PENDAHULUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Hukuman Berat diperuntukkan bagi mereka yang melakukan pelanggaran berat.
Pelaku pelanggaran yang mendapatkan hukuman ini dipanggil oleh Jaro setempat dan diberi
peringatan. Selain mendapat peringatan berat, siterhukum juga akan dimasukan ke dalam
lembaga pemasyarakatan (LP) atau rumah tahanan adat selama 40 hari. Selain itu, jika
hampir bebas akan ditanya kembali apakah dirinya masih mau berada di Baduy Dalam atau
akan keluar dan menjadi warga Baduy Luar di hadapan para Puun dan Jaro. Masyarakat
Baduy Luar lebih longgar dalam menerapkan aturan adat dan ketentuan Baduy.
Menariknya, yang namanya hukuman berat disini adalah jika ada seseorang warga
yang sampai mengeluarkan darah setetes pun sudah dianggap berat. Berzinah dan
berpakaian ala orang kota.
Banyak larangan yang diatur dalam hukum adat Baduy, di antaranya tidak boleh
bersekolah, dilarang memelihara ternak berkaki empat, tak dibenarkan bepergian dengan
naik kendaraan, dilarang memanfaatkan alat eletronik, alat rumah tangga mewah dan beristri
lebih dari satu. Menurut keterangan Bapak Mursyid, Wakil Jaro Baduy Dalam, beliau
mengatakan bahwa di lingkungan masyarakat Baduy, jarang sekali terjadi pelanggaran
ketentuan adat oleh anggota masyarakatnya. Dan oleh karenanya, jarang sekali ada orang
Baduy yang terkena sanksi hukuman, baik berdasarkan hukum adat maupun hukum positif
(negara). Jika memang ada yang melakukan pelanggaran, pasti akan dikenakan hukuman.
Seperti halnya dalam suatu negara yang ada petugas penegakkan hukum, Suku Baduy juga
mempunyai bidang tersendiri yang bertugas melakukan penghukuman terhadap warga yang
terkena hukuman. Hukuman disesuaikan dengan kategori pelanggaran, yang terdiri atas
pelanggaran berat dan pelanggaran ringan.
2.4 Bahasa
Bahasa Baduy adalah bahasa yang digunakan suku Baduy. Penuturnya tersebar
di gunung Kendeng, Rangkasbitung, Lebak; Pandeglang; dan Sukabumi. Dari
segi linguistik, bahasa Baduy bukan dialek dari bahasa Sunda, tapi dimasukkan ke dalam
suatu rumpun bahasa Sunda, yang sendirinya merupakan kelompok dalam rumpun bahasa
Melayu-Sumbawa di cabang Melayu-Polinesia dalam rumpun bahasa Austronesia.
Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa
Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang
Kanekes Dalam tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat-istiadat, kepercayaan/agama,
dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam tuturan lisan saja.
2.5 Kepercayaan
Kepercayaan Suku Baduy atau masyarakat kanekes sendiri sering disebut dengan
Sunda Wiwitan yang berdasarkan pada pemujaan nenek moyang (animisme), namun
semakin berkembang dan dipengaruhi oleh agama lainnya seperti agama Islam, Budha dan
Hindu. Namun inti dari kepercayaan itu sendiri ditunjukkan dengan ketentuan adat yang
6
mutlak dengan adanya pikukuh (kepatuhan) dengan konsep tidak ada perubahan sesedikit
mungkin atau tanpa perubahan apapun.
Objek kepercayaan terpenting bagi masyarakat Kanekes adalah Arca Domas, yang
lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral. Masyarakatnya mengunjungi lokasi
tersebut dan melakukan pemujaan setahun sekali pada bulan kalima. Di kompleks Arca
Domas tersebut terdapat batu lumpang yang menyimpan air hujan. Apabila pada saat
pemujaan ditemukan batu lumpang tersebut ada dalam keadaan penuh air yang jernih, maka
bagi masyarakat Kanekes itu merupakan pertanda bahwa hujan pada tahun tersebut akan
banyak turun, dan panen akan berhasil baik. Sebaliknya, apabila batu lumpang kering atau
berair keruh, maka merupakan pertanda kegagalan panen.
Hanya ketua adat tertinggi puun dan rombongannya yang terpilih saja yang dapat
mengikuti rombongan tersebut. Di daerah arca tersebut terdapat batu lumping yang
dipercaya apa bila saat pemujaan batu tersebut terlihat penuh maka pertanda hujan akan
banyak turun dan panen akan berhasil, dan begitu juga sebaliknya, jika kering atau berair
keruh pertanda akan terjadi kegagalan pada panen.
7
2.6 Tarian
Tarian yang merupakan gambaran dari kebiasaan Suku Badui dalam menyambut
musim panen raya. Para penari menarikan tariannya dengan sangat menjiwai. Ditambah
dengan bau dupa yang menyengat, menambah aura mistik dan sakral tarian yang mereka
bawakan. Diawali dengan seorang penabuh bedug, datanglah seorang penari wanita
membawa sesaji, kemudian ditaruh pada sebuah nampan besar. Setelah itu didoakan dan
dibagikan secara simbolik. Di daerah Baduy, Banten setiap kali musim panen raya akan
diadakan upacara Serentanen, yang merupakan upacara adat sakral di daerah tersebut.
Macapada merupakan adaptasi dari upacara Serentanen suku Baduy,
Banten.Dalam upacara tersebut suku Baduy luar akan memberikan persembahan kepada
suku Baduy Dalam. Persembahan tersebut nantinya akan didoakan sesuai adat Baduy dan
oleh Baduy Dalam nantinya akan di bawa ke kota untuk diserahkan kepada pihak
pemerintah. Sebagai perwakilan biasanya diterima oleh Bupati setempat. Upacara
Serentanen ini berasal dari suku Baduy asli.
2.7 Pernikahan
Di dalam proses pernikahan yang dilakukan oleh masyarakat Baduy hampir serupa
dengan masyarakat lainnya. Namun, pasangan yang akan menikah selalu dijodohkan dan
tidak ada yang namanya pacaran. Orang tua laki-laki akan bersilaturahmi kepada orang tua
perempuan dan memperkenalkan kedua anak mereka masing-masing.
Setelah mendapatkan kesepakatan, kemudian dilanjutkan dengan proses 3 kali
pelamaran. Tahap Pertama, orang tua laki-laki harus melapor ke Jaro (Kepala Kampung)
dengan membawa daun sirih, buah pinang dan gambir secukupnya. Tahap kedua, selain
membawa sirih, pinang, dan gambir, pelamaran kali ini dilengkapi dengan cincin yang
terbuat dari baja putih sebagai mas kawinnya. Tahap ketiga, mempersiapkan alat-alat
kebutuhan rumah tangga, baju serta seserahan pernikahan untuk pihak perempuan.
Pelaksanaan akad nikah dan resepsi dilakukan di Balai Adat yang dipimpin langsung
oleh Puun untuk mensahkan pernikahan tersebut. Uniknya, dalam ketentuan adat, Orang
Baduy tidak mengenal poligami dan perceraian. Mereka hanya diperbolehkan untuk
menikah kembali jika salah satu dari mereka telah meninggal. Jika setiap manusia
melaksanakan hal tersebut.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Suku baduy merupakan suku asli ditanah sunda yang berlokasi didaerah Banten. Suku
baduy masih menjaga tradisi mereka dan menjaga amanat dari nenek moyang mereka untuk
selalu menjaga alam.
Mereka sudah tidak lagi nomaden atau berpindah seperti yang dikatakan oleh para ahli
sejarah. Mereka sudah menetap dan bercocok tanam bahkan masyarakat baduy luar tidak
lagi menutup diri, mereka sudah dapat berbaur dengan masyarakat luar.
Orang Baduy Dalam tidak mau di masuki budaya dari luar sedangkan Baduy Dalam
sudah mau mengikuti budaya dari luar meskipun sedikit.
Orang Baduy tidak mengenal poligami dan perceraian. Mereka hanya diperbolehkan
untuk menikah kembali jika salah satu dari mereka telah meninggal.
Di dalam proses pernikahan suku baduy pasangan yang akan menikah selalu
dijodohkan dan tidak ada yang namanya pacaran. Orang tua laki-laki akan bersilaturahmi
kepada orang tua perempuan dan memperkenalkan kedua anak mereka masing-masing.
Suku baduy merupakan bagian dari suku bangsa di Indonesia yang menjadi bukti
bahwa Indonesia kaya akan keanekaragaman budaya yang harus dibanggakan dan
menghargai keberadaaan mereka karena bagaimanapun juga mereka adalah warga negara
Indonesia yang masih memegang teguh kepercayaan kabuyutan atau amanat dari nenek
moyang.
9
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Banten#Sejarah
http://bagaskorotrihatmojo.blogspot.com/
http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_Kanekes#Kepercayaan
http://kebudayaankesenianindonesia.blogspot.com/2012/06/suku-baduy-di-provinsi-
banten.html
http://sukubaduydalam2.blogspot.com/2012/11/sejarah-suku-baduy-dalam.html
http://www.explore-indo.com/budaya/166-menelusuri-kebudayaan-baduy-sebuah-
kepatuhan-mutlak.html
http://www.swaberita.com/2008/05/29/nusantara/suku-baduy-di-pedalaman-banten.html
10