Anda di halaman 1dari 22

CRITICAL BOOK REPORT

MK. ANTROPOLOGI SOSIAL

PRODI S1 PENMAS-FIP

ANTROPOLOGI SOSIAL BUDAYA

( Sriyana, S.Sos, M.Si, 2020 )

NAMA MAHASISWA : Yuli Pasu Lubis

NIM : 1213171026

DOSEN PENGAMPU : Prof. Dr, Ibnu Hajar, M.Si

Nanda Ayu Setiawati, S.Pd., M.Pd

MATA KULIAH : Antropologi Sosial

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

1
SEMESTER GANJIL 2022/2023

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Critical Book Report ini dalam keadaan baik.
Selanjutnya penulis juga berterimakasih kepada Bapak Ibnu Hajar dan Ibu Nanda Ayu sebagai
Dosen Pengampu pada Mata Kuliah “ ANTROPOLOGI SOSIAL” yang telah memberikan
penulis kesempatan untuk membuat kritik buku ini.

Dalam laporan ini akan disajikan hasil ringkasan dari buku yang penulis analisis dan telah
di kritisi, sehingga terdapat uraian tentang kekurangan dan kelebihan yang ada pada buku yang
di kritis. Untuk itulah penulis membuat ringkasan buku ini, kiranya dapat bermanfaat bagi
setiap pembaca.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, baik
dalam segi pemaparan maupun dalam teknik pengetikan. Maka dari itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pihak pembaca demi perbaikan makalah ini. Akhirnya
saya ucapkan terimakasih.

Medan, September 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. 2
DAFTAR ISI................................................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 4
A. Rasionalisasi Pentingnya CBR............................................................................................................. 4
B. Tujuan penulisan CBR ......................................................................................................................... 4
C. Manfaat penulisan CBR ....................................................................................................................... 4
D. Identitas Buku yang di Review ............................................................................................................ 5
BAB II RINGKASAN ISI BUKU ............................................................................................................... 6
BAB 1. ANTROPOLOGI SOSIAL BUDAYA ........................................................................................ 6
BAB II. ADAPTASI MASUSIA DALAM UPAYA PEMENUHAN KEBUTUHAN ............................ 8
BAB III. MASYARAKAT PETANI DAN PASTORAL, SERTA PANDANGAN DUNIANYA ....... 10
BAB IV. DINAMIKA MASYARAKAT: DARI MASYARAKAT AGRARIS DAN NON-AGRARIS
MENUJU MASYARAKAT PERKOTAAN .......................................................................................... 12
BAB V. PERTUMBUHAN EKONOMI: SUMBER DAYA EKONOMI, SISTEM PRODUKSI,
DISTRIBUSI, DAN KONSUMSI DALAM MASYARAKAT YANG SEDANG BERUBAH ............ 13
BAB VI. PERKEMBANGAN PERKAWINAN, KELUARGA, DAN RUMAH TANGGA ................ 15
BAB III PEMBAHASAN .......................................................................................................................... 18
A. PERBANDINGAN BUKU UTAMA DAN BUKU PEMBANDING ............................................... 18
B. Kelebihan dan Kelemahan Isi Buku Utama dengan Buku Pembanding ............................................ 19
BAB IV PENUTUP .................................................................................................................................... 21
A. Kesimpulan ........................................................................................................................................ 21
B. Saran ................................................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 22

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Rasionalisasi Pentingnya CBR


Sering kali kita kebingungan memilih buku referensi untuk kita baca dan pahami. Terkadang
kita memilih satu buku,namun kurang memuaskan hati kita.Misalnya dari segi analisis bahasa,
pembahasan tentang isi buku seperti dalam psikologi pendidikan. Oleh karena itu, penulis
membuat Critical Book Report ini untuk mempermudah pembaca dalam memilih buku referensi,
terkhusus pada pokok bahasa tentang Antropologi sosial. kemudian bertambah dengan adanya
buku, dari sinilah para pendidik mulai menyadari perlunya sarana belajar yang dapat
memberikan rangsangan dan pengalaman belajar secara menyeluruh bagi peserta didik melalui
semua indra.

B. Tujuan penulisan CBR


Adapun tujuan penulisan CBR ini adalah untuk menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah
Antropologi sosial, menambah pengetahuan tentang antropologi sosial, dan meningkatkan
kemampuan berpikir kritis.

C. Manfaat penulisan CBR

1. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang antropologi sosial dan untuk
memenuhi tugas
2. Untuk mengetahui perbandingan antara buku utama dan buku pembanding
3. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan buku utama dan buku pembanding

4
D. Identitas Buku yang di Review
a. Buku Utama
Judul Buku : Antropologi Sosial Budaya
Edisi : Pertama
Pengaran : Sriyana, S.sos, M.Si
Penerbit : Lakeisha,
Anggota IKAPI No.181/JTE/2019
Kota Terbit : Jawa Tengah
Tahun Terbit: 2020
ISBN : 978-623-6573-69-3

b. Buku Pembanding

Judul Buku : Pengantar Antropologi


Edisi :
Pengarang : Gunsu Nurmansyah, S.H.,M.H.
Dr. Nunung Rodliyah, M.A
Recca Ayu Hapsari, S.H.,M.H.
Penerbit : AURA CV. Anugrah Utama Raharja
Kota Terbit : Bandar Lampung
Tahun Terbit : September, 2019
ISBN : 978-623-211-107-3

5
BAB II

RINGKASAN ISI BUKU

BAB 1. ANTROPOLOGI SOSIAL BUDAYA

A. Antropologi Sosial Budaya : Suatu Telaahan Konseptual

Antropologi Sosial Budaya pada hakikatnya berakar pada dua sub disiplin Antropologi,
yaitu: Antropologi Budaya di satu pihak; dan Antropologi Sosial di pihak lain. Dalam kajian-
kajian -klasik, Antropologi Budaya lebih memusatkan perhatiannya pada keunikan-keunikan
(unique) dari beranekaragam masyarakat etnik yang tersebar di berbagai penjuru dunia ini,
khususnya menyangkut aspek prehistori, etnolinguistik, maupun etnologinya masing-masing.

Oleh karena itu kajian Antropologi Sosial Budaya di sini akan difokuskan pada
kecenderungan dan dinamika beberapa aspek sosial dan budaya dari berbagai masyarakat yang
tersebar di permukaan bumi ini, terutama berkaitan dengan: adaptasi manusia dengan
lingkungannya; sistem mata pencaharian hidup; manusia dan sumber daya ekonomi; sistem
perkawinan dalam kaitannya dengan keluarga, rumah tangga, dan kekerabatan; serta kesatuan
sosial, kepemimpinan dan pengendalian sosial.

B. Sejarah Perkembangan Studi Antropologi Sosial Budaya

Antropologi Sosial Budaya yang kini sering dianggap sebagai sebuah sub disiplin tersendiri
dalam Antropologi, sesungguhnya sudah mengalami perjalan yang panjang. Ia berakar dari
karya-karya etnologi yang dihasilkan para pelancong, pedagang, dan misionaris dari Eropa pasca
Abad Pertengahan. Bangsa Eropa yang sudah tercerahkan oleh gerakan Renaissance, Reformasi,
dan Aufklarung, ternyata memiliki kebiasaan yang pada gilirannya berkontribusi bagi
pengembangan ilmu pengetahuan modern. Kebiasaan dimaksud adalah, mereka menuliskan
berbagai keunikan dan keanehan di kalangan masyarakat etnik tertentu yang mereka temukan di
luar Eropa (Afrika, Asia, Amerika Latin, dan berbagai suku bangsa di Laut Fasifik.

6
C. Pendekatan Sinkronik dan Diakronik dalam Kajian Antropologi Sosial Budaya

Dalam perkembangan sejarah ilmu pengetahuan, tercatatat dua pendekatan keilmuan yang
memberikan kontribusinya tersendiri. Kedua pendekatan dimaksud adalah: pendekatan sinkronik
di satu pihak; dan, pendekatan diakronik di pihak lain. Secara konvensional, pendekatan pertama
lazim dipakai dalam ilmu-ilmu sosial (ekonomi, sosiologi, antropologi, ilmu politik, georafi, dan
lain-lain). Sementara pendekatan kedua lebih popular dalam ilmu dan penelitian sejarah.
Pendekatan sinkronik berupaya untuk memahami dan menemukan pola-pola, struktur-struktur
ataupun hukum-hukum yang terbentuk dari realitas sosial yang terjadi. Mereka lebih terkesimak
oleh struktur-struktur yang terbentuk, dan cenderung mengabaikan akar persoalan dari realitas
terkait.

D. Ruang lingkup kajian Antropologi Sosial Budaya

Adapun yang menjadi ruang lingkup kajian mata kuliah Antropologi Sosial Budaya adalah
realitas dan dinamika kehidupan sosial budaya umat manusia. Dalam kaitan itu akan dilihat
kecenderungan pola-pola yang hidup dan berkembang pada berbagai masyarakat dalam rentang
waktu tertentu.

E. Overview perkuliahan Antropologi Sosial Budaya

Berikut akan dikemukakan overview perkuliahan Antropologi Sosial Budaya yang akan
dipresentasikan selama satu semester ini. Dalam kaitan ini ada delapan tema/ topik perkuliahan
yang akan dikupas secara simultan. Pada Minggu pertama dan kedua akan dibahas konsep dasar,
dan substansi perkuliahan Antropologi Sosial Budaya dengan jalan mencermati hakikat
Antropologi Sosial di satu pihak; dan Antropologi Budaya di pihak lain. Seiring dengan hal itu,
juga akan dicermati perkembangan kajian dan pendekatan dalam studi Antropologi Sosial
Budaya.

7
BAB II. ADAPTASI MASUSIA DALAM UPAYA PEMENUHAN KEBUTUHAN

A. Adaptasi Manusia dengan Lingkungan Alamiah, Sosial, dan Budaya

Dalam menata kehidupan ini, manusia telah memperlihatkan kemampuan mereka dalam
beradaptasi dengan lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, maupun budaya. Berikut ini akan
ditelusuri ketiga hal itu secara simultan. Pertama, adaptasi dengan lingkungan fisik/ alamiah.
Sejak awal kehadiran makhluk manusia di muka bumi ini, manusia sudah menunjukkan
kemampuan adaptasi melalui penyesuaian kehidupan mereka dengan lingkungan fisik di mana
mereka berada, sehingga mereka bisa bertahan hidup dan survive.

Kedua, adaptasi dengan lingkungan sosial. Sejalan dengan meningkatnya kemampuan


manusia, maka terjadi proses adabtasi dengan suasana dan lingkungan baru itu, sehingga terjadi
modifikasi dan perbaikan terhadap sistem sosial yang ada.

Ketiga, adaptasi dengan lingkungan budaya. Produk-produk budaya yang semula mereka
ciptakan melalui proses trial and error melalui proses adaptasi, kemudian semakin menemukan
kesempurnaan sejalan dengan perkembangan pemikiran makhluk manusia itu sendiri. Melalui
proses adaptasi yang dilakukan manusia, lahirlah keanekaragaman budaya.

B. Dinamika kebutuhan hidup manusia: dari foodgathering ke foodproducing

1. Kehidupan Manusia pada Masa Meramu dan Berburu

Pada awal kehadiran makhluk manusia (homo sapiens) sekitar dua juta tahun yang lalu, ciri
pokok kehidupan manusia mengindikasikan ketergantungan yang 59 sangat tinggi kepada alam.
Dalam rentang waktu hampir dua juta tahun, manusia hidup secara nomaden, tidak/ belum
mengenal kehidupan menetap. Manusia ketika itu hidup seperti sekawanan binatang, berpindah
dari suatu tempat ke tempat lain di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yang
tersedia di alam. Dalam kajian prehistori dan paleo-antropologi, pola hidup seperti dikemukakan
di atas lebih dikenal dengan food gathering.

8
2. Kehidupan Masyarakat Penghasil Pangan

Para ahli pre-histori dan paleo-antropologi cenderung sependapat, bahwa pada akhir zaman
mesolitikum dan awal neolitikum sebagaian manusia prasejarah sudah mulai mengenal hidup
menetap. Namun kurun waktu pengenalan pola menetap itu tidak sama di antara kelompok-
kelompok manuasia prasejarah, bahkan perbedaan waktunya kadang-kadang mencapai ratusan
ribu tahun. Sebagai ilustrasi, sebagian ahli berpendapat manusia pra sejarah di Indonesia
meneganal kehidupan menetap lima ribu tahun lebih kemudian dari manusia yang merintis pola
hidup menetap di daratan Asia.

C. Perkembangan Pemenuhan Kebutuhan Hidup Makhluk Manusia

Apabila dicermati dari perspektif ilmu ekonomi yang bercorak diakronik, cara-cara manusia
memenuhi kebutuhan pokok (material)-nya mulai dari era prasejarah sampai kini, dapat
dikelompokkan kepada tahap-tahap sebagai berikut: (1) pengumpul; (2) penghasil pangan; (3)
fabrikasi; (4) industri; dan (5) pascaindustri. Untuk memahami esensi dari masing-masing tahap
itu, serta membedakan antara satu tahap dengan lainnya, berikut akan diuraikan secara ringkas
setiap tahap itu, lengkap dengan contohnya yang relevan.

9
BAB III. MASYARAKAT PETANI DAN PASTORAL, SERTA PANDANGAN
DUNIANYA

A. Batasan Konseptual

Masyarakat agraris merupakan masyarakat yang memanfaatkan tanah untuk


membudidayakan tanaman pertanian, dan sekaligus hal menjadi sumber mata pencarian mereka.
Dalam perkembangannya, konsep ini mencakup dua sub-konsep penting, yaitu: petani (peasant,
peisan); dan, farmer. Dalam kajian antropologi budaya dan botani, konsep peisan sering
dipahami sama dengan masyarakat hortikultural. Adapun yang dimaksud dengan masyarakat
hortikultural adalah profil masyarakat yang berusaha/ bekerja mengolah tanah (lahan) dengan
menggunakan tenaga dan pelatan sederhana memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri.

B. Dari Peasant ke Farmer

Kelompok berburu dan meramu merupakan bentuk „masyarakat‟ paling sederhana dalam
perkembangan peradaban manusia. Kegiatan utama mereka hanya terfokus pada meramu
(gathering) hasil tumbuh-tumbuhan non-budidaya dan berburu (hunting) binatang liar untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Sistem peralatan yang mereka gunakan pun masih sangat
sederhana, yakni berupa alat-alat yang tersedia di alam (belum diolah) sebagai produk budaya.
Akibatnya teknologi yang mereka gunakan hanya mampu mengolah alam secara pasif, sehingga
waktu mereka habis hanya untuk mencari makanan demi untuk memenuhi kebutuhan
secukupnya (subsistensi).

C. Organisasi Sosial Petani

Dengan mencermati dinamika masyarakat hortikultural menuju masyarakat agraris (peasant,


„peisan‟) dalam poin b di atas, dapat disimpulkan bahwa organisasi sosial petani itu sangat
variatif. Keberagaman itu dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat tinggal, di samping
tingkat perkembangan pemikiran dan peradaban masyarakat petani setempat. Artinya masyarakat
petani di lain tempat atau pun masyarakat petani tertentu dalam kurun waktu berbeda, cenderung
memiliki dan menumbuhkembangkan organisasi sosial berbeda-beda pula.

10
D. Masyarakat Peternak: Dialektika Ekonomi Subsistensi dan Ekonomi Pasar

Ketika membahas masyarakat hortikultural, beberapa segi dari masyarakat pastoral sudah
disinggung. Pada kesempatan ini hanya akan diuraikan beberapa hal penting yang perlu
diungkap tentang masyarakat pastoralis. Sebagaimana dikemukakan 73 sebelumnya,
masyarakat pestoral bukanlah masyarakat menetap secara permanen, melainkan mereka
meniti kehidupan secara nomaden. Hanya saja berbeda dengan profil nomad pada era
foodgathering, mereka sudah memiliki kesadaran wilayah yang tegas.

E. World Views Masyarakat Petani dan Pastoral

Yang dimaksud dengan world views di sini adalah “pandangan dunia” masyarakat petani
(peasant) dan pastoral). Maksudnya, bagaimana masyarakat petani dan/ atau pastoral itu
memandang dunia mereka. Jadi world viws petani, bukan berarti bagaimana dunia
memahami petani (mohon hal ini dicamkan, sebab banyak sekali mahasiswa memahami
konsep ini sebagai pandanga publik terhadap petani).

11
BAB IV. DINAMIKA MASYARAKAT: DARI MASYARAKAT AGRARIS DAN NON-
AGRARIS MENUJU MASYARAKAT PERKOTAAN
A. Evolusi Pertumbuhan Kota

Kota merupakan areal pemukiman yang realatif luas dengan tingkat kepadatan penduduk
yang tinggi, dan bersifat heterogen, baik dari segi latar belakang etnik, sosial, budaya, pekerjaan,
maupun ekonomi. Dilihat dari perspektif historis, asal usul kota dapat dibedakan ke dalam dua
kategori. Pertama, berasal dari sebuah pemukiman penduduk yang sederhana berubah menjadi
desa, dan selanjutnya secara bertahap berubah menjadi kota dalam segala tingkatannya. Kedua,
sebidang lahan yang cukup luas dirancang/ dibangun menjadi sebuah kota, dan dalam
perjalannya berkembang menjadi kota yang semakin besar dan kompleks. Jika kita bermaksud
mempelajari sebuah kota, maka kita bisa mlihat latar sejarahnya melalui salah satu dari fua
kategori tersebut.

Pokok pikiran di atas mengisyaratkan bahwa masyarakat desa (rural society) dengan pola
kehidupan agraris, tetap terbuka untuk berubah menjadi masyarakat perkotaan (urban society).
Seiring dengan penemuan uang dan meningkatnya difeferensias pekerjaan masyarakat desa di
luar sektor agraris, maka sebagian warganya mulai menekuni usaha di bidang jasa, keterampilan,
dan industri. Jika pembangunan fisik areal pemukiman itu semakin pesat, pekerjaan di luar
sektor agraris semakin berkembang, pengaruh kehidupan moderen semakin mendalam di
kalangan warga dimaksud, maka ciri-ciri kehidupan abrarisnya makin luntur dan berubah
menjadi masyarakat perkotaan.

B. Dari Masyarakat Petani dan Pastoral Menuju Masyarakat Kota

Mengawali sub-judul ini bisa diajukan pertanyaan pokok: apakah masyarakat petani
pedesaan dan masyarakat pastoral bisa tumbuh menjadi masyarakat perkotaan? Jawaban
terhadap pertanyaan ini secara sepintas bisa: ya dan/ atau tidak. Kedua-dua jawaban itu bisa
dicarikan contohnya dalam perkembangan sejarah peradaban manusia. Berikut ini akan
dikemukakan penjelasan singkat berkaitan dengan dua kemungkinan jawaban pendek tersebut.

12
C. Kompleksitas Kehidupan Kota

Konklusi di atas mengindikasikan, bahwa kompleksitas kehidupan adalah ciri pokok dari
masyararakat kota. Dalam konteks demikian sebagaimana dikemukakan oleh Davis yang telah
dikemukakan sebelumnya, selain sebagai pusat industri dan jasa, kota juga merupakan pusat
pemerintahan. Dalam ketiga sektor itu, hampir dapat dipastikan kota akan menjadi barometer
bagi kota-kota kecil dan desa-desa sekitarnya. Contoh: Jakarta akan menjadi barometer bagi
kota-kota dan desa-desa lain di Indonesia.

BAB V. PERTUMBUHAN EKONOMI: SUMBER DAYA EKONOMI, SISTEM


PRODUKSI, DISTRIBUSI, DAN KONSUMSI DALAM MASYARAKAT YANG
SEDANG BERUBAH
A. Manusia sebagai Homo-economicus

Dalam kapasitasnya sebagai homo economicus, untuk memenuhi kebutuhan materialnya


manusia memanfaatkan akal budinya dalam mengelola “sumber daya ekonomi” guna
mendapatkan material surplus dari aktifitas yang dijalankannya. Setelah terjebak dengan pola
berburu dan meramu selama jutaan tahun, akhirnya pada penghujung zaman mesolitikum
manusia mulai menunjukkan kemampuan untuk mengolah alam (bercocok tanam dan
memelihara binatang). Kemudian kedua cara pemenuhan kebutuhan ekonomi itu berhasil mereka
kembangkan, baik dari segi peralatan yang digunakan maupun orientasnya.

B. Sumber Daya Ekonomi

Dilihat dari perspektif ilmu ekonomi moderen, sumber daya ekonomi juga sering dipahami
sebagai sebuah bentuk sumber daya konsumen. Dalam konteks demikian, setidaknya sumber
daya ekonomi dapat dikelompokkan menjadi: (1) sumber daya alam, yaitu semua sumber/
kekuatan yang berasal dari alam, seperti tanah, air, udara, mineral, dan energy; (2) sumber daya
manusia, yaitu potensi yang dimiliki oleh manusia (baik fisik maupun psikis) yang bisa

13
diarahkan untuk kegiatan produksi; (3) sumber daya modal, yakni segala sesuatu yang bisa
dijadikan modal oleh manusia, baik berupa uang maupun barang (bahan baku, mesin, bangunan/
pabrik) yang dapat digunakan dalam proses produksi; (4) sumber daya kewirausahaan, yaitu
segala potensi yang berkaitan dengan sikap, prilaku, etos kerja, dan semangat dalam
menggerakkan sebuah usaha/ kegiatan ekonomi dalam rangka meraih keuntungan.

C. Hakikat Ekonomi: Produksi; Distribusi; dan Konsumsi

Berbicara tentang ekonomi, pada hakikatnya ada tiga konsep kunci yang selalu menjadi
mainstream pembahasan dalam kajian ekonomi, yaitu: produksi; distribusi; dan konsumsi. Kalau
ditelusuri sejarah perkembangan makhluk manusia, terutama sejak manusia mulai mengenal
hidup menetap, terlihat dengan jelas bahwa manusia tidak bisa menghasilkan (memproduksi)
segala kebutuhkan (konsumsi)-nya secara individual (sendiri), melainkan dalam banyak hal ia
membutuhkan pasokan (distribusi) dari pihak lain. Profil dan dinamika perekonomian tiap-tiap
masyarakat pada hakikatnya tercermin dan sekaligus dipengaruhi oleh interelasi anatar ketiga
faktor tersebut.

D. Anekaragam Distibusi

Uraian pada poin c di atas, secara implisit mengisyaratkan proses distribusi barang dari
pihak produsen ke konsumen, berlangsung melalui berbagai macam cara, 89 yang terpendting
diantaranya adalah: tukar menukar sosial; reciprocitas; tukar menukar ekonomi; dan redistribusi
kekayaan. Berikut ini akan dijelaskan implementasi masingmasing konsep tersebut dalam kaitan
dengan perkebangan peradaban manusia.

14
BAB VI. PERKEMBANGAN PERKAWINAN, KELUARGA, DAN RUMAH TANGGA

A. Perkawinan: Telaahan Konseptual

Perkawinan merupakan suatu institusi sosial yang sangat penting dalam realitas sosial
hampir semua masyarakat di muka bumi ini. Semua masyarakat, komunitas, dan kelompok
sosial menilai perkawinan sebagai sesuatu hal yang sangat esensial dalam kehidupan manusia
yang beradab. Perkawinan bukan hanya berfungsi untuk mengatur hubungan biologis antara
insan yang berlainan jenis, melainkan ia sarat dengan muatan nilai-nilai sosial dan budaya
yang dijunjung tinggi masyarakat terkait.

B. Dinamika dan Evolusi Perkawinan

Dilihat dari perspektif sejarah, perkawinan itu sudah mengalami perjalanan panjang
dalam perkembangan peradaban umat manusia. Ia bermula dari hubungan biologis tanpa
ikatan yang jelas antar laki-laki dan perempuan, kemudian sampai pada hubungan yang tegas
berlandaskan ketentuan hukum formal. Dengan kata lain, ia berkembang dari tingkat yang
paling sederhana sampai ke tingkat kompleks, tegas, dan didasarkan pada ketentuan
perundang-undang resmi (formal).

Dilihat dari perspektif teori evolusi, perkembangan perkawinan antara lain bisa dirujuk
pada pendapat yang dikemukakan oleh Bachofen dan Morgan. Menurut kedua tokoh ini
perkembangan perkawinan berlangsung melalui tahap-tahap berikut. Pertama, promescited/
promiscuity (berasal dari terminologi Latin: promes + cust) yang berarti „kawin campur
aduk.‟ Maksudnya hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan tanpa dilandasi oleh
ikatan yang jelas dan sifatnya tidak permanen. Menurut Bachofen dan juga Morgan,
fenomena serupa sudah mulai sejak makhluk manusia (homo sapiens) itu muncul di muka
bumi ini.

C. Tabu dan Pembatasan Jodoh dalam Perkawinan

Setiap kelompok etnik yang tersebar di berbagai penjuru bumi ini, memiliki konsepsi
tentang tabu (sumbang, incest) dalam perkawinan. Oleh karena itu, dalam setiap masyarakat
dikenal konsep pembatasan jodoh dalam perkawinan. Hampir semua masyarakat di dunia ini

15
melarang kawin sedarah. Orang tua (ayah dan/ ibu) dilarang kawin dengan anak-anaknya,
dan kawin dengan saudara kandung. Bahkan dalam kebanyakan masyarakat (terutama
penganut Islam) juga ada larangan kawinan dengan saudara sepersusuannya. Jika ada orang
yang melakukan hubungan biologis dengan pihak-pihak yang dilarang itu, maka ia dianggap
melakukan incest.

D. Persyaratan Perkawinan (Bride price, Bride Service, Bride Exchange)

Uraian di seputar pembatasan perkawinan di atas, mengisyaratkan bahwa perkawinan itu


bukan hanya menyangkut hubungan kedua insan yang berinisiatif untuk kawin, melainkan
memiliki konsekuensi sosial budaya yang mendalam. Setiap masyarakat memiliki
“persyaratan perkawinan” (jangan dipahami syarat-syarat yang harus dipenuhi seseorang
untuk kawin) tertentu. Dari persyaratan perkawinan yang amat beragam pada berbagai
kelompok etnik di dunia, pada prinsipnya dapat disederhanakan ke dalam tiga kategori pokok
berikut: Bride-price; Bride-service: dan, Bride-exchange. Di bawah ini akan diuraikan secara
ringkas substansi dari masingmasing konsep itu secara simultan.

E. Adat Menetap Setelah Kawin

Setelah menempuh serangkaian aktifitas yang panjang di sekitar perkawinan mulai dari
pemilihan jodoh, pinang-meminang, pernikahan, resepsi perkawinan dan berbagai upacara
yang mengitarinya, lalu pasangan pengantin baru itu akan berurusan dengan adat menetap
setelah kawin. Di dalam kajian budaya, dikenal bermacammacam adat menetap (tempat
pasangan baru itu bermukim/ bertempat tinggal) sesudah kawain. A

F. Rumah Tangga

Rumah tangga (household) merupakan unit sosial yang terbentuk sebagai konsekuensi
dari sebuah perkawinan. Dikatakan demikian, karena dua insan yang terikat oleh hubungan
perkawinan itu akan hidup bersama di suatu rumah.

G. Keluarga (Konjungal dan Konsanguin)

Keluarga pada hakikatnya dapat dibedakan ke dalam dua kategori pokok, yaitu: Keluarga
Konjungan; dan, Keluarga Konsanguin. Keluarga konjunggal biasanya terbentuk dari sistem

16
perkawinan monogami. Dalam antropologi, keluarga konjungan sering disebut dengan istilah
nuclear family (keluarga inti, keluarga batih). Secara konseptual, Keluarga Konjungal dapat
diartikan sebagai kesatuan sosial terkecil yang terbentuk dari perkawinan monogami dengan
anggotanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya.

17
BAB III

PEMBAHASAN

A. PERBANDINGAN BUKU UTAMA DAN BUKU PEMBANDING

Dari kedua buku yang sudah saya review, terkait buku utama yang berjudul Antropologi
Sosial Budaya Adapun yang menjadi fokus kajian dalam mata kuliah Antropologi Sosial Budaya
meliputi. Pertama, kajian kritis tentang konsep dasar Antropologi Sosial Budaya dengan
mencermati hakikat dan substansi dari Antropologi Sosial di satu pihak; dan Antropologi Budaya
di pihak lain. Kedua, mencermati dinamika adaptasi manusia dan lingkungan dalam suatu
masyarakat dengan bentuk/ tipe tertentu akan dikaji secara khusus. Dengan begitu interelasi
(saling keterkaitan) antara manusia dan lingkungannya, baik lingkungan fisik, sosial, budaya,
maupun hubungan manusia dengan khaliknya berpeluang untuk dimengerti secara proporsional.
Ketiga, membandingkan profil masyarakat petani tradisional (agraris) dengan masyarakat
pastoral, termasuk pandangan dunia dari kedua tipe masyarakat tersebut. Keempat, mengupas
interelasi desa – kota, dinamika pertubuhan kota, serta peluang perubahan masyarakat agraris
dan non-agrais menjadi masyarakat perkotaan. Kelima, memperbincangkan manusia sebagai
homo-economicus, serta mngidentifikasi sumber daya ekonomi, sistem produksi, distribusi, dan
konsumsi dalam konteks sosiokultural masayarakat yang sedang berubah. Keenam, mengkaji
konsep perkawinan, keluarga, dan rumah tangga sebagai institusi sosial terpenting dalam realitas
kehidupan sosial dalam konteks ruang dan waktu tertentu.

Di dalam pembahasan masing-masing tema di atas akan digunakan kombinasi pendekatan


sinkronik dan diakronik. Pendekatan sinkronik merupakan pendekatan yang lazim dalam ilmu-
ilmu sosial secara konvensional, tujuannya adalah untuk memahami struktur dan hukum-hukum
(pola) yang terbentuk dan muncul dalam realitas kehidupan kekinian. Sementara pendekatan
diakronik yang secara konvensional lazim digunakan dalam studi sejarah, fokusnya adalah pada
upaya memahami proses terjadinya suatu fenomena sosial tertentu.

18
B. Kelebihan dan Kelemahan Isi Buku Utama dengan Buku Pembanding

BUKU UTAMA “Antropologi Sosial Budaya”

a. Kelebihan Buku Utama

1. Pada buku utama, penulisan cover cukup menarik


2. Dari segi penulisan cukup rapih dan mudah dibaca
3. Buku ini dilengkapi dengan rangkuman sehingga mempermudah pembaca dalam
mereview buku.
4. Dari setiap defenisi materi terdapat penjelasan oleh ahli sehingga memperkuat argument
dari setiap materi
5. Dalam buku ini juga terdapat evaluasi/latihan yang diperuntukkan kepada pembaca

b. Kekurangan Buku Utama

1. Menurut saya buku ini kurangnya terletak pada bahasa nya kurang bagus, karena sering
terdapat kalimat yang berulang-ulang.
2. Jika pembaca adalah orang tua yang belum memiliki banyak ilmu parenting, , beberapa
kalimat akan susah dipahami karena sebagian dilengkapi dengan kalimat-kalimat rumit.
3. Tidak dilengkapi pendapat para ahli mengenai pengertian antropologi sosial, sehingga
teori yang disampaikan kurang memadai.

19
BUKU PEMBANDING “Pengantar Antropologi”

a. Kelebihan buku pembanding

1. Adanya rangkuman pada setiap bab pembahasan, sehingga lebih mudah dipahami oleh
pembaca.
2. Dilengkapi dengan tujuan mempelajari pokok bahasan pada bab, sehingga pembaca
terlebih dahulu tahu apa yang menjadi tujuan dibaca buku tersebut.
3. Terdapat evaluasi pembelajaran di akhir penjelasan bab sehingga pembaca maupun
penulis dapat mengerjakan evaluasi tersebut sebagai bahan penilaian.
4. Pembahasan pada tiap teori dijelaskna secara singkat dan tidak bertele-tele sehingga
pembaca tidak merasa cepat bosan.

b. Kekurangan buku pembanding

1. Sampul buku kurang menarik


2. Penggunaan tanda baca dan pengetikan masih kurang tepat pada beberapa kalimat
3. Tidak adanya edisi buku dan tidak dilengkapi ISBN, Sehingga beberapa pembaca
beranggapan bahwa buku ini belum diterbitkan tetpi sudah diperjual-belikan.
4. Tidak disertai kesimpulan/rangkuman dari setiap bab materi yang disampaikan

20
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Antropologi Sosial sebagai sub-disiplin ilmu Antropologi diharapkan bisa membantu


pengembangan wawasan akademik (knowledge dan psikomotorik), serta sikap sosial dan religius
mahasiswa dalam memahami realitas sosio-kultural yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Dengan bekal tersebut, tentu mahasiswa bisa bisa mengerti/ memahami setiap fenomena sosio-
kultural yang bersifat krusial secara obyektif dan proporsional, tidak terjebak pada sikap apriori,
apatis, taklid, dan emosional (like dan dislike).

B. Saran
Setelah melakukan penulisan review buku ini, penulis menyarankan kepada pembaca agar
kepda generasi mudah dapat mengetahui sejarah antropologi sosial budaya, selain itu untuk
menghindari ethnosentrisme yang sempit karena dengan mempelajari antropologi kita mampu
memahami berbagai perbedaan Ras dan etnik yang berbeda sehingga menghindari
kesalahpahaman antar budaya yang berbeda

Berdasarkan isi buku utama dan buku pembanding, saran saya dalam penulisan isi buku
selain harus terperinci penulis juga harus memperhatikan karakteristik buku supaya para
pembaca tertarik untuk membaca buku. Selain itu kepada pembaca juga dapat memahami isi
buku.

21
DAFTAR PUSTAKA

Sriyana, M.Sos., M.Si, 2020. Antropologi Sosial Budaya. Lakeisha ( anggota IKAPI
No.181/JTE/2019 ). Jawa Tengah. 612 halaman : 15,5cm x 23 cm

Gunsu Nurmansyah, S.H.,M.H., 2019. PENGANTAR ANTROPOLOGI Sebuah Ikhtisar


Mengenal Antropologi. AURA CV. Anugrah Utama Raharja. Bandar Lampung. 159 hal
: 15,5 x 23 cm.

22

Anda mungkin juga menyukai