Anda di halaman 1dari 13

KLIPING

KEBERAGAMAN SUKU DAN BUDAYA


PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Nama : NAZHIFA Rahmadani


Kelas : 7 G
Mapel : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

MTS NEGRI 2
BANJARNEGARA
 Suku Bali ( Bali )

Suku Bali adalah suku bangsa mayoritas di pulau Bali.


Suku Bali berkomunikasi menggunakan bahasa Bali.
Biasanya juga disebut Anak Bali, Wong Bali atau Krama Bali, Suku Bali mewariskan
kebudayaannya hingga sejarah.
Berdasarkan asal usulnya, Suku Bali terbagi dua.
Suku Bali Aga dan Suku Bali Majapahit.
Suku Bali Aga adalah penduduk asli pulau Bali, persebarannya terjadi di Nusantara
selama zaman prasejarah.
Suku Bali Aga biasanya hidup di gunung dan memiliki dialek bahasa Bali.
Desa Trunyan dan Tenganan adalah tempat Suku Bali Aga melestarikan nilai leluhur
yang diwariskan.
Untuk menjaga kelestarian budaya, masyarakat Suku Bali Aga tidak diperbolehkan
menikah dengan warga luar desa.
Apabila terjadi, orang tersebut harus pindah dari desa dan tidak memperoleh hak-hak
dari keluarganya.
Suku Bali Majapahit adalah sejumlah rakyat Majapahit yang memilih hidup di Bali
setelah Majapahit runtuh pada abad ke-15.
Kerajaan Majapahit menguasai Bali pada 1343 Masehi.
Bahasa yang digunakan Suku Bali Majapahit lebih mirip dengan bahasa Jawa.
Mayoritas masyarakat Bali menganut kepercayaan Hindu.
Suku Bali Hindu percaya adanya satu Tuhan dengan konsep Trimurti yang terdiri atas
tiga wujud, yaitu Brahmana (menciptakan), Wisnu (yang memelihara) dan Siwa (yang
merusak).
Suku Bali juga memiliki tempat ibadah yang sangat sakral.
Tempat ibadah agama Hindu adalah Pura yang memiliki sifat berbeda, antara lain Pura
Besakih (umum untuk semua golongan), Pura Desa / Kayangan Tiga (untuk kelompok
sosial setempat) dan Sanggah (khusus untuk leluhur
Bahasa Bali

Bahasa Bali adalah sebuah bahasa Austronesia dari cabang Sundik dan lebih spesifik


dari anak cabang Bali-Sasak. Bahasa ini terutama dipertuturkan di pulau Bali,
pulau Lombok bagian barat, dan sedikit di ujung timur pulau Jawa. Di Bali sendiri
Bahasa Bali memiliki tingkatan penggunaannya, misalnya ada yang disebut Bali Alus,
Bali Madya dan Bali Kasar. Hal ini terjadi karena pengaruh bahasa Jawa menyebar ke
Bali sejak zaman Majapahit, bahkan sampai zaman Mataram Islam, meskipun kerajaan
Mataram Islam tidak pernah menaklukkan Bali. Yang halus dipergunakan untuk
bertutur formal misalnya dalam pertemuan di tingkat desa adat, meminang wanita, atau
antara orang berkasta rendah dengan berkasta lebih tinggi. Yang madya dipergunakan
di tingkat masyarakat menengah misalnya pejabat dengan bawahannya, sedangkan
yang kasar dipergunakan bertutur oleh orang kelas rendah misalnya kaum sudra atau
antara bangsawan dengan abdi dalemnya, Di Lombok bahasa Bali terutama
dipertuturkan di sekitar kota Mataram, sedangkan di pulau Jawa bahasa Bali terutama
dipertuturkan di beberapa desa di kabupaten Banyuwangi. Selain itu bahasa Osing,
sebuah dialek Jawa khas Banyuwangi, juga menyerap banyak kata-kata Bali. Misalkan
sebagai contoh kata osing yang berarti “tidak” diambil dari bahasa Bali tusing. Bahasa
Bali dipertuturkan oleh kurang lebih 4 juta jiwa
 Rumah Adat Bali
1. Angkul-Angkul

Angkul-angkul ini menjadi bagian dari rumah adat Bali yang


menjadi pintu masuk rumah utama. Fungsinya sendiri hampir
sama dengan Gapura Candi Bentar. Namun Angkul-angkul
lebih berfungsi sebagai pintu masuk. Adapun pembeda
antara angkul-angkul dengan Gapura Candi Bentar yaitu ada
pada atap yang menghubungkan kedua bangunan yang
letaknya sejajar.
2. Aling-Aling

Bangunan kedua adalah aling-aling. Sesuai dengan namanya,


bangunan ini menjadi pembatas antara angkul-angkul dengan
halaman suci. Bangunan rumah adat Bali ini dipercaya
memiliki aura yang positif, sehingga ada dinding pembatas
yang disebut penyengker. Di dalam bangunan akan
disediakan ruangan untuk beraktivitas para penghuninya.
Beberapa orang bahkan juga menggunakan patung untuk
menjadi aling-aling, atau penyengker.
3. Pura Keluarga

Bangunan ketiga adalah pura keluarga. Umumnya, bangunan


ini difungsikan sebagai tempat berdoa dan beribadah. Setiap
rumah adat Bali pasti memiliki bangunan ini. Selain disebut
Pura Keluarga, bangunan ini juga disebut sebagai bangunan
Pamerajan, atau Sanggah. Letaknya ada di sudut sebelah
timur laut dari rumah hunian.
 Pakaian adat Bali
 Payas Agung

Baju payas agung merupakan gambaran dari sebuah kemewahan sekaligus kebahagiaan
saat acara pernikahan.

Baju ini didominasi oleh perpaduan warna putih, merah menyala dan emas. Bagi
pengantin wanita, biasanya akan ditambahkan aksesoris mahkota yang bentuknya lancip
ke atas.

Bagi pengantin pria yang menggunakan payas agung, warnanya juga didominasi merah,
putih dan emas.

Bagian bawah akan menggunakan songket dan dilengkapi keris. Ada pula kain atau
sesanteng yang dililitkan di tubuh atas pengantin pria.
Tari Yang ada di provinsi bali

Tari kecak

Tari kecak adalah seni tari yang berasal dari Bali. Seni tari kecak ini
dipertunjukkan oleh puluhan penari laki-laki yang duduk berbaris dengan pola
melingkar dan dengan irama tertentu menyerukan "cak, cak, cak" serta
mengangkat kedua lengan.
Dalam buku karya Resi Septiana Dewi yang berjudul "Keanekaragaman Seni
Tari Nusantara", dalam menarikan tari kecak para penari duduk melingkar dan
mengenakan kain khas Bali yang bermotif kotak-kotak seperti papan catur
yang ditaruh di pinggang. Beberapa penari juga memerankan tokoh-tokoh
seperti Rama, Shinta, Rahwana hingga Hanoman.
Berikut beberapa fakta tentang tari kecak yang berasal dari Bali:
1. Sejarah
Di tahun 1930-an, seniman Bali bernama Wayan Limbak dan pelukis asal
Jerman bernama Walter Spies menciptakan tarian kecak. Tarian ini
terinspirasi dari ritual tradisional yang dilakukan masyarakat Bali yang
kemudian diadaptasi dalam cerita Ramayana dalam kepercayaan Hindu untuk
dipertontonkan sebagai pertunjukkan seni saat turis datang ke Bali.

Tari kecak biasanya dilakukan oleh puluhan laki-laki bertelanjang dada dan
mengenakan kain kotak-kota di pinggang hingga atas dengkul.
Tari kecak pertama kali dipentaskan di beberapa desa saja salah satunya
adalah Desa Bona, Gianyar. Namun berkembang ke seluruh daerah di Bali
dan selalu dihadirkan saat kegiatan-kegiatan seperti festival yang
dilaksanakan oleh pemerintah maupun swasta.

Baca juga: Macam-macam Tarian Mancanegara, dari Kecak sampai Haka


Bali, Indonesia - June 5, 2013: Traditional Ritual Balinese Kecak dance with
elements of trance performed by men artists in traditional costumes at
Uluwatu Temple in the evening. Foto: Getty Images/dislentev
2. Jumlah Penari Kecak
Umumnya tari kecak dimainkan oleh 50 penari laki-laki. Dari semua penari
akan mengeluarkan suara "cak" sehingga membentuk musik secara akapela.
Satu orang akan bertindak sebagai pemimpin yang memberikan nada awal,
seorang lagi bertindak sebagai penekan yang bertugas memberikan tekanan
nada tinggi atau rendah dan seorang lagi bertindak sebagai dalang yang
mengantarkan alur cerita.
Di tahun 1979, tari kecak pernah dilakukan oleh 500 penari. Namun rekor
tersebut dipecahkan oleh Pemerintah Kabupaten Tabanan yang
menyelenggarakan kecak kolosal dengan 5.000 penari pada 29 September
2006.
3. Gerakan dan Properti Tari Kecak
Gerak penari kecak tidak harus mengikuti pakem-pakem tari yang diiringi oleh
gamelan. Sehingga dalam tari kecak ini gerak tubuh penari lebih santai dan
yang lebih diutamakan adalah jalan cerita dan perpaduan suara.
Tarian kecak juga disebut dengan ritual sanghyang. Dalam tarian ini ada
beberapa properti yang terlihat yaitu bara api, bunga kamboja, gelang
kerincing, selendang hitam putih, topeng hingga tempat sesaji yang membuat
tari kecak terkesan semakin sakral dan mistis.
4. Makna Pertunjukkan Tari Kecak
Ketika menonton tari kecak, pastikan kamu membaca skrip ringkas yang
diberikan saat membeli tiket agar memahami makna dari tarian kecak.
Tari kecak merupakan ritual shangyang atau tradisi menolak bala yang
diselipkan kisah Ramayana di dalamnya. Tari kecak menceritakan tentang
pencarian Permaisuri Shinta, Raja Rama dibantu oleh Hanoman. Hanoman
lalu memporakporandakan tempat penyekapan Permaisuri Shinta dengan
membakarnya. Namun Hanoman justru terkepung oleh prajurit Raja dan
Rahwana dan hampir terbakar.
Pada awalnya Raja Rama mengalami kekalahan, tetapi tidak menyurutkan
kesungguhan Raja Rama menyelamatkan permaisurinya. Raja Rama berdoa
dengan sungguh dan kemudian berusaha kembali. Pada akhirnya Raja Rama
dapat menyelamatkan Permaisurinya.
Sehingga makna nilai moral dalam tarian kecak ini ialah kasih yang tulus akan
menang dengan doa dan kesungguhan
 Lagu Daerah Bali
 Lirik Lagu Ratun Anom

Ratu anom metangi meilen-ilen


Ratu anom metangi meilen-ilen
Dong pirengang munyin sulinge di jaba
Dong pirengang munyin sulinge di jaba

Enyen ento menyuling di jaba tengah


Enyen ento menyuling di jaba tengah

Gusti Ngurah Alit Jambe Pemecutan


Gusti Ngurah Alit Jambe Pemecutan

Ratu Anom merupakan salah satu lagu yang familiar banget bagi masyarakat Bali. Ini
adalah lagu yang biasanya dinyanyikan oleh anak-anak Bali. Mereka menyanyikannya
di lingkungan rumah atau sekolah. Tembang ini juga penuh akan makna mendalam
belum lagi alunan lagunya yang syahdu dan juga khas. Biasanya, lagu ini menjadi
tembang untuk pengantar tidur anak-anak. Ratu Anom juga merupakan lagu daerah
yang sudah menjadi bagian dari kebudayaan orang Bali.

Senjata Tradisisonal bali

Kandik merupakan senjata tradisional daerah Bali. Dalam bahasa Bali, kandik berarti kapak. Kandik
berbentuk kapak besi bermata satu dengan gagang yang panjang, tebal, dan kokoh. Kandik dalam
mitologi Bali merupakan simbol dari Ayudha Dewata atau senjata para dewa. Mitologi tersebut
berasal dari masyarakat Bali yang memegang agama Hindu sebagai kepercayaannya. Masyarakat
Bali menyembah Ganesha sebagai dewa ilmu pengetahuan, kebijaksanaan, kecerdasan, penolak
bala, dan pelindung. Penampilan Ganesha erat kaitannya dengan senjata kandik. Ganesha memiliki
nama lain Ekadanta (bertaring satu) merujuk pada kepercayaan Hindu yang berkaitan dengan
kandik. I Wayan Suantika dalam jurnalTinggalan Arkeologi di Pura Puseh Kiadan, Kecamatan Petang,
Kabupaten Badung: Kajian Bentuk dan Fungsi (2015), menyebutkan bahwa Parasurama seorang
makhluk abadi dalam kepercayaan Hindu, bersikeras masuk ke kediaman Shiwa dan Parvati
sehingga dihadang oleh Ganesha. Baca juga: Sundu dan Klewang, Senjata Tradisional NTT Ganehsa
kemudian bertarung dengan Parasurama dengan kandik pusakanya. Ganesha telat mengetahui
bahwa kandik tersebut adalah pemberian ayahnya, Shiwa. Dalam pertarungan tersebut, kandik
Parasurama berhasil memotong salah satu gading Ganesha. Hal tersebut membuat ibu Ganesha,
Parvati marah dan hendak mengutuk Parasurama. Dilansir dari Mantra Hindu Bali, Shiwa akhirnya
keluar untuk menenangkan Parvati dan Parasurama meminta maaf dengan memberikan kandik
tersebut pada Ganesha. Inilah mengapa patung Ganesha memiliki bentuk bertaring satu dengan
memegang kandik atau kapak. Dengan makna historis yang kuat tersebut, membuat kandik menjadi
salah satu senjata khas Bali. Dilansir dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI,
kandik digunakan oleh laki-laki Bali untuk melakukan pekerjaan berat seperti menebang dan
membelah kayu. Kandik sebagai perkakas utama masyarakat Bali didukung oleh bukti arkeologi
berupa penemuan kapak batu dari masa paleolitikum. Kandik yang biasa digunakan dalam
keseharian adalah kapak besi yang polos dengan gagang dari kayu keras. Baca juga: Parang
Salawaku dan Tombak, Senjata Tradisional Maluku Sedangkan kandik pusaka adalah kapak besi
atau perunggu berukir dengan gagang dari besi pula. Bagian ujung dari kandik seperti ujung tombak
yang runcing, sedangkan ujung tombak lainnya diukir membentuk bulatan. Kandik tersebut memiliki
warna emas yang kemilau

Anda mungkin juga menyukai