P
SKOR NILAI :
Disusun Oleh:
KELOMPOK 1
MEDAN
FEBRUARI 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami hanturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas
rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan salah satu tugas dari mata kuliah
Kearifan lokal dan budaya Sumut yang berjudul “Kearifan Terhadap Alam Secara
Umum”. Terimakasih kami ucapkan kepada segala pihak yang telah membantu,
khusunya dosen pengampu pada mata kuliah ini yang telah memberikan
bimbingan dan arahan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini. Kami
berharap semoga makalah ini sesuai dengan yang diharapkan ibu dosen
pengampu.
Kritik dan saran yang diberikan dari pembaca sangat diperlukan untuk
memperbaiki bentuk maupun isi dari makalah ini sehingga kedepannya dapat
lebih baik.
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I.................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
1.3 Tujuan penulisan ................................................................................................. 1
1.4 Manfaat Penulisan............................................................................................... 1
BAB II ............................................................................................................................ 2
PEMBAHASAN ............................................................................................................ 2
2.1 Pengertian ................................................................................................................. 2
2.2 Bentuk kearifan terhadap alam di dalam berbagai suku secara umum..........2
BAB III .......................................................................................................................... 8
PENUTUP ..................................................................................................................... 8
3.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 8
3.2 Saran ................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA...................................................................... ......................9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Budaya merupakan salah satu hal yang harus di jaga dan dilestarikan
setiap suku dan masyarakat, baik dari segi aturan serta kearifan-kearifan yang
telah di percaya dan diwariskan oleh para leluhur secara turun-temurun.
Dengan adanya kearifan secara sadar maupun tidak sadar kita akan bertidak
melindungi, menjaga dan melestarikan suatu hal dengan kepercayaan dapat
membawa berkat dan laknat jika kita melanggar hal itu.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Kearifan lokal merupakan norma yang berlaku dalam suatu masyarakat yang
diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertindak dan berperilaku
sehari-hari. Oleh karena itu, kearifan lokal merupakan entitas yang sangat
menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya (Geertz, 1999:
48).
2.2 Bentuk kearifan terhadap alam di dalam berbagai suku secara umum
Salah satu kebudayaan suku Sasak di Lombok adalah tradisi Bau Nyale.
Ini merupakan salah satu tradisi sekaligus identitas suku Sasak. Oleh
sebab itu, tradisi ini masih tetap dilakukan oleh suku Sasak sampai
sekarang. Bau Nyale biasanya dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di
daerah pesisir pantai di pulau Lombok selatan, khususnya di pantai
selatan Lombok Timur seperti pantai Sungkin, pantai Kaliantan, dan
Kecamatan Jerowaru. Selain itu, juga dilakukan di Lombok Tengah
seperti di pantai Seger, Kuta, dan pantai sekitarnya. Saat melakukan
tradisi ini biasanya juga dilengkapi dengan berbagai hiburan
pendamping.
Bau Nyale selalu dilakukan secara rutin setiap tahun. Tradisi ini
sebenarnya sudah dilakukan sejak lama dan dilakukan secara turun
temurun. Berdasarkan isi abad, Bau Nyale mulai dikenal masyarakat dan
diwariskan sejak sebelum abad 16. Bau Nyale berasal dari bahasa Sasak.
Dalam bahasa Sasak, Bau artinya menangkap sedangkan Nyale adalah
2
nama sejenis cacing laut. Jadi sesuai dengan namnaya yaitu baunyale
yang artinya menangkap cacing laut. Cacing laut yang disebut dengan
Nyale ini termasuk dalam filum Annelida. Nyale hidup di dalam lubang-
lubang batu karang yang ada dibawah permukaan laut. Dan uniknya
cacing-cacing nyale tersebut hanya muncul ke permukaan laut hanya dua
kali setahun. Tradisi Bau Nyale merupakan sebuah kegiatan yang
dihubung-hubungkan dengan kebudayaan setempat. Bau Nyale berawal
dari legenda lokal yang melatarbelakangi yakni tentang kisah Putri
Mandalika.
3
tanggal tersebut jatuh pada bulan Februari dan Maret. Upacara
penangkapan cacing nyale dibagi menjadi dua yakni dilihat dari bulan
keluarnya nyale-nyale dari laut dan waktu penangkapannya. Dilihat dari
waktu penangkapan juga masih dibagi lagi menjadi jelo pemboyak dan
jelo tumpah. Bulan keluarnya nyale dikenal dengan nyale tunggak dan
nyale poto. Nyale tunggak merupakan nyale-nyale yang keluarnya pada
bulan kesepuluh sedangkan nyale poto keluarnya pada bulan kesebelas.
Kebanyakan nyale-nyale keluar saat nyale tunggak. Oleh sebab itu,
banyak masyarakat yang menangkap nyale saat bulan ke-10. Masyarakat
menangkap nyale biasanya saat menjelang subuh. Pada saat tersebut,
nyale berenang ke permukaan laut. Saat itulah masyarakat menangkap
nyale-nyale tersebut.
2.2.2 Tradisi Bapongka (Tradisi Penangkapan ikan dilaut oleh suku Bajo)
Bajo adalah sebuah etnik yang tidak terpisahkan dengan laut, pola
pemukiman masyarakat Bajo saja sangat unik, rumahnya kebanyakan
berada di atas air, yang dahulunya mereka tinggal di perahu-perahu atau
Lepa. Ada satu tradisi penangkapan ikan yang biasa mereka lakukan,
yang menyebabkan mereka melakukan perjalanan sampai jauh, tradisi
tersebut adalah Bapongka. Bapongka adalah tradisi masyarakat Bajo
yang menggunakan peralatan tradisional dan tetap memelihara
lingkungan laut dari kerusakan.
4
berdasarkan kedekatan hubungan. Biasanya kelompok kecil tersebut
akan bertemu dengan kelompok kecil yang lain di suatu lokasi
penangkapan dan akhirnya membentuk kelompok besar yang
jumlahnya bisa mencapai 15 bahkan 20 perahu. Kelompok Bapongka
berupaya menangkap ikan, udang, lola, atau kepiting, teripang.
5
daratan. Demikian juga dengan arang kayu bekas memasak, abu dapur,
kulit jeruk, air cabe dan air jahe.
2.2.3 Tradisi Petik laut, Nyabis, Tellasan, dan Ojung pada masy
Situbondo
6
Kemudian diakhiri dengan pertunjukan kesenian lokal di malam harinya.
Sumber dananya berasal murni dari masyarakat nelayan. Ritual ini
diyakini dapat membawa keselamatan bagi nelayan, selain itu bertujuan
sebagai tanda rasa syukur nelayan atas hasil laut dan sebagai acara
kumpul serta doa bersama agar keberlanjutan perikanan dilaut tetap
terjaga.
Yang Ketiga adalah kearifan lokal Tellasan (hari raya) dilakukan pada
hari ke 27 atau H-3 tiga hari raya aktivitas melaut sudah mulai
dihentikan. Tiga hari H+3 setelah hari raya, aktifitas baru dilanjutkan
kembali. Aktivitas ini berdampak pada lingkungan, waktu dan
konsekuensi serta kontinyu. Bberdampak terhadap adanya pemberian
waktu terhadap biota laut yang dieksploitasi dalam penangkapan untuk
berkembang biak dan melakukan regenarasi, sehingga kualitas dan
kuantitasnya bisa terjaga dengan baik dan berlanjut.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal merupakan
salah satu hal yang harus dijaga dan perlu dilestarikan, karna di dalamnya
banyak sekali memuat berbagai hal yang postif dan tak jarang memuat hal-hal
yang sangat menguntungkan bagi kita maupun terhadap alam, jika kita
memahami dan menyadarinya. Dan dari pembahsan di atas kita juga dapat
mengetahui bahwa banyak sekali laut-laut serta lingkungan alam yang terjaga
berkat adanya kearifan lokal yang terus dijaga dan di terapkan oleh berbagai
suku di indonesia ini, sehingga alam dan SDA kita tidak langsung habis
terexploitasi oleh kita yang cenderung memiliki sifat konsumtif yang
berlebihan. Waulupun kenyataanya berbanding terbalik dengan yang negara
kita alami saat ini.
3.2 Saran
Saran yang dapat kami sampaikan yaitu mari ikut menjaga dan melestarikan
budaya beserta kearifan kearifan lokal yang berada di dalamnya, namun jika
tidak mampu dan tidak mau untuk menjaga kekayaan bangsa tersebut,
setidakknya berhentilah untuk mencoba merusak dan melanggarnya, karena
hal itu merupakan sebuah tindakan yang mampu merusak kearifan yang
merupakan satu kesatuan dari budaya yang hanya bisa kita banggakan saat ini.
8
DAFTAR PUSTAKA
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbsulut/2014/11/26/bapongka-tradisi-
penangkapan-ikan-laut-orang-bajo-yang-menghargai-alam
https://www.kompasiana.com/rizkiarum/kearifan-lokal-masyarakat-di-kawasan-
pesisir-kabupaten-situbondo_5a0141c09b1e670b4679ec52
https://www.pusakapusaka.com/tradisi-bau-nyale-kebudayaan-penuh-filosofi-di-
lombok-ntb.html