertai dengan kekuatan hukum. Ikatan
atas bagian-bagian tasharruf menurut syara’ dengan cara serah terima.
• Syarat - syarat akad yaitu :
1. Syarat-syarat yang bersifat umum, yaitu syarat-syarat yang wajib sempurna
wujudnya dalam berbagai akad.
2. Syarat-syarat yang bersifat khusus, yaitu syarat-syarat yang wujudnya wajib ada
dalam sebagian akad. Syarat khusus ini bisa juga disebut syarat idhafi (tambahan)
yang harus ada disamping syarat-syarat yang umum, seperti syarat adanya saksi
dalam pernikahan.
• Rukun - rukun akad yaitu :
1. ‘Aqad ialah orang yang berakad
2. Ma’qud ‘alaih ialah benda-benda yang diakadkan
3. Maudhu’ al ‘aqad ialah tujuan atau maksud pokok mengadakan akad
4. Sighat al ‘aqd ialah ijab dan qabul
• Macam - macam akad yaitu :
1. ‘Akad Munjiz
2. ‘Akad Mu’alaq
3. ‘Akad Mudhaf

• Konsekuensi hukum dalam akad

Akad yang telah mempunyai pengaruh ( akibat hukum ), baik pengaruh khusus,
pengaruh umum. Pengaruh khusus merupakan pengeruh asal akad atau tujuan mendasar
dari akad, seperti pemindahan pemilikan pada akad jual beli dan hibah, pemindahan
pemilikan manfaat pada akad ijarah, ariyah, menghalalkan hubungan suami istri pada akad
nikah, dan sebagainya. Pengaruh umum merupakan pengaruh yang berserikat pada setiap
akad atau keseluruhan dari hukum-hukum dan hasilnya.

10
11

B. Saran
Saya sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan
sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah
dengan mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ghazaly, Abdul Rahma. 2010. Fiqh Muamalah. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group.

2. Departemen Agama RI Al-hikmah. 2010. Al-Quran dan Terjemahnya. Bandung:

SV. Penerbit Diponegoro.

3. Syafe’i, Rachmat. 2001. Fiqhi Muamalah. Bandung: CV Pustaka Setia.


4. Suhendi, Hendi. 2005. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
5. Rusdi, M. A. (2017). Maslahat Sebagai Metode Ijtihad Dan Tujuan Utama

Hukum Islam. DIKTUM: Jurnal Syariah dan Hukum, 15(2), 151-168.

6. Rusdi, M. A. (2016). Status Hukum Pernikahan Kontroversial Di Indonesia

(Telaah Terhadap Nikah Siri, Usia Dini dan Mut'ah). Al-'Adl, 9(1), 37-56.

7. Haq, I., Bedong, M. A. R., & Syatar, A. (2018). Effect Of Young Age in Murder

Felony (Comparative Study Between Islamic Jurisprudence and Indonesian

Law). Al-Ahkam: Jurnal Ilmu Syariah dan Hukum, 3(2), 151-170.

8. Bedong, M. A. R., & Ahmad, F. (2018). Kepemimpinan Wanita di Dunia Publik

(Kajian Tematik Hadis). AL-MAIYYAH: Media Transformasi Gender dalam

Paradigma Sosial Keagamaan, 11(2), 214-231.

9. Rusdi, M. A. (2019). WAWASAN AL-QUR’AN TENTANG MUSYAWARAH.


Jurnal

Tafsere, 2(1).

10. Bedong, M. A. R. (2018). METODOLOGI IJTIHAD IMAM MUJTAHIDIN

(Corak Pemikiran dan Aliran). Al-'Adl, 11(2), 130-148.

12

Anda mungkin juga menyukai