Anda di halaman 1dari 28

CRITICAL BOOK REVIEW

STILISTIKA

NAMA MAHASISWA : ATRI NOVELA SIMANUNGKALIT

NIM : 20110033

DOSEN PENGAMPU : RENITA SARAGIH , S.Pd,M.Pd

MATA KULIAH: STILISTIKA

UNIVERSITAS HKBP Nommensen

MEDAN

4 Januari 2022

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur bagi Tuhan Allah Yang Maha Kuasa atas berkat dan
karuniaNya. Yang telah melimpahkan rahmatNya dan memberi penulis
kesempatan dalam menyelesaikan laporan Critical Book Review (CBR) ini.

Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu Tugas mata kuliah
untuk mengembangkan kemampuan menganalisis buku pada mahasiwa
Universitas HKBP Nommensen Medan.

Oleh karena itu, di kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih


untuk pihak-pihak yang telah membantu memberikan dukungan moral dan
juga bimbingannya kepada penulis. Ucapan terima kasih penulis tujukan
terkhusus kepada ibu dosen pengampu mata kuliah tersebut.

Laporan ini sudah dibuat dengan sepenuh hati dan usaha sebaik-
baiknya, namun penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam
laporan ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan maaf dan meminta agar
Bapak memakluminya. Penulis sangat mengharapkan saran dan sumbangan
pemikiran yang sifatnya membangun dalam penyempurnaan wawasan
penulis. Dengan ini, penulis mengucapkan terima kasih.

Adiankoting, januari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR.........................................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB 1…..................................................................................................................4

PENDAHULUAN…...............................................................................................4

A. Rasionalisasi Pentingnya CBR....................................................................4


B. Tujuan Penulisan CBR................................................................................4
C. Manfaat CBR...............................................................................................4
D. Identitas buku yang direview......................................................................5

BAB 2…..................................................................................................................6

RINGKASAN ISI BUKU…..................................................................................6

A. Ringksan buku utama..................................................................................6


B. Stilistika jenis dan pendekatan ...................................................................6
C. Stilistika gaya kebahasaan sastra................................................................7
D. Kelebihan dan kekurangan .........................................................................8

BAB 3…..................................................................................................................9

PEMBAHASAN ISI BUKU....................................................................................9

A. Pembahasan Bab 1......................................................................................9


B. Pembahasan Bab 2....................................................................................10
C. Pembahasan Bab 3....................................................................................11
D. Pembahasan Bab 4....................................................................................12
E. Pembahasan Bab 5.....................................................................................13
F. Pembahasan Bab 6 ....................................................................................14
G. Pembahasan Bab 7.....................................................................................15
H. Pembahasan Bab 8.....................................................................................21

KELEBIHAN DAN KELEMAHAN ISI BUKU...................................................25

BAB 4…................................................................................................................25

KESIMPULAN….................................................................................................26

SARAN..................................................................................................................26

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Rasionalisasi Pentingnya CBR


Keterampilan membuat CBR pada penulis dapat menguji
kemampuan dalam meringkas dan menganalisis sebuah buku serta
membandingkan buku yang dianalisis dengan buku yang lain, mengenal
dan memberi nilai serta mengkritik sebuah karya tulis yang dianalisi.
Seringkali kita bingung memilih buku referensi untuk kita baca
dan pahami, terkadang kita hanya memilih satu buku untuk dibaca tetapi
hasilnya masih belum mamuaskan misalnya dari segi analisis bahasa dan
pembahasan, oleh karena itu penulis membuat CBR ini untuk
mempermudah pembaca dalam memilih buku referensi.

B. Tujuan Penulisan CBR


Mengkritisi atau membandingkan sebuah buku serta
membandingkan dengan dua buku yang berbeda dengan topik yang
sama. Yang dibandingkan dalam buku tersebut yaitu kelengkapan
pembahasannya, keterkaitan antar babnya, kelemahan dan kelebihan pada
buku-buku yang dianalisis.

C. Manfaat CBR
Manfaat yang dapat kita simpulkan dari penulisan CBR adalah :
i. Menambah wawasan pengetahuan
ii. Mempermudah pembaca mendapatkan inti dari sebuah buku
yang telah di lengkapi dengan ringkasan buku, pembahasan isi
buku, serta kekurangan dan kelebihan buku tersebut.

4
iii. Melatih mahasiswa untuk merumuskan serta mengambil
kesimpulan-kesimpulan atas buku-buku yang dianalisi
tersebut.

D. Identitas buku yang di review

Identitas buku pertama yang akan saya review adalah :

1. Judul buku : Stilistika


2. Nama pengarang : Mhd. Anggie januarsyah Daulay,S.S,M.Hum.
3. Penerbit :Halaman Moeka publishing
4. Kota terbit : jakarta
5. Tahun terbit : 2020
6. Tebal : 219 halaman
7. ISBN : 978-602-269-033-7

Identitas buku kedua yang akan saya review adalah :

1. Judul buku : Stilistika


2. Nama pengarang : Burhan Nurgiyantoro
3. Edisi : Cetakan ketiga, September 2019 cetakan
kedua
4. Penerbit : UGM PRESS
5. Kota terbit : Yogyakarta
6. Tahun terbit : 2018
7. Tebal : 405 halaman
8. ISBN : 978979420898

5
6
BAB 2
RINGKASAN ISI BUKU

A. RINGKASAN BUKU UTAMA

A. Stilistika dan semiotika


Perkembangan semiotika tidak terlepas dari kontribusi aliran strukturalis yang
menekankan batas analisis pada terjalinnya antar unsur bahasa yang saling
membangun.
Ketika semiotika dipandang tidak mampu lagi menerangkan fenomena
kebudayaan yang kultural kapitalisme ,konsumerisme,kebudayaan pop,dan
dunia fantasi ,cenderung melampaui batas realitas ,maka muncul terminologi
baru yang disebut hipersemiotika . Istilah baru ini sejalan dengan aliran
postruktural.

Piliang (2003) menyatakan ,hipersemiotika tidak bisa dipisahkan dari


postrukturalisme,disebabkan adabeberapa persamaan konsep kunci yang
digunakan di didalamnya. Namun demikian perbedaan keduanya terletak pada
penekanan.
Hiper pada kata semiotika mengandung maksud berlebihan atau melampaui
batas.

B. Stilistika dan Kritik Sastra


Kritik sastra mempunyai fungsi dalam kesusastraan
1. Kritik sastra dilakukan atas niat untuk memperbaiki mutu karya sastra dan mutu
penulis dan khalayak pembaca.
2. Kritik sastra dilakukan demi tangggung jawab moral dan intelektual
3. Kritik sastra dilakukan demi tanggung jawab moral dan intelektual
Kajian stilistika dapat digunakan dalam pendekatan kritik sastra. Hubungan
keduanya semakin jelas karena berobjekkan bahasa karya sastra.
Kritik sastra sejauh daya analisis penelitian dapat menggunakan pendekatan
stillistika pada objek gaya bahasa,untuk menentukan kosakata
sastrawan,struktur kalimat ,serta intonasi imajinasi yang meliputi pencitraan
dan pelukisan benda atau oknum tertentu. Pada tataran lain,kritik sastra
mempunyai fungsi objektifitas di luar batas kebahasaan.
Kesimpulannya keduanya tidak saling bertindihin,masing-masing mempunyai
tugas dan fungsi yang dapat dipertanggungjawabkan secara keilmiahan.

B. STILISTIKA JENIS DAN PENDEKATAN

A. Stilistika dan Jenis

1. Stilistika Genetis
Endaswara ( 2004 : 74 ) menjelaskan,stilistika genetis merupakan gaya bahasa
individual yang memandang gaya bahasa sebagai suatu ungkapan yang khas
pribadi.

2. Stilistika Deskriptif
7
Berbicara stilistika deskriptif, Endaswara ( 2004 : 73 ) menyatakan,mendekati
gaya bahasa sebagai keseluruhan ekspresi kejiwaan yang terkandung dalam
suatu bahasa secara morfologis,sintaksis,dan semantis.

B. Stilistika dan Pendekatan


1. Pendekatan Roman Jakobson
Pendekatan ini menggolongkan fungsi puitik bahasa sebagai sebuah
penggunaan bahasa yang berpusat kepada bentuk aktual dari pesan itu sendiri.
2. Pendekatan Goeffrey Leech
Pendekatan ini mengungkapkan tiga gejala ekspresi sastra,yaitu cohesion yang
merupakan hubungan interatekstual antara unsur gramatikal dengan unsur
leksikal yang jalin menjalin dalam sebuah teks sehingga menjadi sebuah unit
wacana yang lengkap

3. Pendekatan Halliday
Pendekatan yang mengilustrasikan bagaimana kategori dan metode-metode
linguistik deskriptif dapat diaplikasikan ke dalam analisis teks-teks sastra
seperti dalam mater analisis teks lainnya.

4. Pendekatan Samuel R.Levin


Pendekatan ini sama halnya dengan pendekatan Halliday dan Jakobson yang
mengintegrasikan analisis wacana pada tataran linguistik.

5. Pendekatan Sinelair
Penerapan yang menerapkan kategori-kategori deskripsi linguistik. Terdapat
dua aspek yang berperan penting dalam pengungkapan pola-pola intratekstual
karya sastra.

6. Pendekatan Wellek dan Warren


Pendekatan ini menawarkan dua aspek kajian atau analisis ,yang pertama
analisis secara sistematis tentang sistem linguistik karya sastra,kemudian
membahas interpretasi tentang ciri-ciri dilihat berdasarkan makna total.

C. STILISTIKA GAYA KEBAHASAAN SASTRA

Karya Sastra merupakan bentuk fisik yang terbaik


komunikasi ,memanifestasikan nilai kebudayaan yang arif dan luhur. Sastra
yang baik merupakan representesi dari kehidupan nyata dalam karya sastra
tersebut.
Stilistika sebagai salah satu kajian sastra,mampu menjadi pisau analisis
pengungkapan aspek-aspek estetik.
Seorang sastrawan mempergunakan sekaligus menentukan kepiawaian
estetiknya.

Lanjut Purba ( 2005 : 56 ). Stilistika adalah penggunaan gaya bahasa secara khusus
dalam karya sastra. Gaya bahasa itu mungkin disengaja atau timbul serta merta
ketika sastrawan mengungkapkan idenya. Melalui gaya bahasa,sastrawan
menuangkan ekspresinya. Dengan demikian gaya bahasa pembungks ide yang akan
menghaluskan wacana sastra.

8
Eufoni dan kakafoni,juga bagian dari bunyi dalam syair puisi. Eufoni memiliki
arti bunyi dalam syair puisi. Eufoni memiliki arti bunyi yang menghasilkan
suasana bahagia,gembira,semangat,keseimbangan hidup dan sebagainya.
Kebalikannya kakafoni merupakan bunyi yang dihadirkan untuk menciptakan
suasana-suasana tekanan.kegalauan,kesedihan,alenasi,terbelenggu,seduh,dan
penuh sukacita.

D. BUKU UTAMA

1. Kelebihan Buku
a. Penulis dalam menyajikan buku ini selalu disertai sumber,jadi setiap teori
ataupun pendapat selalu disertai dengan sumber. Hal ini tentu menjadikan
pembaca yakni bahwa buku ini sangat terpercaya dan layak
dipertanggungjawabkan.

2. Kekurangan Buku
a. Kertas yang ada di dalam buku tersebut mudah robek karna kertas tersebut
sangat tipis

9
BAB 3
PEMBAHASA
N

Ringkasan buku kedua

Bab 1 Bahasa & Karya Sastra

A. Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi
setelah menyaksikan fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena
kehidupan itu beraneka ragam baik yang menagndung aspek sosial, budaya,
politik, ekonomi, kemanusiaan, moral, maupun jender.

Bahasa Karya Sastra


Bahasa sastra dimanfaatkan oleh sastrawan guna menciptakan efek makna
tertentu guna mencapai efek estetik. Bahasa sastra sebagai media ekspresi
sastrawan dipergunakan untuk memperoleh nilai seni karya sastra, dalam
hal ini berhubungan dengan style ‘gaya bahasa’ sebagai sarana sastra.
Dengan demikian, praktis bahasa menjadi kebutuhan dalam bahasa sastra
agar memiliki fungsi estetik yang dominan.

Ciri Khas Bahasa Sastra


Bahasa sastra memiliki beberapa ciri antara lain sebagai bahasa emotif dan
bersifat konotatif sebagai kebalikan bahasa nonsastra, khususnya bahasa
ilmiah yang rasional dan denotatif. Secara rinci, bahasa sastra memiliki sifat
antara lain: emosional, konotatif, bergaya (berjiwa), dan ketidaklangsungan
ekspresi.

10
Emosional, berarti bahasa sastra mengandung ambiguitas yang luas yakni
penuh homonim, manasuka atau kategori-kategori tak rasional, bahasa
sastra diresapi peristiwa-peristiwa sejarah, kenangan, dan asosiasi-asosiasi.
Bahasa konotatif, artinya bahasa sastra mengandung banyak arti tambahan,
jauh dari hanya bersifat referensial.

Sifat bahasa sastra yang lain dapat dilihat dari segi gaya bahasa. Gaya bahasa
merupakan bahasa yang digunakan secara khusus untuk menimbulkan efek
tertentu, khususnya efek estetis Yang menegaskan bahwa gaya bahasa
disusun untuk mengungkapkan pikiran secara khas yang memperlihatkan
perasaan jiwa dan kepribadian penulis. Gaya bahasa itu adalah cara yang
khas yang dipakai seorang untuk mengungkapkan diri pribadi.

Bab 2 Style Pada Gaya Bahasa Stilistika

A. Style ’Gaya Bahasa’


Kata style (bahasa Inggris) berasal dari kata Latin stilus yang berarti alat
(berujung tajam) yang dipakai untuk menulis di atas lempengan lilin. Gaya
bahasa adalah cara pemakaian bahasa dalam karangan, atau bagaimana
seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan oleh
Abrams Tahun 1981. Menurut Leech & Short, style menyaran pada cara
pemakaian bahasa dalam konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, untuk
tujuan tertentu. Hakikat ‘style’ adalah teknik pemilihan ungkapan
kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang diungkapkan.
Style gaya bahasa adalah cara mengungkapkan gagasan dan perasaan dengan
bahasa khas sesuai bdengan kreativitas, kepribadian, dan karakter
pengarang untuk mencapai efek tertentu, yakni efek estetik, atau efek
kepuitisan dan efek penciptaan makna. Gaya bahasa dalam karya sastra
dipakai pengarang sebagai sarana retorika dengan mengeploitasi dan
memanipulasi potensi bahasa. Sarana retorika merupakan sarana kepuitisan
yang berupa muslihat pikiran.
B. Stilistika
Stilistika adalah ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dan gaya bahasa di
11
dalam karya sastra. Stilistika adalah proses menganalisis karya sastra
dengan mengkaji unsur-unsur bahasa sebagai medium karya sastra yang
digunakan sastrawan sehingga terlihat bagaimana perlakuan sastrawan
terhadap bahasa dalam rangka menuangkan gagasannya.
Ratna menyatakan: stilistika merupakan ilmu yang menyelidiki pemakaian
bahasa dalam karya sastra, dengan mempertimbangkan aspek-aspek
keindahannya. Bagi Simpson, Stilistika adalah sebuah metode interpretasi
tekstual karya sastra yang dipandang memiliki keunggulan dalam
pemberdayaan bahasa.

Bab 3 Fungsi Style Gaya Bahasa Dan Tujuan Stilistika.

A. Fungsi Style ‘Gaya Bahasa’


Fungsi gaya bahasa dalam karya sastra adalah sebagai alat untuk:
•Meninggikan selera, artinya dapat meningkatkan minat pembaca/pendengar untuk
mengikuti apa yang disampaikan pengarang/pembicara.
•Mempengaruhi atau meyakinkan pembaca/pendengar, artinya dapat membuat
pembaca semakin yakin dan mantap terhadap apa yang disampaikan
pengarang/pembicara.
•Menciptakan keadaan perasaan hati tertentu, artinya dapat membawa pembaca hanyut
dalam suasana hati tertentu, seperti kesan baik atau buruk, perasaan senang atau
tidak senang, benci, dan sebagainya setelah menangkap apa yang dikemukakan
pengarang.
•Memperkuat efek terhadap gagasan, yakni dapat membuat pembaca terkesan oleh
gagasan yang disampaikan pengarang dalam karyanya.
Tujuan Stilistika:
Dalam kedudukannya sebagai teori dan pendekatan penelitian karya sastra yang
berorientasi linguistik, stilistika mempunyai tujuan sebagai berikut:

•Untuk menghubungkan perhatian kritikus sastra dalam apresiasi estetik dengan


perhatian linguis dalam deskripsi linguistik, seperti yang dikemukakan oleh Leech
& Short.
•Untuk menelaah bagaimana unsur-unsur bahasa ditempatkan dalam menghasilkan
12
pesan-pesan aktual lewat pola-pola yang digunakan dalam sebuah karya sastra.
•Untuk menghubungkan intuisi-intuisi tentang makna-makna dengan pola-pola bahasa
dalam teks (sastra) yang dianalisis.
•Untuk menuntun pemahaman yang lebih baik terhadap makna yang dikemukakan
pengarang dalam karyanya dan memberikan apresiasi yang lebih terhadap
kemampuan bersastra pengarangnya.
•Untuk menemukan prinsip-prinsip artistik yang mendasari pemilihan bahasa seorang
pengarang, sebab setiap penulis memiliki kualitas individual masing-masing.
•Kajian stilistika akan menemukan kiat pengarang dalam memanfaatkan kemungkinan
yang tersedia dalam bahasa sebagai sarana pengungkapan makna dan efek estetik
bahasa.
Dalam aplikasinya, kajian stilistika karya sastra ditinjau dari kompleksitasnya terbagi
menjadi dua macam. Pertama, kajian stilistika karya sastra difokuskan pada
pemberdayaan segenap potensi bahasa melalui ekploitasi dan manipulasi bahasa
sebagai tanda-tanda linguistik semata. Tanda-tanda linguistik itu meliputi keunikan
dan kekhasan bunyi bahasa, diksi, kalimat, wacana, bahasa figuratif, dan citraan.
Kedua, kajian stilistika yang secara lengkap mengkaji pemanfaatan berbagai
bentuk kebahasaan yang sengaja diciptakan oleh sastrawan dalam karya sastra
sebagai media ekspresi gagasannya.

Bab.4 Bidang Kajian Dan Jenis Kajian Stilistika.


1. Bidang Kajian Stilistika
Menurut Abrams, stilistika kesusastraan merupakan metode analisis karya sastra.
Stilistika dimaksudkan untuk menggantikan kritik sastra yang subjektif dan impresif
dengan analisis style teks kesastraan yang lebih bersifat objektif dan ilmiah.

Fitur stilistika (stylistic features) adalah fonologi, sintaksis, leksikal, dan retorika
(rhetorical) yang meliputi karaktertistik penggunaan bahasa figuratif, pencitraan, dan
sebagainya. Leech & Short berpendapat bahwa unsur stilistika (stylistic categories)
meliputi unsur leksikal, gramatikal, figure of speech serta kontak dan kohesi.

Menurut Keraf, Gaya bahasa meliputi semua hierarki kebahasaan, yakni pilihan kata
(diksi), frase, klausa dan kalimat, serta wacana.
Pradopo mengatakan: unsur-unsur gaya bahasa itu meliputi intonasi, bunyi, kata,
13
kalimat, dan wacana.
Sayuti Menjelaskan bahwa unsur-unsur yang membangun gaya bahasa seorang
pengarang dalam karya sastranya pada dasarnya meliputi diksi, citraan, dan sintaksis.
Aminuddin Menjelaskan bahwa bidang kajian stilistika dapat meliputi kata-kata,
tanda baca, gambar serta bentuk tanda lain yang dapat dianalogikan sebagai kata-kata.

Merujuk pendapat para pakar di atas terutama Abrams, Leech & Short, Pradopo,
Sayuti, dan Keraf, kajian stilistika karya sastra dapat dilakukan dengan mengkaji
bentuk dan tanda-tanda linguistik yang digunakan dalam struktur lahir karya sastra
sebagai media ekspresi pengarang dalam mengemukakan gagasannya.
Unsur-unsur stilistika sebagai tanda-tanda linguistik itu dapat berupa:

1.Fonem (phonem), pemanfaatan bunyi-bunyi tertentu sehingga menimbulkan


orkestrasi bunyi yang indah.
2.Leksikal atau diksi (diction)
3.Kalimat atau bentuk sintaksis
4.Wacana (discourse)
5.Bahasa figuratif (figurative language atau figure of speech) yakni bahasa kias
6.Citraan (imagery) meliputi citraan visual, audio, perabaan, penciuman, gerak,
pencecapan, dan intelektual.

Jenis Kajian Stilistika.


Kajian stilistika meliputi dua jenis yakni stilistika genetis dan stilistika deskriptif
(Hartoko dan Rahmanto). Stilistika genetis adalah pengkajian stilistika individual
sastrawan berupa penguraian ciri-ciri gaya bahasa yang terdapat dalam salah satu
karya sastranya atau keseluruhan karya sastranya, baik prosa maupun puisinya.
Stilistika diskriptif adalah pengkajian gaya bahasa sekelompok sastrawan atau sebuah
angkatan sastra, baik ciri-ciri gaya bahasa prosa maupun puisinya.

Dalam kajian stilistika karya sastra terdapat dua macam pendekatan yaitu, (1) dimulai
dengan analisis sistematis mengenai system linguistik karya sastra, dilanjutkan
dengan interpretasi tentang ciri-ciri tujuan estetik karya tersebut sebagai makna total,
(2) mempelajari sejumlah ciri khas yang membedakan sistem satu dengan yang lain,
dengan menggunakan metode pengontrasan.
14
BAB.5 Stilistika, Estetika, Retrorika, Dan Ideologi.
Stilistika mengkaji berbagai fenomena kebahasaan dengan menjelaskan berbagai
keunikan dan kekhasan pemakaian bahasa dalam karya sastra berdasarkan maksud
pengarang dan kesan pembaca.
Estetika merupakan aspek yang berhubungan dengan keindahan. Ia mempelajari
aspek yang memberikan keindahan pada sebuah karya seni, termasuk karya sastra.
Retorika lebih dekat dengan masalah penggunaan bahasa, tetapi lebih menekankan
akibat atau tujuan penggunaan suatu tuturan.

Ideologi dalam konteks stilistika lebih diartikan sebagai gagasan dan pandangan
hidup pengarang yang berkaitan dengan latar belakang kehidupannya dan situasi yang
melahirkan karya sastra. Dalam mengkaji ideologi pada gaya bahasa, ada dua cara
yang dapat ditempuh (Junus, Pada Tahun 1989). Pertama, ideologi dihubungkan
dengan pengarang dan latar belakang masa tertentu. Kedua, ideologi dilihat sebagai
fenomena teks itu sendiri yang dapat dikaji secara hermeneutik atau intertekstual.

Bab 6 Style "Gaya Bahasa", Ekspresi Pengarang, Dan Gagasan.


Gaya bahasa merupakan perwujudan gagasan pengarangnya. Bagi Aminuddin, Tahun
1995, gaya bahasa adalah cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya melalui
media bahasa yang terwujud dalam bahasa yang indah dan harmonis, meliputi aspek
pengarang, ekspresi, dan gaya bahasa.

Setiap pengarang memiliki gaya bahasa masing-masing yang berbeda satu dengan
lainnya. Bahkan meskipun mereka berangkat dari gagasan yang sama, bentuk
penyampaiannya dalam gaya bahasa senantiasa berbeda. Dalam karya sastra, hal
demikian disebut individuasi yaitu keunikan dan kekhasan seorang pengarang dalam
penciptaan yang tidak pernah sama antara yang satu dengan lainnya.

KAJIAN LINGUISTIK DAN KARYA SASTRA

Pada mulanya stilistika tidak dimaksudkan sebagai studi gaya sastra melainkan unuk
studi bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi tujuan
hidup. Menurut Bally, stlistika adalah studi tentang efek-efek ekspresif dan
15
mekanisme dalam semua bahasa ‘la langue de tout le monde’.

Karya sastra sebagai wacana bukan semata-mata menyangkut konvensi bahasa,


melainkan juga menyangkut konvensi sastra dan konvensi budaya. Itu berarti, bahwa
untuk menganalisis karya sastra, kajian linguistik saja tidaklah cukup.

Aminuddin menegaskan bahwa bahasa dalam karya sastra semestinya mengandung


kebaruan dan kekhasan karena hal itu dapat mencerminkan orisinalitas ciptaan,
keunikan, dan individualnya. Aminuddin kemudian menyatakan bahwa penggunaan
bahasa yang baru dan khas itu mencakup antara lain: (1) kesatuan bentuk (kohesi), (2)
kesatuan semantik (koherensi), (3) keselarasan bentuk dan isi (harmoni), (4) kebaruan
dan kekhasan (individuasi), dan (5) kejernihan dan kedalaman tujuan yang berkaitan
dengan intensitas bahasa.

Kajian linguistik dalam karya sastra harus diposisikan secara wajar dan proposional.
Hal itu mengingat pemakaian bahasa dalam karya sastra tidak sama dengan
pemakaian bahasa dalam buku ilmiah, majalah dan surat kabar, iklan, perundang-
undangan, serta pidato kenegaraan. Karya sastra memiliki keunikan tersendiri sebagai
sebuah wacana sastra yang diungkapkan dengan medium bahasa.

Dalam penelitian stilistika karya sastra, konvensi sastra tidak dapat diabaikan. Kode
sastra berkenaan dengan hakikat dan fungsi sastra, karakteristik sastra, kebenaran
sastra sebagai kebenaran imajinatif, sastra sebagai semiatif, sastra sebagai dokumen
sosial budaya, pemakaian simile, metafora dan majas-majas tertentu.

Bab 7 Kajian Stilistika Dalam Karya Sastra.


Gaya diartikan sesuai dengan tujuan dan efek yang ingin dicapainya. Dalam kreasi
penulisan sastra, efek tersebut terkait dengan upaya pemerkayaan makna, baik
penggambaran objek dan peristiwa secara imajinatif, maupun pemberian efek emotif
tertentu bagi pembacanya.

Dalam aplikasinya, pemanfaatan gaya bahasa dalam karya sastra sangat bergantung
pada individuasi sastrawan yang dipengaruhi oleh latar sosiohistoris masing-masing.
Oleh karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa gaya bahasa itu bersifat
16
pribadi atau yang mencerminkan orangnya.

Konsep klasik menganggap gaya bahasa sebagai bungkus atau sehingga konsep itu
membedakan bahasa karya sebagai isi gagasan dan bungkusnya (cara/ekspresi).
Komunikasi modern, gaya bahasa bukan hanya dengan penggunaan bahasa yang
indah, melainkan juga merujuk pada isi yang diembannya.

Gaya bahasa menurut Sudjiman Dalam mencakup diksi, struktur kalimat, majas, dan
citraan, pola rima, matra yang digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam
karya sastra.

Aspek-aspek Stilitiska dalam Kajian Karya Sastra


1.Gaya Bunyi (Fonem)
Fonem atau bunyi bahasa merupakan unsur lingual terkecil dalam satuan bahasa yang
dapat menimbulkan dan/atau membedakan arti tertentu. Fonem terbagi menjadi vokal
dan konsonan. Dalam karya sastra genre puisi, fonem merupakan aspek yang
memegang peran penting dalam efek estetik.

Timbulnya irama indah yang tercipta dalam puisi, misalnya karena adanya asonansi
dan aliterasi itu akan menimbulkan orkestrasi yang menciptakan nada dan suasana
tertentu.

2.Gaya Kata (Diksi)


Diksi dapat diartikan sebagai pilihan kata-kata yang dilakukan oleh pengarang dalam
pembuatan guna menciptakan efek makna tertentu. Kata merupakan unsur bahasa
yang paling esensial dalam karya sastra. Karena itu, dalam pemilihannya para
sastrawan berusaha agar kata-kata yang digunakannya padat dan intensitasnya serta
agar selaras dengan sarana komunikasi puitis lainnya.

Diksi adalah kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide yang
meliputi pribadi fraseologi, majas, dan ungkapan. Fraseologi mencakup persoalan
kata-kata dalam pengelompokan atau susunannya, atau cara-cara khusus ungkapan.
Diksi adalah gagasan-kata seseorang untuk mengungkapkannya. Dengan demikian
diksi dalam konteks sastra merupakan pilihan kata pengarang untuk mengungkapkan
17
gagasannya guna mencapai efek tertentu dalam sastranya.

3.Gaya Kalimat (Sintaksis)


Kalimat penggunaan suatu kalimat untuk memperoleh efek tertentu, misalnya infers,
gaya kalimat tanya, perintah, dan elips. Sebuah gagasan (struktur batin) dapat ke
dalam berbagai bentuk kalimat (struktur lahir) yang berbeda-beda struktur dan kata
katanya. Karena dalam sastra pengarang memiliki kebebasan penuh dalam
mengkreasikan bahasa (licentia penyair) guna mencapai efek tertentu, adanya bentuk
penyimpangan kebahasaan, termasuk penyimpangan struktur kalimat merupakan hal
yang wajar. Penyiakatan kalimat itu dapat bermacam-macam wujudnya, berupa
pembalikan, pemendekan, pembatasan, penghilangan tertentu, dan.

4.Gaya Wacana
Menurut Kridaklaksana (1988: 179), wacana adalah satuan bahasa terlengkap, yang
memiliki hierarki tertinggi dalam gramatika. Gaya wacana adalah gaya bahasa dengan
penggunaan lebih dari satu kalimat, kombinasi kalimat, baik dalam prosa maupun
puisi. Gaya wacana dapat berupa paragraf (dalam prosa atau fiksi), bait (dalam puisi
atau sajak), keseluruhan karya sastra baik prosa seperti novel dan puisi, maupun
keseluruhan puisi. Gaya wacana dalam sastra adalah gaya wacana dengan
pemanfaatan sarana retorika seperti repetisi, paralelisme, klimaks, antiklimaks, dan
hiperbola serta gaya wacana campur kode dan alih kode. Gaya campur kode adalah
penggunaan bahasa asing dalam bahasa sendiri atau bahasa campuran dalam karya
sastra. Wacana alih kode adalah penggunaan variasi bahasa lain untuk menyesuaikan
diri dengan pesan atau situasi lain atau adanya partisipan lain.

5.Bahasa Figuratif (Bahasa Kiasan)


Figurative berasal dari bahasa latin figura yang berarti form, shepe. Figura berasal
dari kata fingere dengan arti istilah fashion ini sejajar dengan pengertian metafora
(Scott, 1980: 107). Bahasa kia pada dasarnya digunakan oleh sastrawan untuk
memperoleh dan menciptakan citraan. Adanya tuturan figuratif bahasa figuratif
menyebabkan karya sastra menarik perhatian, menyebabkan kesegaran, kehidupan,
dan terutama menimbulkan atau menimbulkan angan (Pradopo, 1993: 62).

Bahasa figuratif merupakan retorika sastra yang sangat dominan. Bahasa figuratif
18
merupakan cara pengarang dalam memanfaatkan bahasa untuk memperoleh efek
estetis dengan ide gagasan secara kias yang menyaran pada makna literal (makna
literal). Bahasa figuratif dalam penelitian stilistika karya sastra dapat mencakup
majas, idiom, dan peribahasa. Bentuk ketiga bahasa figuratif itu diduga cukup banyak
dimanfaatkan oleh para sastrawan dalam mahakarya.

Majas
Maja terbagi menjadi dua jenis, yakni (1) figuratif: tuturan figuratif yang terkait
dengan pengolahan dan pembayangan gagasan, dan (2) retorical figure: tuturan
figuratif yang terkait dengan penataan dan pengurutan kata dalam kontruksi kalimat
(Aminudin, 1995: 249). Pemajasa (figure of thought) merupakan teknik untuk
menggunakan bahasa, penggaya-bahasa, yang maknanya tidak menunjuk pada makna
harfiah kata-kata yang mendukungnya, melainkan makna yang ditambahkan, makna
yang bintang.

Pemajasaan menurut Scott Meliputi:

•metafora
Metafora adalah majas seperti simile, hanya saja tidak menggunakan kata-kata
pembanding seperti bagai, sebagai, laksana, dan sebagainya. Salah satu wujud kreatif
bahasa dalam penerapan makna disebut metafora. Metafora merupakan bahasa
figuratif yang paling mendasar dalam karya sastra, puisi (Cudoon, 1979: 275).
Klasifikasi metafora: (1) Metafora Universal, (2) Metafora Terikat Budaya

•Perumpamaan (Perbandingan)
Simile adalah majas yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan menggunakan
kata-kata pembanding seperti: bagai, sebagai, seperti, semisal, seumpama, laksana,
seperti, bak, dan kata-kata pembanding lainnya (Pradopo, 2000: 62).

•Personifikasi
Majas ini mempersamakan benda dengan manusia, benda mati dibuat dapat berbuat,
berfikir, melihat, mendengar, dan sebagainya seperti manusia.

•metonimia
19
Metonimia atau majas pengganti nama adalah penggunaan sebuah atribut sebuah
objek atau penggunaan sesuatu yang sangat dekat dengannya untuk mengubah objek
tersebut.

•Sinekdoki (Sinekdoke)
Majas yang menyebutkan suatu bagian yang penting suatu hal atau benda itu sendiri
disebut sinekdoki (Altebernd dan Lewis, 1970: 21).

Idiom
Konstruksi unsur-unsur yang saling memilih, masing-masing anggota memiliki
makna yang ada hanya karena bersama yang lain disebut idiom. Yusuf (1995: 118),
mengartikan idiom sebagai kelompok kata yang memiliki makna khas dan tidak sama
dengan makna kata per kata. Jadi, idiom memiliki kekhasan bentuk dan makna dalam
bahasa yang tidak dapat diterjemahkan secara harfiah. Peribahasa (Pepatah,
Peribahasa)
Peribahasa adalah kalimat yang menjelaskan kalimat yang telah membekukan
bentuk, makna, dan fungsi dalam masyarakat, bersifat turun-temurun, digunakan
untuk menghias karangan atau percakapan, penguat maksud karangan, pemberi
nasihat, atau pedoman hidup. Peribahasa dalam bahasa Indonesia kedudukan dan
peran yang penting karena memiliki makna yang dalam. Bentuk peribahasa itu
merupakan penuturan yang sering diucapkan sehari-hari, tetapi memiliki nilai estetik
yang tinggi. Peribahasa menurut Kridalaksana (1988:131), mencakup pepatah, ibarat
(perumpamaan), bidal, perumpamaan dan pemeo.

Citraan (Citra)
Citraan atau imaji dalam karya sastra berperan penting untuk menimbulkan
pembayangan imajinatif, membentuk gambaran mental, dan dapat membangkitkan
pengalaman tertentu pada pembaca. Menurut Sayuti (2000: 174), citraan dapat
diartikan sebagai kata atau kata yang dapat membentuk gambaran mental atau dapat
membangkitkan pengalaman tertentu. Dalam fiksi citraan dibedakan menjadi citraan
literal dan citraan figuratif.

Citraan literal tidak menyebabkan perubahan atau perluasan arti kata-kata sedangkan
citraan figuratif (majas) merupakan citraan yang harus dipahami dalam beberapa arti.
20
Citraan dalam karya sastra dapat mencerminkan kekhasan individu pengarangnya.
Salah satu bentuk penciptaan kerangka seni adalah pemakaian bahasa yang khas
melalui citraan. Citraan kata banyak digunakan dalam karya sastra, baik puisi, fiksi,
maupun drama karena dapat menjadi daya tarik bagi indera melalui kata-kata.

Burton mengemukakan bahwa citraan kata dalam karya sastra merupakan daya
penarik indera melalui kata-kata yang mampu mengobarkan emosi dan intelektual
pembaca. Adapun fungsi citraan adalah untuk membuat atau lebih hidup gambaran
dalam penginderaan dan pikiran, menarik perhatian, dan membangkitkan
intelektualitas dan pembaca dengan cepat.

Citraan kata dapat dibagi menjadi tujuh jenis yaitu:

Citraan Penglihatan (Citra Visual)


Citraan yang timbul oleh penglihatan disebut citraan penglihatan. Citraan penglihatan
ini juga sangat produktif dipakai oleh pengarang untuk melukiskan keadaan, tempat,
pemandangan, atau bangunan.

Citraan Pendengaran (Auditory Imagery)


Citraan pendengaran adalah citraan yang ditimbulkan oleh pendengaran. Citraan
pendengaran juga produktif dipakai dalam karya sastra.

Citraan Gerakan (Movement Imagery/Kinaesthetic)


Citraan gerakan melukiskan sesuatu yang sesungguhnya tidak dapat dipindahkan dan
tidak dapat digambarkan sebagai dapat bergerak ataupun gambaran gerak pada
umumnya. Citraan gerak dapat membuat sesuatu menjadi terasa hidup dan terasa
menjadi dinamis.

Citraan Perabaan (Citra Taktil/Termal)


Citraan yang ditimbulkan melalui perabaan disebut citraan perabaan. Berbeda dengan
citraan penglihatan dan pendengaran yang produktif, citraan perabaan agak sedikit
dipakai oleh pengarang dalam karya sastra.

Citraan Penciuman (Citra Bau)


21
Jenis citraan penciuman lebih jarang digunakan dibandingkan citraan gerak, visual
atau pendengaran. Citraan penciuman memiliki fungsi penting dalam menghidupkan
imajinasi pembaca khususnya indera penciuman.

Citraan Pencecapan (Citra Rasa)


Citraan ini adalahan imajinasi yang ditimbulkan oleh pengalaman dalam hal ini lidah.
Jenis citraan pencecapan dalam karya sastra digunakan untuk menghidupkan
imajinasi pembaca dalam hal-hal yang berkaitan dengan rasa atau membangkitkan
selera.

Bab 8 Teori Semiotik, Interteks, Resepsi Sastra, Dan Hermeneutika Dalam


Kajian Stilistika.

Teori Semiotik
Pendekatan semiotik berpijak pada pandangan bahwa karya sastra sebagai karya seni
merupakan suatu sistem tanda (sign) yang terjalin secara bulat dan utuh. Sebagai
sistem tanda ia mengenal dua aspek yakni penanda (signifier) dan petanda (signified).
Karya sastra bukan merupakan media komunikasi biasa, karena karya sastra dapat
dipandang sebagai gejala semiotik.

•Ikon (icon) adalah suatu tanda yang menggunakan kesamaan dengan apa yang
tersedianya.
•Indeks adalah suatu tanda yang memiliki kaitan kausal dengan apa yang diwakilinya.
•Simbol adalah hubungan antara hal/sesuatu (barang) penanda dengan barang yang
ditandainya yang sudah menjadi konvensi masyarakat.
Semiotik merupakan ilmu tentang tanda atau ilmu yang mempelajari sistem-sistem,
aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang mendukung tanda-tanda tersebut memiliki
arti. Penanda (signifier) adalah aspek formal atau bunyi atau coretan pada tanda yang
bermakna itu, yakni apa yang dikatakan atau yang ditulis atau dibaca. Petanda
(signified) adalah aspek konseptual yakni gambaran mental, pikiran atau konsep dari
bahasa.

Makna karya sastra sebagai tanda adalah makna semiotiknya, yakni makna yang
22
bertautan dengan dunia. Adapun pemahaman dasar terhadap karya sastra sebagai
gejala semiotik adalah pandangan bahwa karya sastra merupakan fenomena dialektik
antara teks dan pembaca. Tegasnya, untuk menemukan “petanda” itu saja, tetapi
ditentukan pula oleh pembaca yang berpijak pada atau diarahkan oleh “penanda”.
Oleh karena itu, dasar pemahaman stilistika karya sastra yang merupakan gejala
pandangan semiotik adalah bahwa fenomena bahasa merupakan suatu dialekta antara
teks dengan pembacanya dan antara teks dengan konteks penciptannya.

1.Teori Interteks
Teori intertekstual memandang setiap teks sastra perlu dibaca dengan latar belakang
teks-teks lain, dalam arti bahwa penciptaan dan membaca sastra tidak dapat dilakukan
tanpa adanya teks-teks lain sebagai acuan. Hubungan intertekstual adalah hubungan
antarkarya dan penandaan partisipasinya dalam lingkup diskursif budaya. Laurent
Jenny menyatakan bahwa intertekstualitas, segala yang mendukung seseorang untuk
mengenali pola dan makna dalam teks. Junus merumuskan hubungan intertekstual
dalam beberapa wujud:

•Teks yang berisi itu mungkin teks yang kongkret, atau mungkin teks yang abstrak.
•Kehadiran suatu teks tertentu tertentu dalam teks lain secara fisikal.
•Penggunaan nama tokoh yang sama.
•Kehadiran unsur dari suatu teks dalam teks lain.
•Kehadiran berbahasa tertentu dalam suatu teks.
•Yang hadir mungkin teks kata-kata, yaitu kata atau kata-kata atau paling tidak
ambigu maknanya.
Teori Resepsi Sastra
Resepsi sastra yang berasal dari kata rezeptionaesthetic, yang dapat disamakan
dengan respon sastra (penerimaan estetik) sesuai dengan estetika resepsi, dan disebut
estetika resepsi oleh Pradopo.

Menurut Pradopo, dalam metode estetika resepsi, akan dilaksanakan tanggapan-


resepsi setiap periode yaitu tanggapan-tanggapan sebuah karya sastra oleh
pembacanya. Rezeptiongeschichte adalah sebuah pendekatan yang khusus
memperhatikan resepsi karya sastra dalam rangka kesusastraan, dalam
keterlibatannya dengan karya lain, berdasarkan cakrawala harapan pembaca.
23
Teori Hermeneutik
Kata 'hermeneutik' berasal dari kata hermeneuein (Yunani) menjadi hermeneutics
(Inggris) yang berarti 'mengungkapkan pikiran-pikiran seseorang dalam kata-kata'.
Hermeneutik adalah sebuah upaya untuk membuat sesuatu yang gelap, remang-
remang. Teori heremeneutik mencakup tiga konsep utama, yakni:

•Konsep.Simbol Dan Kata


Kata juga sebuah simbol karena keduannya menghadirkan sesuatu yang lain, kata
memiliki konotasi yang berbeda bergantung pada beberapa faktor. Menurut Ricoeur,
tujuan hermeneutik adalah menghilangkan misteri yang terdapat dalam sebuah simbol
dengan cara membuka selubung daya-daya yang belum diketahui dan tersembunyi di
dalam simbol-simbol tersebut.
•Konsep Interpretasi dan Pemahaman
Setiap batasan harus membedakan antara pemahaman, penjelasan, dan interpretasi.
Penafsiran harus dapat membuat sirkularitas ketiganya secara berkelinda sehingga
ketiganya saling terkait dengan yang lainnya. Dalam pemahaman kata sebagai simbol
terdapat tiga langkah utama yang berlangsung dari 'penghayatan atas simbol-simbol'
ke gagasan tentang 'berpikir dari 'simbol-simbol'. Pertama, adalah langkah simbolik
atas pemahaman dari simbol ke simbol. Kedua, mempersembahkan adalah makna.
Ketiga, adalah langkah filosofis.

•Konsep Teks
Teks merupakan korpus yang otonom. Artinya, teks memiliki kemandirian, totalitas
yang berciri khas empat hal berikut. (1) Dalam teks, makna yang terdapat pada 'apa
yang dikatakan' terlepas dari proses penyimpanannya. (2) Teks juga tidak lagi
ditujukan kepada seorang pembicara. (3) Sebuah teks tidak lagi berlaku untuk konteks
semula. (4) Teks tidak lagi ditujukan kepada audiens awal, seperti bahasa lisan
kepada pendengarannya.

TAHAPAN DALAM PENGKAJIAN STILISTIKA KARYA SASTRA


Tahap pengkajian pertama adalah mengkaji stilistika karya sastra yang otonom
(faktor objektif) sebagai bentuk ekspresi pengarang. Dalam kajian stilistika karya
sastra, aspek pemilihan meliputi: (1) bunyi, (2) kata (diksi), (3) kalimat, (4) wacana,
24
(5) bahasa figuratif, dan (6) citraan.

Tahap pengkajian kedua dilakukan dengan pengkajian latar belakang sosiohistoris


dan ideologi sastrawan yang meliputi biografi, latar belakang sosiohistoris, karya-
karyanya, dan karakteristik kesastraannya (faktor ekspresif).

Tahap pengkajian ketiga adalah mengungkapkan kondisi sosial budaya masyarakat


yang dihadapi sastrawan ketika karya sastra itu lahir dan/atau diciptakan oleh
sastrawan (faktor mimetik).

Tahap pengkajian keempat mengungkapkan karya sastra stilistika. Mengacu


pandangan Riffaterre, untuk menemukan makna stilistika karya sastra tidak hanya
ditentukan oleh stilistika karya sastra saja, tetapi ditentukan oleh pembaca yang
berpijak pada atau diarahkan oleh stilistika karya sastra. Dengan demikian,
pemahaman dan pemahaman makna stilistika karya sastra, yang merupakan fenomena
semitik berdasarkan atas pandangan bahwa merupakan kesepakatan antara teks
dengan pembacanya, dan antara teks dengan konteks penciptaannya.

kelebihan dan kekurangan buku.

A. Kelebihan Buku.
1. Materi yang terkandung didalam buku mudah di baca.
2. buku ini ditulis berdasarkan para Ahli, sehingga Dapat dipercaya.
3. terdapat ilustrasi di dalam buku, sehingga tidak bosan saat dibaca.
4. banyak manfaat, dan pengertian yang terkandung di dalam buku tersebut sangat
baik.
5. mahasiswa mampu menganalisis tahapan kajian Stilistika dalam sebuah karya
sastra.
6. Memiliki pandangan luas tentang Stilistika Pada kajian karya sastra.
7. Terdapat Teori Kajian Stilistika, Sehingga Dapat Dimengerti.

25
B. Kekurangan Buku
1. Bahasa di dalam buku berbelit-belit sehingga sulit dipahami.
2. Tidak diberikan contoh dalam buku tersebut tentang sesuatu aplikasi dari
Segi Aspek Contoh Dari Karangan Karya Sastra, Dan Bagaimana
Menganalisis Yang Baik.
3 Dari segi cover Kurang menarik
4 Kurang nya Pendapat dari Beberapa Para Ahli mengenai topik yang
dibahas.

26
BAB 4
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari kedua buku ini memiliki banyak perbedaan dan ada beberapa persamaan
dalam materinya.buku utama dan ke dua sebagai buku pembanding sudah
memenuhi konten materinya sesuai dengan materi ilmu stilistika, dan buku ini juga
memberikan banyak pelajaran.

B. Saran

Dalam menulis teori stilistika diharapkan dapat menggunakan tiga pendekatan,


yaitu pendekatan dualisme, monisme, dan pluralisme yang bersumber dari
berbagai macam teori yang dikemukakan para ahli agar sajian makalah menjadi
lebih mendalam dan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan.

27
BUKU YANG DI REVIEW :

BUKU PEMBANDING :

xxviii

Anda mungkin juga menyukai