Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok
orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Setiap daerah memiliki budaya yang berbeda antara
satu dengan yang lainnya. Hal tersebut disebabkan oleh kebutuhan hidup yang berbeda di setiap
daerah. Budaya terus berkembang dari generasi ke generasi mengingat kebutuhan manusia yang
semakin banyak dan terus berkembang pula dalam berbagai aspek kehidupan.

Indonesia merupakan Negara yang multikultural dengan beraneka ragam suku, agama dan
budaya. Keberagaman suku dan letak geografis di Indonesia melahirkan budaya yang berbeda-beda
dari setiap kelompok masyarakat. Dalam suatu perbedaan dan keragaman budaya yang ada di negeri
ini menjadi modal sosial untuk merajut sebuah harmoni yang termanifestasi dalam Bhineka Tunggal
Ika. Sebagai makhluk yang sempurna, manusia merupakan makhluk yang berbudaya dengan
akalnya manusia dapat berpikir sehingga mampu menciptakan kebudayaan yang berkembang di
masyarakat. Kebudayaan daerah juga merupakan salah satu unsur yang turut memberikan corak
kehidupan masyarakat. Salah satu dari kebudayaan adalah tradisi.

Tradisi adalah suatu kebiasaan aktivitas turun temurun dari leluhur kita, yang biasanya
dilakukan warga masyarakat dengan melakukan semacam ritual. Sesuatu yang telah dilakukan sejak
lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, informasi yang diteruskan
dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena tanpa adanya ini suatu tradisi akan
punah. Tradisi yang dimiliki oleh suatu daerah berbeda satu dengan yang lainnya dan memiliki ciri
khas tersendiri salah satunya yaitu tradisi budaya Kampung Kuta yang terletak di kabupaten ciamis
yang memiliki kepercayaan, kebiasaan, dan ritual yang unik dan berbeda dari kampung adat yang
lainnya. Kampung Kuta merupakan desa adat yang terletak di Desa Karangpaningal
Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis. Kampung Kuta merupakan salah satu komunitas
masyarakat adat yang masuk anggota dalam Analisa Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) sejak
2002. Masyarakat Kampung Kuta sampai saat ini masih memegang teguh dalam melestarikan adat
leluhurnya (karuhun). Kampung Kuta merupakan masyarakat yang masih sangat kukuh
menjalankan tradisi dan masih cukup banyak tradisi yang dipertahankan oleh masyarakat Kampung
Kuta, mulai dari tradisi pada sistem kepercayaan, sistem mata pencaharian, sistem kemasyarakatan,
sistem budaya dan seni serta sistem pengetahuan.

1
Berdasarkan latar belakang ini penulis tertarik untuk melakukan observasi ke Kampung Adat
Kuta dengan tujuan Memenuhi Tugas Projek “ Kearifan Lokal” dengan judul “Mengenal Lebih
Tentang Budaya Adat Kampung Kuta”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uaraian diatas, penulis merumuskan permasalahan yang akan dibahas di antaranya
adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana sejarah kampung adat kuta?


2. Bagaimana Silsilah, Pancakaki/Keluarga, Tokoh Adat Kampung Kuta?
3. Bagaimana Tujuh Unsur Kebudayaan Kampung Kuta?
4. Bagaimana Denah Lokasi Kampung Kuta?

C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Penulis
a. Mengenal lebih dalam mengenai kearifan lokal yang ada di kampung adat kuta dan
merupakan sebuah kegiatan survei objek materi penelitian.
b. Menambah wawasan ilmu pengetahuan dari diadakannya survei objek yang di teliti secara
langsung ke tempat penelitian
2. Manfaat Masyarakat
a. Memberi informasi mengenai adat Kampung Kuta, baik secara adat maupun tradisi yang
ada disana.
b. Memberi pengetahuan mengenai keragaman budaya guna menumbuhkan rasa cinta
terhadap budaya lokal

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Kampung Kuta

Nama Kampung Kuta berasal dari kata ´kuta-kuta´ (bahasa Sunda) yang berarti tebing.
Nama ini langsung menunjuk kepada wilayah Kampung Kuta yang letaknya dikelilingi tebing
curam setinggi 75 m.Kampung yang terletak di Desa Karangpaningal, Kecamatan
Tambaksari, berbatasan dengan Jawa Tengah. Kampung memiliki luas area total 97 ha, terdiri
dari 57 ha lahan pemukiman, pesawahan, dan tegalan serta 40 ha hutan keramat (karamat).
Kampung Kuta berada di timur Ciamis dan berjarak 45 Km dari pusat kota kabupaten.

Ada beberapa versi mengenai sejarah Kampung Kuta ini. Menurut cerita rakyat
setempat, asal-usul Kampung Kuta berkaitan dengan berdirinya Kerajaan Galuh. Konon, pada
zaman dahulu ketika Prabu Galuh yang bernama Ajar Sukaresi (dalam sumber lain, tokoh ini
adalah seorang pandita sakti) hendak mendirikan Kerajaan Galuh, Kampung Kuta dipilih
untuk pusat kerajaan karena letaknya strategis.

Prabu Galuh memerintahkan kepada semua rakyatnya untuk mengumpulkan semua


keperluan pembangunan keraton seperti kapur bahan bangunan, semen merah dari tanah yang
dibakar, pandai besi, dan tukang penyepuh perabot atau benda pusaka. Keraton pun akhirnya
selesai dibuat. Namun, pada suatu ketika, Prabu Galuh menemukan lembah yang (Kuta) oleh
tebing yang dalamnya sekitar 75 m di lokasi pembangunan pusat kerajaan itu. Atas
musyawarah dengan para punggawa kerajaan lainnya, diputuskanlah bahwa daerah tersebut
tidak cocok untuk dijadikan pusat kerajaan (menurut orang tua, tidak memenuhi Patang Ewu
Domas).

Selanjutnya, mereka berkelana mencari tempat lain yang memenuhi syarat. Prabu
Galuh membawa sekepal tanah dari bekas keratonnya di Kuta sebagai kenang-kenangan.
Setelah melakukan perjalanan beberapa hari, Prabu Galuh dan rombongannya sampai di suatu
tempat yang tinggi, lalu melihat-lihat ke sekeliling tempat itu untuk meneliti apakah ada
tempat yang cocok untuk membangun kerajaannya. Tempat ia melihat-lihat itu sekarang
bernama Tenjolaya.

Prabu Galuh melihat ke arah barat, lalu terlihatlah ada daerah luas terhampar berupa
hutan rimba yang menghijau. Ia kemudian melemparkan sekepal tanah yang dibawanya dari
Kuta ke arah barat dan jatuh di suatu tempat yang sekarang bernama “Kepel”. Tanah yang
dilemparkan tadi sekarang menjadi sebidang sawah yang datar dan tanahnya berwarna hitam

3
seperti dengan tanah di Kuta, sedangkan tanah di sekitarnya berwarna merah. Prabu Galuh
melanjutkan perjalanannya sampai di suatu pedataran yang subur di tepi Sungai Cimuntur dan
Sungai Citanduy, lalu mendirikan kerajaan di sana atau tukang cerita, terdapat dua
kemungkinan mengenai asal-usulnya.

Pertama, tradisi lisan itu berdasarkan cerita naskah yang dibaca kemudian dituturkan
kembali. Kedua, tradisi lisan itu memang belum pernah dituliskan dalam bentuk naskah, lalu
dituturkan secara turun-temurun. Adanya perbedaan versi suatu cerita yang dituturkan dalam
naskah dan tradisi lisan disebabkan oleh beberapa kemungkinan, yaitu perbedaan sumber
cerita, distorsi cerita karena pewarisan cerita yang turun-temurun memungkinkan terjadinya
penambahan ataupun pengurangan isi cerita, dan adanya keinginan dari penutur cerita untuk
mengedepankan peranan seorang tokoh ataupun berapologia atas kesalahan tokoh tersebut.
mengenai kebenaran isi cerita atau mitos tersebut bukanlah suatu permasalahan. Setidaknya,
mitos-mitos tersebut dihormati dan dipelihara oleh masyarakatnya.

B. Silsilah, Pancakaki/Keluarga, Tokoh Adat Kampung Kuta

Kampung Kuta merupakan salah satu dusun adat yang masih bertahan sampai
sekarang. Kampung kuta terletak di Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari Kabupaten
Ciamis. Daerah ini disebut kampung kuta karena terletak dalam lembah yang dikelilingi
tebing-tebing curam setinggi 30-60m, seakan-akan dipagari oleh tembok-tembok besar
menjulang. Tebing-tebing tersebut membentuk lingkaran sehingga tampak seperti sebuah
mahkota dengan kampung kuta yang berada di tengah-tangahnya. Kampung kuta berbatasan
langsung dengan jawa tengah. Adapun batas-batas kampung kuta yaitu:

Sebelah Barat : Kampung Margamulya

Sebelah Timur : Sungai Cijolang / Jawa Tengah

Sebelah Utara : Kampung Cibodas

Sebelah Selatan : Sungai Cijolang / Jawa Tenga

Kampung kuta terletak di ujung Kabupaten Ciamis dan cukup terpencil. Dari
kabupaten Ciamis jaraknya sekitar 34 km menuju arah utara. Dapat dicapai dengan
mengunakan mobil angkutan umum sampai di Kecamatan Rancah. Dari Kecamatan Rancah
bisa mengunakan ojek. Jika kondisi hujan sebaiknya tidak menggunakan mobil, karena
kondisi jalan aspal yang berkelok-kelok dan tanjakan yang cukup curam ketika hujan akan
sangat licin. Selain itu sebagian jalan juga rusak dan berlubang cukup dalam. Jarak tempuh
dari kampung kuta ke desa, kecamatan dan kabupaten cukup jauh yaitu sekitar:

4
 Kampung kuta ke desa karang paningal 1 km
 Kampung kuta ke Kantor camat tambaksari 4km
 Kampung kuta ke Ibu kota kabupaten ciamis 45 km

Luas wilayah kampung kuta adalah sekitar 185,195 ha yang terdiri dari:

 Ancepan 2,184
 Danau 0,135
 Hutan keramat 32,886
 Pemukiman 9,733
 Sawah 44,395
 Kebun 89,831
 Sungai 5,851

Masyarakat kampung kuta dengan kearifan tradisionalnya telah berhasil


mempertahankan kelestarin lingkungan dan budaya adat kampung kuta. Keberhasilan tersebut
telah menghantarkan masyarakat kampung kuta memperoleh penghargaan kalpataru tingkat
nassional tahun 2002. (Kategori Penyelamat Lingkungan).

Penduduk yang ada dikampung kuta berjumlah 311 orang yang terdiri dari 152 laki-
laki dan 155 perempuan. Jumlah KK di Kampung Kuta sebanyak 127, dengan 98 KK Laki-
laki dan 19 KK Perempuan.

Warga di kampung kuta meyakini bahwa Pada masa Prabu Sliwangi (Raja Galuh)
pernah bermukim di kampung Kuta dan merencanakan akan mendirikan keraton sebagai pusat
Kerajaan galuh. Bukti dari persiapan tersebut sampai sekarang masih ada yaitu :

a. Semen merah dari tanah (yang bernama gunung semen).


b. Kapur (terampar seluas 0,25 ha).
c. Batu Soko (sebanyak 3 buah terletak di gunung gede).

Namun rencana pembangunan tersebut gagal. Adapun barang–barang yang telah di


buatnya tersimpan di Gunung barang.

Di kampung kuta terdapat orang yang bertugas untuk memelihara kampung Kuta yang
diberinama Kuncen (kunci). Adapun daftar nama sejak kuncen pertama sampai dengan
Kuncen ke lima adalah sebagai berikut :

1. Kuncen Pertama : Aki Bumi


2. Kuncen Kedua : Aki Danu

5
3. Kuncen Ketiga : Aki Maena
4. Kuncen Keempat : Aki Surabangsa
5. Kuncen Kelima : Aki Rapisan

Kelima kuncen tersebut di makamkan di makam Bumimargamulya. Adapun yang


menjadi Kuncen selanjutnya sampai sekarang harus keturunan Aki Rasipan. Kampung kuta di
pimpin oleh seorang kepala dusun, yang bertugas mengurus masalah pemerintahan. Kepala
adat (Ki Warsim) yang bertugas sebagai pemimpin dalam ritual yang di lakukan di kampung
adat kuta, sebagai juru bicara dalam berbagai pertemuan yang di selenggarakan di kampung
kuta, juga mengawasi pelaksanaan adat. Serta kuncen yang bertugas menjaga kelestarian
leuweung gede.

C. Tujuh Unsur Kebudayaan Kampung Kuta

Menurut Edward Burnett Tylor, “Kebudayaan merupakan keseluruhan yang


kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,
adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat.”Setiap kebudayaan memiliki wujud dan unsur tersendiri. Adapun wujud
kebudayaan Menurut J.J. Hoenigman dibedakan menjadi tiga yaitu gagasan, aktivitas, dan
artefak.

1) Gagasan (Wujud Ideal)

Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide,


gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak tidak
dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam
pemikiran warga masyarakat. Warga kampung kuta sangat memegang adat leluhur yang
sudah berumur ratusan tahun. Segala sesuatu yang dilakukan oleh leluhurya masih dipelihara
dan dilaksanakan sampai sekarang. Warga di Kampung Kuta memiliki kata “pamali”. Yang
mana kata-kata terabut merupakan pantangan yang tidak boleh dilakukan oleh warga di
kampung kuta. Jika “pamali” dilanggar maka akan terjadi hal yang tidak diinginkan seperti
bencana.

Di kampung kuta terdapat hutan keramat. Setiap warga yang ada disana memiliki
aturan khusus untuk mengunjungi hutan tersebut. Hutan keramat hanya bisa dimasuki pada
hari senin dan jum’at, itu pun harus diadakan ritual terlebih dahulu oleh kuncen yang ada di
kampung kuta. Setiap warga yang ingin memasuki hutan keramat harus didampingi oleh
kuncen. Ketika memasuki hutan keramat warga dilarang mengenakan alas kaki, meludah, dan
menebang pohon sembarangan. Karena peraturan tersebut akhirnya warga disana dapat

6
menjaga kelestarian hutan lindung, areal pohon aren, sumber-sumber mata air, dan budaya
bersih yang ada disana.

Ketika berkunjung ke kampung kuta, kita tidak akan melihat adanya sumur air disana.
Karena warga di kampung kuta dilarang untuk membuat sumur. Hal itu dikarenakan kondisi
tanah yang di kampung kuta yang tidak memungkinkan dibuatnya sumur air disana.
Walaupun demikian warga di kampung kuta tidak pernah kesulitan untuk mendapatkan air
bersih. Daerah sumber resapan air tejaga dengan baik. Air dari pegunungan dialirkan kesetiap
rumah warga menggunakan selang. Bukan hanya air yang ada di daerah sumber air aja yang
jernih. Sumber air yang digunakan untuk mengairi sawahpun sangat jernih seperti air di
pegunungan.

Aturan-aturan yang ada dikampung kuta berbeda dengan aturan yang ada di daerah
lain. Misalnya dalam membangun rumah. Rumah tidak boleh berada dalam satu kawasan.
Tapi harus tersebar. Ketika membangun rumah harus memiliki pasangan dan saling
berhadapan sehingga jumlah rumah dalam satu kawasan selalu genap.

2) Aktivitas (Tindakan)

Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini
terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta
bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata
kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan
didokumentasikan.

Mayoritas warga kampung kuta memiliki mata pencaharian bertani dan beternak.
Sehingga aktivitas warga disana kebanyakan menggarap sawah, kebun, beternak dan ada
sebagian warga yang berdagang. Anak-anak yang ada dikampung kuta dapat menempuh
pendidikan tanpa batasan. Bahkan ada sebagian warga dari kampung kuta yang belajar ke
perguruan tinggi negeri seperti UNPAD. Namun kebanyakan warga kuta yang telah berhasil
di luar kota enggan kembali ke kampung kuta bahkan memilih untuk menetap dan
berkeluarga di tempat Ia belajar dan bekerja. Mereka baru akan kembali ke kampung kuta
pada hari-hari tertentu seperti Hari Raya Idul Fitri.

Disiang hari kebanyakan dari warga kampung kuta tidak berada dirumah. Mereka
pergi ke ladang untuk bertani. Anak-anak pergi sekolah dan baru pulang siang hari. Di malam

7
hari baru kita bisa menjumpai warga yang ada di kampung kuta secara keseluruhan. Biasanya
warga berkumpul di malam hari walaupun hanya sekedar untuk bercengkrama. Hal itu dapat
meningkatkan rasa kebersamaan yang ada di antara warga kampung kuta. Selain itu di
kampung kuta masih terdapat budaya gotong royong. Budaya gotong royong akan terlihat
ketika ada warga yang sedang membangun rumah, hajatan atau ketika upacara adat. Khusus
setiap hari senin dan jum’at sebagaian warga di kampung kuta mengadakan ritual untuk
mengunjungi hutan keramat.

3) Artefak (Karya)

Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan,
dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat
diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud
kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu
tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Masyarakat kampung kuta berbeda
dengan masyarakat lainnya yaitu mempunyai rumah adat yang bentuknya panggung
beratapkan rumbia dan atau ijuk. Masyarakat kampung kuta masih berpegang pada keyakinan
amanat para leluhurnya dalam melestarikan rumah adat. Dalam membuat rumah bentuknya
harus persegi panjang, tidak boleh leter U ataupun leter L. Sehingga kebanyakan rumah di
kampung kuta bentuknya serupa. Yang membedakan hanyalah jendela dan barang-barang
yang ada di dalam rumah.

Kebanyakan benda-benda yang terdapat dikampung kuta adalah benda-benda


tradisional dan modern. Salah satu contoh benda tradisional yang ada di kampung kuta adalah
lesung. Lesung sudah sangat jarang ditemui pada masa sekarang. Lesung biasa digunakan
untuk menumbuk padi menjadi beras. Teknologi di kampung kuta memang sudah mulai
canggih. Walaupun rumahnya terbuat dari kayu dan berbentuk panggung, namun di rumah-
rumah warga terlihat ada kulkas, televisi, parabola, handphone, mobil, listrik, dan yang
lainnya.

Menurut koentjaraningrat (1980) ada tujuh unsur-unsur kebudayaan yang bersifat


universal atau universal cultural . Berpatokan dari ketujuh unsur–unsur kebudayaan yang
dianggap bersifat universal tersebut maka didapat uraiannya unsur–unsur kebudayaan di
Kampung Kuta adalah sebagai berikut :

1. Bahasa

Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling
berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat),

8
dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang
lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata
krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk
masyarakat.

Dalam segi bahasa, masyarakat kampung kuta sama seperti masyarakat sunda pada
umumnya. Hanya saja bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi sehari-hari di kampung
kuta adalah bahasa sunda buhun atau bahasa sunda yang masih terpelihara keasliannya.
Sedangkan wujudnya berupa lisan, tulisan, dan isyarat. Bahasa lisan digunakan dalam
kehidupan sehari-hari baik secara langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung misalnya
bertatap muka dan secara tidak langsung bisa menggunakan hand phone atau telepon
genggam.

Selain bahasa lisan, masyarakat kampung kuta juga menggunakan bahasa tulisan.
Bentuknya berupa sms atau pesan singkat melalui telepon genggam, papan pengumuman
yang ada di sepanjang jalan kampung kuta , dan beberapa arsip resmi tentang kampung kuta.
Bahasa isyarat yang digunakan di kampung kuta tidak jauh berbeda dengan bahasa isyarat
yang kita gunakan sehari-hari. Misalnya seperti melambaikan tangan untuk memanggil,
menggelengkan kepala untuk mengatakan tidak atau jangan, dan sebagainya.

2. Sistem Pengetahuan

Secara sederhana pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang
benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan. Sistem pengetahuan masyarakat kampung kuta
pada umumnya bersumber dari pendidikan formal dan warisan leluhur. Pengetahuan warga
kampung kuta yang berbeda dari masyarakat pada umumnya adalah sistem pengetahuan yang
bersumber dari warisan leluhur. Warga di kampung kuta mempelajari kitab yang diwariskan
secara turun temurun. Di dalamnya terdapat ajaran tentang dasar-dasar kehidupan seperti “4
Pedoman Hidup” yang harus dipegang agar meraih kesuksesan. Empat Pedoman itu
diantaranya adalah “Bener”, “Jujur”, “Iman”, dan “yakin”.

Selain itu, ada empat alam yang diyakini oleh warga di kampung kuta yaitu tirta, kerta,
sanghara, dan dopara. Tirta merupakan alam para wali yang telah terlewati masanya. Kerta
adalah alam “ahli ngelmu” (alam dimana setiap orang sibuk mancari ilmu) atau alam dimana
ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat. Alam kerta adalah alam yang sedang kita jalani
sekarang atau biasa kita sebut dengan kehidupan modern. Sanghara adalah alam yang ganas.
Disebut juga “Perang Katilu” atau alam Pemutuhan. Pada alam ini akan terjadi kerusakan
yang tidak bisa dibayangkan. Manusia akan terbagi kedalam dua kelompok yaitu manusia

9
yang baik dan jahat. Disebut alam pemutihan karena manusia yang baik akan jelas berbeda
dengan manusia yang jahat. Sedangkan dopara adalah alam kubur atau alam setelah kematian.

3. Organisasi Sosial

Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik
yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana
partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu
hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.

Di kampung kuta terdapan dua organisasi sosial, yang pertama adalah organisasi
pemerintahan resmi dengan struktur kepengurusan mulai dari kepala desa sampai RT dan
RW. Yang membedakan organisasi sosial di kampung kuta dengan daerah lainnya adalah
adanya Struktur Kepengurusan Adat dengan susunan mulai dari Penanggung Jawab, Ketua,
Wakil Ketua, Sekretaris, Bendahara, Kuncen, Tokoh Masyarakat, Dan Masyarakat. Meski ada
kepemimpinan resmi tetapi perananya dianggap tidak penting, karena semua keputusan
berada ditangan sesepuh kampung kuta. Setiap kebijakan yang datang dari pemerintah pusat
harus melalui sesepuh terlebih dahulu, setelah itu baru sesepuh yang memutuskan akan
diterima atau tidak kebijakan tersebut.

4) Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi

Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta


memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia
mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam
memproduksi hasil-hasil kesenian. Sistem peralatan hidup yang digunakan oleh warga di
Kampung kuta masih sederhana disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan lingkungan
disana. Misalnya untuk memenuhi kebutuhn air setiap hari, warga di kampung kuta
mengalirkan air dari gunung kerumah warga dengan menggunakan selang. Untuk bertani, alat
yang digunakan warga sama dengan para petani pada umumnya yaitu, pacul, celurit, golok,
dan yang lainnya. Sedangkan untuk teknologinya di Kampung Kuta sudah terdapat beberapa
alat elektronik yang canggih seperti kulkas, televisi, handphone, mobil, listrik dan yang
lainnya.

5) Sistem Mata Pencaharian Hidup

Mayoritas warga kampung kuta memiliki mata pencaharian bertani dan beternak.
Sehingga aktivitas warga disana kebanyakan menggarap sawah, menggarap kebun, beternak

10
dan ada sebagian warga yang berdagang. Di siang hari kampung terlihat sepi, karena hampir
semua warga pergi ke ladang untuk bertani.

6) Sistem Religi

Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam
menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul
keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini, yang juga
mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya. Sehubungan dengan itu, baik
secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari religi
atau sistem kepercayaan kepada penguasa alam semesta. Agama dan sistem kepercayaan
lainnya seringkali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama (bahasa Inggris: Religion, yang
berasar dari bahasa Latin religare, yang berarti "menambatkan"), adalah sebuah unsur
kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia.

Semua masyarakat di kampung kuta memeluk agama islam. Kepercayaan leluhur dan
agama islam berjalan beriringan. Keduanya sama-sama memerintahkan pada kebaikan dan
melarang pada kejahatan. Walaupun semua masyarakat beragama islam, tapi mereka masih
mempertahankan kepercayaaan leluhur seperti membakar menyan, memberikan sesajen,
upacara-upacara adat, memasang tolak bala di pintu, dan kepercayaan leluhur lainnya.

7) Kesenian

Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat
manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang
mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang
sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks. Warga kampung kuta sangat menjaga
warisan dari leluhurnya. Salah satu dari warisan itu adalah kesenian. Kampung kuta memiliki
lebih dari satu kesenian, diantaranya yaitu :

a. Kesenian Ibing Buhun atau Ronggeng,

Ibing buhun biasanya diiringi oleh kendang. Berbeda dengan ronggeng pada umumnya
yang menjadi penari bukanlah seorang gadis, melainkan wanita paruh baya yang telah
memiliki pengalaman. Salah satu lagu yang digunakan untuk mengiri ronggeng menari yaitu
renggong manis. Sebelu ibing buhun atau ronggeng dimainkan, terlebih dahulu diadakan
upacara adat.

b. Kesenian Gondang

11
Kesenian kondang selalu diadakan setiap kali ada hajatan. Baik itu pernikahan maupun
khitanan. Kesenian kondang diadakan di pagi buta. Ibu-ibu yang ada di kampung kuta
menumbuk padi dengan menggunakan lesung dan halu. Suara dihasilkan dari halu yang
dipukulkan ke lesung sambil menumbuk padi hingga menjadi beras.

c. Kesenian Rengkong

Kesenian ini adalah kesenian saat musim panen datang, yaitu proses memindahan atau
pengambilan padi dari sawah ketempat penyimpanan padi (leucit).

Selain kesenian di atas di Kampung Kuta juga selalu melakukan upacara adat diantaranya
adalah :

a. Babarit

Babarit disebut juga tolak bala. Setiap warga meletakkan babarit di depan pintu. Babarit
terbuat dari tanaman yang telah ditentukan kemudian dipasang di depan pintu. Tujuannya
adalah untuk menolak musibah yang akan datang ke rumah.

b. Nyuguh

Nyuguh dilakukan setiap tanggal 25 safar. Maksud dari kegiatan ini adalah memberikan
sesajen pada sancang yang berada di hutan keramat. Sancang adalah sejenis harimau jadi-
jadian. Warga di kampung kuta meyakini bahwa di hutan keramat terdapat sancang. Sancang
merupakan perwujudan dari prajurit siliwangi yang tinggal di kampung kuta. Jika upacara
adat nyuguh tidak dilakukan maka sancang yang ada di hutan keramat akan keluar dan
merusak hewan ternak yang ada di kampug kuta. Kegiatan yang dilakukan adalah membawa
sesaji ke hutan keramat kemudian disana diadakan ritual.

c. Sedekah Bumi

Sedekah bumi ini dilakukan ketika warga di kampung kuta hendak memulai aktivitas
bertani. Kegiatan ini rutin dilakukan. Tujuannya adalah untuk mensyukuri rejeki yang
didapatkan dari hasil tani. Kegiatan yang dilakukan adalah warga kampung kuta berkumpul di
satu tempat kemudian memasak dan makan bersama. Pada acara ini setiap warga harus duduk
langsung ditanah tanpa menggunakan alas kemudian memakan makanan yang telah
disediakan bersama-sama.

D. Denah Lokasi Kampung Kuta

12
Luas kampung 97 ha, mencakup 40 ha hutan lindung, permukiman, sawah, ladang,
kebun, kolam ikan, jalan, tanah lapang, gunung dan mata air keramat. Rumah-rumahnya
berjajar di tepi jalan kampung atau mengelompok pada tanah yang datar. Setiap rumah
berpekarangan luas dengan tanaman pokoknya kawung.

13
BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan

Kampung kuta merupakan salah satu kampung adat yang menjaga dengan baik adat
leluhurnya. Warga kampung kuta sangat memegang adat leluhur yang sudah berumur ratusan
tahun. Segala sesuatu yang dilakukan oleh leluhurya masih dipelihara dan dilaksanakan
sampai sekarang. Warga di Kampung Kuta memiliki kata “pamali”. Yang mana kata-kata
tersebut merupakan pantangan yang tidak boleh dilakukan oleh warga di kampung kuta. Jika
“pamali” dilanggar maka akan terjadi hal yang tidak diinginkan seperti bencana.

Di kampung kuta terdapat hutan keramat. Setiap warga yang ada disana
memiliki aturan khusus untuk mengunjungi hutan tersebut. Karena peraturan-peraturan yang
dijaga dengan baik itulah akhirnya warga disana dapat menjaga kelestarian hutan lindung,
areal pohon aren, sumber-sumber mata air, dan budaya bersih yang ada disana.

Masyarakat kampung kuta dengan kearifan tradisionalnya telah berhasil


mempertahankan kelestarin lingkungan dan budaya adat kampung kuta. Keberhasilan tersebut
telah menghantarkan masyarakat kampung kuta memperoleh penghargaan kalpataru tingkat
nassional tahun 2002. (Kategori Penyelamat Lingkungan).

B. SARAN

Kita harus menjaga kelestarian budaya yang ada di Indonesia,jangan sampai budaya
dan kearipan lokal yang ada di Indonesia terbengkalai atau terlupakan,kita sebagai warga
bangsa indonesia harus bangga dengan berbagai keberagaman budaya yang kita miliki,karna
begitu banyak bermacam macam budaya dan kearipan lokal yang ada di Indonesian salah
satunya adalah yang kita bahas di atas yaitu adalah kampung adat kuta yang kita sudah bahas
dengan berbagai tradisi kebudayaan tersendiri yang menjadi sebuah ciri khas bagi setiap
kampung adat yang ada di seluruh pelosok Indonesia.

14
DAFTAR PUSTAKA

Basrowi.2005. Pengantar Sosiologi.Bogor : Ghalia Indonesia.


Redaksi Koran Pendidikan. Diakses 27 September 2022. [Online]. Budaya. Tersedia
di http://wacana.koranpendidikan.com/view/2020/enam-strategi-mengelola-kelas-yang-
baik.html
Kemdikbud. Platform Kebudayaan. Diakses 27 September 2022. Tersedia di
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbjabar/profil-kuta-sebagai-kampung-adat/

15

Anda mungkin juga menyukai