Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

IDENTIFIKASI KAMPUNG ADAT KUTA

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


Kagaluhan

Dosen Pengampu :
Ghea Andriany Hervista, S.Pd, M.Pd.

Disusun oleh :
Nama : Tia Iqrania
NIM : 7020230019
Kelas : Reguler A

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GALUH
Jl. R. E. Martadinata No.150, Mekarjaya, Kec. Ciamis, Kabupaten Ciamis
Jawa Barat 46274
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Identifikasi Kampung Adat Kuta” ini tepat waktu tanpa ada halangan yang berarti
dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada ibu Ghea andriany hervista,
S.Pd, M.Pd. sebagai dosen pengampu mata kuliah Kagaluhan yang telah membantu
memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan saya. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Ciamis, 04 Oktober 2023

Tia Iqrania

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 1
1.3 Tujuan ............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 3
2.1 Sejarah Kampung Kuta........................................................................................ 3
2.2 Tradisi Adat Kampung Kuta ................................................................................ 4
2.3 Seni Adat Kampung Kuta .................................................................................... 7
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 11
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 11
3.2 Saran .................................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 12
LAMPIRAN ....................................................................................................... 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan yang tidak hanya kaya akan
flora dan fauna tetapi juga kaya akan kebudayaannya. Kekayaan budaya
Indonesia bisa kita lihat dari semboyan Indonesia Bhinneka Tunggal Ika yang
berarti berbeda-beda namun tetap satu jua. Dengan demikian sudah tidak
diragukan lagi jika keanekaragaman suku dan ras yang ada di Indonesia menjadi
daya tarik tersendiri yang dimiliki Indonesia.
Keberagaman suku yang ada di Indonesia ini tidak lain merupakan hasil
dari peninggalan nenek moyang yang telah berusaha keras membangun
peradaban. Warisan budaya bangsa Indonesia yang tertuang dalam berbagai
bentuk baik berupa artefak maupun tradisi yang terungkap dalam masyarakat
adat harus diapresiasi agar lebih mampu menghayati makna warisan budaya
tersebut. Peradaban inilah yang kemudian melahirkan ciri khas dari masing-
masing suku yang ada di Indonesia. Setiap suku membuat peradabannya
masing-masing, membuat perkampungan masing-masing yang pasti akan
berbeda antara satu kampung dengan kampung yang lain, baik dari tradisi,
upacara adat maupun bahasa yang digunakan.
Di Jawa Barat sendiri sedikitnya terdapat delapan perkampungan suku
Sunda yang memiliki keunikan masing-masing. Salah satunya yaitu Kampung
Adat Kuta yang terletak di Desa Karangpaningal Kecamatan Tambaksari
Kabupaten Ciamis.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah Kampung Adat Kuta di Desa Karangpaningal
Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis?
2. Bagaimana tradisi Kampung Adat Kuta di Desa Karangpaningal Kecamatan
Tambaksari Kabupaten Ciamis?
3. Bagaimana seni yang ada di Kampung Adat Kuta di Desa Karangpaninggal
Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis?

1
1.3 Tujuan
1. Mengetahui sejarah Kampung Adat Kuta di Desa Karangpaningal
Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis.
2. Mengetahui tradisi Kampung Adat Kuta di Desa Karangpaningal
Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis.
3. Mengetahui seni Kampung Adat Kuta di Desa Karangpaningal Kecamatan
Tambaksari Kabupaten Ciamis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Kampung Kuta


Nama Kuta sendiri merupakan serapan dari kata Mahkuta/Mahkota atau
kepangkatan. Sebab menurut sesepuh adat Kuta, banyak sekali orang memiliki
pangkat tertentu setelah sebelumnya tinggal di sana, atau setidaknya pernah
berkunjung dan melakukan ziarah ke makam keramat yang berada di sana. Pada
awalnya, Kampung Adat Kuta ini merupakan tempat yang akan menjadi lokasi
pendirian Kerajaan Galuh pada masa Prabu Permadikusuma. Namun,
dikarenakan lokasi yang tidak strategis dan luas yang tidak memadai, akhirnya
pendirian Kerajaan Galuh tersebut dibatalkan dan dialihkan ke daerah lain.
Meskipun begitu, masyarakat adat Kuta meyakini beberapa alat dan
peninggalan bahan untuk pendirian Kerajaan Galuh masih ada di daerah
tersebut.
Kampung Adat Kuta atau bisa disebut juga dengan Kampung Seribu
Pantangan ini dijadikan sebagai kampung adat karena masyarakatnya masih
berpegang teguh pada hukum-hukum dan norma-norma tradisional. Contoh dari
norma yang berlaku yaitu Seperti dalam hal membangun rumah yang tidak
boleh menggunakan material bangunan modern sedangkan hukum tradisional
yaitu penerapan budaya pamali dikalangan masyarakat Kampung Adat Kuta
yang telah diwariskan nenek moyang secara turun temurun. Implementasi dari
keteguhan atas hukum-hukum dan norma-norma ini terlihat dalam kehidupan
sehari-hari masyarakatnya baik dalam bertutur kata maupun dalam tingkah laku
yang berkaitan dengan sesama manusia atau dengan alam sekitar.
Menurut tuturan dari beberapa sumber dikatakan bahwa pada awal
pendirian kerajaan Galuh, ada seorang raja bernama Prabu Ajar Sukaresi (Raja
Prabu Permanadikusuma) yang sedang mengembara lengkap dengan para
pengawal yang berpengalaman. Pengembaraan tersebut dilakukan dengan
maksud mencari daerah yang cocok untuk mendirikan pusat pemerintahan
kerajaan. Singkat cerita tibalah sang raja dan para pengawalnya di sebuah
sungai yang bernama Cijolang. Di seberang sungai tersebut terdapat sebuat

3
tempat yang menarik perhatian sang Raja dan menurutnya tempat tersebutlah
yang selama ini mereka cari. Tanpa menunggu waktu yang lama Prabu Ajar
Sukaresi lantas memerintahkan para pengawalnya itu untuk beristirahat dan
membangun tempat peristirahatan sementara di tempat tersebut, sedangkan
sang Prabu menyeberang sungai untuk memeriksa sendiri keadaan tempat di
seberang sungai itu. Setelah memeriksa, sang prabu segera memerintahkan para
pengawalnya untuk segera membongkar kembali tempat peristirahatannya dan
segera menyebrangi sungai untuk mulai mempersiapkan daerah yang akan
didirikan pusat kerajaan tersebut. Tempat peristirahatan sang Prabu dan para
pengawalnya kini dikenal dengan sebutan dodokan yang artinya daerah bekas
tempat duduk atau peristirahatan raja. Suatu hari Prabu Sukaresi mulai
berkeliling di daerah tersebut dan mulai merasa kalau tempat tersebut sepertinya
tidak bisa menjadi pusat kerajaan, karena terdapat tebing-tebing yang
mengelilinginya. Dengan begitu Prabu Sukaresi memerintahkan para
pengawalnya untuk membatalkan dan meninggalkan tempat tersebut padahal
segala persiapan telah dilaksanakan untuk membangun pusat kerajaan tersebut.
Tempat tersebut sekarang menjadi sebuah kampung yang disebut Kampung
Adat Kuta. Nama tersebut diambil karena letaknya tadi yang dikelilingi oleh
tebing atau kuta dalam Bahasa Sunda.

2.2 Tradisi Adat Kampung Kuta


Bagi warga kampung adat kuta adalah warisan leluhur yang begitu
penting sehingga kemurniannya harus senantiasa dijaga. Bahkan menurut ketua
Adat, jika ada warga yang berniat untuk tinggal dan menetap di luar Kuta, yang
bersangkutan juga akan tetap mempertahankannya.
Mata pencaharian penduduk Kampung Kuta ialah Bertani. Adapun
kegiatan ekonomi yang menjadi andalan mereka cukup bervariasi antara lain
sebagai perajin gula aren, perajin anyaman bambu, Bertani, berternak dan jenis
pekerjaan lain yang sesuai dengan keadaan lingkungannya. Pembuatan gula
aaren menjadi mata pencaharian Sebagian besar penduduk sehingga produksi
gula aren dapat dianggap sebagai produk unggulan di Kampung Kuta.

4
Kampung ini dikategorikan sebagai kampung adat, karena mempunyai
kesamaan dalam bentuk dan bahan fisik bangunan rumah, adanya ketua adat,
dan adanya adat istiaadat yang mengikat masyarakatnya. Salah satu warisan
ajaran leluhur yang mesti dipatuhi Masyarakat Kuta adalah Pembangunan
rumah. Bila dilanggar, warga Kuta berkeyakinan, musibah atau marabahaya
bakal melanda kampung mereka. Aturan adat menyebutkan rumah harus
berbentuk panggung dengan ukuran persegi Panjang. Atap rumah pun harus dari
bahan rumbia atau injuk. Runah tersebut berbentuk panggung dengan tinggi 50-
60 sentimeter di atas permukaan tanah. Bentuk rumah persegi Panjang, rata-rata
berukuran 6x10 meter. Warga kampung kuta mempertahankan ini karena
mematuhi leluhur yang melarang membangun rumah tembok beratap genteng.
Kampung Kuta merupakan Masyarakat adat yang masih teguh
memegang dan menjalankan tradisi dengan pengawasan kuncen dan ketua adat.
Kepercayaan terhadap larangan dan adanya mahluk halus atau kekuatan gaib
masih tampak pada pandangan mereka terhadap tempat keramat berupa hutan
keramat. Hutan keramat tersebut sering didatangi oleh orang-orang yang ingin
mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan hidup. Hanya saja, di hutan keramat
tersebut tidak boleh meminta sesuatu yang menunjukkan ketamakan seperti
kekayaan. Untuk memasuki wilayah hutan keramat tersebut diberlakukan
sejumlah larangan, yakni larangan memanfaatkan dan merusak sumber hutan,
memakai baju dinas, memakai perhiasan emas, memakai baju hitam-hitam,
membawa tas, memakai alas kaki, meludah, dan berbuat gaduh. Bahkan untuk
memasuki hutan Keramat ini pun tidak boleh memakai alas kaki, Tujuannya
agar hutan tersebut tidak tercemar dan tetap Lestari. Oleh karena itu, kayu-kayu
besar masih terlihat kokoh di Leuweung Gede. Selain itu, sumber air masih
terjaga dengan baik. Di pinggir hutan banyak mata air yang bersih dan sering
digunakan untuk mencuci muka. Masyarakat Kampung Kuta mengenal hutan
Karamat. Dipandang dari sudut etimologis, Kampung Kuta berarti kampung
atau dusun yang dikelilingi “kuta” atau penghalang berupa tebing. Menurut
cerita yang beredar pada masyarakat setempat, dahulu kala tebing itu berfungsi
sebagai penghalang serangan musuh dari luar, Ketika Kampung kuta akan
dijadikan sebuah Kerajaan oleh Prabu Ajar Sukaresi. Kisah tentang sepak

5
terjang sang Prabu yang menjadi penguasa di Kampung Kuta sangat
berpengaruh kepada warganya di kemudian hari. Sikap sang Prabu yang peduli
pada lingkungan itu diteruskan kemudian oleh Ki Bumi yaitu seorang utusan
Kerajaan Cirebon yang ditugaskan untuk membantu masyarakat Kampung Kuta
menjaga wilayah peninggalan Prabu Ajar Sukaresi. Konon, semula Prabu Ajar
Sukaresi bermaksud membangun istana di wilayah tersebut, akan tetapi batal
karena lokasi yang ditetapkam berada di tengah-tengah perbukitan. Sementara
itu bahan-bahan material yang berupa kayu, semen, batu dan bata bahkan besi
sudah terkumpul hingga akhirnya tertimbun tanah dan berubah menjadi sebuah
bukit kecil. Kini lokasi tersebut berubah menjadi hutan yang dipercaya warga
setempat sangat keramat.
Kawasan hutan keramat boleh dikunjungi oleh orang-orang yang
bermaksud mencapai keselamatan, ketenangan hati, kehamonisan rumah
tangga, selain meminta harta kekayaan atau maksud-maksud lain dengan
meminta bantuan “kuncen” sebagai pemangku adat yang dipercaya mampu
berhubungan dengan leluhur yang tinggal di hutan keramat. Kuncen dianggap
sebagai penjaga hutan keramat, dan dapat menjadi penghubung antara
penunggu hutan keramat dengan orang-orang yang mempunyai maksud. Di
wilayah hutan itu ditabukan untuk menyelenggarakan kegiatan duniawi dan
dilarang untuk memanfaatkan segala sumber daya dari hutan. Segala sesuatu
dibiarkan secara alami, masyarakat dilarang
menebang pohon bahkan memungut ranting pun tidak diperkenankan. Jika
melanggar tabu atau larangan itu, maka orang tersebur akan mendapatkan
sanksi berupa malapetaka.
Larangan-larangan lain yang berlaku di luar wilayah hutan keramat tapi
masih termasuk wilayah Kampung Kuta pun wajib dipatuhi, seperti larangan
membangun rumah dengan atap genting, larangan mengubur jenazah di
Kampung Kuta, larangan memperlihatkan hal-hal yang bersifat memamerkan
kekayaan yang bisa menimbulkan persaingan, larangan mementaskan kesenian
yang mengandung lakon dan cerita, misalnya wayang. Larangan-larangan
tersebut apabila dilanggar diyakini oleh masyarakat akan menyebabkan celaka
bagi mereka yang melanggarnya. Norma adat dan agama memiliki intensitas

6
dan “kekuatan” yang seimbang sebagai pedoman dalam melangsungkan
kehidupan secara keseluruhan. Keunikan lainnya, warga Kampung Kuta sangat
dilarang membuat sumur. Air untuk keperluan sehari-hari harus diambil dari
mata air. Larangan para leluhur mungkin ada benarnya. Ini lantaran kondisi
tanah yang labil di kampung ini dikhawatirkan dapat merusak kontur tanah.
Terutama membuat sumur dengan cara menggali atau mengebor tanah.
Kedekatan masyarakat kampung adat dengan alam tidak hanya itu saja
setiap tahunnya masyarakat kampung Kuta mengadakan Upacara Adat nyuguh.
Upacaea Adat Nyuguh ini merupakan suatu upacara ritual tradisional Adat
Kampung Kuta Kec. Tambaksari Kabupaten Ciamis yang selalu dilaksanakan
pada tanggal 25 shapar pada setiap tahunnya. Upacara ini bertujuan sebagai
persembahan bentuk Syukur kepada Tuhan dan bumi yang telah memberikan
pangan bagi masyarakat Kampung Kuta.
Kampung adat ini dihuni masyarakat yang hidup dilandasi kearifan
lokal. Dengan memegang teguh budaya, dan pelestarian lingkungan dengan
berpegang teguh kepada semboyan Leuweung ruksak, Cai Beak, Anak Incu
Balangsak.

2.3 Seni Adat Kampung Kuta


Seni yang terdapat di Kampung Kuta ini adalah seni terebang, seni
ronggeng gunung, seni dogdog, seni ngibing, serta terdapat kerajinan-kerajinan
tangan seperti anyaman bilik, anyaman tas kamuti dari daun gebang, ulekan,
sinduk, tempat nasi (boboko), nampan (baki), topi petani.
1. Seni terebang
Kesenian Terebang tumbuh dilingkungan Masyarakat dan
lingkungan masyarakat dan diakui sebagai kesenian Rakyat kesenian
rakyat, kesenian terebang disebut juga dengan Terebang gede,
Terebang gebes, Terebang ageung di Desa Karangpaninggal
Kecamatan Tambaksari masih mengadakan upacara untuk
menghindari malapetaka dengan mengadakan kesenian terebang
yang khas dan unik yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Dengan bergesernya kesenian terebang menjadi hiburan yang lebih

7
luas maka kesenian tersebut mengalami perubahan alat music dan
lagu-lagu nya, penambahan alat musik seperti kendang, terompet,
goong bahkan alat music modern seperti organ dan gitar lagu yang
asalnya bernafaskan Islam bergeser menjadi lagu rakyat seperti lagu
botol kecap, tepang sono, buah kawung, ayun ambing, kukupu hiber
juga menjadi lagu pop Sunda seperti lagu botol kecap.
2. Ronggeng gunung
Untuk kesenian ronggeng gunung ini untuk di desa
Karapaninggal ini khususnya di kampung kuta sudah tidak ada, pada
awalnya ada. Namun seiring waktu kesenian ronggeng gunung pun
punah.
Kesenian ronggeng gunung berkembang di Banjarsari Ciamis,
Ronggeng Gunung, sebenarnya masih dalam koridor terminologi
ronggeng secara umum, yakni sebuah bentuk kesenian tradisional
dengan tampilan seorang atau lebih penari. Biasanya, dilengkapi
dengan gamelan dan nyanyian atau kawih pengiring. Penari utama,
seorang perempuan, dilengkapi sebuah selendang. Fungsi selendang,
kadang untuk kelengkapan dalam menari. Tapi juga bisa untuk
“menggaet” lawan biasanya laki-laki untuk menari bersama dengan
cara mengalungkannya.
Untuk pola gerak Ronggeng Gunung, dipandang menjadi akar
ronggeng pakidulan, nayaga yang mengiringinya (penabuh gamelan)
cukup tiga orang. Hanya dengan bonang, gong, dan kendang, dan
sejumlah lelaki yang mengelilingi penari, Ronggeng Gunung sudah
bisa digelar. Biasanya, lelaki yang mengelilingi penari itu punya ciri
khas, bagian kepala ditutup menggunakan sarung. Sehingga yang
terlihat hanya bagian mukasaja. Lagu yang dilantunkan penari
ronggeng pun sangat unik dan khas. Para pengamat seni menilai
alunan suaranya sangat spesifik. Dan tidak ditemukan dalam kawih
atau tembang Sunda lain.

8
Bagi masyarakat Ciamis selatan, kesenian ronggeng gunung
pada masa jayanya bukan hanya merupakan hiburan. Kesenian
tersebut sekaligus menjadi pengantar upacara adat.
3. Seni dogdog
Dogdog merupakan alat musik yang terbuat dari kayu bulat,
tengahnya diberi rongga, namun pada kedua ujung ruasnya
mempunyai bulatan diameter yang berbeda kurang lebih 12 -15cm,
dengan panjang 90cm. pada ujung bulatan yang paling besar ditutup
dengan kulit kambing yang telah dikeringkan dan diikat dengan
bamboo melingkar yang dipasangkan untuk menyetel suara atau
bunyi. Suara yang dihasilkan berbunyi dog dog dog (dalam telinga
orang sunda). Oleh karena iru alat ini diberi nama dog dog.
Seni dog dog di kampong kuta pernah mendapat penghargaan
pada tahun 2002, memenagkan perlombaan seni, yang bertepatan
diberikannya kalpataru kepada kampong kuta sebagai penghargaan
atas kampung yang menjaga lingkungan nya dengan baik.
4. Ngibing
Seni ngibing merupakan seni tari yang biasa dilakukan oleh
masyarakat sunda dan juga yang dilakukan oleh masyarakat
kampong kuta. Biasanya dilakukan atau ditampilkan pada saat
upacara adat, hajatan, pernikahan, acara perayaan atau pun
memperingati sesuatu karena ungkapan rasa bahagia.
5. Tas kamuti
Merupakan salah satu kerajinan tangan dari masyarakat
kampung kuta. Biasanya dijadikan cendra mata yang merupakan
cirri khas kampong kuta dan juga dijual di luar kampong kuta,
biasanya mendapat pesanan dari luar kota bisa mencapai 100-200.
Tas kamuti terbuat dari daun gebang yang diambil dari hutan
di banjar. Tas ini memiliki keunikan karena dibuat dalam satu dahan
dan hanya menjadi 1 tas saja setiap dahannya. Serta dalam
pembuatannya dahan tidak terputus dengan daun dan menyambung
terus hingga membentuk sebuah tas.

9
6. Bilik anyaman
Bilik anyaman merupakan salah satu kerajinan tangan
masyarakat kampung kuta. Pada awalnya pembuatan bilik anyaman
ini digunakan ,untuk membangun rumah mereka, namun seiring
waktu potensi masyarakat kampong kuta mulai terlihat sehingga
kerajinan bilik anyaman menjadi salah satu mata pencaharian untuk
dijual. Tidak ada arti khusus dari lajur anyamannya. Bilik anyaman
ini digunakan untuk membangun rumah masyarakat kampung kuta,
namun tidak menutup kemungkinan juga masyarakat membeli bilik
anyaman dari pengrajin yang lain.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kampung Kuta dikenal sebagai Kampung adat. Ada tiga hal yang
setidaknya melekat pada Kampung Kuta hingga selanjutnya dijuluki sebagai
kampung adat. Pertama adalah bahan dan bentuk bangunan rumah tinggal
penduduknya sama. Kedua, adat istiadatnya masih kental. Ketiga, ada ketua
adat yang mengendalikan jalannya adat istiadat. Masyarakat di Kampung Adat
Kuta sangat mempercayai aturan-aturan dan norma yang diwariskan oleh
leluhur mereka. Seperti percaya terhadap makhluk gaib/makhluk halus, percaya
terdapat tempat-tempat keramat, mempunyai beberapa aturan adat dan tabu
(pamali) yang harus ditaati serta percaya.

3.2 Saran
Kampung Kuta ini sangat amat dijaga warisannya dari para leluhur akan
tetapi kita harus lebih waspada kepada para wisatawan yang ingin berkunjung
melihat kampung kuta ini untuk bisa sama-sama saling menjaga, menghargai,
dan menghormati apa yang sudah menjadi aturan.

11
DAFTAR PUSTAKA

https://pdfcoffee.com/makalah-kp-kuta-pdf-free.html

https://setiajipamungkas.wordpress.com/2011/11/27/lampung-kuta/

https://telusuri.id/cerita-dari-kampung-adat-kuta-ciamis/

12
LAMPIRAN

13

Anda mungkin juga menyukai