Anda di halaman 1dari 28

MINI RISET

M.K. ANTROPOLOGI HUKUM


PRODI S1 PENDIDIKANANTROPOLOGI

SCORE NILAI :

Pelanggaran Hukum Masyarakat Bantaran Rel Kreta api Di jalan


Padang Kec. Medan Denai
Disusun oleh :

KELOMPOK 6

Rahmat Siregar Sulistia Rahma Desree Fadya


3172122003 3173322014
Kelas : A. Reguler 2017
M. Kuliah : Antropologi Hukum
Dosen : Novy Hasanah S.sos., M.Hum

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN ANTROPOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
karunia-Nya kami dapat menyelesaiakan tugas Miniriset ini. Meskipun banyak
hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya. tapi kami berhasil
menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Tidak lupa kami sampaikan
terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah membantu dan membimbing
kami dalam mengerjakan tugas miniriset ini. Kami juga mengucapkan terimakasih
kepada teman-teman mahasiswa yang juga sudah memberi semangat dan
dukungan baik langsung maupun tidak langsung kepada kami semua dalam proses
pembuatan tugas ini.

Kami menyadari bahwa dalam menyusun tugas ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna sempurnanya karya tulis ilmiah ini. Kami berharap semoga
karya tulis ini bisa bermanfaat khususnya bagi kami dan bagi para pembaca.

Medan, April 2018

Kelompok 6

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 1


DAFTAR ISI...................................................................................................................... 2
BAB I .................................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 3
1.1 Latar Belakang Masalah...................................................................................... 3
1.2 Identifikasi Masalah ............................................................................................ 4
1.3 Batasan Masalah ........................................................................................ 4
1.4 Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
1.5 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 5
1.6 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 5
BAB II ................................................................................................................................ 7
KAJIAN PUSTAKA ......................................................................................................... 7
BAB III............................................................................................................................. 14
METODOLOGI PENELITIAN .................................................................................... 14
3.1 Jenis Penelitian.................................................................................................. 14
3.2 Lokasi Penelitian ............................................................................................... 15
3.3 Informan Penelitian ........................................................................................... 15
BAB IV ............................................................................................................................. 17
HASIL & PEMBAHASAN ............................................................................................ 17
BAB V .............................................................................................................................. 24
PENUTUP........................................................................................................................ 24
5.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 24
5.1 Saran............................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 25


LAMPIRAN..................................................................................................................... 26

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Urbanisasi adalah proses perpindahan penduduk dari desa ke kota.


Urbanisasi dapat menjadi masalah yang cukup serius bagi kita apabila
pemerintah abai dalam mengatur dan memfasilitasi para kaum urban yang
datang ke kota dengan jumlah yang semakin meningkat setiap tahunnya. Hasil
penelitian Harahap (2013) menunjukkan urbanisasi merupakan hasil dari
pembangunan perkotaan dan ekonomi yang pada akhirnya mempengaruhi
dinamika kota, terutama berhubungan dengan kota sebagai daya tarik bagi
orang untuk bekerja dan hidup.

Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan
menimbulkan berbagai permasalahan di kehidupan sosial dan kemasyarakatan
seperti pengambilan lahan kota secara sembarangan, merusak sistem tata
ruang kota dan timbulnya pemukiman kumuh di dareah perkotaan,
pemukiman rel kreta api merupakan salah satu dari dampak tingginya tingkat
urbanisasi di perkotaan. Selain dari segi kemaman dan kenyamanan,
pemukiman rel kreta api merupakan tempat yang sangat tidak aman bagi
penduduk di sekitanya hal ini dapat dilihat dari kondisi lalu lalang kreta api
yang secara tiba-tiba. Tidak adanya palang peringatan, berbagai macama cara
telah diberlakukan pemerintah bagi terciptnya keamanan bagi masyarakat
pemukiman rel seperti penggusuran, namun masyarakat pemukiman rel kreta
seaakan acuh dan tidak peduli akan hal itu.

Sehingga peneliti tertarik untuk melihat apa alasan / faktor pendorong kuat
dan landasan yang mereka pegang teguh sehingga tidak seorangpun dari
mereka menyingkir secara permanen dan kembali membangun tempat tinggal
di sekitaran rel kreta api, karena selain dari terciptanya kekumuhan

3
lingkungan, mereka juga seaakn menciptakan kondisi lingkungan yang tidak
sehat bagi tumbuh kembang anak-anak mereka.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdaarkan latar belakang di atas, terdapat masalah-masalah yang memiliki


keterkaitan dengan penelitian ini. Masalah tersebut diidentifikasikan sebagai
berikut yakni :

1. Peran pemerintah dalam penertiban masyarakatrel kreta api


2. Dampak sosial dan lingkungan akibatadanya pemukimn di darah rel
3. Strategi bertahan masyarakat dalam menghadapi getran dan guncangan
maupuk klakson rel kreta
4. Faktor yang membut masyarakat sehingga mau bertahan dan menetap di
daerah pemukiman rel
5. Dampak ketidak sehatan yang muncul akibat lingkungan yang kumuh

1.3 Batasan Masalah


Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas dan hasil yang
mengambang, maka permasalahan dalam kajian penelitian ini, dibatasi
dengan pembahasan masalah yaitu :
1. Faktor yang membuat masyarakatbertahan di pemukiman rel kreta
2. Dampak ketidak sehatan akibat lingkungan yang kumuh
3. Keadaan psikologis masyarakatdi kota medan.

1.4 Rumusan Masalah


Agar Tercapainya tujuan yang maksimal dalam penelitian sebagaimana yang
diharapkan maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apa alasan dan faktor pendorong masyarakat sehingga tetap bertahan dan
memilih bantaran rel kreta sebagai tempat tinggal ?
2. Apa dampak yang ditimbulkan akibat berdirinya pemukiman kumuh di
bantaran rel kreta ?

4
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan umum yang ingin di capai didalam penelitian ini yakni, untuk
mengetahui salah satu fenomena-fenomena dan pelanggaran hukum di
masayarakat dan Untuk penyelesaian salah satu tugas mahasiswa dari enam
penugasan yang di bebankan pada matakuliah antropologi perkotaan pada
semester 4, jenjang stratum satu (S1) di UNIMED.
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa alasan mendalam masyarakat memilih tinggal
di bantaran rel kreta api
2. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat adanya
emukiman di bantaran rel kreta api
3. Untuk mengetahui pelanggaran hukum apa saja yang dilakukan oleh
masyarakat di bantaran rel krata api

1.6 Manfaat Penelitian


Melalui penelitian ini diharapkan dapat di peroleh manfaat sebagai berikut :
1.3.1 Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi ilmu
pengetahuan dan dunia pendidikan khususnya dalam ilmu antropologi
hukum baik sebagai sumber belajar maupun rujukan dalam
memahami hukum berbasiskajian antropologi.
1.3.2 Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak yang terkait dalam penelitian ini.
a) Sebagai masukan bagi pemerintah dalam menangani pemukiman
kumuh di bantaran rel
b) Sebagai acuan bagi pemerintah untuk memfasilitasi masyarakat
yang tidak memiliki tempat tinggal yang aman.
c) Sebagai teropong bagi pemerintah daerah di dalam melakukan
tindakan preventif untuk mencegah ataupun meminimalisir
timbulnya pemukiman yang melanggar hukum

5
d) Sebagai masukan bagi masyarakat untuk memilah lokasi yang baik
dan aman dalam menunjang keamanan dan keberlangsungan hidup
e) Dapat dijadikan referensi dalam memahami alasan-alasan
masyarakat pelanggaran hukum ( dalam hal ini Pemukiman
terlarang di bantaran rel kreta )

6
BAB II

KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian yang berjudul POLA PERMUKIMAN MASYARAKAT DI


PINGGIRAN REL KERETA API yang ditulis oleh CUT DHAIFINA
MALAHATI (2015) menjelaskan permukiman adalah kawasan lingkungan hidup
baik di perkotaan maupun di pedesaan yang dilengkapi oleh sarana dan prasarana
lingkungan yang mendukung kegiatan penduduknya. Seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan ruang hunian semakin meningkat.
Saat ini di Indonesia terdapat beberapa permasalahan permukiman khususnya
permukiman kumuh. Permukiman kumuh di perkotaan biasanya tumbuh diatas
tanah ilegal, tumbuh dari masyarakat yang ekonomi dan pendidikannya rendah
serta masyarakat yang datang dari daerah pedesaan untuk mencari pekerjaan di
kota dan tidak mempunyai daya beli yang tinggi. Saat ini Medan memiliki
beberapa permukiman kumuh baik di bantaran sungai maupun di bantaran rel
kereta api, salah satunya ialah permukiman liar di bantaran rel kereta Jl. Arteri
Ringroad.

Langkah awal dalam melakukan penelitian yaitu penelusuran literatur


kemudian observasi lapangan yang didukung oleh wawancara selanjutnya
dilakukan analisis. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Kesimpulan
yang didapat dari hasil analisis ialah permukiman liar di bantaran rel kereta Jl.
Arteri Ringroad tumbuh karena faktor ekonomi masyarakat dan keterbatasan
lahan untuk hunian dengan pola permukiman linier. Selanjutnya dalam tulisan
yang berjudul Proses Spasial Permukiman Liar (Squatter) Di Sempadan Rel
Kereta Api Kota Semarang oleh Aina Shafrida (2014) menjelaskan bahwa
tingginya harga lahan dan penghasilan yang rendah, menyulitkan masyarakat
untuk memperoleh perumahan legal yang layak sebagai tempat tinggal. Oleh
karena itu, tujuan penelitian ini antara lain:mendeskripsikan profil rumah tangga
pemukim yang bertempat tinggal di sempadan rel kereta api, mengetahui faktor

7
pendorong masyarakat dalam mendirikan bangunan, dan menganalisis proses-
proses keruangan yang terjadi di sempadan rel kereta api. Penelitian ini
mengambil lokasi di Kecamatan Semarang Utara dan Kecamatan Semarang
Tengah yang memiliki kelurahan yang berbatasan langsung dengan rel kereta api.
Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak seratus orang. Metode penelitian
menggunakan metode random sampling. Variabel yang digunakan: faktor
pendorong masyarakat mendirikan squatter, proses perkembangan squatter,
dansolusi mengurangi perkembangan squatter.

Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu: observasi, wawancara, dan


dokumentasi. Data penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif
kuantitatif. Lebih dari setengah masyarakat yang bertempat tinggal di sempadan
rel kereta api memiliki penghasilan di bawah UMR Kota Semarang. Masyarakat
memilih lokasi tersebut untuk tempat tinggal karena letak yang strategis dan
dekat dengan tempat kerja. Hal ini sesuai dengan teori Turner mengenai
keterkaitan antara kondisi ekonomi dengan skala prioritas kebutuhan hidup dan
prioritas kebutuhan perumahan. Sebanyak 81% masyarakat sudah menempati
lokasi tersebut lebih dari 20 tahun, dan memberikan rumah pada keturunannya.
Setiap tahunnya hampir selalu ada pertambahan rumah di sempadan rel kereta api
Kota Semarang.

Pada tahun 2013 terjadi penggusuran yang mengakibatkan pengurangan


jumlah rumah terkait adanya proyek rel ganda oleh PT. KAI. Terbentuknya
permukiman liar di sempadan rel kereta api Kecamatan Semarang Utara dan
Kecamatan Semarang Tengah termasuk ke dalam proses infiltrasi dimana orang-
orang yang melakukannya memiliki inisiatif sendiri dan berlangsung lambat.
Mengurangi permukiman liar dapat dilakukan dengan: lebih mawas pada lahan-
lahan kosong yang berpotensi menjadi permukiman, penyediaan rumah bagi
masyarakat berpenghasilan rendah dan pembangunan desa secara maksimal
untuk menekan angka urbanisasi.

8
Penelitian yang selanjutnya dilakukan Afriani Simanjuntak (2013) berjudul
Strategi Bertahan Hidup Penghuni Pemukiman Kumuh (Studi Kasus di Bantaran
Rel Kereta Api Kelurahan Tegal Sari Mandala II Medan). Penelitian ini
bertujuan untuk mengindentifikasi dan menganalisis karakteristik kemiskinan
serta strategi yang dilakukan untuk beretahan hidup di pemukiman kumuh
bantaran rel kereta api kelurahan Tegal Sari Mandala II Medan. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan kemiskinan yang terjadi karena faktor


individual dan struktural yang kerap menjerat dalam lingkaran kemiskinan.
Hambatan-hambatan stuktural yang menjerat di perkotaan membuat mereka
untuk mengambil pilihan bekerja dalam lingkup strata sosial rendah di perkotaan.
Motif warga di kawasan pemukiman kumuh adalah karena daerah strategis untuk
memelihara hewan ternak yaitu babi. Letak yang strategis tidak terlepas dari
letak kelurahan Tegal Sari Mandala II yang jauh dari pusat kota. Sementara
strategi bertahan hidup yang digunakan adalah meningkatkan asset dengan
melibatkan lebih banyak anggota keluarga untuk bekerja, memulai usaha kecil-
kecilan, memulung barang-barang bekas, menyewakan kamar, menggadaikan
barang, meminjam uang dari bank atau lembaga keuangan lain.

2.2 Landasan Teori

Dalam penelitian ini teori yang dapat digunakan dalam menganalisis


permasalahan permukiman kumuh tersebut yakni sebagai berikut:

TEORI FENOMENOLOGI

Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, Phainoai, yang berarti


‘menampak’ dan phainomenon merujuk pada ‘yang menampak’. Istilah
fenomenologi diperkenalkan oleh Johann Heirinckh. Meskipun demikian pelopor
aliran fenomenologi adalah Edmund Husserl. Jika dikaji lagi Fenomenologi itu
berasal dari phenomenon yang berarti realitas yang tampak. Dan logos yang
berarti ilmu. Jadi fenomenologi adalah ilmu yang berorientasi untuk mendapatkan
penjelasan dari realitas yang tampak. Fenomenologi berusaha mencari

9
pemahaman bagaimana manusia mengkonstruksi makna dan konsep penting
dalam kerangka intersubyektivitas (pemahaman kita mengenai dunia dibentuk
oleh hubungan kita dengan orang lain).
Fenomenologi berasumsi bahwa orang-orang secara aktif menginterpretasi
pengalaman-pengalamannya dan mencoba memahami dunia dengan pengalaman
pribadinya. Fenomena yang tampak adalah refleksi dari realitas yang tidak dapat
berdiri sendiri, karena ia memiliki makna yang memerlukan penafsiran yang lebih
lanjut. Tokoh-tokoh fenomenologi ini diantaranya Edmund Husserl, Alfred Schutz
dan Peter. L Berger dan lainnya. Fenomenologi menerobos fenomena untuk dapat
mengetahui makna hakikat terdalam dari fenomena tersebut untuk mendapatkan
hakikatnya.
Tujuan dari fenomenologi, seperti yang dikemukakan oleh Husserl, adalah
untuk mempelajari fenomena manusia tanpa mempertanyakan penyebabnya,
realitas yang sebenarnya, dan penampilannya. Husserl mengatakan, “Dunia
kehidupan adalah dasar makna yang dilupakan oleh ilmu pengetahuan.” Kita
kerap memaknai kehidupan tidak secara apa adanya, tetapi berdasarkan teori-teori,
refleksi filosofis tertentu, atau berdasarkan oleh penafsiran-penafsiran yang
diwarnai oleh kepentingan-kepentingan, situasi kehidupan, dan kebiasaan-
kebiasaan kita.
Persoalan pokok yang hendak diterangkan oleh teori ini justru menyangkut
persoalan pokok ilmu sosial sendiri, yakni bagaimanana kehidupan bermasyarakat
itu dapat terbentuk. Alfred berpendapat bahwa tindakan manusia menjadi suatu
hubungan sosial bila manusia memberikan arti atau makna tertentu terhadap
tindakannya itu, dan manusia lain memahami pula tindakannya itu sebagai sesuatu
yang penuh arti.

Pemahaman secara subyektif terhadap sesuatu tindakan sangat


menentukan terhadap kelangsungan proses interaksi sosial. Baik bagi aktor yang
memberikan arti terhadap tindakannya sendiri maupun bagi pihak lain yang akan
menerjemahkan dan memahaminya serta yang akan beraksi atau bertindak sesuai
dengan yang dimaksudkan oleh aktor.

10
Schutz mengkhususkan perhatiannya kepada satu bentuk dari
subyektivitas yang disebutnya, antar subyektivitas. Konsep ini menunjuk kepada
pemisahan keadaan subyektif atau secara sederhana menunjuk kepada dimensi
dari kesadaran umum ke kesadaran khusus kelompok sosial yang sedang saling
berintegrasi. Intersubyektivitas yang memungkinkan pergaulan sosial itu terjadi,
tergantung kepada pengetahuan tentang peranan masing-masing yang diperoleh
melalui pengalaman yang bersifat pribadi.
Makna fenomenologi adalah realitas, tampak. Fenomena yang tampak
adalah refleksi dari realitas yang tidak berdiri sendiri. Karena ia memiliki makna
yang memerlukan penafsiran lebih lanjut. Fenomenologi menerobos fenomena
untuk dapat mengetahui makna (hakikat) terdalam dari fenomena tersebut.
Stanley Deetz menyimpulkan tiga prinsip dasar fenomenologis. Yang
pertama pengetahuan ditemukan secara langsung dalam pengalaman sadar. Kita
akan mengetahui dunia ketika kita berhubungan dengan pengalaman itu sendiri.
Yang ke dua yakni makna benda terdiri dari kekuatan benda dalam kehidupan
seseorang. Bagaimana kita berhubungan dengan benda menentukan maknanya
bagi kita. Dan yang terakhir bahasa merupakan kendaraan makna. Kita mengalami
dunia melalui bahasa yang digunakan untuk mendefinisikan dan mengekspresikan
dunia itu.

2.3 Kerangka Konsep


Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik
yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan. Pertumbuhan kota yang cenderung
cepat mengakibatkan kota tidak mampu menyediakan sarana dan prasarana yang
layak dan memadai bagi kehidupan masyarakat, seperti sarana kesehatan,
penerangan, terutama perumahan. Ketidakmampuan menyediakan sarana
perumahan yang memadai ini menimbulkan adanya pemukiman-pemukiman
kumuh.

11
Menurut Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah-Departemen Dalam
Negeri, suatu permukiman atau daerah perkampungan dinyatakan kumuh dan
miskin memiliki beberapa
kriteria sebagai berikut :
1. Kriteria sosial ekonomi
Kriteria sosial ekonomi dapat dilihat dari sebagian besar penduduknya
berpenghasilan dan berpendidikan rendah, sebagian besar penduduknya bekerja
di sektor informal kota, lingkungan pemukiman, rumah, fasilitas dan prasarana
dibawah standar minimal sebagai tempat bermukim misalnya kepadatan
penduduk yang tinggi >200 jiwa/ha, kepadatan bangunan >110 bangunan/ha,
kondisi fasilitas lingkungan terbatas, kawasan permukiman rawan terhadap
banjir.
2. Kriteria dari letak lokasi
Kriteria dari letak lokasinya seperti lokasi pemukiman kumuh berada di
lokasi sangat strategis dalam mendukung fungsi kota yang direncanakan sebagai
bangunan komersial, lokasi pemukiman kumuh yang kurang strategis mendukung
fungsi kota yang dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat kota dan
lingkungan pemukiman kumuh yang terletak di loksi berbahaya menurut rencana
induk kota areal diperuntukkan bagi jalur pengaman seperti bantaran sungai, jalan
kereta api, jalur listrik tegangan tinggi .
3. Kriteria berdasarkan jenis dan aktifitas pekerjaan penduduk
permukiman kumuh
Jenis dan aktifitas pekerjaan pemukiman kumuh dilakukan umumnya tidak
terorganisir, tidak menentu jumlah jam kerjanya, tidak ada perlindungan/
peraturan dari pemerintah, jenis usaha umumnya berskala kecil yang sangat
tergantung pada teknologi sederhana, usaha merupakan milik keluarga, lokasi
umumnya bersifat sementara yang menyatu dengan tempat tinggal, kualifikasi/
keterampilan diperoleh di luar pendidikan formal dan dalam pelaksanaan usaha
belum menggunakan sistem manajemen.

12
2.4 Kerangka Konsep

PERTUMBUHAN
PENDUDUK

KETIDAK MAMPUAN MENINGKATNYA


SECARA EKONOMI KEBUTUHAN PENDUDUK

URBANISASI

PEMABANGUNAN RUMAH DI
BANTARAN REL

BANTARAN REL MENJADI


PEMUKIMAN

PEMUKIMAN KUMUH

13
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini merupakan penelitian Kualitatif yaitu metode
penelitian Menurut Creswell (2008) Penelitian kualitatif yaitu suatu
pendekatan atau penelusuran untuk Mengekplorasi dan memahami suatu
gejala Sentral. Untuk mengerti gejala sentral tersebut peneliti mewawancarai
peserta penelitian atau peserta penelitian dengan mengajukan pertanyaan yang
umum dan agak luas. Karena data yang digunakan untuk mengkaji
permasalahn dari penelitian ini yakni berupa hasil wawancara dan observasi
yang di paparkan secara deskriptif.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada tanggal 10 & 14 September 2019 pukul 11.00
Wib di Pinggiran rel Jalan Padang, Tegal Sari Mandala II, Medan Denai.

3.3 Informan Penelitian


Informan yang di jadikan narasumber dalam penelitian ini yakni, anak-anak
remaja, dan dewasa sbb :
Informan 1
Nama : Opung Nandesianturi
Usia : 54 tahun
Pekerjaan : Peternak dan Pemulung

Informan 2
Nama : Opung Nainggolan
Usia :-
Pekerjaan : Peternak dan Pemulung

14
Informan 3
Nama : Opung Gabriel
Usia : 33 tahun
Pekerjaan : Ternak dan Pemulung

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini kami menggunakan teknik pengumpulan data
berupa wawancara, observasi, studi pustaka dan dokumentasi pada metode
kualitatif yang bersifat menggambarkan atau mendeskripsikan. Dimana pada
teknik wawancara akan diberikan beberapa pertanyaan. Kemudian pada
teknik wawancara akan digunakan teknik bola salju yang dapat
mengembangkan jawaban dari informan sebelumnya pada informan
selanjutnya. Selain teknik bola salju kami juga menggunakan teknik probing
untuk mencari informasi tambahan. Pada teknik observasi, pengamatan akan
dilakukan berdasarkan perkembangan yang terjadi dilapangan. Untuk
melengkapi kedua teknik penelitian diatas, diperlukannya dokumentasi yang
berbentuk foto atau laporan, sebagai pelengkap dari teknik penelitian
wawancara dan observasi. Dalam menggunakan ketiga teknik tersebut
pastinya tidak secara menyeluruh kami mendapatkan data atau informasi.
Maka dari itu untuk melengkapi data atau informasi yang didapat kami
menggunakan studi pustaka yang berasal dari website agar data lebih relevan.

Dalam penelitian ini kami menggunakan catatan, handphone untuk


merekam suaru dan data informasi dari nara sumber, serta handphone untuk
foto. Sebagai bukti penelitian benar- benar di laksanakan.

3.5 Teknik Analisis Data

Miles dan Hubermen (1984), mengemukakan bahwa aktivitas


dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung
secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Ukuran

15
kejenuhan data ditandai dengan tidak diperolehnya lagi data atau informasi
baru. Aktivitas dalam analisis meliputi reduksi data (data reduction),
penyajian data (data display) serta Penarikan kesimpulan dan verifikasi
(conclusion drawing / verification).

16
BAB IV

HASIL & PEMBAHASAN

4.1 Apa Yang Melatarbelakangi Masyarakat Bermukim Di Kawasan


Bantaran Rel Kereta Api Jl.Padang Mandala

Penelitian ini kami lakukan di jalan Padang, Medan Mandala dimana yang
Melatarbelakangi Masyarakat Bermukim Di Kawasan Kumuh Di Jl.Padang
Mandala karena Masyarakat setempat yang bertempat tinggal disini berawal
karena faktor Urbanisasi. Dampak negatif urbanisasi yang telah berlangsung
selama ini lebih disebabkan oleh tidak seimbangnya peluang untuk mencari
nafkah di daerah perdesaan, sehingga memunculkan adanya daya tarik yang
sangat kuat untuk mengadu nasibnya di kota yang dianggap mampu
memberikan masa depan yang lebih baik dengan penghasilan yang lebih
tinggi.

Pernikahan juga salah satu faktornya, setelah menikah mereka


beranggapan bahwa tinggal disana tidak terlalu memerlukan modal yang besar
seperti bermukim di daerah lain, setelah mereka berumah tangga dikarenakan
disana mayoritas mata pencariannya adalah pemulung maka ketimbang
mereka berduduk diam di rumah alangkah baiknya membantu mencari nafkah
seperti memulung yang biasanya diawali di daerah sekitar rumah, pasar
MMTC, Tembung dan sampai ke perkotaan.

Seperti salah satu penjelasan dari Informan kami Opung Nandes Sianturi
mengatakan :

”… saya pertama kali tinggal disini sejak menikah tahun 1991,


dulu ini pertama kali dibeli lahannya udah ada kian
bangunnannya bukan tanah kosong ini dulu pertama kali saya beli,
dulu ini masih murah. Mengingat dulu kan nominal uang gak
kayak sekarang dulu pertama belik Rp.1.200.00., tapi dulu
bangunnannya gak kekgini dulu masih bangunan rumah tepas ini.
Kamipun disini udah siapnya kalo kapanpun digusur ini, karna
dulu pun pernah juga ini dilakukan pemotongan itu ganti ruginya

17
Rp.1.500.00,. Ini dulu pertama kubeli tanda jual belinya Cuma
surat pernyataan biasa aja gaada surat resminya, akupun mau
pindah sebetulnya kalo ada tempat lain kan, maunya kami pindah
ke tempat lain”. ( Wawancara 10 September 2019)
Dalam penelitian ini juga kami menemukan lokasi pemukiman masyarakat
yang terbilang tidak layak huni, dimana pada pekarangan rumah masyarakat
tersebut banyak berternak babi sebagai investasi mereka, dimana kandang
babi dengan rumah mereka sangatlah dekat bahkan satu dinding dengan
rumah mereka tanpa ada jarak yang jauh antara kandang babi dengan rumah
mereka. Masyarakat di daerah ini juga terkesan tidak memperdulikan
kebersihan dari lingkungan mereka dimana dari pengolahan sampah juga
tidak diolah dengan baik sehingga lokasi disana sangatlah banyak kita jumpai
sampah yang berserakan dikarenakan hanya beberapa rumah saja yang
membakar sampah hasil pulungan mereka, sampah tersebut juga tidak
semuanya sampai hangus terbakar masih banyak sampah-sampah kecil yang
berserakan. Hal ini tentu saja sangat mempengaruhi lingkungan dan
kesehatan pada masyarakat di jalan Padang, Medan Mandala ini.

Sejalan dengan pemaparan informant kami yang tinggal di lingkungan 13


Mamak Satria

”…. Jadipun kalo tinggal disinikan kalau gak sekalian berternak


ya rugilah soalnya kan yang lain ini juga pada punya ternak,
lagipun sekalian juga cari makan untuk ternaknya kalo kami cari
bototkan. Disinipun kalo ternak babi kami ini mau dikawinkan
gitukan itu kami bayar sebesar Rp.100.000,. nah itu tergantung
rezeki kitalah kan nanti hasilnya berapa, bisa dia sekali beranak
satu ekor, 6 ekor, yang paling banyak 15 ekorlah. Kalau itu
tergantung rezeki kitalakan. Itulah nanti kalo udah siap dijual
kami jual untuk uang belanja. Belum lagi kebutuhan anak
sekolah, disini ada sih bantuan tapi itu gak merata gak semua
dapat, jadi ya gitulah nutupkan untuk uang sekolah anak lagi,
mau uang dari mana. Makanya ini sambilan sekalian ngebotot
sekalian ternak juga. Jadikan kalo untuk makannya ini tinggal
korek-korek nasi aja, tambahannya itulah sayur kopek-kopek yang
ada dipajak. Nah itu nanti nasiknya dimasak sama sayur itu,
itulah kami kasih makannya”. ( Wawancara 10 september 2019)

18
Kemudian pemarapan informan kami yang selanjutnya yang menetap di
lingkungan 14 yang masih berada dikawasan tersebut

“….. Kalau aku disini ngontrak dek, dimana ada rumah kosong
itulah kusewa, untuk satu tahun biasanya Rp.3.500.00,./ pertahun.
Anak ku ada 6 yang sekolah dek. Cemanalah kalau aku pindah
ketempat lain mau berapa lagi uangnya, mau dapat uang
darimana sementara anak awakpun masih ada yang sekolah. Kalo
mau beli tanah kampong atau sewakan tau sendirilah sekarang
pasaran harganya berapa, mahal, manalah ada duit kami. Jadi
yang ada itulah yang ditutupi”. (wawancara 14 September 2019)
Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat diketahui alasan masyarakat
bermukim diwilayah tersebut ialah dikarenakan secara ekonomi keaadan
mereka tidak mencukupi untuk menetap ataupun pindah ke wilayah yang
lebih baik lagi.

Hal ini senada dengan pengakuan dari opung nainggolan penghasilan sebagai
tukang botot memang sangatlah rendah sekali, karena pasaran botot terutama
yang berjenis pelastik hanya di hargai Rp. 2300 (dua ribu tigaratus ) /Kg,
sehingga kisaran penghasilan meraka dalam satu minggu hanya sebanyak
Rp.100.000 ( seratus ribu rupiah) saja untuk keperluan makan, dan biaya
sekolah anak mereka.

“...harga pelastik itu gak menentu kadng naik kadang turun, klau
biasanya hanya 2300 prkilo, itulah untuk makan, untuk sekolah
anak, mana cukup, kadang garampun dimakan karna udah gak
ada lagi” ( wawancara 14 september 2019)
Karena ketidak cukupan ini mereka pun menyelnginya dengan beternak babi,
karena bagi mereka beternak babai itu seperti sebuah celengan bagi mereka
dalam menghadapi kondisi ekonomi yang kurang menentu seperti hasil
wawancara kami dengan opung gapriel br nainggolan lk14

“... babi itu kayak celengan lah, dijualnya 6 bulan sekali, itulah
untuk bayar utang, kalau pindah ada penggusuran kami mau, tapi
disediakan lah tempat, kalau ngontrak rumah kan sekarang mahal
mau 7 juta, penghasilan pun sedikit, kalau ngontrak rumah belum
tentu bisa ternak babi, karna dia kan bauk, nantimulah di usirdari

19
sana,mending lah disini sama smua” ( wawancara 14 september
2019)
Sehingga fakor ekonomi yang rendah dan penghasil yang kurang menetap
membuat merka enggan untuk berpindah tempat karena selain digunakan sebagai
tempat tinggal bantaran rel kreta juga di asusmsikan sebagai tempat mereka
bekerja dan ternak babi, sebab keadan yang ada juga dirasa cocok untuk
sekaligus melaksanakan pencaharaian mereka, mulung sembari berternak.

Namun mirisnya libah peternakan babi mereka tidak begitu di olah dengan baik
sehingga mereka cendrung membuang kotoran babimerak ke aliran parit yang
mengalir ke sungai deli, namun aliran ini tidak begitu berjalan baik, karna air
parit yang telah dangkal dan seperti lumpur itu akan tetap mengendap
disanasehingga menimbulkan bau yang tidak sehat bahkan sangat tidak baik bagi
anak-anak dan tumpukan kotoranbabi yang seperti lumpur itu pun baru akan
mengalir sampai air hujan datang dan menghanyutkannya ke sungai denai yang
berjarak sekitar 10Km dari pemukiman meraka seperti pengakuan opung satria
berikut :

“ kotorannya dibuang ya keparet inilah, itu kotoran babi semua


itu nanti dia mengalirnya ke sungai deli, tapi orang-orang disini
susah bekerja sama biar mengalir dia kesungai sana, kayak
kemarin lah jam 2 hujan hujan itu kami korek paret itu
biarmengalir” ( wawancara 14 september 2019)
Meskipun apabila kita kembali kepada ketentuan hukum tentu saja tindakan yang
mereka lakukan sangat tidak dibenarkan, mereka juga sangat sadar akan
konsekuensi itu maka dalam wawancara yang kami lakukan mereka juga
mengatakan akan selalu siap apabila kedepannya dilakukan penggusuran atas
dasar hukum yang berlaku. Dan dari beberapa fenomena di atas ada 3 mcam
bentuk hukum yang di langgar oleh masyarakat bantaran rel Jl. Padang
Mandalayakni :

1. Peraturan menteri Pekerjaan umun Nomor : 05/prt/M/2008 tentang


pedoman penyedian dan pemnfaatan ruang terbuka hijau di kawasan
perkotaan. Sehingga jika dilihat dari segi hukum ini pemukiman di

20
bantaran rel kreta api merupakan sebuah pelanggaran / menyalahi rencana
tataruang, dimana bantaran rel kreta semestinya di peruntukkan sebagai
jalur hijau, bukan pemukiman.
Kemudian pemukiman yang berjarak 5 meneter dari bantaran rel merupan
sebuah pelanggaran juga di mana di jelaskan pada UU NO.23 tahun 2007
tentang perkeretaapian.
 UU NO.23 tahun 2007 tentang perkeretaapian
Ayat (1) Batas ruang milik jalur kreta api merupakan ruang disisi kiri
dn kanan ruang manfaat jalur kreta api yang lebarnya paling rendah 6
meter
Ayat (2) yang dimaksud “untuk keperluan lain” adalah kepentingan
diluar kreta api anatara lain kepentingan pipa, gas, pipa minyakdan
kabel telepon.
 Pasal 45 batas ruang pengawsan jalur kreta api yang lebarnya paling
rendah 9 ( sebilan Meter)
2. Kemudian dari segi peternakan babi, masyarakat bantaran rekretaapi di
JL. Padang Mandala juga melanggar yaitu Perda kota medan Nomor 23
tahun 2009 tentang larangan usaha ternak kakai empat
3. Dari segi lingkungan masyarakat pemukiman bantaran rel jl padang
melanggar UU tentang lingkungan hidup tetang membuang limbah tanpa
di olah.
4. 4.2 Apa dampak yang ditimbulkan akibat berdirinya pemukiman
kumuh di bantaran rel kreta
Pemukiman kumuh dapat diartikan sebagai suatu lingkungan
pemukiman yang telah mengalami penurunan kualitas atau memburuh
baik secara fisik, social-ekonomi maupun social-budaya, yang tidak
memungkinkan dicapainya kehidupan yang layak bagi penghuninya,
bahkan dapat pula dikatakan bahwa para penghuninya benar-benar dalam
lingkungan yang membahayakan hidupnya. dengan permasalahan
kepadatan penduduk yang semakin lama semakin membludak
menyebabkan tingginya jumlah pemukiman kumuh di perkotaan. Selain

21
itu, Pemukiman kumuh yang pembangunannya tanpa ada perencanaan
yang matang membuat dampak lingkungan semakin kompleks. Banyak
pihak yang akan terkena dampak dari pemukiman kumuh yang tidak
berpihak pada kelestarian lingkungan. Hal itu disebabkan karena
kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung sehingga masyarakat
menggunakan alternatif-alternatif lain yang di kemudian hari seperti inggal
di bantaran rel kereta api.
Dari hasil observasi kawasan pemukiman kumuh yang berada di
pinggiran rel jalan Padang, umunya mempunyai kondisi lingkungan yang
relative kurang baik. Hal tersebut disebab kan karena padatnya pendirian
rumah yang setiap rumah disertai dengan ternak babi milik mereka
masing-masing dan hampir setiap rumah halaman depannya ada palstik-
plastik yang dijemur dari hasil mulung. Pendirian rumah yang dibangun
masyarakat yang berdiam disitu dengan tidak disertai penataan ruang dan
fasilitas umum yang memadai sehingga menambah permasalahan seperti
sistem jaringan jalan, sistem drainase, pelayanan air bersih.
Dampak dari keterbatasan tersebut adalah banyaknya sampah yang
berada di pinggiran rel dan didepan rumah masyarakat dan dengan adanya
ternak babi, makanan yang di buat untuk babi menimbulkan bau-bau yang
kurang enak disekitaran tempat tinggal. Karena babi itu sendiri makan sisa
sayuran dari pajak dan nasi-nasi yang di ambil dari tempat sampah. Dari
kotoran babi sendiri mereka buang ke parit depan rumah dimana
sebenarnya parit tersebut tidaklah dalam dan tidak lancar alirannya,
alirannya lancar hanya saat hujan saja. Dari kotoran tersebut pernah terjadi
konflik dimana pada saat hujan tidak turun kotoran akan menumpuk di
aliran yang berhenti di salah satu rumah warga. Sehingga ada rasa protes
pada warga untuk melakukan gotong royong membersihkan kotoran
tersebut. Aliran tersebut ujungnya akan mengalir ke sungai Denai.
Dampak lainnya, seperti yang diketahui bahwa tanah yang mereka
tempati adalah milik Negara, dan merekapun sadar akan hal itu. Pada
tahun 2005 ada pelebararan dan tambahan 2 rel, sehingga ada pemotongan

22
lahan warga sekitar 11 meter. Informan-informan kami sedikit mengeluh
karena hanya dibayar ganti rugi Rp.1.500.000. mereka mengatahakan
kalau uang segitu kurang untuk mereka, itu hanya biaya untuk
pemotongan rumah saja. Pemotongan lahan mengakibatkan tempat tinggal
mereka semakin sempit. Ada warga yang tempat tinggalnya hanya 3x3
meter.
Dari informasi yang kami dapatkan, masyarakat disitu kurang
mendapatkan sosialisasi dan bantuan. Seperti imunisasi anak, ibu-ibu
disekitaran situ harus membawa anaknya imunisasi ke keluar kecamatan
karena di sekitarannya tidak ada posyandu. Minimnya sosialisasi juga
mengakibatkan warga sekitar kurang akan memahami kesalahan yang
yang dilakukannya.

23
BAB V

PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat kami simpulkan bahwa :
1. Alasan masyarakat menetap di bantaran rel kereta api di jalan padang
mandala adalah karena faktor urbanisasi dan ekonomi dan tidak hadirnya
peran pemerintah sebagai fasilitator dan penyedia kawasan dan tempat
tinggal yang layak bagi mereka, kemudian karena faktor pekerjaan dan
peternakan mereka.
2. Dampak dari adanya pemukiman bantara rel terjadinya kekumuhan, parit
yang kotor dan limbah babi yang menyebabkan bau tidak sedap serta
pencemaran lingkungan berupa pencemaran sungai denai dengan kotoran
babi.

5.2 Saran
Saran bagi pemerintah
1. Pemerintah seharusnya hadir di dalam masyarakat pemukiman bantaran rel
kereta api sebagai fasilitator dan penyedia tempat tinggal yang layak bagi
mereka
2. Pemerintah seharusnya melakukan preventif sejak dini dimana saat suatu
penomena itu timbul agar segera di cegah.

24
DAFTAR PUSTAKA

Cresswell, J. W. (2008). Research Design, Pendekatan kualitatif, Kuantitatif dan


Mixed, Edisi Ketiga. Bandung: Pustka pelajar.

Miles,, M. B., &, & Huberman, M. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta:
Universitas Indonesia.

Nawawi, Hadari. (1993). Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada


University Press.

Rofiana, V. (2015). DampakPemukiman Kumuh terhadap pelestarian lingkungan


kota malang. IJPA-The Indonesian Journl Of Pubik Adminitrasion, 40-57.

Sugiyono. (2011). Metode penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D.


Bandung: CV Alfabeta.

25
LAMPIRAN

A. Lampiran Gambar

( Gambar.1.1 Foto Bersama dengan Informan pertama )

( Gambar 1.2. Foto Bersama dengan informan kedua)

( Gambar 1.3 Bersama Informan ketiga )

26
27

Anda mungkin juga menyukai