Anda di halaman 1dari 19

CRITICAL BOOK REPORT (CBR)

KRITIK SASTRA
Karya : Atar Semi

Di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kajian dan Kritik Sastra

Dosen Pengampu : Ibu Yanida Bu’ulolo S.Pd.,M.Pd

Di Susun Oleh :

Nama : Mira Sefriyani Laoli


NIM : 202124051
Kelas :B
Semester : IV (Empat)

UNIVERSITAS NIAS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya
berupa kesempatan dan juga pengetahuan sehingga laporan bacaan buku ini bisa selesai pada
waktunya.

Tidak lupa saya menuliskan ucapan terimakasih kepada Ibu Yanida Bu’ulolo
S.Pd.,M.Pd sebagai dosen pengampu mata kuliah Kajian dan Kritik Sastra yang telah
memberikan bimbingan serta masukan dalam proses pembuatan laporan bacaan buku ini.
Saya juga menyampaikan rasa terimakasih kepada rekan rekan yang telah ikut serta
membantu, sehingga laporan bacaan buku ini dapat terselesaikan tepat waktu.

Saya berharap semoga laporan bacaan buku ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca. Namun terlepas dari itu, saya memahami bahwa laporan bacaan buku ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna, maka dari itu kritik dan saran sangat saya
harapkan demi penyempurnaan laporan bacaan buku ini kedepannya dan lebih bermanfaat
bagi kita semua.

Gunungsitoli, April 2022

Penulis

Mira Sefriyani Laoli


NIM. 202124051
DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................................................

Daftar Isi...................................................................................................................................

BAB I Pendahuluan...............................................................................................................

A. Identitas Buku Utama...................................................................................................


B. Identitas Buku Pembanding..........................................................................................

BAB II Pembahasan..............................................................................................................

Garis Besar Isi Buku.................................................................................................................

BAB III Komentar..................................................................................................................

A. Kelemahan Buku Utama..............................................................................................


B. Kelebihan Buku Utama................................................................................................
C. Perbandingan Dengan Buku Kajian dan Kritik Sastra Lainnya..................................

BAB IV Penutup.....................................................................................................................

A. Kesimpulan...................................................................................................................
B. Saran.............................................................................................................................

Daftar Pustaka........................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Identitas Buku Utama

1. Judul buku : Kritik Sastra


2. Nama penulis : Atar Semi
3. Tahun terbit : 1985
4. Penerbit : Angkasa
5. Kota terbit : Bandung
6. Jumlah halaman : 109 halaman
7. ISBN : 978-979-665-827-5

B. Identitas Buku Pembanding

1. Judul buku : Kajian Kritik Sastra Indonesia


2. Nama penulis : Yudiono K.S
3. Tahun terbit : 2009
4. Penerbit : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia
5. Kota terbit : Jakarta
6. Jumlah halaman : 256 halaman
7. ISBN :978-979-025-930-3
BAB II
PEMBAHASAN

Garis Besar Isi Buku

Bab Satu Buku

Batasan dan Fungsi Kritik Sastra

A. Batasan Kritik Sastra

Istilah Kritik sastra mempunyai sejarah yang panjang. Kata kritik berasal dari Krinein,
bahasa yunani, yang berarti “menghakimi”, “membanding”, atau “menimbang”. Kata krenein
menjadi pangkal atau asal kata kreterion yang berarti “dasar”, “pertimbangan”, dan
“penghakiman”. Kegiatan kritik sastra yang pertama dilakukan oleh bangsa Yunani yang
bernama Xenophanes dan Heraditus, ketika merasa mengecam pujangga Homerus yang
gemar mengisahkan cerita dewa-dewi yang mereka anggap tidak senonoh serta bohong.

Di Indonesia, istilah ataupun pengertian kritik sastra baru dikenal setelah para sastrawan
memperoleh atau mendapatkan pendidikan dari atau di negara barat sekitar awal abad kedua
puluh. Ada beberapa karya sastra yang dilarang peredarannya oleh pemerintah karena
dianggap mengandung pikiran-pikiran yang bertentangan dengan kepentingan umum dan
kepentingan kehidupan bernegaraan.

Jadi, sesungguhnya kritik sastra sudah ada dalam kehidupan sastra nusantara dalam arti
yang seluas-luasnya. Akan tetapi, kegiatan kritik tidak berbentuk tulisan dan tidak memiliki
aturan yang sistematik. Proses kritik dilakukan secara lisan langsung oleh masyarakat yang
sudah meyaksikan atau melihat suatu pertunjukan, pengelaran keseninan, ataupun
memberikan komentar terhadap suatu karya telah dibaca.

Proses kritik sastra yang dilakukan sudah ada sebelumnya akan tetapi teori da kerangka
acuan yang digunakan hanya berasal dari selera personal dan pengalaman masing-masing.
Teori sastra memiliki beberapa hubungan dengan bidang yang membicarakan masalah
definisi sastra, hakikat sastra, teori penelitian sastra, jenis sastra, teori gaya penulisan, dan
teori penikmatan sastra. Kritik sastra merupakan bidang studi sastra yang berhubungan
dengan pertimbangan karya sastra yang menilai baik tidaknya sebuah karya sastra.

H.B Jassin mengemukakan bahwa kritik sastra adalah pertimbangan baik buruknya suatu
karya sastra. Hal ini memiliki maksud merupakan penilaian tanggapan dan komentar terhadap
suatu karya sastra. Sedangkan menurut Andre Hardjana mendefinisikan kritik sastra sebagai
hasil usaha pembaca dalam mencari dan menentukan nilai hakiki sebuah karya sastra melalui
pemahaman dan penasiran yang sistematik yang kemudian dinyatakan dalam bentuk tulisan
yang jelas.
Menurut GayLey dan Scott ( Drs. Liaw Yock Fang, 1970), kritik sastra adalah :
1. Mencari kesalahan (Fault-finding),
2. Memuji ( to praise),
3. Menilai (to judge),
4. Membandingkan (to compare), dan
5. Menikmati (to appreciate).

Menurut L.L Duroche (1967) dengan mengutip pendapat Stanley Edgar Huyman,
mendefinisi kritik sebagai “interpreting the work, realating it to literary tradition, evaluating
it, and so on. Yang menarik kesimpulan bahwa terdapat tiga pendapat mengenai kritik sastra :

1. Kritik sastra adalah penilaian (evaluation).


2. Kritik sastra adalah interpretasi (interpretation), sebab :
a. Belum adanya ukuran yang baku dan
b. Ukuran tersebut tidak dapat disusun.
3. Kritik sastra itu adalah penilaian dan interpretasi.

Batasan kritik sastra di atas pada dasarnya memiliki jalan atau pola pikiran yang hampir
sama. Akan tetapi, perbedaannya hanya terletak pada graduasi belakang. Dari uraian tersebut
dapat disimpulkan bahwa kritik sastra adalah upaya menentukan nilai hakiki karya sastra
dalam bentuk memberikan pujian, mengatakan atau menyatakan kesalahan, memberi
pertimbangan melalui pemahaman, dan penafsiran yang sistematik.

B. Jenis Kritik Sastra


Kritik sastra dapat dibagi atas beberapa jenis. Penjenisan didasarkan atas pendekatan yang
digunakan, bentuk, dan pelaksanaan kritik itu sendiri. Berdasarkan segi pendekatan atau
metode kritik, kritik sastra dibagi menjadi dua jenis :

1. Kritik Sastra Penilaian (Judicial Criticism), yaitu kritik sastra yang bersifat memberi
penilaian terhadap pengarang dan karyanya. Penilaian yang dilakukan berdasarkan
ukuran yang telah ditetapkan sebelumnya dilakukannya penilaian.
2. Kritik Sastra Induktif (Inductive Criticism), yaitu kritik yang tidak mau mengakui
adanya aturan-aturan atau ukuran-ukuran yang telah ditetapkan sebelumnya. Kritik
sastra jenis ini dilakukan dengan menelaah atau menjelajahi suatu karya sastra tanpa
ada persepsi sebelumnya.

Kritik sastra dapat diklarifikasi berdasarkan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan yang
hendak dicapai ketika melakukan kritik yaitu :

1. Pertimbangan atau penjelasan tentang karya sastra serta prinsip-prinsip terpentin


tentang karya sastra kepada penikmat yang kurang memahaminya.
2. Menerangkan seni imajinatif sehingga mampu memberikan jawaban terhadap hal-hal
yang dipertanyakan oleh pembaca.
3. Membuat aturan-aturan untuk para pengarang dan mengatur selera pembacanya.
4. Menginterpretasikan suatu karya sastra terhadap pembaca yang tidak mampu
memberikan apresiasi.
5. Memberikan keputusan atau pertimbangan dengan ukuran penilaian yang telah
ditetapkan.
6. Menemukan dan mendapatkan asas yang dapat menerangkan dasar-dasar seni yang
baik.
7. Menemukan dan mendapatkan asas yang dapat menerangkan dasar-dasar seni yang
baik.
Bertolak dari tujuan yang hendak dicapai maka kritik sastra akan melahirkan berbagai jenis
kritik. Karena pada umumnya kritik sastra dilakukan denan berbagai macam tujuan, sehingga
proses pendekatannya tidak hanya tidak hanya satu atau dua macam pendekatan akan tetapi
menggunakan berbagai macam pendekatan yang dicampur baurkan sehingga memperoleh
kesempurnaan.

Kritik sastra juga dibagi berdasarkan tipe sejarah sastra dan kritik sastra yaitu sebagai
berikut ini :
1. Impressionistik, kajian sastra yang menekankan bagaimana karya seni mempengaruhi
kritikus.
2. Kesejarahan, kajian sastra yang menyelidiki karya seni berdasarkan lingkungan
sejarah dan fakta-fakta tentang kehidupan dilingkungan kehidupan pengarang.
3. Textual, kajian sastra yang berusaha untuk menuliskan kembali naskah asli dari suatu
karya.
4. Formal, kajian sastra yang menyelidiki jenis dan karakteristik suatu karya sastra.
5. Yudisial, kajian sastra yang menilai suatu karya sastra dengan menggunakan suatu
perangkat ukuran yag telah ditetapkan.
6. Analitik, kajian sastra yang berupa usaha untuk menemukan hakikat suatu karya
secara objektif melalui analisis yang mendalami bagian-bagian sebuah karya.
7. Moral, kajian sastra yang mengevaluasi suatu karya sastra dalam kaitannya dengan
nilai kemanusiaan.
8. Mistik, kajian sastra yang menyelidiki tentang hakikat dan makna suatu karya sastra
dalam hubungannya dengan pola-pola kepercayaan.

Kritik sastra memiliki tigas aspek yaitu :

1. Aspek kesejarahan, yang akan menghasilkan kritik kesejarahan (historis), yaitu kritik
satra yang berorientasi pada segi-segi kesejarahan yang menyangkut suatu karya sastra.
2. Aspek rekreasi, yaitu suatu bentuk penggulangan dari apa yang mungkin terdapat
dalam suatu karya sastra ke dalam karya sastra lain. Aspek ini akan melahirkan kritik
rekreatif, yaitu kritik yang berhubungan dengan segi-segi artistik yang menonjol pada
suatu karya sastra.
3. Aspek kabar artistik suatu karya sastra, yang menghasilkan suatu kritik penghakiman,
yang bermakna bahwa kritikus berupaya menemukan nilai-nilai kegunaan dalam suat
karya sastra.

C. Kedudukan dan Fungsi Kritik Sastra


Seni dapat dimengerti bila kita tekuni, kita hayati, dan akhirnya ditafsirkan. Setiap orang
yang mempunyai kemauan untuk memahami suatu karya sastra, berusaha mengungkapkan
segala sesuatu yang terselubung di dalam karya sastra yang dibacanya. Hasil bacaan tidak
hanya diperuntukkan bagi dirinya akan tetapi, dapat digunakan juga oleh pembaca lainnya
yang mampu menimbulkan persetujuan atau pertentangan terhadap hasil dan pemahaman
terhadap sebuah karya yang sama.

Dalam melacaki sastra, seorang kritikus tidak bertindak semaunya saja. Dalam melakukan
kritikannya seorang kritikus melewati suatu proses penghayatan keindahan yang serupa
dengan proses yang dilalui pengarang dalam melahirkan karyanya. Perbedaan antara proses
kritik dan proses mengarang terletak pada pangkal tolak dan titik akhirnya. Selain itu, proses
penghayatan keindahan seorang kritikus bermula dari pengamatan dan pencernaan jiwa
kritikus atas suatu karya sastra.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kritikus yang baik dalam mencari, menunjukkan, dan
menentukan nilai suatu karya sastra dengan analitis maupun pertimbangan secara teoritis
dalam melahirkan karyanya sehingga sastra dan kritik tidak saling bertentangan. Tentang
peranan dan fungsi kritik sastra dapat diketahui melalui pemahaman tentang hakikat
perbuatan penciptaan kritik sastra serta manfaatnya bagi pembaca dalam membantu
memahami suatu karya sastra.

Fungsi atau kegunaan kritik sastra adalah sebagai berikut ini :


1. Untuk Pembinaan Dan Pengembangan Sastra
Fungsi utama kritik sastra adalah memelihara, menyelamatkan serta mengembangkan
pengalaman manusiawi yang berwujud sebagai karya seni yang bermakna sastra.
2. Untuk Pembinaan Kebudayaan Dan Apresiasi Seni
Kritik sastra berfungsi pula untuk membina tradisi kebudayaan, membentuk suatu
tempat berpijak cita rasa yang benar, melatih kesadaran, dan secara sadar pula
mengarahkan pembaca kepada pembinaan pengertian tentang makna dan nilai
kehidupan.
3. Untuk Menunjang Ilmu Sastra
Kritik sastra merupakan wadah analisis karya sastra, analisis struktur cerita, gaya
bahasa, teknik penceritaan, dan sebagainya.

Bab Dua Buku


Ukuran Dalam Kritik Sastra

A. Ukuran atau Sasaran Kritik


Ukuran-ukuran dalam melakukan kritik perlu ada agar kritik sastra tersebut dapat
mengemban fungsinya baik secara baik dan bertanggung jawab. Kritik sastra dengan ukuran
dan prinsip yang luwes, hendaknya mampu menunjukkan nilai suatu karya sastra, mampu
menerangi lorong-lorong gelap, mampu meniadakan persoalan yang rumit dan sulit yang
terdapat dalam suatu karya sastra.
Bila penilaian suatu karya sastra berdasarkan kesenangan (pleasure), kemudahan
memahami (intelligibility), tema cerita yang berada diluar pengetahuan dan pengalaman
(noveltry), dan berdasarkan kepada tema cerita yang sudah dikenal (familiarity). Ukuran lain
yang lazim dipakai dalam melakukan kritik sastra adalah ukuran didaktik. Dengan ukuran
didaktik pembaca dapat menentukan keberhasilan suatu karya sastra berdasarkan pengaruh
positif dalam menyampaikan pesan pembinaan moral dan kepribadian untuk meningkatkan
taraf kecerdasan pembacanya.

Ukuran lain yang pernah digunakan dalam melakukan kritik, terutama oleh pengertitik
barat adalah menggunakan ukuran pelahiran (ekspresi). Di dalam pelaksanaannya, ukuran
ekspresi ini selalu berhubungan dengan keaslian dan kejujuran. Masalah kejujuran merupakan
alat ukur lain yang dapat digunakan untuk menunjukkan kesungguhan dan pendalaman
pikiran untuk menyatakan suatu konsep dan menyajikannya.

Penafsiran ukuran kebenaran yang lain adalah ukuran kebenaran dari segi perlambangan
(the criterion of symbolic truth). Konsep ini lebih luas dan lebih lempeng dari penafsiran yang
pertama. Konsep kebenaran perlambangan diartikan sebagai suatu bentuk kegiatan penilaian
suatu karya sastra buka sebagai salinan gambaran kehidupan sehari-hari, akan tetapi dalam
bentuk kiasan dan perlambangan terhadap berbagai segi kehidupan yang aneka ragam
coraknya.
Sehingga dapat simpulkan, bahwa kebenaran dijadikan ukuran dalam menilai karya sastra,
harus ditafsirkan secara benar. Jikalau pembaca salah menafsirkan, maka ukuran yang
digunakan tidak berdaya guna.

Bab Tiga Buku


Pendekatan Kritik Sastra

A. Sastra dan Kritik Sastra


Sastra memberikan pengalaman dan mengarahkan diri pembaca kepada perasaan.
Sedangkan kritik sastra lebih cenderung untuk memberikan dan memenuhi kebutuhan pikiran
atau intelektual. Sastra adalah karya seni yang bertujuan untuk membantu manusia
menyingkapi rahasia keadaannya, untuk memberikan makna pada eksistensinya, serta untuk
membuka jalan ke kebenaran. Akan tetapi satu hal yang membedakan yaitu bahwa sastra
memiliki aspek bahasa.
Kritik sastra merupakan suatu bentuk karya sastra yang mengandalkan adanya norma dan
nilai. Norma dan nilai adalah prinsip atau konsepsi mengenai hal yang hendak dituju. Nilai
sukar dibuktikan kebenarannya karena merupakan sesuatu yang disetujui dan tidak disetujui.
Norma merupakan ukuran yang mengatur cara mencapai nilai. Dalam melakukan pekerjaan
mengeritik, kritikus menghadapi karya sastra dengan memahami dan menganalisis setiap
unsur, aspek, bahasa dan teknik yang digunakan untuk membentuk penafsiran.

B. Beberapa Pendekatan Kritik Sastra


Tidak semua pendekatan bersifat mutlak dan bersikap berdiri sendiri. Satu sama lainnya
memiliki keterhubungan. Berikut ini beberapa pendekatan dalam kritik sastra yaitu sebagai
berikut :
1. Pendekatan Mimesis, merupakan pendekatan yang bertolak dari pemikiran bahwa
sastra merupakan cerminan atau representase kehidupan nyata yang memberikan
kebenaran yang universal.
2. Pendekatan Pragmatik (Reseptif), merupakan pendekatan yang memanfaatkan
relativitas konsep keindahan dan konsep nilai didaktis.
3. Pendekatan Ekspresif, merupakan pendekatan yang menitikberatkan perhatian pembaca
kepada upaya pengarang atau penyair mengekspresikan ide-idenya ke dalam bentuk
karya sastra. Kemampuan pengarang menyampaikan pikiran yang agung dan dengan
menggunakan emosi yang kuat menjadi ukuran keberhasilannya.
4. Pendekatan Objektif (Struktural), merupakan pendekatan yang membatasi diri pada
penelaahan karya sastra yang dianalisis. Dengan kata lain, pendekatan ini memandang
bahasa sebagai alatnya dan pendekatan ini memandang serta menelaah sastra dari segi
intrinsik yang membangun suatu karya sastra, yaitu tema, alur, latar, penokohan, dan
gaya bahasa. Perpaduan yang harmonis antara bentuk dan isi merupakan kemungkinan
kuat dalam menghasilkan sastra yang bermutu.
5. Pendekatan Semiotik, merupakn pendekatan yang pada dasarnya merupakan
pengembangan dari pendekatan objektif atau pendekatan struktural, yaitu penelaahan
sastra dengan mempelajari setiap unsur yang terdapat di dalam sebuah sastra tanpa
terkecuali.
6. Pendekatan Sosiologis (The Sosiological Approach), merupakan pendekatan yang
bertolak dari pandangan bahwa sastra merupakan pencerminan dari kehidupan
masyarakat.
7. Pendekatan Psikologis, merupakan pendekatan penelaahan sastra dengan menekankan
pada segi-segi psikologis yang terdapat dalam suatu karya sastra. Pengetahuan tentang
psikologi mendorong pembaca untuk menyadari bahwa sebuah karya sastra yang baik
sekurang-kurangnya memiliki dua jenis makna baik makna secara jelas maupun makna
secara terselubung. Selain itu manfaat lain dari psikologis dalam sastra adalah dalam
pengkajian riwayat hidup pengarang untuk membantu pembaca memahami karya sastra
yang telah dibuat.
8. Pendekatan Moral, pendekatan ini dalam sastra sering dianut oleh beberapa kritikus.
Pendekatan ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa karya sastra dianggap sebagai
suatu medium yang paling efketif untuk membina moral dan kepribadian suatu
kelompok masyarakat. Moral dalam hal ini diartikan sebagai suatu norma, suatu
konsep tentang kehidupan yang disanjung tinggi dan sebagian besar masyarakat
berpegang teguh pada ukuran norma tersebut.

Pendekatan moral dalam keyataannya,cenderung menjurus pada penggunaan ukuran


dari segi nilai-nilai keagamaan. Hal ini dapat disebabkan moral dan tata nilai yang ada dan
dipengang teguh oleh masyarakat pada umumnya dibentuk oleh agama yang dianut oleh
masyarakat yang bersangkutan. Bila, disengaja atau tidak, terikat dalam suatu kritik sastra
terhadap nilai-nilai keagamaan, maka persoalnya menjadi semakin rumit dan kompleks.

Bab Empat Buku


Sosiologi Sastra Dalam Kerangka Kritik Sastra

Sosiologi sastra mereupakan bagian mutlak dari kritik sastra. Sosiologi sastra
mengkhususkan diri dalam menelaah sastra dengan memperhatikan segi-segi sosial
kemasyarakatan. Jenis produk telaahan ini dengan sendirinya dapat digolongkan ke dalam
produk kritik sastra.

A. Pengertian Sosiologi Sastra

Sosiologi adalah suatu telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam lingkungan
masyarakat dan tetang sosial dan proses sosial. Sosiologi melakukan proses menelaah
meliputi bagaimana masyarakat tumbuh dan berkembang dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Sedangkan sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai
mediumnya. Oleh sebab itu, sesungguhnya sosiologi dan sastra memperjuangkan masalah
yang sama karena keduanya berurusan dengan masalah sosial, ekonomi, dan politik.

Sosiologi sastra adalah suatu telaah sosiologis terhadap karya sastra. Telaah sosiologi
mempunyai tiga klarifikasi (wellek dan Warren: 1956), yaitu :

1. Sosiologi pengarang, yakni yang memperhatikan tentang status sosial, ideologi politik,
dan lain sebagainya yang menyangkut mengenai diri pengarang.
2. Sosiologi karya sastra, yakni memasalahkan tentang suatu karya sastra yang menjadi
pokok telaah mengenai apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan
atau amanat yang hendak disampaikan.
3. Sosiologi sastra, yakni memasalahkan tentang pemaca dan pengaruh sosialnya terhadap
masyarakat.

Telaah sosiologi suatu karya sastra akan mencakup tiga hal sebagai berikut ini :
a. Konteks sosial pengarang, yakni hal-hal yang menyangkut posisi sosial masyarakat
dan kaitannya dengan masyarakat pembaca. Faktor-faktor sosial yang memengaruhi si
pengarang sebagai perseorangan mempengaruhi isi karya sastra.
b. Sastra sebagai cerminan masyarakat, yakni hal-hal yang berkaitan dengan sejauh mana
sastra dianggap sebagai pencerminan keadaan masyarakat.
c. Fungsi sosial sastra, dalam hal ini telaah nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial.

Dari skema ataupun klarifikasi di atas maka diperoleh gambaran bahwa sosiologi sastra
merupakan pendekatan terhadap sastra dengan mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan,
mempunyai skop yang luas, beragam dan rumit, yang menyangkut tentang pengarang,
karyanya, serta pembacanya.
B. Sastra, Masyarakat, dan Kebudayaan
Sastra merupakan bagian dari kebudayaan. Hubungan antara kebudayaan dan masyarakat
sangatlah erat. Menurut pandangan antropolog, cara suatu kumpulan manusia atau masyarakat
mengadakan sistem nilai, yaitu berupa aturan yang menentukan sesuatu benda atau perbuatan
lebih tinggi nilainya, lebih dikehendaki, dari yang lainnya. Kebudayaan memiliki tiga unsur
yaitu sebagai berikut :
1. Unsur sistem sosial. Sistem ini terdiri atas sistem kekeluargaan, sistem politik, sistem
ekonomi, sistem kepercayaan, sistem pendidikan, dan sistem undang-undang. Terdapat
struktur dalam setiap sistem yang dikenal sebagai institusi sosial yaitu cara manusia
yang hidup berkelompok mengatur hubungan antara yang satu dengan yang lainnya
dalam menjalin kehidupan bermasyarakat.
2. Sistem nilai dan ide, yaitu sistem yang memberi makna terhadap kehidupan
bermasyarakat. Sistem nilai menyangkut upaya bagaimana seseorang menentukan
sesuatu yang lebih berharga dari yang lainnya.
3. Peralatan budaya yaitu penciptaan material yang berupa perkakas dan peralatan yang
diperlukan untuk menunjang proses kehidupan sehari-hari.

Fungsi sosial sastra adalah keterlibatan sastra dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik,
etik, kepercayaan, dan lain sebagainya. Fungsi estetika sastra adalah penampilan karya sastra
yang mampu memberikan kenikmatan dan rasa keindahan bagi pembaca. Kedua fungsi ini
memiliki hubungan dengan ciri-ciri perlambangan dalam sastra yang mampu mencerminkan
kehidupan nyata dalam konteks tata nilai yang berlaku di masyarakat lingkungan setempat.

Perkembangan masyarakat dan kebudayaan bangsa Indonesia semakin lama semakin


besar dan kompleks. Dalam kondisi semacam ini, sastra harus dapat tumbuh subur di tengan
masyarakat dengan jalan penciptaan sastra yang benar-benar memperhatikan dan
memperhitungkan kondisi sosial-kultural yang ada. Sehingga dapat disimpulkan bahwa antara
masyarakat, kebudayaan, dan sastra merupakan suatu jalinan yang kuat yang satu dengan
yang lainnya untuk saling membantu memberikan pengaruh, saling membutuhkan, dan saling
menentukan dalam pertumbuhan dan perkembangannya.

C. Pemanfaatan Pendekatan Sosiologi


Pendekatan sosiologi mempunyai segi-segi yang bermanfaat dan berdaya guna yang tinggi
bila para kritikus tidak melupakan atau sangat memperhatikan segi-segi instrinsik yang
membangun karya sastra yang menciptakan suatu kreativitas dengan memanfaatkan faktor
imajinasi.

Bab Lima Buku


Tentang Kritik Sastra Kita

A. Perkembangan Kritik Sastra di Indonesia


Kritik sastra Indonesia baru dikenali setelah budayawan dan sastrawan mengenyam
pendidikan negara bagian barat. Pendidikan barat membuka mata sastrawan dan budayawan
yang pada umumnya bahwa sastra tidak harud sepenuhnya ditautkan dengan dunia keagamaan
dan sastra tidak akan kehilangan hakikatnya walaupun dilepaskan dari norma keagamaan.
Sehingga hal ini menimbulkan minat dalam membaca dan mempelajari permasalahan esai dan
kritik sastra yang berkembang pesat di negara-negara lain. Sehingga pada saat itu dunia kritik
sastra mulai muncul.
Dalam sejarah kritik sastra di Indonesia pernah tumbuh beberapa perbincangan mengenai
berbagai masalah antara lain sebagai berikut :
1. Masalah seni untuk seni atau seni untuk masyarakat, yang berkembang dari 1936
sampai 1966.
2. Masalah orientasi ke barat atau ke timur, yang dimulai oleh kelompok pujangga baru
sekitar 1933 dan masih berkembang sampai 1963.
3. Masalah keuniversalan atau kenasionalan pernah pula menjadi topik perbincangan di
sekitar tahun lima puluhan.
4. Perdebatan antara satu generasi angkatan dengan angkatan sebelumnya, misalnya
Chairil Anwar dan Asrul Sani dengan tokoh-tokoh angkatan pujangga baru.
5. Tentang realism sosialis versus “ Surat Kepercayaan Gelanggang ”.
6. Perdebatan tentang ada tidaknya suatu angkatan setelah angkatan 45.
7. Perdebatan tentang ada tidaknya “Krisis” dalam kesustraan Indonesia yang terjadi pada
tahun lima puluhan.
8. Perdebatan atau polemik mengenai metode kritik, khususnya tentang kritik Analitik
versus Ganzheit pada penghujung tahun enampuluhan.

Salah seorang penganut sastra Indonesia yang terkemuka, Prof. Dr. A. Teeuw dalam kertas
kerjanya pada penataran sastra tahap I yang diselenggarakan oleh Proyek Pengembangan
Bahasa dan sastra Indonesia dan Daerah, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Tugu, Bogor mengemukakan pendapatnya
tentang situasi dan masalah perkembangan teori dan kritik sastra yang kurang memuaskan.

Faktor-faktor yang menyebabkan keadaan ini adalah sebagai berikut ini :

1. Kekurangan majalah sastra ( tetapi ini akibat bukan sebab masalahnya)


2. Kritik sastra sebagai kritik kewartawanan, yaitu kritik melalui surat kabar. Hal ini ada
baiknya karena dapat memancing minat yang luas, tetapi mengakibatkan kedangkalan,
menekankan pada aspek pribadi pengarang, bukan karyanya, menonjolkan hebih sastra,
sensasi, dan lain sebagainya.
3. Kekurangan pendidikan sastra baik ditingkat universitas maupun ditingkat sekolah
menegah.
4. Anggapan yang tersebar luas seakan-akan sastra hanya sebuah permainan saja, tidak
perlu untuk diminati secara sungguh-sungguh. Anggapan ini sering diperkuat atau
ditimbulkan oleh sikap dan cara berkerja sastrawan sendiri.
5. Kekurangan kebiasaan membaca dan penilaian rendah terhadap buku dan majalan
sastra.
6. Kekurangan terjemahan karya sastra dunia yang bermutu tinggi ke dalam bahasa
Indonesia.
7. Kekurangan kemampuan bahasa asing (Inggris) dan kesukaran membeli buku sastra
yang penting dalam bahasa Inggris.
Rasa tidak puas dan perbedaan pendapat mengenai kritik sastra Indonesia dengan
sendirinya memberikan manfaat besar dalam menciptakan momentum kreatif yang
diharapkan secara berangsur-angsur menumbuhkan minat banyak orang untuk lebih banyak
dan lebih baik dimasa datang yang singkat. Dengan demikian, kritik kewartawanan atau kritik
jurnalistik mulai muncul dan berkembang. Sedangkan kritik akademik memerlukan
penelaahan dan data yang memadai.

B. Gambaran Tema Sastra Indonesia


Perkembangan tema sastra Indonesia terutama atau khususnya tidak luput dilatarbelakangi
oleh kondisi sosiokultural dan sosiopolitik yang ada dalam masyarakat di saat cerita
berlangsung. Pada awal tahun dua puluhan mulai terjadinya kebangkitan nasional, kesadaran
dan pembaharuan sikap hidup bagi kalangan cendekiawan tumbuh dan mulai merasakan
feodalisme yang menghambat kemajuan pola berpikir masyarakat.
Tidak hanya sekedar hal itu, peristiwa sumpah pemuda pada 28 oktober 1928 memberikan
pengaruh besar terhadap pemikiran terhadap adanya kesatuan budaya dan pembinaan
kebudayaan. Periode sastra sebelum pergolakan kemerdekaan memang digumuli oleh
kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat kota tempat para cendekiawan dan sastrawan
tumbuh dan berkembang yang mengacu kepada masyarakat Indonesia modern yang
berorientasi pada perpaduan antara kebudayaan timur dan kebudayaan barat.
Setelah masa kemerdekaan, masalah sosial yang diungkapkan dalam sastra Indonesia
menjadi tersebar, segala masalah kehidupan bermasyarakat, berbudaya, berbangsa menjadi
tema-tema karya sastra. Tema-tema yang dipilih terutama yang dirasakan masyarakat sebagai
bentuk persoalan hidup masyarakat yang mencakup masalah pada umumnya seperti cinta
kasih, pengabdian, kemiskinan, dan keagamaan.
Pekik semangat perjuangan dan kritik sosial yang tajam akhirnya mengendor.
Penyampaian sesuatu menjadi lebih konkrit, akhirnya berubah menjadi penyampaian yang
mengarah kepada sesuatu yang abstrak yang selalu membuka berbagai kemungkinan
penafsiran.

C. Realisme Sosialis dan Humanisme Universal


Dalam pandangan lekra penganut aliran realism sosialis, kebudayaan tidak dapat dipisahan
dari politik, melainkan kebudayaan merupakan bagian dari politik. Dengan demikian sastra
juga merupakan bagian dari politik sehingga menempatkan sastra sebagai alat politik. Paham
realism sosialis ini memang pernah diterapkan dalam beberapa karya sastra Indonesia.Pada
umumnya, masalah realism sosialis yang berlaku dalam sastra terdapat pada negara-negara
komunis, terutama seperti Rusia dan Cina yang menganut sistem satu partai.
Bagi negara komunis, sastra dihargai tinggi, bahkan dianggap sebagai salah satu alat yang
penting yang mengembangkan strategi partai. Oleh sebab itu, satra harus selalu diawasi secara
ketat agar tetap berjalan di alat garis partai. Oleh sebab itu, banyak pengarang terkemuka di
negara komunis yang tidak mau didikte partai melarikan diri ke negara lain atau disingkirkan
dan di bungkam ke dalam penjara atau ketempat jaksa. Oleh sebab itu, banyak terjadi
perbenturan antara sastrawan dan pemerintah.
Husmanisme universal sudah ada sejak tahun 1950 ditentukan oleh Lekra. Tentang
humanisme universal universal itu dinyatakan dalam surat kepercayaan gelanggang, bahwa
sastrawan Indonesia adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia. Dengan tegs
dinyatakan bahwa kalangan orang banyak dan pengertian rakyat bagi kumpulan campur baur
dari mana dunia-dunia baru yang sehat dapat dilahirkan.
Humanism universal adalah perjuangan budi nurani universal dalam kemerdekaan manusia
dari setiap belenggu. Kebudayaan sebagai pernyataan hidup manusia mempunyai tendensi
universal dalam arti bahwa kebudayaan itu bukan hanya untuk satu bangsa saja tetapi untuk
semua bangsa.

Bab Enam Buku


Bahan Pengayaan

Metode Ganzheit Dalam Kritik Seni

Metode Ganzheit adalah aliran psikologi Gestalt yang menyatakan bahw suatu
keseluruhan atau totalitas memiliki kualitas baru yang tidak sama dengan jumlah semua
elemen-elemennya. Elemen yang muncul sebagai tahap kedua penghayatan melalui refleksi
dan analisis, bukanlah elemen dengan kualitas universal. Elemen dalam hubungan dengan
totalitas telah mendapatkan arti yang baru.

Sebuah elemen yang terlepas dari sebuah totalitas, merupakan totalitas tersendiri yang
memberikan kualitas yang lain daripada kualitas yang ada bersamaan dalam sebuah elemen
totalitas baru. Singkatnya, sebuah elemen mendapatkan artinya dengan sendirinya dari dalam
totalitas yang berdinamik. Setiap penghayatan merupakan sebuah rekreasi, menciptakan
kembali dari karya seni yang dihayatinya yang berlaku pada objek-objek yang biasa.

Setiap penghayatan adalah unik, karena berbeda-beda secara kualitatif, dari orang normal
sampai kepada mereka yang mengalami gangguan kejiwaan. Inilah prinsip dari aliran
psikologis Gestalt yang mengikut sertakan faktor manusia yang menghayati sebagai elemen
yang turut mengadakan interferensi dinamis dalam menyusun kualitas total yang baru.
Dengan demikian, sebuah penghayatan merupakan sebuah pertemuan. Sebuah pertemuan
dinamis antara manusia yang menghayati dengan objek yang dihayati.

Sebuah penghayatan merupakan sebuah penyatuan yang melahirkan sebuah dunia yang
unik. Subjek dan objek atau lebih tepat dikatakan kwasi subjek dan kwasi objek, muncul
dalam tahap kedua setelah refleksi dan analisis. Penghayatan sendiri adalah suatu kesatuan
dimana subjek dan objek melebur dan membentuk suatu dunia yang unik. Hanya dengan
sikap manusia akan berhasil menangkap keunikan dari sebuah karya seni.

Metode kritik Ganzheit merupakan suatu proses partisipasi aktif dari sang kritikus terhadap
karya seni yang dihadapinnya. Jadi pada hakikatnya, metode Ganzheit dalam kritik seni
adalah metode yang mengembalikan kritik seni kepada manusia konkrit dan menolak
penggunaan alat-alat yang memakai prinsip mekanistis yang universal. Metode Ganzheit
dalam kritik seni adalah metode yang mengakui keunikan tiap-tiap ciptaan seni dan mengakui
dunia merdeka untuk hidup dari manusia-manusia yang menghayati. Metode Ganzheit dalam
kritik seni adalah interferensi dinamis dari kedudukannya.
BAB III
KOMENTAR
A. Kelebihan Buku Utama
1. Cover buku cukup menarik pembaca dengan adanya kombinasi tulisan judul
buku, gambar pendukung serta warna cover dan kombinasi tulisan yang
digunakan .
2. Pembahasan buku sangat mendalam mengenai sub-sub bab yang disajikan oleh
penulis.
3. Memiliki sistematika bab yang teratur dimulai dari kata pengantar, daftar isi,
daftar pustaka, glosarium hingga indeks bacaan penulis.
4. Pembahasan dalam suatu topik sangat luas, misalnya batasan dan fungsi kritik
sastra yang memiliki beberapa cangkupan-cangkupan materi lainnya yang di
bahas.
5. Menggunakan jenis dan ukuran huruf yang mudah di baca.
6. Menggunakan bahasa yang formal sehingga dapat dipahami oleh pembaca.
7. Ukuran buku yang cukup minimalis memudahkan seorang pembaca untuk
membawa dan membaca buku.
8. Setiap pembahasan materi dilengkapi dengan pendapat para ahli ataupun menurut
kamus besar sehingga semakin memperluas pembahasan materi.
9. Setiap pembahasan yang didasari oleh pendapat para ahli diberikan kesimpulan
akhir dari berbagai pendapat yang sudah disajikan.
10. Pada setiap akhir pembahasan materi terdapat soal pemahaman mengenai materi
untuk mengevaluasi pemahaman siswa terhadap materi yang sudah disajikan
dalam buku utama yang telah dibaca.
11. Dalam buku terdapat 1 bab yang menjadi bahan perbandingan materi dengan
penulis atau sumber yang berbeda.
12. Terdapat glosarium dan indeks pada akhir pembahasan materi isi buku.

B. Kelemahan Buku Utama


1. Ada beberapa penggunaan konjungsi dalam paragraf yang kurang tepat.
2. Banyaknya penggunaan istilah asing dapat membingungkan pembaca.
3. Pembahasan dalam buku dicampur adukan dengan pembahasan lain seperti
gerekan sumpah pemuda.
4. Dalam paragraf terdapat beberapa penggunaan atau penyusunan kata yang tidak
tepat sehingga membuat paragraf menjadi tidak padu.
C. Perbandingan Dengan Buku Pragmatik Lainnya
1. Buku utama memiliki cover yang lebih menarik (berwarna yang beragam,
memiliki kontras warna yang unik, serta ukuran tulisan pada cover yang cukup
beragam) di banding dengan buku pembanding.
2. Buku utama lebih membahas ruang mengenai kritik sastra sedangkan pada buku
pembanding pembahasannya lebih meluas tidak hanya berpatokan mengenai kritik
sastra.
3. Memiliki kesamaan pembahasan pokok utama antara lain mengenai kritik sastra,
fungsi kritik sastra, kedudukan sastra, dan lain sebagainya.
4. Buku utama dan buku pembanding juga memiliki kesamaan dengan terdapatnya
soal evaluasi materi untuk menguji pemahaman pembaca.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kritik sastra merupakan salah satu cabang ilmu kajian sastra yang berusaha menilai,
menyelidiki, dan menghakimi karya sastra dengan melakukan analisis, memberikan
pertimbangan baik buruknya sebuah karya sastra. Dalam arti lain, kritik sastra merupakan
upaya memberikan nilai terhadap suatu karya sastra untuk mengembangkan unsur-unsur yang
dianalisis dalam karya sastra tersebut. Proses penilaian dapat dilakukan dengan berbagai
pendekatan atau metode yang berhubungan satu sama lain.

B. Saran

Pada saat pembuatan laporan bacaan buku ini, saya menyadari bahwa banyak sekali
kekurangan dan kesalahan. Dengan sebuah pedoman yang bisa dipertanggung jawab kan dan
banyaknya sumber penulis akan membantu perbaikan isi dari laporan hasil bacaan buku ini.
Oleh sebab itu, saya mengharapkan kritik serta sarannya mengenai pembuatan laporan hasil
bacaan ini demi hasil yang lebih baik di waktu yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Semi.Atar.1985.Kritik Sastra.Bandung:Angkasa.

K.S.Yudiono.2009.Pengkajian Kritik Sastra Indonesia. Jakarta: Grasindo

Anda mungkin juga menyukai