Anda di halaman 1dari 14

PERBEDAAN BUDAYA

PENDIDIKAN PANCASILA

Di susun Oleh :
Mohamad Danial (24622006)

Dosen :
Linawati Handayani. SE.,MM

PROGRAM STUDI AKADEMI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
AKADEMI FARMASI PERSADA KOTA SUKABUMI
SUKABUMI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
Pemberian kompensasi. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang di
berikan dalam mata kuliah Pendidikan Pancasila di Akfar Persada Sukabumi.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami
miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak
yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik.

Sukabumi,21 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang ...................................................................................... ......1

I.2 Rumusan Masalah ................................................................................. I.3

I.3Tujuan...........................................................................................................

BAB II. PEMBAHASAN

Pengertian Budaya Nelayan ........................................................................... II.2

Perbedaan Budaya hari nelayan ................................................................ II.3

Contoh Budaya Hari Nelayan

BAB III. PENUTUP

Kesimpulan .................................................................................................. III.2

Saran ............................................................................................................ III.3

Penutup

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG


Kebudayaan merupakan sesuatu yang turun-temurun dari satu generasi ke
generasi yang lain, menurut Edward Tylor berpendapat, bahwa kebudayaan
merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang di dapat seseorang sebagai anggota
masyarakat. Menurut Ratna Nyoman Kutha, kebudayaan adalah Sastra dan
Cultural Studies. Sementara Parsudi Suparlan secara lebih spesifik
menjelaskan bahwa kebudayaan merupakan cetak biru bagi kehidupan, atau
pedoman bagi kehidupan masyarakat, yaitu merupakan perangkat-perangkat
acuan yang berlaku umum dan menyeluruh dalam menghadapi lingkungan
untuk pemenuhan kebutuhan para warga masyarakat pendukung kebudayaan
tersebut. Menurut Suparlan Parsudi Tradisi adalah sesuatu yang sulit berubah
karena sudah menyatu dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu,
tampaknya tradisi sudah terbentuk sebagai norma yang di bakukan dalam
kehidupan masyarakat. Menurut Ghazali, Upacara adat erat kaitannya dengan
ritual keagamaan yang di lakukan oleh masyarakat berdasarkan kepercayaan
yang dianutnya, kepercayaan inilah yang mendorong manusia untuk
melakukan berbagai tindakan bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib
penguasa alam melalui ritual adat yang di rasakan oleh masyarakat sebagai
saat-saat yang bisa membawa bahaya, kesengsaraan, penyakit kepada manusia
dan tanaman.
Menurut Koentjaraningrat, Adat istiadat adalah bentuk kebudayaan yang
terlihat. Yang termasuk dalam adat istiadat ialah tata krama masyarakat,
upacara tradisional, baik yang berkaitan dengan siklus hidup seseorang
maupun dengan berbagai peristiwa alam, hingga cara berpakaian, bekerja dan
mengolah makanan. Upacara adat adalah tradisi masyarakat tradisional yang

1
masih dilakukan secara turun menurun yang dianggap memiliki nilai-nilai
yang masih relevan bagi kebutuhan masyarakat. Salah satu masyarakat yang
masih mempertahakan tradisi upacara adat ini adalah masyarakat
Pelabuhanratu, kabupaten Sukabumi, provinsi Jawa Barat . Upacara adat labuh
saji yang dilaksanakan oleh masyarakat nelayan pesisir pantai Palabuhanratu
sebagai ungkapan rasa syukur kepada Sang Hyang Widi yang memberikan
kesejahteraan dalam kehidupan mereka.
Unsur-unsur yang terkandung di dalam upacara tradisional adalah bersaji,
berkorban, bertapa dan berdo’a. Masyarakat nelayan pesisir Pelabuhanratu
dahulu mempersiapkan sesaji dengan menyembelih kerbau yang kepalanya
akan dilarungkan ke laut dan mempersiapkan perlengkapan-perlengkapan
seperti bale lancuran, balandongan, kolek sajen, jampana anjung meru,
jampana matur, saung talu, hanjuang siang, pucuk, parukuyan, wawadahan
dan busana. Atraksi wisata adalah daya tarik dari suatu objek pariwisata
ataupun hasil kesenian suatu daerah tertentu yang dapat menarik wisatawan
atau turis asing untuk berkunjung ketempat wisata tersebut. Upacara adat ini
dilaksanakan setiap tahun sekali bertujuan untuk melestarikan tradisi upacara
adat labuh saji dan juga untuk mengembangkan potensi wisata yang ada di
Pelabuhanratu. Pernyataan tersebut senada dengan pendapat Koentjaraningrat
(2002: 378)

I.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang yang sudah diuraikan sebelumnya, peneliti membuat
rumusan dari penelitian ini, yaitu: mencari perbedaan budaya hari nelayan di
Palabuhanratu kabupaten sukabumi dengan hari nelayan di daerah pantai
ujung pandaran kabupaten kotawaringin timur

I.3 Tujuan
Menjelaskan tentang perbedaan budaya hari nelayan di Palabuhanratu
kabupaten sukabumi dengan hari nelayan di daerah pantai ujung pandaran
kabupaten kotawaringin timur

2
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Budaya Nelayan


Sebagai suatu kesatuan sosial, masyarakat nelayan hidup, tumbuh, dan
berkembang di wilayah pesisir atau wilayah pantai. Dalam konstruksi sosial
masyarakat di kawasan pesisir, masyarakat nelayan merupakan bagian dari
konstruksi sosial tersebut, meskipun di sadari bahwa tidak semua desa-desa di
kawasan pesisir memiliki penduduk yang bermatapencaharian sebagai nelayan
Walaupun demikian, di desa-desa pesisir yang sebagian besar penduduknya
bermatapencaharian sebagai nelayan, petambak, atau pembudidaya perairan,
kebudayaan nelayan berpengaruh besar terhadap terbentuknya identitas
kebudayaan masyarakat pesisir secara keseluruhan (Ginkel, 2007). Baik nelayan,
petambak, maupun pembudidaya perairan merupakan kelompok-kelompok sosial
yang langsung berhubungan dengan pengelolaan sumber daya pesisir dan
kelautan.

II.2 Perbedaan Budaya hari nelayan di Palabuhanratu kabupaten sukabumi


dengan hari nelayan di daerah pantai ujung pandaran kabupaten kotawaringin
timur
Nelayan Palabuhanratu dalam menyambut hari nelayan menggelar ritual
adat istiadat yakni Larung Saji atau menabur sesajen ke Laut Selatan sebagai
ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT. Kegiatan yang di lakukan oleh ribuan
nelayan di Palabuhanratu tersebut mengerahkan ratusan kapal perahu tradisional
untuk mengiring sesaji yang sudah dipersiapkan oleh sesepuh ada di
Palabuhanratu khususnya di Desa Jayanti. Adapun barang-barang yang dibuat
menjadi sesajen adalah satu kepala kerbau, ayam bakakak, buah-buahan, uang dan
hasil bumi lainnya tersebut di bawa ke tengah laut dan dihanyutkan.
Sedangkan budaya untuk di daerah pantai ujung pandaran kabupaten
kotawaringin timur adalah melarung atau menhanyutkan miniatur perahu nelayan
yang di isi 41 jenis kue tradisional.

3
II.3 Contoh Budaya Hari Nelayan

4
5
6
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Kebudayaan merupakan salah satu warisan budaya dari pada nenek
moyang yang sampai sekarang masih di lestarikan oleh masyarakat. Larung saji
merupakan warisan budaya dari nenek moyang nuntuk para seniman yang sudah
memberikan kreatifitas. Pada umumnya, prosesi tersebut memakan waktu 7 hari.
Dikarenakan persiapan yang sangat mendetail guna kesempurnaan dalam
kelangsungan upacara tersebut. Prosesi jalannya Upacara Larung saji ini di mulai
dari sehari sebelum kegiatan inti esok harinya, malam harinya di adakan kegiatan
selametan yang di pimpin langsung oleh Bapak Camat beserta seorang pemuka
agama. Setelah selesai selametan, acara berikutnya yaitu memasang pranata sesaji
ke dalam perahu-perahu kecil yang sudah di siapkan dalam prosesi upacara untuk
keesokan harinya di larungkan oleh masyarakat ke laut.
Tradisi upacara ritual larung saji ini mengandung makna sebagai
pengungkapan rasa Syukur kepada Allah atas nikmat yang di berikan melalui laut.
Karena secara tidak langsung penerimaan, penjagaan, serta pelestarian dapat
terwujud di dalamnya. Sehingga, kegiatan ini dapat menjaga keseimbangan alam
agar tidak terjadi hal-hal negatif yang tidak di inginkan.
Melalui tradisi upacara ritual larung saji telah mampu mengumpulkan
semua masyarakat Desa menjadi satu, banyaknya masyarakat yang mengikuti
Tradisi ini maka solidaritas diantara mereka sebagai kesatuan kelompok atau
komunitas terjaga. Keseimbangan sosial pun juga dapat tercipta setidaknya dari
situasi rukun yang terjalin oleh partisipan Tradisi tersebut. Dengan berkumpul
seperti ini maka solidaritas yang terbentuk dapat terjaga dengan harmonis. Secara
ekonomi dapat meningkatkan pemasukan warga sekitar, karena warga tidak hanya
menyaksikan meriahnya acara Larung Saji tetapi juga menggunakan kesempatan
tersebut untuk berjualan makanan, cemilan, minuman atau makanan. Dari
kalangan pejabat pemerintahan pun ikut menyaksikan dan mengikuti Upacara
Larung Saji. Bahkan bisa juga sampai menarik perhatian ke mancanegara.

7
III.2 SARAN
Apapun yang di lakukan mengenai ritual Petik Laut, hendaknya mereka
bias lebih mengarahkan kepada ritual yang berupa positif dan bukan hal yang
berbau mistis agar orang yang belum memahami tentang ritual ini tidak salah
paham mengenai apa dan untuk apa ritual ini di lakukan.
Ritual yang di lakukan harusnya lebih memiliki dampak yang positif bagi
seluruh masyarakat yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dalam ritual
tersebut. Walaupun memang sesungguhnya dampak negatif sedikit banyak pasti
ada, tetapi usahakanlah untuk memiliki lebih banyak dampak yang positif
sehingga banyak masyarakat yang bisa mengambil hikmah dari ritual yang
mereka lakukan.
Sebagai makhluk yang di berikan kelebihan berupa kepandaian untuk
mempelajari hikmah-hikmah yang dapat di ambil dalam berbagai kegiatan yang di
lakukan, baik itu dalam keluarga maupun masyarakat, maka sebaiknya di coba
untuk tidak menghukumi bahwa kegiatan ini hukumnya haram ataupun
menyimpang dari ajaran agama islam, tetapi sebaiknya di mengerti dahulu apa isi
dan makna yang terkandung di dalam ritual ini yang juga mengusung berbagai
kegiatan islami dan juga tidak lupa untuk meminta keselamatan dari Tuhan Yang
Maha Esa.
Ritual yang di lakukan merupakan sebuah ritual untuk melestarikan
kebudayaan yang di bawa oleh nenek moyang mereka. Maka sebaiknya di dalam
ritual ini, warga masyarakat tidak mengotori dengan berbagai perbuatan yang
tidak terpuji

III.3 PENUTUP
Dengan ucapan syukur, alhamdulilahi rabbil ‘alamin yang tiada batasnya,
atas rahmat yang telah Allah SWT. Berikan kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari akan banyaknya
keterbatasan, sehingga uraian makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun dari semua pihak yang membaca
sangat penulis harapkan demi proses menuju kesempurnaan yang lebih lanjut

8
makalah ini. Tak lupa pula shalawat serta salam yang tak pernah henti-hentinya
penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Yang karena
jasanya telah membawa kita menuju jalan yang di ridhoi oleh Allah SWT. Kepada
para pembaca, penulis ucapkan terima kasih karena telah meluangkan waktunya
untuk membaca hasil karya penulis. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis, juga bagi para pembaca sehingga dapat mengambil pelajaran yang positif
dari makalah ini. Semoga Allah senantiasa memberikan kita ridhonya.

9
DAFTAR PUSTAKA
Ratna Nyoman Kutha. Sastra dan Cultural Studies: Respresentasi Fiksi dan
Fakta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2005

Suparlan Parsudi. Kebudayaan, Masyarakat, dan agama: agama sebagai


Sasaran Penelitian Antropologi.

Majalah Ilmu-ilmu Sastra Indonesia (Indonesian Journal Cultural Studies)


Juni jilid X nomor 1 1981/82. Jakarta Fakultas Sastra Indonesia.

Ghazali. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang


: badan Penerbit UnIversitas Diponegoro 2011.hlm .31-33

Koentjaraningrat. Ritus Peralihan Di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,


1985. hal 243-246

Koentjaraningrat (2002: 378)

Aditya A Rohman (2002)

Ginkel, 2007

Norjani 2019

Edward Tylor 2003

10
Apa yang menjadi kendala bagi bangsa Indonesia untuk menjadi Negara maju ?

Kalo di lihat dari segi pendidikan, di Negara kita tericnta ini masih banyak
orang orang dengan mayoritas berpendidikan rendah, hal tersebut di pengaruhi
karena masalah perekononomian di Indonesia yang belum sejahtera sehingga
mengakibat benyaknya pengangguran dimana dimana yang berdampak
banyaknya perusahan perusahan besar yang mempekerjakan warga Negara asing.
sedangkan untuk menjadi Negara maju harus memiliki kualiatas pendidikan yang
lebih dan bermutu.

11

Anda mungkin juga menyukai