Anda di halaman 1dari 8

CRITICAL JOURNAL REPORT

Dosen Pengampu :
Dr. ABDURAHMAN ADISAPUTERA., M.Hum
D

oleh:

Boy Pratama Sembiring

NIM. 2172210008

Sastra Indonesia Nondik – A 2017

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. INFORMASI JURNAL UTAMA

Judul Artikel : Penerapan Prinsip Hukum Di Indonesia


Judul Jurnal : Sosiohumaniora, Vol 18, No 2.
Penulis : Haposan Siallagan
ISSN :-
Tahun Terbit : Juli 2016

B. INFORMASI JURNAL KEDUA

Judul Artikel : Epistemologi Negara Hukum Indonesia (Rekonseptualisasi Hukum


Indonesia)
Judul Jurnal : Seminar nasional hukum, vol 2, no 1.
Penulis : sulaiman
ISSN :-
Tahun Terbit : 2016

C. INFORMASI JURNAL KETIGA

Judul Artikel : Peran guru Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Mengembangkan


Nilai Moral yang Terkandung Dalam Materi Demokrasi di kelas VIII
SMP negeri raya Kepulauan Kabupaten Bengkayang
Judul Jurnal : Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan
Penulis :Syarif Firmansyah, Hendra Sulistiawan
ISSN : 2337-8891
Tahun Terbit : Juni 2017

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. RINGKASAN JURNAL PERTAMA :

Perkembangan sistem ketatanegaraan sejumlah negara belakangan ini menunjukkan


bahwa begitu banyak negara yang kemudian menjadikan konsepsi tentang negara hukum
sebagai konsep ideal dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal itu
menunjukkan bahwa betapa sentralnya posisi dan kedudukan hukum dalam perjalanan
kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam rangka mengatur kehidupan suatu
negara menjadi lebih baik.

Hukum menjadi sesuatu yang sangat urgen untuk menata kehidupan manusia.
Sesungguhnya, konsepsi negara hukum sendiri sudah lama menjadi bahan perbincangan
para ahli. Bahkan pada zaman Yunani Kuno, konsepsi negara hukum sudah mulai
diperdebatkan dan dijadikan diskusi berkelanjutan sebagai salah satu landasan kehidupan
manusia. Plato maupun Aristoteles pada masa kejayaannya sudah memandang negara
hukum sebagai salah satu pembahasan yang cukup menarik serta diprediksi akan menjadi
diskusi menarik di kemudian hari.

Hal itu pun terbukti bahwa saat ini, konsep negara hukum selalu saja mendapat porsi
pembahasan yang sangat menonjol dalam sistem ketatanegaraan suatu negara. Hanya
saja, pada saat awal munculnya pembahasan negara hukum, konsep dimaksud masih
hanya ditujukan sebatas upaya atau perjuangan dalam rangka menentang kekuasaan raja
yang begitu absolut. Artinya, cakrawala pemahaman tentang negara hukum ketika itu
masih hanya terbatas pada upaya mengendalikan pergerakan kekuasaan raja yang begitu
besar. Kala itu, kekuasaan suatu negara selalu bertumpu pada raja, sehingga kemudian
sangat rentan melahirkan kesewenang-wenangan. Atas dasar pertimbangan demikian,
maka upaya membatasi kekuasaan raja menjadi sangat urgen demi masa depan dan
eksisnya suatu negara. Tanpa adanya pembatasan kekuasaan raja, maka menjadi sangat
sulit untuk mengontrol jalannya pemerintahan. Oleh sebab itu, prinsip utama negara
hukum selalu dipandang sebagai upaya pembatasan kekuasaan para penguasa serta dalam
rangka menjaga dan melindungi hak asasi manusia. Sebagaimana dikemukakan Janpatar
Simamora (2014:549), bahwa pada umumnya konsepsi tentang negara hukum selalu
berkiblat pada dua tradisi hukum yang berbeda, yaitu common law system dan civil law

2
system. Kedua sistem hukum tersebut menggunakan istilah yang berbeda pula, yaitu
rechtsstaat dan the rule of law. Dalam sistem hukum Eropa Kontinental, istilah rechtsstaat
juga disebut dengan istilah lain seperti concept of legality atau etat de droit.

Adapun untuk istilah the rule of law menjadi populer setelah diterbitkannya buku AV.
Dicey pada tahun 1885 dengan judul Introducion to Study of the Law of the Constitution.
Kedua paham tersebut, yaitu rechtsstaat dan the rule of law memiliki latar belakang
sistem hukum yang berbeda.

B. RINGKASAN JURNAL KEDUA :

Freidrich pernah mengingatkan bahwa hukum dan aturan hukum perundang-


undangan, harusnya adil, tapi kenyataannya, seringkali tidak Menyangkut dengan adil
inilah, dalam sejumlah buku, Satjipto Rahardjo selalu menyinggung mengenai posisi nilai
liberal. Kata ini sangat penting dan selalu disebut.

Terkait dengan posisi dengan negara hukum, Satjipto Rahardjo mengingatkan bahwa
negara hukum dibentuk hanya bertumpu pada bentuk atau format hukum, melainkan
melibatkan cara hidup atau kultur Melirik pada konsep yang lebih luas. Dalam sejumlah
literatur yang lain, setidaknya terdapat lima macam konsep negara hukum di dunia
Pertama, negara hukum menurut Quran dan Sunnah, atau oleh Majid Khadduri disebut
sebagai nomokrasi Islam. Menurut Afzal Iqbal, masa demikian pernah berlangsung
selama seribu tahun, terutama ketika di Eropa sedang Abad Pertengahan. Kedua, negara
hukum menurut konsep Eropa Kontinental yang dinamakan dengan rechtsstaat,
diterapkan di Belanda, Jerman, dan Perancis. Dalam hal ini, negara dibatasi terlibat
urusan kesejahteraan Ketiga, konsep rule of law yang diterapkan di negara-negara Anglo-
Saxon, antara lain Inggris dan Amerika Serikat.

Dalam rule of law, supremasi hukum menjadi sesuatu yang sangat esensial Keempat,
konsep socialist legality yang sebelumnya diterapkan di Uni Soviet. Kelima, konsep
negara hukum Pancasila.

Dalam konteks Indonesia, dengan konstitusi ekonomi mengarah bahwa negara


Indonesia menganut negara kesejahteraan. Konsep welfare state yang awalnya
berkembang di negara-negara Eropa, kemudian meluas ke seluruh dunia. Konsep welfare
state sendiri sebenarnya sudah muncul benih-benihnya pada abad ke-14 dan abad ke- 15,

3
dimulai dari proses perkembangan welfare state klasik (politzei staat), liberale staat,
hingga welfare state modern akhir abad ke-19 dan abad ke- 20.27 Menurut Asshiddiqie,
negara kesejahteraan memikul tanggung jawab sosial ekonomi yang lebih besar dan luas,
untuk menyejahterakan rakyat banyak. Faktor kesejahteraan rakyat menjadi penentu
penyelenggaraan negara kesejah-teraan tersebut.

Namun demikian, melalui penguasaan dan pemanfaatan sumberdaya alam, selama


lebih 60 tahun merdeka, pengaturannya malah menghasilkan ketidakadilan. Sangat
penting orientasi keadilan, walau Gustav Radbruch (1878-1949), menyebutkan selain
keadilan (gerechtigkeit), terdapat juga nilai kemanfaatan (zweckmaeszigkeit) dan
kepastian hukum (rechtssicherkeit).

C. RINGKASAN JURNAL KETIGA :

Pada dasarnya nilai moral merupakan sesuatu yang abstrak, yang mempunyai ciri
tertentu dan dapat dilihat dari tingkah laku, memiliki kaitan dengan istilah fakta, tindakan,
norma, moral, cita cita, keyakinan dan kebutuhan. Nilai itu ada tetapi tidak mudah
dipahami. Sifatnya yang abstrak dan tersembunyi di belakang fakta menjadi salah satu
penyebab sulitnya dipahami. Ketika manusia dibiicarakan, pemikiran klasik dalasm
psikologi sampai pada proses belajar seseorang, maka jawabannnya adalah faktor bawaan
atau faktor lingkunagn diaman kedua faktor tersebut paling Pada dasarnya nilai moral
merupakan sesuatu yang abstrak ,yang mempunyaiciri-ciri terteberpengaruh terhadap
perkemabangan diri manusia.

Faktor bawaan dan faktor lingkungan sangat erat kaitannya dalam proses perolehan
nilai moral seseorang dalam kehidupannya. Pada dasarnya perolehan nilai moral
dipandang sebagai proses regenerasi dari sifat-sifat bawaan yang dimiliki seseorang.
Dapat dikatakan bahwa nilai moral sebagai kontinuitas dari proses psikologis lainnya
seperti persepsi, sikap, dan keyakinan pada diri seseorang. Di lain pihak, ada pula yang
mengatakan bahwa perolehan nilai moral sebagai interaksi sosial antara individu dengan
lingkungannya.

Cara pandang seperti ini lebih menekankan pada peran dunia luar sebagai faktor yang
memfasilitasi sistem nilai. Peran orang tua, guru, masyarakat sekitar dan sistem nilai
moral yang dipelihara dalam lingkungan tempat ia tinggal merupakan faktor-faktor

4
penting bagi proses pemilikan nilai moral pada diri individu. Dalam pandangan filsafat,
nilai moral sering dihubungkan dengan masalah kebaikan. Sesuatu dikatakan mempunyai
nilai moral apabila sesuatu itu berguna, benar (nilai kebenaran), indah (nilai estetika),
baik (nilai moral), religius (nilai religi), dan sebagainya. Nilai moral merupakan sesuatu
yang ideal dan bersifat baik. Oleh karena itulah nilai dianggap sebagai sesuatu yang
abstrak dan tidak dapat disentuh oleh panca indera.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka Fraenkel (dalam Hamid Darmadi, 2007: 27)
menyatakan bahwa nilai moral ini adanya dalam “people’s minds” (angan-angan
manusia) serta berlainan dengan lainnya. Adapun pendapat yang mirip dengan pandangan
Fraenkel ini adalah Rokeah, yang menyatakan bahwa nilai moral merupakan sesuatu yang
berharga yang dianggap bernilai, adil, baik dan indah serta menjadi pedoman atau
pegangan diri. Selanjutnya menurut Imam Al Ghazali, (dalam Hamid Darmadi, 2007: 27)
menyatakan bahwa keberadaan nilai moral ini dalam “lubuk hati” (Al Qolbu) serta
menyatu/bersatu raga di dalamnya menjadi suara dan hati atau hati nurani (the conscience
of man). Nilai moral manusia baru akan menjadi satu pribadi dan bersatu raga menjadi
sistem organik dan personal apabila sudah mencapai tahap sebagai keyakinan diri atau
prinsip serta tersusun sebagai sistem keyakinan (belief system). Hal ini harus benar-benar
diyakini dan menjadi jati dirinya.Siswa dikatakan bermoral jika mereka memiliki
kesadaran moral, yaitu dapat menilai hal-hal yang baik dan buruk.

Hal-hal yang boleh dilakukan serta hal-hal yang etis dan tidak etis. Siswa yang
bermoral dengan sendirinya akan tampak dalam penilaian atau penalaran moralnya serta
pada perilakunya yang baik, benar, dan sesuai dengan etika. Artinya, ada kesatuan antara
penalaran moral dengan perilaku moralnya.Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka
peneliti menyimpulkan bahwa“Untuk memiliki moralitas yang baik dan benar, seseorang
tidak cukup sekedar telah melakukan tindakan yang dapat dinilai baik dan benar.
Seseorang dapat dikatakan sungguh-sungguh bermoral apabila tindakannya disertai
dengan tindakan dan pemahaman akan kebaikan yang tertanam dalam tindakan tersebut
”untuk itu penulis menerapkannya pada materi demokrasi. Berdasarkan hasil observasi
yang penulis lakukan di Di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Sungai Raya Kepulauan
Kabupaten Bengkayang terlihat bahwa kemampuan guru, khususnya Pendidikan
Kewarganegaraan dalam memberikan pemahaman tentang nilai dan moral pada siswa
masih belum optimal. Hal ini dapat terlihat dari sikap dan tingkah laku siswa sehari-hari.

5
BAB III
PENILAIAN JURNAL

A. PENILAIAN JURNAL PERTAMA

1. Kelebihan Jurnal
a. Ide yang diangkat dalam penelitian ini cukup menarik
b. Judul artikel sesuai dengan pemaparan yang disampaikan penulis pada pembahasan
c. Tujuan yang dipaparkan cukup jelas

2. Kekurangan Jurnal
a. Adanya teori yang tidak berhubungan dengan hasil penelitian

B. PENILAIAN JURNAL KEDUA

1. Kelebihan Jurnal
a. Ide yang diangkat dalam penelitian ini cukup menarik
b. Judul artikel sesuai dengan pemaparan yang disampaikan penulis pada pembahasan
c. Tujuan yang dipaparkan cukup jelas

2. Kekurangan Jurnal
a. Adanya teori yang tidak berhubungan dengan hasil penelitian
b. Penggunaan EYD yang tidak sempurna
c. Menggunakan teori yang tidak jelas

C. PENILAIAN JURNAL KEDUA

1. Kelebihan Jurnal
a. Ide yang diangkat dalam penelitian ini cukup menarik
b. Judul artikel sesuai dengan pemaparan yang disampaikan penulis pada pembahasan
c. Tujuan yang dipaparkan cukup jelas

2. Kekurangan Jurnal
a. Adanya teori yang tidak berhubungan dengan hasil penelitian
b. Penggunaan EYD yang tidak sempurna

6
BAB IV
PENUTUP

A. SIMPULAN

Kelebihan dan kekurangan ketiga artikel ilmiah ini memang ada. Tetapi terlepas dari itu
semua, kedua artikel ini sangat baik untuk dijadikan bahan referensi untuk penelitian
selanjutnya. Karena materi yang dibahas cukup penting serta pemaparan yang terstruktur
sehingga tidak membingungkan. Kekurangannya hanya terletak kajian teori yang
memaparkan materi yang tidak berhubungan dengan masalah yang akan dibahas.

B. SARAN
1. Sebaiknya penulis menggunakan bahasa yang mudah dipahami.

2. Dalam skema yang terdapat di dalam jurnal, akan lebih mudah dipahami jika
teradapat penjelasan lebih rinci mengenai hal terkait.

Anda mungkin juga menyukai