Anda di halaman 1dari 27

CRITICAL BOOK REVIEW

PENGAJARAN SASTRA ANAK

CRITICAL BOOK REVIEW

MK. PENGAJARAN SASTRA


ANAK

PRODI S1 SR- FBS

SKOR NILAI:

NAMA MAHASISWA :

Winda Lestari Gultom (2193111006)

Ismi Chairani Sartika Husnul (2191111001)

Adelliya Yuwanda Putri ( 2193311001 )

DOSEN PENGAMPU : Trisnawati Hutagalung,S.Pd.,M.Pd

MATA KULIAH : PENGAJARAN SASTRA ANAK

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI – UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

FEBRUARI 2021
KATA PENGANTAR

Pertama-tama saya mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, sebab telah
memberikan rahmat dan karuniaNya serta kesehatan kepada saya, sehingga mampu
menyelesaikan tugas “CRITICAL BOOK RIVIEW” . Tugas ini dibuat untuk memenuhi
salah satu mata kuliah saya yaitu “PENGAJARAN SASTRA ANAK”.

Tugas critical book review ini disusun dengan harapan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan kita semua khususnya dalam hal Pengajaran prosa, puisi, dan drama . Saya
menyadari bahwa tugas critical book review ini masih jauh dari kesempurnaan, apabila
dalam tugas ini terdapat banyak kekurangandan kesalahan, saya mohon maaf karna
sesungguhnya pengetahuan dan pemahaman saya masih terbatas , karna keterbatasan ilmu
dan pemahaman saya yang belum seberapa.

Saya  juga bersyukur telah mengenal dosen yang tak henti henti nya mendorong kami
untuk tidak berhenti membaca dan menulis , karena itulah bentuk konstribusi yang
semestinya diberikan oleh akademisi selain bentuk konstribusi lain yang diberikan.
Melalui obrolan dan diskusi kami telah banyak belajar dari paradosen bagaimana agar
berjalan dengan baik nya Pengajaran Sastra Anak.

Karena itu saya sangat menantikan saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya
membangun guna menyempurnakan tugas ini. Saya berharap semoga tugas critical book
review ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi saya khususnya. Atas perhatian nya
saya mengucapkan terima kasih .

Medan,Februari 2021

Penyusun,

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
A.RASIONALISASI PENTINGNYA CBR............................................................................................4
B.TUJUAN/ALASAN PENULISAN CBR...........................................................................................4
C.MANFAAT CBR..........................................................................................................................4
D.IDENTITAS BUKU.......................................................................................................................4
BAB II................................................................................................................................................6
RINGKASAN ISI BUKU.......................................................................................................................6
BAB III.............................................................................................................................................20
PEMBAHASAN................................................................................................................................20
BAB IV.............................................................................................................................................24
PENUTUP........................................................................................................................................24
Kesimpulan.................................................................................................................................24
Rekomendasi..............................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................25
BAB I

PENDAHULUAN

A.RASIONALISASI PENTINGNYA CBR

Melakukan Critical Book Review pada suatu buku dengan membandingkan nya dengan
buku lain sangat penting untuk dilakukan, dari kegiatan ini lah kita dapat mengetahui
kelebihan dan kekurangan suatu buku. Dari mengkritik inilah kita jadi mendapatkan
informasi yang kompeten dengan cara menggabungkan informasi dari buku yang lain.

B.TUJUAN/ALASAN PENULISAN CBR

1.Mengulas isi sebuah buku.

2.Mengetahui informasi sebuah buku.

3.Membandingkan  isi buku utama

4.Melatih individu agar berfikir kritis dalam mencari informasi  yang ada disetiap buku.

C.MANFAAT CBR

1.Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengajaran Sastra Anak

2.Untuk menambah pengetahuan tentang Pengajaran Sastra Anak

3.Untuk mengetahui banyak hal tentang buku Pengajaran Sastra Anak.

D.IDENTITAS BUKU

Buku Satu

Judul buku : Sastra Anak dan Kesadaran Feminis dalam Sastra

Edisi buku : ke4

Penulis : Nurhadi, Wiyatmi, Sugi Iswalono, Maman Suryaman,

Yeni Artanti

Penerbit : Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta


Kota terbit : Karangmalang – Yogyakarta

Tahun terbit : 2012

ISBN : 978-602-19215-4-8 (e-book)

Buku kedua

Judul buku : Peran Sastra dalam Pendidikan Moral dan Karakter

Edisi buku : ke3

Penulis : Nurhadi, Wiyatmi, Sugi Iswalono, Maman Suryaman,Yeni Artanti

Penerbit : Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta

Kota terbit : Karangmalang – Yogyakarta

Tahun terbit : 2012

ISBN : 978-602-19215-4-8 (e-book)

Buku ketiga

Judul : Sastra Anak Persoalan Genre

Pengarang : Burhan Hurgiyantoro

Tahun : Juli 2018

ISBN : 978-979-420-759-9

Halaman : 122 hal

Buku keempat

Judul : Pembelajaran Apresiasi Sastra Anak

Pengarang : Drs. Puji Santosa, M.Hum

Tahun : Januari 2016


ISBN : 978 – 979 – 1340 – 62 – 5

Halaman : 95 hal

Buku kelima

Judul buku : Sastra Anak Pengembangan Kreatifitas Melalui Puisi dan Pantun

Penulis : Indrya Mulyaningsih, M.Pd.

Penerbit : Nurjati Press

Kota terbit : Cirebon

Tahun Terbit : 2015

Edisi : Cetakan ke-1

Jumlah halaman : 148

ISBN : 978-602-9074-10-9

Buku Keenam

Judul : Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak Melalui


Pembelajaran Membaca Sastra”

Penulis : Prima Vidya Asteria, M.Pd.

Penerbit : Universitas Brawijaya Press

Kota Terbit : Bandung

Tahun Terbit : 2014

Edisi : Cetakan Pertama

Jumlah Halaman : 96

ISBN : 978-602-203-663-0
BAB II

RINGKASAN ISI BUKU

RINGKASAN BUKU I

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sastra anak merupakan karya sastra yang diperuntukkan bagi anak-anak yang dibuat oleh
orang dewasa dan anak-anak itu sendiri. Sastra anak dapat berupa cerpen, dongeng, puisi,
dan drama. Bahasa yang digunakan dalam sastra anak ringan, kosa katanya mudah
dipahami oleh anak-anak; Kalimat-kalimat yang digunakan singkat. Secara keseluruhan
sastra anak dapat dibaca dalam waktu singkat karena ceritanya pendek. Anak-anak perlu
dibiasakan membaca sejak usia dini dengan pemerolehan keaksaraan. Pemerolehan
keaksaraan adalah proses kognitif pengetahuan dan keterampilan keaksaraan untuk
membaca. Mary Eming Young mengemukakan Kemampuan keaksaraan sebagai salah satu
proses belajar sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial kultural anak. Keaksaraan oleh
(Barton, 1994 dalam Juanda, 2010: 5) adalah bagian dari pemerolehan yang dikenal higher
psychological process. Pembelajaran keaksaraan sangat kompleks dan menggunakan
berbagai macam media antara lain sastra anak. Sastra anak memiliki banyak unsur
pendidikan yang dapat disampaikan kepada anak dalam bentuk penyampaian yang
menghibur karena ceritanya memiliki penokohan dan alur yang sederhana. Anak- anak
senang belajar sambil bermain. Peran sastra anak sebagai hiburan berperanan penting
dalam menyampaian pesan-pesan sastra anak tersebut

Pembiasaan membaca sejak usia dini perlu ditumbuhkembangkan pada anak dengan
memberikan contoh dari orang tua yang selalu membiasakan diri membacakan sastra anak
dihadapan mereka. Orang tua perlu memberikan bacaan sastra, memilih sastra anak yang
sesuai dengan umur anak. Selain itu, harus memperhatikan kondisi sosial budaya anak
dengan bacaan yang dibacakannya atau sastra anak yang mereka baca. Anak perlu dituntun
membaca sastra anak secara rutin. Pada tingkat awal disuguhi bacaan yang memuat
berbagai gambar yang menarik dengan warna-warni yang mencolok sehingga menjadi
fokus perhatian mereka.

B. Rumusan Masalah

1. Apa peran sastra anak dalam pembiasaan membaca sejak anak usia dini

2. Bagaimanakah pembentukan karakter dan identitas nasional yang berbasis sastra anak.

BAB II. PEMBAHASAN

A. Peran Sastra Anak Dalam Pembiasaan Membaca Sejak Anak Usia Dini
1. Sastra Anak

Pada awalnya kita hanya mengenal istilah sastra. Berdasarkan perkembangan bentuk dan
isi muncullah istilah sastra anak, sastra remaja dan sastra orang dewasa. Kategorikategori
sastra tersebut muncul untuk kepentingan pendidikan (Stewig, 1980; Huck, dkk., 1987).
Banyak orang mendefinisikan sastra anak sebagai buku bacaan anak. Sastra anak
mencakup pengungkapan pengarang, penderitaan, hal-hal manarik, maksud, jasa, kejadian
nyata yang diungkapkan dalam teks sebagai tema-tema yang dapat memperkaya sastra
anak (Mitchell, 2004: 4). Secara teoretis sastra anak adalah sastra yang dibaca oleh anak-
anak dengan bimbingan dan pengarahan anggota masyarakat, sedang penulisnya juga
dilakukan oleh orang dewasa (Davis, 1967 dalam Sarumpaet, 2010: 2). Sastra anak adalah
sastra yang terbaik yang mereka baca dengan karakteristik berbagai ragam, tema, dan
format. Kita mengenal sastra anak yang khusus anak-anak usia dini, seperti buku
berbentuk mainan, buku-buku untuk anak bayi, buku memperkenalkan alphabet, buku
mengenal angka dan hitungan, buku mengenai konsep dan berbagai buku lain yang
membicarakan pengalaman anak seusia itu. Selain itu, hal yang paling diminati anak usia
dini adalah buku bergambar. Kisah-kisah yang merupakan cerita rakyat , fantasi, puisi,
cerita realistik, fiksi kesejarahan biografi, serta buku informasi. Sastra berarti karya seni
imajinatif dengan unsur estetisnya dominan yang bermediumkan bahasa. Kata anak
diartikan sebagai manusia yang masih kecil umur 6-13 tahun, usia anak sekolah dasar.
Secara sederhana sastra anak adalah seni yang imajinatif dengan unsur estetisnya dominan
yang bermediumkan bahasa baik lisan maupun tertulis yang secara khusus dapat dipahami
oleh anak-anak tentang dunia yang akrab dengan anak-anak. Istilah cerita anak semata-
mata bergendre prosa seperti dongeng, legenda, mite yang diolah kembali menjadi cerita
anak.

Banyak tokoh besar yang telah menanamkan pentingnya perhatian terhadap perkembangan
psikologi anak, landasan utama pendidikan dan pemahaman atas anak. John Locke (1632-
1704), filsuf Inggris yang menyebut pikiran anak yang baru lahir sebagai tabula rasa.
Filsuf Prancis Jean-Jacques Rousseau (1712-1778) yang percaya pada pentingnya
perkembangan moral. Emile menuntut pendidikan anak yang memerdekakan dan
“Learning by doing.’ Bapak psikoanalisis Sigmund Freud (1856-1939) menganggap
pengalaman masa kanak-kanak sebagai sesuatu yang sangat penting dalam menunjang
perkembangan mereka.

2. Pembiasaan Membaca Sejak Anak Usia Dini

Kemampuan membaca merupakan kemampuan yang kompleks, artinya banyak segi dan
faktor yang mempengaruhinya. Anderson (1985) menunjuk motivasi, lingkungn keluarga
(orang tua), dan guru sebagai faktor yang sangat berpengaruh. Gillet dan Temple (1985)
dalam (Akhadiah, 1999:24) mengemukakan faktor bahan bacaan.

(1) Motivasi
Motivasi merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap kemampuan
membaca. Kerap kali kegagalan dalam bidang membaca disebabkan oleh rendahnya
motivasi.

(2) Lingkungan Keluarga

Orang tua yang memiliki kesadaran akan pentingnya kemampuan membaca berusaha agar
anak-anaknya memiliki kesempatan membaca. Kebiasaan orang tua membacakan cerita
untuk anak-anak yang masih kecil merupakan usaha yang besar sekali artinya dalam
pertumbuhan minat baca maupun perluasan pengalaman serta pengetahuan anak.
Pembicaraan orang tua serta anggota keluarga lainnya di rumah juga mempengaruhi
kemampuan membaca anak. Pembicaraan yang berisi pengalaman yang melibatkan
berbagai konsep, istilah, pandangan, dan sebagainya akan memperluas pengalaman serta
wawasan yang diperlukannya dalam memahami berbagai topik bacaan.

(3) Bahan Bacaan

Bahan bacaan akan mempengaruhi seseorang dalam minat maupun kemampuan


memahaminya. Bahan bacaan yang terlalu sulit untuk seseorang akhirnya akan
mematahkan selera untuk membacanya. Seorang anak yang diberi bacaan yang disajikan
bacaan dalam struktur kalimat serta istilah-istilah yang terlalu tinggi baginya akhirnya
akan menolak untuk membacanya. Sebaliknya bahan bacaan yang terlalu kekanakkanakan
jika diberikan kepada anak yang sudah dewasa atau telah memiliki kemampuan baca
tingkat tinggi juga tidak akan diminati.

3. Peran Sastra Anak Dalam Pembiasaan Membaca Sejak Anak Usia Dini

Sastra anak sangat berperan penting dalam menumbuhkan kebiasaan membaca anak sejak
usia dini. Sastra anak yang dikemas dalam bentuk buku kecil atau tipis yang disertai
dengan aneka gambar dan warna yang mencolok dapat menarik perhatian anak sebelum
membaca cerita yang ada di dalamnya. Pemahaman anak terhadap teks, karya sastra
memerlukan buku bacaan yang baik. Untuk mengembangkan konsep tentang buku dan
pemahaman teks itu dapat diterapkan berbagai teknik. Untuk melaksanakan teknikteknik
tersebut dapat memanfaatkan karya sastra. Morrow (1993) menyimpulkan bahwa
(1)Perkembangan kemampuan keaksaraan adalah bagian perkembangan bahasa;
(2)Perkembangan bahasa adalah bagian perkembangan simbol;(3)Perkembangan simbol
adalah bagian perkembangan makna sosiokultural. Sastra anak berperan untuk menghibur
dan mendidik. Karya sastra anak menghibur memiliki syarat: menyenangkan, penggunaan
bahasa yang segar sesuai dengan bahasa anak-anak; seluruh unsurnya fungsional; surprise
(jujur, spontan dan tulus). Sastra anak yang mendidik yaitu hal-hal yang harus ada dalam
sastra anak, yaitu: keteladanan yang logis, ada petualangan- petualangan (Durachman,
2010: 95-96). Kebiasaan dan budaya baca paling tidak ada tiga tahapan yang harus dilalui,
yaitu pertama, dimulai dengan kegemaran karena tertarik bahwa buku-buku tersebut
dikemas dengan menarik, baik disain, gambar, bentuk dan ukurannya. Kedua, setelah
kegemaran dipenuhi dengan ketersediaan bahan dan sumber bacaan yang sesuai dengan
selera ialah terwujudnya kebiasaan membaca. Kebiasaan itu dapat terwujud manakala
sering dilakukan dengan baik atas bimbingan orang tua, guru atau lingkungan sekitarnya
maupun atas keinginan anak. Ketiga, jika kebiasaan membaca itu dapat terus dipelihara
tanpa gangguan media elektronik yang bersifat entertainment. Oleh karena itu, seorang
pembaca terlibat secara konstruktif dalam menyerap dan memahami bacaan, maka tahap
selanjutnya membaca menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi. Setelah tahapan-tahapan
tersebut dilalui maka pada diri seseorang mulai terbentuk budaya baca (Akbar, 2008:
http:/meidi-aa.web.ugm.ac.id, diunduh 5 Mei 2008).

B. Pembentukan Karakter Dan Identitas Nasional Yang Berbasis Sastra Anak

1. Karakter dan Identitas Nasional

Pembentukan karakter dan identitas nasional bangsa Indonesia dapat dimulai sejak anak
usia dini di lingkungan keluarga yang dilanjutkan pada usia sekolah di lingkungan sekolah
dan dikembangkan di lingkungan masyarakat. Sastra anak sangat memegang peranan
penting dalam pembentukan karakter bagi anak. Suyanto (2009) mendefinisikan karakter
sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan
bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara.
Pembentukan karakter adalah pembentukan perilaku yang dilandasi oleh nilai-nilai
berdasarkan norma agama, kebudayaan, hukum/konstitusi, adat istiadat dan estetika
(Kemendiknas, 2011: 245) sesuai dengan rincian yang terdapat dalam peraturan undang-
undang untuk SK/KD di seluruh matapelajaran tingkat sekolah dasar sebagai berikut:
religius, kejujuran, toleransi, disiplin, kerja keras, kreativitas, kemandirian, demokrasi, rasa
ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat
komunikatif, cinta damai, senang membaca, peduli sosial, peduli lingkungan, dan
tanggung jawab. Nilai-nilai tersebut merupakan implementasi dari peraturan UU nomor
20/2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Inpres 1/2010 tentang percepatan
pelaksanaan prioritas pembangunan nasional menyatakan/menghendaki memerintahkan
pengembangan karakter peserta didik melalui pendidikan di sekolah. Semua nilai-nilai
karakter tersebut dapat disisipkan dalam setiap pelajaran melalui pembelajaran membaca
cerita atau sastra anak Istilah identitas nasional dapat disamakan dengan identitas
kebangsaan.

2. Peran Sastra Anak Dalam Pembentukan Karakter Bangsa dan Indentitas Nasional

Peran sastra anak dalam pembetukan karakter bangsa dan identitas nasional dapat
dilakukan dengan menyebarluaskan sastra anak yang telah ada dan menciptakan sastra
anak yang sesuai dengan karakter dan identitas bangsa Indoenesia. Oleh karena itu, perlu
penciptaan karya sastra anak yang berbasis budaya lokal bangsa Indonesia. Dalam hal ini
perlu menggali karya-karya sastra lama. Haryadi (1994) mengemukakan sembilan manfaat
yang dapat diambil dari sastra lama, yaitu (1) dapat perperan sebagai hiburan dan media
pendidikan, (2) isinya dapat menumbuhkan kecintaan, kebanggaan berbangsa dan hormat
pada leluhur, (3) isinya dapat memperluas wawasan tentang kepercayaan, adat-istiadat, dan
peradaban bangsa, (4) pergelarannya dapat menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan, (5)
proses penciptaannya menumbuhkan jiwa kreatif, responsif, dan dinamis, (6) sumber
inspirasi bagi penciptaan bentuk seni yang lain, (7) proses penciptaannya merupakan
contoh tentang cara kerja yang tekun, profesional, dan rendah hati, (8) pergelarannya
memberikan teladan kerja sama yang kompak dan harmonis, (9) pengaruh asing yang ada
di dalamnya memberi gambaran tentang tata pergaulan dan pandangan hidup yang luas.
Pembentukan karakter dan identitas nasional yang berbasis sastra anak. Lakoff
mengemukakan bahwa kesopanan dikembangkan oleh masyarakat dalam mereduksi
perselisihan dalam interaksi personal, tidak menyenangkan, sikap mental masyarakat dari
berbagai hal yang tidak sesuai. Sastra anak berfungsi sebagai media pendidikan dan
hiburan, membentuk karakter anak, serta menuntun kecerdasan emosi anak. Pendidikan
dalam sastra anak memuat amanat tentang moral. Sastra anak sangat relevan dengan
pendidikan karakter sejak anak usia dini. Karya sastra sarat dengan nilai-nilai pendidikan
akhlak seperti dikehendaki dalam pendidikan karakter. Fungsi sastra menurut Horace
adalah dulce et utile, artinya indah dan bermanfaat. Dari aspek gubahan, sastra disusun
dalam bentuk, yang apik dan menarik sehingga membuat orang senang membaca,
mendengar, melihat, dan menikmatinya.

BAB III. PENUTUP

Sastra anak sangat berperan penting dalam menumbuhkan kebiasaan membaca anak sejak
usia dini. Sastra anak yang dikemas dalam bentuk buku kecil atau tipis yang disertai
dengan aneka gambar dan warna yang mencolok dapat menarik perhatian anak sebelum
membaca cerita yang ada di dalamnya. Sastra anak berperan untuk menghibur dan
mendidik. Karya sastra anak menghibur memiliki syarat: menyenangkan, penggunaan
bahasa sesuai dengan bahasa anak-anak; seluruh unsurnya fungsional; surprise (jujur,
spontan dan tulus). Sastra anak yang mendidik yaitu hal-hal yang harus ada dalam sastra
anak, yaitu: keteladanan yang logis, petualangan- petualangan . Peran sastra anak dalam
pembetukan karakter bangsa dan identitas nasional dapat dilakukan dengan
menyebarluaskan sastra anak yang telah ada dan menciptakan sastra anak yang sesuai
dengan karakter dan identitas bangsa Indoenesia. Oleh karena itu, perlu penciptaan karya
sastra anak yang berbasis budaya lokal bangsa Indonesia. Dalam hal ini perlu menggali
karya-karya sastra lama.

RINGKASAN BUKU II

BAB I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Kondisi bangsa kita saat ini sangat memprihatinkan. Hal itu dapat diketahui dari berbagai
media yang memberitakan tentang krisis moral. Arus modernisasi telah banyak
memberikan perubahan dalam kehidupan masyarakat. Yang menyedihkan, perubahan yang
terjadi justru cenderung mengarah pada krisis moral dan akhlak. Persoalan lain yang
sedang dihadapi umat manusia adalah persoalan krisis keteladanan. Manusia dengan
fitrahnya sering melakukan sesuatu sama seperti apa yang dilakukan teladannya. Maka,
sastra boleh dikatakan mampu menunjang pembentukan karakter siswa yang masih dalam
tahap perkembangan melalui teladan kehidupan. Akan tetapi, dalam penanaman
pendidikan karakter yang utama adalah keteladanan. Orang tua memberikan contoh
perilaku yang positif kepada anak-anaknya, guru memberi contoh kepada siswanya.
Sementara itu, para pemimpin memberikan teladan karakter yang baik kepada masyarakat.
Krisis moral dapat diatasi dengan pembinaan watak. Dalam lingkup sekolah, misalnya
pembinaan watak dapat diterapkan melalui pengajaran sastra. Artinya, pengajaran sastra
yang berdimensi moral. Sejatinya, pengajaran sastra mampu dijadikan sebagai penanaman
nilai-nilai moral. Apabila karya sastra itu dibaca, dipahami isi, dan maknanya, serta
ditanamkan pada diri siswa, tentu mereka semakin menjunjung nilai moral.

1.2 Teori Perilaku Pritchard dan Pendidikan Karakter

Pritchard (1988: 467) memberi kata kunci tentang pembentukan karakter, yakni
pembiasaan dan pencontohan (to put something into habit). Menurut Haryadi (1994)
pendidikan karakter sebaiknya diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan yang
holistik menggunakan metode pengetahuan tentang kebaikan (knowing the good),
ditumbuhkan perasaan senang atau cinta terhadap kebaikan (feeling the good), dan
perbuatan yang baik (acting the good). Pengetahuan tentang kebaikan (knowing the good)
mudah diberikan karena bersifat kognitif. Setelah pengetahuan tentang kebaikan (knowing
the good) perlu ditumbuhkan perasaan senang atau cinta terhadap kebaikan (feeling the
good). Selanjutnya, feeling the good diharapkan menjadi mesin penggerak sehingga siswa
secara suka reka melakukan perbuatan yang baik (acting the good). Penanaman dengan
model seperti itu, akan mengantarkan siswa kepada kebiasaan berlaku baik. Pembentukan
karakter setidaknya diadaptasi dari frasa character building dalam bahasa Inggris.
Pendidikan berkarakter bukanlah perkara mudah. Pentingnya penanaman pendidikan
berkarakter sejak usia dini karena sesuatu yang sudah tertanam sampai pada usia dewasa,
sulit untuk berubah. Menurut Pritchard, dalam teori prilaku dikenal dengan istilah
pembiasaan. Sesuatu yang sudah dibiasakan akan melekat dalam tindak spontan. Pepatah
Melayu “alah bisa karena biasa” mengisyaratkan bahwa karakter itu harus bertumbuh dari
pembiasaan, dengan kata lain ia merupakan sesuatu yang melewati proses panjang, tidak
instan. Tidak semudah membalik telapak tangan.

BAB II. Pembahasan

2.1 Pengertian Karakter, Pendidikan Karakter, dan Ranah-Ranahnya

2.1.1 Karakter Didunia pendidikan atau sekolah

tentu kita sudah mendengar istilah seperti karakter, guru berkarakter, dan pendidikan
berkarakter. Sebenarnya apa itu karakter? Dari buku yang dikarang oleh Prof.Dr. H.M.
Furqon Hidayatullah, M.Pd. (1994), secara harfiah karakter artinya moral, nama, atau
reputasi. Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) berarti sifat-sifat
kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti. Karakter dapat diartikan sebagai tabiat, perangai atau
perbuatan yang selalu dilakukan atau kebiasaan. Suyanto (2009) mendefinisikan karakter
sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan
bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara. Pritchard
(1988: 467) mendefisikan karakter sebagai sesuatu yang berkaitan dengan kebiasaan hidup
individu yang bersifat menetap dan cenderung positif.
2.1.2 Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter dimaksudkan sekaligus sebagai pembentukan karakter. Usaha


pendidikan dan pembentukan karakter yang dimaksud tidak terlepas dari pendidikan dan
penanaman moral atau nilai kepada siswa. Pendidikan karakter itu sendiri merupakan
sebuah proses panjang, yaitu proses pembelajaran untuk menanamkan nilai luhur, budi
pekerti, akhlak mulia yang berakar pada ajaran agama, adat-istiadat, dan nilai
keindonesiaan dalam rangka mengembangkan kepribadian siswa supaya menjadi manusia
yang bermartabat, menjadi warga bangsa yang berkarakter sesuai dengan nilai luhur
bangsa dan agama (Sardiman, 2009:76). Dapat dipahami bahwa pendidikan karakter fokus
pada pendidikan nilai luhur dengan variasinya. Pendidikan karakter dalam usaha
pembentukan karakter tidak diajarkan secara mandiri sebagai sebuah bahan ajar
sebagaimana halnya mata pelajaran yang lain, melainkan termuat dan diikutsertakan dalam
pembelajaran berbagai mata pelajaran tersebut, baik dalam proses dan strategi
pembelajaran menyatu dalam bahan ajar. Jadi, pendidikan karakter dapat masuk dalam
pembelajaran agama, kesenian, bahasa dan sastra, sejarah, matematika, dan lain-lain.
Berbagai teks kesastraan diyakini mengandung unsur moral dan nilai yang dapat dijadikan
bahan baku pendidikan dan pembentukan karakter. Teks sastra diyakini mengandung suatu
ajaran karena tidak mungkin pengarang menulis tanpa pesan moral. Semestinya hal yang
bernuansa nilai luhur yang lazimnya menjadi sikap dan perilaku tokoh cerita itu adalah
untuk dimengerti, direnungkan, dan diteladani dalam sikap dan perilaku hidup keseharian.
moral dan nilai-nilai. Muatan inilah yang dapat dijadikan sebagai bahan baku pendidikan
dan pembentukan karakter siswa melalui strategi yang paling mengena. Misalnya,
membaca sastra sekaligus belajar tentang kehidupan, mengajarkan nilai luhur kehidupan
tetapi siswa tidak merasa sedang diajari. Pembahasan ini tidak hanya terpusat pada
pendidikan karakter saja, tetapi kemudian pendidikan karakter dikaitkan dengan dunia
anak-anak dan sastra.

2.2 Relevansi Kekuatan Dongeng dan Pendidikan Karakter

Sastra secara etimologis berasal dari kata sas dan tra. Akar kata sas- berarti mendidik,
mengajar, memberikan instruksi, sedangkan akhiran –tra menunjuk pada alat. Jadi, sastra
secara etimologis berarti alat untuk mendidik, alat untuk mengajar, dan alat untuk memberi
petunjuk. Oleh karena itu, sastra pada masa lampau bersifat edukatif (mendidik). Menurut
Murti Burnanta (Kompas, 13 Agustus 1997) bahwa pelajaran bercerita amat bermanfaat
bagi perkembangan jiwa dan membangun imajinasi anak, memperluas cakrawala siswa
serta mendorong penumbuhan kreativitas dalam diri siswa, penanaman budi pekerti dan
sikap saling menyayangi serta saling menghargai antar sesama. Sayang tradisi bercerita
dan mendongeng di kalangan guru dan orang tua kepada anaknya kini hampir hilang. Ini
disebabkan antara lain guru tidak lagi menguasai cerita lama atau tradisional yang banyak
mengandung nilai moral, kebenaran, perjuangan, dan lain-lain. Dunia modern yang
dipengaruhi kemajuan kesejagatan atau globalisasi telah menghancurkan nilai tradisi kita
seakan-akan kehilangan jati diri. Karena itu sepantasnyalah pelajaran bercerita dimasukkan
dalam kurikulum lagi, setidak-tidaknya sebagai pelajaran ekstra kurikuler.
2.3. Fungsi Sastra sebagai Pembentuk Karakter Siswa

Menurut Riris K. Sarumpaet (2009: 21), ilmuan sastra dan pengajar Kajian Sastra Anak
Universitas Indonesia, secara teoretis sastra anak adalah sastra yang dibaca anakanak,
dengan bimbingan, pengarahan orang dewasa, dan dibuat oleh orang dewasa. Sastra anak
sengaja dirancang berdasarkan umur tertentu dan konsep yang sesuai dengan kebutuhan
pembacanya. Jadi, sebuah buku dapat dipandang sebagai sastra anak jika citraan dan
metafora kehidupan yang dikisahkan baik dalam isi (emosi, perasaan, pikiran, saraf
sensori, dan pengalaman moral) maupun bentuk (kebahasaan dan cara pengekspresian)
dapat dijangkau dan dipahami oleh anak sesuai dengan tingkat perkembangan jiwanya.

2.4 Pembinaan Karakter Siswa Sejak Usia Dini melalui Sastra

Menurut Huck (1987) cerita fiksi membantu siswa untuk mengembangkan daya fantasi.
Melalui fiksi fantasi yang mengembangkan imajinasi, siswa dapat mengembangkan
potensi dirinya. Orang yang tidak memiliki imajinasi, ibarat orang hidup, tetapi hanya
setengah hidup. Orang hidup membutuhkan visi dan imajinasi akan memberikan visi yang
diperlukan. Dalam konteks tersebut, karya sastra anak yang baik ialah yang dapat
mengajak anak sebagai pembacanya ke penziarahan fantasi. Karya sastra anak fantasi,
berkesempatan untuk mendorong anak memasuki wilayah imajinatif yang ukurannya tidak
terukur akal pikiran sederhana. Pada zaman serba moderen seperti sekarang, kegiatan
mendongeng di mata anak-anak tidak popular lagi. Padahal, di kalangan anak-anak,
kegiatan mendongeng merupakan sesuatu yang sangat disukai. Membaca cerita atau
dongeng pada anak adalah salah satu cara berkomunikasi dengan anak. Melalui cerita,
guru dapat menyampaikan pesan-pesan moral baik secara umum maupun yang ingin guru
selipkan. Anak-anak yang sering dibacakan dongeng biasanya tumbuh menjadi anak yang
lebih pandai, lebih tenang, lebih terbuka, dan lebih seimbang jika dibandingkan dengan
anak-anak yang tidak.

2.5 Upaya-Upaya Membangun Karakter Anak Indonesia melalui Bacaan

Menurur David Mc Lelland (1985) nasib suatu bangsa ditentukan 20 tahun ke depan
berdasarkan cerita yang berkembang saat ini. Menciptakan karakter masa depan suatu
bangsa ditentukan 20 tahun sebelumnya. Pembangunan karakter bangsa Indonesia 20
tahun ke depan, bergantung pada pendidikan untuk anak usia dini. Oleh karena itu, bangsa
Indonesia memerlukan aturan baku untuk menanamkan nilai karakter tersebut. Menurut
dia, pencapaian dan etos kerja suatu negara, selalu didahului oleh perkembangan cerita
yang memiliki need fo achievment (motif butuh prestasi) yang mengendap melalui
sanubari siswa. Dari penelitian yang dilakukannya ditemukan fakta bahwa dongeng yang
berkembang di Inggris abad ke-16 pada umumnya mengandung nilai kepahlawanan,
optimisme, semangat untuk maju, kemandirian, dan nilai-nilai positif lainnya. Sebaliknya
dongeng yang berkembang di Spanyol lebih banyak mengangkat komedi yang bernilai
kelicikan, tipu daya, dan sebagainya. Ternyata dongeng ini mampu memengaruhi alam
bawah sadar anak. Nilai yang terkandung dalam dongeng tersebut akhirnya terekam dalam
alam bawah anak dan terus terbawa hingga mereka dewasa. Anak-anak Inggris yang
senantiasa disuguhi dengan dongeng yang mengandung nilai positif akhirnya tumbuh
menjadi anak yang berkarakter positif. Selain itu, memiliki semangat yang tinggi, optimis,
dan selalu ingin maju. Hal ini sangat jarang ditemukan di Spanyol sehingga pada
perkembangan selanjutnya apa yang terjadi pada kedua negara ini jauh berbeda. Dengan
kata lain, bahan bacaan yang dikonsumsi anak-anak saat ini, sangat menentukan
karakternya 20 tahun ke depan. Apakah akan menjadi orang cerdik, jujur, bertanggung
jawab, licik atau yang lainnya.

BAB III. Penutup

3.1 Simpulan

Ternyata bacaan anak-anak berpengaruh pada kejiwaan mereka setelah mereka besar nanti.
Pada masa anak-anak dari bacaan itulah mereka mulai belajar, apa yang mereka pelajari itu
akan dijadikan bahan untuk membangun fondasi kepribadian mereka kelak. Jika cerita
tersebut disampaikan dengan alat peraga, diharapkan dapat menjadi tuntunan yang mudah
dipahami dan dimengerti. Media ini juga diharapkan dan mudah diingat karena dalam
penyampaiannya, wayang kancil selalu disertai dengan humorhumor segar. Pesan yang
disampaikan melalui wayang kancil bukan bernada menyuruh atau memaksa malah
membuat pihak lain merasa malu pada diri sendiri sehingga lebih efektif dan tepat sasaran.
Dongeng dengan alat peraga dapat membuat anak-anak mengenali kembali cerita
tradisional yang hampir tidak mereka dengar selama ini. Peran sastra dalam pembentukan
karakter bangsa tidak hanya didasarkan pada nilai yang terkandung di dalamnya.
Pembelajaran sastra yang bersifat apresiatif pun sarat dengan pendidikan karakter.

RINGKASAN BUKU III

Sastra anak adalah sastra yang berbicara tentang apa saja yang menyangkut
masalah kehidupan ini sehingga mampu memberikan informasi dan pemahaman yang
lebih baik tentang kehidupan itu sendiri kepada anak . Buku anak, sastra anak, adalah buku
yang menempatkan sudut pandang anak sebagai pusat penceritaan dan sekaligus juga
menawarkan sebuah kebenaran yang signifikan yang diekspresikan ke dalam unsur-unsur
yang layak dan bahasa yang mengesankan . Genre dapat dipahami sebagai suatu macam
atau tipe kesastraan yang memiliki seperangkat karakteristik umum, atau kategori
pengelompokan karya sastra yang biasanya berdasarkan style, bentuk, atau isi . Hal itu
membawa konsekuensi pemahaman bahwa dalam sebuah genre sastra terdapat sejumlah
elemen yang memiliki kesamaan sifat, dan elemenelemen itu menunjukkan perbedaan
dengan elernen padagenre yang lain . Walau mengaku sering terjadi ketumpangtindihan,
Lukens mengelompokkan genre sastra anak ke dalam enam macam, yaitu realisme, fiksi
formula, fantasi, sastra tradisional, puisi, dan nonfiksi dengan masing-masing mempunyai
beberapa jenis lagi .. Genre drama sengaja tidak dimasukkan karena menurutnya, drama
baru lengkap setelah dipertunjukkan dan ditonton, dan bukan semata-mata urusan bahasa
sastra . Genre sastra anak yang diusulkan cukup dibedakan ke dalam f ksi, non fiksi, puisi,
serta buku bergambar dan komik dengan masing-masing memiliki subgenre . Dasar
pembagiannya adalah bentuk'pengungkapan dan isi yang diungkapkan . Sebagaimana
Lukens dan dengan argumentasi yang sama, genre drama sementara tidak dimasukkan
dalam pembagian genre ini . Dilihat dari waktu kemunculannya, genre fiksi dan puisi dapat
dibedakan ke dalam fiksi dan puisi tradisional serta fiksi dan puisi modern.
Menurut Nurgiantoro anak membutuhkan informasi tentang dunia dan segala
sesuatu yang ada dan terjadi di lingkungan sekelilingnya, seperti tanaman, hewan, dan
sekitarnya. Pemenuhan kebutuhan anak akan informasi tersebut dapat diberikan lewat
cerita (Nurgiyantoro, 2004). Selanjutnya Nurgiantoro mengatakan bahwa cerita fiksi sains
adalah khas cerita anak yang mengandung unsur sains dan fiksi.

RINGKASAN BUKU IV
Berpuluh-puluh tahun dari mulai berdirinya bangsa ini, pendidikan kita yang
mengedepankan sains dan teknologi, cenderung mengabaikan dan menggeser aspek- aspek
humaniora. Bidang-bidang seperti budaya dan seni (termasuk di dalamnya sastra)
merupakan bidang-bidang yang cenderung dianak tirikan. Padahal, melalui bidang- bidang
inilah kepribadian dan kemanusiaan kita: kepekaan sosial, religi, kehalusan rasa,
pembangunan nilai, moral, budi pekerti, dan sejenisnya, terolah dan terasah. Bukti
pengabaian ini misalnya bisa dilihat dari sedikitnya porsi pembelajaran sastra sejak jenjang
Sekolah Dasar (SD). Sastra, seperti pada jenjang-jenjang pendidikan di atasnya,
merupakan bagian dari mata pelajaranBahasa Indonesia. Akan tetapi, kenyataan di
lapangan memperlihatkan mata pelajaran ini lebih didominasi oleh pelajaran tata bahasa.
Penelitian A. Chaedar Alwasilah, misalnya, membuktikan bahwa di sekolah-sekolah,
sastra hanya diajarkan sebanyak rendah3,6% saja. Dan, dalam pembelajaran yang hanya
rendah3,6% tersebut, pembelajaran lebih ditekankan pada aspek pengetahuan (kognitif),
bukan afektif. Titik berat pembelajaran sastra pada aspek pengetahuan (hafalan) tersebut
sudah dikeluhkan banyak pihak sejak tahun 1955-an. Dari mulai H.B Jassin dan Wildan
Yatim (Prisma, 1979), Ajip Rosidi (1970), hingga para pengamat dan ahli sastra, serta para
pengajar sastra hari ini. Dan, kondisinya belum banyak berubah meski kurikulum telah
berkali-kali berganti dengan perumusan tujuan pembelajaran sastra yang lebih ideal. Sastra
pada dasarnya adalah ungkapan sastrawan hasil pengalaman dan penghayatannya terhadap
kehidupan. Oleh karena itu, dalam sastra terkandung pandangan, penilaian, dan penafsiran
sastrawan tentang kehidupan. Kehidupan itu sendiri sangat luas, meliputi persoalan-
persoalan kemanusiaan, baik yang sifatnya individual, maupun persoalan sosial, politik,
dan budaya yang lebih luas dengan berbagai dimensi dan berbagai nilainya.Sastra,
meminjam ungkapan Mathew Arnold, adalah criticsm of life, senantiasa kritis terhadap
persoalan-persoalan kehidupan dan selalu berupaya memancarkan pandangan-pandangan
untuk memperbaikinya.
Kegiatan Apresiasi Sastra Anak meliputi (1) kegiatan apresiasi langsung, yaitu
membaca sastra anak, mendengar sastra anak ketika dibacakan atau dideklamasikan, dan
menonton pertunjukan sastra anak dipentaskan; (2) kegiatan apresiasi tidak langsung, yaitu
mempelajari teori sastra anak, mempelajari kritik dan esai sastra anak, dan mempelajari
sejarah sastra anak; (3) pendokumentasian sastra anak, dan (4) melatih kegiatan kreatif
mencipta sastra atau rekreatif dengan mengungkapkam kembali karya sastra yang dibaca,
didengar, atau ditontonnya.
RINGKASAN BUKU V

Yang berjudul “Sastra Anak Pengembangan Kreatifitas Melalui Puisi dan Pantun” karya
Indrya Mulyaningsih, M.Pd.

BAB II

SASTRA ANAK

Nilai-nilai yang dapat disampaikan melalui sastra terdiri atas, nilai personal dan
nilai pendidikan. Nilai personal memuat lima nilai, yakni emosional, intelektual, imajinasi,
rasa sosial, dan rasa religius. Sementara nilai pendidikan, meliputi: eksplorasi dan
penemuan, perkembangan bahasa, pengembangan nilai keindahan, penanaman wawasan
multkultural, dan penanaman kebiasaan membaca.

Nilai Pendidikan

Selain memiliki nilai untuk pribadi, sastra anak juga memiliki nilai pendidikan.
Beberapa nilai pendidikan yang terdapat pada sebuah karya sastra, antara lain meliputi:
eksplorasi atau penemuan, perkembangan bahasa, penanaman wawasan multikultural, dan
penanaman kebiasaan membaca.

Eksplorasi dan Penemuan

Sebagai sebuah perwujudan dari kehidupan sehari-hari, sangat memungkin melalui sastra
anak-anak menemukan sesuatu yang baru. Rasa ingin tahu yang tinggi juga mendukung
hal itu. Berbagai informasi yang diterima dapat memotivasi anak untuk berpikir kritis dan
kreatif. Apalagi jika informasi tersebut merupakan hal yang baru diketahui. Penemuan ini
sangat sesuai dengan pembelajaran inkuri yang diterapkan pada Kurikulum 2013. Anak
berusaha untuk menemukan sendiri dalam berbagai hal. Terutama penyelesaian masalah
yang sedang dihadapi. Melalui membaca karya sastra, anak diharapkan dapat menemukan
solusi dari masalah yang sedang dihadapi. Melalui menikmati karya sastra, anak juga
diharapkan dapat memperoleh ilmu dan pengetahuan.

Perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan media yang digunakan dalam karya sastra. Oleh karena itu, penikmat
dan pembaca karya sastra akan bergelut dengan berbagai bahasa. Bagi anak-anak yang
memiliki sedikit perbendaharaan kata, sastra dapat membantu menambah kosakata. Setiap
penulis dan pembaca sastra pasti memiliki kemampuan berbahasa yang berbeda-beda.
Kemampuan yang berbeda ini justru memiliki nilai positif. Keduanya saling melengkapi
dan menambah. Oleh karena itu, semakin banyak anak membaca karya sastra maka akan
semakin bertambah pula kemampuan berbahasanya.

Penanaman Wawasan Multikultural

Sastra anak juga dapat menanamkan wawasan multikultural kepada anakanak. Setiap
penulis pasti memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Melalui karya sastra yang
dibaca, anak-anak dapat belajar berbagai budaya. Budaya itu dapat berasal dari Indonesia
maupun dari luar. Misalnya, novel “Laskar Pelangi”. Setelah membaca novel ini, anak-
anak dapat mengetahui budaya di Belitung. Pengetahuan ini diperoleh tanpa harus pergi ke
Belitung. Pengetahuan ini dapat digunakan sebagai dasar adanya keberagaman budaya.
Hendaknya keberagaman ini tidak menjadikan anak-anak terpecah belah, tetapi justru
saling menghormati.

Penanaman Kebiasaan Membaca

Telah diketahui bersama bahwa membaca merupakan kegiatan yang dapat menambah
pengetahuan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan membaca di Indonesia
sangat rendah. Jika sedari kecil anak-anak dibiasakan utnuk membaca, maka hal ini
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan membacanya. Buku-buku yang dibaca bukan
hanya buku pengetahuan atau buku pelajaran, tetapi juga buku sastra. Pengamatan di
lapangan menunjukkan bahwa buku pelajaran cenderung tidak disukai karena
membosankan dan membingungkan. Hal ini berbeda dengan buku sastra. Buku sastra lebih
enak untuk dibaca. Bahkan tidak jarang satu buku dapat diselesaikan dalam waktu singkat.
Oleh karena itu, sastra dapat digunakan sebagai sarana untuk membiasakan membaca pada
anak-anak.

RINGKASAN BUKU VI

Buku pembanding ini yang berjudul “Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak Melalui
Pembelajaran Membaca Sastra” karya Prima Vidya Asteria, M.Pd.

BAB I

GLOBALISASI, PENDIDIKAN DAN SPIRITUALITAS

Kehidupan siswa dihadapkan pada berbagai persoalan hidup yang begitu


memprihatinkan dan kompleks. Tawuran antarpelajar, perkosaan anak, penjualan anak,
pencurian oleh anak, merupakan contoh kasus anak yang sudah tidak asing lagi. Hal ini
menunjukkan bahwa pendidikan yang ada belum mampu mengatasi dampak negatif dari
globalisasi.

Pada tahun 2011, kasus anak yang berhadapan dengan hukum (anak sebagai
pelaku) yang diajukan ke pengadilan meningkat hingga 70 persen. Jumlah anak Indonesia
yang mendekam di penjara sebanyak 4.622 anak. Kebanyakan dari jumlah tersebut
dikarenakan kasus pencurian, diikuti dengan kasus kekerasan, pemerkosaan, narkoba, serta
penganiayaan (SuaraJabar.com, 2011).

Sejalan dengan itu, dalam periode Januari hingga Juni 2012 Komnas Perlindungan
Anak mencatat 139 kasus tawuran antar pelajar, baik di tingkat SMP dan SMA yang
menimbulkan korban tewas hingga 12 anak, selebihnya luka berat dan ringan. Jumlah ini
juga meningkat 11 kasus dibandingkan data 1 semester 2011 lalu ( Tribun Batam,  2012).

Berkaitan dengan paparan tersebut, tampak bahwa fenomena yang terjadi pada
anak sekarang ini sangat memprihatinkan. Salah satu solusi efektif yang dapat dilakukan
yaitu melalui pendidikan. Terkait dengan hal itu, tujuan pendidikan nasional memuat
gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan
(Tirtarahardja, 2005).

Sejalan dengan itu, UU RI No.2/1989 ayat 1 pasal 1 menyebutkan bahwa


pendidikan dilakukan melalui tiga kegiatan, yakni membimbing, mengajar, dan melatih.
Pendidikan memiliki fungsi yang paling strategis dalam membentuk kepribadian seseorang
sehingga seyogianya mampu memperbaiki fenomena permasalahan anak Indonesia
tersebut. Namun, indeks pembangunan pendidikan Indonesia menunjukkan posisi yang
menurun dari posisi ke-65 menjadi posisi ke-69 pada 2012. Selain itu, 527.850 anak atau
1,7 persen dari 31,05 juta anak SD putus sekolah (Tandrio, 2012).

Sementara itu, selama ini pembelajaran lebih memfokuskan pada kemajuan


intelektualitas siswa saja. Hal ini jelas belum memenuhi dua tujuan pembelajaran yang
ada, yaitu instructional effect dan nurturant effect. Instructuional effect adalah tujuan yang
ingin dicapai melalui pembelajaran tertentu biasanya berbentuk pengetahuan dan
keterampilan. Sedangkan nurturant effect adalah tujuan pembelajaran yang lebih
merupakan hasil sampingan dari hasil pembelajaran, tercapainya karena siswa menghadapi
sistem lingkungan belajar tertentu misalnya siswa mampu berpikir kritis, bersifat terbuka
menerima pendapat orang lain, kreatif, disiplin dan sebagainya (Sutarmi, 2010). Nurturant
effect inilah yang sering terlupakan oleh guru dalam pembelajaran.

Pendidikan yang baik tidak sebatas transfer of knowledge seperti yang banyak
bekembang di sekolah-sekolah. Akan tetapi, pendidikan yang dilaksanakan harus mampu
mengantarkan siswa ke arah kedewasaannya baik secara jasmani maupun rohani
(Sardiman, 2011: 54-55). Oleh karena itu, pembelajaran yang dilaksanakan hendaknya
merupakan sebuah upaya pembinaan pribadi, sikap mental, dan akhlak siswa.

Pembelajaran yang dilaksanakan juga harus mampu merangsang siswa untuk dapat
menggunakan dan mengembangkan kecerdasan yang dimilikinya. Setiap siswa
sesungguhnya memiliki kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan
kecerdasan spiritual (SQ). Namun, tinggi rendahnya kecerdasan tersebut bergantung pada
sering tidaknya upaya yang dilakukan untuk mengasahnya. Sementara itu, berbagai
permasalahan kehidupan yang telah dipaparkan di awal tadi sesungguhnya merupakan
permasalahan spiritual. Masalah-masalah spiritual dapat terjadi karena para pelakunya
tidak mempunyai nilai-nilai spiritual, sehingga mereka tidak dapat memaknai hakikat
hidup yang sesungguhnya. Apabila kecerdasan spiritual pada diri mereka dikembangkan,
mereka akan memahami hakikat hidup, untuk apa dan bagaimana menjalani hidup, dan
akhirnya mereka mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Berdasarkan paparan tersebut tampak sangat jelas bahwa kecerdasan spiritual yang
dimiliki setiap siswa harus dikembangkan agar siswa dapat tumbuh menjadi generasi
penerus bangsa yang memiliki kepribadian baik dan luhur.

BAB III
PEMBAHASAN

Perbandingan Buku Utama dan Buku Pembanding

Buku Utama : Pada bab satu terdapat Pendahuluan yang didalamnya terdapat Latar
Belakang Masalah, yang menjelaskan bahwa Sastra anak merupakan karya sastra yang
diperuntukkan bagi anak-anak yang dibuat oleh orang dewasa dan anak-anak itu sendiri.
Sastra anak dapat berupa cerpen, dongeng, puisi, dan drama. Kemudian pada bab dua
terdapat Pembahasan yang didalamnya berisi mengenai Peran Sastra Anak Dalam
Pembiasaan Membaca Sejak Anak Usia Dini, disana terpapar jelas, bahwa Sastra Anak
Pada awalnya kita hanya mengenal istilah sastra. Berdasarkan perkembangan bentuk dan
isi muncullah istilah sastra anak, sastra remaja dan sastra orang dewasa. Kategorikategori
sastra tersebut muncul untuk kepentingan pendidikan (Stewig, 1980; Huck, dkk., 1987).
Pembiasaan Membaca Sejak Anak Usia Dini, Kemampuan membaca merupakan
kemampuan yang kompleks, artinya banyak segi dan faktor yang mempengaruhinya.
Anderson (1985) menunjuk motivasi, lingkungn keluarga (orang tua), dan guru sebagai
faktor yang sangat berpengaruh. Gillet dan Temple (1985) dalam (Akhadiah, 1999:24)
mengemukakan faktor bahan bacaan. (1) Motivasi Motivasi merupakan faktor yang paling
besar pengaruhnya terhadap kemampuan membaca. Kerap kali kegagalan dalam bidang
membaca disebabkan oleh rendahnya motivasi. (2) Lingkungan Keluarga Orang tua yang
memiliki kesadaran akan pentingnya kemampuan membaca berusaha agar anak-anaknya
memiliki kesempatan membaca.dan terakhir yaitu bab tiga terdapat penutup yang
menjelaskan dengan singkat Sastra anak sangat berperan penting dalam menumbuhkan
kebiasaan membaca anak sejak usia dini. Sastra anak yang dikemas dalam bentuk buku
kecil atau tipis yang disertai dengan aneka gambar dan warna yang mencolok dapat
menarik perhatian anak sebelum membaca cerita yang ada di dalamnya. Sastra anak
berperan untuk menghibur dan mendidik. Karya sastra anak menghibur memiliki syarat:
menyenangkan, penggunaan bahasa sesuai dengan bahasa anak-anak; seluruh unsurnya
fungsional; surprise (jujur, spontan dan tulus).

Buku Pembanding : Pada bab satu terdapat pendahuluan yang isinya terdiri dari latar
belakang yang isinya menjelaskan bahwa Kondisi bangsa kita saat ini sangat
memprihatinkan. Hal itu dapat diketahui dari berbagai media yang memberitakan tentang
krisis moral. Arus modernisasi telah banyak memberikan perubahan dalam kehidupan
masyarakat. Yang menyedihkan, perubahan yang terjadi justru cenderung mengarah pada
krisis moral dan akhlak. Persoalan lain yang sedang dihadapi umat manusia adalah
persoalan krisis keteladanan. Selanjutnya pada bab dua terdapat pembahasan yang
didalamnya membahas mengenai, Pengertian Karakter, Pendidikan Karakter, dan Ranah-
Ranahnya serta, Karakter Didunia pendidikan atau sekolah yang menjelaskan bahwa
Sebenarnya apa itu karakter? Dari buku yang dikarang oleh Prof.Dr. H.M. Furqon
Hidayatullah, M.Pd. (1994), secara harfiah karakter artinya moral, nama, atau reputasi.
Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau
budi pekerti. Karakter dapat diartikan sebagai tabiat, perangai atau perbuatan yang selalu
dilakukan atau kebiasaan. Suyanto (2009) Pendidikan karakter dimaksudkan sekaligus
sebagai pembentukan karakter. Usaha pendidikan dan pembentukan karakter yang
dimaksud tidak terlepas dari pendidikan dan penanaman moral atau nilai kepada siswa.
Pendidikan karakter itu sendiri merupakan sebuah proses panjang, yaitu proses
pembelajaran untuk menanamkan nilai luhur, budi pekerti, akhlak mulia yang berakar pada
ajaran agama, adat-istiadat, dan nilai keindonesiaan dalam rangka mengembangkan
kepribadian siswa supaya menjadi manusia yang bermartabat, menjadi warga bangsa yang
berkarakter sesuai dengan nilai luhur bangsa dan agama (Sardiman, 2009:76). Relevansi
Kekuatan Dongeng dan Pendidikan Karakter, Fungsi Sastra sebagai Pembentuk Karakter
Siswa, Pembinaan Karakter Siswa Sejak Usia Dini melalui Sastra, Upaya-Upaya
Membangun Karakter Anak Indonesia melalui Bacaan. Yang terakhir yaitu penutup yang
menyimpulkan dengan singkat bacaan anak-anak berpengaruh pada kejiwaan mereka
setelah mereka besar nanti. Pada masa anak-anak dari bacaan itulah mereka mulai belajar,
apa yang mereka pelajari itu akan dijadikan bahan untuk membangun fondasi kepribadian
mereka kelak.

Kekurangan dan Kelebihan buku I Dan Buku II

a. Kekurangan :

Pada dasarnya, buku ini hampir tidak ada kekurangan. Buku ini masih menjelaskan hal-hal
umum saja, seperti yang sudah diketahui banyak orang. Pembahasannya masih kurang
banyak dan mendalami tentang apa itu Sastra Anak. Dan sampul buku ini sedikit tidak
menarik, beberapa tulisan kurang rapi, begitu pula dengan buku pembanding sedikit
berantahkan pada susunan buku, kemudian beberapa penyajian materi tulisannya besar
kecilnya tidak sesuai.

b. Kelebihan :

1.Kelebihan buku ini terdapat dalam susunan atau skema penulisan yang teratur dan saling
berhubungan, bahasa yang digunakan tidak berbelit-belit

2.Dengan menggunakan bahasa resmi yang mudah dipahami oleh pembaca;

3.Buku ini sangat banyak memberikan penjelasan disertai dengan contoh-contoh di


dalamnya agar para pembaca mengerti serta paham tentang apa itu Sastra Anak.

4.Cover dan isi buku Mengenai Sastra Anak ini sangat bagus, berwarna biru sehingga
menarik minat para pembaca untuk membaca buku ini.

5.Buku ini mengandung sebuah pembelajaran yang berguna bagi para pendidik (guru),
calon guru, mahasiswa, orang tua, atau semua pihak yang terkait dengan pendidikan dalam
memahami Sastra Anak.
6.Buku ini juga mengajarkan bagaimana fungsi dan manfaat dari penerapannya Sastra
Anak, agar minat baca anak dapat lebih dalam, baik itu ditrambahkan dengan ilustrasi
cerpen, dongeng, serta tulisan yang menarik perhatian mereka untuk menyukai bahan
bacaan tersebut.

7Jika diamati lebih dalam buku satu dan buku pembanding dapat berkaitan dengan proses
sejalannya penerapan pengaruh baik bagi sastra anak, karna suatu bahan bacaan, dengan
karakter siswa dapat berhubungan, karakter yang baik akan berpengaruh terhadap minat
serta motivasi lanjutan bagi keterampilan membaca mereka.

Kekurangan dan Kelebihan buku III Dan Buku IV

KELEBIHAN BUKU

1.Dalam buku tersebut struktur bukunya sudah baik dan tersusun dengan rapi.

2.Didalam buku ini juga diberikan beberapa contoh ketika menjelaskan beberapa materi
agar lebih jelas atau agar membuat si pembaca cepat menalar.

3.Terdapat pendahuluan didalam bab ini yang mempermudah pembaca menganalisis


tentang materi yang akan dipaparkan dibab ini

4.Secara keseluruhan buku ini sudah dikatakan cukup baik dari segi pemahaman materi,
hanya saja lebih spesifik lagi dalam mendalami isi dari materi nya.

5.Terdapat rangkuman dan latihan soal.

KEKURANGAN BUKU

1.Cara penulisan dalam buku ini masih kurang rapi karena masih banyaknya penulisan
kata yang salah dan peletakan tanda bacanya kurang tepat

2.Penjelasan dalam penyajian materi masih banyak menggunakan kata-kata yang sukar
untuk dimegerti yang membuat pembaca untuk sedikit lambat dalam memahaminya

3.Di dalam buku pengajaran apresiasi sastra anak puji santoso ini masih bersifat teori atau
pengetahuan sehingga kurang mempermudah pembaca untuk mengerti

4.Banyak terdapat kesalahan dalam tata letak huruf dan banyaknya tanda baca yang
berlebihan.

Kekurangan dan Kelebihan buku V Dan Buku VI

A. Keunggulan
 Buku Utama
1. cover yang dimiliki pada buku ini cukup menarik, dengan gambarnya yang
berupa kartun maka sesuai dengan karakter anak-anak dan sesuai dengan judul
bukunya.
2. Menjelaskan beberapa nilai pendidikan dari sastra anak secara ringkas dan
padat.
3. Bahasa yang digunakan juga lebih mudah dipahami dn dimengerti.
 Buku pembanding
1. Cover yang terdapat pada buku ini juga menarik dengan warna yang tak terlalu
ramai, tetapi terdapat desain yang ramai. Dan gambarnya juga sesuai dengan
judul buku.
2. Pada buku ini terdapat sekapur sirih setelah kata pengantar.
3. Pada buku ini lebih banyak menuliskan pendapat para ahli dibandingkan
dengan buku utama.
B. Kelemahan
 Buku Utama
1. Terdapat kesalahan penulisan kata. pada halaman 16, paragraf lanjutan dari
paragraf yang terdapat pada halaman 15. Disitu terdapat kesalahan penulisan
“kepasa anak-anak” yang seharusnya “kepada anak-anak.
2. Pada halaman 16 paragraf ke dua juga terdapat kealahan penulisan yaitu pada
kata “multkultural” yang seharusnya “multicultural”.
 Buku pembanding
1. Pada buku ini tidak terdapat daftar isi, sehingga membingungkan pembaca
dalam mencari sub-sub bab yang ada.
2. Buku ini juga tidak menuliskan Bab 1, Bab 2, melainkan langsung
menggunakan point-point angka dalam membuat judul materinya.
3. Mengenai materi ‘Nilai Pendidikan Pada Sastra Anak’ tidak dibahas pada buku
ini. Buku ini lebih menjelaskan mengenai nilai pendidikan yang umum untuk
anak-anak yang nakal. Beda halnya dengan buku utama.
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan
Setiap keterampilan itu erat sekali dengan keterampilan lainya dengan cara yang sangat
beraneka ragam. Dalam memperoleh keterampilan mengkritisi biasanya adalah urutan
terakhir. Mula mula menyimak bahasa , sesudah itu membaca,  menulis dan yang terakhir
mengkritik. Keempat keterampilan tersebut merupakan catur tunggal atau kesatuan
keterampilan.

Setiap keterampilan kerap berhubungan dengan proses proses berfikir yang memberi
bahasa. Bahasa seseorang mencerminkan pikiran nya, semakin terampil seseorang
berbahasa , semakin cerah dan cerdas pula jalan pikiran nya. Keterampilan hanya dapat
diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktek dan banyak latihan. Seperti melakukan tugas
CBR ini, ini adalah contoh untuk melatih keterampilan kita baik itu menyimak bahasa
buku, membaca, menuis dan mengkritik dengan menggunakan bahasa yang baik. Melatih
keterampilan berbahasa berati pula melatih keterampilan berfikir.

Rekomendasi

Menurut  yang  saya baca dari buku Sastra Anak, buku tersebut sangat layak digunakan
untuk seorang mahasiswa seperti kami dan menjadi reverensi bagi si pembaca dan
diharapkan agar  buku tersebut lebih teliti lagi saat dalam pengetikan agar tidak ada
kesalahan serta memudahkan pembaca untuk mengaplikasikan dalam kehidupan sehari
hari.

DAFTAR PUSTAKA

 Akbar, Abd. Meidi. 2008 “Peranan Perpustakaan Sekolah dalam Meningkatkan Minat
Baca dan Budaya Baca,” http:/meidi-aa.web.ugm.ac.id, diunduh 5 Mei 2008. Akhadiah
M.K., Sabarti. 1999.
Haryadi. 1994. Sastra Melayu. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.

Agustian, Ary Ginanjar. 2009. “Upaya Membentuk Pendidikan Karakter” dalam


Darmiyanti Zuhdi (ed) Pendidikan Karakter, Grand Design dan Nilai-nilai Target.
Yogyakarta: UNY Press, hlm 34-35.

Gardner, Howard. 1993. Multiple Intelligences. New York: Basic Book-Harpercollins


Publ. Inc.

Hayati, Yenni. 2012. “Penggunaan Bahasa Asing dalam Sastra Anak Karya Anak di
Indonesia, disampaikan dalam Persidangan Antarabangsa Memartabatkan Bahasa Melayu
di Universitas Sultan Idris, Malaysia, pada tanggal 15-16 Oktober 2012.

Burhan Nurgiyantoro, 2018,sastra anak persoalan genre. yogyakarta Cipta 2018


Puji Santoso, 2016,pembelajaran apresiasi sastra anak.
Asteria Prima Vidya. 2014. Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak Melalui
Pembelajaran Membaca Sastra. Bandung: Universitas Brawijaya Press

Mulyaningsih Indrya. 2015. Sastra Anak Pengembangan Kreatifitas Melalui Puisi dan
Pantun. Cirebon: Nurjati Press.

Anda mungkin juga menyukai