Anda di halaman 1dari 53

Critical Book Report

KEPEMIMPINAN

Oleh :
HERMAN SETIADI
NIM. 8196122006

DOSEN PENGAMPU :
Prof. DR. SAHAT SIAGIAN, M.Pd

PROGRAM PASCA SARJANA


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan saya
kesempatan dalam menyelesaikan tugas ini, sehingga Critical Book Report ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Terimakasih saya ucapkan kepada Bapak Prof. DR. Sahat Siagian, M.Pd
selaku dosen pengampu Mata Kuliah Kepemimpinan yang telah membimbing
kami.
Penulis berharap agar nantinya tugas ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya dan berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan
kita bersama. Sebelumnya penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-
kata yang kurang berkenan. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan di waktu yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa adanya saran yang membangun.
Akhir kata penulis berharap semoga tugas Critical Book Report ini bisa
memberikan manfaat maupun inspirasi dan menjadi referensi bagi kita semua.

Medan, April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. i


Daftar Isi........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1


A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Tujuan Penulisan ............................................................................ 2
C. Manfaat Penulisan .......................................................................... 2
D. Identitas Buku ................................................................................ 2
E. Penulis ............................................................................................ 3
F. Daftar Isi Buku .............................................................................. 5

BAB II RINGKASAN ISI BUKU ................................................................. 8

BAB III ANALISA HASIL RIVIEW .......................................................... 50


A. Kelebihan ....................................................................................... 50
B. Kekurangan .................................................................................... 50

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perkembangan ilmu pengetahuan yang minim dikarenakan rendahnya minat baca
masyarakat pada saat ini. Mengkritik buku salah satu cara yang dilakukan untuk menaikkan
ketertarikan minat baca seseorang terhadap suatu pokok bahasan. Mengkritik buku (critical
book report) ini adalah suatu tulisan atau ulasan mengenai sebuah hasil karya atau buku, baik
berupa buku fiksi ataupun nonfiksi, juga dapat diartikan sebagai karya ilmiah yang melukiskan
pemahaman terhadap isi sebuah buku.
Mengkritik buku dilakukan bukan untuk menjatuhkan atau menaikkan nilai suatu buku
melainkan untuk menjelaskan apa adanya suatu buku yaitu kelebihan atau kekurangannya yang
akan menjadi bahan pertimbangan atau ulasan tentang sebuah buku kepada pembaca perihal
buku-buku baru dan ulasan kelebihan maupun kekurangan buku tersebut. Yang lebih jelasnya
dalam mengkritik buku, kita dapat menguraikan isi pokok pemikiran pengarang dari buku yang
bersangkutan diikuti dengan pendapat terhadap isi buku.
Uraian isi pokok buku memuat ruang lingkup permasalahan yang dibahas pengarang,
cara pengarang menjelaskan dan menyelesaikan permasalahan, konsep dan teori yang
dikembangkan, serta kesimpulan. Dengan demikian laporan buku atau resensi sangat
bermanfaat untuk mengetahui isi buku selain itu, akan tahu mengenai kekurangan dan kelebihan
dari isi buku yang telah dibaca. Untuk itu, kami harapkan kepada pembaca agar mengetahui
dan memahami mengenai laporan buku atau resensi sehingga dapat menilai isi buku tersebut
dengan baik dan bukan hanya sekedar membaca sekilas buku tersebut melainkan dapat
memahami apa yang ada dalam buku tersebut secara mendalam.

1
B. TUJUAN PENULISAN
Kritik buku (critical book report) ini dibuat sebagai salah satu referensi ilmu yang
bermanfaat untuk menambah wawasan penulis maupun pembaca dalam mengetahui kelebihan
dan kekurangan suatu buku, menjadi bahan pertimbangan, dan juga menyelesaikan salah satu
tugas individu mata kuliah Kepemimpinan pada Program Studi Teknologi Pendidikan
Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

C. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat penulisan CBR yaitu :
1. Membantu pembaca mengetahui gambaran dan penilaian umum dari sebuah buku
atau hasil karya lainnya secara ringkas.
2. Mengetahui kelebihan dan kelemahan buku yang diresensi.
3. Mengetahui latar belakang dan alasan buku tersebut diterbitkan.
4. Menguji kualitas buku dengan membandingkan terhadap karya dari penulis yang
sama atau penulis lainnya.
5. Memberi masukan kepada penulis buku berupa kritik dan saran terhadap cara
penulisan, isi, dan substansi buku.

D. IDENTITAS BUKU

BUKU UTAMA BUKU PEMBANDING

Judul Buku : Falsafah Judul Buku : Pemimpin dan


Kepemimpinan Jawa Kepemimpinan

2
Pengarang : Dr. Suwardi Pengarang : Dr. Kartini Kartono
Endraswara, M.Hum Penerbit : PT Raja Grafindo
Penerbit : Narasi Persada
Tahun Terbit : 2013 Tahun Terbit : 2016
Jumlah Halaman : viii + 276 Halaman Jumlah Halaman : 361 Halaman
ISBN : 978-979-168-355-5 ISBN : 978-602-98226-1-8

E. PENULIS
BUKU UTAMA BUKU PEMBANDING
Suwardi Endraswara, mijil wonten ing Dr. Kartini Kartono dilahirkan di
tlatah Kulon Progo, 3 April 1964. Surabaya tahun 1929, adalah seorang
Ngangsu kawruh babagan sastra lan dosen tetap di IKIP Bandung. Sejak 1969
budaya Jawa wonten ing IKIP ia merangkap mengajarkan psikologi
Yogyakarta, rampung anggenipun umum dan psikologi sosial di
ngangsu kawruh rikala taun 1989. Lajeng FISIP/SOSPOL UNPAR Bandung.
piyambakipun dipunparingi kapitayan Kesarjanaannya di bidang ilmu pendidikan
dados salah satunggaling staff diperoleh dari IKIP Sanata Dharma
pengajar wonten ing almamateripun, Yogyakarta pada tahun 1964. Tahun 1972
ingkang samenika dados program studi melengkapi studi post graduate selama 18
Pendidikan Bahasa Jawa, FBS UNY. bulan di Universiteit Amsterdam
Tanggal 17 Maret 2011 sampun untuk Politieke Ontwikkeling,
ngrampungaken S3 wonten ing UGM, Verandering-Processen, Modernisatie,
kanthi ngonceki babagan teks-teks mistik Urbanisatie en Sociologie van
kejawen. Piyambakipun sampun nate Indonesia. Di samping itu juga
dados guru SPG 17 III Bantul menamatkan studi untuk pekerjaan sosial
dangunipun tigang taun, redaksi majalah selama 2 tahun pada Protestantse
Mekar Sari dangunipun kalih taun, ugi Voortgezette Opleiding voor Sociale
nate dados ketua penyunting majalah Arbeid di Amsterdam (dipl.M.Sw.). Pada
sastra Jawa Pagagan. Samenika, tahun 1986 berhasil meraih gelar Doktor
piyambakipun dados redaksi kependidikan di IKIP Bandung. Karier
pelaksana majalah Sempulur Dinas kerjanya dimulai sebagai kopral TNI-AD

3
Kebudayaan DIY, Seksi publikasi HISKI (Brigade XVII TRIP Jawa Timur 1945-
Komda DIY, Koordinator 1950), wartawati surat kabar harian Suara
Pembinaan Sanggar Sastra Jawa Rakyat Surabaya, guru SD, SMP, SMEA,
Yogyakarta, anggota dewan SGKP/SKKA, dosen 1965 sampai
presidium Masyarakat Tradisi Bantul sekarang.
(MTB), Ketua Kesawa (Keluarga Alumni
Bahasa Jawa), Ketua Penyunting Jurnal
Kejawen. Padamelan sanesipun inggih
menika: (1) pranatacara manten gaya
“nyastra” lan (2) pengarang cerkak,
cerbung, geguritan, novel, dongeng, lan
esai basa Indonesia lan Jawi.
Buku-buku kagunganipun ingkang nate
dipunterbitaken inggih menika: Jangka;
Metode Pengajaran Apresiasi Sastra
(Radhita Buana), Budi Pekerti dalam
Budaya jawa (Hanindita), Mistik
Kejawen (Narasi), Metodologi Penelitian
Sastra (Pustaka Widyatama), dan
Metodologi Penelitian Kebudayaan
(Gadjah Mada Unversity Press), Mutiara
Wacana Jawa (Gadjah mada University
Press), 30 Metode Pembelajaran Bahasa
dan Sastra Jawa (Gelombang Pasang).
Kebatinan Jawa; Laku Hidup Utama
Meraih Derajat Sempurna (Lembu Jawa),
dan Kebatinan Jawa dan Mistik Kejawen
(Lembu Jawa).
Prestasi ingkang nate dipungayuh, juara
II nyerat novel Yayasan Citra Pariwara
Jateng kanthi irah-irahan Suket Teki;
juara II Lomba Menulis Cagar Budaya,

4
Juara harapan I Lomba Menulis Esai
Sastra Yogya, juara harapan I Menulis
Artikel Budaya Jarahnitra, Juara I Lomba
Artikel Koran Pusat Bahasa Jakarta,
dosen berprestasi tingkat Nasional
(2005), panampi bebingah sastra Rancage
2006. Dados pambiwara wonten ing
mapinten-pinten universitas, kadosta
Universitas Kebangsaan Malaysia, UNS,
UGM, Unesa, Unes, Univet, Brunei,
Sulawesi Tenggara, Bangka, lan
sapanunggalanipun. Samenika,
piyambakipun lenggah wonten ing: (1)
Dalem: Ngrukem, RT 18, Krandohan,
Pendowoharjo, Sewon Bantul, HP.
08156805293, (2) Kantor: Jurusan
Pendidikan Bahasa Daerah, FBS UNY,
55281, Telp. 550843, psw.12.
email: suwardi_endraswara@yahoo.com

F. DAFTAR ISI BUKU


BUKU UTAMA BUKU PEMBANDING
Bab I Apa dan Bagaimana Bab I Tata Tertib dan Keteraturan
Kepemimpinan Jawa Pemimpin Formal dan
Bab II Falsafah Kepemimpinan Informal
Jawa Bab II Arti Kerja Bagi Manusia dan
Bab III Moralitas Kepemimpinan Kaitannya dengan
Jawa Kepemimpinan
Bab IV Membangun Istana Bab III Konsep dan Teori
Kepemimpinan Jawa Mengenai Pemimpin dan
Bab V Dunia Batin Pemimpin Jawa Kepemimpinan

5
Bab VI Ideologi Kepemimpinan Bab IV Kepemimpinan Metode Dan
Jawa Tipe Kepemimpinan
Bab VII Wajah Kepemimpinan Jawa Bab V Asas dan Fungsi
Bab VIII Simbolisme Kepemimpinan Kepemimpinan Tugas-Tugas
Jawa Kepemimpinan
Bab IX Politik dan Budaya Bab VI Dinamika Kelompok
Kekuasaan Jawa Organisasi Formal Dan
Bab X Politik dan Estetika Informal
Kepemimpinan Jawa Bab VII Pemimpin Dan Komunikasi
Bab XI Kepemimpinan Jawa Dalam Bab VIII Rekapitulasi Tugas-Tugas
Wayang Pemimpin
Bab XII Psikologi Kepemimpinan Bab IX Manajemen dan
Jawa Kepemimpinan Diterminan
Bab XIII Parodi Kepemimpinan Jawa dan Kekuatan yang
Bab XIV Wahyu, Kekuasan dan Berhubungan dengan
Kewibaan Dalam Kepemimpinan
Kepemimpinan Jawa Bab X Kepemimpinan Demokratis
Bab XV Kepemimpinan Jawa Masa dan Kepemimpinan Abnormal
Depan Bab XI Memilih dan Melatih
Pemimpin Pembinaan
Kepemimpinan Pemuda
Bab XII Kepemimpinan Dan Masalah
Konflik
Bab XIII Pemimpin dan Kepemimpinan
Mahasiswa
Bab XIV Kepemimpinan Militer
Bab XV Pemimpin dan Kepemimpinan
Indonesia Karakteristik
Kepemimpinan

6
BAB II
RINGKASAN ISI BUKU

BUKU UTAMA
BAB I
Apa dan Bagaimana Kepemimpinan Jawa
A. Dasar Pemikiran Kekuasaan Jawa
Kekuasaan itu lekat pada sang pemimpin. Kekuasaan akan menyebabkan
sang pemimpin memiliki kewibawaan. Pimpinan dikelilingi oleh persoalan
budaya kekuasaan Jawa yang rumit. Budaya dan kepemimpinan sangat dekat.
Keduanya saling membutuhkan. Keduanya juga saling isi-mengisi, karena
kepemimpinan butuh budaya, ketika berhadapan dengan perkembangan politik.
Budaya juga mewarnai dunia kekuasaan Jawa.
Jadi dasar pemikiran hadirnya kekuasaan Jawa, tidak pernah lepas dari
arena kepemimpinan. Kekuasaan merupakan sebuah identitas diri, yang kadang-
kadang terpoles dengan agama, ras, dan sejumlah hal. Kekuasaan juga dibingkai
oleh tindakan politik, yang berusaha menguasai orang lain. Kunci politik dan
kekuasaan adalah hegemoni terhadap orang lain. Di dalam kekuasaan dan
kepemimpinan ada upaya menakhlukkan orang lain.

B. Mitologi Kepemimpinan Jawa


Kepemimpinan dalam budaya Jawa memiliki beberapa ciri, yakni: (1)
monocentrum (2) metafisis (3) etis (4) pragmatis (5) sinkretis. Orang Jawa
masih memanfaatkan ilmu mitos, berupa kepercayaan pada hal-hal gaib.
Pemimpin selalu dikaitkan dengan hal ihwal di luar dirinya. Kemampuan orang
Jawa mempelajari kekuatan di luar dirinya, sering dijadikan wahana
kepemimpinan. Banyak pemimpin yang memiliki benda-benda bertuah, seperti
keris, akik, baju khusus, dan lain-lain sebagai penjaga keselamatan dirinya.
Keragaman pengaruh pada kepemimpinan Jawa telah mitos tersendiri. Setiap
pemimpin mencoba mengaitkan kehidupan pribadi dan kelompoknya dengan
mitologi. Mitologi kepemimpinan diperkuat dengan hadirnya ritual-ritual, buku-
buku mistis, dan sejumlah paham lisan. Kelisanan sudah banyak mewarnai dunia

7
kepemimpinan Jawa masa lalu hingga kini. Mitologi kepemimpinan Jawa juga
dibentuk oleh system pemikiran Jawa. Orang Jawa yang banyak berkenalan
dengan aneka paham spiritual, sudah membentuk pola kepemimpinan mitologis.

C. Karakteristik Kekuasaan dalam Paham Jawa


Karakteristik kekuasaan di jagad pimpinan Jawa selalu mengaitkan dengan
kekuatan gaib. Orang Jawa senantiasa memegang teguh kekuatan lain di luar
dirinya, yang dapat membantu kelancaran kekuasaan. Anderson (Ali, 1986:24-25)
dan (Setiawan, 1998:8-11) menjelaskan tentang karakteristik kekuasaan yang
melekat pada paham kekuasaan Jawa, yaitu: a. Kekuasaan adalah memusat
(sentralistis), tidak memancar, tidak berkurang atau bertambah, terkonsentrasi
serta berkecenderungan menghisap kekuasaan lain
b. Kekuasaan berasal dari alam illahiah atau adikodrati yang tunggal, dan
bukannya berasal dari rakyat sebagaimana teoriteori kedaulatan rakyat

D. Wewenang dalam Kepemimpinan Jawa


Konsep kekuasaan dalam budaya Jawa menurut Anderson (1986) ada
empat. Keempat pokok uraian tersebut merupakan hasil abstraksi Anderson
setelah melihat dan mempelajari literatur-literatur Jawa dan gejala-gejala
kekuasaan adalah berkembang dalam sejarah kerajaan-kerajaan Jawa. yang
menurutnya terbagi dalam seperti yang dikemukakan oleh Pangeran Poeger adalah
Raja. Hal ini diperkuat oleh Serat Centhini." "pan ki dhalang sejati jatining ratu
Sang ratu gantyaning nabi Nabi gantyaning hyang agung Ratu-ratu prasasating
Hyang agung kang kadular Artinya, raja nabi (prabu-pandhita) adalah wujud
Tuhan yang terlihat. Ini diperkuat juga oleh kata “kinarya wakiling Hyang Agung"
dalam Wulang Reh yang melukiskan bahwa raja ber-tindak sebagai wakil Tuhan.
Jadi kekuasaan menurut paham Jawa jika dikaitkan dengan politik merupakan
ungkapan "kasekten" (sakti) atas dasar "wahyu'". Jadi meskipun penuh dengan
misteri, kekuasaan itu konkrit adanya.

E. Tiga Kategori Pimpinan Jawa

8
Kategori kepemimpinan Jawa terbagi menjadi tiga hal, yakni, tingkatan (1)
nistha (2) madya, dan (3) utama (hina-tengah-utama). Tentu saja yang paling
berkualitas adalah tingkat utama. Keutamaan pemimpin Jawa akan banyak disukai
oleh rakyat. Manakala pimpinan setiap elemen bangsa memahami keutamaan
menjadi pemimpin, dia tidak akan jatuh pada kenistaan. Pimpinan nistha adalah
yang paling banyak dibenci orang.

BAB II
FALSAFAH KEPEMIMPINAN JAWA
A. Falsafah Kepemimpinan Politik Sumur dan Sungai
Orang Jawa sering menggunakan falsafah sumur dan sungai. Sumur adalah
sumber mata air yang jernih. Yang menarik, dari penggali sumur, selalu berprinsip
sedalam-dalamnya, yang penting ada air bersih. Dia biasanya tidak
memperhatikan kanan kiri yang kekurangan air. Penggali sumur juga tidak mau
tahu, apakah airnya itu bermanfaat bagi orang banyak atau tidak.Umumnya, sumur
di Jawa, hanya berguna bagi lngkungan keluarga (terbatas). Jika pemimpin Jawa
menerapkan falsafah sumur, berarti selalu ingin dilayani. Pimpinan yang minta
dilayani bawahan, jelas menyusahkan.
Kepemimpinan yang dipandang bagus apabila secara politik bersifat
demokratis. Demokratisasi adalah pancaran falsafah politik sungai. Sungai itu ada
sumber, dari hulu menuju ke hilir, tidak pernah berat sebelah, semua yang
membutuhkan dialiri sungai. Demokratisasi Jawa sebenarnya tergambar pada
wawasan musyawarah. Musyawarah adalah seperti aliran sungai, yang
mengutamakan kepentingan bersama. Dalam musyawarah terdapat ajaran
ngemong sesama, artinya tolerensi terhadap sesame. Politik memang
kadangkadang menyakitkan sesame. Tolerensi adalah wujud falsafah
kepemimpinan sungai. Sungai senantiasa mengeluarkan sumber mata air, yang
tidak pernah ada henti-hentinya
B. Falsafah Kepemimpinan Prasaja dan Manjing Ajur-ajer
Kepemimpinan prasaja (sederhana) adalah suatu falsafah hidup. Pemimpin
yang memegang teguh kepemimpinan prasaja diduga tidak akan menyengsarakan
rakyat. Paling tidak, dengan hidup sederhana, tentu tidak ada niat untuk korupsi

9
ketika memimpin bangsa. Selain sikap sederhana, tanpa keinginan bermacam-
macam (nekaneka), pemimpin perlu bersikap ajur-ajer. Artinya, pemimpin mampu
melakukan treatment, untuk menjadi rakyat. Ajur-ajer akan mendorong pimpinan
merasa memiliki rakyat, sehingga ingin melindungi dan mensejahterakan
C. Kepemimpinan dan Kebenaran Hidup
Orang Jawa memiliki falsafah untuk meraih kebahagiaan perlu menjadi
pemimpin. Hal ini didorong oleh filosofi hidup yang kajeng keringan. Kajen
berarti terhormat, disbanding orang lain. Posisi terhormat itulah yang memotivasi
orang Jawa mau duduk sebagai pimpinan. Kajen adalah suasana batin yang merasa
lebih (kacek) disbanding orang lain. Suasana itu amat abstrak, tidak dapat
dijelaskan secara rinci, namun dapat dirasakan. Kajen adalah kebenaran hidup
yang dituntut oleh akal sehat. Itulah sebabnya, orang Jawa merasa lengkap
hidupnya apabila telah memiliki: (1) tahta, (2) wanita, (3) harta, dan (4) wanita
(bagilaki-laki). Keempat hal itulah yang menyebabkan orang Jawa kajen,
dihormati dan disegani orang lain. Bahkan kalau ada peristiwa jagongan di desa,
orang kajen akan didudukkan di jajaran paling atas. Orang kajeng tidak mungkin
duduk lesehan dekat pintu atau jalan keluar.
D. Falsafah Kepemimpinan Suket teki
Ada pepatah Jawa yang mnyatakan “gawan bayi, ciri wanci ginawa mati.”
Artinya, watak seorang pimpinan yang sulit dihilangkan. Watak pimpinan yang
menahun, sudah mengendap, sehingga sulit dipengaruhi orang lain. Itulah kondisi
suket teki, memang sulit dimatikan dengan cara apa pun. Konotasi pemimpin
berfalsafah suket teki tidak selalu baik. Maksudnya, pimpinan suket teki berarti
wataknya yang jelek sulit dihilangkan. Banyak pemimpin yang berwatak otoriter,
senang perintah (dhawuh) saja, tanpa memperhatikan kondisi bawahan.
Perlu di ingat di jagad suket teki memang aneh. Orang Jawa yang berhati
suket teki, sebenarnya tidak mengenal kompromi, bahkan dendam selalu berkobar
secara diam-diam. Ketika seorang pimpinan disakiti, bawahan dirugikan, kata
yang tepat dan dipuja oleh mereka adalah titenana. Titenana adalah penyemaian
suket teki yang tidak pernah punah. Kepemimpinan suket teki, biasanya memakan
korban yang berkelanjutan, tidak jelas ujung pangkalnya

10
BAB III
MORALITAS KEPEMIMPINAN JAWA
A. Amanah Moral Sang Raja
Amanah adalah perintah (dhawuh), yang memuat tugas dan kesanggupan
moral. Amanah adalah kewenangan pimpinan sesuai dengan kitah raja. Kerajaan
adalah potret tatanan moral simbolik yang adiluhung. Dari sisi antropologi budaya,
keraton selalu meletakan legitimasi sebagai sebuah amanah moral. Tujuh aturan
itu merupakan wujud pimpinan Jawa sebagai amanah. Karya besar ini merupakan
akumulasi ajaran moral kepemimpinan sang raja Mataram.
Pertama, Swadana Maharjeng-tursita, seorang pemimpin haruslah sosok
intelektual, berilmu, jujur, dan pandai menjaga nama, mampu menjalin
komunikasi atas dasar prinsip kemandirian. Kedua, Bahni -bahna Amurbeng- jurit,
selalu berda di depan dengan memberikan keteladanan dalam membela keadilan
dan kebenaran. Ketiga, Rukti-setya Garba-rukmi, bertekad bulat menghimpun
segala daya dan potensi guna kemakmuran dan ketinggian martabat bangsa.
Keempat, Sripandayasih- Krani, bertekad menjaga sumber-sumber kesucian
agama dan kebudayaan, agar berdaya manfaat bagi masyarakat luas. Kelima,
Gaugana- Hasta, mengembangkan seni sastra, seni suara, dan seni tari guna
mengisi peradapan bangsa. Keenam, Stiranggana-Cita, sebagai lestari dan
pengembang budaya, pencetus sinar pencerahan ilmu, dan pembawa obor
kebahagiaan umat manusia. Ketujuh, Smara bhumi Adi-manggala, tekad juang
lestari untuk menjadi pelopor pemersatu dari pelbagai kepentingan yang berbeda-
beda dari waktu ke waktu, serta berperan dalam perdamaian di mayapada
B. Moralitas sebagai Ukuran Kepemimpinan Jawa
Moral merupakan ukuran abstraksi kepemimpinan. Kualitas kepemimpinan
Jawa dapat diukur dari moralitasnya. Moral merupakan cerminan jiwa yang benar-
benar cemerlang. Moral pimpinan yang bagus, tentu akan taat pada janji, tidak
menyelewengkan wewenang, tanggung jawab, dan tidakmerugikan pihak lain.
Dengan kata lain, benteng moral sangat penting bagi seorang pimpinan yang ingin
langgeng kedudukannya.
C. Moralitas dan Ilmu Rasa dalam Kepemimpinan Jawa

11
Ilmu rasa dalam kepemimpinan Jawa amat diperlukan. Rasa Jawa itu
sebuah dilosofi hidup yang halus. Rasa yang paling utama dalam kepemimpinan
yaitu, (1) Bisa rumangsa dan bukan rumangsa bisa, artinya pimpinan tidak merasa
mampu apa saja. Filosofi ini sering membuat orang terlalu percaya diri, namun
jika terlalu berlebihan akan menjadi sombong. Jika rasa ini dapat dikelola,
pemimpin akan mampu bersikap rendah hati; (2) Angrasa wani, artinya pimpinan
yang berani menghadapi resiko apa pun yang dibebankan (diamanahkan).
Pimpinan yang tidak berani mengambil resiko, biasanya lamban dalam mengambil
keputusan; (3) Angrasa kleru lan bener tur pener. Artinya, pimpinan yang baik
adalah mampu menyadari bila keliru dalam berbuat. Begitu sebaliknya, pimpinan
yang baik tentu dapat merasa bahwa yang dilakukan itu benar dan tepat. Keputusan
yang baik, selain harus sesuai aturan juga tepat
D. Pratanda-pratanda Moral Kekuasaan
Pratanda yang paling jelas dari orang yang mempunyai kekuasaan adalah
kemampuannya berkonsentrasi. Memfokuskan kekuasaan pribadinya sendiri,
menyerap kekuasaan dari luar dan memusatkan dalam dirinya hal-hal yang
kelihatannya bertentangan. Pratanda-pratanda sosial dari pemusatan kekuasaan
adalah kesuburan, kemakmuran, stabilitas dan kemuliaan

BAB IV
MEMBANGUN ISTANA KEPEMIMPINAN JAWA
A. Idealisme Kepemimpinan Jawa
Idealisme orang Jawa sungguh hebat. Dia ingin membangun istana
kepemimpinan yang luar biasa. Istana kepemimpinan merupakan cetusan dunia
mimpi. Imajinasi suasana selalu lekat dalam diri orang Jawa. Orang Jawa itu
gemar berpikir ideal. Ajaran kepemimpinan ideal itu sebenarnya sudah diresepsi
oleh para pujangga dan penyairlainnya. Karya-karya yang memuat ajaran
asthabrata, antara lain Serat Tumuruning Wahyu Maya dan Serat Nitisruti. Hal ini
sekaligus akan membuka peluang kewibawaan seorang pimpinan. Pimpinan yang
memiliki kepribadian dewa tertentu secara otomatis dianggap lebih legitimated.
Pimpinan demikian pada gilirannya akan membahagiakan rakyat secara
keseluruhan.

12
B. Dharma Seorang Pemimpin
Dharma berarti kewajiban seorang pimpinan. Dharma seorang pemimpin
selalu diarahkan pada kebahagiaan rakyat. Dharma itu terikat oleh janji suci pada
waktu mencalonkan diri. Pancapratama, meliputi: (1) mulad, bahwa sebagai
pemimpin harus waspada dan hatihati terhadap para punggawa (2) amilala,
melindungi dan melayani, memberikan hadiah kepada punggawa yang setia, loyal
dan berjasa. (3) amiluta, mengambil hati punggawa dan rakyat, dengan harapan
dapat memberikan ketenangan jiwa. (4) miladarma, bahwa pemimpin harus bijak,
sehingga tidak ada yang dirugikan, demi kesejahteraan dunia, atau mamayu
hayuning bawana, dan (5), parimarma, dalam arti welas asih, sabar dan pemaaf.
C. Figur dan Persyaratan Menjadi Pemimpin
Sepuluh sifat dasar kepemimpinan Jawa, yaitu: (1) Rajin sujud, meditasi
atau samadhi. Laku sujud atau disebut manembah, selalu menjadi landasan
bertindak. Memimpin yang disertai sujud, akan ingat selalu pada Sang Pencipta,
sehingga tidak gegabah dalam bertindak, (2) Awas (visioner), artinya menjadi
pelopor dan memiliki wawasan ke depan, (3) Greget, artinya tokoh pimpinan yang
menjadi sumber motivator bawahan. Pimpinan yang penuh greget, berarti mampu
mendorong kemajuan bawahan, (4) Babar binuka, artinya pimpinan yang benar-
benar bersifat open manajemen. Kepemimpinan yang terbuka jauh lebih dihargai
bawahan, (5) Lantip, artinya pemimpin yang mampu menangani berbagai hal.
Kelantipan pemimpin ini yang disegani bawahan. Dia mampu menarik simpati,
cerdas dan kreatif, (6) Sopan dan ramah, (7) Senantiasa menuntut ilmu
pengetahuan, tidak mementingkan kesukaan duniawi, mempelajari kitab suci, dan
melaksanakan upacara yadnya, (8) Senantiasa melindungi warga dan mewujudkan
kesejahteraan masyarakat, menegakkan keadilan. (9) Seorang pemimpin
hendaknya gagah berani, bertanggung jawab, dan tangguh dalam menghadapi
berbagai masalah, tunduk kepada aturan (hukum) dan (10) Menghormati orang
bijaksana, menghargai para pahlawan, dan senantiasa melakukan tapabrata dan
semadhi
D. Sifat dan Prinsip Kepemimpinan Jawa
Kepemimpinan Jawa sejati setidaknya perlu memegang teguh nilai-nilai:
(1) jujur, artinya penuh dedikasi dan ada niat tidak membohongi rakyat, (2) wani,

13
artinya diketengahkan bahwa kepemimpinan Jawa sejati setidaknya berani
bertanggung jawa atas segala perbuatannya, (3) temen, artinya tidak ingkar janji,
pemimpin yang terlalu banyak mengobral janji, akan melahirkan janji palsu.
Pemimpin yang ingkar janji, selamanya akan cedera secara politik dan sosial
E. Gaya Kepemimpinan Jawa 5-M
Pertama, melek, selain berarti membuka mata, melihat dengan cermat, juga
bermakna senantiasa awas. Pimpinan adalah seorang pengawas (controlling).
Melek dalam makna leterlijk berarti seorang pemimpin harus tahu dan mengerti
betul kondisi dan problem yang dihadapi rakyatnya, sehingga ia mampu
mencarikan solusi yang efektif dan presisif
Kedua, milik, yang berarti seorang pemimpin harus benar-benar merasa
memiliki tumpah darah dan rakyatnya. Milik harus dibedakan dengan melik. Jika
milik terkandung pesan merasa memiliki, sehingga mau melindungi bawahan,
melik justru perilaku yang tidak baik. Melik membuat pribadi pimpinan ingin
menguasai, tetapi untuk kepentingan diri.
Ketiga, muluk, dalam bahasa Jawa sehari-hari ia berarti gerakan
‘mengangkat’ makanan dengan menggunakan ‘tangan kosong’ yang bertujuan
memenuhi salah satu kebutuhan hidup manusia yang paling vital, yaitu makan.
Keempat, melok, artinya bahwa seorang pemimpin haruslah mampu
menyuarakan, mengikuti dan merealisasikan aspirasi rakyat yang dipimpinnya.
Melok bararti tampak nyata, tidak menyembunyikan berbagai hal dan bersifat open
managemen.
Kelima, meluk yang artinya seorang pemimpin haruslah memiliki perasaan
dan perilaku cinta-kasih yang tulus-mendalam terhadap rakyatnya. Pimpinan yang
sering menyakiti bawahan, melontarkan kata-katas sinis dan kasar, jelas tidak
memiliki peprilaku meluk.

BAB V
DUNIA BATIN PEMIMPIN JAWA
A. Tanggap Sasmita dan Lelana Brata Seorang Pimpinan
Orang Jawa sangat peka akan perasaan bahwa ia tidak hidup sendiri di dunia
ini. Oleh harena keinginan mencari hubungan yang baik dengan dunia lain dan di

14
dalam jangkauan yang lebih luas dengan seluruh alam semesta ini, juga *sebagai
suatu cara pengamanan kehidupannya orang berusaha untuk tahu akan segala
sesuattr yang ada di sekelilingnya dengan cara-cara dan peralatan-peralatan yang
dipandang lebih halus daripada pancainderanya. Oleh karena itu orang Jawa suka
akan kata-kata yang mempunyai arti yang berlawanan terutama bukan dalam arti
harfiahnya; tetapi lebih dalam arti kiasnya, kadang-kadang menuju ke arah
pemberian makna yang winadi, sinengker atau dirahasiakan.

B. Kepemimpinan Jawa Anti Konflik


Batininiah kepemimpinan Jawa, pada dasarnya cenderung anti konflik.
Biarpun ada masalah, sedapat mungkin diselesaikan secara halus, tidak vulgar.
Perintah halus adalah strategi kepemimpinan Jawa yang anti konflik. Orang Jawa
enggan melakukan konflik secara terbuka, maka diredam, dibungkus kado secara
tersembunyi, hingga menetas menjadi perintah halus. Konsep kepemimpinan (a)
dhupak bujang, artinya di dunia rakyat kecil, pemerintahan dengan bernada keras
perintahnya, (b) esem bupati, artinya pemerintahan cukup dengan perubahan raut
muka, rakyat sudah paham, (c) sasmita narendra, artinya seorang pimpinan hanya
member isyarat, bahkan dengan batin, diharapkan lebih halus. Ketiga hal ini masih
terasa dalam peta pemimpin Jawa.
C. Budaya Kepemimpinan Perintah Halus
Kehalusan adalah ciri orang Jawa. Dengan membagi legitimasi bahasa
menjadi ngoko halus dan krama halus, menandai simbol kehalusan budi. Orang
Jawa ketika memimpin bukan semata-mata menggunakan kekuasaan, melainkan
kewibawaan. Wibawa pimpinan Jawa, tergantung cara menghimpun, dengan
tradisi-tradisi laku perihatin
D. Kepemimpinan Jawa: Tapa Brata dan Tapa Ngrame
Kepemimpinan Jawa tulen (asli), memang masih memperhatikan aspek
tapa brata. Anderson (1986:53), menyebutkan bahwa pemimpin sejati di Jawa
ditndai dengan praktik-praktik tapa brata. Biarpun hal ini ada nuansa Hindu, yaitu
praktikpraktik yoga brata, pimpinan Jawa selalu mampu menerimanya. Hanya saja
di lingkungan tertentu, apabila pimpinan terlalu tampak menjalankan tapa, sering

15
dianggpa musyrik. Akibatnya, pimpinan tersebut dipergunjingkan sebagai orang
yang tidak religious.
Tapa ngrame adalah upaya pimpinan untuk membantu dan berbaik hati
pada bawahan. Namun, upaya ini kadang-kadang ada yang tidak murni, sehingga
ada resistensi. Heteroginitas masyarakat Jawa, semakin selektif menghadapi tapa
ngrame.

BAB VI
IDEOLOGI KEPEMIMPINAN JAWA
A. Simbol Ideologis Pemimpin Jawa
Ideologi Jawa banyak mewarnai pola pikir Jawa, yang terungkap dalam
aneka karya sastra. Ideologi kepemimpinan Jawa yang selalu dipegang teguh tak
lain seperti diterakan dalam Serat Adigama, meliputi: (1) sihsamastabuwana,
artinya memiliki sifat kasih sayang pada dunia sekelilingnya, (2) dwiyacitra,
artinya mampu mengantisipasi segala situasi, (3) ginong pratidina, tiap saat
meniptakan harmoni dalam kehidupan yang mapan, (4) dirotsaha, membela hak-
hak yang lemah. Hal senada juga dikemukakan dalam Serat Suryaraja, bahwa
seorang pemimpin Jawa hendaknya menguasai empat hal, yaitu: (a) amulacantra,
artinya senantiasa memperhatikan perubahan dunia sekelilingnya, (b)
pandamprana, artinya bersikap transparan dalam olah intelektual dan mengambil
langkah-langkah positif dalam pemerintahan, (c) sundaracitra, artinya agunh dan
lembut dalam menjatuhkan hukuman pada yang bersalah, (d) dayakuwera, artinya
bersedia berkorban dengan melimpahkan kepada kawula alit yang membutuhkan
bantuan.
B. Pemimpin Jawa Ideal
1. Memiliki Lima belas Sifat
Sifat kepemimpinan termaksud adalah: (1) wignya, (2) mantriwira, (3)
wicaksaneng naya, (4) matanggwan, (5) satya bhakti aprabu, (6) wagmi
wak, (7) sarjjawopasama, (8) dhirotsaha, (9) tan lalana, (10) diwyacitta,
(11) tan satrisna, (12) sih-samastabhuwana, (13) ginong pratidina, (14)
sumantri, 15) anayaken musuh
2. Menjadi Sumber 3 K

16
Pertama, kasenengan (kesenangan). Pimpinan harus mampu menciptakan
kesenangan, dengan cara menghargai pendapat rakyat, dan bersikap
demokratis. Karena, pimpinan yang otokratik, biasanya tak disukai rakyat
Kedua, kasugihan (kekayaan). Yakni, pimpinan yang mampu menciptakan
kemakmuran dan kesejahteraan bangsa sangat diharapkan. Tidak
sebaliknya, negara semakin memperbanyak hutang ke luar negeri,
sementara uangnya dikorupsi pejabat.
Ketiga, ketenteraman, yaitu pimpinan yang berwatak sabda pandhita ratu.
Artinya, pemimpin yang taat pada janji dan sumpah.
C. Ideologi Pemimpin Tepa Selira
Ideologi adalah gagasan luhur yang melandasi kerja seorang pimpinan.
Ideologi Jawa tepa selira, termasuk landasan pokok seorang pimpinan yang amat
penting. Pimpinan yang menerapkan tepa selira, dengan sndirinya akan bijak
dalam memimpin bangsa. Tepa selira dilakukan atas dasar ukuran diri. Manakala
dirinya disakiti merasa sakit, seharusnya tidak menyakiti orang lain. Orang Jawa
memiliki ideologi yang tergambar dalam ungkapan yen ora gelem dijiwit aja sok
njiwiti wong liya, artinya kalau dirimu sakit bila dicubit, jangan mencubit orang
lain.
D. Ideologi Kepemimpinan: Rikuh, Sungkan, dan Pakewuh
Pelaksanaan dan pemahaman mengenai kekuasaan dan kepemimpin Jawa-
Indonesia lebih dekat dengan doktrin dinasti kerajaan dibandingkan dengan
kekeluargaan, meskipun kita memperhitungkan berlakunya fungsi dimensi
hierarkis yang kuat dari berfungsinya keluarga. Hanya praktek otoriterlah yang
sama sekali tidak toleran terhadap segala bentuk kecaman atau meragukan
kebenarannya. Rakyat harus dibimbing dan dididik sehingga mereka akan
berperilaku dengan penuh tanggung jawab, tahu kewajiban dan tempat mereka.
E. Kepemimpinan Astha Brata
Astha brata adalah delapan nasehat, yang diambil dari watak para dewa
berjumlah delapan dewa. Astha brata merupakan nasihat yang diberikan Rama
Wijaya kepada Wibisana yang akan menggantikan kakaknya, Rahwana, menjadi
raja Alengka. Setelah mendapatkan ajaran tersebut, Wibisana ditetapkan menjadi
raja. Dalam cerita Mahabarata, ajaran astha brata ini bisa disampaikan kepada

17
seorang satria dalam lakon-lakon tertentu, misalnya dalam Wahyu Makutharama
yang menceritakan diterimanya wahyu kearifan kepemimpinan Rama Wijaya ini
kepada Arjuna. Lakon ini dikenal dengan sebutan Rama Nitik.

BAB VII
WAJAH KEPEMIMPINAN JAWA
A. Kepemimpinan Agung Binathara
Orang Jawa selalu memegang teguh kepemimpinan itu agung binathara.
Pemimpin itu di atas segala tindakan. Segala tindakan, dikuasai oleh pimpinan
yang agung (besar) dan binathara (seperti dewa). Biarpun ada pengaruh Hindu,
orang Jawa tetap tegas memegang kondisi ini. Orang Jawa juga meyakini
kekuasaan di atas manusia, yaitu dewa. Pimpinan yang agung binathara, biasanya
bersifat sentralistik. Pimpinan lebih bergaya paternalistik. Laki-laki yang menjadi
pucuk pimpinan. Hal ini seperti yang dibahas Mudjanto (1986) bahwa
kepemimpinan Jawa sebagai budaya tersendiri, memiliki aroma khas.
Kepemimpinan Jawa memiliki kekuasaan (power) khusus. Tidak hanya kekuatan
lahir yang mewarnai kepemimpinan Jawa, melainkan juga kekuatan batin
B. Pemimpin Tanpa Pamrih dan Penuh Pamrih
Pemimpin yang berjiwa tanpa pamrih dapat disebut pemimpin sejati.
Ragam pimpinan semacam ini tidak lain merupakan pendukung hadirnya istana
kepemimpinan yang handal di masa depan. Tanpa pamrih menandai bahwa
pemimpin bukan untuk memperkaya diri dan kroninya, melainkan untuk
mengabdikan diri. Pemimpin yang sedikit berjuang, tetapi ingin meraub untung,
itulah pemimpin gombal
Ada dua gaya pemimpin yang saling bertolak belakang, yaitu (1) tanpa
pamrih, hanya mengandalkan keikhlasan, legawa, dan penuh pengabdian sejati dan
(2) penuh pamrih, memipin dengan niat akan mengeruk
keuntungan sebanyak-banyaknya.
C. Kepemimpinan Jawa Legendaris dan Adil
Sungguh banyak pemimpin Jawa legendaries dan adil. Kebijakan yang mereka
tempuh biarpun ada nuansa otokratik, tetap solid. Nama Gajah Mada sudah
menjadi bunga-bunga penting dalam sejarah. Dia memang orang bijak, biarpun

18
hanya sebagai patih (warangka dalem). Kalau dibandingkan dengan patihpatih
dalam pewayangan dan ketoprak, seperti patih Sengkuni, patih Suwanda, patih
Logender, Patih Bestak, dan sebagainya dia termasuk patih yang bijak dan luar
biasa dalam berjuang. Sosok patih yang mampu melebihi ketenaran raja adalah
Gajah Mada
D. Kepemimpinan yang Keweleh
Keweleh adalah buah dari tindakan Pimpinan yang memiliki kekuatan
super power pun, jika telah keweleh, akan malu rasanya. Jangankan tindakan
besar, yang berakibat fatal, tindakan kecil pun kalau keweleh akan sia-sia. Dengan
keweleh, kemungkinan seorang pimpinan baru sadar diri. Namun, saya memiliki
pengalaman seorang pimpinan keweleh tetap merasa tidak bersalah.

BAB VIII
SIMBOLISME KEPEMIMPINAN JAWA
A. Kasekten dan Tradisi Kepemimpinan Jawa Ortodok
Kasekten bersifat simbolik, tidak tampak secara kasatmata. Halini memang
diakui oleh Woodward (1999:19) bahwa orang Jawa sering menggunakan simbol
wayang, untuk mengaktualisasikan kasekten. Kasekten adalah sebuah legitimasi
pimpinan. Untuk mendapatkan legitimasi, raja menjadi objek kehormatan
keagamaan di mana ia memiliki prioritas untuk mendaparkan kekuatan
supranatural (kasekten) yang membenarkan mereka dalam menjalankan
kekuasaan.
Orang Jawa senantiasa berwasiat agar “cegah dhahar lawan guling”,
artinya mencegah makan dan tidur, sebagai perwujudan laku perihatin yang
memuncak
B. Sipat Kandel: Simbolisme Kekuasaan dan Kepemimpinan Jawa
Sipat kandel adalah pusaka andalan sang pemimpin. Pusaka tersebut yang
menimbulkan rasa percaya diri ketika memimpin sebuah komunitas. Manakala
seseorang mempunyai sipat kandel, kepemimpinan akan langgeng dan lebih
berwibawa. Sipat kandel pada masa lalu, jaman Arya Penangsang dan Sultan
Hadiwijaya disebut keris Setan Kober.

19
Sipat kandel dapat diperoleh melalui laku perihatin (tirakat). Ada pula sipat
kandel yang berupa warisan tujuh kekturunan. Sipat kandel warisan pun tidak
semua orang mampu memelikinya. Oleh sebab itu, berbabagai ritual kejawen
sering dilakukan untuk memuliakan sipat kandel. Ritual membershkan sipat
kandel sering bersifat politik
C. Gaya Pimpinan Jawa Sang Kodok
Kepemimpinan gaya sang kodok paling tidak memuat dua hal, yaitu (1)
memimpin dengan gembira dan (2) menjatuhkan hukuman pada yang salah.
Pimpinan harus mendorong bawahan dengan suka ria, tidak selalu berwajah gelap
(mrengut). Pimpinan juga perlu memberikan hukuman pada bawahan yang
dianggap salah. Tentu saja sebelum menjatuhkan hukuman atau sanksi, perlu ada
peringatan baik lisan maupun tertulis. Pimpinan gaya sang kodok, biasanya dipilih
atas dasar aklamasi oleh rakyat. Banyak di antara pimpinan desa dipilih oleh
penduduk desa dan ada keharusan moral untuk mewakili kepentingan rakyat
setempat berhadapan dengan penguasa atasan.
D. Kepemimpinan Ratu Adil dan Mesianistis Jawa
Mesianistis adalah keyakinan pada kelahiran pimpinan baru dengan cara
meramal. Ramalan akan hadirnya pimpinan yang menjanjikan muncul, karena
adanya ketidakpuasan rakyat. Ramalan sang mesianis juga banyak dikenal dengan
sebutan Jangka Jayabaya. Jangka artinya ramalan jaman, yang terkait dengan
paham kekuasaan dan politik Jawa. Mesianis yang mengaku telah mendappatkan
wisik, ada yang menyebut Kaliyuga yang buruk, sebelum pada akhirnya roda itu
berputar kembali dan mengembalikan suatu zaman Kertayuga yang baru. Ramalan
jaman ini terasa terkait dengan jagad kepemimpinan Jawa, yang mengikuti hokum
cakramanggilingan
BAB IX
POLITIK DAN BUDAYA KEKUASAAN JAWA
Konsep budaya Jawa mikul dhuwur mendhem jero, juga telah dibelokkan
menjadi budaya saling menutupi kesalahan orang lain dan kroninya. Yang unik
lagi, manakala budaya semacam ini akan terbongkar, akhirnya sering muncul
budaya golek slamete dhewe.

20
Budaya Jawa gotong royong, telah dibelokkan seratus delapan puluh
derajat, dan mengakibatkan kasus-kasus yang menyangkut orang besar “kandas”.
Betapa tidak, sampai kini kasus Udin, yang terkait dengan Sri Roso Sudarmo
mantan Bupati Bantul, kasus Edi Tansil (Edi Kancil?), kasus Bank Bali, kasus A
Rahman, kasus Probosutedjo, dan ribuan kasus lain – hanya diwacanakan saja. Toh
akhirnya budaya ewuh pakewuh yang sebenarnya adiluhung, dijadikan kambing
hitam untuk menutupi teman seperjuangan. Ewuh pakewuh adalah sendi budaya
Jawa yang baik, berarti seharusnya atasan dan bawahan seharusnya ewuh pakewuh
berbuat “KKN”, tapi justru di era reformasi ini telah berubah total. Ewuh pakewuh
menjadi budaya saling tutup-menutupi borok, tak mau mengadili teman yang
seadil-adilnya, dan akhirnya yang nampak asu gedhe menang kerahe

BAB X
POLITIK DAN ESTETIKA KEPEMIMPINAN JAWA
Politik Semar adalah upaya kepemimpinan yang menghendaki kedamaian.
Kepemimpinan tidak dilakukan secara paksa dan grusa-grusu. Dalam teori Turner,
Douglas, Epskamp (2005:54) Semar adalah figure yang mencerminkan ketertiban,
sedangkan bathara Guru sebagai perusak. Semar sebenarnya tidak jelas kelas
sosialnya, karena sebagai pembantu sekaligus penasehat. Begitulah tokoh Semar
yang menjadi pimpinan sekaligus bawahan. Dia dapat memimpin dan menrasakan
sebagai bawahan. Atasan pun ketika dinasehati Semar tidak merasa tersinggung.
Berpegang teguh pada politik Semar berarti harus pandai menempatkan
diri (empan papan). Semar senantiasa tahu diri. Dia memiliki sifat toleran sehingga
tidak pernah kawatir apa pun menghadapi bahaya yang mungkin menimpanya.
Namun, ketika dia harus marah, tidak ada seorang pun yang mampu menolaknya.
Dia selalu menyelesaikan persoalan bangsa secara bijak.

BAB XI
KEPEMIMPINAN JAWA DALAM WAYANG
Wayang merupakan pancaran ajaran kepemimpinan Jawa. Di dalam
pertunjukan wayang, sering melukiskan satuan moral dan identitas sosial.
Kesadaran antara yang memimpin dan dipimpin diolah dan dikreasi oleh

21
penghayatan dalang. Dalang yang mampu member ruh tindakan wayang sebagai
pimpinan yang tegas, klemak-klemek, dan bijaksana. Biasanya, seorang dalam
hendak menanamkan ideologi kepemimpinan lewat tokoh, antawecana, suluk,
banyolan, dan lain-lain.
Pertunjukan wayang kulit adalah potret kepemimpinan bangsa. Murtono
(1986:162) menjelaskan bahwa pertunjukan wayang sekaligus sebagai wahana
menuju atau mencari sampurnaning pati. Wayang merupakan gambaran
kepemimpinan yang bercorak adil makmur. Sejauh saya sering menonton wayang
sejak kecil, sudah terpikir bahwa ada watak-watak pemimpin yang keras dalam
sebuah pertunjukan.
Suksesi kepemimpinan dalam wayang tidak terlalu rumit dibanding realitas
kehidupan orang Jawa.Oleh karena seluruh purba waesa, artinya wewenang amat
tergantung pada raja. Wayang senantiasa menunjukkan bahwa kepemimpinan
selalu ada rintangan. Kepemimpinan selalu ada godaan,baik dari dalam suatu
negara maupun dari luar negara. Tegasnya, dunia wayang hampir selalu
emnggariskan bahwa yang berhak mengganti dalam suksesi kepemimpinan harus
Pangeran Pati (laki-laki). Sebagian besar kisah pewayangan tentu berkonteks
suksesi kerajaan. Kepemimpinan senantiasa berkiblat pada raja.

BAB XII
PSIKOLOGI KEPEMIMPINAN JAWA
Wawasan kejiwaan mawas diri adalah bagian kehidupan seorang pimpinan
yang amat penting. Mawas diri merupakan kondisi jiwa yang sadar kosmis.
Pimpinan yang mau mawas diri, kepemimpinannya jauh lebih sehat. Oleh karena
dengan mawas diri, seorang pimpinan tidak akan lepas kendali. Dalam kaitan ini,
sudah saya bahas panjang lebar tentang konsep mawas diri seorang pemimpin
Jawa (Endraswara, 2007). Dalam buku Falsafah Hidup Jawa, saya tegaskan bahwa
seorang pimpinan perlu mawas diri, jika ingin sukses meraih kesempurnaan hidup.
Kisah yang memuat ajaran Patih Rajasakapa kepada raja Cingkaradewa
tentang lima pegangan utama seorang pemimpin, yaitu: Pertama, pimpinan harus
menyingkirkan nafsu pancadriya, seperti sifat: (1) cengil (upaya menyengsarakan
pihak lain), (2) panasten (hati mudah terbakar jika orang lain mendapat

22
kenikmatan), (3) kemeren (iri hati), (4) dahwen (senang mencampuri urusan orang
lain), (5) gething (kebencian), dan sebagainya.
Ketika akal budi lemah pimpinan akan merasa sesal (getun). Rasa getun ini
akan hinggap pada pimpinan siapa pun yang berbuat tanpa kendali akal budi.
Getun akan menyebabkan jiwa murung, enggan berusaha, dan menyerah. Ketika
rasa getun sudah tidak mampu dikelola, pimpinan akan berbuat sesuka hati yang
merugikan dirinya. Penyesalan memang sulit dicarikan obatnya.

BAB XIII
PARODI KEPEMIMPINAN JAWA
Parodi adalah sindiran yang sedikit mengejek para pimpinan. Lewat tokoh
yang unik, seringkali ki dalang melakukan lakon parodial. Tokoh punakawan
adalah figur yang paling tepat dalam menjalankan parody. Parodi punakawan
memang memunculkan kontroversial. Punakawan termasuk tokoh kawula alit,
yang dianggap tidak mungkin menduduki pimpinan. Karena itu dalang yang cerdas
akan melakukan parodi yang unik.
Punakawan adalah pimpinan di lingkungan khusus. Paling tidak mereka
adalah memimpin dirinya sendiri. Sebagai seorang pengasuh, punakawan
merupakan dunia yang spesifik. Punakawan dapat pula diartikan seorang
pengasuh, pembimbing yang memiliki kecerdasan fikir, ketajaman batin,
kecerdikan akal-budi, wawasannya luas, sikapnya bijaksana, dan arif dalam segala
ilmu pengetahuan.
Banyak yang mengartikan lakon Petruk Dadi Ratu sebagai sebuah simbol
ketidak becusan seorang pemimpin, atau seorang yang tidak layak menjadi
pemimpin dijadikan pemimpin wal hasil adalah kekacauan. Bisa juga di artikan
sebagai khayalan yang berlebih, lha masak Petruk ingin menjadi pemimpin, jongos
mau jadi Raja.
Dalam jagad kepemimpinan Jawa, memang jarang ada punakawan menjadi
penguasa. Manuver politik dan kepemimpinan Jawa biasanya lebih tersembunyi.
Jika ada Togog dapat menjadi raja, ini tentu sebuah parody politik yang sudah
konyol

23
BAB XIV
WAHYU, KEKUASAAN, DAN KEWIBAWAAN DALAM
KEPEMIMPINAN JAWA
Pengelompokan pejabat-pejabat raja (punggawa) menjadi empat, yaitu (1)
keparak kiwa, (2) keparak tengen, (3) gedhong kiwa, dan (4) gedhong tengen
dianggap sebagai refleksi perpaduan dengan kesejajaran alam. Empat titik kardinal
utama dan empat titik kardinal lainnya, ditambah dengan satu pusat, membentuk
angka sembilan. Angka ini dianggap sebagai angka keramat. Konsep ini jelas
berhubungan dengan pengaruh Islam, terutama bila dikaitkan dengan kenyataan
hadirnya sembilan wall (wali sanga), yang pertama kali menyebarkan agama Islam
di Jawa
Kepemimpinan Jawa itu identik dengan keris sebagai simbol kekuasaan.
Setiap raja masa lalu, selalu memiliki keris sebagai simbol kewibawaan. Bahkan
keris tersebut juga dikenakan (disengkelit) dalam dirinya. Keris tersebut dianggap
sebagai pusaka sakti. Oleh sebab itu, bagi putera mahkota (pangeran pati) sering
diberi keris sebagai lambing akan meneruskan kepemimpinan ayahnya.
Orang Jawa selalu beranggapan bahwa menjadi pemimpin itu karena
wahyu. Maksudnya, tidak semua orang dapat menjadi pemimpin. Pemimpin
adalah orang pilihan. Yang dimaksud dengan wahyu, adalah karunia Tuhan.
Keyakinan Jawa pemimpin itu ada campur tangan dari dzat adikodrati. Jika sang
adikodrati sudah menurunkan wahyu, tentu siapapun tidak akan dapat
menghalangi. Mungkin sekali yang dipilih oleh wahyu adalah orang kecil,
sederhana, kurang berwibawa. Mungkin pula pilihan wahyu adalah orang besar.
Hal ini amat tergantung pada sebuah pulung.
BAB XV
KEPEMIMPINAN JAWA MASA DEPAN
Pimpinan Jawa masa depan adalah sosok yang dapat menjadi suri tauladan.
Terkikisnya kepercayaan rakyat pada pimpinan dewasa ini, karena hilangnya
contoh. Rakyat yang sudah semakin kritis ini, membutuhkan contoh pimpinan
yang peduli pada nasibnya. Pimpinan yang mampu menghayati proses ”jika aku
menjadi” adalah contoh istimewa. Pimpinan demikian, di mamsa depan akan
mendapat apresiasi luar biasa dari rakyat. Hal ini penting karena setiap pimpinan

24
pasti berhadapan dengan orang senang dan tidak senang. Manakala pimpinan
mampu menyelami apa yang digemari rakyat, tentu akan disukai. Pimpinan yang
mampu menunjukkan contoh kebaikan, juga akan dicontoh bawahannya.
Kepemimpinan Jawa A3 (Asah,Asih, Asuh) termasuk harapan seluruh
orang Jawa. Konteks kepemimpinan semacam ini, di era reformasi yang dibarengi
dengan lajunya arus globalisasi ini kepemimpinan ideal semakin dibutuhkan.
Pemimpin yang menggunakan nalar jernih, semangat melindungi, dan mau
membimbing, adalah dambaan seluruh rakyat. Jika konteks ini dapat diaplikasikan
dalam hidup sehari-hari tentu rakyat akan bahagia.
BUKU PEMBANDING
BAB I
TATA TERTIB DAN KETERATURAN PEMIMPIN FORMAL DAN
INFORMAL
A. Teori dan Teknik Kepemimpinan
Ruang lingkup atau tema kepemimpinan itu terletak pada dua hal penting,
yaitu:
Teori kepemimpinan
a) Suatu penggeneralisasian dari suatu seri fakta mengenai sifat dasar pemimpin dan
konsep kepemimpinan.
b) Menekankan latar belakang historis, dan sebab akibat timbulnya kepemimpinan.
c) Sifat-sifat yang diperlukan seorang pemimpin, tugas-tugas dan fungsinya.
Teknik kepemimpinan
a) Kemampuan dan keterampilan teknis pemimpin dalam menerapkan teori
kepemimpinan.
b) Melingkupi konsep-konsep pemikirannya serta peralatan yang digunakan.
B. Pemimpin Formal dan Informal
Pemimpin formal ialah seorang yang memimpin sebuah organisasi atau
lembaga resmi yang berdasarkan keputusan dan pengangkatan resmi. Ciri-ciri dari
pemimpin formal adalah:
1) Berstatus pemimpin selama masa jabatan tertentu atas dasar legalitas formal.
2) Harus memenuhi berbagai persyaratan formal.
3) Harus mendapat dukungan oleh sebuah organisasi formal.

25
4) Mendapat balas jasa materil dan immateril.
5) Menerima kenaikan pangkat formal dan dapat dimutasikan.
6) Apabila melakukan kesalahan akan mendapatkan sangsi.
7) Selama menjabat, memilki wewenag dalam berbagai hal.
Pemimpin informal adalah orang yang tidak mendapatkan pengangkatan
formal sebagai pemimpin, namun hanya karena memilki sejumlah kualitas unggul.
Ciri-ciri pemimpin informal, yaitu:
1) Tidak memiliki penunjukan formal atau legitimitas sebagai pemimpin.
2) Kelompok atau masyarakat yang menunjuk sebagai pemimpin.
3) Tidak mendapat dukungan dari sebuah organisasi resmi.
4) Tidak dapat dimutasikan.
Apabila melakukan kesalahan bisa saja tidak mendapatkan kesalahan.
Hanya saja respek orang terhadap dirinya berkurang.

BAB II
ARTI KERJA BAGI MANUSIA DAN KAITANNYA DENGAN
KEPEMIMPINAN
A. Nilai bekerja atau karya bagi Manusia
Bekerja merupakan aktivitas sosial bagi manusia yang membutuhkan
motivasi kerja yakni motivasi untuk mendapatkan nilai-nilai ekonomis. Selain itu,
juga bisa berwujud nilai-nilai sosial yang berupa penghargaan, respek, kekaguman
kawan-kawan, status sosial, prestise, dan martabat diri. Motivasi bekerja tidak
hanya berwujud kebutuhan ekonomis yang bersifat materiil saja, tetapi bisa juga
berwujud penghargaan. Aspek kedua yang terpenting dari kerja ialah lingkungan
kerja, yaitu lingkungan atau kondisi materiil dan kondisi psikologis.
B. Masyarakat modern dan masalah kerja
Situasi bekerja dalam masyarakat modern yang serba kompleks selalu
membuthkan kerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam situasi yang
demikian maka selalu dibutuhkan pemimpin dan kepemimpinan demi terwujud
efisiensi kerja. Oleh karena itu, maka akan muncul sebuah hierarki organisasi
dengan beberapa lapisan otoritas. Sehubungan dengan pembagian tugas dalam
kerja kooperatif khususnya dalam struktur-struktur organisasi raksasa yang amat

26
kompleks modern, masalah koordinasi merupakan usaha yang rumit yang harus
diperhatikan oleh setiap pemimpin. Masalah tersebut terpusat kepada masalah
komunikasi karena komunikasi adalah kapasitas individu dan keompok untuk
menyampaikan perasaan, pikiran, dan ide-ide sendiri kepada orang lain.

BAB III
KONSEP DAN TEORI MENGENAI PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN
A. Teori kepemimpinan
Teori kepemimpinan adalah penggeneralisasian satu seri perilaku
pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya. Teori kepemimpinan pada
umumnya berusaha untuk memberikan penjeasan dan interpretasi menegenai
pemimpin dan kepemimpinan dengan menggunakan beberapa segi, yaitu:
1) Latar belakang sejarah pemimpin dan kepemimpinan
2) Sebab akibat munculnya pemimpin
3) Tipe dan gaya kepemimpinan
4) Syarat-syarat kepemimpinan
B. Pemimpin dan Sifat-Sifatnya
Pengertian Pemimpin
1. Pemimpin adalah seorang pribadi yang memilki kecakapan dan kelebihan
khususnya kecakapan kelebihan di satu bidang, sehingga dia mampu
mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-bersama melakukan aktivitas
tertentu demi pencapaian tujuan.
2. Henry pratt Fairchild: pemimpin ialah seorang yang memimpin dengan jalan
memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, mengarahkan,
mengorganisir atau mengontrol usaha atau upaya orang lain atau prestise,
kekuasaan atau posisi
3. John Gage Allee: pemimpin itu adalah pemandu, penunjuk, penuntun,
komandan).
4. Pemimpin ialah kepala actual dari organisasi partai, dusun atau subdivisi-
subdivisi dan bagian lainnya.
5. Pemimpin adalah pribadi yang memilki kecakapan khusus, dengan atau tanpa
pengangkatan resmi.

27
Banyak usaha bersama yang beroperasi secarakooperatif dan mengarah
pada pencapaian tujuan-tujuan tertentu. Danpemimpin-pemimpin harus
dipersiapkan , dilatih, dan dibentuk secara sistematis. Dengan menekankan bukan
.kepada hal-hal yang berkaitan dengan kekuasaan
Sifat- Sifat pemimpin
Upaya untuk menilai berhasilnya seorang pemimpin dilakukan dengan
mengamati dan mencacat sifat-sifat dan kualitas atau mutu perilakunya, yang dapat
dipakai sebagai criteria untuk menilai kepemimpinannya. Sepuluh sifat-sifat
pemimpin oleh Ordway Tead:
1) Energy jasmaniah dan mental (physical and nervous energy).
2) Kesadaran akan tujuan dan arah (a sense of purpose and direction).
3) Antusiasme (enthusiasm).
4) Keramahan dan kecintaan (friendliness and affection).
5) Integritas (integrity).
6) Penguasaan teknis (technical mastery).
7) Ketegasan dalam mengambil keputusan (decisiveness).
8) Kecerdasan (intelligence)
9) Keterampilan mengajar (teaching skill).
10) Kepercayaan (faith).
Menurut George R. Terry, menulis sepuluh sifat pemimpin yang unggul:
a) Kekuatan.
b) Stabilitas emosi.
c) Pengetahuan tentang relasi insani.
d) Kejujuran.
e) Objektif.
f) Dorongan pribadi.
g) Keterampilan berkomunikasi.
h) Kemampuan mengajar.
i) Keterampilan sosial.
j) Kecakapan tekhnis atau kecakapan manajerial.

BAB IV

28
KEPEMIMPINAN METODE DAN TIPE KEPEMIMPINAN
A. Kepempinan dan Metode Kepemimpinan
Kepemimpinan tidak lagi didasarkan pada bakat dan pengalaman saja,
tetapi pada penyiapan secara berencana, melatih calon-calon pemimpin. Nilai
kepemimpinan tidak lagi dinilai dari bakat alamnya akan tetapi oleh
kemampuannya menggerakkan banyak orang melakukan satu karya bersama,
berkat pengaruh kepemimpinan yang diperoleh melalui pelatihan dan pendidikan.
Namun yang terpenting untuk diketahui ialah pribadi pemimpin dan bentuk
kepemimpinan yang bagaimana yang cocok dalam kelompok dalam kondisi serta
situasi tertentu. Dari satu sisi, kepemimpinan dapat dilihat sebagai instrument yang
memiliki kekuatan dan kekuasaan tertentu untuk melancarkan kegiatan organisasi.
Dari hubungan pemimpin dan para pengikut secara lambat laun akan
berkembang metode kepemimpinan. Metode kepemimpinan ialah cara bekerja dan
bertingkah laku pemimpin dalam membimbing para pengikutnya untuk berbuat
sesuatu yang diharapkan dapat membantu keberhasilan seorang pemimpin dalam
melakukan tugas-tugasnya. Dibawah ini beberapa metode kepemimpinan:
a) Memberi perintah.
b) Memberikan celaan dan pujian.
c) Memupuk tingkah laku pribadi pemimpin yang benar.
d) Peka terhadap saran-saran.
e) Memperkuat rasa kesatuan kelompok.
f) Menciptakan disiplin dan kelompok.
g) Meredam kabar angin dan isu-isu yang tidak benar.
B. Kepemimpinan Yang Tidak Efisien
Ciri-ciri negatif yang tidak patut dimiliki oleh seorang pemimpin dalam
kelompok individu yang sehat adalah: inteligensi rendah, sifat penakut dan
pengecut, sikap yang egoistis atau individualistis, atribut infantile (kekanak-
kanakan), tidak bertanggung jawab, dan lain-lain.
C. Teori tentang Kepemimpinan
Teori Otokratis dan Pemimpin Otokratis
Kepemimpinan didasarkan atas perintah-perintah, paksaan, dan tindakan-
tindakan yang arbitrer. Pemimpin tersebut pada dasarnya mau berambisi untuk

29
dapat menaklukkan sesuatu serin disebut sebagai otokrat keras. Ciri-cirinya,
adalah:
✓ Dia memberikan perintah-perintah yang dipaksakan dan harus dipatuhi.
✓ Dia menentukan policies atau kebijakan untuk semua pihak tanpa berkonsultasi
dengan para anggota.
✓ Dia tidak pernah memberikan informasi mendetail tentang rencana-rencana yang
akan datang.
✓ Dia memberikan pujian dan kritik pribadi terhadap setiap anggota kelompoknya
dengan inisiatif sendiri.
Otokrat lembut atau baik banyak memilki kemiripan dengan otokrat keras,
namun dia selalu didera oleh perasaan-perasaan nonkonformistis. Dia hanya
mentolerir kepatuhan yang sesuai dengan perintah dan prinsip yang diciptakan
sendiri. Berbeda dengan kedua tipe otokrat yang memilki prinsip-prinsip
konservatif dan kuat, otokrat inkompeten ini justru tidak punya prinsip yang tidak
mau mengindahkan moral.
a. Teori psikologis
Fungsi seorang pemimpin adalah memunculkan dan mengembangkan
sistem motivasi terbaik guna merangsang kesedian bekerja dari para pengikut.
Kepemimpinan yang seperti ini selalu membutuhkan aspek-aspek psikis manusia.
b. Teori sosiologis
Kepemimpinan dianggap sebagai usaha-usaha untuk melancarkan untuk
antar relasi dalam organisasi dan sebagai usaha untuk menyelesaikan setiap konflik
organisatoris antara para pengikutnya. Dalam teori pemimpin diharapkan dapat
mengambil tindakan korektif apabila terdapat penyimpangan dalam organisasi.
c. Teori suportif
Pemngikut harus berusaha sekuat mungkin dan bekerja dengan penuh
gairah sedangkan pemimpin akan membimbing dengan sebaik-baiknya melalui
policy tertentu. Untuk itu pemimpin perlu menciptakan suatu lingkungan kerja
yang menyenangkan dan bisa membantu pengikutnya dengan mengembangkan
bakat dan keterampilan.
d. Teori Laissez Faire

30
Pemimpin Laissez Faire bukanlah seorang pemimpin yang dalam
pengertian sebenarnya. Atau juga dapat dikatakan pemimpin yang acuh tak acuh.
Sehingga kelompok tersebut praktis menjadi tidak terkontrol.
e. Teori kelakuan pribadi
Kepemimpin dilihat berdasarkan kualitas-kualitas pribadi atau pola
kelakuan para pemimpinnya. Pemimpin diharapkan harus mampu bersifat fleksibel
dan bijaksana.
f. Teori sifat orang-orang besar (traits of great men)
Ciri-ciri unggul sebagai predisposisi yang diharapkan akan seorang
pemimpin yaitu memiliki inteligensi tinggi, banyak inisiatif, energik, punya
kedewasaan emosional, keterampilan berkomunikatif, memiliki kepercayaan diri,
peka, kreatif, partisipasi sosial.
g. Teori situasi
Kepemimpinan adalah produk dari satu situasi atau keadaan. Pada teori ini
dinamik interaksi antara pemimpin dengan rakyat melalui interaksi, untuk dapat
memenuhi keinginan rakyat secara mendasar.
h. Teori humanistik atau populastik
Fungsi kepemimpinan ialah merealisir kebebasan manusia dan memenuhi
segenap kebutuhan insane yang dicapai melalui interaksi dengan rakyat. Karena
focus dari teori ini adalah rakyat dengan segenap harapan dan kebutuhannya yang
harus diperhatikan.
D. Tipe kepemimpinan
1. Tipe karismatis
Tipe pemimpin karismatis memilki kekuatan energi serta daya tarik yang
luar biasa untuk mempengaruhi orang lain sehingga ia banyak memiliki pengikut
yang sangat besar jumlahnya dan dapat dipercaya. Tokoh-tokoh semacam ini ialah:
Jengis Khan, Hitler, Ghandi, John. F. Kennedy, Sukarno, Margarete Tatcher,
Gandhi, Gorbachev, dan lain-lain.
2. Tipe paternalistis
Tipe kepemimpinan seperti ini adalah tipe “kebapakan”, yang memiliki
sifat antara lain:
a) Menganggap bawahannya sebagai manusia yang belum dewasa.

31
b) Bersikap terlalu meindungi (overly protective).
c) Jarang memmberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan
sendiri.
d) Selalu bersikap maha tahu dan maha benar.
3. Tipe militeristis
Adapun sifat-sifat pemimpin yang militeristis adalah:
a) Menggunakan sistem perintah atau komando terhadap bawahannya yang otoriter,
b) Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan.
c) Sangat senang akan formalitas.
d) Menuntut adanya kedisplinan keras.
e) Tidak menghendaki saran, usul kritikan dari bawahannya.
f) Komunikasi hanya berlangsung searah saja.
4. Tipe otokratis (outhoritative, dominator)
Kepemimpinan otokratis mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan
yang mutlak harus dipatuhi. Pemimpin selalu berdiri jauh dari anggota atau
eksklusivisme. Pemimpin otokratis senantiasa ingin berkuasa absolute, tunggal dan
merajai keadaan.
5. Tipe laissez faire
Pada tipe ini, pemimpin praktis tidak memimpin dan membiarkan
kelompoknya serta setiap orang berbuat semau sendiri. Pemimpin tidak
berpartisipasi sedikti pun dalam kegiatan kelompoknya.

6. Tipe populistis
Kepemimpinan populistis berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat
yang tradisional. Kepemimpinan jenis ini mengutamakan nasionalisme.
7. Tipe administratif atau eksekutif
Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang mampu
menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif.

BAB V
ASAS DAN FUNGSI KEPEMIMPINAN TUGAS-TUGAS KEPEMIMPINAN

32
A. Asas dan Fungsi Kepemimpinan
Fungsi kepemimpinan adalah memandu, menuntun, membimbing,
membangun, memberi atau membangunkan, motivasi-motivasi kerja,
mengemudikan organisasi, dan menjalin jaringan komunikasi. Sedangkan asas-
asas kepemimpinan adalah:
a) Kemanusian, mengutamakan sifat-sifat kemanusiaan dengan cara
mengembangkan potensi dan kemampuan setiap individu.
b) Efisien, efisiensi teknis maupun sosial yang berkaitan dengan sumber, materi dan
jumlah manusia.
c) Kesejahteraan dan kebahagiaan yang lebih merata, menuju pada taraf kehidupan
yang lebih tinggi.
B. Teori dan Teknik Kepemimpinan
Teori kepemimpinan memilki beberapa aspek diantaranya, adalah:
a) Latar belakang historis pemimpin dan kepemimpinan.
b) Sebab munculnya pemimpin
c) Tipe dan gaya pemimpin
d) Syarat-syarat kepemimpinan.
Teknik kepemimpinan ialah kemampuan dan ketermapilan teknis serta
sosial pemimpin dalam menerapkan teori kepemimpinan pada praktik kehidupan.
Yang termasuk kedalam kategori teknik kepemimpinan ialah:
a) Etika profesi pemimpin dan etiket.
b) Kebutuhan dan motivasi
c) Dinamika kelompok
d) Komunikasi
e) Kemampuan pengambila keputusan

BAB VI
DINAMIKA KELOMPOK ORGANISASI FORMAL DAN INFORMAL
A. Dinamika Kelompok
Manusia adalah makhluk sosial yang hidup berkelompok, bersama-sama,
saling berhubungan satu sama lain atau berkomunikasi , dan saling
mempengaruhi. Ada proses determinasi sosial, yaitu dipengaruhi oleh orang lain

33
dan oleh lingkungannya; namun sekaligus mempengaruhi orang lain dan
lingkungan sekitarnya. Kehadiran manusia lain juga mutlak diperlukan untuk
melastarikan hidupnya, sebab manusia itu tidak bisa hidup sendirian tanpa dibantu
orang lain. Maka, kepemimpinan merupakan gejala interaksional dalam kelompok
yang memiliki tujuan bersama.
Pada setiap anggota kelompok selalu kita dibutuhkan aksi-aksi dan reaksi
yang timbal balik. Yang penting dalam kelompok tersebut adalah bukan persamaan
da perbedaan satu sama lainnya, akan tetapi saling ketergantungan atau
interdependensinya di mana setiap individu harus bekerjasama dengan orang lain,
untuk bisa hidup rukun damai bersama-sama.
Individu-individu dalam kelompoknya itu bersifat dinamis, sebab saling
mempengaruhi dan saling mendorong. Maka ciri-ciri manusia di dalam
kelompoknya atau di dalam medan sosial antara lain:
1) Dinamis, selalu bergerak dan berubah; tak bisa di duga dengan tepat, beraneka
ragam geraknya, dan bebas merdeka.
2) Mempunyai potensi untuk melakkukan bermacam-macam aksi atau perbuatan
dan peristiwa.
3) Menanggapi orang lain sebagai makhluk sejenis, sebagai sesama hidup, dan
sebagai subjek yang sederajat.
4) Interaksi dan partisipasi masing-masing anggota kelompok itu sangat berkaitan
dengan semakin: Meningkatnya emosi dan sentimen-sentimeneuforis (senang
dan puas, keinginan, kebutuhan-kebutuhan, dan keterampilan teknis masing-
masing individu). Berkaitan dengan semakin jelasnya norma-norma kelompok.
Pada saatnya, sentimen dan norma-norma kelompok ini akan menjadi unsur
kekuatan dalam organisasi dan administrasi yang perlu diperhatikan pemimpin.
B. Fungsi Kelompok bagi Individu, dan Fungsi Pemimpin
Kelompok merupakan suatu situasi sosial-psikologis khusus, tempat
berpijaknya individu. Kelompok ini sangat berarti bagi individu, karena kelompok
memberikan pengaruhnya kepada individu. Begitu juga dengan individu, dapat
memberikan pengaruhnya kepada kelompok. Secara psikologis disebutkan bahwa
individu dan kelompok itu masing-masing adalah unit, dengan orde yang berbeda-
beda.

34
Fungsi kelompok bagi individu , ialah sebagai berikut:
a) Memberikan wadah sosial dan ruang hidup psikologis kepada individu untuk
berprestasi dan bekerja sama dengan orang lain.
b) Menjadi kader-referensi untuk mengaitkan diri, sehingga muncul loyalitas.
c) Memberikan rasa aman
d) Memberikan status sosial kepada individu, sehingga marasa diakui, dihargai,
diterima di lingkungannya.
e) Memberikan ideal-ideal, cita-cita, tujuan-tujuan hidup tertentu, dan asa-asas
perjuangan bagi hidupnya.
f) Menjadi alat atau wahana untuk mencapai cita-cita hidupnya, dan untuk
membangun bersama-sama.
g) Di dalam kelompok, individu merasa menjadi satu bagian dari kelompok.
Fungsi pemimpin dalam kelompok:
1. Memelihara struktur kelompok, menjalin interaksi yang lancar, dan memudahkan
pelaksanaan tugas-tugas.
2. Menyinkronkan ideologi, ide, pikiran dan ambisi anggota kelompok dengan pola
keinginan pemimpin.
3. Memberikan rasa aman
4. Memanfaatkan dan mengoptimasikan kemampuan, bakat dan produktivitas
semua anggota kelompok untuk berkarya dan berprestasi.
5. Menegakkan peraturan agar tercapai kepaduan kelompok untuk meminimalisir
konflik dan perbedaan-perbedaan.
6. Merumuskan nilai-nilai kelompok, dan memilih tujuan kolompok, sambil
menentukan sarana dan cara-cara operasional guna mencapainya.
7. Mampu memenuho harapan anggota, sehingga mereka merasa puas.
C. Organisasi Fomal dan Informal
Organisasi formal adalah orgnisasi yang ada di atas kertas, dengan relasi-
relasi logis berdasarkan peraturan, konvensi dan kebijakan dari organisasi, denga
pembagian tugas pekerjaan dan herarki kerja. Maka menjadi kewajiban para
pemimpin ialah memahami bagaimana fungsi dan beroperasinya organisasi formal
tersebut dalam kenyataan dan praktiknya. Ciri-ciri khas organisasi formal adalah:
a) Bersifat impersonal

35
b) Kedudukan setiap individu berdasarkan fungsi masing-masing.
c) Ada relasi formal
d) Suasana kerja dan komunikasi berlandaskan pada kompetisi/persaingan dan
efisiensi
Tugas pokok upaya pengorganisasian formal itu meliputi hal-hal sebagai
berikut:
a) Menentukan kelompok /unit-unit kerja
b) Membagi tugas-tugas kerja
c) Menentukan tingkat otoritas, yaiatu kewibawaan dan kekuasaan untuk bisa
bertindak secara bertanggung jawab.
Organisasi informal ialah sistem interelasi manusiawi berdasarkan rasa
suka dan tidak suka, dengan iklim psikis yang intim, kontak muka, serta moral
tinggi.
Ciri-ciri khas organisasi informal antara lain ialah:
1) Terintegrasi dengan baik
2) Di luar kelompok primer atau informal ini terdapat kelompok yang lebih besar,
yaitu kelompok formal atau sekunder.
3) Setiap anggota secara individual mengadakan interelasi berupa jaringan
perikatan.
4) Terdapat iklim psikis “suka dan tidak suka
5) Sedikit atau banyak, setiap anggota mempunyai sikap yang pasti terhadap
anggota-angggota lainnya dan dimuati afeksi serta emosi-emosi tertentu.
Setiap orang dalam kelompok primer mengetahui tugasnya, sifat dan
kebiasaan masing-masing sehingga ia tidak anonim. Setiap individu punya fungsi
tertentu, dan menjalin hubungan interelasi akrab dengan anggota lainnya. Sehingga
terdapat moral kelompok yang cukup tinggi dan kontrol sosial yang ketat. Pola
interelasi dari kelompok tersebut mutlak mempengaruhi masing-masing orang
dalam kelompok tersebut, dan dapat mengubah pola-pola tingkah laku individual.

BAB VII
PEMIMPIN DAN KOMUNIKASI
A. Tipe dan Persyaratan Komunikasi

36
Suksesnya pelaksanaan tugas pemimpin itu sebagian besar ditentukan oleh
kemahirannya menjalin komunikasi yang tepat dengan semua pihak. Beberapa
defenisi komunikasis ialah sebagai berikut:
1) Komunikasi ialah arus informasi dan emosi-emosi yang terdapat dalam
masyarakat yang berlangsung ke semua pihak.
2) Komunikasi ialah kapasitas individu atau kelompok untuk menyampaikan
perasaan, pikiran, dan kehendak kepada individu dan kelompok lain. Dan yang
perlu diperhatikan dalam komunikasi adalah teknik komunikasi.
3) Teknik komunikasi ialah tata cara hubungan yang efisien, baik melalui
penggunaan alat-alat komunikasi maupun tidak dengan semua unsur yang saling
melibatkan diri dalam satu unit sosial.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam teknik komunikasi, yaitu:
1) Manfaat komunikasi
2) Arus komunikasi
3) Kebijaksanaan komunikasi.
4) Tipe dan persyaratan komunikasi.
Bentuk-bentuk Komunikasi
a. Tipe atau bentuk-bentuk komunikasi ialah:
1. komunikasi searah, dan
2. komunikasi dua arah.
b. Keuntungan dari komunikasi searah antara lain:
1. Dapat berlangsung cepat dan efisien,
2. Dapat melindungi pemimpin, sehingga orang atau para pengikut tidak dapat
melihaat dan menilai kesalahan dan kelemahan pemimpin.
c. Kelemahan dari komunikasi searah antara lain:
1. Kepemimpinannya bersifat otoriter,
2. Dapat menimbulkan ketidakjelasan, salah paham, penafsiran yang keliru,
sentimen dan banyak ketegangan
Selanjutnya, keuntungan dan kelemahan dari komunikasi dua arah antara
lain:
1. Semua perintah dapat diterima dengan lebih akurat-tepat,
2. Dapat dikurangi salah paham san salah interpretasi,

37
3. Suasananya lebih demokratis.
Beberapa kelemahan dari komunikasi dua arah ialah:
1. Komunikasi dan kepatuhan berlangsung lebih lambat,
2. Kemungkinan besar muncul sikap “menyerang” pada pengikut, dan terdapat
sikap bertahan pada diri pemimpin.
3. Setiap saat bisa timbul masalah-masalah baru yang tidak terduga dengan adanya
dialog terbuka.
Dalam melaksanakan fungsinya sebagai dinamisator dan organisator,
pemimpin harus selalu berkomunikasi, baik melalui hubungan formal maupun
informal. Sebab suksesnya pelaksanaan tugas-tugas kepemimpinan itu sebagian
besar ditentukan sekali oleh keterampilannya menjalin komunikasi dengan semua
pihak yang ada kaitannya dengan organisasi tersebut.
B. Pengambilan Keputusan
Dalam kondisi ketidak pastian dengan banyak perubahan yang mendadak,
maka pemgambilan keputusan merupakan unsur yang paling sulit dalam
manajemen, namun merupakan usaha yang paling penting bagi pimpinan. Apabila
pemimpin mampuu dengan tangkas, cerdas, cepat dan arif bijaksana mengambil
keputusan yang tepat, maka organisasi atau administrasi bisa berfungsi secara
afektif dan produktif. 1[27]
H.A. Simon mengemukakan tiga proses dalam pengambilan keputusan
(dalam bukunya Administrative Behaviour, 1947), yaitu:
a) Inteligence activity, yaitu proses penelitian situasi dan kondisi dengan wawasan,
b) Design activity, yaitu proses menemukan masalah, mengembangkan pemahaman
dan menganalisis kemungkinan pemecahan masalah serta tindakan lebih lanjut;
jadi ada perencanaan pola kegiatan,
c) Choice activity, yaitu memilih salah satu tindakan dari sekian banyak alternatif
atau kemungkinan pemecahan
C. Keterampilan Berdiskusi
Kemampuan berdiskusi dengan baik merupakan salah satu persyaratan
mutlak yang perlu bagi setiap pimpinan. Diskusi ialah pembicaraan bebas (free

38
talk) yang diarahkan pada pemecahan pada pemecahan masalah. Pada diskusi
diharapkan terdapat interaksi yang timbal balik, suasana bebas, arus pemberian
informasi yang seluas-luasnya, pertimbangan kontra pertimbangan lain. Manfaat
diskusi antara lain:
1) Dapat memperluas dan memperdalam pengetahuan, perincian masalah, serta
memperluas cakrawala kemungkinan-kemungkinan pemecahan.
2) Adanya pendekatan multidisipliner, multidimensional, berpikir secara
kooperatif, dan akumulasi dari ide-ide yang konstruktif, didertai kejernihan dan
kejelasan yang lebih gamblang.
3) Dapat meningkatkan proses pengendapan permasalahan, ada proses internalisasi.
4) Pembentukan kepribadian menjadi lebih kaya dan lebih matang.
Tujuan berdiskusi ialah:
1) Untuk memikirkan beberapa alternatif kemungkinan pemecahan yang diperlukan
dalam pengambilan keputusan.
2) Untuk mendapatkan informasi dan data selengkap mungkin, dan memikirkan
cara penyelesaian masalah seefisien mungkin.

BAB VIII
REKAPITULASI TUGAS-TUGAS PEMIMPIN
Rekapitulasi dari tugas-tugas pemimpin yang bisa dibedakan dari tugas
anggota ialah sebagai berikut:
1) Dalam perurutan waktu yang relatif menjadi semakin pendek, kualitas
pekerjaam dan tugas pemimpin mengandung banyak sekali dimensi inovasi dan
perubahan-perubahan secara cepat,
2) Pemimpin harus menyusun kebijakan,
3) Jika tugas anggota biasa berkualitas statis-lebih banyak pasif dan patih
mengikuti, maka tugas pemimpin sifatnya dinamis, kreatif, inovatif, unik lentur,
luwes, dan tidak banyak dibatasi oleh standar serta norma-norma ketat.
4) Pemimpin harus bisa menerjemahkan atau menjabarkan ide-ide, konsep dan
kebijakan organisasi dalam bahasa-aksi.

39
5) Pada struktur piramida, pemimpin tertinggi mempunyai kewibawaan tertinggi,
kekuasaan paling besar, dan pertanggung jawaban paling berat, serta memikul
resiko yang paling besar.
6) Pemimpin harus sanggup berpikir kreatif, orisinil, otentik dan futuristik.
7) Mampu membangunkan sikap kooperatif dan partisipatif pada setiap
pengikutnya, agar mereka bersedia memberikan kontribusinya pada organisasi.
8) Pemimpin juga berfungsi sebagai juri (wasit) dan hakim bagi segala konvensi
dan permainan organisasi.
9) Seni kepemimpinan juga mencakup keseimbangan antara pelaksanaan tugas
rutin dengan tugas inovatif dan kreatif dalam wujud penerapan sistem kerja
baru, perbaikan dan revisi.
10) Tugas yang paling sulit ialah penagambilan keputusan (decision making), yang
memungkinkan berlangsungnya semua kerangka kerja secara efektif dan
efisien. Dalam kemahiran pengambilan keputusan tercakup keterampilan
mengadakan seleksi, dan mengambil keputusan yang tepat dari sekia banyak
alternatif.
11) Tugas pemimoin merupakan hal yang berat karena dibebani tanggung jawab
moril/etis.
12) Pemimpin harus mampu menyelesaikan konflik melalui manajemen konfik.
Pemimpin dengan kepemimpinannya itu mempengaruhi, mengubah dan
mengarahkan tingkah laku bawahan atau orang lain untuk mencapai tujuan
organisasi. Persyaratan-persyaratan seseorang menjadi pemimpin dikemukakan
oleh William G. Scott, antara lain:
1. The Great Man approach (pendekatan Orang Besar).
2. The Trait approach (pendekatan ciri atau sifat).
3. The modified trait approach (pendekatan ciri yang sudah diubah).
4. The situation approach (pendekatan situasional).
Kedudukan pemimpin selalu dikaitkan dengan: kemampuan, kewibawaan,
dan kekuasaannya. Ketiga faktor inilah yang mewarnai tipe kepemimpinan dari
pribadi pribadi pemimpin, yang dapat mengarahkan tingkah laku bawahan dalam
satu organisasi, atau menuntun tingkah laku rakyat dalam satu negara ke arah
kegiatan-kegiatan pembangunan.

40
BAB IX
MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN DETERMINAN DAN KEKUATAN
YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPEMIMPINAN
A. Manajemen dan Pemimpin
Manajeman adalah inti dari administrasi, sedangkan kepemimpinan adalah
inti dari manajemen. Analog dengan ini, kepemimpinan merupakan inti baik dari
manajemen maupun dari administrasi yang dikelola oleh manusia. Faktor pribadi,
posisi pemimpin, dan situasi sosial tertentu ikut menentukan macamnya pemimpin
dan kepemimpinan yang dibutuhkan pada suatu saat.
R. Terry dalam bukunya Principle of Management menyatakan beberapa
defenisi tenteng istilah manajemen, sebagai berikut:
1) Manajemen adalah suatu kekuasaan yang mengatur suatu usaha, dan bertanggung
jawab atas keberhasilan atau kegagalan
2) Manajemen adalah penyelenggaraan usaha penyusunan dan mencapai hasil yang
di inginkan dengan menggunakan upaya-upaya kelompok, terdiri atas
penggunaan bakat-bakat dan sumber daya manusia.
3) Secara sederhana, manajemen adalah melaksanakan perbuatan-perbuatan
tertentu dengan menggunakan tenaga orang lain.
Manajemen dapat juga disebut sebagai pengendalian suatu usaha, yaitu
merupakan:
1. Proses pendelegasian/pelimpahan wewenang kepada beberapa penanggung
jawab dengan tugas-tugas kepemimpinan,
2. Proses penggerakan serta bimbingan-pengendalian semua SDM dan sumber
materiil dalam kegiatan mencapai sasaran organisasi.
G. R. Terry berpendapat bahwa fungsi-fungsi manajemen meliputi empat
peristiwa yang disingkat dengan P. O. A. C., yaitu:
Planning (perencanaan)
Organizing (pengorganisasian)
Actuating (penggerakan, aktualisasi)
Control (pengawasan)

41
B. Determinan Kepemimpinan dan Kekuatan yang Berhubungan dengan
Kepemimpinan
Agar kepemimpinan menjadi operasional, perlu ada tiga determinan
kepemimpinan yaitu:
1) Faktor orang. Bahwa individu itu memiliki sifat-sifat pribadi yang dapat
membantu atau justru mnghalang-halangi tugasnya sebagai pemimpin.
2) Faktor posisi. Pemimpin mempunyai satu posisi atu kedudukan sehubungan
dengan fungsi dan tugas atau pekerjaannya. Kemusian ia selalu memiliki
semacam citra atau gambaran mengenai perilaku sendiri, yaitu hal-hal yang harus
dilakukan dalam posisi tertentu. Hal demikian disebut juga dengn ‘konsep
peranan’.
3) Faktor situasi/tempat. Sifat-sifat pemimpin harus sesuai dengan kebutuhan
kelompok yang bersangkutan, dan cocok dengan situasi, tempat serta zamannya.
John French dan Bertram Raven mengemukakan suatu kerangkan kekuatan
yang berhubungan dengan pengaruh kepemimpinan, yaitu:
1. Kekuatan (coersive power). Mengandalkan kekuatan pribadinya untuk
memaksakan keinginan kepada para pengikutnya.
2. Kekuatan via pemberian penghargaan (reward power). Para pengikut berbuat
sesuai dengan norma-norma dan keinginan pemimpin, diberi penghargaan dalam
wujud material atau nonmaterial tertentu.
3. Kekuatan karena pengesahan (legitimate power). Diperoleh melalui posisi
“supervisor” di dalam organisasi yang bersangkutan.
4. Kekuatan oleh memiliki suatu keahlian (expert power). Mucul karena pemimpin
memiliki keterampilan teknis dan sosial, pengetahuan, pengalaman dan keahlian
khusus.
5. Kekuatan karena penyamaan diri dengan orang yang dikagumi (identification
power).
C. Konsep Manajemen Pembangunan di Indonesia
Di masa sekarang ini, untuk keperluan pembangunan di segala sektor
kehidupan, diperlukan adanya manajemen pembangunan masyarakat Indonesia,
yang kita gali dari tiga bahan pokok, yaitu:

42
1. Kearifan dari ajaran-ajaran kuna warisan para leluhur kita mengenai
kepemimpinan dan manajemen/pengelolaan.
2. Esensi dari manajemen modern berasal dari negara-negara Barat, yang sudah
disaring dan diujicobakan, sertaa cocok dengan situasi-kondisi di tanah air
sekarang.
Realitas hidup bangsa Indonesia sekarang dengan unsur filsafat hidup,
norma, nilai, cita-cita dan kebudayaan bangsa Indonesia yang semuanya
“nonmanajemen” sifatnya, dalam menggapai masa depan yang lebih sejahtera.

BAB X
KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS DAN KEPEMIMPINAN ABORMAL
A. Pemimpin Demokratis
Kepemimpinan ialah suatu bentuk dominasi oleh kapabilitas/kemampuan
pribadi, yaitu mampu mendorong dan mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu
guna mencapai tujuan bersama. Namun kenyataan menunjukkan bahwa dalam
masyarakat modern banyak menonjolkan individualisme yang sangat ambisius
demi kepentingan-kepentingan pribadi. Orang yang teramat suka menonjolkan dan
mengiklankan diri itu yang dengan segala upaya licik ingin menjabat kursi
kepemimpinan biasanya adalah tipe orang yang sakit atau abnormal. Maka dapat
dinyatakan, bahwa banyaknya pemimpin abnormal (yang korup, patologis,
egoistis, tidak bertanggung jawab, kriminal, sadis, dll). Dengan kata lain,
masyarakat yang sakit akan memprodusir pemimpin-pemimpin yang sakit atau
abnormal.
Dapat digolongkan dalam:
1. Pemimpin demokratis tulen, dan
2. Pemimpin demokratis palsu/pura-pura (pseudo-demokratis).
Pemimpin demokratis tulen itu merupakan pembimbing yang baik; juga
penuntun yang efisien bagi kelompoknya. Maka organisasi atau lembaga itu
bukanlah masalah “pribadi individual” pemimpin, akan tetapi kekuatan organisasi
tersebut justru terletak pada partisipasi aktif dari setiap anggotanya. Maka tugas
pemimpin demokratis yang pokok ialah: mendinamisasi dan mengkoordinir
kegiatan-kegiatan bawahannya.

43
B. Kepemimpinan Abnormal
Orang yang gila kekuasaan itu adalah orang yang sakit, yang ingin
mengkompensasikan sifat-sifat bawaannya yang inferior ke dalam bentuk
penguasaan terhadap orang lain. Gila kekuasaan ini erat hubungannya dengan
kejahatan, sebab kejahatan itu selalu cenderung memaksakan keinginan sendiri
agar semua orang berbuat seperti apa yang dia inginkan/perintahkan, tanpa
mengindahkan hak-hak dan kebebasan insani orang lain. Kepemimpinan yang
seperti inilah yang disebut dengan kepemimpinan abnormal.

BAB XI
MEMILIH DAN MELATIH PEMIMPIN PEMBINAAN
KEPEMIMPINAN PEMUDA
Untuk memenuhi kebutuhan kepemimpinan suatu organisasi, seorang
pemimpin tertinggi diharuskan memilih pembantu-pembantunya untuk memimpin
kelompok, bidang, bagian, seksi dan urusan, yang menjadi bagian dari organisasi
tersebut. Syarat yang paling utama bagi seorang calon pemimpin ialah dapat
memimpin orang lain ke arah pencapaian tujuan organisasi, dan dapat menjalin
komunikasi antar manusia. Menurut O. Jeff Harris, orang-orang yang perlu dipilih
sebagai calon pemimpin adalah mereka yang mempunyai kualifikasi antara lain
sebagai berikut:
1) Memiliki kemauan untuk memikul tanggung jawab
2) Kemampuan untuk menjadi perseptif
3) Kemampuan untuk menanggapi secara objektif
4) Kemampuan untuk menetapkan prioritas secara tepat
5) Kemampuan untuk berkomunikasi
Jadi jelaslah bagi kita, bahwa setiap usaha bersama yang bertujuan dan
sistematis itu perlu dipimpin oleh seorang pemimpin. Dan untuk memenuhi
kebutuhan kepemimpinan di segala bidang atau sektor kehidupan ini perlu
dipersiapkan tenaga-tenaga kepemimpinan, terutama kepemimpinan pemuda
sebagai tenaga penggerak dan pembangunan di era pembangunan sekarang ini.

44
Ada kalanya calon-calon pemimpin yang terpilih di dalam paktiknya
tidak/kurang menunjukkan persyaratan-persyaratan sebagai seorang pemimpin.
Kegagalan pemilihan tersebut antara lain dapat disebabkan oleh:
1. Kurang tepatnya cara pemilihan calon pemimpin misalnya karena pilih kasih,
nepotisme, dan lan-lain.
2. Tanpa melalui sistem tes secara objektif, seleksi dan pengujian fisik serta mental
terlebih dahulu. Ditambah kurang matangnya persiapan dan masa training,
sehingga pemimpin yang baru di latih itu tidak mampu menjalankan tugas-
tugasnya.
3. Tidak diterima oleh bawahan, karena pimpinan yang diangkat itu tidak mampu
menyesuaikan diri dalam iklim sosial dan iklim psikis baru.
4. Oleh perubahan tugas atau mutasi yang mendadak dan kurang adanya adaptasi
dan kurang kemampuan teknisnya.
Seorang ahli dibidang manajemen, yaitu Peter Drucker tetap berpendirian,
bahwa pmimpin itu “dilahirkan”, bukan dari hasil pembentukan. Pendapat Peter ini
mendapat tantangan dari banyak sarjana di bidang manajemen yang menyatakan,
bahwa kepemimpinan di zaman modern sekarang ini dapat dikembangkan,
diciptakan dan dapat diajarkan.
Untuk memastikan keberhasilan kepemimpinan seseorang secara tepat dan cermat
adalah sangat sulit, yaitu:
1. Sukar menilai tingkah laku manusia yang sering tersembunyi, tertutup dan tidak
terduga-duga.
2. Sukar menentukan kriteria objektif sebagai panutan untuk menilai.
3. Sukar pula untuk menilai secara murni objektif, karena semua penilai pasti
mengandung unsur subjektifitas.
4. Sulit menilai keberhasilan, karena harus ditinjau dan dikaitkan dengan macam-
macam aspek, antara lain aspek teknis, aspek social atau manusiawi.
Namun demikian ada beberapa indicator yang dapat kita pakai sebagai
petunjuk keberhasilan kepemimpinan dalam suatu organisasi, ialah sebagai
berikut:
1. Meningkatnya hasil-hasil produksi dan pemberian pelayanan oleh organisasi.
2. Semakin rapinya sistem administrasi dan makin efektifnya manajemen.

45
3. Semakin meningkatnya aktivitas-aktivitas manusiawi atau aspek sosial yang
sifatnya lebih bermasyarakat.
Untuk dapat menyusun suatu program latihan yang tepat dan sukses,
langkah pertama yang perlu diambil ialah “menentukan tujuannya”, yaitu tujuan
latihan yang akan di programkan. Tujuan itu harus jelas dan tegas, karena tujuan
menjadi pedoman bagi penentuan kebijakan pengadaan training dan pendidikan
kepemimpinan. Langkah kedua ialah menentukan “kebutuhan latihan”, yaitu: segi-
segi dan keterampilan apa yang sangat dibutuhkan oleh seseorang untuk dapat
menjadi pemimpin yang efektif. Langkah ketiga adalah memilih memilih
pelajaran-pelajaran yang tepat dan dapat memberikan motivasi untuk mengadakan
motivasi sikap, dapat melancarkan komunikasi, serta membangun kerja sama
dengan semua pihak, yaitu dengan atasan, teman sederajat, dan dengan bawahan.

BAB XII
KEPEMIMPINAN DAN MASALAH KONFLIK
Pluralisme atau keanekaragaman merupakan realitas hidup dalam
masyarakat modern. Maka persaingan, kompetisi, dan konflik merupakan realitas
nyata yang banyak terjadi di tengah masyarakat modern. Konflik dapat
diterjemahkan sebagai oposisi, interaksi yang bertentangan, benturan antara
bermacam-macam paham, dan perselisihan. Kehidupan dalam masyarakat modern,
terutama kehidupan di kota-kota besar sifatnya serba dipenuhi dengan banyak
persaingan dan perlombaan hidup, karena orang suka membandingkan dirinya
sendiri dengan orang lain. Konflik bisa berlangsung pada setiap tingkat dalam
struktur organisasi, dan di tengah setiap masyarakat. Konflik tidak dapat dihindari
dan tidak dapat dihilangkan, selama manusia masih bersifat dinamis. Oleh karena
ituperlu dikembangkan seni mengelola konflik, dengan jalan sebagai berikut:
1. Membuat standar-standar penilaian.
2. Menemukan masalah-masalah kontroversil dan konflik-konflik.
3. Menganalisis situasi dan mengadakan evaluasi terhadap konflik.
4. Memilih tindakan-tindakan yang tepat untuk melakukan koreksi terhadap
penyimpangan dan kesalahan-kesalahan

46
Bila dua kelompok atau dua individu mempunyai pendirian dan tujuan
yang berbeda, karena masing-masing menganut sistem nilai yang berbeda sehingga
mereka berkonflik, maka salah satu cara penyelesaian masalah ialah:
a. Duduk bersama, berunding dan bermusyawarah.
b. Melihat masalahnya dengan kepala dingin dan mendiskusikannya.
c. Melalui sifat kooperatif orang berusaha melepaskan perbedaan-perbedaan yang
tidak prinsipil, untuk lebih banyak menemukan titik-titik persamaan.
d. Tidak selalu mau menang sendiri, dan mengharuskan pihak lain mengalah.
Bersedialah mengalah dengan niat baik untuk memecahkan masalah.

BAB XIII
PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN MAHASISWA
Para mahasiswa yang berusia sekitar 18-27 tahun itu adalah pribadi yang
sedang berkembang dan tengah mencari jati-dirinya atau identitasnya sendiri.
Pemimpin organisasi mahasiswa itu pada prinsipnya bertekad untuk menolong
segenap anggota kelompoknya dalam mencapai tujuannya. Maka kegiatan-
kegiatan organisasi mahasiswa dengan kepemimpinannya itu bertujuan antara lain
untuk:
1. Mempercepat proses pendewasaan, supaya mampu mandiri dan bertanggung
jawab.
2. Menunjang proses belajar, menumbuhkan motivasi belajar yang kuat, tekad
untuk berprestasi secara ilmiah, ambisi untuk maju, serta partisipasi sosial-politik
yang sehat.
3. Arena untuk melakukan latihan-latihan mental, misalnya berani berdiskusi serta
mengemukakan ide-ide sendiri yang cemerlang.
4. Belajar menjalin komunikasi yang baik, belajar berorganisasi untuk menjadi
manajer atau pemimpin yang baik.
5. Belajar memahami gejolak-gejolak dan masalah-masalah sosial yang actual dan
melanda masyarakat, belajar menemukan alternative-alternatif pemecahannya.
6. Melakukan kegiatan-kegiatan rekreatif dan kreatif di bidang seni, drama, film,
pertandingan olahraga, dan lain-lain.

47
BAB XIV
KEPEMIMPINAN MILITER
Yang membedakan secara mencolok kepemimpinan militer dengan
kepemimpinan lainnya ialah ciri-ciri yang khas, yaitu dengan tradisi komando,
kerja sama yang sangat kompak, dan disiplin tinggi dengan kepatuhan total. Para
pemimpin militer itu pada awal perjuangan tidak diangkat oleh pemerintah, akan
tetapi muncul secara alami atas kemauan sendiri. Sifat-sifat kepemimpinan militer
yang sangat menonjol adalah:
1. Otoriter lewat komando dan asas evisiensi
2. Ada disiplin yang tinggi serta pengabdian penuh pada tugas-tugas
3. Interaksi yang searah, disertai kepatuhan total terhadap komando dengan
penentuan tugas-tugas yang jelas, dan juga rasa tanggung jawab yang besar.
4. Memiliki stamina fisik dan mental yang tinggi berkat latihan-latihan rutin setiap
hari.
5. Bersikap selalu terbuka terhadap perubahan, ide-ide baru, dan modernisasi.

BAB XV
PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN INDONESIA KARAKTERISTIK
KEPEMIMPINAN
A. Kepemimpinan Pancasila
Dr. Ruslam Abdulgani mengenai moral pancasila dalam kaitannya dengan
kepemimpinan nasional antara lain:
1. Pancasila ialah yang tercantum pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945;
berupa kesatuan bulat dan utuh dari kelima sila.
2. Nilai-nila tersebut harus dihayati, yaitu diresapi serta diendapkan dalam hati dan
kalbu, sehingga memunculkan sikap dan tingkah laku yang utama/ terpuji dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Pancasila dan UUD 1945 menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk
memeluk agama masing-masing dan beribadat menurut agama dan
kepercayaannya.
Kepemimpinan pancasila ialah bentuk kepemimpinan yang selalu
menyumberkan diri pada nilai-nilai luhur dari norma-norma pancasila.

48
B. Sumber kepemimpinan pncasila
Hal –hal yang dapat dianggap sebagai sumber kepemimpinan pancasila
antara lain berupa:
a. Nilai – nilai positif dari modernisme;
b. Intisari dari warisan pusaka berupa nilai-nilai dan norma-norma kepemimpinan
yang ditulis oleh nenek moyang, raja, pujangga – pujangga keraton, pendeta, dan
pejuang bangsa yang relevan.
c. Refeleksi dan kontemplasi mengenai haakikat hidup dan tujuan hidup bangsa
pada era pembangunan dan zaman modern.
C. Kepemimpinan Pembangunan
Pembangunan nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia
seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat indonesia. Administrator
pembangunan bertugas melalukan rentetan usaha bersama dengan rakyat atau
masyarakat dalam iklim yang demokratis untuk mengadakan perbaikan dan
peningkatan tata kehidupan serta sarana kehidupan.
D. Karakteristik kepemimpinan Indonesia
Disamping sifat-sifat karakteristik umum, kepemimpinan indonesia perlu
mencerminkan pula kepemimpinan pancasila, sesuai dengan filsafat bangsa dan
filsafat negara. Maka di tingkat jenjang serta bidang apapun nilai –nilai moral
kepemimpinan seperti yang di wariskan oleh nenek moyang bangsa inonesia itu
diharapkan menjadi landasan dasar bagi kehidupan bangsa indonesia yaitu :
1. Landasan diplomasi
2. Landasan kepemimpinan
3. Landasan pengabdian
4. Landasan kebijaksanaan

49
BAB III
ANALISA HASIL RIVIEW

A. Kelebihan
BUKU UTAMA BUKU PEMBANDING
Aspek tampilan sampul sangat Aspek tampilan sampul lebih berwarna
sederhana dan syarat makna tentang dan modern
nilai-nilai budaya Jawa.
Isi buku sangat padat, sederhana dan Isi buku sangat padat, ringkas, sederhana
diberikan banyak contoh tokoh-tokoh dan pemilihan font juga umum digunakan
kepemimpinan
Tata bahasa buku ini sifatnya sistematis Tata bahasa buku ini sifatnya sistematis,
dan runtun sehingga pembaca mudah ringkas dan berisi intisari-intisari setiap
memahaminya topik

B. Kekurangan

BUKU UTAMA BUKU PEMBANDING


Penulisan dalam buku masih terdapat Penulisan dalam buku masih terdapat
cukup banyak pengetikan kata yang kurang teraturnya penanda sub materi
salah dan buku ini juga tidak dan buku ini juga kurang dilengkapi
dilengkapi dengan rangkuman intisari dengan rangkuman intisari pada setiap
pada setiap akhir bab atau topik. akhir bab atau topik

50

Anda mungkin juga menyukai