Anda di halaman 1dari 36

CRITICAL BOOK REVIEW

MK.PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

SKOR NILAI:

(PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA)


Disusun Oleh:

NAMA : RAHMAT SIREGAR


NIM : 3172122003
DOSEN : Dra. Trisni Andayani, M.Si &
Ayu Febriani, M.Si
MATA KULIAH : PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

PRODI PENDIDIKAN ANTROPOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya haturkan ke hadirat Tuhan Yang maha Esa, karena
dengan karunia-Nya saya dapat menyelesaiakan tugas Critical Book Review ini.
Meskipun banyak hambatan yang saya alami dalam proses pengerjaannya. tapi
saya berhasil menyelesaikan Tugas Critical Book Rivew ini tepat pada waktunya.
Tidak lupa saya sampaikan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu dan membimbing saya dalam mengerjakan tugas Book Reviw ini. Saya
juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman mahasiswa yang juga sudah
memberi semangat dan dukungan baik langsung maupun tidak langsung kepada
saya dalam proses pembuatan tugas Book Review ini.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun Tugas Book Review ini masih
jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun guna sempurnanya karya tulis Book Review ini.
Penulis berharap semoga karya tulis ini bisa bermanfaat khususnya bagi penulis
dan bagi para pembaca.

Medan, Maret 2019

Rahmat Siregar

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................... 2
Daftar Isi........................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN
a. Rasionalisasi CBR..................................................................................... 4
b. Tujuan.................................................................................................. 4
c. Manfaat.................................................................................................... 4
d. Identitas Buku........................................................................................ 4
BAB II RINGKASAN BUKU
a. Ringkasan Buku Utama ...................................................................6
BAB III PEMBAHASAN/ANALISIS
a. Pembahasan Isi Buku........................................................................29
BAB IV PENUTUP
a. Kesimpulan .............................................................................................. 35
b. Saran............................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 36

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Rasionalisasi pentingnya CBR


Crritical Book Report merupakan suatu wadah tempatuntuk meningkatkan
serta mempertajam analisis yaitu dengan cara mengkeritik dan menimbang
sebuah buku apakah layak atau tidak untuk di jadikan sebagai suatu
pedoman pemebalajaran.
B. Tujuan penulisan CBR
Critical Book Report ini Tujuan nya itu untuk memenuhi salah satu tugas
KKNI matakuliah Kepemimpinan, serta menambah wawasan kita
mengenai sebuah buku agar mampu menjadi landasan kita untuk memilih
buku yang baik dan di dalam suatu pembelajaran dan sesuai dengan
kebutuhan
C. Manfaat CBR
Manfaatnya yaitu kita bisa memilih dan merekomendasikan sebuah buku
yang baik dan sesuai kebutuhan kepada pembaca serta mampu juga
membantu untuk meningkatkan jiwa analitis kita terhadap sesuatu hal
khususnya buku.
D. Identitas Buku Utama

1.Judul : Perspektif Perubahan Sosial


2.Edisi : Pertama
3.Pengarang : Dr. Beni Ahmad Saebani, M.Si

4
4.Penerbit : Pustaka Setia Bandung

5.Kota terbit : Bandung

6.Tahun terbit : 2014

7.ISBN :-

8.Halaman : 230 hlm

Identitas Buku Pembanding

1.Judul : Seperti Roda Berputar, Perubahan Sosial Sebuah


Kampung di Jakarta
2.Edisi : Pertama
3.Pengarang : Lea Jellinek

4.Penerbit : LP3S

5.Kota terbit : Jakarta

6.Tahun terbit : 1994

7.ISBN : 979-8391-35-7

8.Halaman : 304

5
BAB II
RINGKASAN ISI BUKU
A. Pendahuluan

Buku ini menggambarkan dan menganalisa evolusi dan transformasi


sebuah kampung di Jakarta sejak tahun 1930 an, Ini adalah sebuah sejarah
mengenai sebuah masyarakat yang mengalami perubahan cepat sejarah ini
memfokuskan pada perubahan-perubahan tentang pendapatan Perumahan dan
hubungan sosial agar dapat memahami proses perubahan di kampung itu orang
harus membicarakan kekuatan-kekuatan di kota dan daerah pinggiran yang
mengelilinginya yang mengakibatkan timbulnya kampung pada tingkat pertama
dan akhirnya menggiringnya ke arah kepunahan pada tahun 1980.

keberadaan kampung di pusat kota Jakarta dipandang oleh para perencana


kota sebagai keganjilan yang mengganggu lingkungan itu siap Bilanglah oleh
program pusat kota modern yang meningkat pesat tidak ada organisasi politik atau
sosial didalam masyarakat itu yang memungkinkan penduduknya secara bersama-
sama mengorganisasikan namun tidak ada jaminan bahwa mereka akan dapat
mencegah penggusuran penduduk Kampung mempunyai gagasan yang berbeda
dengan para perencana kota penduduk Kampung menganggap Kampung adalah
batu loncatan keras tanda kehidupan yang lebih baik. Sedangkan para perencana
kota menganggapnya sebagai daerah kumuh yang penduduknya terjerat dalam
lingkaran setan kemiskinan.

Ada sejumlah Besar literatur mengenai masyarakat kumuh di kota-kota


dunia ketiga yang lebih awal menyoroti aspek-aspek negatif dan kemiskinan
perkotaan ini termasuk struktur keluarga yang longgar, ikatan-ikatan kekerabatan
yang lemah ketiadaan nilai-nilai yang jernih pendapatan yang rendah dan tidak
terjamin. kekurangan Perumahan fasilitas barang-barang milik dan kurangnya
keterlibatan politik sebagian besar literatur mengenai kemiskinan di perkotaan
Indonesia memfokuskan pada pekerjaan pendapatan dan pengeluaran inti literatur
ini berasal dari peneliti yang disponsori oleh di Jakarta selama pertengahan tahun
1970 berdasarkan pada statistic-statistik resmi memberikan tinjauan luas
mengenai pekerjaan di Jakarta yang memfokuskan secara khusus pada sektor

6
informal yang bertepatan dengan perdebatan suhu yang berlangsung di kalangan
para pengamat Indonesia tentang, apakah golongan lebih miskin, setengah jumlah
penduduk mendapatkan keuntungan dari pertumbuhan ekonomi pada titik yang
lain dari literatur ini yang didasarkan pada survey-survei yang meliputi Jakarta.
Ada sejumlah penelitian yang memfokuskan dengan cermat pada sejarah-sejarah
kasus mengenai penduduk Kampung secara perorangan Saya menyusul dengan
penelitian mengenai sejarah kehidupan pedagang kecil sketsa-sketsa kehidupan
lain telah muncul di berbagai majalah dan surat kabar belakangan saya
menjelaskan Bagaimana kegiatan kegiatan penduduk kampung untuk
mendapatkan penghasilan telah berubah selama dasawarsa yang lalu.

Penelitian mengenai sebuah masyarakat dengan sendirinya membentuk


sejarah lisan sejarah lisan memiliki kekuatan dan kelemahannya, mereka yang
terlibat Lebih baik dibanding siapapun lainnya dapat menceritakan apa yang telah
terjadi dalam kehidupan dan bagaimana mereka mengalami atau memandang
peristiwa-peristiwa tertentu penjelasan penjelasan yang bersifat pribadi
memberikan keakraban dan rincian yang para pengamat luar apalagi pewawancara
yang mengadakan survei tidak mampu memahami nya.

1. Kenangan Kebun Kacang : Dari Kebun Sayur Ke Kota Gubug

Kebon Kacang terletak di jantung Jakarta modern yang membentang 50 tahun


yang silam wilayah ini merupakan daerah pedesaan di pinggiran Batavia pada
zaman penjajahan. Nama kebun kacang menunjukkan asal usul pedesaan
kampung itu sebagaimana lingkungan-lingkungan Jakarta lainnya. Sebutan itu
timbul setelah ada hasil bumi yang tumbuh di sana pada tahun 1960 an daerah itu
telah berubah dari kebun sayur menjadi kota Gubug. Sejarah kebun kacang
Bermuda dari apa yang menjadi rujukan penduduk Kampung sebagai zaman
normal kemudian menyusul zaman perang zaman merdeka dan zaman
pembangunan.

Zaman Normal, 1930-an - 1942

Pada akhir tahun 1970 an Saya hanya dapat menjumpai 3 orang yang mampu
menceritakan kehidupan seperti apa yang terjadi di kebun kacang pada tahun 1930

7
an dan Bahkan mereka mengakui bahwa ingatan mereka lemah ibu ayah dan ibu
Ina berasal dari keluarga keluarga yang dianggap sebagai pendiri kebun kacang,
mereka tinggal di sana lebih lama daripada semua penduduk Kampung lainnya
yang masih hidup dan berkeluarga dan keluarga mereka dari semua yang
menguasai banyak lahan. Sebaliknya Yusuf datang ke kebun kacang pada akhir
tahun 1970 an dan merupakan pendatang sementara sebagaimana kebanyakan
orang yang di kemudian hari mendiami daerah itu mereka mampu mengingat
semua detail kehidupan mereka sendiri tetapi pada umumnya untuk sedikit
mengenai Batavia belakangan mereka sangat tertarik untuk memperoleh rumah
dan mata pencaharian.

Pada tahun 1925 para tetangga ibu Cia yang mempunyai hubungan
keluarga sebagian besar memperoleh penghasilan dari menjual sayur-sayuran
tidak seperti ayahnya yang beruntung memperoleh pendidikan kakeknya yang
tinggal di sebuah rumah buta huruf dan memperoleh penghasilan dari minyak dan
mengumpulkan rumput untuk makanan kuda penarik kereta yang ditambatkan di
daerah itu. menurut ibu Ina pemerintah kota mengizinkan mereka untuk menanam
sayur-sayuran dan mendirikan gudang kecil untuk menyimpan perkakas kebun
tetapi bukan sebuah rumah akibatnya keluarga besar ini berdasarkan gerakan di
dalam gudang perkakas kebun itu untuk tidur ketika Harja memperluas daerah itu
tu tu untuk menanaminya dengan sayur-sayuran sampai ke lokasi yang kini berdiri
Hotel Indonesia, Jalan Thamrin, dan Sarinah maka ia mengundang sanak saudara
atau teman-teman dari Bogor untuk membantunya mengelola daerah itu dengan
bertani.

Bagi orang-orang desa perjalanan ke Batavia pada tahun 1930 an masih


dirasakan sulit beberapa penduduk Kampung seperti Yusuf yang datang dari
Tigaraksa sebuah daerah di Tangerang masih mengadakan perjalanan dengan
kuda dan kereta atau lebih sering dengan berjalan kaki. Di kebun kacang
sebagaimana di desa sebagian besar kebutuhan pokok penduduk Kampung
diperoleh dari lingkungan mereka yang terdekat mereka mencuci dan
mendapatkan air untuk minum dan masak dari sungai.

8
Dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan uang tunai dalam perekonomian
Kampung menjelang akhir dasawarsa, maka Ibu dari ibu cicah mencoba mencari
tambahan pendapatan dengan cara menyewakan pondok-pondok kepada para
pendatang baru yang secara perlahan-lahan mulai memasuki daerah itu pada tahun
1937 yang mengusulkan kepada pemerintah kota untuk membangun pondok-
pondok tambahan ingat sebuah jajaran gubuk yang berukuran sama dengan
kandang ayam yang atap atap nya terbuat dari seng bekas kaleng kaleng kecil
yang mulai di sewa oleh ibunya.

Zaman Perang, 1942-1949

Dengan datangnya Jepang pada bulan Maret 1942 ketentraman kemudahan dan
stabilitas zaman normal berantakan, sebagian besar penduduk Kampung
khususnya mereka yang mulai melarikan diri dari Kebon Kacang karena takut
kepada Jepang, tetapi mereka yang belum tiba dari Desa mengingat kurun waktu
itu sebagai keadaan yang paling buruk dalam kehidupan mereka ketika Jepang
menduduki kota. Ibu Ina dan ke-7 anaknya melarikan diri ke rumah mereka dekat
Bogor karena takut membiarkan Harja dan 4 orang pembantunya memelihara
hasil panen dan rumahnya di kebun kacang sebagaimana bagian Jakarta yang lain,
tetap dalam keadaan tenang.

Tentara Jepang yang menyerbu sebenarnya mengabaikan Kampung


keluarga Ibu Inna tetapi tinggal di sana karena mereka tidak punya tempat kemana
harus pergi, dengan masuknya orang-orang Belanda dan dirintangi nya orang-
orang Cina untuk berbisnis oleh tentara Jepang banyak orang Indonesia pindah ke
pekerjaan, pekerjaan di pemerintahan dan bisnis beberapa penduduk Kampung
merasa bahwa mereka diperlakukan secara baik oleh orang Jepang selama mereka
segera memenuhi permintaan permintaannya dan bekerja keras untuknya tetapi
sebagian besar mereka sangat benci,.

Pada suatu saat antara tahun 1945 dan 1949 Haji Tejo yang mendiami
rumah di dekat Ibu ciak dengan licik mengambil hak tanah tanah Rawa yang dulu
dimiliki oleh pemerintah kota sebelum pendudukan Jepang pemerintahan kolonial

9
Telah membeli tanah ini dari keluarga ibu dan keluarga Haji Tejo untuk
pembangunan jalan besar yang diusulkan yang kini disebut Jalan Thamrin.

Zaman Merdeka, 1949-1965

Penduduk Kampung mengambil keuntungan dari kekacauan ekonomi dan


ketidakmampuan administratif yang melilit zaman Soekarno selama awal tahun
1950 an mereka tertarik untuk hidup di kota karena peluang peluang untuk
mendapatkan penghasilan yang timbul akibat kemajuan ekonomi sesudah perang
korea tidak seperti para ekonom dan kelas menengah mereka tidak tampak
disusahkan oleh hiperinflasi kerusakan pasaran dan kekurangan bahan makanan
yang timbul setelah tahun 1957. Antara tahun 1962 sampai 1968 sebagian besar
pendatang baru dapat memperoleh penghasilan yang cukup untuk membeli rumah
di kebun kacang meskipun keluarga keluarga asli tetap menguasai status dan
rumah besar namun mereka kekurangan uang tunai dan ingin menjual Pondok
yang sebelumnya mereka sewakan pada tahun 1962 sebuah rumah yang berukuran
30 sampai 60 M2 berharga antara Rp3.000 sampai Rp6.000 atau 100 sampai 200
liter beras.

Ketidakmampuan Pemerintah selama tahun 1950 an dan awal tahun 1960


an menguntungkan bagi mereka yang tinggal di kampung kampung pusat kota
seperti Kebon Kacang para pedagang kaki lima dan tukang becak meskipun
dikecam namun tidak disingkirkan kampung-kampung yang terpaksa digusur
untuk memenuhi kebutuhan berapa dari impian Soekarno segera tumbuh kembali
dimana-mana penduduk Kampung tidak merasa sulit untuk membangun kembali
dari mereka sendiri daerah lain dekat pusat kota.

Namun demikian penduduk Kampung mencintai Soekarno pada pertengahan


tahun 1950 an umumnya orang yang berjalan kaki dari rumah ke Lapangan
Merdeka setiap hari kemerdekaan untuk mengenalkan pidatonya meskipun
kenyataannya pasukan pasukan tentara telah berkumpul di lapangan Merdeka,
namun penduduk kebun kacang tidak berpikir mengenai apa yang sedang terjadi
untuk melindungi diri terhadap penangkapan yang mungkin dilakukan terhadap
mereka.

10
Maka sampai hari ini mereka pura-pura tidak mengetahui sesuatu
sebaliknya dari daerah pedesaan kebun kacang tetap dalam keadaan yang tenang
pada saat itu tak seorangpun yang ditangkap di daerah itu dan dikatakan bahwa
pimpinan warga melindungi penduduk dari campur tangan pihak luar bagi para
penduduk Kampung penahanan merupakan tindakan sewenang-wenang dari para
penguasa dan tindakan itu dilakukan tanpa sebab atau alasan pada tahun 1966
kampung itu telah menjadi padat penduduk karena peningkatan penduduk maka
kualitas hidup tanpa sampah semakin menggunung tapi tidak ada sistem
penampungan sampah Namun demikian para penduduk Kampung tidak tampak
prihatin dengan lingkungan buruk itu kebutuhan kebutuhan pokoknya untuk kerja
papan pangan dan sandang terpenuhi dan kebutuhan kebutuhan lainnya tidak
terlalu banyak barang-barang konsumen seperti gunting meja tempat tidur atau
kasur hanya sedikit dan jauh dari memadai.

Zaman Pembangunan, 1965-1981

Dalam orde baru yang dipimpin sewaktu terjadi perubahan besar dari zaman
demokrasi terpimpin Soekarno Setelah 18 bulan masa ketidakpastian politik yang
diikuti pemberontakan pada pada bulan September 1965 secara formal Soeharto
mengambil alih kekuasaan dari Soekarno sebagai presiden dan membentuk
pemerintahan yang tersusun terutama dari kalangan militer dan teknokrat
pembangunan ekonomi merupakan tujuan utama politik dan partai partai politik
tidak memainkan peran investasi asing disambut dengan baik tahap awal
menurunkan inflasi dari 600% pada tahun 1966 menjadi 10% pada tahun 1969.

Jakarta merupakan penerima keuntungan yang pertama dari pembangunan


ini pembagian yang tidak sepadan mengenai pendapatan dari luar nergi domestik
dan lokal diinvestasikan di kota di sepanjang jalan Thamrin menjadi bangunan
kaca yang membentang blok-blok gedung perkantoran para penduduk kampung
sangat takut untuk berbicara tentang politik dan massa bingung Apakah Soekarno
telah memberikan kekuasaan kepada Soeharto atau pakah kekuasaan itu telah
direbut dari Soekarno.

11
Sejak tahun 1973 para penduduk Kampung mulai merenovasi rumah rumah
mereka pada tahun 1980 kebun kacang berubah sehingga tidak dapat dikenali lagi
kira-kira setengah dari jumlah rumah, Kini bertingkat atapnya yang terbuat dari
jerami kini diganti dengan genteng rumah rumah dibangun kembali dengan bata
merah dan kayu jendela jendela yang semula ditutup dengan anyaman kawat
diganti dengan kaca untuk pintu yang terkunci rapat menggantikan pintu keluar
masuk yang terbuka banyak rumah tetangga menggali sumur mereka sendiri
sehingga para penghuninya dapat mencuci dalam suasana pribadi dan
menyenangkan dalam rumah-rumah mereka sendiri.

Meskipun kemakmuran materi berkembang namun masih tetap ada saja


masalah-masalah pokok seperti penyediaan air sanitasi dan pembangunan sampah
masalah-masalah itu menjadi lebih buruk akibat pertumbuhan penduduk. Pada
tahun 1970 warna Kebon Kacang menjadi penuh sesak rata-rata setiap orang
mendapat 3 M2 tanah kecenderungan-kecenderungan ini diperkuat oleh tekanan-
tekanan ekonomi ada persaingan yang lebih ketat di antara para pedagang dan
tukang becak untuk mengisi ruang terbatas persediaannya pada tahun 1978
banyak penduduk Kampung khususnya mereka yang bekerja dalam kegiatan-
kegiatan yang berskala kecil mulai merasakan adanya tekanan Akibat dari
perubahan nasib Mereka banyak keluarga kehilangan rumah dan harta benda para
tetangga mengambil untung dari kemalangan yang menimpa pihak lainnya
penduduk terpaksa menjual barang-barang seperti televisi dan lemari pakaian
dengan harga murah dengan keadaan pasang surut yang berbalik melawan
mereka, Maka para pedagang kecil mencoba untuk mendapatkan pekerjaan
dengan gaji tetap namun sebagian besar mereka yang cukup beruntung untuk
memperoleh pekerjaan pada Tahun 1979 terpaksa menerima jam kerja yang
panjang dengan upah yang rendah Rp20.000 sampai Rp30.000 sebulan tanpa
harapan dan perbaikan.

Zaman Kurang Ajar

Setelah tahun 1978 apakah penduduk Kampung menyebut zaman itu Zaman
kurang ajar tidak begitu jelas apa yang mereka maksudkan namun mereka
tampaknya mengaitkan dengan prestasi yang disebabkan ketidakmampuan mereka

12
untuk memenuhi keinginan Keinginan mereka yang semakin meningkat, tidak
adanya perhatian antar sesama pada umumnya serta tambahnya ketidaksamaan
kesadaran untuk saling memperhatikan serta bermasyarakat yang menjadi ciri
lingkungan kebun kacang telah merosot.

Kekayaan menimbulkan keretakan hubungan diantara dulu ketika mereka


masih hidup dengan cara sederhana tidak ada perbedaan yang besar antara si kaya
dan si miskin mereka sudah puas dengan apa yang telah mereka miliki akhir tahun
1976 timbul perbedaan yang besar diantara penduduk kampung satu keluarga
mempunyai rumah bertembok dengan bertingkat dengan lemari es kipas angin
fasilitas air leding dan sepeda motor pada permulaan tahun 1990 an dinding
rumah menjadi lebih tebal jangankan suara bisa masuk angin pun tidak bisa
masuk di dalam rumah itu mereka membuat dunia sendiri dengan cara mengisi
dengan barang-barang dan menonton TV pada awal tahun 1986 pemerintah mulai
ikut campur dalam semua kegiatan penduduk kampung Kalau dulu penduduk
Kampung bebas mengikuti saudara-saudaranya ke Jakarta dan menempati Tanah
kosong di pusat kota dan membangun pondok pondok sederhana mereka dengan
mudah bisa mencari pekerjaan berdagang kuli bangunan atau menjadi tukang
becak.

Dengan meningkatnya ketidak nyamanan ekonomi dan tiadanya arah


moral Islam tumbuh menjadi sesuatu yang penting pada akhir 1960 berapa
mubaligh Muslim masuk dalam lingkungan Ibu Cia dan Ibuk Innah. Dalam
pandangan para penduduk Kampung kekerasan dan ketertiban moral pada masa
lalu telah memberikan jalan bagi kekayaan aspirasi-aspirasi yang bangkit dan
kebusukan moral zaman normal Pada kurun waktu Belanda telah memberikan
jalan bagi sebuah zaman ketamakan dan kekacauan maka penduduk Kampung
menghargai pulang-pulang baru memiliki kepemilikan kesenangan kesenangan
senang dan kenyamanan kenyamanan tahun 1976 tetapi menyesali kelemahan
ikatan-ikatan sosial.

2. Jaringan Sosial : Hubungan Manusia dalam Suatu Kampung, 1971-1981

13
Kebun kacang dapat menjadi kooperatif atau individualistik tergantung dari Sisi
mana kita melihatnya sementara hubungan di dalam keluarga khususnya antara
suami dan istri tampak lemah hubungan antar tetangga khususnya di kalangan
perempuan adalah penting kerjasama masyarakat yang lebih luas jarang terjadi
hubungan masyarakat tertentu saja penting dan membantu mengatasi kemiskinan
dan tidak adanya jaminan kehidupan para penduduk Kampung tetapi pada
akhirnya keberhasilan hidup mereka tergantung pada diri mereka sendiri di kota.

Pertalian antara suami dan istri menunjukkan adanya ketidak harmonisan


hubungan keluarga sebagian besar perempuan menikah paling sedikit tiga kali
sementara sebagian besar laki-laki lebih sering menikah laki-laki dan perempuan
yang menikah hanya sekali merupakan perkecualian kejadian itu bukan
merupakan sesuatu yang baru di desa pun Jay. Melihat tidak adanya keakraban
dan keharmonisan ikatan perkawinan di Jawa Timur pada tahun 1950 an
meskipun kaum perempuan Kampung menginginkan memiliki suami yang setia
dan menyayangi dan hidup bersama sepanjang masa tetapi setengah darinya
dalam kenyataan sangat berbeda misalnya Ibu karsinah memiliki tiga suami tetapi
ketiga-tiganya selalu membohonginya lelaki yang menikahinya dengan mudahnya
membohonginya padahal sebenarnya laki-laki tersebut telah menikahi perempuan
lain dia ditinggalkan sendiri untuk memelihara anak-anaknya sulit untuk
memastikan bahwa itu adalah gambaran umum tetapi sejumlah cerita kehidupan
yang lain menjelaskan seperti itu.

Rumah rumah tangga yang stabil juga dapat dijumpai dalam lingkungan
Ibu Lurah paling tidak 20 pasangan suami istri yang mengumpulkan hasil
pendapatan mereka dan bekerjasama sebagai tim beberapa orang menikah hanya
satu kali namun sebelumnya sebagian besar memiliki pengalaman pernikahan dan
perceraian tetapi pada akhirnya mereka menemukan jodohnya pasangan-pasangan
ini bekerja keras untuk menghidupi anak-anaknya dan memiliki hubungan yang
sangat harmonis.

Keluarga besar memberikan tunjangan bagi anak-anak perempuannya


yang hamil sebelum menikah sebagian besar pernikahan pertama terjadi setelah
pengantin hamil kontrasepsi tidak digunakan secara luas di kampung itu maupun

14
sebelum pernikahan gadis-gadis hamil menginjak usia 14 tahun dan pernikahan
biasanya dilakukan secara terburu-buru mereka yang sudah menikah yang tinggal
bekerja sama dengan orang-orang tua dan adik adik laki-laki maupun perempuan
yang sering mencoba untuk pindah mereka pindah ke sanak saudara istri atau
suami yang lain tetap tinggal di suatu sampai sebagai situasinya menjadi tidak
betah seringkali mereka berpindah-pindah tempat tinggal sehingga mempengaruhi
pasangan pasangan muda yang baru menikah yang miskin dan mempunyai anak.
Rumah tangga yang besar biasanya membagi ruangan dan beberapa fasilitas
lainnya tetapi bukan penghasilan atau makanan pemberian makanan dilakukan
hanya untuk jangka waktu tertentu batas anak-anak yang sudah menikah
Meskipun mereka Tanpa Suami didorong untuk mencukupi kehidupan mereka
sendiri biasanya Setiap keluarga yang ada dalam rumah tangga besar itu memasak
sendiri sendiri dan memakai fasilitas bersama.

Hubungan Sosial prinsip dasar kehidupan Kampung adalah menjaga


hubungan baik dengan para tetangga terdekat apabila rumah tangga baru pindah
ke dalam suatu lingkungan maka yang bersangkutan biasanya menghantarkan
makanan kepada tetangga tetangga dekatnya untuk menjalin hubungan baik sikap
berbagi rasa terlihat dalam berbagai bentuk selama para tetangga enggan untuk
pergi jauh dalam memperoleh kebutuhan pokoknya mereka satu sama lain saling
membeli dan menjual barang dan jasa.

Di kampung ikatan bertetangga tampaknya menjadi jauh lebih penting


daripada ikatan kerabat beberapa tahun setelah memasuki masyarakat itu saya
masih belum juga menyadari bahwa banyak rumah tangga sebetulnya bersaudara
hubungan darah atau perkawinan menjadi jelas ketika lingkungan itu digosok.
Pada tahun 1961 ketika mereka merasa terancam rasa persatuan bangsa semakin
kuat Meskipun mereka datang dari berbagai daerah Jawa Barat Jawa Tengah Jawa
Timur Padang dan Madura paling tidak terdapat 12 kelompok yang bersaudara 4
diantaranya mempunyai lebih dari 2 rumah tangga yang bersaudara antara tahun
1936 sampai 1950 an mereka kerabat Inah dan harga saling mengundang ke
daerah itu mereka saling menolong satu sama lain dengan menyediakan tempat
tinggal dan pekerjaan.

15
Orang orang luar

Tidak semua rumah tangga yang berada dalam kampung itu memiliki
ikatan yang kuat dengan para anggota lain dari masyarakat itu walaupun
keakraban merupakan syarat mutlak hal itu tidak menjamin bahwa hubungan
hubungan sosial akan saling diakui di dalam lingkungan itu biasanya kira-kira ada
setengah lusin rumah tangga yang dapat dikelompokkan sebagai orang-orang luar
di kebun kacang orang-orang Makmur menurut mereka maupun orang-orang lain
dari kampung itu dianggap sebagai orang orang luar, sebagaimana dijelaskan
sebelumnya Sumirah pada masa kemakmurannya menjauhkan diri dari para
tetangganya. Namun saat ini yang lebih khas mengenai rumah tangga dalam
keadaan makmur di kebun kacang adalah Nano, pada akhir tahun 1970 an
keluarga itu sama sekali tidak berhubungan dengan para tetangga kampungnya
untuk kegiatan apapun. Mereka memiliki air listrik dan gas sendiri dan tidak
menggunakan air lokal atau penjajah minyak tanah.

Arisan

Bentuk baru perkumpulan yang menjadi populer di kampung selama tahun 1970
adalah arisan, apakah penduduk Kampung menyatakan bahwa kegiatan ini meniru
dari kalangan kelas menengah arisan biasanya melibatkan 10 sampai 25 orang
yang memberikan jumlah uang yang tetap setiap hari setiap Minggu atau setiap
bulan kepada pengurus yang dikelola oleh perempuan Kampung seperti halnya
ikatan lain di kampung itu keanggotaan Arisan berubah-ubah Arisan bubar setelah
setiap anggota menerima bagian uang arisan kemudian dimulai lagi tetapi dengan
para anggota yang berbeda karena pendapatan para penduduk Kampung tidak
tetap mereka merasa dapat membayar iuran untuk 1 tahun yang tidak untuk tahun
berikutnya nya.

Kerjasama Penduduk Kampung

Disamping pakaian-pakaian Islam seperti Idul Fitri dan Idul Adha hanya pada saat
masyarakat terkena musibah sakit kematian atau banjir maka seluruh masyarakat
dapat bersatu terutama musibah kematian persatuan ini tampak toilet di antara
mereka meskipun saya tidak mempunyai catatan mengenai semua kematian dalam

16
lingkungan Selama ada bangsa itu, paling tidak suka orang dewasa dan seorang
anak meninggal dunia setiap tahun ini berarti bahwa sedikit-dikitnya 2 kali
setahun seluruh lingkungan itu menghimpun sumber daya dan Simpati untuk
menolong mengatasi duka cita keluarga lain. Pada saat-saat gembira Ria dan pesta
para tetangga membantu memasak dan menyediakan ruang tambahan tikar tikar
atau kursi dan barang barang pecah belah selamat khitanan dan perkawinan 20/30
orang akan duduk bersama dengan kaki bersila di atas 30 lantai sebuah kamar
yang berukuran tidak lebih luas dari 10 atau 15 M2.

3. Kegiatan Ekonomi yang bersifat Sementara

Tukang becak

Di kebun kacang pada tahun 1972 hanya ada 4 tukang becak yang masih bertahan
di kampung saya yang terdiri dari 77 rumah tangga statistik tidak tersedia namun
jelas bahwa hal ini dulu merupakan pekerjaan yang sangat penting tahun 1950 an,
sebenarnya hampir setiap pemuda di kampung itu telah mencoba menarik becak.
Pada tahun 1972 beberapa orang sakit-sakitan atau tua untuk menarik becak atau
terkena razia pemerintah dan beralih ke pekerjaan pekerjaan lain seperti kerja
bangunan atau dagangan kecil-kecilan.

Setiap seminggu atau setiap bulan seorang penduduk kampung yang


sedang berduit akan membayar orang untuk melayani keperluan rumah tangga
seperti mencuci memasak ngangkut barang. Tetapi pada saat ia tidak mempunyai
uang Ia melakukan pekerjaan pekerjaan tersebut untuk orang lain.

Hukum yang terendah di kampung Kacang adalah Warung rumah tangga


meskipun keadaannya lebih makmur daripada tukang binatu atau pelayan rumah
tangga. wanita-wanita tersebut tidak memiliki keterampilan hanya memiliki
modal terbatas dan terikat tanggung jawab pada anak-anaknya. Pada tahun 1970
an setiap bangun rumah tangga dikelola oleh kira-kira 5 sampai 10 rumah tangga
yang tinggal sebelah menyebelah uang warung itu sangat bervariasi dalam
menjual dagangannya ada warung soto, mie, nasi gado-gado dan bubur.
Sementara Ibu ini nah menjual kue-kue para pedagang yang menjual panganan
kepada anak-anak kecil sering mendapat kekuatan anak-anak sering tidak

17
mempunyai uang dan selalu jajan, tidak terkecuali anak-anak pedagang sendiri
berbeda dengan kelas menengah sebagian besar penduduk Kampung tidak
mengatur anggaran belanja tetapi menggunakan uang apapun yang ada di
tangannya setiap hari pada paruh pertama tahun 1970 an menjual air utama di
kampung itu selain Satria juga para penduduk lainnya sebagai usaha 9 mencuci
dan menyetrika pakaian merupakan pekerjaan penting walaupun pekerjaan
rendahan pembantu rumah tangga merupakan pengakuan terbuka mengenai
kemiskinan sebagai mana halnya mencuci pakaian maka pembantu rumah tangga
dipandang sebagai pekerjaan yang dibayar paling rendah kurang bergengsi
meskipun kampung itu memiliki 5 penjahit pakaian namun hanya orang-orang
yang bekerja sebagai penuh yang memenuhi pesanan utama.

4. Penetrasi Pemerintah

Meskipun kebun kacang berada di jantung Jakarta tetapi sampai tahun 1970
tampaknya pemerintah hampir tidak pernah hadir di sana Departemen dalam
negeri dan instansi pemerintahan Kota yang seharusnya mengontrol dan
menertibkan kehidupan semua warga namun berada dalam jarak yang tidak jauh.
Pada tahun 1970 an seorang dapat tinggal dalam lingkungan itu selama berbulan-
bulan tanpa menyadari pemerintah ada di dekatnya sampai tahun 1950 Kampung
perkotaan tetap berada di luar bidang administrasi perkotaan dan mengatur dirinya
sendiri di bawah hukum adat dan peraturan pemerintahan tahun 1851.

Dalam jangka 4 tahun antara penyerahan Jepang dan pengakuan Belanda


mengenai kemerdekaan Indonesia pada bulan Desember 1949 tampaknya kontrol
kota terhadap bungkusan Kampung menjadi tidak efektif sampai aksi militer
Belanda yang pertama pada bulan Juli 1947 Balai Agung Republik, telah mampu
mengendalikan urusan-urusan kota penduduk Indonesia. Sesudah itu Kontrol
simbolis dipertahankan dari rumah sakit umum Republik di selembar dan setelah
bulan Agustus 1908 juga dilakukan di klinik kesehatan masyarakat yang informal
di Menteng dan beberapa sekolah Republik tidak resmi meskipun informasi tidak
cukup mengenai apa yang terjadi pada penduduk Kampung selama tahun-tahun
ini tampaknya mungkin mereka dibiarkan untuk berbuat sesuka hatinya setelah
migrasi keluar secara besar-besaran dari kota selama kekacauan dan kerusuhan

18
pada tahun 1956 ketika Belanda mencengkram kan kembali kekuasaannya maka
pemukiman lahan di dalam kota berlanjut dengan cepat.

Hanya selama tahun 1950 an kepentingan penduduk Kampung


dipertahankan oleh dewan kota yang vokal Meskipun tidak mewakili namun
mendukung pandangan mereka selama pemilihan umum pada tahun 1955 dan
tahun 1957 partai-partai politik serikat-serikat buruh dan kelompok-kelompok
wanita membujuk para pemberi suara penduduk Kampung memiliki saluran yang
dapat menampung keluhan-keluhan mereka pada tahun 1956 dengan dewan kota
memberitahukan peraturan pembatasan terhadap kegiatan para pedagang kecil
yang dipandang sebagai mengacuhkan jalanan dan mengotori suasana kota.

Gubernur Ali Sadikin

Ali Sadikin tampaknya memiliki pendekatan sistematis untuk memecahkan


masalah-masalah ini sistem administrasi Kampung diperkuat kembali yang diikuti
oleh registrasi semua penduduk kota dan membatasi masuknya para pendatang
baru pekerjaan-pekerjaan yang bersifat Mandiri dan yang tak diatur seperti halnya
pedagang kaki lima, dan pengendara Becak yang dilarang masuk ke jalan jalan
besar di Jakarta sehingga membuat kota itu kurang menarik bagi para calon
mengikat dan memaksa mereka yang sudah tinggal di kota secara ilegal kembali
ke kampung halaman hanya setelah pertumbuhan penduduk di kota berada
dibawah pengawasan maka program kesejahteraan memiliki manfaat yang besar.

Pada tahun 1966 sampai 67 Ali Sadikin mencoba untuk memperkuat


sistem administrasi Kampung Gubernur sebelumnya misalnya Sudiro pada tahun
1954 telah mencoba namun tidak berhasil membangun kembali sistem yang
ditegakkan oleh Jepang menurut logsdon sistem kepemimpinan lokal seharusnya
melakukan hubungan antara penduduk Kampung dan pemerintah agar dapat
mengurangi beban keuangan dari administrasi pemerintah maka Ali Sadikin
mencoba merangsang pembangunan masyarakat dari bawah yang mendorong
perlombaan antara satu RT dengan RT lain seperti yang sudah terjadi antara desa
di daerah pedesaan namun dalam kenyataannya Rukun Tetangga Rukun Warga
atau LKPMDK tidak berfungsi sebagaimana diharapkan.

19
Perbaikan Kampung

Program perbaikan kampung dilancarkan pada tahun 1969 sebetulnya bukan


merupakan konsep baru tetapi menghidupkan kembali program seni rupa pada
zaman akhir kolonial kedua program diarahkan untuk perbaikan prasarana fisik
Kampung padahal tujuan program aslinya dikonsentrasikan pada kebutuhan
pokok mengenai air minum dan sanitasi namun baru fokuskan pada gang gang
dan saluran-saluran.

Di antara kebutuhan kebutuhan pokok penduduk Kampung pemerintah


kota memberikan prioritas perhatian pada kesehatan dan keluarga berencana
pelayanan kesehatan bukan merupakan program baru selama tahun 1950 an
pemerintah telah menjalankan kebijakan pelayanan kesehatan umum yang sangat
baik dengan mendirikan rumah rumah sakit dan klinik klinik melaksanakan
vaksinisasi massal untuk memberantas cacar dan okulasi untuk memberantas
titanus dan Tipus dan penyemprotan DDT untuk memberantas malaria.

Pendidikan

Sejalan dengan kebijakan nasional pemerintahan Jakarta juga memberikan


prioritas yang tinggi pada pendidikan sebagaimana halnya dengan kesehatan
masyarakat maka pendidikan juga dijalankan secara besar-besaran di Jakarta
setelah kemerdekaan menurut angka-angka sensus tingkat melek huruf bagi
penduduk yang berusia diatas 10 tahun mengingat dari 12% pada tahun 1930
menjadi 64% pada tahun 1961 berbeda dengan tahun 1950 pada waktu pemerintah
memberikan kesempatan pendidikan informal kepada semua orang sekalipun
mereka mementingkan sekolah pemerintah untuk pendidikan anak-anak dalam hal
ini diutamakan bangunannya seperti bangunan sekolah sama dengan Politeknik
bagi kebanyakan penduduk biaya dan prosedur pendaftaran Umi juga
menghalangi mereka untuk masuk sekolah.

Pekerja Suka Rela

Untuk menjembatani Kesenjangan antara penduduk Kampung dan negara


memang sulit Ibu inna orang Minangkabau berpendidikan Belanda berasal dari

20
kelas menengah bawah yang tinggal dalam komunitas berbatasan yang lebih maju
mendorong dirinya sendiri untuk mengangkat penduduk Kampung dalam
lingkungan ibu Ina. Pada pertengahan sampai akhir tahun 1960 rumah ibadah
merupakan Fokus dari kegiatan organisasi Ibu inna sebelumnya rumah ibadah itu
hanya berupa gubuk yang terhimpit di antara hubung yang hampir tidak ada orang
pernah mengunjunginya.

Pada tahun 1970 an kegiatan ibu Ros diakui oleh Departemen


kesejahteraan sosial ia diberi kompor minyak tanah dan mesin jahit untuk
disalurkan kepada keluarga keluarga miskin dalam lingkungan Ibu Indah selama
10 tahun hubungan Ibu Ros dengan Departemen Kesejahteraan Sosial
berkembang para penduduk Kampung menganggapnya lebih mewakili
kepentingan pemerintah di pada dirinya sendiri Ia adalah salah satu dari tokoh-
tokoh terkemuka di daerah itu yang telah berperan dalam perbaikan kampung
untuk mengatasi kesulitan kesulitan bagi mereka yang kurang mampu dalam
komunitas itu dan mereka yang terpaksa membangun kembali rumah nya
setingkat dengan jalan gang yang baru.

Tanda Tanda Perubahan

Sejak dahulu para anggota lingkungan ibu Ina merasa senang berjauhan
dengan pemerintah mereka memilih para pemimpin berdasarkan kemampuan
mereka untuk menjauhkan masyarakat dari pemerintah namun selama tahun 1970
and isolasi tadi dapat dibuka program pembangunan kampung di lingkungan baru
tercapai ketika pemimpin lokal dilangkahi setelah tahun 1978 pemerintah mulai
menggunakan radio dan televisi sebagai saluran alternatif untuk menyampaikan
informasi tentang program Kesejahteraan Rakyat penyebab utama pergeseran
sikap penduduk kampung yang mendadak ini adalah televisi pada tahun 1978
iklan komersial yang mendominasi televisi Indonesia di lahan dan ada upaya
menyajikan bungkam program yang lebih mengandung pendidikan pemerintah
menggunakan media itu untuk mempromosikan pengendalian kelahiran kesehatan
dan perbaikan Kampung dan program-program lain.

5. Penggusuran (1981)

21
Penetrasi pemerintah berpuncak pada banyaknya kebun kacang sebagai
sebuah kampung pada tahun 1981 lingkungan Ibu indah dan ibu Cia yang terdiri
dari 736 rumah tangga dan 3500 penduduk digusur untuk pertama kali penduduk
yang bermukim di daerah itu bersama-sama berjuang melawan kehancuran yang
akan menimpa kediaman mereka benteng keamanan yang berubah karena
ketidakpercayaan yang kuat dan lemahnya kepemimpinan dan organisasi.

Maka kesatuan ini tidak bertahan lama pada akhirnya komunitas itu
digusur sesuai dengan perencanaan pemerintah Walaupun ada perlawanan dari
penduduk kampung. Kakak berencana dan Insinyur kota memiliki perspektif yang
sangat berbeda mengenai perkampungan perkampungan kumuh dari komunitas
yang tinggal di dalamnya bagi rencana kota Pekalongan kumuh adalah perangkap
kemiskinan sementara bagi penduduk Kampung perkampungan kumuh adalah
tempat-tempat yang mengandung harapan para perencana itu memandang
komunitas ini sebagai perusak pemandangan mereka terutama terganggu oleh
kontras antara kota modern yang bertingkat tinggi dan rumah-rumah yang rendah
tidak teratur dan penuh sesak keputusan para perencana kota Jakarta untuk
meratakan Kampung kacang didasarkan pada posisi mereka mengenai
perkampungan kumuh para perencana itu pura-pura menginginkan penduduk
kampung yang miskin dipindahkan kedalam plat-plat yang sebelumnya tercukupi
di pusat kota dekat tempat kerja mereka.

Evolusi Kebijakan Perumhan

Program perbaikan kampung yang di pemerintah kota Jakarta pada tahun 1969
merupakan upaya pertama sejak kemerdekaan yang berhubungan dengan masalah
umumkan yaitu memperbaiki lingkungan golongan yang paling miskin di Jakarta
dan daerah-daerah yang paling padat penduduknya nya pada tahun 1974
pemerintah Indonesia mendirikan Perumnas untuk menolong penyediaan
Perumahan berbiaya rendah di seluruh Indonesia dari Tahun 1979 pemerintahan
Kota Jakarta dan mulai menyelidiki pilihan-pilihan lain pada bulan Februari tahun
1981 Perumahan menyelesaikan bangunan 960 plus di daerah Tanah Abang
Jakarta harga blablabla ini dapat diperoleh hanya oleh keluarga keluarga dengan
penghasilan rata-rata diatas 100 - 480 liter beras per bulan.

22
Pembenaran resmi mengenai orang itu adalah bahwa daerah kumuh yang tidak
sehat dan mudah terbakar akan digantikan oleh Perumahan dan fasilitas yang jauh
lebih baik program itu akan meningkatkan standar penghidupan penduduk dan
mengurangi ketidak merataan sebagaimana ditegaskan dalam Instruksi Presiden
untuk balita 3 1979 sampai 1982 tetapi mungkin alasan yang paling mendesak
untuk memilih Kebon Kacang adalah bahwa daerah itu sangat mengganggu
pemandangan gedung gedung perkantoran kedutaan-kedutaan dan hotel-hotel
yang berada di sepanjang jalan utama Jalan Thamrin semuanya memandang
rendah terhadap daerah itu.

6 bulan pertama di unit Perumnas merupakan keadaan yang sangat romantis bagi
kehidupan kebanyakan penduduk Kampung unit-unit inti seluas 21 m3 dalam
keadaan rusak unit ini dindingnya berlubang-lubang jendelanya rusak dan tidak
ada pintu munculnya Desa khusus mengenai adanya pencuri membuat penduduk
tidak berani meninggalkan unit-unit mereka karena takut kalau bufet meja
pesawat televisi dan kursinya di curi semua masalah ini dapat diperbaiki sendiri
oleh penduduk kampung itu tetapi para pejabat Perumnas menegaskan bahwa
mereka harus memiliki izin untuk memperbaiki itu.

Akibat selanjutnya (1981 - 1987 )

Kesempatan untuk memperoleh ganti rugi setelah pembayaran ganti rugi sebagian
besar penduduk Kampung memiliki uang tunai lebih banyak daripada
sebelumnya. Meskipun mereka mengeluh bahwa ganti rugi tidak memadai setiap
rumah tangga menerima jumlah uang yang lebih besar dari pada yang dapat
mereka peroleh jika mereka menjual rumahnya dengan harga pasaran rumah
kampung yang ada.

Pemerintah bahwa penduduk Kampung akan membelanjakan sebagian


besar jika tidak semuanya dari ganti rugi untuk akomodasi alternative, tetapi para
penguasa tidak menghendaki adanya tekanan-tekanan praktis dan sosial yang
ditunjukkan oleh sebagian besar penduduk Kampung hanya sejumlah kecil
penduduk yang berpendidikan keadaan lebih baik dan tidak terkait dapat
dibelanjakan sebagian besar ganti ruginya untuk perumahan bagi dirinya sendiri

23
dan sisa untuk usaha usaha produktif selama proses penggusuran penduduk
Kampung diwajibkan menyebar atas bantuan yang telah diterima dari
pimpinannya. Untuk menerima ganti rugi formulir yang harus diisi dan
ditandatangani oleh petugas dengan uang tunai di tangan penduduk Kampung
merasa perlu untuk membayar kembali mereka yang telah menolong di masa
lampau selama ini uang mereka belum kelihatan nyata karena semua dalam
bentuk tanah dan rumah sehingga mereka merasa perlu untuk membalas Budi
kepala orang yang pernah menolongnya.

Kadang-kadang ganti rugi dibagi diantara banyak saudara misalnya 5


bersaudara yang bertempat tinggal berjauhan mereka mempunyai hak yang sama
atas rumah yang mendapat ganti rugi maka masing-masing memperoleh seperlima
bagian dari harga ganti rugi sedangkan mereka yang tinggal di rumah yang kena
bongkar hanya menerima ganti rugi yang cukup untuk membayar uang muka plat
dan membeli sedikit perabot.

Pada saat itu penduduk yang paling miskin memungkinkan kembali diri
mereka lebih dari seperempat bagian dari ganti ruginya digunakan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari komisi-komisi utang-utang dan kewajiban-
kewajiban sosial kebanyakan dari mereka yang menerima ganti rugi kecil seperti
slime suami Juriah atau ama ditawari untuk membangun kembali rumah di
kampungnya di samping rumah saudaranya

Kesempatan memproleh flat.

Penduduk Kampung ditawari kesempatan untuk memperoleh pelat yang banyak


disubsidi diberikan pelayan penuh di pusat kota tempat kampungnya yang dulu
berada tindakan mengherankan kira-kira seperlima dari penduduk Kampung 165
tangga utama adalah kalangan yang sudah mengukur dan mengetahui
pengetahuan lebih baik setelah mendapatkan plat-plat itu mereka adalah orang-
orang yang memiliki pekerjaan tetap atau pendapatan yang cukup dan bahasa
dapat memenuhi cicilan tetap setiap bulan sebaliknya sebagian besar penduduk
yang mendapatkan penghasilan kurang dari Rp60.000 perbulan atau hanya

24
memiliki pekerjaan tidak tetap merasa tidak dapat membayar cicilan flat secara
tetap.

Sebagian kecil penduduk kampung yang miskin yang megang 15 itu


adalah mereka yang perlu tinggal di pusat kota jika mereka ingin tetap bekerja
yang pada mulanya tidak melihat kesempatan baik yang ditambahkan sebagai
orang yang miskin di daerah itu yang tidak memiliki rumah hanya menerima uang
susah untuk pindah ke tempat lain tanpa campur tangan Ibu Krisna Tentu saja
tidak akan menerima plat Jelaskan kepadanya bahwa jika ia pindah ke pinggiran
Jakarta ia akan menghabiskan sebagian besar waktu dan gajinya untuk perjalanan
ke dan dari tempat kerja setiap hari dan tidak punya uang untuk menyewa kamar
apalagi membeli rumah.

Dan penduduk kampung yang tidak beruntung atas proyek itu tetap
terjebak oleh pekerjaan-pekerjaan yang tidak terjamin dan cara berpikir serta
bersikap yang mencegah mereka untuk mengambil keuntungan dari kesempatan-
kesempatan baru itu menunjukkan bahwa dengan memberikan sejumlah besar
uang kepada penduduk perkotaan yang miskin dan kesempatan untuk membeli
rumah belum tentu dapat mengatasi kemiskinan mereka.

Dengan sumber daya ini prioritas-prioritas mereka di samping kan jauh


dari kebutuhan yang mendesak untuk mendapatkan penghasilan yang cukup
Tetapi uang itu digunakan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban sosial
Perumahan renovasi renovasi dan barang-barang konsumsi yang baru tiba mereka
memiliki rumah-rumah yang besar dan kokoh fasilitas-fasilitas dan barang-barang
konsumsi yang banyak tetapi tidak ada sumber pendapatan yang tetap bangun-
bangun konsumtif dan dalam beberapa kasus bahkan rumah-rumahnya harus
dijual memenuhi kebutuhan makan sehari-hari mereka kemudian jatuh kembali ke
dalam keadaan yang sangat miskin yang telah mereka coba untuk melepaskan diri.

Roda keberuntungan

Kebun kacang : Potret Jakarta

25
Perubahan-perubahan yang dihadapi penduduk kebun kacang mempengaruhi
kehidupan sebagian besar penduduk kampung di Jakarta mereka mengalami
perpindahan dari suasana Desa ke suasana kota serta mengalami perubahan-
perubahan yang cepat dalam nilai-nilai social, ikatan satu orang dengan yang lain
pola-pola penerimaan pendapatan hubungannya dengan pemerintahan meskipun
kegiatan-kegiatan untuk memperoleh penghasilan berskala kecil itu maju pesat
dalam jangka waktu singkat namun kegiatan-kegiatan itu dia menjamin kehidupan
mereka lagi dan sulit untuk mendapat pekerjaan di kantor namun program yang
lebih cerah ini tetap saja mengakibatkan sebagian besar penduduk Kampung
Makassar terletak keluar dari daerah pusat kota hanya sebagian kecil saja yang
dapat mengambil keuntungan dari kesempatan-kesempatan baru yang ditawarkan
pemerintah untuk memperbaiki kehidupan mereka.

Meningkatnya pembangunan pada akhir tahun 1960 dan tahun 1970 an di


berbagai tempat yang paling nyata di pusat Jakarta kampung-kampung di dalam
kota sebagai Kebon Kacang menjadi Makmur karena berdekatan dengan proyek
proyek membangun besar sebelum ada sektor padat modal. Pembangunan dengan
memakai sektor padat karya dapat menyerap tenaga kerja kampung untuk
lowongan di bidang perdagangan transportasi industri rumah tangga dan
pembangunan tetapi pada akhir tahun 70-an hubungan yang saling melengkapi
antar kampung dan kota Khusus kampung-kampung di pusat kota seperti Kebon
Kacang, adalah yang pertama-tama merasakan pengaruh itu ketika pembangunan
akan merambah memasuki lingkungan di lingkungan itu.

Kegiatan untuk menghasilkan pendapatan dari para warganya menjadi


terletak dengan adanya pemerintahan barang dan jasa secara drastis
mengakibatkan hilangnya mata pencaharian rakyat karena digantikan dengan
usaha yang dapat modal yang besar dengan pelayanan yang lebih mudah dan
cepat.

Proses perubahan yang mempengaruhi Kebon Kacang selama 30 tahun kini terjadi
di pinggiran kota lahan Desa telah dibagi-bagi dan kebun-kebun saya telah diubah
menjadi Jalan bagi penduduk sekitarnya penduduk desa yang memperoleh
penghasilan utama dari tanam beralih ke usaha menyewakan dan menjual tempat

26
untuk para pendatang baru yang bekerja dalam perdagangan transpor industri dan
rumah tangga atau pekerjaan pekerjaan di kantor atau pabrik-pabrik

Sebab-sebab Kemiskinan.

Sejumlah masalah lebih banyak menjengkelkan para ilmuwan sosial ketimbang


sebab-sebab kemiskinan, kemiskinan dipertentangkan di satu pihak mereka
percaya pada budaya kemiskinan yaitu rakyat miskin tetap miskin karena mereka
dalam lingkungan miskin yang sulit untuk dipecahkan sebaliknya pandangan
strukturalisme Nyalakan masyarakat yang memaksa penduduk terjebak
kemiskinan golongan miskin memiliki inisiatif kemampuan dan keinginan untuk
memperbaiki nasibnya tetapi dibatasi oleh struktur ekonomi dan politik bangsa
yang manakah dari 2 Teori ini yang akan dipilih Apakah kuda yang masak sendiri
ataukah sistem bangsa yang mempunyai pengaruh besar terhadap pengertian
kemiskinan.

Penduduk menyadari bahwa mereka hidup dalam perubahan yang cepat


meskipun kadang-kadang sejarah berputar mengulanginya dalam masa hidupnya
sendiri penduduk yang paling tua melihat kebun sayur sayur buah menjadi
kampung yang berpenduduk padat dan pada akhirnya didirikan oleh 4 bus dan
tinggi mereka mengalami benturan nilai-nilai merenggangnya ikatan ikatan sosial
kegiatan kegiatan untuk memperoleh penghasilan yang bersifat sementara dan
perbedaan besar antara kemiskinan dan kekayaan pemerintah yang dulu
tampaknya tidak penting tiba-tiba ikut mencampur yang mereka merasa bahwa
keberadaan pedesaan yang lebih terpilih tentang dan setengah abad sebelumnya
telah memberi jalan ke masa perubahan yang dahsyat dan kacau.

Kembali ke kebun Kacang

Setelah 13 tahun sejak penggusuran Kampung Kebon Kacang tidak ada


gambaran yang jelas apa yang telah terjadi terhadap sebagian besar penduduk
kampung itu, Setiap keluarga menempuh jalannya sendiri sendiri beberapa orang
seperti Bang ini maju terus yang lain seperti Bu Jia salah seorang pelopor
kampung itu jatuh dari kaya menjadi miskin, beberapa orang diantara mereka
bergulat terus untuk mencoba membayar angsuran dan Fasilitas perumahan baru.

27
Bagi orang-orang yang paling miskin, memindahkan diri atau memakai ganti rugi
yang cukup untuk membangun hidup kembali di tempat baru.

28
BAB III
PEMBAHASAN / ANALISIS

Penilaian seseorang individu/ kelompok terhadap sesuatu benda dan hal


lain, pasti akan selalu memiliki perbedaan yang saling mencolok, karena
merupakan hasil dari buah pikir setiap orang dan wawasan yang dimilikinya,
sehingga akan banyak sekali persepdi yang muncul dengan berbagai macam
argumen dengan alasan yang memperkuat pennyataannya masing masing. Namun
disini saya akan menilai buku ini berdasarkan warna, isi buku, bahasa buku,
penggunaan font, kelebihan dan kekurangan. Dan pembahasan review yang saya
buat adalah sebagai berikut :

REVIEW BUKU
BUKU PEMBANDING
BUKU UTAMA

a. Pemaknaan warna Cover buku a. Pemaknaan warna Cover buku


Utama dan Pembanding Utama dan Pembanding
Menurut Ahli Psikologis J. Linschoten Menurut Ahli Psikologis J.
dan Drs. Mansyur, Warna-warna itu Linschoten dan Drs. Mansyur,
bukanlah suatu gejala yang hanya dapat Warna-warna itu bukanlah suatu
di amati saja, warna dapat gejala yang hanya dapat di amati saja,
mempengaruhi kelakuan dan memegang warna dapat mempengaruhi kelakuan
peranan penting dalam penilaian estetis dan memegang peranan penting
dan turutmenentukan sukatidaknya akan dalam penilaian estetis dan
bermacam macam benda. Jadi dari turutmenentukan sukatidaknya akan

29
pengertian tersbut dapat ditarik bermacam macam benda. Jadi dari
pernyataan bahwa Penilaian yang kami pengertian tersbut dapat ditarik
lakukan ini tidak semata mata hanya pernyataan bahwa Penilaian yang
menilai kecocokan warna dengan buku, kami lakukan ini tidak semata mata
dan aspek estetiknya, namun disini kami hanya menilai kecocokan warna
mencoba melihat makna dan pesan yang dengan buku, dan aspek estetiknya,
hendak penulis sampaikan terhadap namun disini kami mencoba melihat
pembaca dengan cara menganalisis makna dan pesan yang hendak penulis
penggunaan warna yang di terapkan sampaikan terhadap pembaca dengan
penulis di dalam cover. cara menganalisis penggunaan warna
Jika kita melihat pada cover buku yang di terapkan penulis di dalam
persfektif perubahan sosial budaya ini, cover.
penulis mendominakan warna biru dan
Jika dilihat cover buku Seperti
putih yang bermakna Biru adalah warna
Roda berputar ini kita bisa melihat
universal yang sering dipilih, mungkin
perpaduan anatara, abu-abu dan hijau
karena kualitasnya yang serba guna.
tua, dimana warna hijau berartikan
Biru adalah warna favorit untuk
identik dengan alam dan mampu
perusahaan yang berharap untuk
memberikan susana yang santai,
menyampaikan kehandalan, dapat
dalam pandangan pisikolog mampu
dipercaya dan komunikasi, Meski pun
menyeim bangkan anatar emosi dan
begitu, biru diasosiasikan dengan
keterbukaan, jika dikaitkan dengan
perasaan emosi ‘blue’ juga digunakakan
jumlah halam buku yang memiliki
untuk mengekspresikan kesedihan atau
ketebalan yang mencapai 304
depresi. Jadi daei warna tersebut
halaman. tentunya harus ada rasa
kitadapat mnegathuai dua hal, yakni
sabar untuk memahami ii buku
pertama penulis mnggunakan warna biru
dengan tanpater gesa gesa. Sedangkan
untuk membangun komunikasi yang
warna abu-abu dalam cover
baik anatarbuudengan pembaca. Kedua
mengartikan sesuatu Serius, bisa
warna biru disni digunakan untuk
diandalkan dan stabil. yang hendak
mewakili sebuah perubahan sosial yang
mengatakan keunggulan dan kualitas
tak jarang dapat menimbulkan
buku yang di keluarkannya. Selain itu
kesedihan, ketidak tenangan bahkan

30
depresi. warna kuning dalam cover buku
Makna dari warna putih yaitu : Putih dianggap sebagai warna persahabtan,
menggambarkan kesederhanaan, yang apabila kami artikan yakni
kemurnian, tidak bersalah dan penulis berharap buku ini dapat di
kesempurnaan. Yaitu penulis hendak pahami dan dibacadengan hikmat
menyampaikan kualitas isi buku kepada karena ini menyangkut pada cerita
pembaca dengan materi dan perubahan masyarakat di sebuah desa
pembahasan yang mumpuni. kebun kacang dari masa ke masa yang
mengikuti pola siklus.
B. Berdasarkan Isi buku
B. Berdasarkan Isi buku
Buku persfektif perubahan sosial ini
Buku Seperti roda berputar,perubahan
memiliki materi yangberlandaskan
sosial sebuah kapungdi jakartaini
padasebuah teori mengenai bagaimana
merupakan sebuah kasusperubahan
itu perubahan sosial, dengan banyak
sosial yang bersifat siklus, artinya
sumber defenisi dari para ahli. Yang
perubahan yangterjadi pada kampung
relevan.
di dalam buku ini berkaitan dengan
perpindahan kepemimpinan dari
presiden Soekarna kepadabapak
suharto, diaman pada saat
kepemimpinan bapak suharto ini
mereka sudah merasakan
kemajuan,dinding sudah di beton dan
fasilitas rumah tangga jugalengkap,
namun satu hal yang mereka tidak
bisa lakukan yakni
berkomentarterhadappolitik. Seiring
berjalannya waktu ekonomi di
kampung tersebut kian sesak akibat
banyaknya pendatang yangmenetap
disana sehingga kampung
initerlihatbegitu kumuh. Setelah

31
melihat itu semua penggusuran pun
dilakukan sehingga masyarakatdi
kebun kacang ini harus berpindah ke
rusun yang di bangun pemerintah, tak
semua orangkampungbisa pindah
kesana akibat cicilan yangharus
dibayarkan terlalu maha, yakni
sebanyak Rp.60.000 per bulan. Setalh
itu semua danbebrapa mayarakatada
yang bisa menempati rumah susun
tersebut, namun tak ekian lama rusun
itu mulai menunjukkan
keburukannya, yakni tembok yang
bolong dan beberapa kali seringterjadi
pencurian yangmeresakhan mereka
dan jika dilihat permahan yangmerka
buat di kebunkacangyangdigusur
malah lebih baik dari padarumah
susun tersebut. Daricerita ini terjadi
perubahan siklus yakni
perubahanyangmembuat masyarakat
merasakanhal yangbaik namunharus
pergi ke awal karena
peraturan,dankemudian menigkat
lagi,lalu menurun lagi karena fasilitas
ruah usun yaangdiberikan
kepadamerka tidak
memilikikulaitasyangbertahan lama.
C. Bahasa Buku C. Bahasa Buku
Bahasa yangdigunakan dalam penulisan Bahasa yang digunakan dalam buku
buku Perspektif Perubahan Sosial ini seperti roda berputar ini
adalah bahasa yang mudah di pahami merupakbahasa yangsama sama

32
dan dapatdi mengerti dengan waktu mudah di mengerti,namun penjelasan
yang singkatdan tidak terlalu bertela yang cukup panjang trkadang
tela. membuat kohesi dan koherensi
anatara kalimat yang 1 maupun
paragrafyangsatu dengan lainnya
terasa seperti kurang pas dan sedikit
timpang. Selain itu pembahasan yang
sedikit dijelaskan dengan ahasa yang
banyak dan seperti berteletele.
D . Penggunaan Font D . Penggunaan Font
Jenis font yang digunakan dalam Jenis font yang digunakan dalam
penulisan buku ini adalah jenis tulisan penulisan buku ini juga sama seperti
Serif yakni tulisan yang memberi efek jemis font yang digunakan penulis
membaca lebih cepat. Ini tepat untuk pada buku utama yakni; jenis tulisan
buku-buku yang perlu dibaca secara Serif yakni tulisan yang memberi efek
menerus dan cepat. Jadi dari font yang membaca lebih cepat. Ini tepat untuk
digunakan penulis dalam bukukitadapat buku-buku yang perlu dibaca secara
mengetahui keinginan si penulis menerus dan cepat. Jadi dari font
terhadap si pembaca yakni, buku inikan yang digunakan penulis dalam
dapat di pahami orang-orang secara bukukitadapat mengetahui keinginan
umum dengan membacabuku si penulis terhadap si pembaca yakni,
secaraberualang ulang,lain dengan buku inikan dapat di pahami orang-
penggunaan tulisan san serif dimana orang secara umum dengan
penulis menginginkan buku membacabuku secaraberualang
dibacasecaralambat dan pelan pelan ulang,lain dengan penggunaan tulisan
untuk bisa memahami isi di dalam buku. san serif dimana penulis
menginginkan buku
dibacasecaralambat dan pelan pelan
untuk bisa memahami isi di dalam
buku
E. Kelebihan Buku E . Kelebihan Buku
Kelebihan buku yang dapat Kelebihan buku yangdapat ditarik

33
dilihatdari buu utama yakni : dari buku pembanding yakni :
 Penggunaan bahasa yang  Penjelasan yang memerinci
mudah difahami  Bahasa yangdi gunakan
 Tidak adanya kalimat minor mudah dipahami
 Kesinambungan  Minimnya penggunaan
anataramateri bab yang katakata sulit
selalu ber progres  Kesinambungan antara
 Pengaturan tata letak ( peristiwa terjalin dengan baik
Layout ) yang baik  Menggunakan bukti data
 Penjelasan yang simple dan survei yang relevan dalam
mudah di mengerti memper jalas pembahasan
 Tidak bertele-tele

F. Kekurangan Buku F . Kekurangan Buku


Kekurangan buku utama yang Kekurangan buku utama yang
dapat di ambil yakni : dapat di ambil yakni :
 Penjelsan yang  Penjelasan yang bertele
kurangterperinci tele
 Materi yang terlalu sedikit  Kohesi dan kohernsi
dan tanpa memerikan studi penjelasan
kasus kaliamatmaupun paragraf
 Tidak memiliki identitas di dalam buku terasa
buku yang jelas seperti, memiliki
tahun terbit, ISBN, dan ketimpangandan kurang
Ukuran buku. koheren

BAB IV
PENUTUP

34
A. Kesimpulan
Ungkapan Buku sebagai jendela dunia, buku sebagai mercusuar di tengah
lautan merupakan sebuah ungkapan yang relevan. Dari dua pembahasan buku
utama dan pembanding di atas tentunya memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing, karena masih merupakan hasil dari buah fikir
manusia. Dalam mereview sebuah buku, hal petama yang harus di pahami
adalah isi didalam buku, seperti dua buku diatas yang memiliki perbedaan
genre, seperti buku utama yang unggul dengan teori dan penjelasannya,
sedangkan buku pembanding juga unggul dengan penjelsan studi kasus yang
terperinci, jika di wajibkan memilih mana buku yang bagus diantara kedua
buku ini, maka saya mungkin akan mengambil keduanya, karena kita
membutuhkan teori dalam mengkaji sebuah studi kasus, sedangkan kita juga
membutukan buku studi kasus untuk membuktikan sebuah teori. Jadi,
kesimpulan yang dapat di tarik dari pembahasan kedua buku di atas yakni
bahwa buku pembanding dan buku utama adalah buku yang memiliki
keunggulan tersendiri, meski begitu kedua buju ini baik digunakan dalam
sebuah pembelajaran dan pemahaman ilmu pengetahuan, mengenai perubahan
di dalam sebuah lingkup masyarakat.
B. Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan, yaitu jangan hanya belajar mengenai
teori tetapi perlu di imibangi dengan praktek dan studi lapangan, karena teori
hanya sebagai sebuah gasan yang akan selalu menglami peruabahan mengikut
pada dinamika perubahan dari masyarakat itu sendiri. Dengan kata lain kedua
buku tersebut merupakan kombinasi yang pas jika digunakan dalam
pembelajaran untuk memperoleh ilmu Pengetahuan, terkhusus mengenai
dinamika dan perubahan masyarakat dan implikasinya.
DAFTAR PUSTAKA

Jellinek, L. (1994). Seperti Roda Berputar Perubahan Soial Sebuah Kampung Di


Jakarta. Jakarta: LP3ES.

Saebani, B. A. (2014). Perspektif Perubahan Sosial. Bandung: PUSTAKA SETIA


BANDUNG.

35
SUMBER ONLINE

http://penerbitgarudhawaca.com/memilih-font-yang-pas-untuk-buku-anda/

https://www.canva.com/id_id/belajar/arti-warna-dan-simbol-dari-merk/

https://www.google.com/search?q=buku+perspektif+perubahan+sosial&safe=stric
t&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwj5r22we_gAhXa7XMBHQ3g
ADcQ_AUIDigB&biw=1366&bih=608#imgrc=_

36

Anda mungkin juga menyukai