i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah tentang
“Fungsi Nilai-nilai Sosial Budaya Maritim bagi Tatanan Kehidupan Bersama dalam Konteks:
Kelompok Kerja, Komunitas Desa dan Kedaerahan, Lintas Suku Bangsa dan Kesatuan Bangsa,
Lintas Bangsa/Internasional”.
Pada kesempatan kali ini, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dosen mata kuliah Wawasan Sosial Budaya Maritim yang telah memberikan tugas
berupa makalah kepada kami. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang turut membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Disebabkan oleh keterbatasan ilmu yang dimiliki penulis, makalah ini jauh dari
sempurna. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya
penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi
pembaca yang membutuhkan informasi mengenai pembahasan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL………………………………………………………………………………………i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………......ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………..11
B. Saran…………………………………………………………………………………11
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam masyarakat maritim, termasuk Indonesia, telah tumbuh berbagai sektor dan
subsektor ekonomi kemaritiman baru yang memunculkan segmen-segmen atau kategori-
kategori sosial seperti pertambangan, pekerja industri, pengelola dan karyawan wisata, marinir,
akademisi/peneliti, birokrat, dan lain-lain. Tumbuh kembangnya sektor-sektor ekonomi dan
jasa dengan perkembangan dan perubahan-perubahan kelembagaannya menjadi wadah dan
regulasinya.
Luas Negara Indonesia yang 70% adalah lautan, menjadikan Indonesia sebagai negeri
bahari yang kaya akan sumberdaya hayati laut. Kekayaan lautan Indonesia dimanfaatkan oleh
masyarakat pesisir sebagai mata pencaharian mereka. Begitu luasnya perairan Indonesia
menggambarkan pula persebaran masyarakat pesisir. Masyarakat pesisir dicirikan dengan
struktur ekonomi atau sektor-sektor mata pencaharian heterogen, kesatuan asal-usul dan
pemukimannya terutama pada daerah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Masyarakat bahari, khususnya di Indonesia, ditandai dengan beberapa ciri sosial, yang
ada dalam beberapa hal jauh lebih kompleks dan menyolok daripada yang mencirikan
masyarakat perkotaan dan pedesaan di darat. Fenomena sosial budaya bahari di Indonesia
adalah kompleks. Ini dicirikan dengan lima fenomena menyolok, yaitu: kompleksnya kategori
atau kelompok sosial terlibat dalam kehidupan kebaharian, tumbuh dan berkembangnya sektor-
sektor dan sub-sub ekonomi dan aktivitas lainnya berkaitan dengan laut, keterlibatan secara
tidak langsung kategori-kategori dan hirarki sosial dalam aktivitas kebaharian, saling
keterkaitan antar sektor-sektor kehidupan dan internal antar unsur-unsur budaya bahari, sifat
1
homogen dan diversity unsur-unsur budaya, dan proses dinamika perubahan dan persisten dari
unsur-unsur budaya bahari tersebut.
Untuk studi budaya bahari yang kompleks relevan menerapkan konsep “tiga wujud
kebudayaan” dari Koentjaraningrat, konsep “kreasi dan dinamika budaya” dari Sanjek, dan
metode penjelasan progresif konsektual” dari Vadya sebagai model deskripsi, penjelasan dan
analisis secara empirik. Wujud budaya bahari nelayan ialah sistem budaya (meliputi terutama
sistem-sistem pengetahuan, gagasan, keyakinan, dan daftar kebutuhan serta cita-cita dalam
kognitifnya), kelembagaan (organisasi, kelompok kerjasama nelayan, hak-hak pemilikan atas
wilayah dan sumber daya laut), dan teknologi (sarana/prasarana transportasi laut, sarana
penggerak berupa layer, mesin, alat-alat tangkap, dan perlengakapan fisik lainnya).
Proses dinamika yang tidak atau kurang terarahkan seperti dialami ini banyak
berdampak negatif terhadap kondisi kehidupan ekonomi, konflik sosial, kemerosotan sumber
daya dan degradasi lingkungan laut. Itulah sebabnya ke depan proses dinamika budaya bahari
mestinya diarahkan secara bijak dengan berbagai jenis pendekatan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka rumusan masalah dalam
penulisan makalah ini yaitu:
2
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dan manfaat yang ingin dicapai
dalam penulisan makalah ini yaitu:
3
BAB II
PEMBAHASAN
Nilai-nilai sosial budaya maritim secara umum ada 6 yaitu religius, cinta maritim
Indonesia, cinta tanah air dan bangsa (nasionalisme), multikulturalisme, semangat bahari, dan
keterbukaan. Fungsi budaya maritim dalam memperkuat tatanan berkehidupan bersama
(MTBB) pada komunitas konteks desa dan salah satu contohnya yaitu munculnya Jiwa gotong
royong yang kental pada masyarakat desa pesisir kabupaten Bantul. Jiwa gotong royong
ditunjukkan dengan kegiatan bergotong royong dalam membersihkan lokasi wisata atau
kampung tempat tinggal warga Meskipun makna gotong royong tampak menunjukkan
pergeseran karena tidak selalu harus berupa tenaga, tetapi juga dalam bentuk lain seperti uang,
saran, dan fasilitas. Warga pesisir tidak keberatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan
Bersama. Dengan kata lain, jiwa gotong royong masih cukup tinggi, hanya saja perwujudannya
mulai mengalami perubahan mengingat banyak yang sibuk bekerja. Mereka yang sibuk bekerja
umumnya lebih suka menyumbangkan uang atau fasilitas untuk mendukung kegiatan-kegiatan
bersama.
1. Religius
Nilai religius merupakan suatu bentuk karakter manusia yang patuh pada ajaran
kepercayaannya. Contoh karakter religi pada masyarakat maritim adalah Kelompok Nelayan
Aurora di Kelurahan Malalayang Dua yang memiliki kepercayaan dalam proses menangkap
ikan, seperti tabu untuk berisik baik pada saat proses penangkapan maupun saat dalam
perjalanan menuju lokasi penangkapan ikan, mencelupkan kaki di laut, dan menanyakan hal-
hal aneh yang dilihat selama melaut. Misalnya adanya penampakan cahaya yang mengikuti
nelayan saat sedang melaut, burung bangau, badan sebesar pohon kelapa, ada juga yang
berbentuk manusia dengan kepala ayam karena dianggap akan berpengaruh pada hasil
tangkapan.
Cinta maritim ditunjukkan oleh Suku Bajo dengan cara menghormati dan menjaga laut
sedemikian rupa sehingga disebut sebagai "garis pertahanan terakhir" hubungan manusia
dengan laut yang hidup dalam harmoni. Orang Bajo sejak kecil sudah diajarkan untuk
memahami cara memperlakukan laut dengan baik seperti melestarikan sumber daya laut
4
dengan cara ikut serta menanam bakau di kawasan pesisir pantai dan menggunakan jarring atau
jala berukuran besar, sehingga hanya ikan-ikan berukuran besar saja yang tertangkap dan
ekosistem terumbu karang tidak rusak.
4. Multikulturalisme
Multikultural adalah masyarakat yang memiliki dua atau lebih kelompok budaya yang
berbeda. Masyarakat maritim sangat menjunjung tinggi multikulturalisme, contohnya pada
masyarakat di Desa Kelong Kecamatan Bintan Pesisir Kabupaten Bintan yang memiliki
perbedaan suku, adat istiadat, maupun agamanya. Masyarakat asli Desa Kelong bersuku
Melayu, sementara masyarakat pendatang terdiri dari beberapa jenis suku-dan etnis yaitu
diantaranya suku Padang, Jawa, Batak, Buton serta etnis Tionghoa. Mereka biasanya
mengembangkan kepercayaan bahwa mereka memiliki asal usul keturunan yang sama, satu
kepercayaan yang seringkali didukung oleh mitos-mitos yang hidup didalam masyarakat
tersebut.
5. Spirit Bahari
Spirit bahari dapat dijumpai pada perempuan nelayan di Desa Muara Gading Mas
Lampung Timur yang memiliki peran ganda dalam domestik dan juga mencari nafkah. Hal ini
membuktikan bahwa perempuan, terutama para istri nelayan di Desa Muara Gading memiliki
etos kerja yang tinggi. Selain dalam urusan rumah tangga, mereka juga membantu mencari
penghasilan tambahan dengan cara yang inovatif kreatif seperti pembuat olahan rumput laut,
pengasin ikan, pembuat ikan asin, bakso ikan, abon ikan, pepes ikan. kerupuk ikan, ikan presto,
5
sate ikan, nugget ikan, penjual ikan, dan pemilik warung sembako dan sayur serta membuat
jaring ikan.
6. Keterbukaan
Dalam kemaritiman, keterbukaan dapat menimbulkan hal yang baik. Contohnya pada
pelayar daerah Mandar pada abad ke-20 yang melakukan pelayaran niaga ke daerah-daerah
produksi komoditi, yaitu rempah-rempah di Maluku, kayu cendana di Timor dan Sumba, Jawa,
Selat Malaka, Kalimantan, dan lainnya. Akibat dari keterbukaan niaga itu. pedagang-pedagang
lain datang ke wilayah Mandar untuk melakukan kegiatan niaga.
a. Kekompakan bekerja
Sistem kerja sama di laut harus lebih diutamakan untuk mendapat hasil yang
maksimal. Salah satu contoh bentuk kerja sama pada masyarakat nelayan di Sodohoa
Kendari Barat yakni dalam beroperasi di laut, mereka bekerja sesuai dengan tugas yang
diberikan kepadanya. Kelompok nelayan gae atau bagang ada yang bertugas sebagai
juru mesin, juru lampu, juru masak, mereka secara serentak mengerjakan tugas secara
bersama-sama, Apabila salah seorang ada yang tidak dapat melaksanakan tugasnya
karena kondisinya tidak memungkinkan, maka yang lainnya akan segera mengambil
alih pekerjaan itu.
b. Loyalitas/setia kawan
c. Tolong-menolong
6
membantu dalam memperbaiki perahu yang rusak dan memperbaiki jaring yang robek,
semua dikerjakan secara bersama-sama.
Kejujuran dan tanggung jawab dapat kita lihat pada masyarakat nelayan di
Teluk Betuk. Para nelayan ini meyakini bahwa apa yang dijual bukan semata-mata
untuk mendapatkan keuntungan (profit) sebagai tujuan duniawi saja, melainkan juga
untuk mendapat keberkahan dan keridhaan dari Tuhan atas apa yang diusahakan. Maka
masyarakat nelayan di Teluk Betung sangat menjunjung tinggi kejujuran dan tanggung
jawab.
2. Konteks Komunitas Desa dan Kedaerahan (misal: Desa Pesisir Kabupaten Bantul)
7
tidak selalu harus berupa tenaga, tetapi juga dalam bentuk lain seperti uang, saran, dan
fasilitas. Warga pesisir tidak keberatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan
Bersama. Dengan kata lain, jiwa gotong royong masih cukup tinggi, hanya saja
perwujudannya mulai mengalami perubahan mengingat banyak yang sibuk bekerja.
Mereka yang sibuk bekerja umumnya lebih suka menyumbangkan uang atau fasilitas
untuk mendukung kegiatan-kegiatan bersama.
Ditunjukkan dengan tidak adanya warga yang merasa terpaksa menjadi anggota
suatu kelompok mengingat warga tersebut memiliki tujuan bersama yang hendak
dicapainya yang tidak bisa dicapai tanpa berkelompok.
Secara konseptual bahwa pemukiman yang dihuni oleh komunitas multi etnik maka ada
kemungkinan terjadinya kerjasama atau persaingan dalam masyarakat. Sehingga pemukiman
yang berbeda etnik merupakan bagian interaksi yang penting karena dengan melalui kerjasama
dan persaingan memudahkan mereka memiliki rasa saling mengerti terhadap perbedaan budaya
yang ada dan dapat hidup rukun (serasi) dalam suatu kelompok masyarakat yang berbeda asal-
usul dan kebiasaan sebelumnya, oleh karena itu perlu diciptakan suatu kehidupan bersama di
dalam masyarakat tersebut. Hubungan bersama itu mampu melahirkan budaya seimbang antara
sesama warga dalam masyarakat, selanjutnya dari terciptanya budaya seimbang antara sesama
warga dalam masyarakat, akan pula menciptakan keseimbangan dalam kerjasama dan
persaingan dalam bidang budaya, pendidikan, bahasa, dan agama melalui kegiatan kerjasama
dan persaingan antar etnik.
Nelayan adalah salah satu komunitas yang secara geografis dan karakteristik memiliki
perbedaan, Karakteristik yang membedakan tersebut dengan kelompok lainya. Karakteristrik
nelayan dari segi jenis ikan yang ditangkap dalam melakukan dalam operasional pun berbeda
antara nelayan yang satu dengan nelayan yang lainnya. Etos kerja yang tinggi di masyarakat
nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam mencapai kesejahteraan sosial ekonomi.
Kecenderungan masyarakat nelayan bersifat kompetitif dan mengandalkan kemampuan diri
untuk mencapai keberhasilan menjadikan mereka memiliki sikap apresiatif terhadap keahlian
dan prestasi seseorang dalam melakukan pekerjaannya dengan memanfaatkan potensi laut
8
sesuai kebutuhannya baik untuk kepentingan sesaat, maupun untuk kepentingan masa yang
akan datang.
Luas wilayah laut Indonesia terdiri dari 3.166.163 km2 perairan nusantara dan teritorial
serta 2,500.000 km2 Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Perairan tersebut mengandung sumber
daya hayati alam yang terbarukan (seperti ikan dan biotik lainnya, terumbu karang, padang
lamun, dan mangrove) maupun yang tidak terbarukan (seperti minyak dan gas (migas), mineral,
besi, dan harta karun) yang melimpah. Perikanan tangkap, pelayaran, dan perdagangan
merupakan sektor ekonomi maritim paling tua dan banyak melibatkan penduduk pesisir dan
pulau-pulau sejak dahulu. Nusantara sarat dengan sejarah peradaban maritim dominan yang
mencakup aspek-aspek politik pemerintahan, pertahanan keamanan, industri dan arsitektur
kapal kayu, transportasi dan perdagangan laut, pelabuhan, astrologi, dan hukum laut yang
pernah berkembang mencirikan kerajaan-kerajaan maritim utama Nusantara seperti Sriwijaya,
Tarumanagara, Majapahit, Banten, Samudra Pasai Aceh, Gowa Makassar, dan kedua
kesultanan Buton dan Ternate. Peranan Pelaut Bugis-Makassar dalam Reproduksi Wawasan
Geo-Bio-Sosial-Budaya Maritim Nusantara/Indonesia kurangnya studi ethnografi nelayan
tentang aspek kepelayaran dan fenomena kompleksitas karakteristik geo-bio-sosial-budaya
maritim Indonesia menjadi faktor pendorong dan penarik untuk mengarahkan fokus studi pada
aspek pelayaran dan interaksi kemaritiman. Di awal pemerintahan Presiden Joko Widodo juga
muncul visi pembangunan nasional "mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim
dunia”.
Adapun pendekatan dengan model analisis seafaring life produces a "maritime ethos
disposition" dari Prins menjadi sumber inspirasi cukup berarti bagi pengembangan sebuah
model analisis alternatif, yakni dalam rangka mengenali karakteristik Nusantara dari budaya
maritim masyarakat nelayan pengembara Bugis- Makassar khususnya dan karakteristik umum
(commonality) masyarakat nelayan dari negara-negara kepulauan besar di dunia pada
umumnya. Dalam konteks negara kepulauan Indonesia, konsep kesatuan mengandung
konsepsi dan gambaran tentang karakteristik geografi bentang laut dan gugusan pulau-pulau,
perairan dan sumber daya laut (biotik, abiotik), pola musim dan kondisi iklim, status
pemanfaatan ruang dan sumber daya laut (opened-closed access), keanekaragaman etnis dan
budaya pelaut (ethnic group and cultural diversity) hingga wawasan kesatuan tanah air dan
9
bangsa pelaut yang dipahami sebagai reproduksi dari pengalaman pelayaran dan interaksi
kemaritiman pelaut sejak dahulu.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
Chairunnisa, I., Rijanta, R., & Baiquni, M. (2019). Pemahaman Budaya Maritim Masyarakat
Pantai Depok Kabupaten Bantul. Media Komunikasi Geografi, 205.
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/article/view/6889
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/Sosioreligius/article/download/13322/8263
https://www.scribd.com/document/495525962/Fungsi-Nilai-nilai-Budaya-Maritim-bagi-
Tatanan-Berkehidupan-Bersama-dalam-Konteks-Kelompok-Kerja-Komunitad-Desa-dan-
Kedaerahan-Lintas-Suku-Bangsa-da
12