Anda di halaman 1dari 22

CRITICAL JOURNAL REVIEW

Disusun Oleh :

Kelompok 9

UMI NADILA (4191151001)

DINDA AMALIA LUBIS (4191151002)

INTAN AYUNA FAHRI (4191151003)

NINGRUM DANUATI (4191151008)

SHAKILA KHAIRA ARDIANI (4191151009)

KELAS : PENDIDIKAN IPA B 2019

DOSEN PENGAMPU : Dr. Nurmayani, M. Ag.

MATA KULIAH : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN IPA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, sebab telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya serta kesehatan kepada kami, sehingga mampu
menyelesaikan tugas “CRITICAL JOURNAL REVIEW” . Tugas ini dibuat untuk
memenuhi salah satu mata kuliah kami yaitu “PENDIDIKAN AGAMA ISLAM”.

Tugas critical journal review ini membahas tentang isi jurnal yang di kritik.
Tugas ini disusun dengan harapan dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita
semua. Kami menyadari bahwa tugas critical journal review ini masih jauh dari
kesempurnaan, apabila dalam tugas ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, kami
mohon maaf karena sesungguhnya pengetahuan dan pemahaman kami masih terbatas ,
karena keterbatasan ilmu dan pemahaman kami yang belum seberapa.

Karena itu kami sangat menantikan saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya
membangun guna menyempurnakan tugas ini. Kami berharap semoga tugas critical
journal review ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi kami khususnya. Atas
perhatian nya kami mengucapkan terima kasih .

Medan, Maret 2021

Kelompok 9

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
A. Latar Belakang .................................................................................................................. 1
B. Tujuan Penulisan CJR ....................................................................................................... 1
C. Manfaat CJR...................................................................................................................... 1
D. Identitas Jurnal .................................................................................................................. 1
BAB II RINGKASAN ISI JURNAL .......................................................................................... 3
Jurnal 1 ...................................................................................................................................... 3
Jurnal 2 ...................................................................................................................................... 5
Jurnal 3 ...................................................................................................................................... 8
Jurnal 4 .................................................................................................................................... 11
BAB III KEUNGGULAN DAN KEKURANGAN JURNAL ................................................ 15
Jurnal 1 .................................................................................................................................... 15
Jurnal 2 .................................................................................................................................... 15
Jurnal 3 .................................................................................................................................... 16
Jurnal 4 .................................................................................................................................... 16
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................... 17
A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 17
B. Saran................................................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................iii
LAMPIRAN .................................................................................................................................iv

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Melakukan Critical Journal Review pada suatu jurnal dengan
membandingkannya dengan jurnal lain sangat penting untuk dilakukan, dari kegiatan
inilah kita dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan suatu jurnal. Dari mengkritik
inilah kita jadi mendapatkan informasi yang kompeten dengan cara merangkum isi dan
menganalisis hasil penelitian yang terdapat pada keseluruhan jurnal.

B. Tujuan Penulisan CJR


1. Mengulas isi suatu jurnal.
2. Mengetahui informasi suatu jurnal.
3. Membandingkan isi jurnal utama dengan jurnal pembanding.
4. Melatih individu agar berfikir kritis dalam mencari informasi yang ada di setiap
jurnal.

C. Manfaat CJR
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
2. Untuk menambah pengetahuan mengenai pembahasan Pendidikan Agama Islam
untuk Perguruan Tinggi.
3. Untuk mengetahui dan membandingkan banyak hal tentang ringkasan isi jurnal
yang dianalisis serta mengambil kesimpulan atas ringkasan jurnal tersebut.

D. Identitas Jurnal

Jurnal 1

 Judul Jurnal : Internalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam


Perguruan Tinggi Umum Melalui Lembaga Dakwah Kampus
 Nama Jurnal : Jurnal Pendidikan Islam
 Volume dan Halaman : Volume 1(2), Hal 101-120
 Tahun Terbit : 2016
 Penulis : Lukis Alam
 ISSN :-

1
Jurnal 2

 Judul Jurnal : Internalisasi Nilai Moderasi Melalui Pendidikan Agama


Islam di Perguruan Tinggi Umum
 Nama Jurnal : Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan
 Volume dan Halaman : Volume 17(2), Hal 110-124
 Tahun Terbit : 2019
 Penulis : Yedi Purwanto, dkk
 ISSN : p-ISSN; 1693-6418, e-ISSN; 2580-247X

Jurnal 3

 Judul Jurnal : Pendidikan Agama Islam Inklusif-Multikultural


 Nama Jurnal : Jurnal Pendidikan Islam
 Volume dan Halaman : Volume 1(1), Hal 1-20
 Tahun Terbit : 2012
 Penulis : Mahmud Arif
 ISSN : 2301-9166

Jurnal 4

 Judul Jurnal : Urgensi Pembinaan Pendidikan Agama Islam di


Perguruan Tinggi Umum (PTU)
 Nama Jurnal : Jurnal Andi Djemma | Jurnal Pendidikan
 Volume dan Halaman : Volume 1(1), Hal 17-26
 Tahun Terbit : 2018
 Penulis : Ratna Rahim
 ISSN : p-ISSN; 2622-6537, e-ISSN; 2622-8513

2
BAB II
RINGKASAN ISI JURNAL

Jurnal 1

1. Internalisasi Pendidikan Islam


Dalam menjalani kehidupan, manusia tidak akan lepas dari kegiatan pendidikan,
baik pendidikan dalam bentuk fisik maupun psikis. Pendidikan merupakan sistem dan
cara meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan manusia.
Dalam sejarah umat manusia, hampir tidak ada kelompok manusia yang tidak
menggunakan pendidikan sebagai alat pembudayaan dan peningkatan kualitasnya.
Pendidikan Islam merupakan sebuah pendidikan yang harus dilakukan secara
sadar untuk mencapai tujuan yang jelas melalui syariat Islam. Pendidikan Islam berlaku
universal dan hendaknya diarahkan untuk menyadarkan manuia bahwa diri mereka
adalah hamba Tuhan yang berfungsi menghambakan kepada-Nya. Jadi tujuan
pendidikan Islam adalah menyadarkan manusia agar dapat mewujudkan penghambaan
diri kepada Allah SWT, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama.
Dengan demikian, konsep pendidikan Islam tidak boleh dan tidak dipisahkan dari
konsepsi Ketuhanan.
Pendidikan agama mempunyai peranan sangat penting, sebab pendidikan agama
merupakan bekal yang kuat untuk dijadikan pondasi untuk membangun sumber daya
manusia yang berkualitas. Peningkatan SDM akan mencapai kualitasnya, jika peranan
pendidikan agama dan tuntunan yang benar diposisikan pada tempatnya, karena
pendidikan agama sebagai kendali mesin dalam suatu kehidupan membentuk manusia
yang manusiawi dan berakhlakul karimah.
Untuk mengatasi masalah tersebut di atas, pendidikan agama (Islam)
mempunyai posisi yang penting, karena pendidikan agama sebagai sarana pembentukan
dan pembangunan pondasi manusia Indonesia yang mempunyai nilai etik, moral,
berkepribadian dilandasi dengan iman dan bertaqwa, dapat dijadikan sebagai pengendali
dan dapat mengokohkan jiwa. Dengan kendali yang kokoh akan menghasilkan individu-
individu yang berpegang kuat dengan Al-Qur‟an dan Al-Hadits sebagai pegangan setiap
pribadi yang berakhlakul karimah. Tujuan pendidikan agama pada intinya adalah
mencari kebahagiaan dunia dan akhirat secara seimbang. Begitu pula halnya dengan
3
tujuan pendidikan agama Islam di perguruan tinggi adalah untuk menginternalisasi
ajaran Islam yang pada peserta didik dalam menjalani kehidupan sehari-hari agar
mereka memahami dan menghayati nilai-nilai ajaran Islam.
Internalisasi (internalization) diartikan sebagai penggabungan atau penyatuan
sikap, standar tingkah laku, pendapat, dan seterusnya di dalam kepribadian. Sedangkan
menurut Reber, sebagaimana dikutip Mulyana mengartikan internalisasi sebagai
menyatunya nilai dalam diri seseorang, atau dalam bahasa psikologi merupakan
penyesuaian keyakinan, nilai, sikap, praktik dan aturan-aturan baku pada diri seseorang.
Pengertian ini mengisyaratkan bahwa pemahaman nilai yang diperoleh harus dapat
dipraktikkan dan berimplikasi pada sikap. Internalisasi ini akan bersifat permanen
dalam diri seseorang. Lain lagi menurut Ihsan yang memaknai internalisasi sebagai
upaya yang dilakukan untuk memasukkan nilai – nilai kedalam jiwa sehingga menjadi
miliknya. Jadi masalah internalisasi ini tidak hanya berlaku pada pendidikan agama
saja, tetapi pada semua aspek pendidikan, pada pendidikan pra-sekolah, pendidikan
sekolah, pendidikan menengah, pendidikan tinggi dan sebagainya.
Jadi, jelaslah bahwa proses pendidikan merupakan rangkaian usaha
membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan-
kemampuan dasar dan kemampuan belajar, sehingga terjadilah perubahan di dalam
kehidupan pribadinya sebagai makhluk individual dan sosial serta dalam hubungannya
dengan alam sekitar di mana ia hidup. Proses tersebut harus senantiasa berada di dalam
nilai-nilai Islami, yaitu nilai-nilai yang melahirkan norma-norma syari’ah yang sesuai
dengan pendidikan Islam.
2. Islam sebagai Jalan Dakwah
Islam adalah agama dakwah, yaitu agama yang menugaskan ummatnya untuk
menyebarkan dan menyiarkan Islam kepada seluruh umat manusia.21 Sebagai rahmat
bagi seluruh alam, Islam dapat menjamin terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan
umat manusia, bilamana ajaran Islam yang mencakup segenap aspek kehidupan itu
disajikan sebagai pedoman hidup dan di laksanakan dengan sungguh-sungguh oleh umat
manusia. Melalui dakwah yang dilakukan oleh generasi pertama hingga saat ini tiada
putus-putusnya, maka Islam bisaberkembang, besar, dan menjadi jaya. Perjalanan
panjang Islam bisa dilihatmelalui rekaman peristiwa sejarah. Para tokoh Islam telah

4
menunjukkankegigihannya dalam menapaki perjalanan dakwah. Sebuah perjalanan
panjang yang enak dikenang tapi berat dijalani.
Dalam kaitan tersebut maka dakwah dapat dilaksanakan dimanapun, kapanpun
sesuai dengan proporsinya masing-masing sebagaimana dakwah yang dilaksanakan di
kampus melalui lembaga dakwah kampus. Kampus adalah sebutan yang dipakai untuk
menunjuk pada suatu kawasan, wilayah atau tempat yang terdiri dari gedung-gedung
tempat berlangsungnya layanan administrasi dan kegiatan belajar mengajar pada jenjang
pendidikan tinggi. Sementara para ahli ada yang mengatakan bahwa kampus adalah
sebagai tempat yang dapat menampung semua kegiatan perguruan tinggi, yang
mencakup kegiatan perkuliahan, rekreasi, olah raga, seni, dan peribadatan.
Memperhatikan dua batasan di atas, ada dua unsur pokok dalam kampus, yaitu hal-hal
yang sifatnya fisik dan non-fisik. Unsur yang sifatnya fisik adalah berupa gedung dan
peralatannya, dan yang sifatnya non-fisik berupa jasa layanan administrasi dan layanan
akademik yang berupa transfer berbagai bidang keilmuan yang menjadi kajian pada
perguruan tinggi yang bersangkutan.
Pembinaan keagamaan dalam kegiatan dakwah kampus merupakan suatu usaha
untuk membimbing, mempertahankan, mengembangkan serta menyempurnakan dalam
segala prilaku keagamaan, baik segi akidah, ibadah, dan akhlak mahasiswa. Pembinaan
keagamaan merupakan salah satu usaha yang mempunyai peranan terbesar dalam usaha
memenuhi kebutuhan dalam bidang rohani ini. Agama mempunyai peranan yang
dominan dalam membentuk sikap dan perilaku mahasiswa. Semakin tinggi tingkat
keimanan dan ketaqwaannya, maka akan semakin baik pula sikap dan perilakunya.

Jurnal 2
Beberapa konsep yang disajikan antara lain PAI, internalisasi, nilai moderasi,
kurikulum, dan evaluasi. Sistem Pendidikan Nasional secara tegas menyatakan hak
setiap peserta didik mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang
dianutnya yang diajarkan oleh pendidik seagama. Pendidikan agama yang dimaksud
yakni pendidikan yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan membentuk
sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agama
yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran atau mata kuliah pada
semua jalur, atau jenjang Pendidikan.

5
Internalisasi merupakan penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin atau nilai,
sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran doktrin atau nilai yang
diwujudkan dalam sikap dan perilaku (Poerwadarminta, 2007). Internalisasi nilai-nilai
agama Islam adalah proses memasukkan nilai-nilai agama Islam ke dalam hati, sehingga
ruh dan jiwa bergerak berdasarkan arahan agama Islam. Internalisasi itu didapati
melalui pemahaman akan ajaran Islam, kemudian dengan penghayatan yang men-
dalam, dan diaplikasikan melalui tindakan nyata.(Muhammad Alim, 2006). Internalisasi
menurut Abas Asy-Syafah adalah sebuah upaya pendidikan bagaimana memasukkan
nilai-nilai atau pesan-pesan pendidikan kepada jiwa seseorang, mendarah dagingkan
nilai-nilai PAI di Kalangan mahasiswa UPI. (Seminar Hasil Penelitian, 2018).
Internalisasi nilai-nilai adalah sebuah proses atau cara menanamkan nilai-nilai
normatif yang menentukan tingkah laku yang diinginkan bagi suatu sistem yang
mendidik sesuai dengan tuntunan Islam menuju terbentuknya kepribadian muslim yang
berakhlak mulia. Dalam melakukan upaya internalisasi diperlukan integrasi nilai-nilai
pendidikan karakter kepada mahasiswa sebagai peserta didik. Internalisasi bisa terjadi
melalui proses pembelajaran dalam upaya melakukan rekayasa mental pada peserta
didik dalam hal ini mahasiswa.(Az- Zahra, Setiawan, dan Sabana, 2018).
Supaya PAI di PT dapat menjadi sarana internalisasi PAI maka Achmad Tafsir
dalam Kama mensyaratkan menyertakan edukasi moral being yakni membiasakan
seseorang untuk terus menerus melakukan perbuatan moral, di samping moral knowing.
Agar tercipta moral being maka dibutuhkan suasana kelas dan sekolah atau kampus
yang kondusif agar nilai moral tersebut dapat diaplikasikan. Tugas seperti itu, menuntut
lembaga pendidikan untuk menjadi lembaga pembudayaan nilai moral, bukan hanya
lembaga pengajaran moral, dan lembaga pelatihan moral. (Simon, Rath, Hermin,1977;
Puerpel, Riyan, 1976, Megawangi, 2005). Maka internalisasi nilai-nilai moderasi PAI
perlu diberikan di lingkungan kampus dengan menyinergikan semua komponen
kampus, baik software maupun hardware. Kurikulum, dosen, sarana pendidikan, masjid,
dan pimpinan PT.
Sebagaimana masalah dan tujuan, hasil dan pembahasan ini difokuskan pada 5
aspek. Kelima aspek tersebut adalah pola internalisasi nilai-nilai moderasi PAI di UPI,
materi dalam internalisasi, kurikulum pelaksanaan internalisasi, metode internalisasi
nilai-nilai, dan evaluasi dalam internalisasi. Pola internalisasi nilai-nilai moderasi

6
melalui mata kuliah PAI di UPI dilakukan antara lain dengan cara memberikan
pembelajaran kepada mahasiswa UPI tentang metodologi Pemahaman Islam. Hal ini
dilakukan dalam upaya memberikan edukasi tentang arti penting menghargai perbedaan
pendapat di kalangan mahasiswa atau ikhtilaf. Sedangkan UPI adalah sebuah perguruan
tinggi negeri yang kampus utamanya berkedudukan di Kota Bandung, Jawa Barat,
Indonesia. Sejak tahun 2012, UPI berstatus sebagai PT yang diselenggarakan
pemerintah (PTP), berubah dari status sebelumnya sebagai Perguruan Tinggi Badan
Hukum Milik Negara (BHMN). UPI adalah PT yang menganut sistem multikampus
yaitu dengan 6 kampus yang tersebar di dua provinsi yaitu Jawa Barat dan Banten.
Secara umum bahwa pola internalisasi nilai-nilai moderasi PAI UPI dilakukan
melalui, pertama: keberadaan mata kuliah PAI, di mana secara konten mata kuliah
memang diarahkan dalam pembentukan karakter moderat bagi mahasiswa. Hal tersebut
secara tersurat diajarkan dalam bab yang berkorelasi dan terkait langsung dengan
pembentukan karakter mahasiswa moderat. Kedua dilakukan melalui keteladanan yang
dilakukan seluruh pemangku kepentingan dan kebijakan di UPI khususnya Dosen PAI
yang selalu mengedepankan sikap moderat. Hal ini sangat penting karena bagaimana
kualitas pembentukan karakter mahasiswa diawali terlebih dahulu oleh Pendidik, karena
seorang pendidik merupakan role model bagai mahasiswanya. Hal tersebut tercermin
dalam proses pembelajaran secara langsung, dalam berkomunikasi dengan mahasiswa
maupun kegiatan sehari-hari lainnya. Di samping itu, Menurut Asep Zainal Ausop,
proses internalisasi atau menjadikan mahasiswa memahami nilai-nilai Islam ada empat
macam; mindset atau pola pikir, behavior change atau perubahan perilaku, attitude
change atau perubahan sikap, dan society change atau perubahan sosial budaya.
(Seminar Hasil Penelitian Internalisasi Nilai-nilai Moderasi Islam melalui Mata Kuliah
PAI di PTU, Bandung,1 November 2018).
Adapun kurikulum yang digunakan dalam proses internalisasi nilai-nilai
moderasi PAI di UPI dibuat sedemikian rupa di mana salah satu tujuan dari mata kuliah
tersebut yakni pemahaman nilai-nilai moderasi di kalangan mahasiswa. Materi yang
dilaksanakan dalam menunjang keberhasilan mata kuliah ini, di awali dengan screening
penguasaan mahasiswa tentang membaca Alquran. Hal ini bertujuan untuk pemetaan
kemampuan mahasiswa dalam kemampuan membaca Alquran, karena hal tersebut akan
menunjang kemampuan mahasiswa dalam mendalami Alquran secara komprehensif.

7
Terakhir yang tak kalah penting adalah proses evaluasi yang dilakukan dalam
internalisasi nilai-nilai moderasi. Proses screening sebagai tahap awal mengetahui
pemahaman mahasiswa sejak dini. Akan sangat membantu dosen dalam
menginformasikan tahap deteksi awal jika dimungkinkan terdapat paham dan tindakan
yang hendak mengarah pada sikap intoleran. Selanjutnya proses tutorial, monitoring
yang dilakukan tutor sangat efektif dalam mendeteksi hal hal yang mengarah pada
paham dan tindakan yang dimungkinkan menyimpang. Sejak dini para Tutor dapat
melakukan pembinaan dan efek keberhasilan sangat efektif.

Jurnal 3
Wawasan Islam Global yang Inklusif-Multikultural
Salah satu kesadaran yang berakar kuat dalam pandangan seorang Muslim
adalah Islam merupakan agama universal, agama untuk sekalian umat manusia, atau
agama yang “mendunia” karena risalahnya sebagai rahmat bagi semesta alam. Sejarah
menunjukkan, pandangan ini melahirkan sikap sosial-keagamaan yang unik di kalangan
umat Islam terhadap agama-agama lain atas dasar toleransi, kebebasan, keterbukaan,
kewajaran, keadilan dan kejujuran.Itulah manifestasi konkret nilai-nilai madani yang
terbukti pernah menjadi pilar tegaknya masyarakat kosmopolit, masyarakat madani,
Masa Keemasan dunia Islam dan masa awal Islam dahulu.
Kendati sikap keagamaan inklusif tadi memiliki basis yang kokoh, namun upaya
realisasinya di lapangan ternyata tidak berlangsung mulus. Ideologisasi “kembali ke al-
Qur’an dan sunah” yang dianut sebagian gerakan keagamaan kontemporer yang
mengabsahkan sejumlah kampanye bernuansa kekerasan, baik berupa pemurtadan,
penyerangan maupun terorisme merupakan salah satu tantangan terberat bagi sikap
keagamaan inklusif tersebut yang dibutuhkan bagi tegaknya masyarakat kosmopolit.
Sebab, kelompok gerakan keagamaan kontemporer ini mengidentifikasi Barat,
nonmuslim, dan kalangan muslim yang dianggap tidak segaris dengan pemikirannya
sebagai musuh. Di sini, sikap keagamaan inklusif seolah dipaksa harus berhadapan
dengan sikap keagamaan eksklusif-radikal yang tidak menyisakan ruang dialog dan
kompromi dalam menyelesaikan permasalahan bersama, baik dalam lingkup nasional
maupun global.
Tidak hanya itu, tantangan lain yang dihadapi sikap keagamaan inklusif adalah
masih kuatnya fiqih yang mengenalkan cara pandang kurang positif terhadap umat
8
agama lain. Sejumlah kitab fiqih cenderung memuat pemikiran yang diskriminatif
terhadap umat agama lain. Dalam tradisi fikih, hubungan antar agama, Muslim dan non
Muslim, agaknya belum memperoleh penyelesaian secara adil karena dilatarbelakangi
oleh beberapa alasan, yaitu (1) fikih ditulis dalam masa dimana hubungan antara
Muslim dengan non Muslim tidak begitu kondusif, (2) fikih ditulis dalam situasi
internal umat Islam yang tidak begitu solid, dan (3) adanya simbol-simbol keagamaan
yang secara implisit menganjurkan sikap keras terhadap agama lain.
Atas dasar itu, sangat beralasan sekiranya dikatakan bahwa al-Qur’an
mengusung kesadaran mengenai adanya kemajemukan keagamaan (religious pluralism),
yang mendasari sikap toleransi, keterbukaan, dan kejujuran yang menonjol terhadap
agama lain seperti pernah ditampilkan dalam sejarah Islam. Ini mengandung arti kita
dituntut menyikapi segala bentuk perbedaan dengan baik, wajar, dan tulus sebagai
sarana fastabiqul khairat, percaya bahwa menghargai keberadaan orang lain dan segala
perbedaannya tidak otomatis menghilangkan eksistensi diri karena kita justru semakin
bisa mengenali diri sendiri ketika kita semakin mengenali yang lain, dan membangun
komunikasi secara baik dan penuh keterbukaan (dialog) dengan kelompok yang
berbeda.
Setidaknya terdapat tiga hal yang menegaskan Islam sebagai agama yang
mengusung visi kemanusiaan. Pertama, Islam adalah agama yang berpijak pada konsep
fitrah. Dengan fitrahnya, manusia berkesiapan untuk mengenal Tuhannya dan
mengembangkan kemanusiaanya karena telah dibekali potensi diri sejak lahir. Kedua,
Islam adalah agama yang mempunyai semangat toleransi yang tinggi. Islam bersifat
moderat, adil, dan jalan tengah. Prinsip ini hendaknya menjadi fondasi umat Islam
dalam membangun tata kehidupan yang harmonis, baik dalam konteks intraagama
maupun interagama, dalam lingkup nasional ataupun global. Dengan cara itulah, umat
Islam sebagai golongan mayoritas di negeri ini akan menjadi umat yang bisa
memberikan harapan untuk lahirnya kehidupan yang lebih mengedepankan dialog dan
perdamaian; demikian juga dalam pentas global, umat Islam tidak disalahpersepsikan
sebagai kaum “teroris”. Ketiga, Islam adalah agama yang mengutamakan kemaslahatan
dan menghindari kemudaratan. Yang dimaksud kemaslahatan di sini adalah
kemaslahatan tatanan publik, kemaslahatan bagi segenap manusia tanpa pandang bulu,
bukan kemaslahatan segelintir orang dan sekelompok orang saja.

9
Membina Religiusitas Melalui Pendidikan Agama
Hubungan harmonis antar umat beragama di Indonesia bukanlah sesuatu yang
sudah selesai. Karena itu, secara serius perlu terus dikembangkan dari waktu ke waktu
kualitas hubungan yang lebih baik antar umat beragama. Setidaknya terdapat tiga
wacana yang mewarnai hubungan Muslim-Non Muslim, khususnya Kristen, dalam
kehidupan berbangsa di tanah air, yaitu wacana kaum Muslim tentang ancaman
Kristenisasi, wacana kaum Kristen tentang ancaman negara Islam, dan wacana bersama
yang dikembangkan melalui dialog antar agama.
Salah satu upaya mewujudkan hubungan yang harmonis adalah melalui kegiatan
pendidikan multikultural, yakni kegiatan edukasi dalam rangka menumbuhkembangkan
kearifan pemahaman, kesadaran, sikap, dan perilaku (mode of action) peserta didik
terhadap keragaman agama, budaya dan masyarakat. Dengan pengertian itu, pendidikan
multikultural bisa mancakup pendidikan agama dan pendidikan umum yang
“mengindonesia” karena responsif terhadap peluang dan tantangan kemajemukan
agama, budaya, dan masyarakat Indonesia. Tentu saja pendidikan multikultural di sini
tidak sekedar membutuhkan “pendidikan agama”, melainkan juga “pendidikan
religiusitas”.
Pendidikan religiusitas mengandung arti pendidikan yang tidak sebatas
mengenalkan kepada peserta didik ajaran agama yang dianutnya, melainkan juga
mengajarkannya penghayatan visi kemanusiaan ajaran agama tersebut. Hal ini
diperlukan untuk menghadapi era globalisasi, agar umat beragama tidak dikungkung
oleh pandangan kebangsaan sempit dan parokialistik. Maka dari itu, pendidikan agama
di Indonesia setidaknya mempunyai dua fungsi. Fungsi pertama adalah mendukung
kebutuhan agama para peserta didik untuk memperkuat keimanan mereka. Dalam hal
ini, pendidikan agama berarti tersedianya pelajaran agama sesuai dengan agama
masing-masing peserta didik. Fungsi keduanya adalah untuk meningkatkan sikap saling
menghormati antar pemeluk agama yang berbeda, kerukunan antar-agama, dan
persatuan dan kesatuan nasional.
Mendialogiskan Pendidikan Agama Islam
Mendialogiskan di sini mengandung arti upaya mewujudkan pendidikan agama
Islam yang bisa mengapresiasi “upaya-memahami” (understanding) sebagai inti dalam
kegiatan pembelajarannya, mengingat subyek yang terlibat bukanlah benda mati.

10
Simpati, empati, toleransi, dan kerjasama adalah contoh sebagian sikap yang hanya
dimiliki oleh subyek yang mampu memahami. Adanya kekerasan dalam pendidikan,
penghakiman sepihak, dan monopoli kebenaran menunjukkan masih rendahnya upaya-
memahami melandasi praktik kegiatan edukasi.
Karena itu, pendekatan hermeneutis perlu diterapkan untuk mendialogiskan
pendidikan agama. Penerapan ini mengandung maksud, dalam orientasi keluar,
pendekatan hermeneutis menuntut dunia pendidikan, terutama pendidikan agama,
bersedia melakukan proses dialog dengan tradisi, dengan realitas social budaya (kondisi
dan ekspektasi sosial) dalam rangka menemukan signifikansinya, sedangkan dalam
orientasi kedalam, pendekatan hermeneutis menuntut agar asas understanding dan
empathy melandasi segala kegiatan edukasi. Konsekuensinya, pendidikan agama
memang harus dinamis dan dialektis, sehingga tidak dibenarkan jika pendidikan agama
cuma berkutat pada pelestarian tradisi secara konservatif dan abai untuk merespons
secara konstruktif desakan kebutuhan lingkungan pada dataran keindonesiaan dan
global. Tak hanya itu, pendidikan agama juga harus andil besar memupuk solidaritas
antar peserta didik, antar elemen masyarakat, agar suasana kerukunan dan kebersamaan
menjadi kenyataan kendati mereka menjalani hidup dalam banyak kebhinekaan.
Mendialogiskan pendidikan agama berarti menghindarkan kegiatan edukasi dari
proses domestifikasi, stupidifikasi, dan indoktrinasi. Domestifikasi terjadi manakala
kegiatan edukasi justru “menjinakkan” kreativitas, keberanian bertanya, dan kekritisan
peserta didik yang kelak menjadi modal utamanya menjawab tantangan zaman. Dalam
kegiatan edukasi, agama dan pemikiran keagamaan disampaikan sebagai dogma yang
tidak perlu lagi dipertanyakan dan dikaji ulang. Pendidikan agama sarat dengan
pengenalan ancaman-ancaman yang menakutkan terkait dengan sesat, dosa, dan neraka.

Jurnal 4
Pembinaan Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum
Pendidikan agama Islam (PAI) sebagai program kurikuler merupakan bagian
utuh dari sistem pendidikan nasional. Oleh karena itu, kurikulum dan pembelajaran PAI
perlu diberikan kepada semua peserta didik (siswa dan mahasiswa) muslim di semua
jalur dan jenjang pendidikan. Untuk menjamin fungsi dan perannya dalam mencapai
tujuan pendidikan nasional, PAI dirancang, dikembangkan, dilaksanakan, dan dievaluasi
dalam konteks pengejawantahan tujuan pendidikan nasional. Semua hal tersebut
11
merupakan landasan dan kerangka pikir untuk memahami profil mata kuliah PAI secara
utuh.
Pendidikan agama di Perguruan Tinggi bertujuan untuk membantu tertibnya
mahasiswa yang beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti
luhur, berpikiran filosofis, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas, ikut serta
dalam kerjasama antarumat beragama dalam rangka pengembangan dan pemanfaatan
ilmu dan teknologi serta seni untuk kepentingan manusia dan nasional.
Pendidikan Islam mengembangkan pewarisan nilai-nilai. Sumber dari nilai-nilai
adalah al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah. Selain dari kedua sumber tersebut, ada ijtihad,
dikenal pula ijma, qiyas. Nilai ajaran Islam terkandung dalam sumber ajaran Islam,
pendidik mentransfer dan mentransformasikan kepada para peserta didik.
Pendidikan tinggi terdiri atas pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
Pendidikan akademik merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada penguasaan
dan pengembangan ilmu pengetahuan. Sedangkan pendidikan profesional merupakan
pendidikan yang diarahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu. Dosen
profesional dalam mengembangkan pendidikan agama Islam khususnya dalam membina
keagamaan mahasiswa di perguruan tinggi (PT) memiliki nilai strategis, karena
pembinaan keagamaan merupakan upaya penanaman dan penguatan nilai spiritual
mahasiswa di kampus dan dimasyarakat setelahnya. Dalam mewujudkan kualitas
pendidikan agama Islam pada mahasiswa, maka tugas utama dosen dalam melaksanan
tugas dan kewajibannya adalah dapat membawa pembaharuan, perubahan atau
kemajuan, serta senantiasa meningkatkan spiritual dan disiplin ilmu keahliannya.
Fungsi pembinaan keagamaan bagi mahasiswa di perguruan tinggi memiliki
nilai strategi, karena pembinaan keagamaan merupakan upaya yang difokuskan pada
penanaman dan penguatan nilai spiritual yang mendasar dan diperlukan oleh mahasiswa
dalam mewujudkan kualitas kehidupan di kampus dan kehidupan setelahnya. Usaha
semacam ini semakin dibutuhkan dilingkungan kampus, mengingat semakin
merajalelahnya krisis makna dan tujuan hidup serta terkikisnya nilai moral akibat
pengaruh globalisasi. Untuk mewujudkan kehidupan kampus mahasiswa diarahkan
sebagai sosok pribadi yang utuh, terintegrasi antara disiplin ilmu yang menjadi
keahliannya dengan visi khasanah keilmuan Islam. Dalam mengaplikasikan konsep dan
keterampilan (hasil processing pada otak) ke dalam usaha-usaha yang nyata secara tepat

12
dan benar (appropriate and precise). Dalam mewujudkan kualitas kehidupan setelah
lulus perguruan tinggi, mahasiswa diharapkan menjadi anggota masyarakat yang
bertanggung jawab serta di dalam pengabdiaanya kepada masyarakat dapat membawa
pembaharuan, perubahan dan kemajuan.
Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum (PTU)
Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU) pada Perguruan Tinggi Umum (PTU)
memiliki posisi strategis dalam melakukan transmisi pengetahuan dan transformasi
sikap dan perilaku mahasiswa melalui proses pembelajaran sehingga mereka memiliki
karakter yang kuat. Jika posisi tersebut disadari dan diperhatikan oleh pengelola dan
dosen, dan kemudian mereka berkomitmen untuk meningkatkan pembelajaran yang
lebih bermutu, maka mereka akan melakukan perbaikan terus-menerus. Salah satu
bentuk upaya untuk peningkatan kualitas pembelajaran adalah dengan mengembangkan
kurikulum baru yang berorientasi pada pengembangan sikap beragama yang moderat
dan berwawasan keindonesiaan pada satu sisi,dan berwawasan global pada sisi lain.
Mata Kuliah PAI di PT wajib diajarkan sebagai mata kuliah mandiri, diajarkan
oleh dosen yang seagama dengan mahasiswa, dan diajarkan oleh dosen yang memenuhi
syarat kompetensi sebagai dosen PAI yang profesional. Mata kuliah PAI di PT memiliki
landasan psikologis, sosialbudaya, historis, filosofis-ideologis, dan yuridis formal yang
sangat kuat. Landasan psikologis penyelenggaraan PAI di PT adalah bahwa manusia itu
makhluk teogenetis atau teis (bukan ateis) dan butuh kepada Tuhan, terutama ketika
dirinya diuji dengan himpitan hidup yang sangat berat. PAI berperan menyadarkan
mahasiswa agar selalu butuh dengan Tuhan. Terjadinya korversi agama
mengindikasikan bahwa manusia selalu kembali kepada Tuhan dan selalu mencari
agama, mazhab, dan ajaran yang benar. PAI berperan menyajikan informasi yang jelas
dan benar tentang agama. Tidak adanya pembelajaran PAI di PT akan mengakibatkan
larinya para mahasiswa kepada organisasi-organisasi atau kelompok-kelompok
keagamaan yang menyuguhkan kebahagiaan semu, yang justru bertentangan dengan
agama, masyarakat, dan pemerintah. Secara filosofis-ideologis dan yuridis formal.
Mewujudkan tujuan pendidikan Islam maka perguruan tinggi dapat merancang
kurikulum terpadu antara kurikulum yang didesain oleh Kementerian Pendidikan
Nasional dan Kementerian Agama dilengkapi dengan kurikulum lokal. Hal ini
dimaksudkan agar pendidikan agama dapat dipadukan dengan kebutuhan dan keinginan

13
masyarakat daerah tempat perguruan tinggi terdebut diselenggarakan. Perguruan tinggi
memiliki tiga kewajiban berupa pendidikan, penelitan (riset) dan pengabdian kepada
masyarakat. Kewajiban ini dikenal dengan tridharma perguruan tinggi. Perguruan tinggi
dalam mengembangkan tridharmanya memerlukan penataan secara menyeluruh
terhadap kelembagaan dan manajemen pengelolaan. Organisasi perguruan tinggi yang
baik adalah organisasi perguruan tinggi yang secara kultur terintegrasi sehingga semua
personal memiliki komitmen yang sama untuk mencapai tujuan organisasi. Pimpinan
perguruan tinggi yang sukses adalah pimpinan yang memiliki budaya kerja yang sesuai
untuk mencapai tujuan. Tujuan perguruan tinggi merupakan tujuan orang-orang yang
terlibat dalam aktivitas, yang selanjutnya harus tercipta kondisi yang saling
menguntungkan antara tujuan personal dengan tujuan organisai. Kultur perguruan yang
terintegrasi ada pada struktur organisasi perguruan tinggi yang birokratis.
Pendidikan Agama Islam merupakan hal yang mempengaruhi dalam menerima
dan menerapkan bahan ajaran serta pembinaan yang diterapkan lingkungan kampus
maupun di luar kampus. Lembaga pendidikan tinggi mempunyai metode dan kurikulum
dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Metode pendidikan pergguruan tinggi
sangat berbeda dengan pendidikan tingkat dasar dan menengah, maka tingkat
profesionalisme dosen sangat menentukan metode dan profesionalisme dosen sebagai
hasil belajar di perguruan tinggi.

14
BAB III
KEUNGGULAN DAN KEKURANGAN JURNAL

Jurnal 1
Keunggulan :

1. Menggunakan bahasa yang mudah dipahami sehingga pembaca dapat dengan


cepat mengerti apa maksud dari jurnal tersebut
2. Terdapat firman Allah di dalam jurnal tersebut sehingga pembaca dapat
menegtahui rujukan dari jurnal tersebut
3. Menjelaskan bagaimana hal – hal yang apa saja yang harus dilakukan untuk
berdakwah di area kampus
4. Mengambil dari berbagai sumber, sehingga dapat dilihat dari daftar pustaka
yang di gunakan

Kekurangan :

1. Dari tata penulisan belum seperti penulisan jurnal pada umumnya. Karena tidak
menggunakan 2 kolom dalam penulisannya
2. Masih terdapat beberapa kata yang sulit dimengerti, sehingga sulit bagi pembaca
mengerti beberapa kata yang digunakan
3. Jurnal ini belum di lengkapi dengan ISSN

Jurnal 2
Keunggulan :

1. Jurnal ini sudah menggunakan tata penulisan yang tetap yaitu menggunakan
dua kolam dalam penulisannya
2. Jurnal ini sudah memiliki ISSN sehingga lebih baik untuk digunakan
3. Jurnal ini juga di lengkapi dengan bagan pembagian bagaimana mahasiswa
baru yang baru masuk kedunia kempus
4. Jurnal ini sudah menggunakan banyak rujuan, yaitu bisa dilihat dalam daftar
pustaka yang dituliskan pada akhir jurnal

Kekurangan :

1. Jurnal ini tinggak dilengkapi dengan kesimpulan pada akhir jurnal

15
2. Jurnal ini juga terdapat kata kata yang sulit untuk di pahami, sehingga
menyulitkan pembaca dalam memahami nya

Jurnal 3
Keunggulan :

1. Jurnal ini menjelaskan sangat detail dan terperinci, dapat dilihat dari
penjelasan yang ada pada jurnal
2. Jurnal ini juga sudah dilengkali dengan ISSN sehingga labih baik untuk
digunakan
3. Jurnal ini juga menggunakan banyak rujukan, dapat dilihat dari daftar
pustaka yang telah ditulis di akhir jurnal
4. Jurnal ini sudah dilengkali dengan kesimpulan sehingga memudahkan
pembaca mencari kesimpulan

Kekurangan :

1. Jurnal ini belum menggunakan tata tulisan jurnal yang menggunakan dua
kolom dalam penulisannya
2. Dalam jurnal ini tidak terdapat potongan ayat yang digunakan untuk
mencaru rujukan

Jurnal 4
Keunggulan :

1. Jurnal ini menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh para pembaca
yang membaca jurnal ini
2. Jurnal ini juga sudah di lengkapi dengan ISSN sehingga lebih baik untuk
digunakan
3. Jurnal ini juga sudah menggunakan banyak rujukan, dapat dilihat dari daftar
pustaka yang digunakan

Kekurangan :

1. Jurnal ini juga belum menggunakan tata cara penulisan jurnal yang
menggunakan dua kolom penulisan
2. Jurnal ini juga memiliki kesimpulan yang terlalu pendek sehingga tidak
cocok dengan banyak materi yang telah deberikan
16
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat setelah melakukan review jurnal ini adalah dapat
membedakan isi jurnal yang satu dengan jurnal yang lainnya. Kami juga mendapatkan
informasi dengan melakukan jurnal ini, mengetahui tentang bagaimana Pendidikan
Agama Islam di Perguruan Tinggi. Melatih kami dalam menganalisis isi jurnal, dalam
mencari informasi yang tepat. Dengan melakukan review jurnal ini juga kami dapat
menyelesaikan tugas “Critical Journal Review (CJR)” dengan tepat waktu.

B. Saran
Saran dari kami untuk penulis semua jurnal adalah lebih teliti lagi dalam membuat
jurnal agar dapat membuat jurnal yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Untuk
pengembangan lebih lanjut maka kami juga menyarankan agar penulis lebih bisa
meminimalisir kekurangan dari jurnal yang akan dibuatnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Alam, L. (2016). Internalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Perguruan Tinggi


Umum Melalui Lembaga Dakwah Kampus. Jurnal Pendidikan Islam, 101-120.

Arif, M. (2012). Pendidikan Agama Islam Inklusif-Multikultural. Jurnal Pendidikan


Islam, 1-20.

Purwanto, Y. (2019). Internalisasi Nilai Moderasi Melalui Pendidikan Agama Islam di


Perguruan Tinggi Umum. Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan
Keagamaan, 110-124.

Rahim, R. (2018). Urgensi Pembinaan Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi


Umum (PTU). Jurnal Andi Djemma | Jurnal Pendidikan, 17-26.

iii
LAMPIRAN

iv

Anda mungkin juga menyukai