Anda di halaman 1dari 15

MENULIS FIKSI

Critical Book Review (CBR)

Dosen Pengampu : Ita Khairani, S.Pd., M.Hum

Disusun Oleh :

Kristin Monika Sirait – 2203210024

Sastra Indonesia B-2020

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat dan kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Critical Book Review
dalam mata kuliah Menulis Fiksi.

Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai sastra khususnya dalam bidang pemahaman fiksi di dunia
sastra.

Mengingat berbagai kendala dan kesulitan penulis saat menyelsaikan makalah ini,
penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan
kritik yang membangun dari pembaca sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 20 Oktober 2020

Kristin Monika Sirait – 2203210024


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

A. LATAR BELAKANG....................................................................................................1

B. TUJUAN.........................................................................................................................1

C. MANFAAT.....................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................2

A. IDENTITAS BUKU....................................................................................................2

B. RINGKASAN BUKU.................................................................................................3

BAB III PENILAIAN BUKU..................................................................................................10

A. BUKU UTAMA....................................................................................................10

B. BUKU PEMBANDING........................................................................................10

BAB IV PENUTUP.................................................................................................................11

A. KESIMPULAN..................................................................................................11

B. SARAN..............................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................12
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Cerita fiksi merupakan suatu ciptaan imajinatif dari seorang pengarang dengan
menggunakan media bahasa untuk menyampaikan sesuatu kepada pembacanya. Melalui
karya sastra, pengarang dapat mengungkapkan perasaan, ide, dan segala permasalahan hidup
dan kehidupan manusia.

Dalam menciptakan suatu karya sastra, pengarang mengungkapkan fenomena-fenomena


kejiwaan melalui perilaku para tokoh. Perilaku tersebut akan mengarahkan pada suatu
karakter tokoh yang dibentuk oleh pengarang dalam menyampaikan ide cerita. Kemampuan
pengarang dalam mendeskripsikan karakter tokoh cerita yang diciptakan sesuai dengan
tuntutan cerita dapat digunakan sebagai indikator kekuatan sebuah cerita fiksi salah satunya
adalah novel.

B. TUJUAN
1. Untuk memenuhi tugas Critical Book Riview mata kuliah Menulis Fiksi.
2. Untuk menambah kemampuan dalam menganalisa buku.
3. Untuk menambah pemahaman dalam mengkritisi buku.

C. MANFAAT
1. Menambah wawasan mengenai teori fiksi.
2. Mengetahui kelebihan dan kekurangan buku.
3. Sebagai bahan pertimbangan pembaca dalam memilih buku.
2

BAB II

PEMBAHASAN

A. IDENTITAS BUKU
Buku Pertama (Buku Utama)
1. Judul buku : Teori Fiksi
2. Penulis : Burhan Nurgiyantoro
3. Penerbit : Gadjah Mada University Press
4. Tahun terbit : 1995
5. Kota terbit : Yogyakarta
6. Tebal buku : 499 halaman

Buku Kedua (Buku Pembanding)

1. Judul buku : Teori Fiksi


2. Penulis : Robert Stanton
3. Penerbit : Pustaka Pelajar
4. Tahun terbit : 2007
5. Kota terbit : Yogyakarta
6. Tebal buku : 185 halaman
B. RINGKASAN BUKU

1. Ringkasan Buku Utama


BAB I
FIKSI: SEBUAH TEKS PROSA NARATIF

1. Fiksi: Pengertian dan Hakikat

Prosa dalam pengertian kesastraan dapat disebut fiksi, teks naratif atau wacana
naratif. Istilah fiksi di sini berarti cerita rekaan atau cerita khayalan. Artinya fiksi
merupakan karya naratif yang isinya tidak menyaran pada kebenaran sejarah
(Abrams, 1981: 61). 

Fiksi merupakan karya imajinatif yang dilandasi kesadaran dan tangung jawab
dari segi kreatifitas sebagai karya seni. Fiksi menawarkan “model-model” kehidupan
sebagaimana yang diidealkan oleh pengarang sekaligus menunjukkan sosoknya
sebagai karya seni yang berunsur estetik dominan. Dunia fiksi jauh lebih banyak
mengandung berbagai kemungkinan daripada yang ada di dunia nyata karena
kreatifitas pengarang dapat bersifat “tak terbatas” (licentia poetica).

Dalam dunia teori dan kritik sastra dikenal adanya teori yang menghubungkan
karya sastra dengan dunia nyata. Teori yang dimaksud adalah teori mimetik. Teori
mimetik menganggap bahwa fiksi hanya merupakan peniruan atau pencerminan
terhadap realitas kehidupan. Namun, menurut teori kreativitas, fiksi merupakan hasil
kreativitas pengarang sehingga fiksi dapat hadir dengan eksistensinya sendiri secara
penuh, dapat menampilkan sosok dirinya yang mengandung dan menawarkan unsur
kebaruan, serta sifat kompleksitasnya sendiri.

2. Pembedaan Fiksi
a. Novel dan Cerita Pendek

Novel dan cerita pendek merupakan dua bentuk karya sastra yang
sekaligus disebut fiksi. Bahkan dalam perkembanganya yang kemudian, novel

3
dianggap bersinonim dengan fiksi. Dengan demikian, pengertian fiksi seperti
dikemukakan di atas, juga berlaku untuk novel.

Perbedaan antara novel dengan cerpen yang pertama dapat dilihat dari segi
formalitas bentuk, segi panjang cerita. Edgar Allan Poe (Jassin 1961: 72),
sastrawan kenamaan dari Amerika, mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah
cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah
sampai dua jam –suatu hal yang kiranya tak mungkin di lakukan untuk sebuah
novel. Dari segi panjang cerita, novel jauh lebih panjang daripada cerpen. Oleh
karena itu, novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu
secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detil, dan lebih banyak melibatkan berbagai
permasaiahan yang lebih kompleks.

b. Novel Serius dan Novel Popular

Novel popular adalah novel yang popular pada masanya dan banyak
penggemarnya, khususnya pembaca di kalangan remaja. Ia menampilkan masalah-
masalah aktual dan selalu menzaman, namun hanya sampai tingkat permukaan.
Sastra popular adalah perekam kehidupan, dan tidak banyak memperbincangkan
kembali kehidupan dalam serba kemungkinan. Ia menyajikan kembali rekaman-
rekaman kehidupan itu dengan harapan pembaca akan mengenal kembali
pengalaman-pengalamannya sehingga merasa terhibur karena seseorang telah
menceritakan pengalamanya itu.

Novel serius justru harus sanggup memberikan yang serba


berkemungkinan, dan itulah sebenarnya makna sastra yang sastra. Pengalaman
dan permasalahan kehidupan yang ditampilkan dalam novel jenis ini disoroti dan
diungkapkan sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal. Novel
populer lebih mudah dibaca dan lebih mudah dinikmati karena ia memang semata-
mata menyampaikan cerita (Stanton, 1965: 2). Berhubung novel populer lebih
mengejar selera pembaca, komersial, ia tak akan menceritakan sesuatu yang
bersifat serius sebab hal itu dapat berarti akan berkurangnya jumlah
penggemarnya. 

Masalah percintaan banyak juga diangkat ke dalam novel serius. Namun ia


bukan satu-satunya masalah yang penting dan menarik untuk diungkap. Masalah

4
kehidupan amat kompleks, bukan sekedar cinta asmara, melainkan juga hubungan
sosial, ketuhanan, maut, takut, cemas, dan bahkan masalah cinta itu pun dapat
ditujukan terhadap berbagai hal, misalnya cinta kepada orang tua, saudara, tanah
air, dan lain-lain. 

Novel serius biasanya berusaha mengungkapkan sesuatu yang baru dengan


cara pengucapan yang baru pula. Singkatnya: unsur kebaruan diutamakan. Novel
serius mengambil realitas kehidupan ini sebagai model, menuntut pembaca untuk
“mengoperasikan” daya intelektualnya, pembaca dituntut untuk ikut
merekonstruksikan duduk persoalan masalah dan hubungan antar tokoh. Novel
serius tidak bersifat mengabdi kepada selera pembaca, dan memang, pembaca
novel jenis ini tidak (mungkin) banyak. Hal itu tidak perlu dirisaukan benar
(walau tentu saja hal itu tetap saja memprihatinkan).

3. Unsur-Unsur Fiksi
a. Intrinsik dan Ekstrinsik
Unsur-unsur pembangun sebuah novel di samping unsur formal bahasa,
masih banyak lagi macamnya. Pembagian unsur yang dimaksud adalah unsur
intrinsik dan ekstrinsik, kedua unsur inilah yang sering banyak disebut para
kritikus dalam rangka mengkaji dan atau membicarakan novel atau karya sastra
pada umumnya.
Unsur Intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu
sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya
satra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung)
turut serta membangun cerita. Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di
luar karya satra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau
sistem organisme karya satra. Unsur ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap
dipandang sebagai sesuatu yang penting.
Sebagaimana halnya unsur intrinsik, unsur ekstrinsik juga terdiri dari
sejumlah unsur. Unsur-unsur yang dimaksud (Wallek & Warren, 1956: 75-135)
antara lain adalah keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap,
keyakinan, dan pandangan hidup yang kesemuanya itu akan mempengaruhi karya
yang ditulisnya. Pendek kata, unsur biografi pengarang akan turut menentukan

5
corak karya yang dihasilkannya. Unsur ekstrinsik berikutnya adalah psikologi,
baik yang berupa psikologi pengarang (yang mencakup proses kreatifitasnya),
psikologi pembaca, maupun penerapan prinsip psikologi dalam karya. Keadaan di
lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial juga akan berpengaruh
terhadap karya sastra, dan hal itu merupakan unsur ekstrinsik pula. Unsur
ekstrinsik yang lain misalnya pandangan hidup suatu bangsa, berbagai karya seni
yang lain, dan sebagainya.

b. Fakta, Tema, dan Sarana Cerita

Stanton (1965: 11-36) membedakan unsur pembangun sebuah novel ke dalam


tiga bagian: fakta, tema, dan sarana pengucapan (sastra). Fakta (facts) dalam
sebuah cerita meliputi karakter (tokoh cerita), plot, dan setting. Ketiganya
merupakan unsur fiksi yang secara faktual dapat dibayangkan peristiwanya,
eksistensinya dalam sebuah novel. Oleh karena itu, ketiganya dapat pula disebut
sebagai struktur faktual (factual structure) atau derajat faktual (factual level)
sebuah cerita. 

Tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita. la selalu berkaitan dengan
berbagai pengalaman kehidupan, seperti masalah cinta, kasih, rindu, takut, maut,
religius. dan sebagainya. Dalam hal tertentu, sering. tema dapal disinonimkan
dengan ide atau tujuan utama cerita.

Sarana pengucapan sastra, sarana kesastraan (literary device) adalah teknik


yang dipergunakan oleh pengarang untuk memilih dan menyusun detil-detil cerita
(peristiwa dan kejadian) menjadi pola yang bermakna. Macam sarana kesastraan
yang dimaksud antara lain berupa sudut pandang penceritaan, gaya (bahasa) dan
nada, simbolisme, dan ironi. Setiap novel akan memiliki tiga unsur pokok,
sekaligus merupakan unsur terpenting, yaitu tokoh utama, konflik utama, dan
tema utama.

c. Cerita dan Wacana

Selain pembedaan unsur fiksi seperti di atas, menurut pandangan


strukturalisme, unsur fiksi (juga disebut teks naratif), dapat dibedakan ke dalam

6
unsur cerita (story content) dan wacana (discource, expression). Pembedaan
tersebut ada kemiripannya dengan pembedaan tradisional yang berupa unsur
bentuk dan isi. Cerita merupakan isi dari ekspresi naratif, sedang wacana
merupakan bentuk dari sesuatu (baca: cerita ,isi) yang diekspresikan (Chatman,
1980: 23). Wacana di pihak lain merupakan sarana untuk mengungkap isi atau
secara singkat dapat dikatakan cerita apa yang dilukiskan dalam teks naratif itu.

Pembedaan unsur teks naratif ke dalam dua golongan itu juga dilakukan oleh
kaum formalis Rusia, yaitu yang membedakan jenis dalam unsur fable (fibula) dan
sujet (sjuzet). Fable merupakan aspek material (dasar) cerita keseluruhan peristiwa
yang diungkapkan dalam teks naratif yang ingin disampaikan kepada pembaca. 

Pembedaan unsur teks naratif ke dalam dua golongan itu juga dilakukan oleh
kaum Formalis Rusia, yaitu yang membedakannya ke dalam unsur fable (fabula)
dan sujet (sjuzet). Fable merupakan aspek material (dasar) cerita, keseluruhan
peristiwa yang diungkapkan dalam teks naratif yang ingin disampaikan kepada
pembaca. Sujet, yang disebut juga sebagai plot, adalah urutan peristiwa seperti
terlihat dalam teks itu, yang mungkin berupa urutan kronologis-normal (urut dari
awal hingga akhir, a-b-c), mungkin bersifat sorot balik 'flash-back' (mendahulukan
peristiwa yang kemudian, a-b-c) atau mungkin bersifat in medias res (mulai dari
peristiwa-konflik yang telah menegang, b-a-c).

7
2. Ringkasan Buku Pembanding
Bagian I
Fiksi: Selayang Pandang

1. Fiksi Serius dan Pembaca

Pembaca memuji fiksi serius karena telah diajarkan berbuat demikian dan
bukan karena lebih menyukai ketimbang fiksi populer. Penjelasan yang ‘bagus’ dan
yang enak dibaca seolah mengisyaratkan bahwa ‘bagus’ bagi fiksi serius berarti tidak
enak dibaca.

Secara emplisit maupun eksplisit mereka menyebut bahwa fiksi serius


dimaksudkan untuk mendidik dan mengajarkan sesuatu yang berguna untuk kita dan
bukannya memberi kenikmatan. Faktanya, fiksi serius dapat memberi kenikmatan.
Fiksi serius mengandung kesukaran sekaligus menantang karena berwujud satu
bangunan rumit, terdiri atas detail-detail yang menyelubungi satu maksud atau
gagasan utama. Sebagian besar fiksi serius memerlukan pembacaan dan ‘pembacaan
kembali’; keduanya dilakukan dengan cermat dan tepat. Kenikmatan dan pemahaman
atas karya sastra diserap sedikit demi sedikit.

2. Tema

Dalam sebuah cerita, makna penting dinamakan ‘tema’ atau ‘gagasan utama’.


Tema sebuah cerita bersifat individual sekaligus universal. Tema memberi kekuatan
dan menegaskan kebersatuan kejadian yang sedang diceritakan sekaligus
mengisahkan kehidupan dalam konteksnya yang paling umum. Tema bukanlah
sesuatu yang diungkapkan pengarang secara langsung melalui fakta-fakta seperti
‘moralitas’ pada fable Aesop. Tema cerita sangat jarang berwujud pesan-pesan moral
atau nasihat. Tema bisa mengambil bentuk yang paling umum dari kehidupan yang
mungkin dapat atau tidak dapat mengendalikan adanya penilaian moral.

8
3. Sarana-Sarana Sastra

Pengarang meleburkan fakta dan tema dengan bantuan ‘sarana-sarana sastra’


seperti konflik, sudut pandang, simbolisme, dan sebagainya. Sarana satra dipandang
sebagai semacam metode untuk memilih dan menyusun detail-detail cerita, yang
nantinya akan membentuk berbagai pola yang mengemban tema. Mencoba
memahami fakta dari pengalaman, menjadikan fakta itu konsisten dan menemukan
keterkaitan diantaranya.

4. Fiksi Populer

Fiksi populer bermaksud menyajikan pengalaman kemanusiaan sama seperti fiksi


serius. Hanya saja tidak diperlukan perlakuan-perlakuan khusus atau analisis untuk
memahami fiksi jenis ini. Elemen-elemen yang ada pada fiksi populer seperti
karakter, situasi, tema, dan sarana kesastraan selalu terstereotipekan. Elemen inilah
yang tidak ditemukan pada fiksi serius. Akhirnya, untuk melestarikan stereotype yang
telah ditonjolkan pada bagian tertentu, fiksi populer akan mengorbankan keberadaan
bagian lain.

5. Unik dan Universal

Dalam kehidupan nyata tidak terdapat stereotype atau kesamaan identik. Setiap
orang adalah individu, setiap hubungan cinta selalu bersifat unik bagi para pelakunya.
Pengarang fiksi serius menciptakan satu tipe melalui seorang manusia, kemudian
menunjukkan satu pengalaman universal melalui sebuah kejadian unik.

9
10

BAB III

PENILAIAN BUKU

A. BUKU UTAMA
1. Kelebihan Buku

a. Penulis dalam menyajikan buku ini selalu disertai sumber, jadi setiap teori
ataupun pendapat selalu disertai dengan sumber. Hal ini tentu menjadikan
pembaca yakin bahwa buku ini sangat terpercaya dan layak dipertanggung
jawabkan.
b. Penulis selalu menambahkan catatan kaki untuk menambahkan referensi
wawasan.
c. Penulis berhasil menjabarkan secara terperinci mengenai keseluruhan teori fiksi.
2. Kekurangan Buku
a. Bahasa yang dipergunakan agak kaku sehingga masih sulit dipahami.
b. Ada beberapa kalimat yang masih membutuhkan penjelasan namun tidak
dijelaskan.
c. Terlalu banyak penggunaan istilah kata dalam bahasa Inggris sehingga sedikit
mengganggu kenyamanan membaca.

B. BUKU PEMBANDING
1. Kelebihan Buku
a. Bahasa yang digunakan penulis untuk menjelaskan isi buku sangat mudah
dipahami.
b. Penulis berhasil menjelaskan topik-topik bahasan secara singkat, padat, dan jelas.
c. Penulis banyak memaparkan cuplikan kejadian untuk memudahkan pembaca
dalam memahami penjelasan sebelumnya.
2. Kekurangan Buku
a. Contoh yang dipaparkan terlalu panjang.
b. Banyak istilah-istilah yang digunakan penulis yang sulit dipahami, dan penulis
tidak membuat catatan kaki untuk memaparkan pengertiannya.
c. Penulis tidak memaparkan tokoh-tokoh yang memunculkan teori-teori yang
menjadi asal pemahaman penulis.
11

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Fiksi merupakan karya imajinatif yang dilandasi kesadaran dan tangung jawab dari segi
kreatifitas sebagai karya seni. Novel, cerpen, dan novelit merupakan beberapa contoh karya
sastra fiksi.
Adapun fiksi dibagi menjadi dua, yaitu fiksi serius yang di mana terlihat jelas nilai
kesusastraannya, dan fiksi popular yang muncul dan terkenal di masanya saja.

B. SARAN
Sebaiknya penulis menggunakan bahasa yang lebih mudah dipahami (tidak baku) dan
apabila ada penggunaan istilah-istilah kesastraan, alangkah baiknya untuk membuat catatan
kaki yang membahas artinya.
12

DAFTAR PUSTAKA

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press
Stanton, Roberts. 2007. Teori Fiksi. Ypgyakarta: Pustaka Pelajar

Anda mungkin juga menyukai