Anda di halaman 1dari 6

AGAMA DAN ORGANISASI KEAGAMAAN

Agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama


dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat. Agama menurut pendekatan
antropologis adalah hubungan mekanisme pengorganisasian (social
organization).

Organisasi keagamaan adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh


masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak
berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat
dalam lingkup suatu agama tertentu. Sebagai makhluk yang selalu hidup
bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.

Konsep organisasi keagamaan yang dipakai adalah adalah suatu


pendekatan, kegiatan, atau sistem kehidupan yang irrasional.
Organisasi keagamaan yang khusus mengurus upacara dan hubungan
dengan tuhan yang dinamakan tarekat (jalan menuju kebenaran).
Kelompok masyarakat yang religius atau agama secara teologis yang
telah menjadi antropologis itu, mengembangkan segenap sistem
budayanya dari ajaran ajaran tuhan atau wahyunya yang diungkap
dalam kitab suci.
Hubungan antara pola-pola budaya – kepercayaan, nilai, dan lambang
ekspresif - dan perangkat struktur sosial tempat semua itu tertanan
jarang sekali merupakan hubungan yang sederhana seperti satu lawan
satu, karena problem umum kehidupan manusia di mana pola-pola
budaya, khususnya pola keagamaan, merupakan jawabannya. Berbeda
sekali dari urgensi-urgensi sosial tertentu di mana struktur-struktur sosial
merupakan jawabannya.

Sebelum agama-agama mondial (dunia) masuk di nusantara, agama-


agama lokal telah berkembang lebih dahulu. Masing-masing daerah
memiliki nama agama yang berbeda. Namun ajaran didalamnya masih
bersifat primitif, hal ini disebabkan karena kehadiran agama yang baru
lebih banyak melakukan sosialisasi melalui sikap adaptif. Sikap adaptif
ini dilakukan mengingat begitu sulitnya melakukan perubahan secara
merata pada semua ajaran. Pola adaptasi ini kemudian melahirkan
keinginan untuk melakukan gerakan pemurnian pemikiran Islam dari
pengaruh budaya-budaya lokal.

Sejalan dengan itu pula


, pihak kolonial melakukan kolonialisasi secara fisik dengan
mengandalkan senjata. Umat Islam menyikapi hal ini dengan
membentuk berbagai perkumpulan untuk menyatukan taktik perjuangan
melawan kolonial, seperti Jam’iyat khair, Serikat Dagang Islam (SDI),
NU, Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis). Di samping itu,
Munculnya organaisasi keagamaan adalah dalam rangka atau untuk
mengakomodasi dan mewadahi terdapatnya keanekaragaman corak
berpikir, kepentingan, orientasi, dan tujuan para penganut agama itu
sendiri.

Ekspresi sosial dari ajaran agama dihidupkan dan dipelihara oleh


adanya masyarakat penganut yang disebut dengan organisasi
keagamaan.

Roland Robertson, membuat suatu model yang menggambarkan


hubungan antara tingkat homogenitas dan heteroginitas agama yang
dianut suatu masyarakat dikaitkan dengan organisasi keagamaan, ke
dalam empat tipe:
1. Pada masyarakat yang memiliki heteroginitas dalam agama, ada dua
tipe: yaitu agama secara organisasi terpisah dari kehidupan ekonomi,
politik, dan pendidikan; dan agama yang tidak begitu terorganisir.
2. Pada masyarakat yang memiliki homogenitas agama, juga ada dua
tipe: yaitu agama teroganisir dengan baik, dan agama diakui secara
resmi sebagai agama negara; dan tidak terorganisir seperti pada
masyarakat primitif.

Menurut Joachim Wach, adan dua faktor pendorong terjadinya


perubahan dari situasi agama primitif, yang berciri kelompok, ke arah
agama yang terorganisir:
Meningkatnya diferensiasi dalam masyarakat. Organisasi keagamaan
muncul sebagai bagian dari kecenderungan umum ke arah spesifikasi
fungsional.
Adanya pengayaan pengalaman keagamaan dalam berbagai bentuk
organisasi keagamaan yang baru. Organisasi-organisasi keagamaan
pada umumnya memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain.

Perbedaan itu antara lain berkaitan dengan cara pandang atau


penafsiran mereka terhadap soal-soal keagamaan dan bidang perhatian
(sosial, ekonomi, dan politik). Misalnya ada organisasi keagamaan yang
fundamentalis dan moderat, tradisional dan modern, konservatif dan
liberal.

Nahdatul Ulama (NU)

Nahdlatul Ulama (kebangkitan Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan


Islam), disingkat NU, adalah sebuah organisasi Islam yang besar di
Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 13 Januari 1926 dan bergerak di
bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi. Namun demikian, nahdlah
menurut istilah Nahdlatul Ulama adalah al-Muhafazhah ‘alal Qadimish
Shalih wal Akhdzu bil Jadidi Ashlah (menjaga dan mempertahankan
tradisi lama yang baik dan berkreasi untuk membuat peradaban baru
yang lebih baik. Organisasi ini di pimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari
sebagai Rais Akbar.

NU menganut paham Ahlussunnah wal Jama’ah, sebuah pola pikir yang


mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum
ekstrem naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak
hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal
ditambah dengan realitas empirik. Tujuan dari organisasi ini adalah
menegakkan ajaran Islam menurut faham Ahlussunnah waljama’ah di
tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam masyarakat NU terdapat tradisi keagamaan semacam yasinan,


tahlilan, kenduren. Tradisi ini berkembang di sebagian masyarakat Islam
Nusantara. Karakter dan praktik yang dilakukan umat Islam di Nusantara
itulah ciri khas keagamaan NU. Misalnya, tiap Kamis, mengadakan
tradisi yasinan. Tradisi yasinan ini dihadiri oleh siapa saja. Mereka yang
bisa membaca tulisan Arab atau tidak, tetap menghadiri upacara
yasinan. Banyak sekali orang-orang yang tidak bisa membaca tulisan
Arab surat Yasin, tetapi hafal surat Yasin. Mereka hafal karena surat
Yasin dibaca rutin di kampung-kampung tiap Kamis. Mereka pada giliran
tertentu menjadi hafal surat Yasin itu. Umat Islam Nusantara pun yakin
bahwa orang yang melantunkan surat Yasin akan mendapatkan catatan
istimewa di sisi Tuhan seru sekalian alam.

Dahulu NU dipandang sebagai suatu organisasi keagamaan yang kolot


dan banyak menerima kritik dari kaum modernis. Bahkan banyak yang
mengatakan bahwa Nu itu benar-benar sangat konservatif. Di kalangan
kepemimpinan NU, yang menjadi konflik adalah kebutuhan untuk
memenuhi tuntutan pengikut kolot dan kebutuhan untuk memenuhi
kebutuhan suatu partai politik modern agar bisa bersaing dengan efektif.
Sedangkan di Muhammadiyah yang menjadi konflik adalah antara
keinginan untuk momodernisir Islam dan kebutuhan untuk menjamin
bahwa ini tidak akan menuju ke sekularisme. Berbagai kegiatannya pun
tidak jauh berbeda dengan sekarang, seperti pidato keliling ke desa-
desa setempat tentang hal-hal sosial politik dan keislaman, pengajian
mingguan yang teratur (pengaosan) oleh para ahli agama atau anggota
dewan pimpinan. Para pemimpinnya pun mencemooh orang yang
datang ke pengaosan tapi lalu tertidur dan yang tidak ikut serta dalam
kegiatan organisasi.
Usaha Organisasi:

1. Di bidang agama, melaksanakan dakawah islamiyah dan


meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat
persatuan.
2. Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai
dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa,
berbudi luhur, berpengetahuan luas.
3. Di bidang Sosial Budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta
kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
4. Di bidang Ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk
menik-mati hasil pembangunan, dengan mengutamakan
berkembangnya ekonomi rakyat.

Kesimpulan

1. Umat Islam menyikapi tindakan kolonial dengan membentuk berbagai


perkumpulan untuk menyatukan taktik perjuangan melawan kolonial.

2. Fungsi organaisasi keagamaan pada umunya adalah untuk:


melestarikan, menafsirkan, memurnikan, dan mendakwahkan agama.

3. Konsep organisasi keagamaan yang dipakai adalah adalah suatu


pendekatan, kegiatan, atau sistem kehidupan yang irrasional.
4. Ekspresi sosial dari ajaran agama dihidupkan dan dipelihara oleh
adanya masyarakat penganut yang disebut dengan organisasi
keagamaan, baik yang jelas strukturnya, maupun sifatnya samar-
samar.

5. Dalam masyarakat NU terdapat tradisi keagamaan semacam yasinan,


tahlilan, kenduren. Tradisi ini berkembang di sebagian masyarakat Islam
Nusantara.

Daftar Pusaka
Lubis, Ridwan. 2010. Agama Dalam Perbincangan Sosiologi. Bandung:
Ciptapusaka Media Perintis.
Agus, Bustanudin. 2006. Agama Dalam Kehidupan Manusia. Jakarta:
Rajawali Press.
Khalimi. 2010. Ormas-ormas Islam. Jakarta: Gaung Persada Press
Jakarta.
Geertz, Clifford. 1983. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat
Jawa. Jakarta; Pustaka Jaya.

Anda mungkin juga menyukai