STILISTIKA
NIM : 20110033
MEDAN
4 Januari 2022
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur bagi Tuhan Allah Yang Maha Kuasa atas berkat dan
karuniaNya. Yang telah melimpahkan rahmatNya dan memberi penulis
kesempatan dalam menyelesaikan laporan Critical Book Review (CBR) ini.
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu Tugas mata kuliah
untuk mengembangkan kemampuan menganalisis buku pada mahasiwa
Universitas HKBP Nommensen Medan.
Laporan ini sudah dibuat dengan sepenuh hati dan usaha sebaik-
baiknya, namun penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam
laporan ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan maaf dan meminta agar
Bapak memakluminya. Penulis sangat mengharapkan saran dan sumbangan
pemikiran yang sifatnya membangun dalam penyempurnaan wawasan
penulis. Dengan ini, penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB 1…..................................................................................................................4
PENDAHULUAN…...............................................................................................4
BAB 2…..................................................................................................................6
BAB 3…..................................................................................................................9
BAB 4…................................................................................................................25
KESIMPULAN….................................................................................................26
SARAN..................................................................................................................26
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
C. Manfaat CBR
Manfaat yang dapat kita simpulkan dari penulisan CBR adalah :
i. Menambah wawasan pengetahuan
ii. Mempermudah pembaca mendapatkan inti dari sebuah buku
yang telah di lengkapi dengan ringkasan buku, pembahasan isi
buku, serta kekurangan dan kelebihan buku tersebut.
4
iii. Melatih mahasiswa untuk merumuskan serta mengambil
kesimpulan-kesimpulan atas buku-buku yang dianalisi
tersebut.
5
6
BAB 2
RINGKASAN ISI BUKU
1. Stilistika Genetis
Endaswara ( 2004 : 74 ) menjelaskan,stilistika genetis merupakan gaya bahasa
individual yang memandang gaya bahasa sebagai suatu ungkapan yang khas
pribadi.
2. Stilistika Deskriptif
7
Berbicara stilistika deskriptif, Endaswara ( 2004 : 73 ) menyatakan,mendekati
gaya bahasa sebagai keseluruhan ekspresi kejiwaan yang terkandung dalam
suatu bahasa secara morfologis,sintaksis,dan semantis.
3. Pendekatan Halliday
Pendekatan yang mengilustrasikan bagaimana kategori dan metode-metode
linguistik deskriptif dapat diaplikasikan ke dalam analisis teks-teks sastra
seperti dalam mater analisis teks lainnya.
5. Pendekatan Sinelair
Penerapan yang menerapkan kategori-kategori deskripsi linguistik. Terdapat
dua aspek yang berperan penting dalam pengungkapan pola-pola intratekstual
karya sastra.
Lanjut Purba ( 2005 : 56 ). Stilistika adalah penggunaan gaya bahasa secara khusus
dalam karya sastra. Gaya bahasa itu mungkin disengaja atau timbul serta merta
ketika sastrawan mengungkapkan idenya. Melalui gaya bahasa,sastrawan
menuangkan ekspresinya. Dengan demikian gaya bahasa pembungks ide yang akan
menghaluskan wacana sastra.
8
Eufoni dan kakafoni,juga bagian dari bunyi dalam syair puisi. Eufoni memiliki
arti bunyi dalam syair puisi. Eufoni memiliki arti bunyi yang menghasilkan
suasana bahagia,gembira,semangat,keseimbangan hidup dan sebagainya.
Kebalikannya kakafoni merupakan bunyi yang dihadirkan untuk menciptakan
suasana-suasana tekanan.kegalauan,kesedihan,alenasi,terbelenggu,seduh,dan
penuh sukacita.
D. BUKU UTAMA
1. Kelebihan Buku
a. Penulis dalam menyajikan buku ini selalu disertai sumber,jadi setiap teori
ataupun pendapat selalu disertai dengan sumber. Hal ini tentu menjadikan
pembaca yakni bahwa buku ini sangat terpercaya dan layak
dipertanggungjawabkan.
2. Kekurangan Buku
a. Kertas yang ada di dalam buku tersebut mudah robek karna kertas tersebut
sangat tipis
9
BAB 3
PEMBAHASA
N
A. Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi
setelah menyaksikan fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena
kehidupan itu beraneka ragam baik yang menagndung aspek sosial, budaya,
politik, ekonomi, kemanusiaan, moral, maupun jender.
10
Emosional, berarti bahasa sastra mengandung ambiguitas yang luas yakni
penuh homonim, manasuka atau kategori-kategori tak rasional, bahasa
sastra diresapi peristiwa-peristiwa sejarah, kenangan, dan asosiasi-asosiasi.
Bahasa konotatif, artinya bahasa sastra mengandung banyak arti tambahan,
jauh dari hanya bersifat referensial.
Sifat bahasa sastra yang lain dapat dilihat dari segi gaya bahasa. Gaya bahasa
merupakan bahasa yang digunakan secara khusus untuk menimbulkan efek
tertentu, khususnya efek estetis Yang menegaskan bahwa gaya bahasa
disusun untuk mengungkapkan pikiran secara khas yang memperlihatkan
perasaan jiwa dan kepribadian penulis. Gaya bahasa itu adalah cara yang
khas yang dipakai seorang untuk mengungkapkan diri pribadi.
Fitur stilistika (stylistic features) adalah fonologi, sintaksis, leksikal, dan retorika
(rhetorical) yang meliputi karaktertistik penggunaan bahasa figuratif, pencitraan, dan
sebagainya. Leech & Short berpendapat bahwa unsur stilistika (stylistic categories)
meliputi unsur leksikal, gramatikal, figure of speech serta kontak dan kohesi.
Menurut Keraf, Gaya bahasa meliputi semua hierarki kebahasaan, yakni pilihan kata
(diksi), frase, klausa dan kalimat, serta wacana.
Pradopo mengatakan: unsur-unsur gaya bahasa itu meliputi intonasi, bunyi, kata,
13
kalimat, dan wacana.
Sayuti Menjelaskan bahwa unsur-unsur yang membangun gaya bahasa seorang
pengarang dalam karya sastranya pada dasarnya meliputi diksi, citraan, dan sintaksis.
Aminuddin Menjelaskan bahwa bidang kajian stilistika dapat meliputi kata-kata,
tanda baca, gambar serta bentuk tanda lain yang dapat dianalogikan sebagai kata-kata.
Merujuk pendapat para pakar di atas terutama Abrams, Leech & Short, Pradopo,
Sayuti, dan Keraf, kajian stilistika karya sastra dapat dilakukan dengan mengkaji
bentuk dan tanda-tanda linguistik yang digunakan dalam struktur lahir karya sastra
sebagai media ekspresi pengarang dalam mengemukakan gagasannya.
Unsur-unsur stilistika sebagai tanda-tanda linguistik itu dapat berupa:
Dalam kajian stilistika karya sastra terdapat dua macam pendekatan yaitu, (1) dimulai
dengan analisis sistematis mengenai system linguistik karya sastra, dilanjutkan
dengan interpretasi tentang ciri-ciri tujuan estetik karya tersebut sebagai makna total,
(2) mempelajari sejumlah ciri khas yang membedakan sistem satu dengan yang lain,
dengan menggunakan metode pengontrasan.
14
BAB.5 Stilistika, Estetika, Retrorika, Dan Ideologi.
Stilistika mengkaji berbagai fenomena kebahasaan dengan menjelaskan berbagai
keunikan dan kekhasan pemakaian bahasa dalam karya sastra berdasarkan maksud
pengarang dan kesan pembaca.
Estetika merupakan aspek yang berhubungan dengan keindahan. Ia mempelajari
aspek yang memberikan keindahan pada sebuah karya seni, termasuk karya sastra.
Retorika lebih dekat dengan masalah penggunaan bahasa, tetapi lebih menekankan
akibat atau tujuan penggunaan suatu tuturan.
Ideologi dalam konteks stilistika lebih diartikan sebagai gagasan dan pandangan
hidup pengarang yang berkaitan dengan latar belakang kehidupannya dan situasi yang
melahirkan karya sastra. Dalam mengkaji ideologi pada gaya bahasa, ada dua cara
yang dapat ditempuh (Junus, Pada Tahun 1989). Pertama, ideologi dihubungkan
dengan pengarang dan latar belakang masa tertentu. Kedua, ideologi dilihat sebagai
fenomena teks itu sendiri yang dapat dikaji secara hermeneutik atau intertekstual.
Setiap pengarang memiliki gaya bahasa masing-masing yang berbeda satu dengan
lainnya. Bahkan meskipun mereka berangkat dari gagasan yang sama, bentuk
penyampaiannya dalam gaya bahasa senantiasa berbeda. Dalam karya sastra, hal
demikian disebut individuasi yaitu keunikan dan kekhasan seorang pengarang dalam
penciptaan yang tidak pernah sama antara yang satu dengan lainnya.
Pada mulanya stilistika tidak dimaksudkan sebagai studi gaya sastra melainkan unuk
studi bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi tujuan
hidup. Menurut Bally, stlistika adalah studi tentang efek-efek ekspresif dan
15
mekanisme dalam semua bahasa ‘la langue de tout le monde’.
Kajian linguistik dalam karya sastra harus diposisikan secara wajar dan proposional.
Hal itu mengingat pemakaian bahasa dalam karya sastra tidak sama dengan
pemakaian bahasa dalam buku ilmiah, majalah dan surat kabar, iklan, perundang-
undangan, serta pidato kenegaraan. Karya sastra memiliki keunikan tersendiri sebagai
sebuah wacana sastra yang diungkapkan dengan medium bahasa.
Dalam penelitian stilistika karya sastra, konvensi sastra tidak dapat diabaikan. Kode
sastra berkenaan dengan hakikat dan fungsi sastra, karakteristik sastra, kebenaran
sastra sebagai kebenaran imajinatif, sastra sebagai semiatif, sastra sebagai dokumen
sosial budaya, pemakaian simile, metafora dan majas-majas tertentu.
Dalam aplikasinya, pemanfaatan gaya bahasa dalam karya sastra sangat bergantung
pada individuasi sastrawan yang dipengaruhi oleh latar sosiohistoris masing-masing.
Oleh karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa gaya bahasa itu bersifat
16
pribadi atau yang mencerminkan orangnya.
Konsep klasik menganggap gaya bahasa sebagai bungkus atau sehingga konsep itu
membedakan bahasa karya sebagai isi gagasan dan bungkusnya (cara/ekspresi).
Komunikasi modern, gaya bahasa bukan hanya dengan penggunaan bahasa yang
indah, melainkan juga merujuk pada isi yang diembannya.
Gaya bahasa menurut Sudjiman Dalam mencakup diksi, struktur kalimat, majas, dan
citraan, pola rima, matra yang digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam
karya sastra.
Timbulnya irama indah yang tercipta dalam puisi, misalnya karena adanya asonansi
dan aliterasi itu akan menimbulkan orkestrasi yang menciptakan nada dan suasana
tertentu.
Diksi adalah kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide yang
meliputi pribadi fraseologi, majas, dan ungkapan. Fraseologi mencakup persoalan
kata-kata dalam pengelompokan atau susunannya, atau cara-cara khusus ungkapan.
Diksi adalah gagasan-kata seseorang untuk mengungkapkannya. Dengan demikian
diksi dalam konteks sastra merupakan pilihan kata pengarang untuk mengungkapkan
17
gagasannya guna mencapai efek tertentu dalam sastranya.
4.Gaya Wacana
Menurut Kridaklaksana (1988: 179), wacana adalah satuan bahasa terlengkap, yang
memiliki hierarki tertinggi dalam gramatika. Gaya wacana adalah gaya bahasa dengan
penggunaan lebih dari satu kalimat, kombinasi kalimat, baik dalam prosa maupun
puisi. Gaya wacana dapat berupa paragraf (dalam prosa atau fiksi), bait (dalam puisi
atau sajak), keseluruhan karya sastra baik prosa seperti novel dan puisi, maupun
keseluruhan puisi. Gaya wacana dalam sastra adalah gaya wacana dengan
pemanfaatan sarana retorika seperti repetisi, paralelisme, klimaks, antiklimaks, dan
hiperbola serta gaya wacana campur kode dan alih kode. Gaya campur kode adalah
penggunaan bahasa asing dalam bahasa sendiri atau bahasa campuran dalam karya
sastra. Wacana alih kode adalah penggunaan variasi bahasa lain untuk menyesuaikan
diri dengan pesan atau situasi lain atau adanya partisipan lain.
Bahasa figuratif merupakan retorika sastra yang sangat dominan. Bahasa figuratif
18
merupakan cara pengarang dalam memanfaatkan bahasa untuk memperoleh efek
estetis dengan ide gagasan secara kias yang menyaran pada makna literal (makna
literal). Bahasa figuratif dalam penelitian stilistika karya sastra dapat mencakup
majas, idiom, dan peribahasa. Bentuk ketiga bahasa figuratif itu diduga cukup banyak
dimanfaatkan oleh para sastrawan dalam mahakarya.
Majas
Maja terbagi menjadi dua jenis, yakni (1) figuratif: tuturan figuratif yang terkait
dengan pengolahan dan pembayangan gagasan, dan (2) retorical figure: tuturan
figuratif yang terkait dengan penataan dan pengurutan kata dalam kontruksi kalimat
(Aminudin, 1995: 249). Pemajasa (figure of thought) merupakan teknik untuk
menggunakan bahasa, penggaya-bahasa, yang maknanya tidak menunjuk pada makna
harfiah kata-kata yang mendukungnya, melainkan makna yang ditambahkan, makna
yang bintang.
•metafora
Metafora adalah majas seperti simile, hanya saja tidak menggunakan kata-kata
pembanding seperti bagai, sebagai, laksana, dan sebagainya. Salah satu wujud kreatif
bahasa dalam penerapan makna disebut metafora. Metafora merupakan bahasa
figuratif yang paling mendasar dalam karya sastra, puisi (Cudoon, 1979: 275).
Klasifikasi metafora: (1) Metafora Universal, (2) Metafora Terikat Budaya
•Perumpamaan (Perbandingan)
Simile adalah majas yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan menggunakan
kata-kata pembanding seperti: bagai, sebagai, seperti, semisal, seumpama, laksana,
seperti, bak, dan kata-kata pembanding lainnya (Pradopo, 2000: 62).
•Personifikasi
Majas ini mempersamakan benda dengan manusia, benda mati dibuat dapat berbuat,
berfikir, melihat, mendengar, dan sebagainya seperti manusia.
•metonimia
19
Metonimia atau majas pengganti nama adalah penggunaan sebuah atribut sebuah
objek atau penggunaan sesuatu yang sangat dekat dengannya untuk mengubah objek
tersebut.
•Sinekdoki (Sinekdoke)
Majas yang menyebutkan suatu bagian yang penting suatu hal atau benda itu sendiri
disebut sinekdoki (Altebernd dan Lewis, 1970: 21).
Idiom
Konstruksi unsur-unsur yang saling memilih, masing-masing anggota memiliki
makna yang ada hanya karena bersama yang lain disebut idiom. Yusuf (1995: 118),
mengartikan idiom sebagai kelompok kata yang memiliki makna khas dan tidak sama
dengan makna kata per kata. Jadi, idiom memiliki kekhasan bentuk dan makna dalam
bahasa yang tidak dapat diterjemahkan secara harfiah. Peribahasa (Pepatah,
Peribahasa)
Peribahasa adalah kalimat yang menjelaskan kalimat yang telah membekukan
bentuk, makna, dan fungsi dalam masyarakat, bersifat turun-temurun, digunakan
untuk menghias karangan atau percakapan, penguat maksud karangan, pemberi
nasihat, atau pedoman hidup. Peribahasa dalam bahasa Indonesia kedudukan dan
peran yang penting karena memiliki makna yang dalam. Bentuk peribahasa itu
merupakan penuturan yang sering diucapkan sehari-hari, tetapi memiliki nilai estetik
yang tinggi. Peribahasa menurut Kridalaksana (1988:131), mencakup pepatah, ibarat
(perumpamaan), bidal, perumpamaan dan pemeo.
Citraan (Citra)
Citraan atau imaji dalam karya sastra berperan penting untuk menimbulkan
pembayangan imajinatif, membentuk gambaran mental, dan dapat membangkitkan
pengalaman tertentu pada pembaca. Menurut Sayuti (2000: 174), citraan dapat
diartikan sebagai kata atau kata yang dapat membentuk gambaran mental atau dapat
membangkitkan pengalaman tertentu. Dalam fiksi citraan dibedakan menjadi citraan
literal dan citraan figuratif.
Citraan literal tidak menyebabkan perubahan atau perluasan arti kata-kata sedangkan
citraan figuratif (majas) merupakan citraan yang harus dipahami dalam beberapa arti.
20
Citraan dalam karya sastra dapat mencerminkan kekhasan individu pengarangnya.
Salah satu bentuk penciptaan kerangka seni adalah pemakaian bahasa yang khas
melalui citraan. Citraan kata banyak digunakan dalam karya sastra, baik puisi, fiksi,
maupun drama karena dapat menjadi daya tarik bagi indera melalui kata-kata.
Burton mengemukakan bahwa citraan kata dalam karya sastra merupakan daya
penarik indera melalui kata-kata yang mampu mengobarkan emosi dan intelektual
pembaca. Adapun fungsi citraan adalah untuk membuat atau lebih hidup gambaran
dalam penginderaan dan pikiran, menarik perhatian, dan membangkitkan
intelektualitas dan pembaca dengan cepat.
Teori Semiotik
Pendekatan semiotik berpijak pada pandangan bahwa karya sastra sebagai karya seni
merupakan suatu sistem tanda (sign) yang terjalin secara bulat dan utuh. Sebagai
sistem tanda ia mengenal dua aspek yakni penanda (signifier) dan petanda (signified).
Karya sastra bukan merupakan media komunikasi biasa, karena karya sastra dapat
dipandang sebagai gejala semiotik.
•Ikon (icon) adalah suatu tanda yang menggunakan kesamaan dengan apa yang
tersedianya.
•Indeks adalah suatu tanda yang memiliki kaitan kausal dengan apa yang diwakilinya.
•Simbol adalah hubungan antara hal/sesuatu (barang) penanda dengan barang yang
ditandainya yang sudah menjadi konvensi masyarakat.
Semiotik merupakan ilmu tentang tanda atau ilmu yang mempelajari sistem-sistem,
aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang mendukung tanda-tanda tersebut memiliki
arti. Penanda (signifier) adalah aspek formal atau bunyi atau coretan pada tanda yang
bermakna itu, yakni apa yang dikatakan atau yang ditulis atau dibaca. Petanda
(signified) adalah aspek konseptual yakni gambaran mental, pikiran atau konsep dari
bahasa.
Makna karya sastra sebagai tanda adalah makna semiotiknya, yakni makna yang
22
bertautan dengan dunia. Adapun pemahaman dasar terhadap karya sastra sebagai
gejala semiotik adalah pandangan bahwa karya sastra merupakan fenomena dialektik
antara teks dan pembaca. Tegasnya, untuk menemukan “petanda” itu saja, tetapi
ditentukan pula oleh pembaca yang berpijak pada atau diarahkan oleh “penanda”.
Oleh karena itu, dasar pemahaman stilistika karya sastra yang merupakan gejala
pandangan semiotik adalah bahwa fenomena bahasa merupakan suatu dialekta antara
teks dengan pembacanya dan antara teks dengan konteks penciptannya.
1.Teori Interteks
Teori intertekstual memandang setiap teks sastra perlu dibaca dengan latar belakang
teks-teks lain, dalam arti bahwa penciptaan dan membaca sastra tidak dapat dilakukan
tanpa adanya teks-teks lain sebagai acuan. Hubungan intertekstual adalah hubungan
antarkarya dan penandaan partisipasinya dalam lingkup diskursif budaya. Laurent
Jenny menyatakan bahwa intertekstualitas, segala yang mendukung seseorang untuk
mengenali pola dan makna dalam teks. Junus merumuskan hubungan intertekstual
dalam beberapa wujud:
•Teks yang berisi itu mungkin teks yang kongkret, atau mungkin teks yang abstrak.
•Kehadiran suatu teks tertentu tertentu dalam teks lain secara fisikal.
•Penggunaan nama tokoh yang sama.
•Kehadiran unsur dari suatu teks dalam teks lain.
•Kehadiran berbahasa tertentu dalam suatu teks.
•Yang hadir mungkin teks kata-kata, yaitu kata atau kata-kata atau paling tidak
ambigu maknanya.
Teori Resepsi Sastra
Resepsi sastra yang berasal dari kata rezeptionaesthetic, yang dapat disamakan
dengan respon sastra (penerimaan estetik) sesuai dengan estetika resepsi, dan disebut
estetika resepsi oleh Pradopo.
•Konsep Teks
Teks merupakan korpus yang otonom. Artinya, teks memiliki kemandirian, totalitas
yang berciri khas empat hal berikut. (1) Dalam teks, makna yang terdapat pada 'apa
yang dikatakan' terlepas dari proses penyimpanannya. (2) Teks juga tidak lagi
ditujukan kepada seorang pembicara. (3) Sebuah teks tidak lagi berlaku untuk konteks
semula. (4) Teks tidak lagi ditujukan kepada audiens awal, seperti bahasa lisan
kepada pendengarannya.
A. Kelebihan Buku.
1. Materi yang terkandung didalam buku mudah di baca.
2. buku ini ditulis berdasarkan para Ahli, sehingga Dapat dipercaya.
3. terdapat ilustrasi di dalam buku, sehingga tidak bosan saat dibaca.
4. banyak manfaat, dan pengertian yang terkandung di dalam buku tersebut sangat
baik.
5. mahasiswa mampu menganalisis tahapan kajian Stilistika dalam sebuah karya
sastra.
6. Memiliki pandangan luas tentang Stilistika Pada kajian karya sastra.
7. Terdapat Teori Kajian Stilistika, Sehingga Dapat Dimengerti.
25
B. Kekurangan Buku
1. Bahasa di dalam buku berbelit-belit sehingga sulit dipahami.
2. Tidak diberikan contoh dalam buku tersebut tentang sesuatu aplikasi dari
Segi Aspek Contoh Dari Karangan Karya Sastra, Dan Bagaimana
Menganalisis Yang Baik.
3 Dari segi cover Kurang menarik
4 Kurang nya Pendapat dari Beberapa Para Ahli mengenai topik yang
dibahas.
26
BAB 4
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari kedua buku ini memiliki banyak perbedaan dan ada beberapa persamaan
dalam materinya.buku utama dan ke dua sebagai buku pembanding sudah
memenuhi konten materinya sesuai dengan materi ilmu stilistika, dan buku ini juga
memberikan banyak pelajaran.
B. Saran
27
BUKU YANG DI REVIEW :
BUKU PEMBANDING :
xxviii