Anda di halaman 1dari 38

Reorganisasi dan Reorientasi

Dosen Pembimbing:
Drs. Nurul Umamah, M.Pd

Oleh:
Firza Azzam Fadilla 180210302037
Fira Feronica 180210302041
Pokok Pembahasan

1. Latar Belakang Timbulnya Reorganisasi


dan Reorientasi

2. Petisi Soetarjo

3. Usaha lebih lanjut bagi pembentukan


badan persatuan

4. Gabungan Politik Indonesia (GAPI)


Daftar Pustaka
• Muttaqin, F. 2015. SEJARAH PERGERAKAN NASIONAL.
Bandung: Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan
(KDT).
• Marwati Djouned Poesponegoro & Nugroho Notosusanto.
2009. Sejarah Nasional Indonesia Jilid V. Jakarta: PT Balai
Pustaka.
• Kartodirdjo, Sartono. 1990. Pengantar Sejarah Indonesia
Baru: Pergerakan Nasional. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
• Nasional, S. P., Ayi, D., Santosa, B., Si, M., Supriatna, E., &
Pd, M. (2008). BUKU AJAR, 1–149.
REORGANISASI DAN
REORIENTASI

Reorganisasi adalah perubahan garis kewenangan,


struktur organisasi dan perubahan lainya yang ditujukan
untuk memperbaiki struktur manajemen pada suatu
organisasi.

Reorientasi merupakan peninjauan kembali hasil dari


struktur perubahan dalam organisasi guna menentukan
sikap dan arah organisasi tersebut agar berjalan sesuai
dengan tujuan yang diharapkan.

Reorganisasi dan Reorientasi ini timbul pada masa


pemerintahan Hindia-Belanda .
Disisi lain banyak pihak
yang melakukan
Pada awal tahun 30-an, Sehingga menimbulkan penghematan serta
karena dampak dari menyempitnya pembatasan bahan
krisis ekonomi dunia, lapangan pekerjaan, eksport, maka mau tak
keadaan ekonomi pemotongan upah mau mereka harus
Indonesia semakin serta turunnya harga melakukan
memburuk. produksi pertania pemotongan gaji, serta
pengurangan produksi
pertanian
Lanjutan.

Lalu muncul berbagai


pergerakan nasional yang
radikal, maka mendapat suatu tujuanya untuk mendukung
respon dari pihak Belanda, serta mempertahankan
respon tersebut berupa kepentingan dari pihak-pihak
penyusunan organisasi politik pengusaha.
yang berhaluan konservatif,
organisasi tersebut
Lanjutan.

Menimbulkan suatu
respon pihak
pergerakan nasional
Akibat dari kebijakan
dengan menjalankan
tersebut
suatu politik kooperasi
yang sifatnya progresif
modern.

Mengenai penangkapan serta pengasingan para tokoh


nasionalis sebagai dampak dari dilaksanakannya politik keras
dan reaksioner dari pemerintah Hindia-Belanda memiliki
dampak yang kuat pada sifat dan arah perjuangan kaum
nasionalis yang tidak dapat disangsikan lagi. Dalam
menghadapi politik tangan besi de Jonge
Lanjutan.

Adanya rumusan-rumusan mengenai penyusunan VC sebagai


berikut:

1. Melakukan segala bentuk penoakan mengenai pergerakan nasional


yang memiliki tujuan untul melengserkan kekuasaan pemerintah kolonial
Belanda
2. Tak adanya suatu kesatuan sejarah, bahasa serta budaya di dalam
pemerintahan hindia belanda, oleh karena itu tidak aka nada guna berdiri
sendiri sebagai suatu kesatuan.
3. Kepentingan pemerintah Belanda merupakan suatu kepentingan umum
yang diwajibkan untuk dibela.
4. Groot Nederland merupakan cakupan lingkungan besar yang meliputi
Hindia Belanda dan juga Negri Belanda.
Lanjutan

Selain itu terdapat factor historis


Politik keras tersebut tidak yang mempengaruhi perubahan
memberi alternativ lain, kecuali orientasi nasionalis, ialah konstelasi
dapat mengubah arah ialah yang dunia internasional pada saat itu.
awalnya bersifat nonkooperasi Semtara itu kondisi politik dunia
menjadi kooperasi. mengalami suatu ketegangan,

Maka dari itu, perjuangan


melawan kolonialisme serta
imperialism tidak lagi
dilaksanakan secara utuh
Dari perumusan Sehingga, Parindra sebagai
organisasi-organisasi, yang suatu bentuk fusi antara
pada awalnya bersikap PBI, BO, PSII, Gerindro
kooperatif maupun (Gerakan Rakyat Indonesia)
bersikap non-kooperatif, dll. Semua organisasi
semua organisasi tersebut tersebut bersikap
bahwasanya mengarah kooperatif, pemimpin-
pada satu cita-cita dan pemimpinnya seperti:
tujuan yaitu kemerdekaan Soetomo, Thamrin, H.A
Indonesia. Salim, A.K Gami dan Moh.
Yamin, mereka
menyatakan pendirian
politik tersebut.
Petisi Soetardjo

adanya suatu
perubahan kondisi
serta pergerakan
non-kooperatif
sudah tidak dapat
berjalan lagi
Adanya suatu
langkah-langkah
mengenai pergerakan
nasional dianggap sedangkan gerakan
perlu dilakukan kooperatiflah yang
mendapatkan ijin
dari pemerintah
hindia-belanda pada
waktu itu
Selaku wakil PBB, Soetardjo
Kartohadikoesoemo mengajukan
sebuah petisi tepatnya pada tanggal
15 Juli 1936 kepada pemerintah HB,
Awal mula petisi petisi tersebut bertujuan agar
Soetardjo diselenggarakannya suatu konfrensi
yaitu konfrensi kerajaan Belanda,
yang di dalam konfrensi tersebut
isinya membahas mengenai status
politik yaitu status otonomi.

Adanya suatu kerjasama diantara pihak Belanda dengan


Indonesia memang sangat di perlukan agar tidak ada
suatu kerugian di kedua belah pihak
Rumusan petisi yang
diajukan tersebut
mencerminkan sifat berhati-
hati serta jiwa kooperatif,
oleh karena hal itu dapat di
buktikan bahwa isi petisi
tersebut tak bersifat
Revolusioner

Isi di dalam petisi tersebut


sehingga terdapat banyak ialah permohonan suapaya
reaksi yang mendukung diselenggarakan suatu
petisi tersebut baik di perundingan atau
kalangan yang tidak resmi musyawarah yang melibatkan
maupun kalangan resmi perwakilan dari pihan Belanda
maupun pihak Indonesia,
dengan syarat kedudukan
diantara kedua belah pihak
memiliki hak yang sama.
Vaderlandsche club berpendapat bahwa
Indonesia belum mampun untuk berdiri
sendiri, namum disamping hal tersebut
terdapat tokoh Belanda yang menyetujui
isi petisi tersebut. Ada yang berpendapat
bahwa isi petisi tersebut dianggap kurang Dengan hal tersebut maka
jelas. terdapat suatu usulan
menganai petisi tersebut
sehingga dapat menyebar luas
kepada rakyat karena
kebanyakan pers dari
Indonesia telah menyongkong
hal tersebut.
Lalu, diadakan suatu
perbandingan suara
dengan persetujuan dari
Volksraad pada tanggal 29
September 1936 setelah
diselesaikannya sidang
perdebatan.

Hasil dari perbandingan tersebut Setelah hasil petisi di umumkan maka


ialah 20 suara menolak dan 26 suara akan dikirim oleh Volksraad kepada
mendukung petisi tersebut. kerajaan Belanda yang tepatnya pada
tanggal 1936.
Sementara guna menunggu hasil dari keputusan petisi tersebut maka guna
untuk memperjelas maksud petisi diadakan persidangan Volksraad pada
bulan Juli 1936

Pada persidangan tersebut Soetardjo kembali mengajukan


sebuah rencana yaitu “Indonesia berdiri sendiri” rencana
tersebut dibagi menjadi dua tahap dalam kurun waktu selama
kurang lebih lima tahun.

Petisi tersebut kembali menimbulkan suatu respon dari berbagai kalangan


organisasi pergerakan rakyat, antara lain: Roekoen Peladjar Indonesia
(ROEPI), Gerakan Rakjat Indonesia (GERINDO), Perhimpunan Indonesia (PI),
Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), PNI, Perkumpulan Khatolik di Indonesia
(PPKI) dll.
• Pada akhirnya ada yang mengusulkan
untuk menolak petisi tersebut
sehingga perubahan mengenai prisnip
kedudukan bangsa Indonesia serta
mengadakan konfrensi tersebut tidak
perlu diadakan

• Dari pihak Indonesiapun ada yang


Mengingat adanya
tidak menyetujui isi petisi tersebut,
ketidakpastian mengenai di mereka beralasan bahwa akar
setujuinya petisi tersebut permasalahan bukan dari isi didalam
petisi tersebut .

• akan tetapi yang menjadi


permasalahan ialah cara
menengadahkan kedua tangan
sehingga berdapak petisi tersebut bisa
melemahkan usaha-usaha guna
memperjuangkan suatu otonomi
bangsa Indonesia.
Dengan demikian. Adanya suatu
langkah-langkah perubahan
mengenasi pergerakan nasional
yang baru perlu dilakukan yang
disebabkan karena situasi yang
telah berubah.
Gerakan yang sifatnya non-
kooperatid sangat jelas
tidak memiliki suatu jalan
serta di haruskan untuk
mendapatkan persetujuan
dari pemerintah serta dari
pihak kerajaan Belanda

Maka Dewan rakyat lah menjadi


solusi untuk membuka jalan didalam
pergerakan nasional yang baru.
Maka diajukan usulan
yang baru kepada Sehingga petisi tersebut
pemerintah kerajaan di setujui dan di
Petisi tersebut telah jelas tandatangani oleh Datuk
Belanda agar mau untuk
bersifat kooperatif serta Tumenggung, I.J. Kasimo
mengadakan konfrensi
moderat dikarenakan sah dan juga Kwo Kwat
yang didalam nya
melalui suatu cara cara Tiong, meskipun
membahas status politik
yang dianjurkan oleh disetujui ada juga pihak
dari Hindia-Belanda,
Dewan Rakyat, yang mengkritik petisi
tokoh yang mengajukan
usulan tersebut tidaklah tersebut.
lain yaitu Soetardjo
Walaupun petisi tersebut disahkan oleh
Dewan Rakyat akan tetapi pemerintah
masih menilai bahwa petisi tersebut
masih prematur dan juga otonomi yang
di usulkan masih belum wajar.

Sehingga pada tahun 1938 banyak


diselenggarakannya suatu rapat

Yang tujuanya ialah agar mendapat


dukungan secara mutlak mengenai
petisi tersebut.
Terdapat suatu perubahan
arah mengenai kebijakan
pemerintahan kolonial
Belanda pada awal abad ke-
XX.
Belanda lebih memperhatikan
kesejahteraan bangsa Indonesia,
dengan hal tersebutlah maka
pihak Belanda melakukan
sebuah kebijakan baru yaitu
kebijakan yang bernama “Politik
Etis”
Akan tetapi didalam politik etis
ini lebih banya opini serta janji
dibandingkan implementasinya
sehingga fakta yang
menyangkut penaklukan serta
eksploitasi tidak ada
perubahan.
3. Usaha lebih lanjut bagi pembentukan
badan persatuan

Adanya tekanan politik yang


sangat kuat dari pihak penguasa
kolonial

Setelah PPKI kandas,


terdapat pemikiran
untuk membuatu adanya suatu paham yang
suatu badan berhubungan dengan faksi
persatuan. (faksionalisme) di dalam dan
antar organisasi
26 Februari
sampai 1
Maret 1938

Kongres Al Islam dihidupkan kembali yang


dilaksanakan oleh MIAI dibawah pimpinan H.
Mansur. Yang dihadiri juga oleh organisasi
Parindra dan Taman Siswa. Pada kongres tersebut
tidak membuat keputusan yang bersifat politik.
Adanya perencanaan untuk
mendirikan badan federasi
bersama-sama yakni dari dua
partai besar PSII dan Parindra.
Kemudian Gerindo dan
Pasundan juga ikut serta
dalam perencanaan tersebut. Pada tanggal 4 Mei 1938 di
Bandung atas usul PSII
didirikan suatu badan federasi
partaipartai politik yang diberi
nama BAPEPPI (Badan
Perantaraan Partai-Partai
Politik Indonesia) dalam
Tujuannya adalah agar dapat
konferensi tersebut.
memberikan suatu wadah
untuk bekerja sama antar
partai politik yang memiliki
cita-cita memajukan
Indonesia. Salah satunya
adalah Kongres Indonesia
Raya.
4. Gabungan Politik Indonesia (GAPI)

Pada tahun 1939

timbul suatu gagasan untuk membentuk kembali federasi


guna membina adanya kerja sama antar partai politik.
Tokoh dari Parindra yakni Thamrin berinisiatif untuk
membentuk suatu badan konferensi nasional

Pada tanggal 19 Maret 1939, usul Thamrin disetujui dalam


rapat tersebut.
Pada tanggal 21 Mei 1939 tepatnya
setelah dua bulan dari rapat
tersebut, diselenggarakannya rapat
umum panitia persiapan di Gedung
Permufakatan, Gang Kenari,
Jakarta.

• dari Pasoendan: Soeradiredja, Atik


Soeardi, dan Bratakoesoema
• Parindra: Thamrin Soekardjo
Wirjopranoto
• PSII: Sjahboedin dan Abikoesno
• PII: Wiwoho dan H.Mansoer
• Gerindro: Wilopo, Ratulangi, dan
Sjarifoedin.
Kemudian, paguyupan memberi saran terhadap GAPI agar
organisasi tersebut didasari atas landasan sebagai berikut:

1. Semangat suci dalam berikhtiar


2. Atas dasr menghormati dan menghargai ikhtiar
dilakukan
3. Ikhtiar harus terhindar dari upaya yang hanya
segai pelaksanaan demonstrasi
Thamrin menerangkan tujuannya adalah
untuk mempelajari dan memperjuangkan
kepentingan rakyat maka dibentuk suatu
badan persatuan. Setiap organisasi tetap
bebas untuk melakukan programnya
sendiri dalam pelaksanaannya.

Pendirian GAPI disetujui dan diresmikan


dalam rapat tersebut.

Tujuan badan tersebut adalah untuk


mengusahakan kerja sama antar partai
politik Indonesia serta menjalankan aksi
bersama menurut anggaran dasar.
Ada beberapa tokoh yang juga
memprakarsai untuk berusaha
membentuk suatu badan persatuan,
yakni antara lain: Tadjoeddin Noer,
Moh.Yamin, dan Rasjid.

usaha dalam
meningkatkan
perjuangan
nasional
Pada tanggal 10 Juli 1939 dibentuk
suatu badan yang disebut Golongan
Nasional Indonesia (GNI)

sebagaian yang
menganggap hal
tersebut sebagai
ancaman dan
pemecah kesatuan
maupun kesatuan
Aksi Perlemen adalah salah satu usaha GAPI
yang dilaksanakan melalui wakil-wakilnya.

Dalam rapat pada tanggal 4 Juli 1939


pelaksanaan program GAPI secara kongkret
terwujud. Dalam putusan rapat tersebut
diadakan Kongres Rakyat Indonesia
mengenai memperjuangkan penentuan
nasib bangsa Indonesia juga kesatuan dan
persatuan Indonesia.

Pada tanggal 9 September 1939 ada kabar


bahwa Perang Dunia II telah pecah, sebelum
aksi dapat dilakukan secara besar-besaran.
Harapan rakyat Indonesia,
agar Belanda dapat
memperhatikan aspirasi rakyat
Indonesia untuk membentuk
suatu pemerintahan sendiri
dengan diberikannya suatu
perwakilan rakyat.

Jika Belanda dapat


memenuhi keinginan
tersebut, maka GAPI akan
mengumpulkan rakyat
untuk membantu sekat
tenaga terhadap Belanda.

Belanda mendapat seruan dari


Kritiek en Opbouw (Golongan
progresif Belanda) untuk
menanggapi secar positif yang
tertera dalam pernyataan GAPI
dengan memenuhi keinginannya
Namun sesuatu yang tak teduga terjadi yakni
adanya tindakan GNI untuk memberitahukan
petisi kepada Badan Perwakilan Belanda
(Staten-General) agar memberikan suatu
paerlemen terhadap Indonesia.

Namun begitu, GAPI tetap menjalankan aksinya


tersebut. Dalam rangka aksi “Indonesia
Berparlemen” maka dianjurkan untuk
dimanapun diadakan rapat cabang dari salah
satu anggota GAPI
Pada tanggal 25 Desember 1939 di
Jakarta, GAPI membentuk Kongres
Rakyat Indonesia (KRI) yang
pertama untuk menyokong aksinya.

Indonesia Raya bertemakan untuk


kesempurnaan cita-citanya dan
kesejahteraan rakyat Indonesia, dan
yang menjadi sasaran pertama yang
akan dicapai adalah Indonesia
Berparlemen penuh merupakan
tujuan dibentuknya KRI.
Tindakan apakah yang hendak dilakukan oleh GAPI
apabila permintaan itu ditolak oleh pemerintah
Belanda merupakan pertanyaan dari PPPI yang
menimbulkan permaslahan.

Dikalangan GAPI, usul tersbut tidak dapat diterima


karena tindakan tersebut dinilai sebagai ekstremisme
saja oleh Belanda, dan akan ditindak secara keras.

Pemerintah Hindia Belanda memperketat


pengawasannya terhadap rapat-rapat kaaum
nasionalis sebagai reaksi dari gerakan tersebut.
Menteri Welter
selaku jajahan Diakuinya bahwa itu
mengenai masalah merupakan hal yang
aksi Indonesia wajar dan sah jika
Berparlemen menurut perkembangan
memeberikan masyarakat, baik dalam
jawaban pada awal bidang spiritual maupun
bulan Februari materiil
Selama status politik dewasa ini masih
berlaku, tanggung jawab ketatanegaraan
yang ada pada pemerintah Belanda atas
Hindia Belanda, maka tidak mungkin
permintaan gerakan tersebut dipenuhi.

Penolakan tersebut menimbulkan


kekecewaan dimana-mana.

Alasannya adalah Indonesia belum masak


merupakan hal yang klasik, walaupun
menurut tanggapan waktu itu justru
menjadi alat untuk memasakkan raakyat
dengan adanya parlemen.
Ketetapan yang dapat diambil adalah bahwa
jalan yang ditempuh oleh gerakan ialah
berpaaling kepada rakyat.

Untuk meneruskan aksi “Indonesia


Berparlemen”, GAPI menganjurkan pendirian
Panitia Parlemen Indonesia dalam rapatnya
pada tanggal 23 Februari 1940.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai