Anda di halaman 1dari 14

Kebudayaan Maritim : Definisi, Wujud, Unsur-unsur

Budaya Maritim, dan Fungsi Sosialnya

KELOMPOK 3

J011201003 A. Fadhilah Putri Zakiyah J011201027 Sisilia Bobolangi

J011201009 Azzahra Dhaifatul Azizah J011201033 Lea Jeane Manggalatung

J011201015 Febby Valerie Jacob J011201039 Nurul Annisa Rachman

J011201021 Ni Made Egira Dwi Cahyani

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

NOVEMBER 2020
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan berkah dan
izinnya, makalah tentang “Kebudayaan Maritim : Definisi, Wujud, Unsur-unsur
Budaya Maritim, dan Fungsi Sosialnya” dapat penulis selesaikan dengan waktu yang
telah ditentukan sebelumnya.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan rasa terima kasih yang
tak terhingga kepada semua pihak yang telah turut membantu dalam penyusunan
makalah ini. Semoga bantuan dan bimbingan yang telah diberikan kepada kami
mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Disebabkan oleh keterbatasan ilmu yang dimiliki oleh penulis, makalah ini
jauh dari sempurna. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat khususnya
bagi penulis dan umumnya bagi pembaca yang sedang membutuhkan informasi
mengenai pembahasan makalah ini.

Makassar, November 2020

Penulis

ii
Daftas Isi

Kata Pengantar………………………………………………………………………………..ii
Daftar Isi……………………………………………………………………………………..iii
BAB I......................................................................................................................................4
Pendahuluan........................................................................................................................4
A. Latar belakang.........................................................................................................4
B. Rumusan masalah....................................................................................................5
C. Tujuan.....................................................................................................................5
BAB II....................................................................................................................................6
Pembahasan.........................................................................................................................6
A. Definisi....................................................................................................................6
B. Wujud.....................................................................................................................6
C. Unsur-unsur budaya maritim dan fungsi sosialnya............................................7
Daftar Pustaka.......................................................................................................................13

iii
BAB I

Pendahuluan

A. Latar belakang
Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki pantai terpanjang di dunia, dengan
garis pantai 81.000 km. Dari 67.439 desa di Indonesia, kurang lebih 9.261 desa
dikategorikan sebagai desa pesisir. Sebagian besar penduduknya berada dalam
kemiskinan. Desa-desa pesisir adalah kantong-kantong kemiskinan struktural yang
potensial. Kesulitan mengatasi masalah kemiskinan di desa-desa pesisir telah
menjadikan penduduk di kawasan ini harus menanggung beban kehidupan yang tidak
dapat dipastikan kapan masa berakhirnya. Kerawanan di bidang sosial-ekonomi
dapat menjadi lahan subur bagi timbulnya kerawanan-kerawanan di bidang
kehidupan yang lain (Kusnadi, 2002 : 1).

Pada dasarnya para nelayan dalam mencari ikan di laut biasanya berlayar
menelusuri pantai, terutama dekat teluk. Dimana pada musim-musim tertentu
kawanan ikan akan mencari tempat yang tenang untuk bertelur, dan pada waktu
inilah nelayan memperoleh musim yang baik untuk menangkap ikan. Namun
sebaliknya pada waktu-waktu tertentu ikan-ikan tersebut akan sulit dijumpai karena
ikan-ikan tersebut mencari tempat yang lebih dalam karena perubahan suhu, cuaca
dan lain sebagainya (Koentjaraningrat, 1982:32).

Sebagain besar kategori sosial nelayan Indonesia adalah nelayan tradisional dan
nelayan buruh. Mereka adalah penyumbang utama kuantitas produksi perikanan
tangkap nasional. Walaupun demikian, posisi sosial mereka tetap marginal dalam
proses transaksi ekonomi yang timpang dan eksploitatif sehingga pihak produsen,
nelayan tidak memperoleh bagian pendapatan yang besar. Pihak yang paling
beruntung adalah para pedagang ikan berskala besar atau pedagang perantara. Para
pedagang inilah yang sesungguhnya menjadi “penguasa ekonomi” di desa-desa

4
nelayan. Kondisi demikian terus berlangsung menimpa nelayan tanpa harus
mengetahui bagaimana mengakhirinya (Kusnadi, 2007: 1).

Dilihat dari perpektif antropologis, masyarakat nelayan berbeda dari masyarakat


lain, seperti masyarakat petani, perkotaan atau masyarakat di dataran tinggi.
Perspektif antropologis ini didasarkan pada realitas sosial budaya bahwa masyarakat
nelayan memiliki pola-pola kebudayaan yang berbeda dari masyarakat lain sebagai
hasil dari interaksi mereka dengan lingkungan beserta sumber daya yang ada di
dalamnya. Pola-pola kebudayaan ini menjadi kerangka berpikir atau referensi
perilaku masyarakat nelayan dalam menjalani kehidupan sehari-hari (Zamzami, 14).

B. Rumusan masalah
1. Apakah definisi kebudayaan maritim berhubungan erat dengan definisi
kebudayaan secara umum?
2. Apa yang menjadi wujud dari kebudayaan?
3. Terbagi dalam berapa macamkah unsur-unsur kebudayaan?
4. Apakah setiap unsur kebudayaan berbeda-beda pada setiap kelompok?
5. Bagaimanakah fungsi sosial dari setiap unsur-unsur kebudayaan?
6. Bagaimana hubungan unsur-unsur kebudayaan dengan realita kehidupan
sekarang (zaman modern)?

C. Tujuan
1. Menjelaskan hubungan antara kebudayaan dan kebudayaan maritim secara
definis
2. Membagi wujud-wujud kebudayaan menurut ahli
3. Membagi unsur-unsur kebudayaan menurut ahli
4. Mengetahui fungsi sosial dari setiap unsur kebudayaan sekaligus diterapkan
dan disesuaikan dengan realita kehidupan sekarang (zaman modern)

5
BAB II

Pembahasan

A. Definisi
Menurut (Supartono, 2001), secara sederhana budaya maritim merupakan sebuah
bentuk akstualisasi dari sebuah kebudayaan. Oleh karena itu, definisi budaya maritim
tidak bias lepas dari definisi kebudayaan secara umum. Supartono (2001)
menyatakan bahwa kebudayaan merupakan kata yang berasal dari kata budhi
(tunggal) atau budhaya (majemuk) yang diartikan sebagai hasil pemikiran atau akal
manusia. Menurut Koetjaraningrat dalam Supartono (2001), kebudayaan adalah
keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar serta
keseluruhan dari hasil budi pekertinya. Kebudayaan juga merupakan manifestasi dari
kehidupan setiap orang dan kehidupan setiap kelompok orang.

Kebudayaa maritim merupakan salah satu bagian yang termasuk dalam


kebudayaan karena kebudayaan maritim berasal dari hasil pemikiran yang berasal
dari masyarakat yang hidup di wilayah perairan dan pesisir panta. Kebudayaan
maritim dapa juga dikatakan sebagai kebudayaan kelautan. Pada konsep (Wijaya,
2015) dalam Siswanto (2018), budaya maritim adalah budaya yang mengedepankan
keberanian, kecakapan, keterampilan menghadapi berbagai masalah, budaya yang
pandai membaca tanda kehidupan, tanda-tanda zaman, dengan keluhuran budi dan
kearifan jiwa dan budaya melayani dan mendahulukan rakyat dan kaum yang lemah
baik dalam kondisi yang baik ataupun darurat, dan budaya rela berkorban demi
kepentingan umum.

B. Wujud
Menurus Koetjaraningrat (2000) dalam Setiadi (2006), kebudayaan terbagi dalam
tiga wujud, yaitu:

6
1. Sistem ide (ideas)
Wujud kebudayaan sebagai system bersifat abstrak dan tidak dapat dilihat atau
diraba dan hanya terasa dan tersimpan dalam pikiran individu dan kelompok
penganut kebudayaan tersebut. Bentuknya dalam kehidupan sehari-hari mewujud
dalam adat istiadat, norma, agama, hokum dan undang-undang. Misalnya, norma
sosial yang tidak ditetapkan tetapi sepakat diikuti oleh masyarakat agar menjaga
kehidupan sosial hingga tertulis dan ditetapkan oleh negara sebagai paying
perlindungan hokum bagi masyarakat.

2. Sistem aktivitas (activities)


Wujud kebudayaan ini merupakan kegiatan atau aktivitas sosial yang memiliki
pola tertentu dari individu dalam suatu masyarakat. Sistem ini dapat terjadi melalui
interaksi atar manusia yang berinteraksi dengan sesamanya. Berbeda dengan wujud
ide, wujud aktivitas dapat dilihat dan dirasakan langsung kehadirannya. Misalnya,
upacara perkawinan adat tertentu, kegiatan kampanye untuk mendukung calon
pemimpin, dan sebagainya. Setiap upacara adat tertentu pasti memiliki suatu
aktivitas yang kontinu (secara turun-temurun sama). Partai tertentu juga memiliki
kegiatan dengan pola, visi dan mis yang sama dan dijaga pula konsistensinya.

3. Sistem artifak (artifacts)


Artifak adalah wujud yang paling konkret dari kebudayaan. Berbentuk benda
fisik yang bias dilihat, diraba, dan dirasakan langsung oleh panca indera. Misalnya
wayang golek dari Jawa dan kain ulos dari Batak. Benda-benda tersebut merupakan
perwujudan dari ide hingga aktivitas individu dari suatu masyarakat. Terkadang
beberapa wujud aktivitas membutuhkan artifak khusus, begitu pula sebaliknya. Tidak
hanya adat istiadat, kegiatan kampanye juga biasanya dapat diiringi oleh lambing-
lambang partai pada bendera, kaus, dan atribut lainnya.

C. Unsur-unsur budaya maritim dan fungsi sosialnya


1. Bahasa
Bahasa adalah sarana berkomunikasi manusia yang sangat dibutuhkan dalam
berbudaya. Bahkan, Koetjaraningrat berpendapat bahwa bahasa atau sistem

7
perlambangan manusia baik secara tertulis maupun lisan yang digunakan adalah
salah satu ciri terpenting dari suatu kebudayaan suku bangsa. Keesing berpendapat
bahwa kemampuan manusia dalam membangun tradisi budaya dan mewariskannya
ke generasi penerusnya sangatlah bergantung pada bahasa sehingga dapat
disimpulkan bahwa bahasa memiliki andil yang sangat signifikan dalam menjadi
salah satu unsur-unsur budaya dari kebudayaan manusia.
Selain sebagai sarana komunikasi, bahasa juga berperan sebagai alat
penyebarluasan kebudayaan yang memiliki maksud pemindahan ide, gagasan, dan
pola-pola perilaku dari satu kelomppok masyarakat kepada kelompok lainnya. Cara-
cara berbahasa dan bertingkah laku masyarakat yang tinggal dan bermukim di
kawasan pesisir pindah dan ditiru oleh masyarakat yang tidak tinggal atau bermukim
di kawasan pesisir. Ada ungkapan-ungkapan yang muncul dan digunakan di
kawasan pesisir pada awalnya, tetapi kemudian ungkapan itu dipakai secara luas
dalam masyarakat sekalipun mereka tidak tinggal di kawasan pesisir. Misalnya kata
laut, lautan, kail, berombak, garam, dan ikan.
Bahasa setiap kelompok masyarakat berbeda-beda. Sebagai contoh, bahasa orang
Bajo merupakan salah satu dari dialek bahasa Melayu, yaitu dialek “Kubu Laut”
sedangkan bahasa Bali merupakan bahasa Austronesia dari cabang Sundik. Begitu
pula dengan kelompok-kelompok masyarakat lainnya yang memiliki perbedaan
dalam bahasa-bahasanya.

2. Sistem pengetahuan
Menurut Koetjaraningrat, sistem pengetahuan pada awalnya belum menjadi
pokok pembahasan dari penelitian antropologi (studi budaya) karena para ahli
berasumsi bahwa suatu kebudayaan di luar bangsa Eropa tidak mungkin memiliki
sistem pendidikan yang lebih maju. Tetapi, asumsi tersebut terpatahkan secara
lambat laun karena tidak ada suatu masyarakat yang sanggup berbudaya bahkan
bertahan hidup jika tidak memiliki sistem pengetahuan yang diwariskan kepada
penerusnya.
Sejatinya pula, kebudayaan merupakan pengetahuan yang diikuti oleh
masyarakat penganutnya sehingga sistem pengetahuan dalam konteks kultural
universal sangatlah dibutuhkan. Misalnya, sistem peralatan hidup dan sistem

8
kalender pertanian tradisional atau sistem pranatamangsa untuk menentukan kaitan
tingkat curah hujan dengan kemarau yang telah digunakan sejak dahulu oleh nenek
moyang kita untuk menjalankan pertaniannya.
Selain itu, sistem pengetahuan dapat pula kita lihat dari orang Bajo yang
kehidupannya di laut telah menciptakan berbagai pengetahuan yang luar biasa tanpa
ada orang yang mengajarinya di lautan. Misalnya, pengetahuan untuk menanam
pohon bakau dan pengambilan sumber daya hayati laut yang sudah ditentukan waktu,
peralatan, daerah penangkapan, dan lain-lain. Semua pengetahuan tersebut mereka
dapatkan dari para pendahulu mereka yang telah berjuang menjawab tantangan alam.

3. Sistem kekerabatan dan organisasi sosial


Menurut Koetjaraningrat, setiap kelompok masyarakat, kehidupannya diatur oleh
aturan-aturan dan adat istiadat dari kesatuan yang ada di lingkungan sehari-hari
masyarakat tersebut. Satuan terkecil dari kelompok yang menghasilkan aturan dan
adat tersebut adalah keluarga inti. Kemudian, kesatuan lain yang lebih besar dapat
berupa letak geografis, suku, hingga kerajaan ataupun kebangsaan.
Sistem kekerabatan dan organisasi sosial dapat dilihat melalui bebrapa cara
masyarakat melakukan jenis perkawinan (monogami, poligami, poliandri, poligini,
perkawinan kelompok, levirat dan sororat); prinsip menentukan pasangan (prinsip
endogamy, prinsip eksogami); adat menetap (utrolokal, virilocal, uxorilocal,
biolokal, avunlokal, natolokal, neolocal); jenis keluarga (keluarga batin/inti, keluarga
konjugal, keluarga luas).

4. Sistem peralatan hidup dan teknologi


Peralatan hidup dan teknologi yang digunakan masyarakat akan banyak
memberikan informasi mengenai kehidupan sehari-hari. Menurut Koetjaraningrat,
masyarakat tradisional memiliki delapan unsur kebudayaan fisik, yaitu alat-alat
produktif yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan (contohnya batu
untuk menumbuk padi dan alat untuk menenun kain); senjata untuk berburu
binatang, menangkap ikan, melindungi diri dari binatang buas, dan untuk berperang;
wadah untuk menyimpan, memuat dan menimbun barang (contohnya lumbung
padi); alat menyalakan api yang terus berkembang dari menggesek-gesekan dua

9
buah batu, menggesekan kayu di atas dedaunan kering, sampai adanya minyak dan
penggunaan gas; jenis dan bahan makanan yang memberikan arti dan simbol
khusus bagi masyarakatnya atau dikaitkan dengan kegamaan tertentu (contohnya
babi diyakini haram oleh kaum muslim sehingga umat Islam tidak akan memiliki tata
cara memasak babi, sebaliknya di Papua babi justru menjadi simbol makanan penting
dan biasa dijadikan mahal dalam pesta pernikahan); pakaian dan tempat perhiasan
yang berfungsi sebagai simbol budaya tertentu yang mempresentasikan adat istiadat,
normal, dan nilai-nilai suku bangsa tersebut; tempat berlindung dan perumahan
yang berbeda setiap kelompok masyarakat (contohnya masyarakat Jawa membangun
rumah dengan jendela yang besar karena suhu udara tropis yang lembab, sementara
masyarakat eskimo justru memanfaatkan bongkahan es yang tersedia di sekitarnya
karena bahan yang terbatas dan ternyata cara itu berhasil menghindarkan mereka dari
kedinginan); alat-alat transportasi yang berfungsi untuk memindahkan manusia
dan barang-barang hasil dari perekonomian (contohnya dari yang sederhana seperti
sepatu, binatang yang dilatih, alat seret, kereta beroda, rakit, dan perahu sampai yang
modern seperti kereta api, kapal laut, mobil, dan pesawat.

Contoh dalam suatu kelompok masyarakat, misalnya orang Bajo, mereka


menggunakan jarring atau jala yang berukuran besar untuk menangkap ikan agar
hanya ikan-ikan yang besar saja yang tertangkap. Mereka juga membangun rumah
perahu yang disebut leppa atau lepa-lepa.

5. Sistem ekonomi/mata pencaharian hidup


Masyarakat sangat bergantung dengan mata pencaharian hidup karena melalui
hal tersebut masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Sistem ekonomi pada
masyarakat tradisional meliputi berburu dan meramu, berternak, bercocok tanam di
ladang, menangkap ikan, bercocok tanam dengan sistem irigasi. Tetapi, seiring
berkembangnya zaman, masyarakat tidak semuanya bergantung pada mata
pencaharian hidup. Sebagian besar masyarakat mengandalkan keterampilan dan
pendidikan mereka untuk mencari pekerjaan yang dapat menghasilkan upah dan
dapat menghidupi mereka.

10
Suatu kelompok masyarakat yang hidupnya 90% berada di laut seperti orang
Bajo, mata pencaharin yang mereka andalkan adalah menjadi nelayan. Sedangkan
untuk masyarakat yang berada di “darat” dan didukung dengan situasi modern
sekarang, masyarakat lebih banayk mengabdikan dirinya untuk menuntut ke jenjang
pendidikan yang tinggi terlebih dahulu yang nantinya dimanfaatkan untuk mencari
nafkah.

6. Sistem religi
Lahirnya sistem religi disebabkan oleh dua pertanyaan, yaitu mengapa manusia
percaya kepada adanya suatu kekuatan gaib atau supranatural yang idanggap lebih
tinggi daripada manusia? dan mengapa manusia melakukan berbagai cara untuk
berkomunikasi dan mencari hubungan-hubungan dengan kekuatan-kekuatan
supranatural tersebut?

Sistem religi tidak dapat dipisahkan oleh religious emotion atau emosi
keagamaan. Emosi keagamaan adalah perasaan dalam diri manusia yang
mendorongnya untuk melakukan tindakan-tindakan yang bersiat religious. Emosi
keagamaan ini pula yang memunculkan konsep benda-benda sacral dalam kehidupan
manusia.

Selain itu, terdapat tiga unsur yang harus dipahami selain emosi kegamaan, yaitu
sistem keyakinan, sistem upacara kegamaan, dan umat yang menganut religi itu.

Sistem religi juga mencakup mengenai dongeng, legenda, atau cerita (teks) yang
dianggap suci mengenai sejarah para dewa-dewa (mitologi). Cerita keagamaan
tersebut terhimpun dalam buku-buku yang dianggap sebagai kesusastraan suci.
Selain teks kegamaan, unsur lain yang menjadi bagian dari sistem religi, yaitu tempat
dilakukannya upacara keagamaan (contohnya masjid, pura, candi, kuil, surau, gereja,
atau tempat-tempat lain yang dianggap suci oleh umat beragama); waktu
dilakukannya upacara keagamaan (hari-hari yang dianggap keramat atau suci);
benda-benda dan alat-alat yang digunakan dalam upacara kegamaan (contohnya
patung-patung, alat bunyi-bunyian, kalung sesajen, tasbih, rosario, dan sebagainya);

11
orang yang memimpin suatu upacara keagamaan (contohnya ustad, pastor, dan
biksu).

Seperti unsur-unsur lainnya, sistem religi setiap kelompok masyarakat berbeda-


beda. Orang Bajo menganggap bahwa laut adalah sesuatu yang sakral. Bagi suku
Tamil, meraka percaya kepada Allah karena sebagian besar dari mereka beragama
Islam. Sedangkan bagi masyarakat Jawa, mereka percaya kepada hal-hal mistis
seperti tongkat, kris yang diperlakukan sebagai benda keramat.

7. Kesenian
Aktivitas kesenian suatu masyarakat tradisional dikumpulkan berupa deskripsi
mengenai benda-benda atau artifak yang memuat unsur seni seperti patung, ukiran,
dan hiasan. Awalnya, teknis pembuatan adalah hal yang paling diperhatikan. Tetapi,
seiring perkembangan ilmu pengetahuan, penelitian mendalam mengenai teks,
simbol, dan kepercayaan yang menyelubungi seni dalam berbagai wujudnya mulai
dari seni rupa, tari, drama dikaji dan diteliti pula.

12
Daftar Pustaka
Oktavianus. Bahasa dan budaya maritim: Identitas dan pemerkaya budaya bangsa.
Pustaka: 2019; Vol 19(1). pp. 20

Kambey MA, Aling DR, Dien CR. EKSISTENSI BUDAYA MARITIM


KELOMPOK NELAYAN KELURAHAN MALALAYANG DUA, KOTA
MANADO, PROVINSI SULAWESI UTARA. AKULTURASI: Jurnal Ilmiah
Agrobisnis Perikanan. 2020;8(1):136-8. Diakses 28 November 2020 dari website
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/akulturasi/article/view/28979

Thabroni G. Unsur-unsur Budaya – Wujud, Unsur Kebudayaan & Prinsip [internet].


serupa.id. 9 Juli 2020. Diakses 28 November 2020 dari website
https://serupa.id/unsur-unsur-budaya/

Menurut (Supartono, 2001), secara sederhana budaya maritim merupakan sebuah


bentuk akstualisasi dari sebuah kebudayaan. Oleh karena itu, definisi budaya maritim
tidak bias lepas dari definisi kebudayaan secara umum. Supartono (2001)
menyatakan bahwa kebudayaan merupakan kata yang berasal dari kata budhi
(tunggal) atau budhaya (majemuk) yang diartikan sebagai hasil pemikiran atau akal
manusia.Kebudayaan juga merupakan manifestasi dari kehidupan setiap orang dan
kehidupan setiap kelompok orang.
Kebudayaan maritim dapa juga dikatakan sebagai kebudayaan kelautan. Pada
konsep (Wijaya, 2015) dalam Siswanto (2018), budaya maritim adalah budaya yang
mengedepankan keberanian, kecakapan, keterampilan menghadapi berbagai masalah,
budaya yang pandai membaca tanda kehidupan, tanda-tanda zaman, dengan
keluhuran budi dan kearifan jiwa dan budaya melayani dan mendahulukan rakyat dan
kaum yang lemah baik dalam kondisi yang baik ataupun darurat, dan budaya rela
berkorban demi kepentingan umum.

13
14

Anda mungkin juga menyukai