Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MAKALAH

MK. ANTROPOLOGI EKONOMI

Skor Nilai :

PENDEKATAN – PENDEKATAN DALAM ANTROPOLOGI


EKONOMI (FORMALIS, SUBTANTIVIS, MARXIS BARU,
INSTITUSIONALIS BARU, POPULIS BARU)
Disusun Oleh :

NO NAMA MAHASISWA NIM


1 Rahmat Siregar 3172122003

Kelas :
A Reguler 2017

Dosen :
DAUD, S.Pd, M.Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANTROPOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang maha Esa, karena
dengan karunia-Nya penulis dapat menyelesaiakan tugas makalah ini. Meskipun
banyak hambatan yang penulis alami dalam proses pengerjaannya. tetapi penulis
berhasil menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya. Tidak lupa
penulis sampaikan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah membantu
dan membimbing penulis dalam mengerjakan tugas makalah ini. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada teman-teman mahasiswa yang juga sudah
memberi semangat dan dukungan, baik langsung maupun tidak langsung kepada
penulis dalam proses pembuatan tugas makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun tugas makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna sempurnanya karya tulis ini. Penulis berharap semoga
karya tulis ini bisa bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi para pembaca.

Medan, November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN ..........................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan..........................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN .........................................................................3
2.1 Pendekatan Formalis.....................................................................3
2.2 Pendekatan Subtantivis.................................................................6
2.3 Pendekatan Marxis Baru...............................................................8
2.4 Pendekatan Institusional Baru.....................................................11
2.5 Pendekatan Populis Baru............................................................13
BAB III. PENUTUP..................................................................................15
3.1 Kesimpulan..................................................................................15
3.2 Saran............................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Antropologi ekonomi bukan sekedar sebagai sebuah studi tentang sistem
tradisional dan petani (Peasent). Cabang studi antroplologi lebih tepat
dikatakan sebagai disiplin ilmu yang mempelajari ekonomi secara
komprehensif dari sistem ekonomi yang paling tradisional sampai yang paling
medern. Dalam literatur klasik, pengertian ekonomi tradisional merujuk pada
masyakat suku ( Tribal Society) yang hidup tersebar dan terpencar-pencar
kedalam kelompok-kelompok kecil di wilayah pedalaman, bergantung kepada
alam dan melakukan aktivitas ekonomi subsisten dalam bentuk berburu dan
meramu, menangkap ikan, mengembala ternak, bercocok tanam dengan teknik
sederhana seperti berdagang dan berpindah.
Dalam perkembangannya para antropolog tertantang untuk memepelajari
kehidupan ekonomi masyarakat dalam setting sistem ekonomi pasar seiring
dengan derap pembangunan dan globalisasi. Disiplin yang mempunyai
hubungan paling bersifat historis dengan antropologi ekonomi adalah ilmu
ekonomi, khususnya ekonomi konvensional merujuk pada ilmu ekonomi
klasik dan neo klasik ( Brue, 1994:51 dan 293).
Studi Jenifer Alexander ( 1986), juga menunjukkan bahwa antropologi
ekonomi relevan untukmenyimak tentang masalah wirausaha di aras lokal.ia
menganalisis peran perempuan dalam perdagangan di pasar kebumen jawa,
keterlibatan antropolog dalam studi ekonomi bukan keluar dari kompetensinya
dibidang kebudayaan, melainkan memperkaya kiprahnya dalam
menungkapkan kergaman budaya dalam kaitannya dengan masalah ekonomi
yang dihadapi ummat manusia, antropolog dalam memahami dan menjelaskan
prilaku ekonomi dengan menggunakan persfektif kebudayaan, berkiblat pada
aksioma bahwa manusia tidak harus dilihat sebagai Homoeconimicus, dan
proses ekonomi tidak dapat dipisahkan dengan tegas dengan proses sosial,
politik dan budaya.

1
Belakangan ini penelitian antropologi memperlihatkan bahwa dalam sistem
ekonomi modern sekalipun , gejalaekonomi tidak bisa dipisahkan dengan
persoalan kebudayaan, misalnyakebudayaan konsumtif yang menyebar ke
berbagai masyarakat bukan oleh sebuah kebijakan ekonomi , dan
meningkatkan kesejahteraan semata, melainkan oleh meluasnya budaya
popular dan berbagai rekayasa budaya sehingga pada dsarnya kebudayaan
mempengaruhi ekonomi karena menjadi instrumen penting dari ekspansi
pasar kapitalis dalam memperluas budaya konsumsi dengan menyebarkan
berbagai bentuk budaya popular, dan menggunakan media budaya untuk ajang
iklan dan interrealisasi produksinya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan pendekatann formalis?
2. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan subtantivis?
3. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan marxis baru?
4. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan institusionalis?
5. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan populis baru ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Menganalisis apa yang di maksud dengan pendekatan formalis
2. Menganalisis apa yang dimaksud dengan pendekatan subtantivis?
3. Menganalisis apa yang dimaksud dengan pendekatan marxis baru?
4. Menganalisis apa yang dimaksud dengan pendekatan institusionalis?
5. Menganalisis apa yang dimaksud dengan pendekatan populis baru ?
1.4 Manfaat Penulisan
1. Memahami apa itu pendekatan formalis
2. Memahami apa itu pendekatan subtantivis?
3. Memahami apa itu pendekatan marxis baru?
4. Memahami apa itu pendekatan institusionalis?
5. Memahami apa itu pendekatan populis baru ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pendekatan Formalis


Pendekatan formalis lahir pada dekade tahun 1920-an dengan ditandai oleh
penelitian antropologi ekonomi yang memakai teori-teori dan konsep-konsep
ekonomi guna menjelaskan fenomena di masyarakat tradisional. Kehadiran
aliran formalis padaawal abad ke-20 tmpaknya berkaitan dengan kesadaran
berfikir parasarjana barat yang sangat percaya terhadap aliran materialisme,
salah satu aksioma dari aliran ini memandang bahwa manusia
merupakanmahluk yang selalau berfikir rasional sehingga mereka selalau
memegang prinsip tindakan ekonomi dalam bertingkah laku sosial. Prinsip
tingkah laku rasional tersebut secarasistematis telah diterangkan oleh teori-
teori ilmu ekonomi konvensional.

Meskipun pada mualanya pendekatan formlis dianggap sebagai suatu


pilihan darurat, sebagaimana dilontarkan oleh George Dalton (1968a), tetapi
pendekatan ini kemudian teru berkibar dalamkhasanah penelitian antropologi
ekonomi, walaupun dengan caatatan pada dekade 1960an pendekatan ini
kurang diminati para peneliti.pendekatan formalis telah berhasil menghadirkan
suatu wacana tentang universalitas daripada partikulitas gejala ekonomi.
Dengan berbagai argumen yang mengabsahkan universalitas kebudayaan dan
menggiring para sarjana antropologi untuk tidak berfikir etnosentris dalam
memandang gejala kebudayaan yang beraneka. Hegemoni fomalis dalam
antropologi pada tahun 1960an, tetapi kemudian pada tahun 1980an
pendekatan formalis bangkit lagi dengan mendapat dukungan dari para
ekonom yang mempelajari merosot.

Merosotnya hegemoni tersebut berkaitan dengan mekarnya penelitian yang


menggunakan subtantivisme dan Marxisme, kedua pendapat ini menjadi
pilihan yang di pandang masuk akal oleh sebagian dari para antropolog
berkaitan dengan kekurang-puasan mereka terhadap formalisme yang

3
dianggap tidak mampu dalam memecahkan keganjilan tentang problem-
problem modernisasi di negra terbelakang dan berkembang yang penduduknya
masih hidup dengan sistem ekonomi tradisional dan petani, problem tersebut
beruapa sulitnya menerapkan teori pembangunanan di negara-negara tersebut,
dan kenyataan bahwa masyarakat tetap miskin walaupun telah memasuki
ekonomi pasar, dan masih kuatnya resistensi masyarakat terhadap pro-
argumentasi klasik dari formalis mengatakan kemiskinan masyarakat
tradisional lebih di sebabakan oleh rendahnya teknologi, akses kapital serta
masih sederhanya tingkat hidup masyarakat tersebut sehingga percaya bahwa
perluasan ekonomi pasar dan modernisasi akan mengikis kemiskinan.

Karakterisitik dasar formalis dapat dipahami dengan baik kalautelah


mempelajari asumsi-asumsi dasar dan teori-teori ekonomiyang dibangun oleh
paraekonom klasik dan neoklasik. Dalamkonteks pendekatan formalis, dalil-
dalil ilmu ekonomi menjadi kerangka landasan untukmemahami fenomena
ekonomi yang terjalin erat engan aspek-aspek sosial-kultural dalam masyrakat
tradisional dan petani. Ditinjau dari segi metode penelitiannya, penganut
formalis hampir mengikuti ilmu ekonomi neoklasik.

Pertama, pendekatan ini cenderung mengembangkan model-model yang


memprediksi tingkah laku ekonomi dlam berbagai seting kebudayaan (Cook,
1973, Firt, 1975). Kedua, sejalan denganciri pertama, meskipun formalis
bersifat analitisdan formal dalam orientasi studinya, tetapi dibandingkan
dengan pendekatan subtantif, ia mempunyai kecenderungan yang kuat untuk
menerapkan prinsip-prinsip abstraksi, umum (logika dedukatif) untuk
megakaji tingkah laku ekonomi dalam berbagai settingan kebudayaan. Ketiga,
formalis sering disebut sebagai pendekatan yangbersifat ahistoris. Keempat,
pendekatan formalis menenmpatkan individu sebagai basis analisisi prilaku
ekonomi.

4
a. Studi Kasus Pasar Petani Di Jawa

Dalam perspektif Elice Dewey (1962), dengan mempelajari komunitas


pasar maka akan ditemukan tentang inti sistem ekonomi masyarakat pasar
dengan mempelajari komunitas pasar maka akan ditemukan tentang inti
sistem ekonomi masyarakat nya karena komunitas ini mempertemukan
berbagai kepentingan ekonomi warga masyarakat khususnya antara
produsen dengan konsumen.

Pada tahun 1950-an pasar di Jawa dalam arti tempat merupakan arena
pertukaran barang dan jasa. Dalam pasar para pedagang melakukan
aktivitasnya dengan menjalin kerjasama yang bersifat fungsional. Belajar
dari sistem organisasi sosial di pasar yang menyatukan kepentingan para
pedagang dan strategi tawar-menawar barang, Elice Dewey berusaha
untuk menajamkan interpretasinya tentang problem sistematik dari
perdagangan belajar dalam masyarakat petani Jawa yang sedang
mengalami perubahan dari suatu tahap ekonomi yang relatif tertutup pada
masa penjajahan terbuka pada masa pasca revolusi kemerdekaan.

Dewey memandang bahwa etnosentrisme harus ditiadakan dalam


menganalisis perilaku ekonomi yang terjalin dalam kebutuhan sosial. Hal
ini karena masyarakat bisa hidup dalam ekonomi pasar karena memiliki
rasionalitas ekonomi meskipun tindakan ekonomi yang dijalankan bisa
mengandung suatu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan sosial.

b. Perubahan Hubungan Kerja Agraris Di Jawa

Dalam konteks pendekatan formalisme konsep involusi pertanian dan


pembagian kemiskinan mengungkapkan bahwa petani di Jawa tidak
mempunyai motivasi usaha tani yang bersifat kapitalistik. Dengan
memakai kacamata new populisme maka dapat dikatakan bahwa revolusi
hijau sebagai penyebab perubahan hubungan agraris dari pola kerjasama
petani yang menjaga solidaritas sosial ke bentuk kerjasama yang bersifat
komersial. Pemerintahan padi pada waktu itu menggunakan sistem bawaan

5
dan padi dipetik dengan alat Ani Ani yang produktivitasnya rendah
sehingga sistem ini menyerap banyak tenaga manusia. Dibandingkan
dengan sistem bawaan kedudukan bersifat komersial tetapi kurang
komersial dibandingkan dengan sistem tebasan dalam sistem kedudukan
orang yang boleh memanen adalah mereka yang ikut menanam. Hayami
dan Kikuchi memandang bahwa perubahan sistem bawaan ke sistem
tebasan merupakan contoh yang paling ekstrim dari meningkatnya
rasionalisasi usaha tani.

2.2 Pendekatan Subtantivis


Pada tahun 1960 dan 1970an, wacana studi antropologi ekonomi diwarnai
dengan perdebatan yang sengit anatara formalisme dan subtantivisme di dalam
menunjukkan jurus-jurus kebenaran sudut pandangan, metodologi dan bukti
empiris yang mereka andalkan. Kritik pertama subtantivis terhadap formulis
berkaitan dengan kegagalan dalam menjelaskan proses transformasi ekonomi
di negara terbelakang.
Aliran formalis memandang bahwa salah satu faktor yang membedakan
sistem ekonomi petani dengan modern adalah tingkat teknologinya, sehingga
melalui transfer teknologi modern, maka akan mengubah ekonominya ke arah
sistem pasar. Sebaliknya aliran subtantivis menemukan bahwa sekalipun
transfer teknologi modern kedalam perekonomian petani sudah berjalan ,
tetapitidak membawa prosesperubahan yang linear seperti di masyarakat
barat.karena itu,menjadi penting untuk melihat keunikan sistem ekonomi
petani daripadakesamaan dengan ekonomi modern.
Scott Cook (1973:835) mrumuskan bberapa ciri yang penting dari
pendekatan subtantivis. Pertama, pendekatan subtantivis seperti formalis, yaitu
sama-sama menganalisis ekonomi sebagai bidang studi, tetapi perhatiannya
mencakup hal-hal diluar masalah ekonomi dalam arti harafiah,karena meliputi
pula aspek-aspek sosio kultural yang terkait dengan prilaku ekonomi. Kedua,
pendekatan ini menempatkan perekonomian sebagai aturan-aturan dan

6
organisasi soaial, yang mempunyai kapasistas membentuk prilaku individu
mengatur relasi antar individu sebagai suatu organisasi.
Pandangan subtantivis di atas mengabaikan peranan individu dalamprose
perubhan ekonomi. Diabaikannnya peranana individu dalam menentukan
sistem ekonomi itu mendapat kritik yang tajam dari para antropolog yang
menemukan bukti bahwa ekonomi merupkan proses sosial yang dinamis.
Aliran parsonisme selalu menunjukkan adanya kuasa-kuasa individu tertentu
karena di pandang dapat memiliki peran penting dalam menjalankan roda
ekonomi. Aliran personalisme itu juga menyimakbahwa dalam masyarakat
tradisional terdapat individu-individu yang mempunyai kesadaran untuk
melakukan perubahan dengan melakukan inovasi-inovasi teknologi dan
terdapat individu-individu yang melawan praktik ekonomi yang merugikan
mereka.
Studi koperatif ini menghasilkan pemahaman yang akurat tentang
berlakunya hukum ekonomi, dan jalinan yang erat antara gejala ekonomi
dengan gejala sosial, politik dan budaya. Meskipun di arahkan untuk
melakukan studi komparatif, dalamprktiknya para ahli antropologi
yangbergabung dengan aliran ini hanya menunjukkan kekhasan dari sistem
ekonomi yang diteliti dengan membandingkan secara selektif tentang pola-
pola ekonomi dari masyarakat yang ditelitioleh peneliti lain atau penelitian
sebelumnya.

a. Studi Kasus Ketimpangan Sosial Dalam Sistem Pertukaran Di Bolivia

Dalam masyarakat Bolivia, lapisan sosial terdiri dari tuan tanah yang
menguasai tanah milik untuk usaha peternakan. Sebagian dari tanah milik
mereka dikelola sendiri dan sebagian lagi disewakan kepada para
comuneros sebagai peternak lapisan menengah dan peon sebagai petani
peternak lapisan bawah. Secara implisit Orlove mengungkapkan bahwa
ketidakseimbangan tersebut merupakan fungsi dari ketidakmerataan
penguasaan tanah ketergantungan, para petani peternak terhadap tuan

7
tanah. Beberapa bentuk pertukaran tradisional di Bolivia antara lain
resiprositas umum, ayni dan minka.

b. Studi Kasus Diversifikasi Tanaman Dalam Usaha Tani Subsisten Di Jawa

Dalam usaha tani subsisten, rumah tangga merupakan penyelenggara


usaha tani tetapi sekaligus sebagai unit konsumsi. Boleh dikatakan petani
jawab bukan semata-mata petani subsisten tetapi dalam arti mereka hidup
dalam kondisi yang Marginal karena sempitnya luas usaha tani petani
Jawa sudah lama mengenal sistem pasar.

2.3 Pendekatan Marxis Baru


Menjelang tahun 1960, ketika berlangsung perdebatan seru anatar penganut
pendekatan dan subtantivis dan formalis, marxis baru kemudian mendapat
perhtian dari antropolog pada dekade1970an hingga kini, karena
kemampunnya untuk di pakai sebagai pemikiran kritisterhadp proes
perkembangan ekonomi di berbagai masyarakat yang sangat di dominasi oleh
kapitalisme dunia, marxis baruberpengaruh pada pemikiran tentang teori
ketergantungan yang dibangun oleh para ahli sejarah dan ekonomi yang
bekerja sama dengan komisi ekonomi untuk amerika latin.

Secara konseptual, Marxs merumuskan bahwa inti dari sistem ekonomi


adalah mode produksi yangterdiri dari kekuatan produksi, seraangkaian
hubungan produksi dan basis material yang meliputi peralatan, dan teknologi,
keahlian dan tenaga yang dipakai oleh orang untuk menghailkan.
Basisisstruktur terdiri dari dua, yaitu, pertama, instrumen produksi, dan
hubungan produksi,yng kedunya akan mempengaruhi sebuah
superstrukturyangterdiridari super struktur juridis, dan politis serta
superstruktur ideologi yang beradapaling atas.

Marx merumuskan bawa inti dari sistem ekonomi adalah mode produksi
yang terdiri dari kekuatan produksi serangkaian hubungan produksi dan basis
material. Basis material meliputi peralatan dan teknologi kalian dan tenaga
yang dipakai oleh orang untuk menghasilkan. Kekuatan produksi meliputi

8
kelompok-kelompok sosial dimana orang memanfaatkannya untuk
mewujudkan tujuan produksi. Dalam pandangan Marx sejarah ekonomi dan
masyarakat muncul sebagai proses konflik antar bangsa struktur yang bersifat
dinamis dengan suprastruktur yang bersifat statis.

Tahap perkembangan perekonomian, dalam tahap paling awal disebut


komunisme primitif yang ditandai oleh tidak ada antagonisme kelas,
eksploitasi dan perjuangan kelas. Tahap kedua adalah ekonomi perbudakan.
Pada tahap ketiga ekonomi federalisme mempraktekkan eksploitasi kepada
penduduk. Pada tahap keempat melalui sistem kapitalisme teknik produksi
sangat berkembang maju dan terjadi proses sentralisasi produksi. Pada tahap
kelima muncul sosialisme perjuangan Kaum Buruh untuk menguasai produksi
terjadi dalam menciptakan suatu sistem diktatoriat proletar. Akhirnya pada
tahap ke-6 muncul komunisme sebagai reaksi atas ketidakpuasan terhadap
sosialisme. Mars memandang bahwa sistem ekonomi dan dinamikanya sangat
tergantung dari surplus nilai. Surplus nilai merupakan suatu kunci untuk
memahami ekonomi. Dalam mengkaji ketidakmerataan ekonomi dari
munculnya kelas sosial ekonomi Marx menghasilkan konsep tentang
pemilikan Individual.

Dalam pandangan ekonom neoklasik, nilai tukar komoditas mengalami


naik turun sebagai akibat dari permintaan dan penawaran, sebaliknya jika
mengikuti pandangan marx, suatu komoditas turun harganya di
pasarbukansemata karena adanya penurunan permintaan akan komoditas-
komoditas tetapi penurunan upah buruh yangdibuat oleh majikan.

a. Studi Kasus Kemiskinan, Land Reform Dan Perjuangan Kelas Di Thailand

Turton (1982) mengaplikasikan pendekatan Marxis untuk memahami


dinamika ekonomi pedesaan di Thailand. Dia melihat bahwa perjuangan
antar kelas di Thailand telah mempengaruhi hubungan produksi dan
kekuatan produksi yang tercermin dalam berbagai proses sosial dalam
masyarakat. Hegemoni kaum borjuis Thailand dalam pola produksi

9
Thailand menyebabkan penduduk pedesaan hidup dalam kemiskinan.
Proses kemiskinan dan ketimpangan pendapatan antar kelas di Thailand
terus berlanjut sejak masa kekuasaan feodalisme sampai masa kekuasaan
militer, dari masa sebelum ketika masa pembangunan ekonomi.
Pembangunan pertanian juga cenderung berpihak untuk kepentingan kaum
borjuis. Proses marginalisasi ekonomi kaum Tani mendorong lahirnya
tuntutan massal terhadap perubahan kelembagaan di sektor pertanian
melalui perubahan sistem land reform dan penyewaan tanah.

Pertama-tama turton menegaskan bahwa produksi pertanian telah


meningkat oleh kebutuhan ekonomi kapitalis internasional yang telah
menjadi control strategies perekonomian. Ketimpangan distribusi
pendapatan yang merupakan buah dari pembangunan dilatarbelakangi oleh
sistem kelas sosial. Turton melihat bahwa kelas yang dominan secara
politik dan ekonomi terdiri dari strata senior moneter dan pegawai negeri
khususnya yang melayani penanaman modal luar negeri dan petani kelas
atas terdiri dari anggota kerajaan, kaum borjuis kapitalis khususnya yang
bertindak dalam bisnis ekspor.

Adapun kelas yang paling lemah secara politik dan ekonomi adalah
kaum petani kecil dan buruh tani. Turton juga menegaskan bahwa
industrialisasi yang digerakkan pemerintah ternyata dia memecahkan
masalah kemiskinan kaum Tani. Turutan melihat pula bahwa ketimpangan
sosial meremas juga pada ketidak berdayaan petani membayar Kredit
pertanian. Turton mengamati pola tentang munculnya gejala protes sosial
terhadap petani sebagai akibat dari lepasnya tanah milik petani dan
ketidakmampuan membayar bunga pinjaman bermunculan di Thailand.

Untuk membangkitkan kelembagaan kredit di pedesaan pemerintah


mendorong tumbuhnya organisasi organisasi kelompok tani. Turtle
melihat bahwa program populis untuk memberdayakan kaum Tani melalui
undang-undang penyewaan tanah dan landreform hanya sekedar di atas

10
kertas. Kaum Tani kemudian melakukan perlawanan dengan membentuk
federasi kaum Tani untuk menuntut keadilan. Para petani melakukan 12
kali demonstrasi dengan melibatkan ribuan keluarga. Gerakan federasi
petani mengambil strategi antara kekerasan dan menjunjung supremasi
hukum. Gerakan komunis dalam perkembangannya tidak sampai
mengganti kekuasaan di Thailand tetapi gerakan yaitu memberikan
kekuatan bagi warga desa yang memberdayakan diri melalui perjuangan di
lembaga politik dan ekonomi.

2.4 Pnedekatan Institusionalis


Pendekatan institusionalis muncul dalam ilmu ekonomi pada tahun 1930-an
.pada tahun 1930an, Vablen memperkenalkan pendekatan ilmu sebagai suatu
alternatif pendekatan neoklasikyang gagal dalam menjelaskan kritik ekonomi
di negara barat dan dalam krisis ini terbukti tidak berlakunya hukum pasar.
Pandangan vablen itu kemudian terbenam sekian lama teteapi muncul kembali
pada tahun1970an ketika para ekonom mengalami frustasi karena gagal
memanfaatkan teori ekonomi. Intitusionalis berkembang pesat dalam ilmu
ekonomi , dan disiplin ini mengibarkan resep baru dalam mengobati
kelemahan sistem ekonomi pasar seperti nampak pada kecenderungan
terjadinya krisisekonomi di negara kapitalis.
Secara konseptual institusionalis baru bisa dikebal dengan nama ekonomi
kelembagaan.menurut Mubyarto ekonomi kelembagaan merupakancabang
dari ilmu ekonomi yang percaya atas peran besar pada lembaga-lembaga
dalam mengatur kinerja ekonomi suatu masyarakat, karena batasan, batasan
atau aturan-aturan yang dibuat oleh masyarakat yang bersangkutan
dipatuhiatau dapat di paksakan.
Institusionalis baru mempunyai sejumlah ciri sebagai mana di angkat dari
tulisan Acheson (1994b:1-45). Pertama, mereka menghendaki suatu perspektif
yang holistik dan luas dalam menganalisis gejala ekonomi. Kedua,
institusionalis baru berfokus perhatian padaperan kelembagaan yang
mempunyai kekuatan mengatur proses ekonomidi pasar, kelembahaan itu bisa

11
menghailakan tingkah laku tertentu yangterjalin erat dengan kebudayaan
contohnya patron klien.
Ketiga, institusionalis mempunyai asusmsi bahwa perubahan ekonomi
selalu terjadi,teteapi tidak selalu bersifat linear. Keeampat institusional setuju
kalu kepentingan anatr individu atau kelompok dalam pasar berlainan dan
bahkan dapat pula berseberangan. Kelima, kajian institusional memiliki
implikasi ideologis, yaitu menghendakisuatu agenda liberalisasi ekonomi dan
demokratisasipolitikuntuk mencapai pross distribusi income yang merata di
masyarakat.
Acheson menawarkan sejumlah agenda penting bagi antropologi ekonomi
untuk menelaah tentang dinamika pasar. Pertama tentang perilaku pelaku
pasar dalam mendapatkan mengolah dan memanfaatkan informasi dan
implikasinya dengan pola transaksi ekonomi dan dampaknya terhadap harga
dan kesejahteraan masyarakat. Kedua respon pelaku bisnis khususnya bisnis
skala mikro kecil dan menengah terhadap kegagalan pasar agar menyediakan
barang dan jasa yang memadai dan terjangkau. Ketiga berbagai peraturan
tentang hak kepemilikan barang dan jasa dan pengaruhnya efisiensi pasar
eksternalitas dan pilihan ekonomi.

a. Studi Kasus Kegagalan Perkreditan Pedesaan Di Bangladesh

Kasus kegagalan perkreditan pedesaan di Bangladesh dan ketidak


efisiensi pasar sapi di Bantul Yogyakarta karena ketidak pastian informasi
harga yang melembaga dalam transaksi sapi. Dengan menyimak studi
kasus tersebut dapat ditarik pelajaran bahwa kelembagaan sosial di pasar
dapat berpengaruh terhadap bentuk-bentuk hubungan produksi dan
pemasaran. Dalam kasus kerajinan di Bangladesh pasar sangat
dikendalikan oleh pola-pola hubungan patron-klien antara juragan dengan
perajin dan pengrajin dengan konsumen. Sementara itu pasar juga
dikendalikan oleh jaringan patronase yang luas yang menyangkut
kompetensi antar partai politik dalam bentuk solidaritas internal antar
simpatisannya. Kegagalan pemerintah dalam mengembangkan kredit

12
tulisan berwarna dari adanya kredit informal yang telah melembaga
sebagai bisnis dan kepentingan politik antar pedagang besar dengan para
perajin dan konsumennya. Usaha ternak sapi di Bantul merupakan produk
dari proses pelembagaan revolusi hijau di dalam rumah tangga petani
sehingga usaha peternakan skala kecil dan menjadi bisnis yang lebih
menguntungkan petani daripada kelas bawah. Produk dari ketidakpastian
informasi harga dan berikan oleh para pedagang untuk memperoleh posisi
yang menguntungkan karena mereka mampu memonopoli harga.

2.5 Pendekatan Populis


Populisme baru sebagai suatu kerangka metodologis berkembang pada tahun
1970-an sejalan dengan meluasnya masalah kemiskinan di negara-negara
berkembang dan masalah itu menjadi perbincangan para ahli dari berbagai
disiplin. Sebagai suatu kerangka analisis populisme baru mempunyai dua
pandangan yang yang berseberangan dalam menganalisis tentang dinamika
perekonomian dalam masyarakat petani.
Pandangan Pertama, masih berpijak pada kerangka berpikir marxis
terutama mengikuti cara berpikir Lenin dalam memahami dan menjelaskan
deferensiasi ekonomi di masyarakat petani. Pandangan Kedua, merupakan
kritik terhadap Pandangan Pertama yang beranggapan bahwa diferensiasi
ekonomi antar anggota masyarakat tidak selalu dikaitkan dengan masuknya
proses kapitalisme. Dengan demikian populisme baru yang berpijak pada
pandangan kedua tersebut cenderung luas spektrumnya dalam membahas
tentang proses diferensiasi ekonomi dibandingkan dengan marxisme.

Sumbangan Victor Chayanov mengenai teorinya dengan mengamati


struktur demografi keluarga menurut namanya ekstensi keluarga dan rahasia
konsumen produsen dalam keluarga tersebut. Cara menggunakan data empiris
petani Rusia, Chayanov melihat adanya hubungan yang signifikan antara
konsumen produsen dengan usia kawin. Keluarga yang lebih muda usianya
mempunyai rasio konsumen produsen dan rendah dibandingkan keluarga yang

13
lebih tua usianya artinya keluarga yang lebih menuliskannya banyak anggota
keluarga yang hanya berstatus sebagai konsumen seperti anak kecil dan bayi.

a. Studi Kasus Lingkaran Komersialisasi Dan Akumulasi Di Pantai Utara


Jawa

Frans Husken melihat revolusi hijau menjadi penyebab utama


terjadinya ketimpangan sosial ekonomi di pedesaan Jawa. Dengan
menggunakan pendekatan sejarah husken menunjukkan secara detail
proses terjadinya gejala komersialisasi dan akumulasi hasil produksi di
kalangan pedesaan Jawa di desa Tayu Jawa Tengah. Dalam proses
kemerdekaan seperti itu masih ada tanah yang tanah komunal. Pada tahun
belajar-belajar 1930-an hampir sepertiga seluruh tanah di wilayah ini
merupakan milik komunal. Namun demikian komersialisasi pertanian itu
mengiringi meningkatnya proses meningkatnya Tani miskin tidak
memiliki tanah. Jumlah petani landles ini mencapai antara 40 sampai 50%
dari total rumah tangga petani tetapi Di beberapa desa terdapat beraneka
yang memiliki lebih dari 50 hektar. Subscene menyimpulkan bahwa gejala
ketimpangan kepemilikan tanah itu memungkinkan penyerapan
penyewaan tanah merajalela.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa bahwa
1. Pendekatan Formalis
Pendekatan formalis lahir pada dekade tahun 1920-an dengan ditandai
oleh penelitian antropologi ekonomi yang memakai teori-teori dan konsep-
konsep ekonomi guna menjelaskan fenomena di masyarakat tradisional.
2. Pendekatan Subtantivis
Pendekatanini merukan suatu terhadap formulis, berkaitan dengan
kegagalan dalam menjelaskan proses transformasi ekonomi di negara
terbelakang.
3. Pendekatan Marxis Baru
Marx merumuskan bawa inti dari sistem ekonomi adalah mode produksi
yang terdiri dari kekuatan produksi serangkaian hubungan produksi dan
basis material. Basis material meliputi peralatan dan teknologi kalian dan
tenaga yang dipakai oleh orang untuk menghasilkan. Kekuatan produksi
meliputi kelompok-kelompok sosial dimana orang memanfaatkannya
untuk mewujudkan tujuan produksi.
4. Pendekatan Instituionalis
Pendekatan institusionalis muncul dalam ilmu ekonomi pada tahun 1930-
an .pada tahun 1930an, Vablen memperkenalkan pendekatan ilmu sebagai
suatu alternatif pendekatan neoklasikyang gagal dalam menjelaskan krisii
konomi di negara barat
5. Pendekatan Populis
Populisme baru sebagai suatu kerangka metodologis berkembang pada
tahun 1970-an sejalan dengan meluasnya masalah kemiskinan di negara-
negara berkembang dan masalah itu menjadi perbincangan para ahli dari
berbagai disiplin.

15
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan yaitupembelajaran menganai teori
perkembangan ekonomi adalah hal yang paling mendasar dalam melihat
prilaku masyarakat dalam prekatik ekonomi yang bervariasi di dalam struktur
dn pandngan budaya yang berbda-beda.

DAFTAR PUSTAKA

16
Hudayana, B. (2017). Pendekatan Antropologi Ekonomi. Yogyakarta: Kepe Press.

17

Anda mungkin juga menyukai