Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH WAWASAN SOSIAL BUDAYA MARITIM

“BUDAYA BAHARI DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN ”

DISUSUN OLEH :

Putri Ainun Syahriawan (H061211063)

Cut Mauliditya Fachta Rizky Mawnad (H061211064)

Husnul Mar’Iah (H061211065)

Ayu Ardana Resky (H061211066)

Fatur Rahman (H061211067)

Maharani Rezky Lestaluhu (H061211068)

Arianah Reski (H061211069)

Siti Azzahra Tenri Bau’ (H061211070)

DEPARTEMEN GEOFISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Tiada untaian kata yang lebih indah selain ucapan syukur kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karunia sehingga makalah tentang
“Budaya Bahari dan Penanggulangan Kemiskinan” ini dapat terselesaikan. Dalam
penyusunan ini tak lepas dari berbagai kendala yang menghambat penyusunan.
Namun berkat bantuan dan motivasi dari berbagai pihak, sehinggga kendala dan
halangan tersebut teratasi.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Wawasan Sosial Budaya


Maritim, untuk itu ucapan terimakasih kami sampaikan kepada dosen pengampu
mata kuliah Wawasan Sosial Budaya Maritim, ibu Auriza Musfirawaty yang telah
memberikan tugas ini kepada kami, dan tak lupa pula kepada teman-teman, serta
pihak-pihak lainnya yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini, disadari bahwa masih terdapat


kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan. Walau demikian, kamitetap berharap makalah
tentang “Budaya Bahari dan Penanggulangan Kemiskinan” ini dapat memberi
manfaat bagi yang lain.

Makassar, 12 November 2021

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. ii

Daftar Isi........................................................................................................... iii

Bab I Pendahuluan ........................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2

1.3 Tujuan ........................................................................................................ 2

Bab II Pembahasan ........................................................................................... 3

2.1 Konsep Budaya Bahari............................................................................... 3

2.2 Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan Wilayah Martim .......... 8

2.3 Upaya Penanggulanan Kemiskinan Wilayah Maritim ............................... 10

Bab III Penutup ................................................................................................ 19

3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 19

3.4 Saran ........................................................................................................... 19

Daftar Pustaka .................................................................................................. 20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak dahulu, Indoensia memiliki wilayah perairan yang sangat luas. Pada zaman
dahulu, orang-orang melakukan perjalanan melalui laut dengan menggunakan perahu sebagai
transportasi utamnya. Penduduk yang tinggal di daerah pesisir pantai atau di sekitar wilayah
bahari sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan. Wilayah bahari memiliki potensi
sumber daya alam yang melimpah yang memapu meningkatkan perekonomian dan
kesejahteraan warga masyarakat sekitarnya terutama. Meskipun demikian, kemiskinan yang
terjadi pada masyarakat maritim juga tidak kalah banyaknya.
Masalah kemiskinan masih menjadi salah satu pokok permasalahan yang belum
terselesaikan sampai sekarang. Permasalahan tersebut menajdi topic-topik pembicaraan dan
diskusi yang marak diangkat sebagai tema pembicaraan. Menurut Badan Pusat Statistika
(2000), kemiskinan merupakan keadaan dimana seseorang individu atau kelompok orang
tidak mampu memehuni kehidupan dasarnya, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal,
pendidikan, dan kesehatan yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dan memiliki standard
tertentu.
Menurut Soekanto (1982), kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimaan
seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok
dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam kelompok
tersebut. Kemiskinan yang terjadi pada daerah maritim disebabkan kurangnya kreativitas
masyarakat maritim. Banyak potensi yang belum mampu dimanfaatkan dengan maksimal
sehingga meningkatkan tingkat kemiskinan yang terjadi. Profesi yang bergantung pada alam
menjadikan pendapatan yang tidak menentu bagi para nelayan karena bergantung pada
pasang surutnya air laut untuk melaut.
Banyak pendapat mengenai definisi kemiskinan yang diungkapkan oleh beberapa
pihak. Kemiskinan paling erat dengan perekonomian yang tidak terpenuhi dikarenakan
rendahnya lapangan pekerjaan dan pendidikan yang terjadi di sekitar bahari. Telah dilakukan
penanggulanagan oleh pihak pemerintah dan masyarakat maritim yang mampu berpikir
berkembang dan berpikir kreatif untuk mengolah potensi yang ada dan kemampuan serta
tekad yang kuat untuk merubaha perekonomiannya. Olehnya itu, makalah ini dibuat untuk
1
mengetahui permasalahan masyarakat bahari khususnya pada kemiskinan yang tingga dan
penangangan yang telah dilakukan untuk menguranginya. Dengan bantuan pemerintah dan
kerja sama yang baik sehingga mampu membuka kunci permasalahan yang ada.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Bagaimana konsep budaya bahari?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di wilayah bahari?
3. Bagaimana upaya untuk menannggulangi kemiskinan di wilayah bahari?

1.3 Tujuan
Adapun Tujuan dari makalah ini adalah :
1. Mengetahui konsep budaya bahari
2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan yang ada di wilayah bahari
3. Mampu menanggulangi masalah kemiskinan di wilayah bahari

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Budaya Bahari


Kebaharian merupakan salah satu unsur budaya yang telah berakar dalam jiwa bangsa
Indonesia yang memiliki wilayah perairan yang luas. Istilah kebaharian yang sekarang lebih
dikenal dengan istilah maritim merupakan sesuatu yang telah mendarah daging dalam jiwa
bangsa Indonesia dan sampai sekarang tetap mewarnai budaya masyarakat. “Budaya Bahari
Nusantara” pada dasarnya selalu “diciptakan” dalam konteks yang disebut oleh Jenifer L.
Gaynor sebagai “imajanasi politik” pada periode waktu tertentu, yaitu bagaimana rezim
tertentu memandang Nusantara sebagai kepulauan, ataukah sebagai bagian dari kesatuan
teritorial Indonesia? Konsepsi tentang laut sebagi ruang dengan fungsi tertentu sangat terikat
erat dengan imajinasi tersebut. Ketika laut merupakan “laut bebas” berarti ia adalah common
property atau milik bersama yang membebaskan setiap orang untuk memanfaatkannya
sebagai keterampilan individu dapat berkembang, dan dengan demikian “budaya bahari” pun
bisa mencapai puncaknya.
Sebaliknya ketika laut mulai “diteritorialisasikan” oleh negara, maka ruang gerak
individu pun menjadi terbatas. Perdebatan tentang “laut bebas” dan “laut terbatas” ini
merupakan perdebatan yang tidak pernah selesai, dan ini selalu terefleksi dalam konflik-
konflik kenelayanan yang terjadi dalam –paling tidak – satu decade terakhir. Upaya
pemerintah untuk menghidupkan kembali Budaya Bahari Nusantara – atau lebih tepatnya –
mengembalikan kejayaan Nusantara pada prinsipnya memerlukan prasyarat “menemukan
titik temu” dari perdebatan antara dua perspektif tentang laut di atas, agar tidak satu pihak
bisa mengakomodasi kebebasan para pelaut dalam mengembangkan keterampilannya dan di
lain pihak bisa memenuhi kebutuhan negara untuk menjaga kedaulatan wilayahnya.
Kebudayaan bahari terdiri dari bagian/ unsur-unsurnya saling terkait membentuk satu
kesatuan menyeluruh (holistik). Unsur-unsur tersebut berupa sistem-sistem ideasional/
kognitif/ mental (gagasan, pengetahuan, kepercayaan, nilai, norma, moral, emosi, dan
perasaan kolektif, refleksi/intropeksi diri, intuisi), bahasa, kelompok/organisasi sosial,
ekonomi teknologi, seni dan realigi berkaitan.
Sejarah menunjukkan bahwa pada masa lalu, Indonesia memiliki pengaruh yang sangat
dominan di wilayah Asia Tenggara, terutama karena adanya kekuatan maritim besar di bawah
Kerajaan Sriwijaya dan kemudian Majapahit. Selain itu, banyak bukti prasejarah di pulau
3
Muna, Seram dan Arguni yang diperkirakan merupakan hasil budaya manusia sekitar tahun
10.000 sebelum masehi! Bukti sejarah tersebut berupa gua yang dipenuhi lukisan perahu
layar. Ada pula peninggalan sejarah sebelum masehi berupa bekas kerajaan Marina yang
didirikan perantau dari Nusantara yang ditemukan di wilayah Madagaskar. Tentu pengaruh
dan kekuasaan tersebut dapat diperoleh bangsa Indonesia waktu itu karena kemampuan
membangun kapal dan armada yang layak laut, bahkan mampu berlayar sampai lebih dari
4.000 mil.
Selain Sriwijaya dan bahkan sebelum Majapahit, Kerajaan Singosari juga memiliki
armada lau yang kuat dan mengadakan hubungan dagang secara intensif
dengan wilayah sekitarnya. Kita mengetahui strategi besar Majapahit mempersatukan
wilayah Indonesia melalui Sumpah Amukti Palapa dari Mahapatih Gajah Mada. Kerajaan
Majapahit telah banyak mengilhami pengembangan dan perkembangan nilai-nilai luhur
kebudayaan Bangsa Indonesia sebagai manifestasi sebuah bangsa bahari yang besar.
Sayangnya, setelah mencapai kejayaan budaya bahari Indonesia terus mengalami
kemunduran, terutama setelah masuknya VOC dan kekuasaan kolonial
Belanda ke Indonesia. Perjanjian Gayanti pada tahun 1755 antara Belanda dengan Raja
Surakarta dan Jogyakarta mengakibatkan kedua raja tersebut harus menyerahkan
perdagangan hasil wilayahnya kepada Belanda. Sejak itu, terjadi penurunan semangat dan
jiwa bahari bangsa Indonesia, dan pergeseran nilai budaya, dari budaya bahari ke budaya
daratan.
Tragedi Giyanti menjadi awal dari proses disorientasi karakter budaya bangsa Indonesia
dari bahari dengan dukungan agraris menjadi bangsa agraris saja. Proses ini sangat dinantikan
dan diharapkan oleh VOC/Belanda, karena dengan demikian bangsa Indonesia yang
sebelumnya menguasai lautan dan perdagangan internasional dan mendapatkan keuntungan
darinya, secara sistemik memiliki “kesadaran baru” bahwa ia bukan bangsa dengan karakter
budaya bahari dan agraris tetapi bangsa yang hanya berkarakter budaya agraris.
Kesadaran baru ini dipupuk terus hingga kini secara komprehensif melalui berbagai
jalur pendekatan di bidang ekososbudhankam yang digelar, baik oleh pemerintah kolonial
maupun pemerintah Indonesia sesudah 1945, dan juga oleh masyarakat. Internalisasi yang
dilakukan secara masif, terorganisir, terus menerus dan dalam periode waktu yang lama,
walaupun itu sebuah kesalahan atau kebohongan, sebagaimana diyakini oleh Joseph
Goebbels , akan menjadi sebuah “kebenaran” yang diyakini oleh seluruh masyarakat.

4
Secara ringkas Roadmap Indonesia sebagai Negara Kepulauan dapat dilihat dari
perkembangannya sebagai berikut:
 Tahun 1939, Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan ketentuan TZMKO (Territoriale
Zee en Maritiem Kringen Ordonantie), yang menetapkan wilayah laut Indonesia hanya 3
mil dari garis batas pantai di setiap pulau.
 13 Desember 1957, dicetuskan Deklarasi Djuanda oleh Perdana Menteri Ir H Djuanda,
yang menetapkan wilayah laut Indonesia 30 mil dari garis batas pantai di setiap pulau,
hingga menempatkan Indonesia sebagai Negara Kepulauan terbesar kedua di dunia.
 Tahun 1960, keluar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 4/1960 tentang
Perairan Indonesia.
 Tahun 1961, keluar Undang-Undang No. 19/1961 tentang Persetujuan Atas Tiga
Konvensi Jenewa Tahun 1958 mengenai Hukum Laut.
 Tahun 1982, PBB menyepakati Konvensi PBB Tentang Hukum Laut (UNCLOS).
 Tahun 1983, keluar Undang-Undang No. 5/1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia.
 18 Desember 1996, Menristek BJ Habibie di Makassar membacakan pidato Presiden RI
yang dikenal dengan konsepsi pembangunan Benua Maritim Indonesia.
 Tahun 1996, keluar Keppres No. 77/1996 tentang Dewan Kelautan Nasional.
 Tahun 1998, Presiden BJ Habibie mendeklarasikan visi pembangunan kelautan Indonesia
dalam Deklarasi Bunaken.
 26 Oktober 1999, Presiden KH Abdurrahman Wajid mendirikan Departemen Eksplorasi
Laut, dipimpin untuk pertama kali oleh Sarwono Kusumaatmadja.
 13 Desember 1999, Presiden KH Abdurrahman Wahid mencanangkan 13 Desember
sebagai Hari Nusantara.
 Desember 1999, Departemen Eksplorasi Laut berubah nama menjadi Departemen
Eksplorasi Laut dan Perikanan.
 Tahun 1999, keluar Keppres No. 161/1999 tentang Dewan Maritim Indonesia.
 Tahun 2001 awal, Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan berubah nama menjadi
Departemen Kelautan dan Perikanan.
 11 Desember 2001, Presiden Megawati Soekarnoputri mengeluarkan Keppres No.
126/2001, yang menetapkan 13 Desember sebagai Hari Nusantara dan meresmikannya
sebagai perayaan nasional.

5
 Tahun 2004, keluar Undang-Undang No. 31/2004 tentang Perikanan.
 Tahun 2006, keluar Undang-Undang No. 16/2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan.
 Tahun 2006, Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi mengeluarkan Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan No. 17/2006, sebuah deregulasi yang meningkatkan
iklim usaha dan investasi di bidang kelautan dan perikanan yang lebih berpihak kepada
industri dalam negeri.
 5 Februari 2007, keluar Undang-Undang No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, yang memuat misi Indonesia sebagai
Negara Kepulauan yang Maju, Mandiri, Adil dan Makmur.
 21 September 2007, keluar Keppres No. 21/2007 tentang Dewan Kelautan Indonesia.
 4 Oktober 2007, diresmikan pembentukan Peradilan Perikanan.
 Tahun 2007, keluar Undang-Undang No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil.
 26 Oktober 2007, Indonesia memperingati Sewindu Departemen Kelautan dan Perikanan,
berlangsung di STP Jakarta dengan mengambil tema, ”Sewindu DKP Bersama Anak
Bangsa Membangun Negeri”.
 13 Desember 2007, Indonesia memperingati Hari Nusantara 2007 dan Tahun Emas
Deklarasi Djuanda.
Sulawesi Selatan merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki cukup
luas wilayah perairan yang sangat terkenal dengan kisah-kisah pelaut Bugis-Makassar yang
gagah berani yang tidak hanya menghiasi literatur bahari Indonesia, tetapi dapat dilihat secara
nyata di perairan Nusantara. Kapal dan perahu tradisional merupakan sarana transportasi
yang sangat menunjang pada masa itu untuk menghubungkan pulau yang satu dengan yang
lainnya yang hingga saat inipun sarana transportasi tersebut masih tetap dipakai meskipun
kemajuan teknologi saat ini semakin pesat.
Pelaut-pelaut suku Bugis-Makassar sejak berabad-abad sudah terkenal dengan
keunggulannya yang meramaikan jalur-jalur perdagangan dan pelayaran, tidak hanya didapat
di bandar-bandar nusantara, tetapi juga di kawasan Malaysia, Kamboja, Brunai, Filipina
Selatan dan Australia Bagian Utara. Pelaut-pelaut Bugis menjadi pewaris setia dan semangat
kelautan yang ada. Mereka juga tidak hanya berdagang atau berlayar tetapi juga untuk

6
maksud-maksud lain, termasuk untuk menanamkan pengaruh, baik lewat budaya maupun
politik.
Di abad-abad berikutnya jalur perdagangan laut kapal layar dari nusantara sudah
sampai anak benua India, Teluk Persia, Semenanjung Arabia, bahkan sampai di Madagaskar
Afrika. Menurut PeterG. Spilet, AM seorang sejarawan Australia Utara mengatakan bahwa
orang asing yang mendarat pertama di Benua Australia Utara adalah orang Makassar.
a. Tahun 1963, pada saat berlangsungnya konfrontasi pembebasan Irian Barat, Panglima
Mandal pembebasan Irian Barat melalui seorang perwira penghubung Letnan Said,
memesan 200 buah perahu ukuran kecil sejenis sekoci pada orang Ara dan Lemo-Lemo di
Kabupaten Bulukumba guna dipakai oleh para sukarelawan Indonesia mendarat di Irian
Barat.
b. Pinisi Nusantara yang telah menyelesaikan pelayaran lawatan ke Van Couver, Canada
dalam rangka mewakili Indonesia dalam expo 1996.
c. Tanggal 17 September 1997 "Hati Marege" sebuah kapal sejenis Padewakan telah
berhasil mengadakan pelayaran nostalgia orang Makassar ke Pantai Utara Australia.
Berdasarkan catatan sejarah, terbukti bahwa pelaut-pelaut Bugis sangat disegani dan
cukup berpengaruh dalam berbagai sector kehidupan. Pelaut-pelaut Bugis menggunakan
perahu pinisi untuk melakukan pelayaran ke berbagai tempat. Dalam sejarahnya, pinisi tidak
lepas kaitannya dengan sejarah perkembangan budaya Sulawesi Selatan khususnya dan tidak
keluar dari lingkup sejarah perjalanan kebaharian bangsa Indonesia pada umumnya.
Perahu pinisi merupakan jelmaan dari perahu Pa'dewakang yang dimodifikasikan
menjadi Pinisi yang dalam bahasa Konjo (Bulukumba) artinya cepat atau
laju.Perkembangannya bertahap sejalan dengan tuntutan kebutuhan dan teknologi dan pada
abad ke 20 lahirlah Pinisi dengan ciri khas tertentu. Di tahun 1950, seiring meningkatnya
kebutuhan alat transportasi laut, Pinisi yang semula digunakan sebagai alat angkut barang
dagangan milik pribadi beralih menjadi pemberi jasa angkutan laut.
Pertengahan tahun 1970 Pinisi mulai berkurang karena telah lama menua dan tidak
berfungsi lagi. Namun tahun 1972 Pinisi mengalami motorisasi. Sebanyak enam perahu
Pinisi bermotor dibangun di beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan yang merupakan cikal
bakal pemakaian mesin pada perahu mesin pada perahu Pinisi. Zaman menuntut Pinisi
bermetamorposa menjadi "Jonggolang" dengan haluan tertutup. Sampai Pinisi ini harus
menyesuaikan dengan teknologi modem, sehingga sulit mengidenrjfikasi pinisi yang asli

7
bertiang 2dengan layar berjumlah sekitar tujuh buah dan jumlah papan dasar berjumlah 126
lembar.
Proses dan teknik pembuatan perahu Pinisi sangat sederhana tetapi unik karena
membutuhkan ketrampilan khusus dengan tenaga-tenaga kerja yang mempunyai
tingkatpendidikan formal relatif rendah. Upacara ritual masih mewarnai proses pembuatan
perahu ini mulai dari hari baik mencari kayu, penebangan pohon, perletakan lunas,
pemasangan papan pengapit lunas dan peluncurannya. Gabungan dari konsep dasar pinisi
memiliki kekhasan dalam pengekspresian objek alam hingga mencari makna yang kemudian
lahirlah perlambangan atau simbol-simbol.

2.2 Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan Wilayah Maritim


Secara umum, kemiskinan adalah keadaan ataupun kondisi dimana seseorang tidak
memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dalam hal ini kebutuhan
sandang, pangan, dan papan. Kemiskinan dapat diukur dengan membandingkan tingkat
konsumsi seseorang dengan garis kemiskinan atau jumlah rupiah yang dikeluarkan untuk
konsumsi orang perbulan. Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat kompleks dan
multidimensi sehingga dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang.
Menurut Gunawan Sumodiningrat (1999), dimensi-dimensi kemiskinan pada
hakikatnya merupakan refleksi bahwa kebutuhan manusia yang tidak hanya bersifat ekonomi
semata, tetapi juga memperhatikan dimensi lain. Dimensi kemiskinan ini saling berpengaruh
satu sama lain, untuk itu akan diuraikan dimensi-dimensi apa saja yang menyertai
kemiskinan. Karakteristik penduduk miskin di daerah maritim berkaitan dengan mata
pencaharian. Hampir semua penduduk yang tinggal di wilayah maritim bermata pencaharian
sebagai nelayan tradisional. Pekerjaan nelayan sangat ditentukan oleh faktor iklim. Cuaca
bersahabat merupakan kesempatan yang berharga untuk melaut atau mencari ikan. Namun
jika cuaca tidak bersahabat, tentu kerugian yang paling besar bagi nelayan. Kemiskinan
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya :
a. Rendahnya tingkat pendidikan
Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas
dan menyebabkan sempitnya lapangan pekerjaan untuk dimasuki. Dalam bersaing
mendapatkan lapangan kerja yang ada, taraf pendidikan juga menentukan. Taraf pendidikan
yang rendah juga membatasi kemampuan untuk mencari dan memanfaatkan peluang. Pada

8
era modern saat ini, selain kemampuan, tingkat pendidikan menjadi salah satu penunjang
untuk mendapatkan pekerjaan
b. Kurangnya permodalan
Sumber-sumber modal untuk pengembangan usaha sangat terbatas. Hal inidisebabkan
terbatasnya pemilikan faktor produksi antara penguasaan lahan (tanah) tidak ada. Di sisi lain
dengan minimnya modal yang dimiliki oleh masyarakat untuk kegiatan ekonomi produktif
maka realokasi modal kurang efisien. Di samping itu mobilisasi uang atau modal yang sangat
lambat akan membuat daya beli masyarakat renda
c. Jenis pekerjaan
Penduduk daerah maritim sebagian besar berprofesi sebagai nelayan.
Pekerjaan nelayan sangat bergantung pada keadaan cuaca atau ombak dengan kata
lain, kehidupan mereka bergantung pada faktor alam. Jika musim baik maka mereka akan
hidup dengan baik, dan jika musim tidak akrab maka akan merugi dan tidak berbuat apa-apa
sehingga hidup tak tentu. faktor cuaca memengaruhi hasil tangkapan atau hasil produksi
ikan. Hal ini apabila cuaca baik maka hasil tangkapan akan meningkat, sebaliknya cuaca
buruk akan tidak melaut. Beberapa diantaranya juga memiliki usaha kecil-kecilan untuk
membantu perekonomiannya.
d. Fasilitas usaha
Fasilitas usaha atau tempat untuk usaha mikro dan kecil sangat diperlukan untuk
mempromosikan produksi atau barang yang dihasilkan oleh masyarakat, khususnya
tangkapan nelayan. Dengan demikian fasilitas usaha sangat berkaitan dengan tingkat
produktivitas. Atau dengan kata lain tempat usaha merupakan sarana untuk memperoleh
aliran modal usaha dari pemilik modal.
e. Tingkat pendapatan
Pendapatan masyarakat wilayah pesisir adalah salah satu karakteristik yang dapat
membedakan lapisan masyarakat di pedesaan sementara pendapatan bersih masyarakat
(responden) adalah nilai produksi yang dijumlahkan dalam satu tahun setelah dikurangi
dengan biaya-biaya. Pendapatan masyarakat wilayah pesisir bersumber dari hasil usaha
penangkapan ikan, usaha dagang, usaha produktif lain dan pendapatan lain yang berkaitan
dengan kegiatan masyarakat wilayah pesisir
f. Tingkat pertumbuhan ekonomi
Tingkat perekonomian yang semakin tinggi membuat tingkat kemiskinan pada
wilayah maritim semakin bertambah. Mengingat bahwa pekerjaan dan pendapatan yang
9
didapatkan tergantung pada kondisi alam dan harga pasar yang naik-turun menjadi
penyebabnya.

2.3 Upaya Penanggulanan Kemiskinan Wilayah Maritim


Laut Indonesia merupakan salah satu primadona dunia. Inilah pesona alam laut Indonesia
yang tidak dimiliki oleh bangsa-bangsa di dunia. Selain dikenal dengan potensi komoditas
kelautan dan perikanan yang melimpah, laut Indonesia juga kaya dengan terumbu karang
yang cantik serta beragam spesies koral dan ikannya. Tidak heran jika laut Indonesia juga
memiliki potensi dalam daya tarik wisata. Itulah sebabnya sejumlah laut Indonesia yang
cantik banyak menjadi incaran wisata turis lokal maupun asing. Seperti Taman Laut
Bunaken, yakni taman laut yang terletak diujung utara Sulawesi. Taman Laut Bunaken
terkenal dengan rumah bagi sekitar 390 spesies koral dan berbagai jenis ikan dan mamalia,
seperti hiu, pari, kuda laut, kura-kura, ikan duyung, moluska dan lain sebagainya. Kemudian,
Taman Laut Bandayangterletak di Kabupaten Maluku Tengah. Merupakan salah satu taman
laut terindah di dunia yang memiliki 310 jenis karang pembentuk terumbu, 871 m spesies
ikan, serta populasi hiu dan kerapu, termasuk beberapa jenis ikan dan kerang purba yang
disuakakan seperti ikan napoleon.
Tak hanya itu, dari Sabang sampai Merauke, laut Indonesia memiliki sejumlah keindahan
yang mampu menarik perhatian para diver dari mancanegara. Mulai dari Taman Laut Rubiah
yang terletak di barat laut Pulau Weh, Aceh, Taman Laut Karimunjawa, Taman Laut
Kepulauan Derawan, Taman Laut Kepulauan Togean, Taman Laut Takabonerate, Taman
Laut Selat Pantar, Taman laut Wakatobi, hingga Taman Laut Raja Ampat, Papua.10
Destinasi laut Indonesia tersebut rata-rata dapat digunakan untuk ajang menyelam.
Menurut Deputi Pemasaraan Mancanegara, Indonesia memiliki lebih dari 700 spot diving dan
snorkeling. Yang sudah punya pamor untuk menyelam antara lain Sonegat, Pulau Keraka,
Pulau Syahrir Batu Kapal, Pulau Hatta, serta Pulau Ai, semuanya sulit diuraikan dengan kata-
kata. Semua destinasi tersebut memiliki keindahan kelas dunia. Indonesia juga memiliki 20
titik penyelaman di Bunaken-Sulawesi Utara, Taman Nasional Wakatobi, 88 titik penyelaman
di Selat Lembeh- Sulawesi Utara serta tiga spot diving di Pulau Weh, Aceh. Sejumlah titik
penyelaman yang tersebar di Labuan Bajo, Pulau Komodo, dan Pulau Rinci -NTT, 50 titik
menyelam laut Alor, 28 titik penyelaman di Derawan, spot diving di Teluk Cenderawasih dan
Raja Ampat, juga sangat menakjubkan.

10
Dari penjelasan diatas, merupakan beberapa usaha yang mampu menurunkan tingka
kemiskinan yang ada. Selain itu, beberapa tambahan lainnya seperti :
a. Peningkatan kualitas pendidikan masyarakat nelayan
Dalam hal ini, konteks yang dimaksud adalah nelayan sebagai kepala rumah tangga dan
nelayan sebagai seperangkat keluarga. Nelayan yang buta huruf minilam bosa membaca atau
lulus dalam paket A dan B. Anak nelayan diharapkan mempu menyelesaikan pendidikan
tingkat menengah. Sehingga kedepan akses perkembangan teknologi kebaharian, peningkatan
ekonomi lebih mudah dilakukan. Mengingat beasiswa yang saat ini mudah didapatkan
terutama bagi yang berprestasi dan memiliki suatu kendala ekonomi, para anak nelayan
dapat
melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
b. Peningkatan kualitas perlengkapan nelayan dan fasilitas pemasaran
Perlunya dukungan kelengkapan teknologi perahu maupun alat tangkap,
agar kemampuan nelayan dapat lebih berkembang dan sepadan dengan nelayan yang lainnya.
Begitu pula fasilitas pengolahan dan penjualan ikan, sehingga ahrga jual ikan bisa
ditingkatkan. Dengan menggunakan pemikiran kreatif, harga jual akan semakin meningkat.
c. Kebijakan sosial pemerintah
Perlunya sebuah kebijakan sosial dari pemerintah yang berisikan program yang memihak
nelayan, Kebijakan pemerintah terkait penanggulangan kemiskinan harus bersifat bottom up
sesuai dengan kondisi, karakteristik dan kebutuhan masyarakat nelayan. Kebijakan yang lahir
berdasarkan partisipasi atau keterlibatan masyarakat nelayan, bukan lagi menjadikan nelayan
sebagai objek program, melainkan sebagai subjek. Selain itu penguatan dalam hal hukum
terkait zona tangkap, penguatan armada patroli laut, dan pengaturan alat tangkap yang tidak
mengeksploitasi kekayaan laut dan ramah lingkungan.
d. Membuka lapangan pekerjaan
Selama tahun 2017, pemerintah telah membuka lapangan pekerjaan atau lapangan usaha
pada pertanian, kehutanan, dan perikanan yang dapat menciptakan nilai tambah. Tanaman
pangan dan perikanan adalah sublapangan usaha yang dominan pada kategori ini. Dengan
adanya solusi ini, masyarakat dapat lebih mampu mengolah hasil tangkap laut yang mereka
dapatkan.
e. Memanfaatkan potensi sumber daya laut
Indonesia memiliki kekayaan laut yang sangat melimpah. Sulawesi Selatan sendiri
memiliki hasil laut seperti ikan Bandeng yang sangat melimpah. Dengan menangkap,
11
mengolah dan menjualnya dapat mendapatkan harga dengan nilai lebih apabila dibandingkan
dengan menjual langsung tanpa melakukan pengolahan terlebih dahulu. Banyak hasil laut
lainnya yang mampu dimanfaatkan. Dengan pemanfaatan dan pengolahan yang baik, dapat
memberikan keuntungan lebih bagi masyarakat pesisir.
f. Membuka objek wisata
Selain hasil tangkap, beberapa kawasan pesisir memiliki keindahan tersendiri.
Masyarakat dapat mengajukan pembukaan objek wisata pada pemerintah setempat.
Pemikiran kreatif yang terus dimanfaatkan seperti menambahkan beberapa tempat foto di
sekitar tempat wisata. Beberapa diantaranya juga dapat melakukan transaksi jual-beli sebagai
penghasilan tambahan.
Indonesia juga dapat melakukan peningkatan pada sektor maritim dengan merujuk
pada negara negara maritim dunia saat ini. Singapura mempertahankan posisi teratasnya di
antara 15 kota maritim terkemuka di seluruh dunia, menurut laporan Leading Maritim
Capitals untuk 2019. Setelah Singapura, berturut-turut diikuti oleh Hamburg di posisi kedua,
Rotterdam di posisi ketiga, Hong Kong China di posisi keempat dan London di posisi kelima.
Kota Shanghai di China Timur menempati urutan keenam. terdapat beberapa variabel yang
termasuk dalam penilaian, yaitu sistem perkapalan,pelabuhan, dan layanan logistik dengan
singapura yang meraih nilai tertinggi, keuangan maritim dan hukum maritim oleh london,
serta teknologi maritim yang dimenangkan oleh oslo. meski negara kecil Singapura mampu
memanfaatkan wilayah laut dan posisi strategisnya untuk mengendalikan perdagangan dunia
dеngаn membangun pelabuhan kelas utama. Inі bіѕа dilihat dаrі berbagai keunggulan
pelabuhan Singapura, аntаrа lаіn seperti kecanggihan teknologinya dan kualitas pelayanan
mereka. Faktor tersebut уаng membuat hаmріr seluruh kapal уаng melintasi Selat Malaka
memilih untuk singgah dі pelabuhan Singapura. Ibaratnya, pelabuhan Singapura іtu toko
уаng lengkap dan layanannya bagus, sehingga banyak orang tertarik untuk mampir kе situ.
ketika kapal kapal ingin melintasi selat malaka, mereka tertarik untuk singgah dipelabuhan
singapura. selain untuk beristirahat mereka juga dapat mengisi logistik, memperbaiki sesuatu
jika pada kapal terjadi sesuatu yang berpotensi membahayakan, dan lain sebagainya. selama
kapal berada dipelabuhan, tiap jamnya dikenai pajak sebagaimana biaya parkir saat kita
memberhentikan kendaraan kita disuatu toko. Seperti Kita ketahui tentang Pengertian Negara
Maritim maka sudah seharusnya singapura layak menjadi negara maritim. Selain mempunyai
pulau dan laut , negara singapura juga benar benar dengan sungguh sungguh mampu
mengelola laut lebih baik dari Indonesia. lalu bagaimana dengan Indonesia?, masyarakat
Indonesia sendiri belum terlalu paham akan potensi kemaritiman Indonesia. Data Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan, hаnуа 2,265 juta masyarakat Indonesia
уаng bekerja dі laut. Padahal secara umum hіnggа Febuary 2014, kesempatan kerja dі
berbagai sektor tаmраk naik. Pertambahan tenaga kerja dі sektor jasa kemasyarakatan
tertinggi уаіtu 3,59% atau sekitar 640 ribu orang. Disusul Sektor Perdagangan (1,77% atau
sekitar 450 ribu orang), sektor industri (2,60% atau sekitar 390 ribu orang) dan pertanian
(0,68%) .еlum diketahui secara pasti penyebab keengganan angkatan kerja muda bekerja dі
12
sektor kelautan. Nаmun dі sisi lain, minimnya sumber daya lokal уаng terampil dі sektor
kelautan dipandang ѕеbаgаі faktor utama mengapa Indonesia lamban mengoptimalkan sektor
kelautan.Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Kewirausahaan Kementerian Koordinator
Perekonomian, Edy Putra Irawady, mengatakan bаhwа ѕаmраі saat іnі Indonesia mаѕіh harus
mengimpor tenaga kerja уаng beroperasi dі pelabuhan. Ia memberi contoh, dalam mencari
tenaga penarik kapal, Indonesia mаѕіh menggaji tenaga asing. Alasan utamanya karena
tenaga asing іtu ѕudаh bersertifikat."Gajinya USD1.600 atau sekitar Rp18 Juta hаnуа untuk
menarik tali kapal kе pelabuhan,” kata Edy. Minimnya jumlah pelabuhan уаng layak singgah
secara ekonomi рun јugа cukup ironis. Indonesia memiliki sekitar 17.000 pulau, nаmun
hаnуа 104 pelabuhan уаng layak singgah. Minimnya infrastruktur mаѕіh menjadi isu utama
dі sektor kelautan, termasuk infrastruktur penghubung antar pulau dan kawasan pesisir.
hukum kelautan juga sama sekali tidak bisa dikesampingkan. Dalam Guide Line for Maritim
Legislation sebagai hasil dari the Legal Expert Meeting on a Model Maritim Code for the
ESCAP Region, bahwa ruang lingkup hukum maritim sedemikian luas termasuk yang
bersifat hukum publik. ruang lingkup hukum maritim yaitu, Economic regulation, Nationality
of ships and registrasion of ships and Rights on ships, safety, navigatoin, manning, Ship’s
Manager, Agents, Stevedores and Freight Forwardersvariabel, Maritim fraude, hingga
Resolution of Disputes. menurut laporan leading maritim capital 2019, negara dengan hukum
dan keuangan maritim terbaik adalah london. kegiatan peningkatan ditiap point lingkupan
hukum maritim tersebut dapat menjadi potensi jayanya maritim Indonesia. untuk bidang
tekhnologi maritim, Norwegia kembali menjadi negara panutan bagi Indonesia. Jens Holte
State Secretary for Minister of International Development – Kementerian Luar Negeri
Norwegia menjelaskan tentang pandangannya dalam mengelola ruang laut. Dia mengatakan,
pengelolaan ruang laut harus diseimbangkan dengan manfaat ekonomi dan upaya penyehatan
laut. Dan di Norwegia, pengelolaan laut dilakukan dalam bentuk sejumlah program yang
memiliki visi keberlanjutan untuk masa depan. Holte menyebutkan, dalam mengelola ruang
laut, Norwegia memiliki sejumlah program unggulan seperti Fish for Development, Marine
Spatial Management Plans, dan Ocean Waste Management. Semua program tersebut,
diklaimnya menerapkan prinsip berkelanjutan yang bertujuan untuk menjaga alam dari
kerusakan.Dalam mengelola ruang laut, Holte mengutarakan, Norwegia juga memiliki
perhatian yang besar untuk mengurangi sampah laut. Di antara bentuk komitmen yang sudah
diperlihatkan Norwegia dalam mengurangi sampah di laut, adalah dengan dibuatnya program
trust fund yang bertujuan untuk membantu negara-negara di dunia untuk mengurangi sampah
laut di dunia. Program tersebut, dilaksanakan melalui berbagai penetapan, salah satunya
melalui bank dunia, dan dialirkan ke negara-negara yang membutuhkan bantuan untuk
pengelolaan sampah di laut, termasuk Indonesia.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari materi ini adalah


1. Konsep budaya bahari tidak lepas dari sejarah yang ada. Pada Sulawesi Selatan sudah ada
sejak dulu, dan pelayaran yang dilalui beberapa pelaut yang menggunakan kapal Pinisi
untuk melakukan pelayaran.
2. Masyarakat maritim yang ada di Indonesia memiliki masalah kemiskinan yang sebagian
besar disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya modal usaha dan
fasilitas yang kurang, hingga profesi yang sebagian besar bekerja sebagai nelayan yang
membuat para nelayan melakukan pelayaran tergantung kondisi cuaca.
3. Tentunya pemerintah melakukan upaya-upaya untuk mengatasi atau menanggulangi
masalah kemiskinan di Indonesia melalui pemanfaatan potensi sumber daya laut dan
potensi yang ada di Wilayah maritim, dan upaya penganggulanan lainnya masyarakat
maritim mampu meningkatkan perekonomian untuk mengurangi kemiskinan di wilayah
maritim ini.

3.2 Saran

` Penulis menyadari bahwa makalah yang dibuat masih memiliki kekurangan.


Diharapkan kepada pembaca dapat memahami isi dari makalah ini dan memberikan masukan
dan kritikan yang membangun sehingga dapat membuat makalah yang lebih baik.

14
DAFTAR PUSTAKA

Asus, 2018, Presentasi, Upaya Pemprov Sulsel dalam Penysusunan Kebijakan dan
Pelaksanaan Pembangunan Ekonomi Inklusif di Sulawesi Selatan, 39(1) : 1-39

User, 2018, Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Kemiskinan, 10(1) : 1-10

Putra, M.M.C., Rustam, M., Puspikasari, Umar, A.L.U,, Halim, N.L., Istiqamah, A., 2013,
Presentasi, Budaya Bahari dan Penanggulangan kemiskinan, 23(12): 1-23

Andi, 2017, Museum Kapal dan Perahu Tradisional, 10(3): 1-10

Lampe, M, 2000, Jurnal Antropologi Indonesia I, Memanfaatkan Potensi Sosial Budaya


Lokal untuk Pengembangan Manajemern Perikanan Laut Berbasis Masyarakat, 8(3):
182-189

Setiawan, H., 2016, Skripsi, Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan
di Sulawesi Selatan, 87 (26): 1-87

Angka, A.F.S., 2018, Tesis, Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pengeluaran


Pemerintah Dan Pengangguran Terhadap Penurunan Tingkat Kemiskinan Di Provinsi
Sulawesi Selatan, 148 (9) : 1-148

15

Anda mungkin juga menyukai