MTS NEGRI 2
BANJARNEGARA
Suku Di Jambi
Suku Kerinci
Suku Kerinci adalah suku yang mendiami wilayah Kabupaten Kerinci, Kota Sungai
Penuh, Jambi. Suku Kerinci terbanyak berpusat di Kabupaten Kerinci yang terletak
dekat perbatasan Provinsi Sumatra Barat. Secara Topografi Kabupaten Kerinci
memiliki tanah berbukit dan berlembah dalam deretan Pegunungan Bukit Barisan
dengan puncak tertinggi Gunung Kerinci.
Populasi suku ini sekitar 300.000 jiwa dengan pola perkampungan yang
mengelompok padat. Suatu kampung, yang disebut dusun, biasanya dihuni oleh
sekelompok kerabat yang berasal dari satu keturunan nenek moyang. Dalam dusun
terdapat beberapa larik (rumah panjang) yang letaknya berderet dan mengelompok
di sekitar jalan desa. Mata pencaharian sebagian besar penduduknya adalah bertani
di ladang dan di sawah.
Menurut Kern (1889) dan Sarasin (1982), pada tahun 4.000 SM telah terjadi
perpindahan rumpun Melayu (rumpun Polinesia) dari Alam Melayu ke pulau-pulau di
Lautan Teduh sebelah timur dan pulau-pulau di Lautan Hindia sebelah barat, maka
terjadi pula perpindahan etnis dari satu tempat ke tempat lain pada Alam Melayu
seperti perpindahan Proto Malaiers (Melayu Tua) ke Alam Kerinci. Alam Kerinci saat
itu telah didiami oleh manusia ‘Kecik Wok Gedang Wok’. Jumlah Proto Melayu yang
lebih dominan menyebabkan kelompok Kecik Wok Gedang Wok secara perlahan
lenyap dalam percampuran darah. Kelompok tersebut selanjutnya berkembang dan
menjadi nenek moyang orang Kerinci.
Dr. Bennet Bronson, peneliti dari Amerika Serikat bersama Tim Lembaga Purbakala
dan Peninggalan Nasional Jakarta (1973) berpendapat bahwa suku bangsa Kerinci
lebih tua dari bangsa Inka (Indian) di Amerika. Salah satu bukti yang dikemukakan
adalah tentang kelompok ‘Kecik Wok Gedang Wok’ yang belum mempunyai nama
panggilan secara individu, sedangkan suku bangsa Indian di Amerika diketahui
sudah memiliki nama seperti Big Buffalo, dan Litte Fire.
Nama Kerinci berasal dari bahasa Tamil, yaitu nama bunga kurinji (Strobilanthes
kunthiana) yang tumbuh di India Selatan pada ketinggian di atas 1800m yang
mekarnya satu kali selama dua belas tahun. Karena itu Kurinji juga merujuk pada
kawasan pegunungan. dapat dipastikan bahwa hubungan Kerinci dengan India telah
terjalin sejak lama dan nama Kerinci sendiri diberikan oleh pedagang India Tamil.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Daud (1991:32) bahwa upacara adat di Kerinci
dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yang disebut dengan: Upacara Adat Titian
Teras Bertangga Batu; Upacara Adat Cupak Gantang Kerja Kerapat; Upacara Adat
Tumbuh-tumbuh Roman-roman.
Hubungan Kekerabatan
Masyarakat Kerinci menarik garis keturunan secara matrilineal, artinya seorang
yang dilahirkan menurut garis ibu menurut suku ibu. Suami harus tunduk dan taat
pada tenganai rumah, yaitu saudara laki-laki dari istrinya. Dalam masyarakat Kerinci
perkawinan dilaksanakan menurut adat istiadat yang disesuaikan dengan ajaran
agama Islam.
Hubungan Kemasyarakatan
Struktur kesatuan masyarakat Kerinci dari besar sampai yang kecil, yaitu
kemendapoan, dusun, kalbu, perut, pintu dan sikat. Dalam musyawarah adat
mempunyai tingkatan musyawarah adat, pertimbangan dan hukum adat, berjenjang
naik, bertangga turun, menurut sko yang tiga takah, yaitu sko Tengganai, sko Ninik
Mamak dan sko Depati.
Perbedaan kelas dalam masyarakat Kerinci tidak begitu menyolok. Stratifikasi sosial
masyarakat Kerinci hanya berlaku dalam kesatuan dusun atau antara dusun
pecahan dusun induk. Kesatuan ulayat negeri atau dusun disebut parit bersudut
empat. Segala masalah yang terjadi baik masalah warisan, kriminal, tanah dan
sebagainya selalu disesuaikan menurut hukum adat yang berlaku.
Rumah adat Jambi kerap dikenal dengan nama Kajang Leko.
Salah satu provinsi yang berada di pulau Sumatera ini mempunyai keunikan
tersendiri dalam arsitektur bangunannya.
Pemilihan bentuk bangunan ini biasanya dihubungkan dengan banyak faktor
termasuk budaya di masyarakat Jambi sendiri.
Rumah Kajang Leko ini berasal dari 60 tumbi atau keluarga yang pindah ke Koto
Rayo.
Melansir laman resmi Kemendikbud, ide rumah adat Jambi bermula dari
penyelanggaraan sayembara.
Gubernur Jambi mengadakan sayembara bernama Sepucuk Jambi Sembilan
Rumah pada tahun 70-an.
Hal ini bertujuan utnuk mencari rumah adat sebagai jati diri Jambi.
Sayembara tersebutlah yang akhirnya menghasilkan rumh adat Jambi bernama
Rumah Panggung Kajang Leko.
Provinsi Jambi pada umumnya didominasi oleh suku Batin.
Hingga kini, masyarakat Bathin masih mempertahankan adat istiadat yang
Setiap ruangan di dalam Kajang Leko ini tentu memiliki fungsi masing-masing.
Ruangan di dalam sebuah rumah adat memiliki fungsinya masing-masing.
Secara umum, rumah adat Jambi ini memiliki delapan ruangan, yaitu:
Pelamban
Pelamban merupakan bagian bangunan yang berada di sebelah kiri bangunan
induk.
Lantainya terbuat dari bambu belah yang telah diawetkan.
Bambu ini kemudian dipasang dengan sedikit jarak untuk mempermudah air
mengalir di bawahnya.
Ruang Gaho
Ruang ini terdapat di ujung sebelah kiri bangunan yang memiliki arah memanjang.
Di dalamnya, kamu akan menemukan dapur, tempat air, hingga tempat
penyimpanan.
Ruang Masinding
Ruang masinding merupakan serambi depan yang digunakan untuk menerima
tamu.
Dalam musyawarah adat, ruangan ini digunakan untuk tempat duduk orang biasa.
Uniknya, hanya tamu laki-laki yang boleh berada di ruangan ini.
Ruang Tengah
Ruangan ini berada di tengah-tengah bangunan antara ruang tengah dan ruang
masinding yang tidak memakai dinding.
Pada saat pelaksanaan upacara adat, ruangan ini biasanya ditempati oleh
perempuan.
Baju Kurung Tanggung merupakan pakaian adat yang berasal dari Provinsi Jambi.
Baju adat tersebut dipakai oleh laki-laki dan perempuan masyarakat Jambi untuk
acara pernikahan. Dilansir dari buku Storypedia: Nusantara (2013), pakaian
tradisional laki-laki Jambi bernama bernama Baju Kurung Tanggung. Di mana
terdiri dari penutup kepala atau lacak. Lacak dibuat dari beledru warna merah.
Tutup kepala tersebut memiliki dua bagian yang menjulang tinggi, dengan julangan
yang lebih tinggi pada bagian depannya. Untuk pakaian adat perempuan adalah
kain karung songket dan selendang berwarna merah. Namanya adalah Baju Kurung
Tanggung bersulam benang emas. Motifnya adalah hiasan melati, pucuk rebung
dan kembang tagapo. Penutup kepala untuk perempuan bernama pesangkon yang
bagian dalam diberi kertas karton agar keras. Baca juga: Taa dan Sapei Sapaq,
Pakaian Adat Kalimantan Utara Bentuk baju adat Dinamakan baju Kurung
Tanggung, karena baju tersebut memiliki lengan yang tanggung, panjangnya lebih
dari siku tapi tidak sampai pergelangan tangan. Untuk penggunaan lengan
semacam ini memiliki filosofi bahwa pria Melayu Jambi harus tangkas dan cekatan
saat bekerja. Teknik pembuatannya sendiri dengan tenun dan bordir. Para laki-laki
Melayu Jambi mengenakan lacak atau penutup kepala yang terbuat dari kain
beludru merah yang di bagian dalamnya diberi kertas karton. Dikutip dari situs
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), pemberian kertas karton
dimaksudkan agar kain dapat ditegakan menjulang tinggi ke atas. Sebagai hiasan,
lacak umumnya akan dilengkapi dengan flora, yaitu tali runci di sisi kiri dan bungo
runci di sisi kanan. Bungo runci dapat berupa bunga asli maupun bunga tiruan.
Untuk pakaian perempuan merupakan pakaian adat yang dipakai saat pernikahan
dan tidak menunjukan sistem kelas tersendiri pada si pemakainya. Baca juga: Biliu,
Pakaian Adat Gorontalo Kelengkapan baju adat Untuk baju Karung Tanggung
sebagai pelengkap terdiri, sarung songket yang dililitkan ke pinggul. Untuk
menguatkan ikatan sarung, sabuk kuningan akan dipasang melingkar di pinggul
sekaligus sebagai tempat menyelipkan keris yang menjadi senjata tradisional
Jambi. Dilansir dari situs Pemerintah Kota Jambi, dikenakan juga selempang yang
menyilang badan terbuat dari songket warna merah keungu-unguan sebagai
pasangan kain sarung. Motifnya adalah motif bunga berangkai clan beranting. Pada
bagian pinggang dihiasi dengan selendang tipis warna merah jambu yang pada
ujung ujungnya diberi umbai-umbai warna kuning. Untuk pakaian perempuan
hampir sama dengan pakaian pria yang berupa baju kurung yang terbuat dari
bahan kain beludru. Teratai dada (tutup dada), selendang, pending dan sabuk (ikat
pinggang), dan selop yang dikenakan juga sama. Baca juga: Upaya Pemerintah
Menghadapi Pemberontakan Andi Azis Kelengkapan pakaian perempuan lebih
banyak dibandingkan pakaian yang dikenakan laki-laki. Di mana perempuan
mengenakan anting-anting atau antan yang bermotif kupu-kupu atau gelang banjar.
Kalung terdiri dari tiga jenis, yaitu kalung tapak, kalung jayo atau kalung bertingkat
dan kalung rantai sembilan. Pada jari-jarinya terpasang cincin pacat kenyang dan
cincin kijang atau capung. Untuk jumlah gelang yang dipakai lebih banyak, di mana
meliputi gelang kilat bahu masing-masing lengan dua buah. Kemudian ditambah
dengan gelang kano, gelang ceper dan gelang buku beban. Semuanya itu di pasang
pada lengan.
Tarian adat yang ada di Provinsi Jambi
tari Sekapur Sirih
Tarian daerah Jambi yang pertama kita bahas tentunya sudah kalian kenal
yaitu tari Sekapur Sirih.
Fungsi tarian khas Jambi ini sama dengan tarian adat Sumatera Selatan
yaitu tari Tanggai.
Tetapi sekarang ini tarian ini tidak begitu populer sama seperti pada waktu
pertama kali muncul.
Tari Sekapur Sirih ini biasanya ditarikan oleh 9 orang penari. 9 penari
tersebut mempunyai tugas masing-masing, berikut penjelasannya:
Tempoyak
atau tempuyak adalah masakan yang berasal dari buah durian yang difermentasi. Tempoyak
merupakan makanan yang biasanya dikonsumsi sebagai lauk saat menyantap nasi. Tempoyak
juga dapat dimakan langsung, tetapi hal ini jarang sekali dilakukan karena banyak yang tidak
tahan dengan keasaman dan aroma dari tempoyak itu sendiri. Selain itu, tempoyak
dijadikan bumbu masakan.
Citarasa dari Tempoyak adalah asam, karena terjadinya proses fermentasi pada daging
buah durian yang menjadi bahan bakunya. Tempoyak dikenal di Indonesia, terutama
di Sumatra Selatan, Bengkulu, Lampung, Jambi, dan Kalimantan. Makanan ini juga terkenal
di Malaysia. Di Palembang, tempoyak dimasak dengan campuran daging ayam dan campuran
untuk sambal, serta pindang ikan patin atau dibuat brengkes (pepes) ikan. Di Lampung,
tempoyak menjadi bahan dalam hidangan seruit atau campuran untuk sambal.
Pengolahan durian menjadi tempoyak didasari oleh hasil durian yang berlimpah di Sumatera
Selatan pada masa lalu. Untuk memanfaatkan keberlimpahan ini, orang-orang Sumatera
Selatan kemudian mengolahnya menjadi makanan yang tahan lama, yaitu durian yang
difermentasikan. Tempoyak merupakan makanan khas melayu Palembang.
Tempoyak ini kemudian dapat diolah menjadi beberapa makanan atau sebagai pelengkap
masakan. Makanan turunan tempoyak berupa :
1. Sambal tempoyak mentah
2. Sambal tempoyak tumis
3. Iwak masak tempoyak
4. Pindang Patin Tempoyak
5. Brengkes Tempoyak
Cara pembuatan[
Adonan tempoyak dibuat dengan cara menyiapkan daging durian, baik durian lokal atau durian
monthong (kurang bagus karena terlalu banyak mengandung gas dan air). Durian yang dipilih
diusahakan agar yang sudah masak, biasanya yang sudah tampak berair. Kemudian daging
durian dipisahkan dari bijinya, setelah itu diberi sedikit garam. Setelah selesai, lalu ditambah
dengan cabe rawit yang bisa mempercepat proses fermentasi. Namun proses fermentasi tidak
bisa terlalu lama karena akan mempengaruhi cita rasa akhir.
Setelah proses di atas selesai, adonan disimpan dalam tempat yang tertutup rapat. Diusahakan
untuk disimpan dalam suhu ruangan. Bisa juga dimasukkan ke dalam kulkas, tetapi fermentasi
akan berjalan lebih lambat.
Tempoyak yang telah difermentasi selama 3-5 hari cocok untuk dibuat sambal, karena sudah
asam dan masih ada rasa manisnya. Sambal tempoyak biasanya dipadukan dengan ikan
Teri, ikan mas, ikan mujair, ikan patin, ataupun ikan-ikan lainnya
Senjata tradisional Jambi yang paling populer adalah bernama Badik Tumbuk Lada.
Senjata ini berupa sebuah badik (senjata tikam) dengan keunikan pada desain gagang,
bilah, dan sarungnya. Tidak seperti layaknya Badik khas Sulawesi, Badik Tumbuk Lado
nampak lebih simpel.
Senjata ini tidak terdapat banyak ukiran atau hiasan selain pada bagian gagang atau
pegangannya yang dilengkapi motif sederhana. Pada saat ini selain sebagai sarana
pelindung, Badik Tumbuk Lado juga telah berfungsi sebagai identitas bagi masyarakat
Jambi