Anda di halaman 1dari 20

KOMPLEKSITAS KEBUDAYAAN DIDESA LOSARI

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS MATA


KULIAH SISTEM SOSIAL INDONESIA DIAMPUH OLEH Dra. Erny
Rosyanti, M,Si

Disusun Oleh :
Nama : Lindung Bayu Pratama (212260022)
M.Sukma nurjaya (212260045)
Prodi : Ilmu Pemerintahan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur panjatkan kehadiran ALLAH SWT yang telah


memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah berjudul “Kompleksitas Kebudayaan Di Desa
Losari Kabupaten brebes” ini tepat waktu.

Tujuan penulisan tugas makalah Kompleksitas Pembangunan


Berbagai daerah Di Indonesia untuk menyelesaikan Tugas yang
diberikan Dosen mata kuliah.

Akhir kata, semoga Tugas makalah ini dapat memberikan manfaat


bagi pembaca.

Tegal, Mei 2023

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..............................................................................................3
1.2 Rumusan masalah.........................................................................................5
1.3 Tujuan penelitian..........................................................................................5
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................6

BAB II LANDASAN TEORI


2.1 Definisi Dan Konsep Kompleksitas budaya.................................................8

2.2 Kebudayaan Didesa Losari..........................................................................9


2.21 Bahasa dan Keanekaragaman Bahasa........................................................12
2.2.2 Adat dan Istiadat Tradisi Lokal.................................................................13
2.2.3 Kesenian Tradisional.................................................................................16

BAB III PENUTUP


KESIMPULAN..................................................................................................19

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Desa Losari, yang terletak di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, merupakan sebuah

desa yang kaya akan keberagaman budaya. Desa ini dihuni oleh masyarakat yang

berasal dari berbagai suku, etnis, dan agama, yang menjadikannya sebagai contoh

nyata dari kompleksitas budaya di wilayah tersebut. Kekayaan budaya di Desa

Losari mencakup bahasa, adat istiadat, seni, tradisi, dan sistem nilai yang

diwariskan dari generasi ke generasi.

Pentingnya mempelajari kompleksitas budaya di Desa Losari terletak pada

upaya pelestarian dan pemahaman yang lebih dalam terhadap warisan budaya

yang dimiliki. Dalam era globalisasi dan modernisasi saat ini, kompleksitas

budaya seringkali dihadapkan pada tantangan yang dapat mengancam

keberlanjutan dan kelestariannya. Perubahan sosial, kemajuan teknologi, serta

interaksi dengan budaya luar dapat berdampak pada pergeseran nilai-nilai,

kehilangan identitas budaya, dan pelemahan tradisi lokal.

Desa Losari memiliki keunikan dan kompleksitas budaya yang perlu

dipahami dengan baik. Bahasa yang digunakan di desa ini mencerminkan

keberagaman etnis dan kelompok sosial yang hidup berdampingan. Adat istiadat

3
dan tradisi lokal menjadi penanda identitas masyarakat dan memperkuat ikatan

sosial dalam komunitas. Seni dan budaya lokal menjadi ekspresi kreativitas dan

keunikan masyarakat Desa Losari.

Dalam konteks ini, penelitian tentang kompleksitas budaya di Desa Losari

menjadi sangat relevan. Penelitian ini dapat memberikan pemahaman yang lebih

dalam tentang kekayaan budaya, tantangan yang dihadapi, serta upaya yang dapat

dilakukan untuk mempertahankan dan mengembangkan keberagaman budaya

yang ada.

Melalui pemahaman yang lebih baik tentang kompleksitas budaya di Desa

Losari, diharapkan dapat tercipta kesadaran dan apresiasi yang lebih tinggi

terhadap warisan budaya lokal. Dengan mempertahankan dan mempromosikan

keberagaman budaya, Desa Losari dapat menjadi pusat kegiatan budaya yang

mengundang minat wisatawan serta berkontribusi pada pembangunan lokal

melalui sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.

4
1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, makalah ini akan

mencoba menjawab beberapa rumusan masalah berikut:

1. Bagaimana kompleksitas budaya di Desa Losari, Brebes, dapat dijelaskan dari

segi keberagaman suku, etnis, bahasa, adat istiadat, dan tradisi yang ada?

2. Apa saja tantangan yang dihadapi dalam menjaga keberagaman budaya di Desa

Losari menghadapi perubahan sosial, pengaruh luar, dan modernisasi?

3. Bagaimana keberagaman budaya di Desa Losari dapat menjadi sumber daya

yang berharga dalam pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif?

4. Apa saja langkah-langkah yang dapat diambil untuk mempertahankan dan

mempromosikan kompleksitas budaya di Desa Losari agar tetap lestari dan

terpelihara?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui kompleksitas

budaya didesa losari , Adapun tujuan khususnya dapat disusun sebagai berikut:

Makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis dan memahami kompleksitas budaya di Desa Losari,

Brebes, termasuk keberagaman suku, etnis, bahasa, adat istiadat, dan tradisi yang

ada.

5
2. Untuk mengidentifikasi tantangan yang dihadapi dalam mempertahankan dan

menjaga keberagaman budaya di Desa Losari dalam menghadapi perubahan

sosial, pengaruh luar, dan modernisasi.

3. Untuk mengeksplorasi potensi keberagaman budaya di Desa Losari sebagai

sumber daya yang berharga dalam pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif.

4. Untuk menyusun rekomendasi dan langkah-langkah konkret yang dapat diambil

untuk mempromosikan, melestarikan, dan mengembangkan kompleksitas budaya

di Desa Losari agar tetap lestari dan terpelihara.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa manfaat yang dapat dirasakan, antara lain:

1. Menyediakan pemahaman yang lebih mendalam tentang kompleksitas budaya

di Desa Losari, Brebes. Penelitian ini akan menggali informasi tentang

keberagaman suku, etnis, bahasa, adat istiadat, dan tradisi yang ada, sehingga

dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang kekayaan budaya Desa

Losari.

2. Membantu menjaga dan mempromosikan pelestarian keberagaman budaya.

Dengan memahami kompleksitas budaya Desa Losari, penelitian ini dapat

memberikan informasi dan rekomendasi untuk mengembangkan strategi dan

kebijakan yang efektif dalam mempertahankan dan mempromosikan keberagaman

budaya di Desa Losari.

3. Mengidentifikasi tantangan yang dihadapi dalam memelihara keberagaman

budaya. Penelitian ini akan mengungkapkan faktor-faktor yang dapat mengancam

6
kelestarian budaya di Desa Losari, seperti perubahan sosial, pengaruh luar, dan

modernisasi. Hal ini akan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang

masalah yang harus diatasi dalam upaya mempertahankan keberagaman budaya.

4. Menggali potensi keberagaman budaya dalam pengembangan pariwisata dan

ekonomi kreatif. Penelitian ini akan menyoroti potensi budaya Desa Losari

sebagai daya tarik wisata dan sumber penghasilan ekonomi lokal. Hasil penelitian

dapat memberikan masukan untuk pengembangan sektor pariwisata yang

berkelanjutan dan pengembangan ekonomi kreatif berbasis budaya di Desa Losari.

5. Memberikan panduan dan rekomendasi bagi pemerintah, masyarakat, dan pihak

terkait. Penelitian ini akan menghasilkan rekomendasi dan langkah-langkah

konkret untuk mempertahankan, mempromosikan, dan mengelola keberagaman

budaya di Desa Losari. Rekomendasi ini dapat digunakan sebagai pedoman bagi

pemerintah, masyarakat, dan pihak terkait dalam upaya pelestarian budaya dan

pengembangan komunitas lokal.

6. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang

nyata bagi masyarakat Desa Losari, pemerintah setempat, akademisi, dan pihak-

pihak terkait dalam upaya memahami, memelihara, dan mengembangkan

kompleksitas budaya yang ada.

7
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi dan konsep kompleksitas budaya

Definisi dan konsep kompleksitas budaya merujuk pada pemahaman tentang sifat

kompleks dan multidimensional dari budaya. Berikut adalah penjelasan definisi

dan konsep tersebut:

Definisi kompleksitas budaya: Kompleksitas budaya mengacu pada

keadaan di mana budaya sebuah masyarakat atau komunitas melibatkan banyak

elemen yang saling terkait dan saling mempengaruhi. Budaya kompleks

mencakup berbagai aspek seperti bahasa, nilai-nilai, norma, adat istiadat, tradisi,

sistem kepercayaan, seni, dan praktik sosial yang menjadi bagian dari identitas

dan kehidupan sehari-hari masyarakat tersebut.

Konsep kompleksitas budaya: Konsep kompleksitas budaya melibatkan

pemahaman bahwa budaya bukanlah entitas yang tunggal atau homogen, tetapi

merupakan sistem yang kompleks dan beragam. Kompleksitas budaya melibatkan

interaksi dan pertautan antara berbagai elemen budaya yang saling mempengaruhi

dan membentuk kehidupan masyarakat. Konsep ini juga mengakui bahwa budaya

8
dapat mengalami perubahan seiring waktu dan beradaptasi dengan lingkungan

sosial, ekonomi, politik, dan teknologi yang terus berkembang.

Dalam konteks kompleksitas budaya, diperhatikan juga bahwa setiap masyarakat

memiliki dinamika budaya yang unik, pola-pola interaksi sosial yang rumit, serta

perbedaan dan perspektif yang beragam dalam interpretasi budaya. Kompleksitas

budaya juga mencakup adanya konflik, ketegangan, dan tantangan yang muncul

dalam menjaga keberagaman budaya, mempertahankan tradisi, dan mengatasi

pengaruh luar yang dapat memengaruhi identitas dan praktik budaya.

Dengan memahami definisi dan konsep kompleksitas budaya, kita dapat

menghargai keragaman dan keunikannya serta mengakui bahwa pemahaman

budaya yang komprehensif melibatkan analisis mendalam tentang interaksi antara

berbagai aspek budaya yang kompleks dan dinamis

2.2 Kebudayaan didesa losari

Secara umum, budaya masyarakat Kabupaten Brebes tidak banyak berbeda


dengan budaya Jawa atau pun Sunda secara keseluruhan. Bahkan sebagai bagian
dari Indonesia, budaya yang ada di Kabupaten Brebes semakin memperkaya
khasanah budaya yang ada. Kalau bangsa Indonesia secara umum dikenal dengan
budaya gotong royong, maka di Kabupaten Brebes budaya gotong royong juga
menjadi budaya sehari-hari. Secara khusus, ada beberapa budaya yang terkait
dengan budaya gotong royong yang ada di Kabupaten Brebes, antara lain:
1. Kerigan
Kerigan dalam Bahasa Indonesia berarti kerja bakti bersama seluruh warga di
suatu lingkungan, seperti RT, RW atau suatu pedukuhan, bahkan hingga satu desa.
Kerigan ini dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Brebes setiap hari-hari tertentu
aau setiap saat kalau dirasa perlu. Seperti kerigan untuk membersihkan saluran air
dan sampah rumah tangga di lingkungan mereka masing-masing. Istilah kerigan
ini saat ini sudah jarang digunakan, masyarakat dan pemerintah lebih sering

9
menggunakan istilah kerja bakti, gerakan Jumat Bersih atau Minggu Bersih dan
sebagainya.
Istilah kerigan ini mungkin perlu diingatkan kembali, agar masyarakat
tidak kehilangan jati dirinya sebagai masyarakat yang berbudaya. Dengan istilah
yang berasal dari bahasa lokal, bahasa Brebesan, maka semngat
kegotongroyongan itu akan tetap terpelihara. Karena saat ini, ada indikasi budaya
individualisme di tengah-tengah masyarakat mulai tumbuh. Hal ini yang harus
diperhatikan pemerintah, maupun instansi dan lembaga terkait agar budaya ini
tetap lestari dan berkembang. Antara lain dengan terus mengadakan kerigan atau
gotong royong secara rutin setiap pekan sekali, baik melalui gerakan Jumat Bersih
atau pun Minggu Sehat.

2. Sambatan
Sambatan, secara umum juga berarti gotong royong di antara sesama warga.
Istilah sambatan ini lebih mengarah kepada istilah tolong-menolong di antara
sesama warga. Ketika ada seorang warga, yang mempunyai pekerjaan atau pun
hajatan, biasanya pemilik pekerjaan atau hajatan itu akan meminta sambatan
kepada tetangga-tetangga terdekatnya.
Misalnya saat seorang warga akan membangun sebuah rumah. Biasanya
warga akan melakukan sambatan saat membuat pondasi rumah. Sambatan ini,
bisanya dilakukan secara bersama-sama atau bergantian antar beberapa warga.
Sambatan dilakukan tidak sampai sehari penuh, biasanya cukup setengah hari
saja, dari pagi hingga siang hari. Pemilik rumah atau yang nduwe gawe, cukup
menyediakan minuman dan makanan saja, istilah Brebesnya wedang dan
panganan untuk mereka yang disambat membantu pekerjaan tadi.
Sambatan juga bisa dilakukan bagi mereka yang memiliki hajatan, seperti
pengantin atau pun sunatan. Pemilik hajat biasanya akan minta sambatan kepada
orang-orang tertentu, misalnya untuk mengantar undangan, membuat layos atau
pun membuat dekorasi. Sedangkan kaum ibu, biasanya disambat untuk mengiring
pengantin, dari rumah mempelai perempuan ke rumah mempelai laki-laki dan
kembali lagi.

10
3. Sinoman
Sinoman atau senoman juga merupakan salah satu bentuk gotong royong yang
hingga kini masih menjadi budaya masyarakat Brebes. Dalam bahasa Indonesia,
sinoman atau senoman berarti membantu orang yang sedang punya hajat. Baik
hajatan pengantenan atau pun sunatan.
Budaya sinoman/senoman ini umumnya dilakukan oleh warga yang masih
memiliki unsur kekerabatan, namun tidak menutup kemungkinan juga dilakukan
oleh tetangga-tetangga dekatnya. Sinoman dilakukan biasanya saat pemilik
hajatan membuat kue atau pun makanan seperti berkat, adep-adep atau yang
lainnya. Mereka yang senoman itu, biasanya datang sendiri dan tidak dibayar.
Sebagai upah atau penghargaan atau sinoman/senoman yang dilakukan itu,
biasanya pemilik hajat akan memberikan kue atau makanan yang dibuat bersama-
sama tersebut.

Budaya sinoman/senoman saat ini masih tumbuh subur di masyarakat pedesaan,


khususnya dilakukan kaum ibu/perempuan, meski kaum bapak/laki-laki juga ada
yang sinoman juga. Sementara di masyarakat perkotaan, budaya
sinoman/senoman, sudah mulai berkurang.

Hal ini bukan karena tidak dikenal atau tidak diperkenankan lagi, tetapi karena
saat ini tradisi masyarakat di perkotaan saat menggelar hajatan sudah mulai
bergeser. Karena sebagian besar masyarakat perkotaan, sekarang ini memilih yang
lebih praktis, yakni memesan makanan lewat orang lain, seperti katering atau pun
makanan yang sudah jadi dari toko. Acaranya pun digelar di gedung pertemuan
atau aula, yang mampu menampung tamu lebih banyak dalam jangka waktu
bersamaan. Atau juga karena kondisi rumah pemilik hajatan terlalu sempit dan
tidak ada halaman atau pekarangan untuk menerima tamu. Sehingga saat
menggelar hajatan memilih untuk menyewa gedung atau aula yang lebih luas. Di
sini, saudara, tetangga atau rekan sejawat akan senoman dalam bentuk yang lain.
Seperti misalnya menjadi penerima tamu atau bidang yang lain.

4. Telitian

Gotong royong yang dilakukan masyarakat Brebes, tidak hanya dari segi
fisik atau tenaga dan jasa atau pemikiran saja. Namun juga dalam bentuk materi
atau harta. Gotong royong ini, dilakukan saat seorang warga memiliki hajatan atau

11
sedang membangun rumah. Bantuan dalam bentuk materi atau harta ini sering
disebut dengan telitian, atau ada yang menyebutnya dengan sumbangan, tetapi
pada waktunya nanti harus bergantian.

Orang yang memiliki hajatan, selain membutuhkan tenaga untuk sinoman,


juga membutuhkan materi, seperti beras, gula dan kebutuhan lainnya saat hajatan.
Biasanya, beberapa warga, yang dalam jangka waktu ke depan, akan melakukan
telitian. Tujuannya, selain membantu pemilik hajat, juga untuk kepentingan
dirinya sendiri. Karena dipastikan, saat diri sendiri menggelar hajatan, juga
membutuhkan materi dan harta yang banyak. Dan untuk memperingan biaya
penyelenggaraan hajat itu, sebagian warga melakukan telitian terlebih dahulu
dengan pemilik hajat. Biasanya, pemilik hajat itu dimintai pendapat terlebih
dahulu, apakah akan telitian dengannya atau tidak.

5. Tilik
Kebudayaan dan tradisi masyarakat Brebes yang lain, yang hingga kini
masih sangat kuat adalah budaya tilik. Budaya tilik ini, hampir menyebar di
seluruh wilayah Kabupaten Brebes, baik yang berasal dari wilayah Jawa maupun
Sunda. Budaya ini hingga kini masih cukup kuat di tengah masyarakat. Tilik,
dalam bahasa Indonesia berarti menjenguk, menengok warga kepada warga yang
lain. Tujuan dari budaya tilik ini adalah menyambung tali silaturahmi, antara
saudara, teman dan tetangga. Budaya tilik ini, biasanya dilakukan saat ada warga
yang melahirkan, istilahnya tilik bayi. Jika ada yang sakit, maka istilahnya tilik
orang sakit. Termasuk jika ada orang mau berangkat haji atau sepulang haji, juga
ada istilah tilik haji.

Budaya dan tradisi tilik ini, biasanya tidak hanya silaturahmi dengan
tangan kosong saja, tetapi biasanya mereka yang tilik membawa sesuatu. Jika tilik
bayi, biasanya yang dibawa adalah peralatan bayi, baik peralatan mandi, cuci,
pakaian hingga kebutuhan bayi yang lain. Tilik orang sakit, biasanya dilakukan
bersama-sama. Jika dirawat di rumah sakit, apalagi lokasinya jauh, biasanya
bersama-sama menyewa kendaraan untuk tilik orang sakit tersebut. Sebagian juga
memberikan uang, untuk membantu biaya berobat atau keluarga yang sakit
tersebut.

2.21 Bahasa dan Keanekaragaman Bahasa

12
Bahasa yang digunakan didesa losari Kabupaten Brebes ada dua yaitu perpaduan
Bahasa jawa tegal dan Bahasa jawa Cirebon, dan Bahasa sunda-brebes yaitu:
1. Perpaduan Bahasa jawa Cirebon dan jawa tegal digunakan diwilayah utara
meliputi desa: Losari lor dan kidul, prapag lor dan kidul,
karangdempel,kedungneng,kalibuntu,blubuk,kecipir,rungkang,randusari,limbanga
n,pengabean,dan pekauman.
2. Bahasa sunda brebes digunakan diwilayah selatan meliputi desa:
Babakan, karangjunti, dukuhsalam, negla, bojongsari, karangsambung, jatisawit,
randegan

2.2.2 Adat dan istiadat tradisi lokal


Adat istiadat yang ada didesa losari kabupaten brebes perlu dilestarikan agar
generasi muda tidak sampai tidak tahu, apa dan bagaimana adat istiadat yang ada
di lingkungannya. Karena pada dasarnya, adat istiadat itu memiliki makna dan
pelajaran hidup bagi masyarakatnya. Sehingga harapannya, ketika generasi muda
mengenal dan memahami adat istiadatnya, selain tradisi itu tetap lestari, juga yang
paling penting adalah nilai dan ajaran adat istiadat itu mampu diejawantahkan
dalam kehidupan sehari-hari. Contoh adat istiadat:
1. Sedekah Bumi
Sedekah bumi, berarti bersedekah atas hasil bumi atau pertanian yang
diperolehnya. Sedekah dilakukan setelah masa panen, biasanya setelah panen padi
baru digelar sedekah bumi.
Sedekah bumi ini, biasanya diwarnai dengan pentas wang kulit atau
wayang golek. Lakon yang dibawakan dalam pentas wayang ini, biasanya sesuai
dengan maksud dan tujuan sedekah bumi tersebut, yakni terkait dengan ungkapan
syukur kepada Tuhan, atas hasil yang diperoleh dari bumi Tuhan tersebut berupa
hasil-hasil pertanian yang melimpah.

Pelaksanaan kegiatan sedekah bumi ini, biayanya dilakukan secara bergotong


royong, iuran seluruh warga, khususnya para petani. Lokasi digelarnya sedakah
bumi, biasanya di pusat desa, seperti di balai desa atau pun lapangan desa, atau
juga di dekat pintu air yang merupakan pusat pengairan di desa tersebut. Sebagian
besar desa di Kabupaten Brebes masih menyelenggarakan tradisi ini. Namun
beberapa desa sudah jarang menggelar tradisi, karena mahalnya biaya
penyelenggaraan. Sementara kondisi ekonomi warga, khususnya petani masih
memprihatinkan. Sehingga tradisi sedekah bumi ini tidak digelar setiap tahun, tapi

13
hanya dilakukan beberapa tahun sekali, tergantung situasi dan kondisi ekonomi
warganya.

Dalam pentas wayang itu, warga khususnya petani, berbondong-bondong


memberikan sedekah dalam bentuk ambeng untuk dimakan bersama-sama.
Ambeng atau makanan bersama lauk-pauknya diberikan saat pentas itu
berlangsung. Selain pentas wayang, biasanya juga diisi dengan pengajian, yakni
dengan mengundang penceramah, baik kiai atau ustdaz untuk memberikan
mauidhoh khasanah, pelajaran yang baik.

2. Sedekah Laut
Sedekah laut tidak berbeda jauh dengan sedekah bumi. Sedekah laut ini, juga
biasanya digelar saat petani menikmati hasil tangkapan yang bagus. Mereka
bergotong royong menyisihkan sebagian hasil dari usahanya di laut untuk
bersedekah bersama-sama. Seperti halnya sedekah bumi, para nelayan itu
membuat ambeng atau tumpeng untuk di makan bersama. Salah satunya dengan
memotong kerbau, dan potongan kepala kerbau tersebut dilarung ke tengah laut.
Sementara daging kerbaunya dimakan bersama-sama.

3. Khaul

Khaul berarti memperingati satu tahun kematian seseorang. Tradisi ini


merupakan salah satu tradisi yang dikembangkan umat Islam di Indonesia,
termasuk di Kabupaten Brebes. Khaul biasanya dilakukan untuk memperingati
kematian tokoh-tokoh masyarakat, seperti kiai dan ulama besar yang diakui oleh
masyarakat.
Tradisi khaul itu yakni dengan menggelar pengajian, yang sebelumnya
diisi dengan bacaan-bacaan tahlil, yang diikuti seluruh peserta yang hadir. Tempat
pelaksanaan khaul biasanya di kompleks makam orang yang dikhauli tersebut atau
di rumah keluarga, yang biasanya juga ada pesantren.

14
Tradisi khaul ini, juga ada yang diselenggarakan bersama-sama warga satu
desa. Warga bergotong royong, iuran biaya penyelenggaraan khaul bersama-sama
tersebut. Sehingga bukan hanya seseorang saja yang dikhauli, tapi seluruh warga
yang telah meninggal di desa tersebut dikhauli bersama, yakni dengan menggelar
tahlil bersama dan dilanjutkan dengan tausiyah keagamaan.

4. Bada Kupat dan Halal Bihalal


Penduduk Kabupaten Brebes yang mayoritas beragama Islam, memiliki
dua hari raya, yakni Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha. Hari raya yang
dirayakan cukup meriah yakni Hari Raya Idul Fitri, di mana sebagian besar warga
yang merantau berusaha untuk pulang kampung halamannya masing-masing,
termasuk di Kabupaten Brebes. Sehingga muncul tradisi mudik setiap tahun,
yakni sebelum Lebaran berlangsung, biasanya mereka mudik seminggu sebelum
Lebaran.

Setelah merayakan Idul Fitri, satu pekan kemudian atau tujuh hari setelah
Idul Fitri, ada perayaan bada Syawal atau Bada Kupat. Tradisi ini dilakukan
setelah umat Islam yang telah meryakan Idul Fitri, dilanjutkan dengan puasa
sunnah selama 6 hari. Biasanya warga membuat ketupat atau kupat untuk dimakan
bersama-sama, baik di rumah atau musholla. Sehingga banyak warga yang
menyebutnya sebagai Bada Kupat.
Selain itu, pelaksanaan Hari Raya Idul Fitri juga diramaikan dengan halal
bihalal. Halal bihalal ini juga merupakan salah satu tradisi umat Islam di
Indonesia, termasuk Kabupaten Brebes. Halal bihalal ini merupakan wahana
untuk saling bersilaturahmi, baik antara keluarga, rekan, sahabat atau instansi
pemerintahan. Halal bihalal ini dilakukan selama bulan Syawal berlangsung.
Tradisi halal bihalal ini berisi agenda saling maaf-memaafkan dan salam-salaman,
serta saling mengenal di antara keluarga besar, yang kadang sudah tersebar di
tempat-tempat yang berbeda. Dengan halal bihalal, tali silaturahmi antar keluarga
bisa tetap berjalan. Bahkan keluarga yang telah bermukim di luar kota atau
merantu hingga ke luar daerah pun rela datang untuk berhalal bihalal bersama
keluarga besarnya.
7. Puputan Rumah
Puputan rumah berarti tanda pembangunan rumah itu telah selesai dan siap
ditempati pemiliknya. Dalam pelaksanaannya, puputan biasanya dilakukan saat
pemilik rumah itu akan mempunyai hajatan. Sebelum hajatan itu digelar, rumah
yang belum digelar puputan, akan mengadakan puputan rumah terlebih dahulu.

15
Namun bagi yang memiliki harta yang cukup, biasanya puputan rumah dilakukan
saat rumah itu ditempati. Sehingga suatu saat akan digelar hajatan di rumah
tersebut, tidak perlu lagi digelar puputan rumah.
Puputan rumah itu sendiri merupakan wujud rasa syukur kepada Tuhan,
yang telah memberinya rejeki, hingga bisa membuat rumah sendiri. Selain itu,
juga bertujuan agar pemilik rumah selama menempati rumah itu selalu diberi
keberkahan dan keselamatan. Keluarga yang menempati rumah itu diberi
kesehatan dan perlindungan dari Tuhan. Puputan rumah, juga dalam rangka tolak
bala, meminta perlindungan kepada Tuhan agar dijauhkan dari segala bencana.
2.2.3 Kesenian Tradisional
Kesenian didesa losari kabupaten brebes merupakan salah satu bagian dari unsure
kebudayaan dan tradisi yang berkembang di masyarakat. Kesenian menjadi
sesuatu yang melekat dan tak terpisahkan dari suatu kebudayaan. Di mana ada
kebudayaan, di situ ada kesenian. Begitu juga di Kabupaten Brebes, yang terdapat
beberapa budaya, juga terdapat banyak kesenian yang dikembangkan
masyarakatnya. Antara lain:
1. Burok
Burok, istilah ini tidak lepas dari sejarah perkembangan Islam di Indonesia,
khususnya di Pulau Jawa. Burok ini berkembang di wilayah Pantura Jawa,
termasuk Kabupaten Brebes. Di mana dalam sejarahnya, Burok ini merupakan
tradisi yang dikembangkan Sunan Kalijaga untuk menyebarkan agama Islam,
sama seperti halnya wayang kulit atau pun wayang golek. Namun kesenian burok
ini, lebih berkembang di wilayah perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Burok merupakan sosok perempuan cantik, yang berbadan kuda terbang. Burok
ini untuk menggambarkan kisah perjalanan Nabi Muhammad SAW saat menerima
perintah sholat. Di mana saat itu, dikisahkan perjalanan Nabi Muhammad
menggunakan burok. Oleh Sunan Kalijaga, digambarkanlah proses perjalanan itu
dengan burok, yang sekarang berkembang di masyarakat.

2. Kuda Lumping
Kuda lumping merupakan tari-tarian yang menggunakan alat bantu berupa kuda
yang terbuat dari lumping (kulit hewan) atau sejenisnya. Kuda lumping ini, selain
yang hanya berupa tari-tarian, ada juga yang dicampur dengan budaya mistis. Di
mana pemain kuda lumping, dengan dibantu seorang pawang, akan memiliki
kekuatan yang luar biasa. Seperti makan pecahan kaca dan paku, maka padi yang
masih ada kulitnya, mengupas kelapa dengan mulut dan atraksi-atraksi lainnya.

16
Kuda lumping ini juga diiringi musik tradisional, yang membuat suasan
menjadi menyenangkan. Biasanya, atraksi kuda lumping ini juga diikuti dengan
barongan, topeng yang berbentuk menyeramkan dengan mulut yang lebar. Di
dalamnya ada orang yang bermain barongan, biasanya sambil membuka dan
menutup mulutnya yang lebar, istilahnya caplok.

3. Sintren

Sintren, salah satu kesenian yang berbau magis. Karena dari kesenian yang
dibawakan remaja putri itu, banyak peristiswa yang tidak masuk dalam pikiran
orang biasa. Di mana seorang sintren, sebelum beraksi hanya seorang putri biasa.
Pawang hanya menyediakan baju dan alat-alat rias, dan kemudian putri remaja
yang siap menjadi sintren itu dimasukkan dalam kurungan.

Dan dalam waktu singkat, putri tadi berubah menjadi putri yang sangat cantik.
Dengan diiringi musik, putri itu menari dengan gemulai. Namun setiap ada
penonton yang memberi uang atau sawer, dengan cara dilempar ke penari putri
tadi, justru penari itu langsung pingsan. Sehingga sang pawang harus selalu di
dekat penari sintren itu, supaya saat dilempar uang oleh penonton tidak sampai
terjatuh dan terluka.

Untuk menjadi penari sintren, salah satu syaratnya adalah anak gadis yang masih
perawan. Tidak sembarang orang bisa menjadi penari sintren. Biasanya, penari
sintren ini adalah remaja berusia belasan tahun, yang dipastikan masih perawan.
Kesenian ini selalu menyedot perhatian penonton setiap kali pentas. Namun
kesenian ini sudah jarang dipertunjukkan, hanya momen-moment terentu saja
mereka tampil.

4. Kuntulan
Kuntulan merupakan salah satu tradisi masyarakat Pantura, termasuk Kabupaten
Brebes. Kuntulan adalah salah satu atraksi dan tari-tarian yang dilakukan peserta
perguruan silat. Mereka menampilkan jurus-jurus tertentu, dengan gerakan
serempak yang dilakukan beberapa orang. Atraksi dan jurus-jurus ini, dilakukan

17
untuk memperlihatkan kemampuan yang sudah dimiliki peserta selama berlatih
silat. Biasanya kuntulan ini dilakukan para santri atau peserta perguruan silat.

Pemain kuntulan, biasanya berpakaian putih-putih, atau hitam-hitam, dengan ikat


pinggang menggunakan sarung. Seperti namanya, kuntulan ini memang diambil
dari istilah burung kuntul, yang berwarna putih-putih. Dengan gerakannya yang
tenang, namun berhasil mendapatkan tujuannya, yakni menangkap ikan. Begitu
juga dengan gerakan penari kuntulan tersebut, juga terlihat tenang, namun berisi.

Di wilayah selatan Brebes, ada juga kesenian sejenis kuntulan, yakni rudat. Rudat
ini hampir sama dengan kesenian kuntulan, di mana dilakukan secara
berkelompok dengan menunjukkan aksi silat yang dilakukan oleh santri atau pun
anggota perguruan silat.

5. Tari Topeng
Tari topeng, selama ini dikenal hanya ada di wilayah Cirebon, Jawa Barat.
Padahal dari wilayah Kabupaten Brebes juga ada, karena memang daerah ini
berbatasan. Bahkan sebenarnya, beberapa penari topeng berasal dari Brebes,
khususnya dari Kecamatan Losari, yang berbatasan dengan Cirebon.
Tari topeng ini sebenarnya tidak beda jauh dengan tari-tari tradisional
lainnya. Hanya yang membedakan penggunaan topengnya, itulah kenapa disebut
tari topeng.

6. Calung
Calung merupakan musik bambu yang dimainkan beberapa orang. Calung
ini berkembang di wilayah selatan Kabupaten Brebes, karena memang musik
calung ini lebih dikenal sebagai kesenian daerah Banyumas. Namun di wilayah
Kabupaten Brebes, seperti wilayah Paguyangan, Bantarkawung dan Bumiayu juga
berkembang musik calung ini.

18
Bahkan saat ini beberapa calung bukan hanya ada di wilayah selatan Brebes saja,
tetapi juga sudah hampir merata di seluruh wilayah Kabupaten Brebes. Khususnya
di sekolah-sekolah, yang menyelenggarakan kegiatan ekstrakurikuler musik
calung.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Masyarakat dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan, karena masyarakat

merupakan wadah dari kebudayaan itu sendiri. Sehingga manusia melahirkan

kebudayaan yang dianggap sebagai nilai- nilai yang hidup bagi masyarakat.

Dengan adanya suatu kebudayaan disebabkan oleh keberadaan manusia itu

sendiri, akan tetapi kebudayaan hanya aakan tumbuh berkembang pada

masyarakat yang berjumlah banyak atau manusia yang hidup secara berkelompok

dan beragam suku bangsa.

Adanya nilai- nilai sosial dan budaya yang berkembang dalam masyarakat

merupakan suatu hal yang menegaskan bahwa masyarakat dan kebudayaan tidak

dapat dipisahkan. Begitu juga dengan nilai- nilai sosial dan budaya yang terbentuk

atas penggabungan unsur- unsur budaya yang ada dalam masyarakat.

19

Anda mungkin juga menyukai