Anda di halaman 1dari 33

ILMU BUDAYA DASAR

TUGAS INDIVIDU
CRITICAL JURNAL REPORT

Disusun oleh :
Nama : Jamilatul Husna
Kelas : PGMI-3
NIM : 0306192089

DOSEN PENGAMPU :MALDA SARI M.P.d

PROGRAM STUDI S1 PENDIDKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan
saya kesempatan dalam menyelesaikan makalah ini, sehingga kritik jurnal (critical jurnal
report) ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Terima kasih saya ucapkan kepada Ibu
Malda Sari M.pd selaku dosen pengampu mata kuliah Ilmu Budaya Dasar yang telah
membimbing kami mahasiswa/I semester 1 tahun ajaran 2019.

Dalam makalah ini saya membahas dan menjelaskan mengenai jurnal yang berjudul
PANDANGAN HIDUP WANITA JAWA DALAM NOVEL BEKISAR MERAH KARYA
AHMAD TOHARI karangan dari Arif Setiawan serta jurnal pembanding yang berjudul
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM PANDANGAN HIDUP MASYARAKAT
ADAT KAMPUNG KUTA karangan dari Trisna Sukmayadi bertujuan untuk memberikan
pengetahuan kepada para pembaca tentang konsep serta pemahaman mengenai Pandangan
Hidup Manusia yang terjadi dikehidupan sehari-hari. Selaku manusia biasa, saya menyadari
bahwa dalam hasil makalah ini masih terdapat kekurangan dan keliruan yang tidak sengaja.
Oleh karna itu saya sangat membutuhkan kritik dan saran. Saya berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, khususnya pada mata kuliah Ilmu Budaya Dasar jurusan
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah di Universitas Islam Negeri Sumatra Utara.

Medan, Januari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………i

DAFTAR
IISI………………………………………………………………………………….ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………….1

A. Latar Belakang……………………………………………………………………..1

B.Tujuan
Penulisan…………………………………………………………………….2

C. Manfaat
Penulisan…………………………………………………………………...2

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………..3

A. Identitas Jurnal Utama……………………………………………………………..3

B. Isi Resensi Jurnal Utama………………….………………………………………..3

C. Identitas Jurnal
Pembanding……………………………………………………….16

D. Isi Resensi Jurnal


Pembanding…………………………………………………….16

E. Kelebihan dan Kekurangan Jurnal…………………………………………………


28

BAB III
PENUTUP…………………………………………………………………………..29

A. Kesimpulan………………………………………………………………………..29

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………
30
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan yang minim di karenakan rendahnya minat baca


masyarakat pada saat ini. Mengkritik jurnal salah satu cara yang dilakukan untuk menaikkan
ketertarikan minat baca seseorang terhadap suatu pokok bahasan. Mengkritik jurnal (critical
jurnal report) ini adalah suatu tulisan atau ulasan mengenai sebuah hasil karya baik berupa
jurnal fiksi maupun nonfiksi, juga dapat diartikan sebagai karya ilmiah yang melukiskan
pemahaman terhadap isi sebuah jurnal.

Mengkririk jurnal dilakukan bukan untuk menjatuhkan atau menaikkan nilai suatu
jurnal melainkan untuk menjelaskan apa adanya suatu jurnal yaitu kelebihan atau
kekurangannya yang akan menjadi bahan pertimbangan atau ulasan tentang sebuah jurnal
kepada pembaca perihal Jurnal-jurnal baru dan ulasan kelebihan maupun kekurangan jurnal
tersebut. Yang lebih jelasnya dalam mengkritik jurnal, kita dapat menguraikan isi pokok
pemikiran pengarang dari jurnal yang bersangkutan diikuti dengan pendapat terhadap isi
jurnal.

Uraian isi pokok jurnal membuat ruang lingkup permasalahan yang dibahas
pengarang cara pengarang menjelaskan dan menyelesaikan permasalahan, konsep dan teori
yang dikembangkan, serta kesimpulan. Dengan demikian laporan jurnal atau resensi sangat
bermanfaat untuk mengetahui isi jurnal selain itu, akan tahu mengenai kekurangan dan
kelebihan dari isi jurnal yang telah dibaca. Untuk itu, kami harapkan kepada pembaca agar
mengetahui dan memahami mengenai laporan jurnal atau resensi sehingga dapat menilai isi
jurnal tersebut dengan baik dan hanya bukan sekedar membaca sekilas jurnal tersebut
melainkan dapat memehami apa yang ada dalam jurnal tersebut secara mendalama.

B. Tujuan Penulisan Critical Jurnal Report (CJR)

Kritik jurnal (critical jurnal report) ini dibuat sebagai salah satu referensi ilmu yang
bermanfaat untuk menambah wawasan penulis maupun pembaca dalam mengetahui
kelebihan dan kekeurangan suatu jurnal, menjadi bahan pertimbangan, dan juga
menyelesaikan salah satu tugas individu mata kuliah Ilmu Budaya Dasar pada jurusan
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah di Universitas Islam Negeri Sumatra Utara.

C. Manfaat Penulisan Critical Jurnal Report (CJR)

 Membantu pembaca mengetahui gambaran dan penilaian umum dari sebuah jurnal
atau hasil karya lainnya secara ringkas.
 Mengetahui kelebihan dan kekurangan jurnal yang diresensi
 Mengetahui latar belakang dan alasan jurnal tersebut diterbitkan
 Menguji kualitas jurnal dengan memandingkan terhadap karya dari penulis yang
sama atau penulis lainnya
 Memberi masukan kepada penulis berupa kritik dan saran terhadap cara penulisan,
isi, dan substansi jurnal
BAB II

PEMBAHASAN

A. Identitas Jurnal Utama

 Judul : Pandangan Hidup wanita Jawa Dalam Novel Berkisar


Merah Karya Ahmad Tohari
 Pengarang : Arif Setiawan
 Nama Jurnal : jurnal kredo
 Volume dan Tahun : vol. 1 No. 2 April 2018
 ISSN : 2599-316X

B. Isi Resensi Jurnal Utama

PENDAHULUAN
Manusia sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan memiliki kelebihan jika
dibandingkan dengan ciptaan-Nya yang lain. Kelebihan itu mencakup kepemilikan manusia
atas akal, cipta, rasa, dan karsa sehingga mereka mampu menciptakan sesuatu yang
bermanfaat bagi masing-masing individu dan bagi masyarakat yang ada di sekitarnya. Salah
satu ciptaan manusia yang berfungsi sebagai penghibur sekaligus menunjukkan nilai-nilai
yang sangat bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat adalah karya sastra.
Karya sastra menampilkan gambaran kehidupan suatu masyarakat, serta karya sastra
mampu memberikan makna tertentu pada pembaca (Ratna, 2013:4). Novel sebagai salah satu
jenis karya sastra hadir dari tulisan pengarang yang merupakan bagian dari masyarakat.
Melalui karyanya pengarang mengajak pembaca untuk menghayati dan menangkap fenomena
kehidupan yang dijalankan oleh tokoh-tokoh dalam cerita. Karya sastra dapat dipahami
dengan jelas jika tidak dipisahkan dengan lingkungan sosial yang melatari lahirnya karya
sastra tersebut. Lingkungan sosial yang tergambar dalam novel merupakan pengejawantahan
budaya dan juga adat istiadat dalam satu masyarakat. Proses pengejawantahan tersebut telah
menjadikan semua aturan yang tidak tertulis menjadi sebuah norma yang dipegang teguh oleh
masyarakat.
Dalam menelaah kebudayaan tidak dapat melihatnya sebagai sesuatu yang tetap dan
tidak berubah, tetapi merupakan sesuatu yang dinamis dan senantiasa berubah. Kebudayaan
itu merupakan satu kesatuan, keseluruhan, dimana sistem sosial itu sendiri adalah sebagian
dari kebudayaan.Singkatnya kebudayaan itu sendiri dikatakan sebagai cara hidup yaitu
bagaimana suatu masyarakat itu mengatur hidupnya (Barker, 2013:54).

Salah satu karya sastra yang merupakan representasi dari kehidupan dan kebudayaan
suatu masyarakat yakni novel. Hal ini tidak terlepas dari unsur intrinsik yang secara tidak
langsung merupakan realitas kehidupan masyarakat yang dikemas sedemikian rapi oleh
pengarang. Novel Bekisar Merah karya Ahmad Tohari merupakan representasi nyata dari
pola hidup orang Jawa. Hal ini tidak terlepas dari latar belakang sang pengarang yang
merupakan keturunan asli Jawa. Latar belakang inilah yang memberikan nafas kebudayaan
Jawa sangat kuat dan melekat pada tokoh utama dalam novel Bekisar Merah.
Orang Jawa terkenal sebagai suku bangsa yang sopan dan halus, tetapi mereka juga
terkenal sebagai suatu suku yang tertutup dan tidakmau berterus terang (Koentjaraningrat,
2004:25). Sifat ini konon berdasarkan sifat orang Jawa yang ingin memelihara keharmonisan
atau keserasian dan menghindari pertikaian, baik yang menyangkut hubungan antara sesame
manusia maupun dengan alam. Oleh karena itu, mereka cenderung diam dan tidak
membantah apabila timbul perbedaan pendapat.
Sifat yang cenderung sopan, halus, dan sering berpura-pura inilah yang menjadi
pandangan hidupsebagian besar orang Jawa. Di mana pandangan hidup tersebut juga dilator
belakangi oleh ajaran yang selama ini dianut. Ajaran tersebut berupa satu keprecayaan yang
turun temurundalam bentuk hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan sesame manusia, dan
hubungan dengan diri sendiri (Prabowo, 2004:56). Ketiga ajaran tersebut diwujudkan ke
dalam bentuk pandangan hidup yang berupa eling (ingat), mituhu (percaya kepada-Nya), dan
pracoyo (percaya) untuk hubungan dengan Tuhan.
Hubungan dengan sesame manusia diwujudkan dalam bentuk sungkan (rasa hormat
yang sopan terhadap atasan atau sesama yang belum dikenal), wedi (takut), isin (malu), dan
ethok-ethok (di luar lingkungan keluarga inti orang tidak akan memperlihatkan perasaan yang
sebenarnya/berpura-pura). Sungkan adalah malu dalam arti yang lebih positif. “Rasa hormat
yang sopan terhadap atasan atau sesama yangbelum dikenal”. Sebagai pengekangan halus
terhadap kepribadian sendiri demi hormatterhadap pribadi lain (Prabowo, 2004:79).
Hubungan dengan diri sendiri juga diwujudkan dalam bentuk rila (rela), nrima (menerima),
sabar, mawas diri (memahami diri), dan mencintai diri (Prabowo, 2004:83).
Pandangan hidup tersebut secara nyata diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari oleh
masyarakat. Bentuk pandangan hidup tersebut juga dipahami oleh laki-laki dan wanita
sebagai bagian dari anggota masyarakat. Wanita sendiri dalam budaya Jawa merupakan
akronim dari kata wani ditata artinya, seorang wanita Jawa harus dapat mengatur segala
sesuatu yang dihadapinya, khususnya dalam rumah tangga (Endraswara, 2012:56).
Seorang wanita Jawa yang baik, menurut pandangan hidup orang Jawa, harus dapat
memahami makna ma telu (3 M), masak (memasak), macak (bersolek), manak (melahirkan)
(Zaini, 2015:212).
Kondisi tersebut melegitimasikan bahwa pandangan hidup wanita Jawa yang baik
adalah mereka yang berpegang teguh pada ajaran dan mampu melaksnakan 3M. Berangkat
dari realitas tersebut, hampir setiap wanita Jawa memiliki pandangan hidup sesuai dengan
apa yang diepelajarinya selama ini. Apabila setiap wanita Jawa mampu melakukan dan
menerapkan pandangan hidup Jawa, maka akan memberikan ketentraman dan ketenangan
batin dalam menjalani setiap kehidupan di dunia. Ketenangan batin tersebut juga akan
semakin meninggikan derajat manusia baik di mata Allah SWT dan di mata sesama manusia.
Penelitian serupa yang mencoba mengangkat permasalahan mengenai pendangan
hidup tokoh utama pernah dilakukan sebalumnya oleh (Yanti, 2014) dengan judul Analisis
Pandangan Hidup Tokoh Alif dalam Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi, yang lebih
menakanpan pada pandangan tokoh Alif dalam segi (1) makna cita-cita, (2) makna kebajikan,
dan (3) makna sikap hidup. Selanjutnya penelitian yang sama juga dilakukan oleh (Utomo,
2016) dengan judul Pandangan Hidup Tokoh Perempuan dalam Novel Menebus Impian
Karya Abidah El Khalieqy, yang lebih menekankan pada (1) pandangan hidup yang
bersumber dari agama, (2) pandangan hidup yang berkaitan dengan makna kesuksesan, dan
(3) pandangan hidup akan makna cinta.
Berangkat dari kedua penelitian yang pernah dilakukan tersebut, maka peneliti
melakukan penelitian yang menekankan pada pandangan hidup tokoh utama yang lebih fokus
pada ketiga unsur kehidupan yaitu (1) hubungan manusia dengan Tuhan, (2) hubungan
manusia dengan sesama manusia, dan (3) hubungan manusia dengan diri sendiri.
KAJIAN TEORI
Pada dasarnya setiap manusia pasti mempunyai pandangan hidup, pandangan hidup
tersebut bersifat kodrati dan menentukan masa depan seseorang. Menurut (Prabowo,
2004:67) pandangan hidup adalah pendapat atau pertimbangan yang dijadikan sebagai
pegangan, pedoman, petunjuk dan arahan hidup. Pandangan hidup tidak bisa timbul dalam
waktu yang singkat dan cepat, tetapi membutuhkan waktu yang lama dan terus menerus,
sehingga nantinya dapat dibuktikan kebenarannya. Pandangan hidup yang ada pada diri
manusia terbagi menjadi tiga yaitu (1) pandangan hidup tentang hubungan manusia dengan
Tuhan, (2) pandangan hidup tentang hubungan manusia dengan sesama manusia/ masyarakat,
dan (3) pandangan hidup tentang hunbungan manusia dengan dirinya sendiri.
Pandangan hidup tidak dapat langsung terjadi tanpa adanya unsur pembangunnya.
Unsur-unsur tersebut meliputi cita-cita, keyakinan/kepercayaan, kebajikan, dan usaha,
keempatnya merupakan suatu unsur kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
(1) Cita-cita
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006:167) cita-cita yaitu keinginan, angan-
angan,tujuan yang selalu ada dalam pikiran. Baik keinginan, angan-angan dan tujuan
merupakan tujuan yang ingin diperoleh seseorang pada masa yang akan datang. Dengan
demikian cita-cita merupakan pandangan masa depan, pandangan hidup yang akan datang.
Pada umumnya cita-cita merupakan garis linier yang semakin lama semakin tingi
tingkatannya.
(2) Kebajikan
Kebajikan atau perbuatan yang mendatangkan kebaikan pada hakekatnya sama
dengan perbuatan moral, perbuatan yang sesuai dengan norma-norma agama dan etika.
Manusia berbuat baik karena menurut kodratnya manusia itu baik, makhluk bermoral, atas
dorongan hatinya manusia berbuat baik. Manusia adalah seorang pribadi yang terdiri atas
jiwa dan badan, keduanya akan berpisah bila manusia itu meninggal. Karena merupakan
pribadi, manusia mempunyai pendapat sendiri, ia mencintai dirinya sendiri, perasaan sendiri,
citicita sendiri dan sebagainya. Manusia sebagai mahluk sosial manusia hidup bermasyarakat,
manusia saling membutuhkan, saling menolong dan menghargai sesama anggota masyarakat.
Sebaliknya juga saling membenci, saling mencurigai, saling merugikan dan sebagainya.
(3) Usaha
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006:688) usaha/perjuangan adalah kerja
keras untuk mewujudkan cita-cita. Setiap manusia harus kerja keras untuk kelanjutan
hidupnya. Sebagian hidup manusia adalah usaha/perjuangan. Perjuangan untuk hidup, dan ini
sudah kodrat manusia. Tanpa ada usaha/perjuangan, manusia tidak dapat hidup sempurna.
Kerja keras itu dapat dilakukan dengan otak/ilmu maupun dengan tenaga/jasmani, atau
dengan kedua-duanya. Kerja keras pada dasranya menghargai dan meningkatkan harkat
martabat manusia. Sebaliknya pemalas malah mebuat manusia miskin, melarat dan
menjatuhkan harkat martabatnya sendiri.

(4) Keyakinan/Kepercayaan
Keyakinan/kepercayaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006:526) adalah
keyakinan; keimanan. Kepercayaan yang menjadi dasar pandangan hidup berasal dari akal
atau kekuasaan Tuhan.

Hubungan Manusia dengan Tuhan


Manusia pada umumnya mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Adanya
pengetahuan mana yang baik dan mana yang buruk adalah suatu kesadaran moral. Kesadaran
moral tersebut menuntun manusia untuk memilih kebaikan demi kelangsungan hidupnya.
Kesadaran manusia bergantung dari yang Ilahi, dan bagi orang Jawa ada peringatan
“jangan melupakan asalmu” yang merupakan slogan yang selalu mengingatkan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan. Berkaitan dengan kesadaran dalam hubungannya dengan
Tuhan, manusia atau masyarakat Jawa selalu eling (ingat), pracaya (percaya), mituhu
(percaya kepadanya). Ketiga sikap batin tersebut terlaksana dengan menaati segala perintah-
Nya.
(1) Eling
Menurut (Suseno, 1985:141) eling adalah ingat akan Allah. Manusia sebagai mahluk
ciptaan Tuhan hendaknya selalu mengingat akan Allah sebagai Sang pencipta. Hal ini
ditujukan agar manusia selalu mengingat Allah di mana dan kapan pun ia berada, dan
menjadi sarana untuk selalu mendekatkan diri pada- Nya. Dengan mengingat Allah, manusia
akan senatiasa mendapatkan kedamaian hati dan ketengan pikiran dalam menjalni setiap
langkah kehidupan.
(2) Pracaya
Menurut (Suseno, 1985:141) pracaya adalah Percaya, orang hendaknya selalu
mempercayakan diri pada bimbingan Yang Ilahi. Dalam bersikap hendaknya manusia
selalu mempercayakan kepada Allah untuk selalu membimbing menuju jalan yang benar.
Sebagai manusia, pasti kita tidak akan pernah lepas dari sebuah kesalahan yang pernah
diperbuat. Oleh karena itu, kita sebagai manusia hendaknya mempercayakan segalanya
kepada sang Pencipta untuk selalu membimbing kita menuju jalan yang benar.
(3) Mituhu
Menurut (Suseno, 1985:141) mituhu adalah percaya kepadanya. Sebagai manusia
pastinya memiliki segala keinginan dan rencana yang bermacam-macam, harus disadari
bahwa manusia memang bisa merencanakan segala sesuatu tapi yang menentukan semuanya
adalah Allah. Oleh karena itu, hendaknya mempercayakan segala sesuatunya kepada-Nya.
Karena Allah merupakan sebaik-baiknya perencana untuk semua mahluk yang telah
diciptakanhya.

Hubungan Manusia dengan Manusia


Hubungan manusia dengan sesamanya tidak dapat dipisahkan dari hakikat keberadaan
manusia di dunia dalam hubungannya dengan Penciptanya (Hablumminannas berdasarkan
Hablumminallah). Hubungan manusia dengan sesamanya disebut hubungan horizontal antar
manusia, yang terwujud dalam suasana hormatmenghormati, saling menghargai, saling tolong
menolong. Masyarakat Jawa yang sudah memiliki kematangan moral akan memiliki sikap
batin sungkan, wedi, isin, dan ethok-ethok. Sikap batin tersebut dibutuhkan dalam
bermasyarakat atau bersosialisasi, sehingga dapat mencirikan diri sebagai orang Jawa tulen.
(1) Sungkan
Menurut (Suseno, 1985:65) sungkan adalah malu dalam arti yang lebih positif. “Rasa
hormat yang sopan terhadap atasan atau sesame yang belum dikenal”. Sebagai pengekangan
halus terhadap kepribadian sendiri demi hormat terhadap pribadi lain. Sungkan adalah rasa
malu positif yang dirasakan berhadapan dengan atasan. Tatanan ini lebih mengarah pada
pengekangan rasa malu yang lebih bersifat positif.
(2) Wedi
Menurut (Suseno, 1985:63) wedi adalah berarti takut, baik sebagai reaksi terhadap
ancaman fisik maupun sebagai rasa takut terhadap akibat kurang enak suatu tindakan. Orang
Jawa sangat memegang erat prinsip hidup ini sebagai sebuah pandangan hidup. Oleh karena
itu, orang Jawa merupakan salah satu individu yang dapat dikategorikan sangat sulit ditebak.
(3) Isin
Menurut (Suseno, 1985:63) isin adalah berarti malu, juga dalam arti malu-malu,
merasa bersalah, dan sebaginya. Sikap malu sebisa mungkin di dalam masyarakat Jawa sudah
tertanam/dibiasakan sejak kecil, dengan sikap malu nantinya manusia tersebut mampu
menjaga dirinya sendiri di depan orang.
(4) Ethok-ethok
Menurut (Suseno, 1985:43) ethok-ethok adalah bahwa di luar lingkungan keluarga inti
orang tidak akan memperlihatkan perasaanperasaan yang sebenarnya. Itu terutama berlaku
tentang perasaanperasaan negatif. Walaupun seseorang diliputi kesedihan yang mendalam, ia
diharapakan tersenyum. Apabila kita mendapatkan kunjungan orang yang kita benci, kita
harus tetep kelihatan gembira.

Hubungan Manusia dengan Dirinya Sendiri


Manusia menurut kodratnya selain sebagai mahluk sosial adalah sebagai mahluk
individu. Sebagai mahluk individu manusia memiliki akal, rasa dan kehendak sehingga
mempunyai tujuan hidup yang berberda masing-masing individunya. Tujuan hidup yang
sama adalah untuk mencapai kebahagian hati bersama. Kebahagiaan hati bersama dapat
tercapai apabila masing-masing individu sudah mendapatkan kebahagian pribadinya.
Kebahagiaan pribadi terlaksana apabila manusia mampu menerapkan sikap rila (rela), nrima
(menerima), sabra (sabar).
(1) Rila (rela)
Menurut (Suseno, 1985:143) rila adalah kesanggupan untuk melepaskan, sebagai
kesediaan untuk melepaskan hak milik, kemampuankemampuan dan hasil-hasil pekerjaan
sendiri apabila itulah yang menjadi tuntutan tanggung jawab atau nasib.
(2) Nrima (menerima)
Menurut (Suseno, 1985:143) nrima adalah menerima segala apa yang mendatangi
kita, tanpa protes dan pemberontakan. Menurut Mulder (1973:25) menyatakan kalau nrima
berarti tahu tempatnya sendiri, percaya pada nasib sendiri dan berterima kasih kepada
“Tuhan” karena ada kepuasaan dalam memenuhi apa yang menjadi bagiannya dengan
kesadaran bahwa semuanya telah ditetapkan oleh “Tuhan” tanpa bisa kita mengetahuinya.
(3) Sabar (sabar)
Menurut Kamus Besar Bahsa Indonesia (2006:588) sabra adalah tidak meledak
emosinya, tidak lekas marah, tahan menghadapi cobaan; tabah; tenang. Dalam setiap
kehidupan, manusia tidak pernah lepas dari cobaan. Tentunya cobaan tersebut untuk
mengukur tingkat kesabaran manusia itu sendiri dalam menjalaninya. Dengan sikap sabra
segala sesuatunya pasti akan lebih tertata.
Pandangan hidup yang dimiliki oleh setiap manusia akan menuntun manusia untuk
menjadi seperti yang ia inginkan, dan menunjukkan jati diri serta pribadinya sendiri. Pada
dasranya semua manusia memiliki pandangan hidup dalam menjalani setiap kehidupan, yang
nantinya akan diwujudkan dalam bentuk yang lebih nyata yaitu sikap.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sasatra, Adapun jenis penelitian ini
adalah kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Sumber data
penelitian berupa novel Bekisar Merah karya Ahmad Tohari. Data dalam penelitian berupa
satuan cerita dan kutipan-kutipan dalam novel yang menunjukkan pandangan hidup wanita
Jawa. Teknik pengumpulan data yaitu membaca secara cermat dan berulang-ulang,
mengidentifikasi, mencatat atau memberi kode, memeriksa atau menyeleksi, dan memasukan
data. Analisis datanya dilakukan dengan cara (1) mencari hubungan antardata, (2)
interpretasi, (3) analisis data, (4) menyimpulkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pandangan Hidup Wanita Jawa dalam Novel “Bekisar Merah” Karya Ahmad Tohari
Sesuai dengan tujuan penelitian didapati tiga pandangan hidup tokoh utama dalam
bentuk hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesame manusia, dan
hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Ulasan dari hasil penelitian akan dibahas sebagai
berikut.
Hubungan Manusia dengan Tuhan
Manusia pada umumnya mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Adanya
pengetahuan mana yang baik dan mana yang buruk merupakan suatu kesadaran moral.
Kesadaran moral tersebut menuntun manusia untuk memilih jalan kebaikan demi
kelangsungan hidupnya. Kesadaran manusia bergantung dari yang Ilahi, dan bagi orang Jawa
ada peringatan “jangan melupakan asalmu” yang merupakan slogan yang selalu
mengingatkan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan. Berkaitan dengan kesadaran
dalam hubungannya dengan Tuhan, manusia atau masyarakat Jawa selalu eling (ingat),
pracaya (percaya), mituhu (percaya kepadanya). Ketiga sikap batin tersebut terlaksana
dengan menaati segala perintah-Nya. Seperti pada kutipan novel berikut ini.
“Aku boleh dibilang punya semuanya kemudahan untuk melakukan hal itu. Bahkan
sudah kubilang, suamiku pun mengizinkannya. Tetapi,.semua.itu.terasa.ganjil.Jat,.dan.aku.m
asih.eling” (BM/2005/Hlm.295/L/ PH/El-1)

Kesempatan untuk melakukan seusatu yang menyimpang dari ajaran agama telah
datang dan menghampiri Lasi. Kesempatan itu terbuka lebar
karena suaminya pun memberikan Lasi kesempatan. Namun Lasi berpandangan bahwa
semua itu terasa menyalahi aturan dan ganjil bagi dirinya, sehingga semua itu membuat
dirinya semakin ingat akan Tuhan dan berusaha menjahuinya. Keinginan tersebut sempat
membuat Lasi tergoda karena keaadan suaminya yang hanya tergolek tak berdaya. Akan
tetapi, ajaran sewaktu kecil masih tetap dipegang teguh oleh Lasi dan menjadikan dirinya
kukuh dan teguh pada pendirianya. Bentuk lain kepercayaan Lasi adalah perasan bahwa
Gusti Allah telah mendengarkan doanya, dan itu semua telah terbukti. Seperti kutipan berikut
ini.
“Oh betul gusti Allah ora sare, bisik Lasi untuk dirinya sendiri. Akhirnya.kang.Darsa.
sembuh.karena.welasasih- Nya” (BM/2005/Hlm.68/L/ PH/M-1)
Lasi merasa segala doa, usaha, dan kerja kerasnya selama ini untuk merawat Darsa
telah didengarkan oleh Gusti Allah. Darsa kini telah sembuh dan pulih kembali seperti dulu
kala. Gusti Allah memang ora sare, berkat welas-asih- Nya kang Darsa sembuh, kata-kata itu
yang terus terucap dari mulut Lasi. Lasi masih percaya apa yang selama ini menjadi
keinginannya pasti akan terwujud bila Gusti Allah berkehendak. Ini ditunjukkan pada kutipan
di bawah ini.
“Lasi sering bilang dalam hati bahwa hal itu hampir tidak mungkin. Namun sering
juga keyakinannya berubah. Bila Gusti Allah berkehendak, apa pun bisa terjadi”
(BM/2005/Hlm.157/L/ PH/M-2)
Lasi selama ini memang sangat mengharapkan bertemu dengan ayah kandungnya,
namun semua itu terkadang dirasakannya sebagai hal yang tidak mungkin terjadi. Tetapi
sebagai manusia yang percaya pada Tuhan, Lasi percaya kalau memang Tuhan berkehandak
untuk mempertemukan semua itu mungkin saja terjadi.
Hubungan Manusia dengan Sesama Manusia
Hubungan manusia dengan sesamanya tidak dapat dipisahkan dari hakikat keberadaan
manusia di dunia dalam hubungannya dengan Penciptanya. Hubungan manusiadengan
sesamanya disebut hubungan horizontal antarmanusia, yang terwujud dalam suasana
hormatmenghormati, saling menghargai, saling tolong menolong. Masyarakat Jawa yang
sudah memiliki kematangan moral akan memiliki sikap batin sungkan, wedi, isin, dan ethok-
ethok. Sikap batin tersebut dibutuhkan dalam bermasyarakat atau bersosialisasi. Seperti pada
kutipan di bawah ini.
“Jat, aku bungah kamu menyusul aku kemari. Tetapi aku tidak mau
pulang. Biarlah aku di sini. Aku ingin ngisis dari kegerahan hidupku sendiri.”Tidak kasihan
sama Emak? Dia kelihatan begitu menderita. Hening. Lasi menunduk dan mengusap air
matanya. Tapi.itu.tak.bisa.meng ubah.keputusan.ku.Jat! ” (BM/2005/Hlm.178/L/ PH/Et-1)
Perasaan Lasi merasa senang karena dikunjungi orang yang dulu dianggapnya adik,
Kanjat menyusulnya ke Jakarta, maksud Kanjat menyusul Lasi untuk mengajaknya pulang.
Namun Lasi tetap kukuh pada pendiriannya, walaupan sempat dia menangis ketika Kanjat
memberikan kabar tentang Emak. Lasi berpandangan bahwa dia tetap ingin mencari
ketenangan dulu dari segala masalah yang dihadapinya sekarang, dan tidak mau ikut Kanjat
pulang. Walaupun sebetulnya dia ingin pulang dan bertemu dengan Emaknya. Setelah
menolak ajakan Kanjat, tamu yang ditunggu Lasi akhirnya datang juga. Tak seberapa lama
mereka berbicara, lalu mereka berdua keluar. Seperti pada kutipan di bawah ini.
“Mereka berdekatdekatan. Lasi kembali merasa tidak seharusnya berada dalam
keadaan seperti ini. Lebih lagi karena kamudian Handarbeni melingkarkan tangan pada
pundaknya. Risi. Tetapi Lasi tak berani berbuat sesuatu yang mungkin nanti bisa
menyinggung perasaan Pak Han” (BM/2005/ Hlm.222/L/PH/W-1)
merasa tidak seharusnya berada dalam keadaan seperti ini. Lebih lagi karena kamudian
Handarbeni melingkarkan tangan pada pundaknya. Risi. Tetapi Lasi tak berani berbuat
sesuatu yang mungkin nanti bisa menyinggung perasaan Pak Han” (BM/2005/
Hlm.222/L/PH/W-1) Setelah puas berjalan-jalan Handarbeni mengajak Lasi pulang ke
rumahnya yang berada di Slipi. Sesampainya di sana kejadian yang sebelumnya tidak pernah
dibayangkan Lasi terjadi. Mereka berdua saling berdekatan, Lasi berpandangan ini semua
tidak seharusnya terjadi karena tidak ada ikatan yang melegalkan semua ini. Namun Lasi
tidak bisa berbuat apaapa dia merasa takut perbuatannya akan menyinggun perasaan
Handarbeni. Setelah kejadian itu Lasi resmi dinikahi oleh Handarbeni. Lasi meminta pada
Handarbeni untuk pulang sejanak dan menengok keadaan kampungnya. Hal itu ditunjukkan
pada kutipan di bawah ini.
“Mata Lasi basah. Darsa menunduk. Lasi melihat pongkarpongkar teronggok di
emper samping, diam dan kosong. Tungku pengolah nira, dingin dan mati. Suasana terasa
gamang meskipun Kanjat, Lasi.dan.Darsa.samasama. berusaha.tersenyum”
(BM/2005/Hlm.303/L/ PH/Et-2)
Lasi tidak bisa melihat semuanya. Kehidupan Darsa yang berubah, segala perkakas
penyadap telah tergelatak dan tak terpakai lagi. Bahkan tempat untuk mengolah nira sudah
tak berasap lagi. Lasi berpandangan nantinya apa yang akan bisa diperbuat Darsa dengan
keadaan seperti sekarang ini. Setelah beberapa lama Lasi mengamati semuanya, Dia, Kanjat
dan Darsa mencoba untuk mencairkan ketegangan dengan saling melemparkan senyum,
namun senyum itu adalah senyum kegetiran.
“Lasi keluar masih dengan kimono merahnya. Wajahnya merona merah ketika
Handarbeni mengajaknya bersalaman setelah memujinya dengan acungan jempol”
(BM/2005/Hlm.188/L/ PH/Su-1)
Masih dengan keluguannya Lasi berjalan cepat untuk keluar memenuhi panggilan Bu
Lanting. Seketika Lasi keluar dan masih mengenakan kimono merah. Setelah itu wajahnya
yang putih berubah menjadi merah karena Handarbeni memujinya dengan mengacungkan
jempol, hal ini semakin membuat Lasi merasa segan pada Handarbeni. Setelah resmi menjadi
istri Handarbeni Lasi pulang untuk mengurus surat cerainya. Setelah segalanya selesai Lasi
ingin memmbaur dengan orang desanya, namun Lasi sadar bahwa dirinnya kini telah menjadi
seorang janda, hal inilah yang mengurungkan niat Lasi.
“Semula Lasi hendak ikut serta, tetapi kemudian mengurungkan niat begitu
menyadari dirinya baru sehari menjadi janda. Lasi merasa belum sanggup hadir di tengah
orang banyak; tak sanggup menahan tatapan mata mereka” (BM/2005/Hlm.254/L/PH/I- 1)
Sejak resmi menjadi istri Handarbeni Lasi sebetulnya ingin pulang ke desanya dan
melepaskan rindu pada segala kerinduannya pada desa yang dulu telah membesarkannya.
Namun setelah Lasi sadar kalau dirinya kini telah menjadi janda, maka secepat itu pula
pikiran Lasi berubah dan mengurungkan niatnya untuk keluar dan berkeliling menikmati desa
yang dulu telah membesarkannya. Hal ini kerena Lasi tidak sanggup menahan banyaknya
tatapan mata dan ucapan yang ditujukan pada dirinya nanti jika bertemu dengan orang di
desanya. Setelah lama berpisah dengan Darsa, Lasi tiba-tiba teringat padanya. Dengan kabar
kurang menyenangkan yang datang dari Darsa. Seketika itu juga Lasi langsung menjenguk
Darsa dengan ditemani Kanjat. Seperti pada kutipan di bawah ini.
“Tawa Darsa meledak. Kanjat dan Lasi terpaku karena keduanya tahu, setengah kilo
gula tak lebih berharga daripada setengah kilo beras” (BM/2005/Hlm.304/L/ PH/Et-3)
Musibah yang dialaminya membuat Darsa merasa bimbang, apa yang hendak
dilakukanya. Meminta tolong pada Kanjat, Itu tidak munngkin. Dan ketika tak mampu lagi
menahan segalanya, tawa Darsa tiba-tiba memecah suasana yang hening. Lasi dan Kanjat
sadar bahwa apa yang bisa didapatkan oleh Darsa nantinya kalau hanya menyadap dua kelapa
saja. Namun Lasi dan Kanjat tidak bisa berbuat apa-apa, mereka hanya mampu tersenyum,
senyum yang menutupi rasa yang tidak mungkin bisa diungkapkan oleh Lasi.
Hubungan Manusia dengan Dirinya Sendiri
Manusia menurut kodratnya selain sebagai mahluk sosial adalah sebagai mahluk
individu. Sebagai mahluk individu manusia memiliki akal, rasa, dan kehendak, sehingga
mempunyai pandangan hidup yang berbeda masing-masing individunya. Pandangan hidup
yang sama adalah untuk mencapai kebahagian hati bersama. Kebahagiaan hati bersama dapat
tercapai apabila masing-masing individu sudah mendapatkan kebahagian pribadinya.
Kebahagiaan pribadi terlaksana apabila manusia melakukan rila (rela), nrima (menerima),
sabar, mawas diri (memahami diri), dan mencintai diri. Seperti pada kutipan di bawah ini.
“Masih, kang. Uang juga masih ada sedikit. Kita besok masih bisa
makan.andai.kata.nira.sore.ini.terpaksa.tidak. diolah” (BM/2005/Hlm.10/L/PH/N-1)
Sebagai keluarga penyadap nira, gagal dalam mengolah nira merupakan hal yang
biasa terjadi. Setiap kali gagal mengolah nira uang yang dikumpulkan terkadang menjadi
korban. Namun Lasi berpandangan itu semua sebagai jalannya nasib dan harus menerimanya
sebagai bagian dari kehidupan. Walaupun hidup sebagai seorang istri penyadap yang serba
kekurangan tapi Lasi tidak pernah mengeluh dan tetap menjalanianya. Bentuk nrima ing
pandum lainnya juga ditunjukkan dalam kutipan berikut.
“Lasi tidak perlu mempermasalahkan kesulitan hidup dan kemiskinan karena mereka
tak pernah mampu melihat jalan keluar. Atau keduanya sudah diterima sebagai bagian
keseharian yang sudah menyatu dan terlanjur akrab sehingga tak perlu mempertanyakannya
lagi” (BM/2005/Hlm.205/L/ PH/N-2)
Sebagai istri seorang penyadap Lasi telah cukup banyak mengalami masalah
kekurangan dan kemiskinan yang seolah tidak pernah terlihat jalan keluarnya. Walaupun
demikian selama Lasi menjadi istri Darsa, ia tidak pernah mempunyai niat untuk
meninggalkan semua itu, entah karena telah akrab dengan semuanya itu atau rasa setianya
pada Darsa. Nasib istri seorang penyadap memang hampir tidak pernah merasakan
kebahagiaan. Terlepas dari segala masalah kemiskinan yang membelit, masih ada masalah
lagi yang harus dihadapi sebagai seorang istri penyadap. Di mana saat sang suami terjatuh
saat mengambil nira. Segala upaya dilakukan untuk menolong atau menyembuhkannya.
Seperti pada kutipan di bawah ini.
“Nanti Lasi tak boleh lagi menjual gulanya kepada pedagang lain dan harga yang
diterimanya selalu lebih rendah. Malangnya bagi istri seorang penyadap, kepahitan ini masih
lebih manis daripada membiarkan suami tak berdaya dan terus mengerang kesakitan”
(BM/2005/Hlm.25/L/PH/R-1)
Sesaat setelah Darsa terjatuh semua tetangga berdatangan untuk melihat keadaan
Darsa. Seketika kebingungan melanda semuanya, apa yang harus dilakukan untuk menolong
Darsa. Tiba-tiba Mbok Wiryaji mempunyai jalan keluar yang mungkin bisa menolong Lasi,
tetapi resiko yang besar telah menghadang apabila mengambil jalan keluar tersebut. Dimana
nantinya Lasi tidak akan boleh menjual gulanya kepada orang lain selain itu harganya juga
jauh lebih rendah dari biasanya. Inilah resiko sebagai seorang istri penyadap yang harus
mampu merelakan segalanya demi melihat sang suami sembuh kembali. Walaupun Lasi
harus bersabar untuk menunggui Darsa terbaring seperti orang yang tidak bisa melakukan
apaapa, namun Lasi masih tetap setia menungguinya. Seperti ada pada kutipan di bawah ini.
“Tidak juga. Saya kira Lasi tetap setia menemani suaminya yang bau sengak itu. Dan
hal itulah yang membuat saya malah jadi lebih kasihan kepadanya. Masalahnya, apakah Lasi
harus menderita lahir batin seumur hidup?” (BM/2005/Hlm.59/L/PH/Sb-1)
Sebagai seorang istri Lasi merasa sedih dengan kejadian yang menimpa Darsa, apa
yang bisa dilakukan oleh seorang istri pada saat itu adalah menunggui suami yang terbaring
sakit. Hal inilah yang mengisi pikiran Lasi, apa lagi yang harus diperbuatnya lagi sebagai
seorang istri. Walaupun harus bergulat dengan segala hal yang kotor, demi kesembuhan sang
suami tercinta.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis didaptakan kesimpulan bahwa pandangan hidup wanita
Jawa dalam novel Bekisar Merah karya Ahmad Tohari terbagi ke dalam tiga jenis sebagai
berikut.
(1) Pandangan hidup wanita Jawa terhadap hubungan manusia dengan Tuhan. Hasil analisis
menunjukkan dalam novel Bekisar Merah digambarkan wanita Jawa memiliki pandangan
hidup orang Jawa taat dan patuh akan Tuhannya. Adapun pandangan hidup terhadap
hubungan manusia dengan Tuhan meliputi, eling (ingat), pracaya (percaya), mituhu (percaya
kepadanya).
(2) Pandangan hidup wanita Jawa terhadap hubungan manusia dengan sesama manusia. Hasil
analisis dalam novel Bekisar Merah menggambarkan bahwa wanita Jawa yang memiliki
kematangan moral akan memiliki sikap batin sungkan (rasa hormat yang sopan terhadap
atasan atau sesama yang belum dikenal), wedi (takut), isin (malu), dan ethok-ethok (di luar
lingkungan keluarga inti orang tidak akan memperlihatkan perasaanperasaan yang
sebenarnya/berpura-pura).
(3) Pandangan hidup wanita Jawa terhadap hubungan manusia dengan diri sendiri. Adapun
hasil analisis menunjukkan pandangan hidup wanita Jawa terhadap hubungan dengan diri
sendiri adalah rila (rela), nrima (menerima), sabar, mawas diri (memahami diri), dan
mencintai diri.

C. Identitas Jurnal Pembanding

 Judul : Nilai-Nilai Kearifan Lokal Dalam Pandangan Hidup


Masyarakat Adat Kampung Duta
 Pengarang : Trisna Sukmayadi
 Nama Jurnal : Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan
 Volume dan Tahun : Vol. 3, No. 1, Januari 2018
 ISSN : 2527-7057 (Electronic), 2545-2683 (Print)

D. Isi Resensi Jurnal Pembanding

PENDAHULUAN
Seiring berjalannya era globalisasi pada seluruh tatanan kehidupan bangsa,
mengharuskan negara Indonesia waspada terhadap hal-hal yang berdampak negatif. Dari
sekian banyak dampak negatif, adalah adanya percampuran budaya yang berpengaruh
terhadap gaya hidup, yaitu pandangan suatu masyarakat terhadap pola kehidupnnya.
Pergeseran pola pandangan hidup, dapat memungkinkan bergesernya nilai-nilai kehidupan
dari yang baik mengarah ke yang buruk, ataupun sebaliknya.
Pergeseran nilai-nilai kehidupan bangsa tidak terlepas dari bagaimana pemahaman
generasi muda bangsa Indonesia terhadap Pancasila, yang oleh para pendiri bangsa disebut
sebagai pandangan hidup bangsa (way of life). Pemahaman tentang arti penting Pancasila
dalam membangun moralitas bangsa semakin hari semakin berkurang. Padahal jikalau dilihat
dari sejarah pembuatan Pancasila, Pancasila dibuat berdasarkan nilai-nilai luhur budaya
bangsa, yang dalam hal ini adalah nilai-nilai kearifan lokal bangsa Indonesia. Oleh karena itu
tidak seharusnya Pancasila dilupakan apalagi sampai ditinggalkan.
Bagaimana memahami Pancasila, diawali dengan memahami dari mana Pancasila itu
dibuat. Artinya ketika bangsa Indonesia ingin memahami Pancasila, maka harus terlebih
dahulu memahami nilai-nilai kearifan lokalnya. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia merupakan pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pedoman ini
bukan hanya tulisan semata dalam bentuk perundang-ungangan, akan tetapi merupakan hal
yang nyata dan sesungguhnya ada dalam diri bangsa Indonesia. Pandangan hidup yang
seperti dituturkan dalam nilai-nilai Pancasila, dapat ditelusuri salah satunya dari pandangan
hidup masyarakat adat yang sampai saat ini masih memegang teguh meskipun arus
globalisasi kian tidak terbendung. Yanto, D (2016: 43) menguatkan bahwa “dengan suatu
pandangan hidup yang diyakininya bangsa Indonesia akan mampu memandang dan
memecahkan segala persoalan yang dihadapinya secara tepat”.
Penguatan pandangan hidup bagi bangsa Indonesia juga merupakan salah satu
penguatan pendidikan karakter bangsa. Pendidikan karakter atau pendidikan moral sangat
penting dalam membangun jati diri dan identitas bangsa. Berbagai permasalahan yang terjadi
saat ini merupakan sebuah cerminan bahwa kita sedang mengalami krisis karakter atau
dekadensi moral, seperti pergaulan bebas, penggunaan narkoba, tawuran, maraknya tindak
korupsi, penistaan agama dan sebgainya. Dahulu, Presiden pertama RI Ir. Soekarno pernah
mengatakan bahwa, “There’s no nation-building without character-building”, (Tidak akan
mungkin membangun sebuah Negara kalau pendidikan karakternya tidak dibangun). Oleh
karena itu pendidikan karakter bangsa sejatinya dimulai dari penguatan pandangan hidup,
yang dalam hal ini dapat digali kembali dari nilai-nilai kearifan lokal.
Nilai-nilai kerifan lokal dewasa ini telah banyak ditinggalkan. Seiring dengan
kemajuan teknologi informasi akibat dari tidak terbendungnya arus globalisasi dan masih
lemahnya sistem penyringan bangsa ini terhadap penangkal dampak negatif. Oleh karena itu,
diperlukan sekali penggalian nilai-nilai kearifan lokal yang sesunggunya itulah identitas
bangsa. Di Amerika Serikat, upaya untuk saling mengenal antar budaya satu dengan budaya
yang lainnya dikeal dengan pendidikan multikultur. Tujuan gerakan pendidikan multikultural
tersebut, menurut Banks (dalam Amirin, T.M. 2012: 3) merumuskan ada empat. Pertama
membantu individu memahami diri sendiri secara mendalam dengan mengaca diri dari kaca
mata budaya lain. Kedua, membekali peserta didik pengetahuan mengenai etnis dan budaya-
budaya lain, budayanya sendiri dalam budaya “mayoritas,” dan lintas budaya. Ketiga,
mengurangi derita dan diskriminasi ras, warna kulit, dan budaya. Keempat, membantu para
peserta didik menguasai kemampuan dasar membaca, menulis dan berhitung. Jadi jelas
berdasarkan pendapat Banks tersebut bahwa pemahaman tentang kearifan lokal merupakan
hal yang penting untuk diketahui dan dibelajarkan.
Nilai-nilai kearifan lokal merupakan nilai yang diwariskan para leluhur bangsa
Indonesia yang sampai saat ini sebetulnya masih ada dan terjaga. Nilai-nilai kearifan lokal
tersebut dapat dijumpai pada masyarakat adat. Masyarakat adat yang sampai hari ini masih
ada, tersebar di berbagai daerah di Indonesia, salah satunya adalah masyarakat adat Kampung
Kuta yang terletak di Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis.
Masyarakat adat Kampung Kuta sampai saat ini masih menjaga dan mempertahankan
warisan leluhurnya yaitu pandangan hidup yang sebetulnya tersebunyi dibalik perilaku
kehidupan sehari-hari mereka. Pandangan hidup inilah yang membuat mereka menjadi
masyarakat yang kuat dalam menjaga dan membina nilai-nilai dalam keluarga, sosial, dan
keagamaan, sehingga mereka dapat hidup rukun, aman, da tenteram. Dapat timbul pertanyaan
dalam diri kita bahwa pandangan hidup seperti apakah yang ada pada masyarakat adat
Kampung Kuta? Bisakah sekarang ini dalam balutan era globalisasi kita seperti mereka?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus kita jawab sebagai cerminan untuk kita hari ini dalam
berperilaku.
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian yang
digunakan adalah studi kasus. Adapun gejala tertentu yang khas adalah masyarakat adat
Kampung Kuta masih memegang teguh pandangan hidupnya ditengah-tengah era globalisasi.
Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri yang terjun ke lapangan untuk
mencari informasi melalui observasi dan wawancara.
Situs penelitian berada di lingkungan masyarakat adat kampung Kuta yang terletak di
Desa Tambaksari Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat. Sasaran
penelitian ini adalah Ketua Adat, Wakil Ketua Adat, Tokoh /Sesepuh masyarakat Kampung
Kuta. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah studi literatur, wawancara,
observasi, dan studi dokumentasi
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan, yakni tahap orientasi, tahap
eksplorasi dan tahap member-check. Analisis data kualitatif yang akan digunakan peneliti
adalah berdasarkan pada model Miles dan Huberman (Sugiyono, 2007: 246) yang terdiri atas
tiga aktivitas, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.
HASIL
Berdasarkan data dan fakta dari narasumber beserta hasil obeservasi pada lingkungan
sosial, maka dapat diperoleh hasil penelitian tentang padangan hidup masyarakat adat
kampung Kuta, adalah sebagai berikut.
1. Jenis Pandangan Hidup Masyarakat Adat Kampung Kuta
a. Pandangan hidup tentang manusia sebagai pribadi
b. Pandangan hidup tentang hubungan manusia dengan masyarakat
c. Pandangan hidup tentang hubungan manusia dengan Tuhan dan Roh Leluhur
d. Pandangan hidup tentang manusia dalam mengejar kepuasan lahiriah dan batiniah
e. Pandangan hidup tentang alam

2. Nilai karakter yang tercermin dalam pandangan hidup masyarakat


a. Pandangan hidup tentang manusia sebagai pribadi
Karakter ikhlas, taat, visioner (berfikir jauh ke depan), bertanggung jawab, pengabdian, dan
setia.
b. Pandangan hidup tentang hubungan manusia dengan masyarakat

Karakter ikhlas, simpati, dan empati, rasa kasih sayang, toleran/bertengang rasa.
c. Pandangan hidup tentang hubungan manusia dengan Tuhan

Karater taat, ikhlas, rela berkorban, pengabdian, iman dan taqwa.


d. Pandangan hidup tentang manusia dalam mengejar kepuasan lahiriah dan batiniah

Karakter Taqwa, sederhana, dan rendah hati.


e. Pandangan hidup tentang alam
Karakter menghargai kesehatan, bijaksana, berfikir konstruktif, dan bertanggung jawab.

PEMBAHASAN
1. Makna pandangan hidup masyarakat adat Kampung Kuta
a. Pandangan hidup tentang manusia sebagai pribadi bermakna bahwa sebagai manusia
pribadi masyarakat adat Kampung Kuta tercermin dalam pola kehidupan, dimana pola
kehidupannya adalah penyerahan diri pada Tuhan yang maha kuasa, dibuktikan dengan
berbagai ritual upaca adat. mereka meyakini apa yang ada dalam diri mereka adalah atas
berkat karunia Tuhan dan Roh leluhur.
b. Pandangan hidup tentang hubungan manusia dengan masyarakat bermakna bahwa hal yang
harus ada dalam masyarakat adat kampung Kuta adalah saling berbagi satu sama
lain. Ini dibuktikan dengan tidak adanya warga Kampung Kuta yang berjualan beras. Oleh
karenanya tonggak gotong-royong menjadi modal utama dalam membangun masyarakat.
c. Pandangan hidup tentang hubungan manusia dengan Tuhan dan Roh Leluhur bermakna
bahwa seluruh yang dipunyai oleh masyarakat adat kampung Kuta merupakan milik Tuhan.
Pandangan hidup ini kemudian menjadi sentral dalam perilaku masyarakat adat kampung
Kuta, karena setiap perilaku kehidupan semuanya didasarkan pada Tuhan yang Maha Kuasa
dan Roh leluhur. Hal ini dibuktikan dengan berbagai upacara adat yang selalu dilaksanakan
setiap tahunnya, seperti upacara adat nyuguh yang dilaksanakan setiap tanggal 25 Shafar,
Sedekah Bumi yang dilaksanakan setiap 1 Muharam, dan Babarit (pangeling) dan Sawen
(penolak bala) dilaksanakan apabila ada yang sakit. Dan upacara adat tersebut sampai saat ini
belum ada satupun yang tidak dilaksanakan.
d. Pandangan hidup tentang manusia dalam mengejar kepuasan lahiriah dan batiniah
bermakna bahwa masyarakat adat Kampung kuta tidak terlalu mengejar yang sifatnya
lahiriah, akan tetapi yang mereka kejar adalah yang bersifat batiniah. Hal ini dibuktikan
dengan keserderhanaan dan kerendahan hati dalam kehidupan sehari-hari masyarakat
Kampung Kuta. Harta kekayaan, jabatan, hanyalah titipan dari tuhan yang Maha Kuasa, dan
warisan dari para leluhur/karuhun.
e. Pandangan hidup tentang alam bermakna bahwa adanya anggapan kehidupan di dunia
tidak terlepas dari alam. Alam adalah yang memberi bagaimana kita makan dan berkeluarga.
Oleh karena itu, masyarakat adat kampung Kuta sangat menjaga alam. Hal ini dibuktikan
dengan adanya hutan keramat. Hutan lindung (Leuweung Gede) menurut masyarakat Adat
Kampung Kuta merupakan kawasan hutan lindung (hutan adat atau hutan keramat) yang
dikeramatkan oleh masyarakat dan nenek moyang (karuhun) Kampung Kuta. Hutan adat
Kuta adalah seluas ±40 hektar dan berada di sebelah selatan Kampung Kuta. Hutan keramat
merupakan hutan alam yang masih utuh dan terjamin keasliannya. Di Kampung Kuta juga
apabaila ada
yang meninggal, tidak boleh dimakakamkan di sekitar Kampung, oleh karena tidak sehat bagi
pengairan. Maka mereka mengubur biasanya berjarak 2 km dari wilayah perkampungan dan
biasanya di dekat sungai. Hutan keramat tersebut pada tahun 2002 pernah diberi penghargaan
Kalpataru oleh Presiden RI.

2. Nilai-nilai karakter yang terkandung didalam pandangan hidup masyarakat adat


Kampung Kuta
Berdasarkan pada pemaparan hasil penelitian, dapat diidentifikasi beberapa nilai pandangan
hidup masyarakat Kampung Kuta, yaitu sebagai berikut.
Tabel 1. Nilai-nilai Karakter dalam Pandangan Hidup Masyarakat Adat Kampung Kuta

No. Pandangan Hidup Nilai Karakter Jumlah


Nilai
Karakter
1 Pandangan hidup tentang manusia Ikhlas, taat, visioner, 6
sebagai pribadi bertanggung jawab,
pengabdian, dan setia
2 Pandangan hidup tentang Ikhlas, simpati, empati, kasih 5
hubungan manusia dengan sayang, dan toleran
masyarakat
3 Pandangan hidup tentang Taat, ikhlas, rela berkorban, 6
hubungan manusia dengan Tuhan mengabdi, beriman, dan
bertakwa
4 Pandangan hidup tentang manusia Taqwa, sederhana, dan rendah 3
dalam mengejar kemajuan lahiriah hati
dan kepuasan batiniah
5 Pandangan hidup tentang alam Menghargai kesehatan, 4
bijaksana, berfikir konstruktif,
dan bertanggung jawab
Sumber: Diolah oleh Peneliti, 2016
Jumlah total nilai karakter yang ada dalam pandangan hidup masyarakat adat Kampung Kuta
sebanyak 24. Namun apabila nilai karakter yang sama dihapus, maka jumlah keseluruhannya
sebanyak 19, yaitu ikhlas, taat, visioner, bertanggung jawab, pengabdian, setia, simpati,
empati, kasih sayang, toleran, rela berkorban, mengabdi, iman, takwa, sederhana, rendah
hati, menghargai kesehatan, bijaksana, dan berfikir konstruktif
3. Pengertian nilai-nilai karakter yang terkandung didalam pandangan hidup
masyarakat adat Kampung Kuta

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi Dalam Jaringan (daring), dapat
diidentifikasi sebagai berikut:
Tabel 2. Makna Nilai-nilai Karakter dalam Pandangan Hidup Masyarakat Adat Kampung
kuta
No Nilai Karakter Makna
1 Ikhlas bersih hati; tulus hati
2 Taat a. senantiasa tunduk (kepada Tuhan,
pemerintah, dan sebagainya); patuh
b. tidak berlaku curang; setia
c. saleh; kuat beribadah:
3 Visioner orang yang memiliki khayalan atau
wawasan ke depan
4 Bertanggung Jawab berkewajiban menanggung; memikul
tanggung jawab
5 Pengabdian proses, cara, perbuatan mengabdi atau
mengabdikan
6 Setia a. berpegang teguh (pada janji, pendirian,
dan sebagainya); patuh; taat
b. tetap dan teguh hati (dalam persahabatan
dan sebagainya)
7 Simpati keikutsertaan merasakan perasaan (senang,
susah, dan sebagainya) orang lain
8 Empati keadaan mental yang membuat seseorang
merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam
keadaan perasaan atau pikiran yang sama
dengan orang atau kelompok lain
9 Kasih Sayang cinta kasih; belas kasihan
10 Toleran bersifat atau bersikap menenggang
(menghargai, membiarkan, membolehkan)
pendirian (pendapat, pandangan,
kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan
sebagainya) yang berbeda atau bertentangan
dengan pendirian sendiri
11 Rela Berkorban bersedia dengan ikhlas hati; tidak
mengharap imbalan, dengan kehendak atau
kemauan sendiri
12 Mengabdi menghamba; menghambakan diri; berbakti
13 Beriman mempunyai iman (ketetapan hati);
mempunyai keyakinan dan kepercayaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa
14 Bertakwa Menjalankan takwa, yakni:
a. terpeliharanya diri untuk tetap taat
melaksanakan perintah Allah dan menjauhi
segala larangan-Nya
b. keinsafan diri yang diikuti dengan
kepatuhan dan

ketaatan dalam melaksanakan perintah


Allah dan menjauhi segala larangan-Nya
c. kesalehan hidup;
15 Sederhana bersahaja; tidak berlebih-lebihan
16 Rendah Hati tidak sombong atau tidak angkuh
17 Menghargai Kesehatan memandang penting (bermanfaat, berguna,
dan sebagainya) kesehatan
18 Bijaksana
a. selalu menggunakan akal budinya
(pengalaman dan pengetahuannya); arif;
tajam pikiran
b. pandai dan hati-hati (cermat, teliti, dan
sebagainya) apabila menghadapi kesulitan
dan sebagainya
19 Berfikir Konstruktif bersifat membina, memperbaiki,
membangun
Sumber: Diolah oleh Peneliti, 2017
Nilai-nilai dominan yang disebutkan dalam tabel 2, adalah nilai taat. Masyarakat adat
Kampung Kuta sangat menjaga nilai ini. Hal ini dibuktikan dengan masih dipegangteguhnya
amanat para leluhur mereka, salah satunya adalah melaksanakan adat “pamali”. Pamali
adalah sebuah larangan tanpa harus bertanya kenapa. Oleh karena itu, jikalau ada sesuatu
yang ditidakbolehkan, maka disana hanya cukup memberitahu dengan kata “pamali”.
4. Nilai-nilai karakter yang terkandung didalam pandangan hidup masyarakat adat
Kampung Kuta dalam konteks pendidikan nasional
Perihal nilai-nilai karakter seperti yang tersaji dalam tabel 1, sebetulnya telah sejalan
dengan tujuan dan cita-cita pemerintah dalam mewujudkan Indonesia yang berkeadaban. Hal
ini dapat dilihat dalam tujuan dan fungsi pendidikan nasional. Dalam Undang-undang Nomor
20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, menyebutkan bahwa fungsi
penyelenggaraan pendidikan nasional adalah untuk “mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa.” Serta bertujuan “untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab”.Ada beberapa hal yang harus digaris bawahi dalam fungsi dan
tujuan tersebut, pertama fungsi menekankan pada pengembangan kemampuan dan
membentuk watak, kedua tujuan menekankan pada karakter beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan bertanggung jawab. Dalam pandangan hidup
masyarakat adat kampung Kuta, hal ini dinamakan sebagai pandangan hidup manusia tentang
hubungannya dengan Tuhan juga manusia dalam hubungannya dengan manusia sebagai diri
pribadi.
Fungsi dan tujuan pendidikan nasional apabila disandingkan dengan nilai-nilai
pandangan hidup masyarakat adat Kampung Kuta, menunjukan bahwa adanya keterpaduan
dan keserasian. Ini membuktikan bahwa fungsi dan tujuan pendidikan nasional kita memang
diambil dari nilai-nilai kearifan lokal. Dan nilai-nilai kearifan merupakan dasar dalam
menetapkan nilai-nilai yang bersifat nasional yang kemudian itu disebut sebagai identitas
nasional. Oleh karena itu, ketika kita menguatkan nilai-nilai kearifan lokal, maka
sesungguhnya kita telah menguatkan pula fungsi dan tujuan pendidikan nasional supaya
dapat terwujud secara nyata dan bukan hanya khayalan belaka.

5. Nilai-nilai karakter yang terkandung didalam pandangan hidup masyarakat adat


Kampung Kuta dalam konteks pendidikan karakter bangsa
Pemerintah melalui Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pendidikan Nasional (2010: 9-10) juga telah merinci nilai-nilai katrakter yang
harus dibelajarkan di sekolah. Adapun nilai-nilai tersebut adalah religius, jujur, toleransi,
disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta
tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komuniktif, cinta damai, gemar membaca, peduli
lingkungan, peduli sosial, dan tanggung-jawab. Kesemua nilai-nilai karakter yang
dicanangkan oleh pemerintah tersebut,
Perlunya penanaman karakter, yang dalam hal ini adalah nilai-nilai yang terkandung
dalam pandangan hidup, dikuatkan pula oleh Thomas Lickona (Suyatno, 2010: 5), yakni (1)
Banyaknya generasi muda saling melukai karena lemahnya kesadaran pada nilai-nilai moral,
(2) Memberikan nilai-nilai moral pada generasi muda merupakan salah satu fungsi peradaban
yang paling utama, (3) Peran sekolah sebagai pendidik karakter menjadi semakin penting
ketika banyak anak-anak memperoleh sedikit pengajaran moral dari orang tua, masyarakat,
atau lembaga keagamaan, (4) masih adanya nilai-nilai moral yang secara universal masih
diterima seperti perhatian, kepercayaan, rasa hormat, dan tanggung jawab, (5) Demokrasi
memiliki kebutuhan khusus untuk pendidikan moral karena demokrasi merupakan peraturan
dari, untuk dan oleh masyarakat, (6) Tidak ada sesuatu sebagai pendidikan bebas nilai,
sekolah mengajarkan nilai-nilai setiap hari melalui desain ataupun tanpa desain, (7)
Komitmen pada pendidikan karakter penting manakala kita mau dan terus menjadi guru yang
baik, dan (8) Pendidikan karakter yang efektif membuat sekolah lebih beradab, peduli pada
masyarakat, dan mengacu pada performansi akademik yang meningkat. Oleh karena itu
pemahaman tentang nilai-nilai karakter berbasis kearifan lokal perlu untuk digalakan
kembali. Hal ini tentunya akan menjadi akar/fondasi yang kuat dalam membentuk karakter
bangsa yang kuat.
Sukmayadi, T (2012: 42) menegaskan bahwa yang menjadi hakikat pendidikan
karakter adalah pendidikan nilai, sedangkan yang menjadi landasan filosofisnya adalah
berlandaskan pada nilai-nilai luhur Pancasila, yang seperti kita ketahui bahwa nilai-nilai luhur
Pancasila digali dari nilai-nilai tradisional masyarakat Indonesia. Pendidikan karakter
mengajarkan tentang nilai-nilai luhur Pancasila. Selain itu, Pancasila bagi bangsa Indonesia
merupakan ideologi dan dasar negara. Jadi, sudah menjadi suatu keniscayaan bahwa
Pancasila harus selalu menjadi yang utama dalam berkehidupan kebangsaan Indonesia. Atau
peneliti menyebutnya “Pancasila adalah harga mati bagi bangsa Indonesia”. Sehingga, yang
seharusnya menjadi titik sentral pembangunan karakter bangsa Indonesia adalah dari
penggalian nilai-nilai dasar Pancasila yang mungkin bagi sebagain warga negara Indonesia
kurang memahaminya. Hal ini merujuk pada meningkatnya tindak kejahatan dan sifat anarkis
yang menganggap bahwa segala sesuatunya hanya bisa diselesaikan dengan amarah. Nilai
dasar Pancasila yang harus menjadi acuan adalah nilai ketuhanan, kemanusian, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan. Kajian lebih lanjut terhadap Pancasila sebagai pandangan hidup,
dijelaskan oleh Wahyu (2011: 229) menegaskan bahwa fungsi Pancasila sebagai pandangan
hidup merupakan prinsip-prinsip dasar yang diyakini kebenarannya yang kemudian dijadikan
pedoman dalam menghadapi berbagai persoalan dalam kehidupan. Sebagai implikasi
Pancasila sebagai pandangan hidup, maka Pancasila juga merupakan jiwa dan keperibadian,
dan sekaligus menjadi moral dan karakter bangsa Indonesia. Oleh karena itu, upaya
membangun bangsa tidak bisa dilepaskan dari Pancasila yang menurut Notonegoro nilai-
nilainya digali dari budaya bangsa Indonesia sendiri. Berdasarkan pada pemaparan tersebut,
maka yang dimaksud dengan budaya bangsa Indonesia sendiri adalah kearifan lokal yang
dalam hal ini salah satunya adalah kearifan lokal yang ada pada masyarakat adat Kampung
Kuta. Konsep kearifan lokal terdiri dari dua kata, yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local).
Wisdom (kearifan) memiliki arti yang sama dengan kebijaksanaan, sedangkan lokal (local)
memiliki arti setempat. Secara umum maka local wisdom (kearifan lokal) dapat dipahami
sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai
baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya (Sartini, 2004: 111).
Selanjutnya Lubis. N.H memaparkan bahwa kearifan lokal adalah sesuatu yang
berakar pada masa lalu dalam kehidupan tradisional lokal, yang dijadikan rujukan bagi
tatanan kehidupan dan kebudayaan lokal masing-masing. Setiap kelompok masyarakat
memiliki kearifan tersendiri untuk memelihara kesatuan atau integritas dan juga jati diri
kelompok atau kaumnya. Kearifan tradisional artinya wawasan atau cara pandang
menyeluruh yang bersumber dari tradisi kehidupan. Karena tradisi itu adalah bagian dari
kebudayaan, kearifan tradisional dapat berbeda antara satu kelompok dengan kelompok yang
lain (Yayasan Kebudayaan Rancage, 2001: 79). Oleh karena itu, pandangan hidup yang ada
pada masyarakat adat kampung Kuta merupakan suatu pola yang terukur yang sudah ada
sejak dahulu yang kemudian dijaga dan dilaksanakan sampai saat ini sebagai pedoman hidup.
Dan nilai-nilai pedoman hidup berbasiskan kearifan lokal inilah yang mestinya menjadi
fondamen utama dalam menegakan Pancasila sebagai jati diri bangsa.

Jati diri bangsa ini salah satu contohnya adalah pandangan hidup orang Sunda Rosidi.
A (2010: 58-61). Untuk mencapai tujuan hidup, orang harus taat kepada ajaran-ajaran
karuhun, pesan orang tua dan warisan ajaran yang tercantum dalam cerita-cerita pantun, dan
yang berbentuk naskah seperti Siksa Kandang Karesian. Ajaran-ajaran itu punya tiga
fungsi: (1) sebagai pedoman dalam menjalani hidup; (2) sebagai kontrol sosial terhadap
kehendak dan nafsu yang timbul pada diri seseorang, dan (3) sebagai pembentuk suasana
dalam masyarakat tempat seseorang lahir, tumbuh dan dibesarkan yang secara tak sadar
meresap ke dalam diri semua anggota masyarakat. Semangat bekerja sama dalam
masyarakat harus dipupuk dan dikembangkan. Harus saling hormat dan bertatakrama, sopan
dalam berkata, sikap dan kelakuan. Harus sayang menyayangi sesama anggota masyarakat.
SIMPULAN
1. Masyarakat adat Kampung Kuta memiliki pandangan hidup yang sampai saat ini masih
terjaga dan dilaksanakan meskipun dalam himpitan era globalisasi.
2. Pandangan hidup masyarakat adat Kampung Kuta terdiri dari pandangan hidup yang
berhubungan dengan manusia sebagai pribadi, manusia dengan masyarakat, manusia dengan
Tuhan dan Roh leluhur, manusia dalam mengejar kepuasan lahiriah dan batiniah, manusia
dengan alam.
3. Nilai-nilai karakter yang tercermin dalam pandangan hidup masyarakat adat Kampung
Kuta adalah nilai ikhlas, taat, visioner, bertanggung jawab, pengabdian, setia, simpati,
empati, kasih sayang, toleran, rela berkorban, mengabdi, beriman, bertaqwa, sederhana,
rendah hati, menghargai kesehatan, bijaksana, dan berfikir konstruktif.
4. Nilai-nilai karakter nasional bersumber dari nilai-nilai kearifan lokal. Oleh karena itu,
nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi bangsa Indonesia Pancasila, besumber dari nilai-
nilai luhur budaya bangsa.
5. Nilai-nilai luhur budaya bangsa merupakan identitas atau jati diri bangsa Indonesia.

E. Kelebihan dan Kekurangan Jurnal Utama dan Jurnal Pembanding


 Kelebihan Jurnal Utama dan Jurnal Pembanding
No Buku Utama Buku Pembanding
1 Isi Jurnal ini sudah menjelaskan dan Isi Jurnal ini juga sudah menjelaskan dan
memaparkan materi dengan bagus memaparkan materi dengan bagus tentang
tentang Pandangan Hidup Wanita Jawa Nilai-nilai Kearifan Lokal Dalam
Dalam Novel Berkisar Merah Karya Pandangan Hidup Masyarakat Adat
Ahmad Tohari Kampung Kuta
2 Dijurnal ini sudah terdapat Nama Jurnal ini juga sudah terdapat Nama
Pengarang, ISSN, Tahun pengarang, ISSN, tahun
dipublikasikannya jurnal ini, volume, dipublikasikannya, volume, nama jurnal,
nama jurnal, nomor dan lain-lain nomor dan lain-lain
3 Sudah memaparkan dengan jelas Jurnal ini juga Sudah memaparkan dengan
pendahuluan, kajian teori, metode jelas pendahuluan, kajian teori, metode
penelitian, hasil penelitian, kesimpulan penelitian, hasil penelitian, kesimpulan
dan daftar pustaka dan daftar pustaka
4 Jurnal ini bagus untuk dijadikan sebagai Jurnal ini juga bagus untuk dijadikan
bahan referensi untuk memahami dan sebagai bahan referensi untuk memahami
memperdalam sebuah pelajaran, dan memperdalam sebuah pelajaran
contohnya untuk pelajaran ilmu budaya
dasar
5 Penggunaan kalimat sudah cukup Penggunaan kalimat sudah cukup efektif
efektif

 Kekurangan Jurnal Utama dan Jurnal Pembanding


No Jurnal Utama Jurnal Pembanding
1 Terdapat beberapa kata yang susah Terdapat beberapa kata yang susah untuk
untuk dipahami dipahami
2 Tidak adanya implikasinya dari penulis Tidak adanya implikasinya dari penulis
pada penelitian selanjutnya pada penelitian selanjutnya

BAB III
PENUTUP
 Kesimpulan
Pada dasarnya setiap manusia pasti mempunyai pandangan hidup, pandangan hidup
tersebut bersifat kodrati dan menentukan masa depan seseorang. Menurut (Prabowo,
2004:67) pandangan hidup adalah pendapat atau pertimbangan yang dijadikan sebagai
pegangan, pedoman, petunjuk dan arahan hidup. Pandangan hidup tidak bisa timbul dalam
waktu yang singkat dan cepat, tetapi membutuhkan waktu yang lama dan terus menerus,
sehingga nantinya dapat dibuktikan kebenarannya. Pandangan hidup yang ada pada diri
manusia terbagi menjadi tiga yaitu (1) pandangan hidup tentang hubungan manusia dengan
Tuhan, (2) pandangan hidup tentang hubungan manusia dengan sesama manusia/ masyarakat,
dan (3)pandangan hidup tentang hubungan manusia dengan dirinya sendiri.

Jati diri bangsa ini salah satu contohnya adalah pandangan hidup orang Sunda Rosidi.
A (2010: 58-61). Untuk mencapai tujuan hidup, orang harus taat kepada ajaran-ajaran
karuhun, pesan orang tua dan warisan ajaran yang tercantum dalam cerita-cerita pantun, dan
yang berbentuk naskah seperti Siksa Kandang Karesian. Ajaran-ajaran itu punya tiga
fungsi: (1) sebagai pedoman dalam menjalani hidup; (2) sebagai kontrol sosial terhadap
kehendak dan nafsu yang timbul pada diri seseorang, dan (3) sebagai pembentuk suasana
dalam masyarakat tempat seseorang lahir, tumbuh dan dibesarkan yang secara tak sadar
meresap ke dalam diri semua anggota masyarakat. Semangat bekerja sama dalam
masyarakat harus dipupuk dan dikembangkan. Harus saling hormat dan bertatakrama, sopan
dalam berkata, sikap dan kelakuan. Harus sayang menyayangi sesama anggota masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Setiawan, arif. 2018. Pandangan hidup wanita jawa dalam novel bekisar merah karya ahmad
tohari. Jurnal kredo, 1 (2).
Sukmayadi, trisna. 2018. Nilai-nilai kearifan lokal dalam pandangan hidup masyarakat
kampung kuta. Jurnal pancasila dan kewarganegaraan, 3 (1).

Anda mungkin juga menyukai