Anda di halaman 1dari 2

ABRAHAM

8A/1

5 KEBUDAYAAN SUKU BADUY


YANG TERKENAL
Suku baduy merupakan salah satu penduduk asli daerah Banten, Jawa
barat. Letaknya berada di kaki pegunungan Kendeng, Desa Kenkes,
Kecamatan Lauwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Baduy merupakan
sebutan yang diberikan oleh masyarakat luar dan berawal dari sebutan
para peneliti. Peneliti menyamakan mereka dengan kelompok masyarakat
yang berpindah atau nomaden. Pada sejarahnya kata “baduy” diberikan
oleh pemerintahan kesultanan banten, ketika itu masyarakat asli Banten
enggan menerima ajaran agama islam mereka menolak dan diasingkan ke
daerah pedalaman.

Akan tetapi suku baduy lebih senang dengan sebutan “urang kenakes” yang
mempunyai makna orang kenakes berdasarkan asal daerah mereka yang
tinggal di Kenakes. Masyarakat suku baduy terkenal benar-benar menjaga
adat istiadat dan sangat mencintai alam sekitarnya. Karena suku baduy
sangat sadar bahwa mereka hidup  berdampingan dengan alam. Sebab itu
banyak ajaran suku baduy yang berupa larangan bila diabaikan akan
terkena hukum alam

1. Kelompok Masyarakat
Kelompok masyarakat suku  baduy dibagi menjadi dua kelompok
masyarakat, yaitu kelompok baduy dalam atau kelompok tangtu dan
kelompok baduy luar atau sering disebut kelompok masyarakat panamping.

 Kelompok Tangtu (Baduy dalam)

Kelompok tangtu merupakan kelompok baduy dalam yang bertempat


tinggal di pedalaman hutan yang letaknya masih terisolir dan belum masuk
kebudayaan luar. suku ini paling patuh pada hukum adat berupa aturan
dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh kepala adat. Ciri khas
yang dimiliki oleh masyarakat suku baduy dalam adalah dari pakaianya
yang masih memakai pakaian berwarna putih alami dan biru tua serta
memakai ikat kepala putih dan golok.

 Kelompok masyarakat panamping (Baduy luar)

Masyarakat Baduy Luar mempunyai ciri khas mengenakan pakaian dan


ikat kepala berwarna hitam. suku Baduy Luar biasanya sudah banyak
berbaur dengan masyarakat Sunda lainnya. selain itu mereka juga sudah
mengenal kebudayaan luar, seperti bersekolah dan menggunkan uang.

2. Bahasa
ABRAHAM
8A/1

Suku baduy pada umumnya menggunakan bahasa dengan dialek sunda-


banten sebagai alat komunikasi dengan masyarakat luar. Masyarakat suku
baduy sebenarnya menegerti bahasa indonesia walaupun mereka tidak
mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Karena masyarakat
baduy tidak mengenal sekolah sehingga mereka hanya tidak menegenal
budaya tulis menulis. Usaha pemerintah untuk membangun fasilitas
sekolah di wilayah tersebut ditolak keras olah masyarakat baduy, karena
menurut mereka pendidikan sanagat berlawanan dengan adat istiadat
mereka.

3. Kepercayaan Suku Baduy


Kepercayaan yang dianut oleh Suku Baduy atau masyarakat kanekes
sendiri sering disebut dengan Sunda Wiwitan yang berdasarkan pada
pemujaan nenek moyang (animisme), namun semakin berkembang dan
dipengaruhi oleh agama lainnya seperti agama Islam, Budha dan Hindu.
Namun inti dari kepercayaan itu sendiri ditunjukkan dengan ketentuan
adat yang mutlak dengan adanya “pikukuh” ( kepatuhan) dengan konsep
tidak ada perubahan sesedikit mungkin atau tanpa perubahan apapun.

4. Mata Pencaharian
Mata pencaharian masyarakat Baduy pada umumnya adalah bertani
sebagaimana yang telah dilakukan selama ratusan tahun, maka mata
pencaharian utama masyarakat Kanekes adalah bertani padi huma. Selain
itu mereka juga mendapatkan penghasilan tambahan dari menjual buah-
buahan yang mereka cari di hutan seperti durian dan asam keranji, serta
madu hutan. dan menjual buah-buahan yang mereka dapatkan dari hutan.

Perdagangan yang pada awalnya hanya dilakukan dengan barter kini sudah
menggunakan mata uang rupiah. Orang baduy menjual hasil pertaniannya
dan buah-buahan melalui para tengkulak. Mereka juga membeli kebutuhan
hidup yang tidak diproduksi sendiri di pasar. Pasar bagi orang Kanekes
terletak di luar wilayah Kanekes seperti pasar Kroya, Cibengkung, dan
Ciboleger.

5. Pernikahan
Prosesi pernikahan di masyarakat baduy hampir sama dengan masyarakat
pada umumnya, hanya saja dalam masyarakat baduy pasangan menikah
dengan perjodohan, pada awalnya orang tua laki-laki akan bersilaturahmi
kepada orang tua perempuan dan memperkenalkan anak masing-masing.
Setelah ada kesepakatan, kemudian dilanjutkan dengan proses 3 kali
pelamaran.

Uniknya, dalam ketentuan adat, Orang Baduy tidak mengenal poligami dan
perceraian. Mereka hanya diperbolehkan untuk menikah kembali jika salah
satu dari mereka sudah meninggal.

Anda mungkin juga menyukai