Anda di halaman 1dari 9

Filsafat Sejarah Giambattista Vico

Giambattista Vico seorang filosof sejarah dan sosial yang hidup di Italia pada akhir abad ketujuh
belas dan permulaan abad kedelapan belas. Nama filosof sejarah Italia Giambattista Vico (1668-
1744) memang jarang dikenal, padahal jasanya begitu besar terutama dalam teorinya tentang
gerak sejarah ibarat daur cultural spiral yang dimuat dalam karyanya The New Science (1723)
yang telah diterjemahkan Down tahun 1961[39]. Atau mungkin karena teorinya yang sering
diidentikkan dengan teori siklus di mana nama-nama besar tokoh lainnya seperti Pitirim Sorokin
(1889-1966), Oswald Spengler (1880-1936), Arnold Toynbee (1889-1975), melebihi bayangan
nama besarnya. Secara makro, pokok-pokok pikiran Vico yang tertuang dalam teori daur
spiralnya dalam The New Science[40]  tersebut sebagai berikut:

a. Perjalanan sejarah bukanlah seperti roda yang berputar mengitari dirinya sendiri sehingga
memungkinkan seorang filosof meramalkan terjadinya hal yang sama pada masa depan.

b. Sejarah berputar dalam gerakan spiral yang mendaki dan selalu memperbaharui diri, seperti
gerakan pendaki gunung yang mendakinya melalui jalan melingkar ke atas di mana setiap
lingkaran selanjutnya lebih tinggi dari lingkaran sebelumnya, sehingga ufuknya pun semakin
luas dan jauh.

c. Masyarakat manusia bergerak melalui fase-fase perkembangan tertentu dan terjalin erat
dengan kemanusiaan yang dicirikan oleh gerak kemajuan dalam tiga fase yaitu; fase telogis, fase
herois, dan fase humanistis.

d. Ide kemajuan adalah substansial, meski tidak melalui satu perjalanan lurus ke depan, tetapi
bergerak dalam lingkaran-lingkaran histories yang satu sama lain saling berpengaruh. Dalam
setiap lingkaran pola-pola budaya yang berkembang dalam masyarakat, baik agama, politik, seni,
sastera, hukum, dan filsafat saling terjalin secara organis dan internal, sehingga masing-masing
lingkaran itu memiliki corak cultural khususnya yang merembes ke dalam berbagai rung lingkup
kulturalnya (Colingwood, 1956: 67).

Vico mempercayai adanya kemajuan, tetapi setelah samapi pada puncaknya, sejarah berulang
lagi. Karena itu teorinya merupakan gabungan antara pandangan sejarah linier dengan
cyclus[41].

Menurut Vico, sejarah kemanusiaan bisa diletakkan dibawah interpretasi ilmiah yang teliti. Ia,
dalam karyanya The New Science, berupaya menguraikan sebab-sebab terjadinya perubahan
kultural yang menimpa masyarakat manusia. Akhirnya ia menyimpulkan bahwa masyarakat
manusia melalui fase-fase pertumbuhan, perkembangan, kehancuran tertentu. Sebab “di antara
watak manusia ialah timbulnya gejala-gejala itu di bawah kondisi-kondisi tertentu dan sesuai
dengan sistem-sistem tertentu. Jadi setiap kali kondis-kondisi itu terpenuhi, maka gejala-gejalaitu
pun akan timbul.”

Selain itu Vico berpendapat bahwa masyarakat-masyarak manusia melalui berbagai lingkaran
kultural, di mana masyarakat-masyarakat itu beralih dari kehidupan barbar ke kehidupan
berbudaya atas tuntunan Ilahi yang memelihara wujud. Namun cirri yang mewarnai teori Vico
tentang sejarah ialah keyakinannya bahwa berbagai aspek kebudayaan suatu masyarakat dalam
fase mana pun dari sejarahnya membentuk pola-pola sama yang saling berkaitan satu sama
lainnya secara substansial dan esensial[42]. Jadi,apabila dalam suatu masyarakat berkembang
suatu aliran seni atau keagamaan tertentu, maka berkembang pula bersamanya pola-pola tertentu
dari sistem-sistem politik, ekonomi, hukum, pikiran dan sebagainya.Teori Vico ini mempunyai
dampak yang jelas terhadap banyak filosof sejarah setelahnya, seperti Herder, Hegel, dan Karl
Marx, semuanya menurut caranya masing-masing.

Aliran Vico tentang daur kebudayaan ini sendiri ditegakkan di atas hubungan internal di antara
berbagai pola budaya yang berkembang dalam masyarakat. Sebab ia menjadikan daur-daur
kulturalnya satu sama lainnya saling melimpahi dan selalu memiliki perulangan. Tetapi
perulangan itu tidak selalu berarti bahwa sejarah mengulang dirinya sendiri. Sebab perjalanan
sejarah bukanlah roda yang berputar mengitari dirinya sendiri sehingga memungkinkan seorang
filosof meramalkan terjadinya hal yang sama pada masa depan . Sedang menurut Vico, sejarah
berputar dalam gerakan spiral yang mendaki dan selalu memperbaharui diri, seperti gerakan
pendaki gunung yang mendakinya dengan melalui jalan melingkar ke atas di mana setiap
lingkaran selanjutnya lebih tinggi dari lingkaran sebelumnya, sehingga ufuknya pun semakin
luas dan jauh. Mungkin pembaharuan diri terus-menerus dari gerak sejarah inilah yang menjadi
ciri teori Vico yang membedakannya dari teori-teori tentang daurkultural sejarah sebelumnya.
Teori ini sendiri konsisten dengan suatu metode yang tegar tentang gerak ulang sejarah, yang
melempangkan jalan untuk berpendapat tentang mungkin dilakukannya peramalan dalam kajian
sejarah dan sulit menerima ide kemajuan seperti menurut Plato dan Machiavelli. Masyarakat-
masyarakat manusia menurut Vico, dengan demikian, bergerak melalui fase-fase perkembangan
tertentu yang berakhir dengan kemunduran atau barbarisme dan selanjutnya memulainya lagidari
fase yang awal dan begitu seterusnya. Dengan demikian lingkaran-lingkaran sejarah, menurut
Vico, dalam pendakian yang terus menerus terjalin erat dengan kemanusiaan. Dalam wawasan
historis Vico, ide kemajuan adalah substansial, meski kemajuan ini sendiri tidak meallui satu
perjalanan lurus ke depan tapi bergerak dalam lingkaran-lingkaran historis yang satu sama
lainnya saling melimpahi. Dalam setiap lingkaran, pola-pola budaya yang berkembang dalam
masyarakat, baik agama,politik, seni, sastera, hukum, dan filsafat saling terjalin secara organis
dan internal,sehingga masing-masing lingkaran itu memiliki corak kultural khususnya yang
merembeske dalam berbagai ruang lingkup kulturalnya.Atas dasar itu Vico membagi sjearah
kemanusiaan menjadi tiga fase yang berkesinambungan, yaitu fase teologis, fase herois dan fase
humanistis. Fase yang terkemudian, menurut Vico, adalah lebih tinggi ketimbang fase
sebelumnya, daur kultural sempurna dengan fase ketiganya dengan lebih tinggi dibanding daur
sebelumnya Adapun fase pertama oleh Vico disebut dengan masa ketuhanan.

Masa ini bermula pada waktu suatu bangsa mulai meninggalkan secara bertahap kehidupan
primitive sebelumnya, untuk masuk pada masa ketuhanan. Masa ini sendiri diwarnai dengan
berkembangnya berbagai khurafat dan rasa takut terhadap fenomena-fenomena alamyang
dipandang sebagai teofani kehendak Ilahi, baik yang menunjukkan kemarahan-Nyata keridhaan-
Nya. Selain itu masa ini juga didominasi oleh ide ruh baik dan ruh jahat yang menentukan nasib
manusia. Lebih jauh lagi masa ini adaalh masa mitologi animistis yang dikendalikan oleh
kekuasaan-kekuasaan kependetaan yang menyatakan bahwa hak-haknya dalam melaksanakan
apa yang dipandangnya sebagai hukum didasarkan pada kehendak tertinggi Ilahi.
Dengan demikian, dalam periode kehidupan masyarakat pada fase ini, pembangkitan rasa takut
akan amarah Tuhan yang terefleksikan dalam kemarahan alam merupakan sarana satu-satunya
untuk mengendalikan perlawanan individu-individu dan melaksanakan hukum. Demikianlahciri-
ciri umum masa ketuhanan seperti yang dideskripsikan Vico.Dengan terjadinya perkembangan
secara bertahap, masyarakat pun masuk suatu masabaru yang disebut dengan masa para
pahlawan. Fase ini bermula pada waktu masyarakat masa ketuhanan bersatu dan masuk pada
kesatuan yang lebih besar guna menghadapi bahaya luar atau disintegrasi internal. Pada fase ini
watak manusia begitu didominasi cinta kepada kepahlawanan dan pemujaan kekuatan,
agama,sastera, dan filsafat mengambil corak mitologis khusus. Sementara kekuasaan pada
masaini telah beralih dari tangan para pendeta dan tokoh agama ke tangan panglima perangdan
ksatria. Dalam kondisi yang demikian kekuatan menjadi hukum yang berlaku dan kekuatan
bersenjata yang menentukan kebenaran. Kondisi yang demikian ini eratkaitannya dengan sistem
aristokratis yang didasarkan pada pemisah penuh antara hak-hak tuan dan hak-hak budak.

Pada waktu masyarakat awam, sebagai warga negara,memperoleh hak-hak mereka, masyarakat.
pun mulai masuk fase ketiga, yaitu fasehumanistis. Masa ini diwarnai dengan demokrasi,
pengakuan kesamaan manusia, dankeruntuhan sistem otoriter. Ia adalah masa rasional yang
mempercayai manusia dan berupaya untuk menguasai alam di mana fenomena-fenomenanya kini
lagi dipandang erat kaitannya dengan amarah dan keridhaan Tuhan.Namun dalam masa ini,
menurut Vico, terkandung benih keruntuhan dan kehancuran.Sebab demokrasi dan pernyataan
persamaan anggota-anggota masyarakat segera akanmendorong rakyat awam mempunyai sikap
yang ekstrem dalam menuntut hak-hak mereka yang secara bertahap kemudian mereka peroleh.
Tapi ini membuat semakinmeningkatnya konflik antara kelas masyarakat, bukannya
meredakannya, sehingga melemahkan hubungan-hubungan tradisional antara kelas-kelas itu dan
membangkitkankeraguan terhadap sebagian nilai-nilai tradisional yang diterima tradisi-tradisi
sosial yangdiakui. Akibatnya adalah terjadi disintegrasi dan kerusuhan yang merupakan
pertandaberakhiriya daur kebudayaan seluruhnya.

Apabila suatu masyarakat telah memasukikondisi disintegrasi yang demikian ini, sulitlah untuk
melakukan perbaikan internal dantidak ada yang tinggal kecuali ekspansi asing dari luar atau
disintegrasi sosial total daridalam, di mana setelahnya masyarakat kembali pada kehidupan
barbar guna memulaidaur kultural yang baru. Setelah itu – dengan melalui pola yang sama –
dengan secara bertahap masyarakat itu pun beranjak dari masa ketuhanan ke dalam masa
parapahlawan dan kemudian masa humanistis yang membuatnya kembali pada ke hidupan
barbar lagi. Kondisi yang demikian ini berlaku terus-menerus[43].

[39] Sejarah.doc

[40] dalam Downs, 1961: 113; Al-Sharqawi, 1986: 147-148

[41] Rustam E. Tamburaka. Pengantar ilmu sejarah; teori filsafat sejarah;sejarah filsafat dan
IPTEK. Jakarta: ANGGOTA IKAPI, 1999. Hal 62.

[42] pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/gerak_sejarah.pdf

[43] pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/gerak_sejarah.pdf
https://homaniora.wordpress.com/2012/12/17/tokoh-tokoh-filosof-sejarah/

A.FILSAFAT SEJARAH DALAM  PANDANGAN


1.Biografi Giambattista Vico 

Giambattista Vico lahir di sebuah ruangan kecil di atas toko buku ayahnya, di Via San Biagio dei
Librai, di pusat kota tua Naples pada 23 Juni 1668. Vico adalah anak keenam dari delapan
bersaudara. Ia belajar filsafat skolastik dan yurisprudensi. Dari 1686-1695, Vico bekerja sebagai
tutor bagi keluarga Rocca di Vatolla, sekitar 100 kilometer dari Naples. Selama ini, ia berhenti
belajar filsafat skolastik, dan berkonsentrasi pada studi Plato dan penyair seperti Virgil, Dante
dan Petrarch.

Pada tahun 1699, ia menjadi profesor retorika di Universitas Naples, posisi yang dipegangnya
sampai pada tahun 1741. Pada 1709, Vico menerbitkan karya besarnya yang pertama On the
Study Methods of Our Time yang merupakan pertahanan pendidikan humanistik. Hal ini diikuti
tahun 1710 dengan karyanya pada metafisika: On the Ancient Wisdom of the Italians Unearthed
From the Origins of the Latin Language. Hal tersebut bermasud untuk menjadi bagian pertama
dari trilogy, termasuk bagian tentang fisik dan bagian tentang filsafat moral. Namun, ia tidak
pernah menyelesaikan bagian yang tersisa. Selama periode tersebut, Vico mengakui ada empat
penulis yang memberinya pengaruh paling penting, yaitu: Plato, Tacitus, Grotius dan Bacon.
Pekerjaan Vico sebagai profesor retorika terutama untuk mempersiapkan siswa untuk sekolah
hukum, namun, dia ingin dipromosikan ke posisi profesor hukum. Untuk mencapai tujuan
tersebut, ia menerbitkan karyanya terpanjang, dalam tiga jilid, pada tahun 1720-1722, umumnya
disebut sebagai Hukum Universal (Il Diritto Universale). Namun, karena keadaan politik, ia
kalah dalam perebutan posisi tersebut, walaupun memiliki keunggulan dalam kompetisi debat
untuk posisi profesor hukum. Vico kemudian berhenti mengejar posisi profesor hukum dan
mendedikasikan dirinya untuk memberi penjelasan filosofi sendiri.

Untuk menjangkau khalayak yang lebih luas, ia mulai menulis dalam bahasa Italia bukan Latin.
Pada 1725 ia menerbitkan edisi pertama dari karya besar, New Science, namun Vico sebenarnya
tidak puas dengan karyanya tersebut, dan pada tahun 1730 menerbitkan edisi kedua yang sangat
berbeda. Dia terus merevisi teks sepanjang tahun kemudian, dan variasi yang diterbitkan pada
tahun 1744 dianggap sebagai karyanya yang utama.

Vico mengirim salinan karya-karyanya untuk pemikir berpengaruh di bagian lain Eropa, dan
membuat dampak besar di Venesia. Pada tahun 1725, Vico dihubungi oleh jurnal Venesia yang
akan menerbitkan serangkaian esai yang ditulis oleh para sarjana tentang kehidupan mereka; ia
adalah orang pertama dan satu-satunya penyumbang tulisan. Dia perbarui esainya beberapa kali
dan diterbitkan sebagai autobiografinya. Vico memiliki pengaruh politik di tahun-tahun
berikutnya. Pada 1734 Naples direbut kembali oleh Spanyol dari Austria yang telah memerintah
dari 1704. Raja muda baru menobatkan Vico sebagai penulis sejarah Naples. Karena faktor
kesehatan, anaknya yang bernama Gennaro mengambil alih posisi profesor retorika pada 1741
dan Giambattista Vico meninggal pada 1744.

2.Pandangan dan Pemikiran Filsafat Sejarah Spekulatif


Filsafat sejarah melukiskan optimisme pencerahan, bahwa sejarah secara linear menghasilkan
kemajuan-kemajuan bagi kesejahteraan umat manusia, dan emansipasi manusia dari segala
bentuk kebodohan dan takhayul. Asumsi dasarnya adalah kemajuan ilmiah dan teknis
mengakibatkan kemajuan moral.

Filsafat sejarah spekulatif merupakan suatu perenungan filsafati, mengenai tabiat atau sifat-sifat
proses sejarah, dalam sistem spekulatif ada sifat metafisis. Ciri khas sebuah pernyataan metafisis
ialah tidak dapat diketahui bahwa pernyataan itu tidak benar, sekalipun sepintas kilas kelihatan
tidak masuk akal. Menurut Ankersmit, umumnya terdapat tiga hal yang menjadi kajian filsafat
sejarah spekulatif, yaitu pola gerak sejarah, motor yang menggerakkan proses sejarah, dan tujuan
gerak sejarah.

Dalam pengungkapan mengenai masa silam cara kerja seorang filsuf sejarah spekulatif berbeda
dengan cara kerja peneliti sejarah biasa. Apa yang ditemukan diungkapkan oleh peneliti sejarah
biasa, bagi filsuf sejarah spekulatif merupakan titik permulaan. Bila seorang filsuf sejarah
spekulatif sudah memaklumi bagaimana  proses sejarah terjadi, di mana biasanya seorang
peneliti peneliti sejarah biasa berhenti, maka ia ingin menemukan suatu arti atau kecenderungan
lebih dalam di proses itu. 
Filsafat sejarah spekulatif mungkin memenuhi suatu kebutuhan psikologis yang ada dalam kita
semua. Sering kita tidak puas dengan sebuah penerapan dan penjelasan mengenai proses sejarah,
seperti yang terjadi atau mengenai bagian-bagiannya; kita juga ingin memberikan suatu arti
kepada masa silam itu, sehingga perbuatan dan penderitaan manusia pada masa silam
memperoleh suatu makna. Secara otomatis kita enggan menerima gagasan, bahwa sejarah tidak
memiliki arti maupun tujuan, sehingga usaha dan penderitaan manusia praktis sia-sia saja. Maka
dari itu, seketika kita merasa bersimpati kepada sasaran filsafat sejarah spekulatif yang
mengatasi bidang terbatas seorang peneliti sejarah biasa. Akan tetapi, seperti masih akan kita
lihat, simpati ini kurang memberi legitimasi kepada daya upaya filsafat sejarah spekulatif.

Giambattista Vico sering dikaitkan dengan filsafat sejarah. Ia adalah orang pertama yang
menganggap serius kemungkinan bahwa orang-orang memiliki skema yang berbeda secara
fundamental dari pemikiran di era sejarah yang berbeda. Dengan demikian, Vico menjadi yang
pertama untuk memetakan perjalanan sejarah yang bergantung pada struktur pemikiran berubah
dari waktu ke waktu.

Untuk menggambarkan perbedaan antara pemikiran modern dan pemikiran kuno, Vico
mengembangkan teori yang luar biasa dari imajinasi. Teori ini menyebabkan mitos berdasarkan
ritual dan imitasi yang akan menyerupai beberapa teori antropologi abad kedua puluh. Ia juga
mengembangkan lembaga manusia yang kontras tajam dengan sezamannya dalam teori kontrak
sosial. Pemikiran Vico berpusat pada perjuangan kelas yang mendahului diskusi abad
kesembilan belas dan kedua puluh.
Vico tidak mencapai ketenaran banyak selama hidupnya atau setelah wafatnya. Namun
demikian, berbagai pemikir penting dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Vico. Beberapa nama yang
lebih terkenal dalam daftar ini adalah Johann Gottfried von Herder, Karl Marx, Samuel Taylor
Coleridge, James Joyce, Benedetto Croce, RG Collingwood dan Max Horkheimer. Referensi
untuk karya Vico dapat ditemukan dalam tulisan-tulisan yang lebih kontemporer Jürgen
Habermas, Hans-Georg Gadamer, Alasdair MacIntyre dan banyak lainnya. Jenis filsafat yang
dikembangkan oleh Giambattista Vico ini juga disebut juga filsafat fenomenologi yang selain
ditekuni oleh Vico juga oleh Edmund Husserl.

3.Filsafat Sejarah dalam  Pandangan Giambattista Vico


Giambattista Vico seorang filosof sejarah dan sosial yang hidup di Italia, pada akhir abad ke-17,
dan permulaan abad ke-18. Nama filosof sejarah Italia Giambattista Vico (1668-1744) memang
jarang dikenal, padahal jasanya begitu besar terutama dalam teorinya tentang gerak sejarah ibarat
daur cultural spiral yang dimuat dalam karyanya The New Science (1723) yang telah
diterjemahkan Down tahun 1961. Atau mungkin karena teorinya yang sering diidentikkan
dengan teori siklus. Secara makro, pokok-pokok pikiran Vico yang tertuang dalam teori daur
spiralnya dalam The New Science tersebut sebagai berikut:
a.Perjalanan sejarah bukanlah seperti roda yang berputar mengitari dirinya sendiri, sehingga
memungkinkan seorang filosof meramalkan terjadinya hal yang sama pada masa depan.
b.Sejarah berputar dalam gerakan spiral yang mendaki dan selalu memperbaharui diri, seperti
gerakan pendaki gunung yang mendakinya melalui jalan melingkar ke atas, di mana setiap
lingkaran selanjutnya lebih tinggi dari lingkaran sebelumnya, sehingga ufuknya pun semakin
luas dan jauh.
c.Masyarakat manusia bergerak melalui fase-fase perkembangan tertentu dan terjalin erat dengan
kemanusiaan yang dicirikan oleh gerak kemajuan dalam tiga fase yaitu; fase telogis, fase herois,
dan fase humanistis.
d.Ide kemajuan adalah substansial, meski tidak melalui satu perjalanan lurus ke depan, tetapi
bergerak dalam lingkaran-lingkaran histories yang satu sama lain saling berpengaruh. Dalam
setiap lingkaran pola-pola budaya yang berkembang dalam masyarakat, baik agama, politik, seni,
sastera, hukum, dan filsafat saling terjalin secara organis dan internal, sehingga masing-masing
lingkaran itu memiliki corak cultural khususnya yang merembes ke dalam berbagai rung lingkup
kulturalnya.

Vico mempercayai adanya kemajuan, tetapi setelah sampai pada puncaknya, sejarah berulang
lagi. Karena itu teorinya merupakan gabungan antara pandangan sejarah linier dengan cyclus.
Vico membuat babakan sejarah sangat terkait dengan mentalitas, yaitu mengaitkan sejarah
dengan psikologi, dalam karyanya La Scienza Nouva,ia berupaya menyimpulkan bahwa
masyarakat manusia melalui beberapa fase yaitu: kanak-kanak, remaja, dan Rasionalisme yang
tidak berdaya. Sebab “di antara watak manusia ialah timbulnya gejala-gejala itu di bawah
kondisi-kondisi tertentu dan sesuai dengan sistem-sistem tertentu. Jadi setiap kali kondisi-kondisi
itu terpenuhi, maka gejala-gejala tersebutpun pun akan timbul.”

Selain itu Vico juga berpendapat bahwa masyarakat-masyarak manusia melalui berbagai
lingkaran cultural. Ciri yang mewarnai teori Vico tentang sejarah ialah keyakinannya bahwa
berbagai aspek kebudayaan suatu masyarakat, dalam fase mana pun dari sejarahnya membentuk
pola-pola sama yang saling berkaitan satu sama lainnya secara substansial dan esensial. Jadi,
apabila dalam suatu masyarakat berkembang suatu aliran seni atau keagamaan tertentu, maka
berkembang pula bersamanya pola-pola tertentu dari sistem-sistem politik, ekonomi, hukum,
pikiran dan sebagainya. Teori Vico ini mempunyai dampak yang jelas terhadap banyak filosof
sejarah setelahnya, seperti Herder, Hegel, dan Karl Marx, semuanya menurut caranya masing-
masing.

Aliran Vico tentang daur kebudayaan ini sendiri ditegakkan di atas hubungan internal di antara
berbagai pola budaya yang berkembang dalam masyarakat. Sebab ia menjadikan daur-daur
kulturalnya satu sama lainnya saling melimpahi dan selalu memiliki perulangan. Tetapi
perulangan itu tidak selalu berarti bahwa sejarah mengulang dirinya sendiri. Sebab perjalanan
sejarah bukanlah roda yang berputar mengitari dirinya sendiri sehingga memungkinkan seorang
filosof meramalkan terjadinya hal yang sama pada masa depan . Sedang menurut Vico, sejarah
berputar dalam gerakan spiral yang mendaki dan selalu memperbaharui diri, seperti gerakan
pendaki gunung yang mendakinya dengan melalui jalan melingkar ke atas di mana setiap
lingkaran selanjutnya lebih tinggi dari lingkaran sebelumnya, sehingga ufuknya pun semakin
luas dan jauh.

Mungkin pembaharuan diri terus-menerus dari gerak sejarah inilah yang menjadi ciri teori Vico,
yang membedakannya dari teori-teori tentang daur kultural sejarah sebelumnya. Teori ini sendiri
konsisten dengan suatu metode yang tegar tentang gerak ulang sejarah, yang melempangkan
jalan untuk berpendapat tentang mungkin dilakukannya peramalan dalam kajian sejarah dan sulit
menerima ide kemajuan seperti menurut Plato dan Machiavelli. Masyarakat-masyarakat manusia
menurut Vico, dengan demikian, bergerak melalui fase-fase perkembangan tertentu yang
berakhir dengan kemunduran atau barbarisme dan selanjutnya memulainya lagidari fase yang
awal dan begitu seterusnya.

Dengan demikian lingkaran-lingkaran sejarah, menurut Vico, dalam pendakian yang terus
menerus terjalin erat dengan kemanusiaan. Dalam wawasan historis Vico, ide kemajuan adalah
substansial, meski kemajuan ini sendiri tidak meallui satu perjalanan lurus ke depan tapi
bergerak dalam lingkaran-lingkaran historis yang satu sama lainnya saling melimpahi. Dalam
setiap lingkaran, pola-pola budaya yang berkembang dalam masyarakat, baik agama,politik, seni,
sastera, hukum, dan filsafat saling terjalin secara organis dan internal,sehingga masing-masing
lingkaran itu memiliki corak kultural khususnya yang mengalir ke dalam berbagai ruang lingkup
kulturalnya.Atas dasar itu Vico membagi sejarah kemanusiaan menjadi tiga fase yang
berkesinambungan, yaitu fase teologis, fase herois dan fase humanistis. Fase yang terkemudian,
menurut Vico, adalah lebih tinggi ketimbang fase sebelumnya, daur kultural sempurna dengan
fase ketiganya dengan lebih tinggi dibanding daur sebelumnya Adapun fase pertama oleh Vico
disebut dengan masa ketuhanan.

Masa ini bermula pada waktu suatu bangsa mulai meninggalkan secara bertahap kehidupan
primitive sebelumnya, untuk masuk pada masa ketuhanan. Masa ini sendiri diwarnai dengan
berkembangnya berbagai khurafat dan rasa takut terhadap fenomena-fenomena alamyang
dipandang sebagai teofani kehendak Ilahi, baik yang menunjukkan kemarahan-Nyata keridhaan-
Nya. Selain itu masa ini juga didominasi oleh ide ruh baik dan ruh jahat yang menentukan nasib
manusia. Lebih jauh lagi masa ini adalah masa mitologi animistis yang dikendalikan oleh
kekuasaan-kekuasaan kependetaan yang menyatakan bahwa hak-haknya dalam melaksanakan
apa yang dipandangnya sebagai hukum didasarkan pada kehendak tertinggi Ilahi.

Dengan demikian, dalam periode kehidupan masyarakat pada fase ini, pembangkitan rasa takut
akan amarah Tuhan yang terefleksikan dalam kemarahan alam merupakan sarana satu-satunya
untuk mengendalikan perlawanan individu-individu dan melaksanakan hukum. Demikianlah ciri-
ciri umum masa ketuhanan seperti yang dideskripsikan Vico. Dengan terjadinya perkembangan
secara bertahap, masyarakat pun masuk suatu masa baru yang disebut dengan masa para
pahlawan. Fase ini bermula pada waktu masyarakat masa ketuhanan bersatu dan masuk pada
kesatuan yang lebih besar guna menghadapi bahaya luar atau disintegrasi internal. Pada fase ini
watak manusia begitu didominasi cinta kepada kepahlawanan dan pemujaan kekuatan,
agama,sastera, dan filsafat mengambil corak mitologis khusus. Sementara kekuasaan pada
masaini telah beralih dari tangan para pendeta dan tokoh agama ke tangan panglima perangdan
ksatria. Dalam kondisi yang demikian kekuatan menjadi hukum yang berlaku dan kekuatan
bersenjata yang menentukan kebenaran. Kondisi yang demikian ini eratkaitannya dengan sistem
aristokratis yang didasarkan pada pemisah penuh antara hak-hak tuan dan hak-hak budak.

Pada waktu masyarakat awam, sebagai warga negara,memperoleh hak-hak mereka, masyarakat.
pun mulai masuk fase ketiga, yaitu fasehumanistis. Masa ini diwarnai dengan demokrasi,
pengakuan kesamaan manusia, dan keruntuhan sistem otoriter. Ia adalah masa rasional yang
mempercayai manusia dan berupaya untuk menguasai alam di mana fenomena-fenomenanya kini
lagi dipandang erat kaitannya dengan amarah dan keridhaan Tuhan.
Namun dalam masa ini, menurut Vico, terkandung benih keruntuhan dan kehancuran. Sebab
demokrasi dan pernyataan persamaan anggota-anggota masyarakat segera akan mendorong
rakyat awam mempunyai sikap yang ekstrem dalam menuntut hak-hak mereka yang secara
bertahap kemudian mereka peroleh. Tapi ini membuat semakin meningkatnya konflik antara
kelas masyarakat, bukannya meredakannya, sehingga melemahkan hubungan-hubungan
tradisional antara kelas-kelas itu dan membangkitkankeraguan terhadap sebagian nilai-nilai
tradisional yang diterima tradisi-tradisi sosial yangdiakui. Akibatnya adalah terjadi disintegrasi
dan kerusuhan yang merupakan pertanda berakhiriya daur kebudayaan seluruhnya.

Apabila suatu masyarakat telah memasuki kondisi disintegrasi yang demikian ini, sulitlah untuk
melakukan perbaikan internal dan tidak ada yang tinggal kecuali ekspansi asing dari luar atau
disintegrasi sosial total dari dalam, di mana setelahnya masyarakat kembali pada kehidupan
barbar guna memulai daur kultural yang baru. Setelah itu dengan melalui pola yang sama dengan
secara bertahap masyarakat itu pun beranjak dari masa ketuhanan ke dalam masa para pahlawan
dan kemudian masa humanistis yang membuatnya kembali pada ke hidupan barbar lagi. Kondisi
yang demikian ini berlaku terus-menerus.

http://www.catatanjasmadi.top/2016/11/giambattista-vico-filsafat-dalam-sejarah.html jasmadi yunus

Anda mungkin juga menyukai