Anda di halaman 1dari 17

STILISTIKA

CRITICAL JURNAL REVIEW


Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
6 Tugas KKNI

DISUSUN OLEH

NAMA : ANGELIKA T. SIMARMATA

KELAS : SASINDO A’19

NIM : 2193210003

DOSEN PENGAMPU : M. ANGGI J. DAULAY, S.S., M.Hum.

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Dengan Kuasa Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, penulis panjatkan puji
syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,-Nya kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Critical Jurnal Report mata kuliah Stilistika.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak karena dengan bimbingannya
jurnal ini dapat penulis selesaikan.

Penulis berharap semoga tugas Critical Jurnal Report ini dapat diambil hikmah dan
manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.

Medan, MEI 2019

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Sastra merupakan wahana komunikasi kreatif dan imajinatif. Sastra sebagai karya fiksi
memiliki pemahaman yang lebih mendalam, bukan sekadar cerita khayal dari pengarang saja,
melainkan wujud dari proses kreativitas pengarang ketika menggali dan menuangkan ide yang
ada dalam pikirannya. Kehidupan individu maupun sosial pengarang cukup berpengaruh
terhadap karya sastra yang dihasilkannya. Pemahaman karya sastra tidak bisa mengesampingkan
apa yang menjadi dasar bagi pengarang untuk melakukan proses kreativitas tersebut, hingga
mampu menciptakan suatu karya sastra. Hal ini senada dengan pendapat Sangidu (2004) yang
memandang sastra sebagai suatu gejala sosial. Sementara itu, Darmono (2003) berpendapat
karya Sastra tidak dapat dipahami secara selengkap-lengkapnya apabila dipisahkan dari
lingkungan, kebudayaan, serta peradaban yang telah menghasilkannya.

Penggunaan bahasa dalam karya fiksi berbeda dengan penggunaan bahasa dalam wacana lain,
misalnya penggunaan bahasa dalam pidato-pidato, karya-karya ilmiah, dan perundang-undangan.
Bahasa dalam karya fiksi mengandung imajinasi yang tinggi sehingga tidak membuat pembaca
merasa cepat bosan. Dasar penggunaan bahasa dalam karya sastra bukan hanya sekedar paham,
tetapi yang lebih penting adalah keberdayaan pilihan kata yang dapat mengusik dan
meninggalkan kesan terhadap sensitivitas pembaca. Setiap kata yang dipilih oleh pengarang
dapat diasosiasikan ke dalam berbagai pengertian. Misalnya kata ayu, bagus, apik, elok memiliki
denotasi atau arti yang sama, tetapi kesan kata-kata ini diarahkan pada sensitivitas yang berbeda.
Setiap kata dan kalimat yang dipilih pada umumnya dilakukan atas kesadaran untuk
menimbulkan efek keindahan.

Stilistika atau ilmu gaya bahasa merupakan cabang ilmu linguistik yang memfokuskan diri pada analisis
gaya bahasa. Stilistika sendiri diambil dari kata dalam bahasa Inggris yakni style atau gaya dalam bahasa
Indonesia. Kajian mengenai gaya bahasa dapat mencakup gaya bahasa lisan, tetapi stilistika cenderung
melakukan kajian bahasa tulis termasuk karya sastra. Stilistika mencoba memahami mengapa si penulis
cenderung menggunakan kata-kata atau ungkapan tertentu. Misalnya, gaya bahasa calon presiden
dapat dibandingkan dengan calon presiden lainnya, atau gaya bahasa seorang penyair dapat dijabarkan
berdasarkan pilihan kata dan ungkapan yang digunakannya. Secara umum lingkup Stilistika meliputi diksi
atau pemilihan kata (pilihan leksikal), struktur kalimat, majas, citraan, pola rima, dan matra.

B.Tujuan CJR
Untuk menyelesaikan tugas dari Dosen mata kuliah “Morfologi”.

Untuk menambah pengetahuan pembaca tentang teori dalam “Morfologi”.

Untuk meningkatkan pembaca dalam memahami dan menerapkan proses Morfologi.

C. Manfaat CJR

Mencari dan mengetahui informasi yang ada dalam jurnal.


Melatih diri untuk berpikir kritis dalam mencari informasi yang diberikan pada isi jurnal.

D. Identitas Buku
a. Jurnal pertama
Nama Jurnal : BASASTRA Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra Indonesia dan
Pengajarannya
Judul Jurnal : NOVEL PUDARNYA PESONA CLEOPATRA KARYA HABIBURRAHMAN EL.SHIRAZI
SEBUAH (TINJAUAN STILSISTIKA)

Pengarang Jurnal : Ahmad Ali, Herman J. Waluyo, Atikah Anindyarini


Tahun Terbit : 2012
Nomor ISSN : 12302-6405

b. Jurnal kedua(pembahasan)

Nama Jurnal : Jurnal Gramatika - STKIP PGRI Sumatera Barat

Judul Jurnal : EROTIS DAN GAYA PENCERITAAN

DALAM KUMPULAN CERPEN KARYA DJENAR MAESA AYU

Pengarang Jurnal : Emil Septia


Tahun Terbit : 2017
Nomor ISSN : 2442-8485

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Jurnal Pertama

Media ekspresi sastra adalah bahasa. Bahasa merupakan sarana pengungkapan sastra. Sastra
lebih dari sekedar bahasa, deretan kata, namun unsur “kelebihan”nya itu hanya dapat
diungkap dan ditafsirkan melalui bahasa. Bahasa dalam karya sastra menurut Burhan
Nurgiyantoro (dalam Gorys Keraf, 2007) mengandung unsur dominan emotif dan bersifat
konotatif. Unsur emotif dan sifat konotatif ditonjolkanuntuk memenuhi unsur estetis yang ingin
diciptakan. Sementara itu Teeuw (1984:131) menyebutkan, menurut kaum formalitas, kumpulan
teoretikus sastra Rusia awal abad 20, menyatakan bahwa bahasa sastra memiliki deotomatisasi,
penyimpanagan dari cara penuturan yang dianggap sebagai proses sastra yang mendasar. Semi
(1993: 8) mengatakan bahwa karya sastra merupakan bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif
yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai
medianya. Bahasa sangatlah penting dalam proses terciptanya sebuah karya sastra yang memiliki
“rasa” tinggi. Karya sastra juga harus mempunyai nilai edukatif yang baik, karena sastra
adalah hasil dari perasaan penulisnya. Bahasa dan sastra memiliki hubungan erat, atau dengan
kata lain sastra tidak lepas dari bahasa Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika
dengan istilah style dan dalam bahasa Indonesia, ilmu yang mempelajarinya disebut stilistika.
Gaya bahasa dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang
memperlihatkan jiwa dan kepribadian pengarang, atau pemakai bahasa ( Keraf, 2007: 113).Ratna
(2008: 3) mengatakan bahwa stilistika (stylistic) adalah ilmu tentang gaya, sedangkan stil (style)
secara umum adalah cara-cara yang khas, bagaimana segala sesuatu diungkapkan dengan cara
tertentu, sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat dicapai secara maksimal. Lebih lanjut
Nyoman Kutha Ratna (2008: 10) mendefinisikan stilistika, sebagai: (1) ilmu tentang gaya
bahasa; (2) ilmu interdisipliner antara linguistik dengan sastra; (3) ilmu tentang penerapan kaidah
kaidah linguistik dalam penelitian gaya bahasa; (4) ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa
dalam karya sastra; dan (5) ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa dalam karya sastra, dengan
mempertimbangkan aspek aspek keindahan sekaligus latar belakang sosialnya. Gaya bahasa
mempergunakan bahasa yang indah untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan
serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda, atau hal lain yang lebih
umum. Pendek kata, penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan
konotasi tertentu. Gaya bahasa dan kosakata mempunyai hubungan erat, semakin banyak
kosakata seseorang semakin beragam pula gaya bahasa yang dipakainya (Tarigan, 1985: 5).
Salah satu novel yang sarat dengan penggunaan gaya bahasa dalam penulisannya adalah novel-
novel karya Habiburrahman El Shirazy, seorang novelis yang mendapat Pena Award tahun 2005,
dan juga dinobatkan sebagai novelis nomor 1 Indonesia oleh masyarakat penikmat karya sastra
di Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang. Yang berjudul PUDARNYA PESONA
CLEOPATRA (PPC).

Penggunaan gaya bahasa dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra oleh pengarang ada yang
disengaja ada yang tidak disengaja. Penggunan gaya bahasa tidaklah diutamakan yang penting
bagaimana pembaca bisa memahami bahasa yang disajikan alam novel tersebut. Hal ini seperti
yang dikemukakan oleh Habiburrahman berikut: Banyak digunakan gaya bahasa dalam novel itu,
Ada yang sengaja ada yang tidak. Namun ketika menulis yang utama terpikir bukan gaya bahasa,
tetapi bagaimana kalimat yang saya tulis masuk ke dalam hati dan perasaan pembaca.
Berdasakan peryataan pengarang tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa pengarang
mengetahui pengetahuan tentang gaya bahasa atau majas. Gaya bahasa bukanlah hal utama yang
dipikirkan ketika menulis melainkan isi dari tulisanlah yang diperhatikan. Gaya bahasa
digunakan pengarang untuk menyampaikan gagasannya kepada pembaca. Alasan pemakaian
gaya bahasa novel Pudarnya Pesona Cleopatra oleh Habiburrahaman El-Shirazy adalah untuk
memudahkan pembaca dalam memahami novel tersebut dan untuk mendapatkan efek estetika
dalam novel tersebut.

Penggunaan gaya bahasa hiperbola dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra Karya
Habiburrahman El-Shirazy sangat menonjol. Dari 81 data: gaya bahasa hiperbola sebanyak 31;
personifikasi 15; simile 11, metafora 6; metonimia 2; antitesis 1, repetisi 6; paralelisme 1; epifora
1; paradoks 1; sinekdoke 3, litotes 1; dan eponim 2. Gaya bahasa yang paling dominan
digunakan adalah gaya bahasa hiperbola sebanyak 38.3% yaitu 31data dari 81 data. Pemanfaatan
Pilihan Kata dan Idiom Novel Pudarnya Pesona Cleopatra Pemanfaatan Pilihan Kata
Pemanfaatan pilihan kata dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra dipengaruhi oleh faktor
sosiokultural penulis. Selain itu latar pendidikan penulis juga berperan serta dalam mewujudkan
kekhasan pilihan kata yang diungkapkan melalui deskripsinya. Novel Pudarnya Pesona
Cleopatra mampu menonjolkan pemilihan dan keunikan pilihan kata a yang spesifik dan berbeda
dari yang lain. Keunikan pemakaian pilihan kata dapat dijabarkan sebagai berikut. Pemakaian
Kata Konotasi. Pemakaian kata konotasi juga terdapat dalam deskripsi cerita. Kata konotasi yang
digunakan penulis dalam tiap kalimat dimaksudkan untuk membuat cerita lebih menarik.
Perhatikan data-data berikut ini yang menggunakan kata konotasi dalam kalimatnya. (1)
Sungguh kasihan pak Agung,dulu dia adalah bintang dikampus ini. (PPC:26) (2) Dia sangat
terpukul atas apa yang terjadi pada dirinya (PPC:26) Pada data (1-2) terdapat kata konotasi
dalam setiap kalimatnya. Data (1) bintang merupakan makna konotasi. Pada kalimat tersebut
menjelaskan bahwa pak Agung dulu adalah orang yang pandai di kampusnya. Selanjutnya pada
data (2) kata terpukul merupakan makna konotasi yang berarti tertekan atau terpojok. Pada
kalimat tersebut digunakan untuk mendeskripsikan keadaan dirinya yang merasa terpojokkan.
Penggunaan dan pemilihan kata konotasi dalam data-data di atas sangat mengesankan pencitraan
pembaca. Selain itu juga menambah pengetahuan dan wawasan pembaca terutama dalam
memahami makna yang terkandung dalam deskripsi cerita. Pemakaian dan pemilikan kata
konotasi juga terdapat pada data-data tersebut.

Pemakaian Kata Sapaan. Pada novel Pudarnya Pesona Cleopatra terdapat bentuk-bentuk
kebahasaan seperti kata yang dipergunakan untuk saling merujuk dalam situasi percakapan
yang berbeda-beda menurut sifat hubungan antara pembicaranya. Adapun sifat hubungan itu
didasarkan atas hubungan kekerabatan, keakraban dan penghormatan. Bentuk-bentuk
semacam itu disebut sapaan. Adapun bentuk kata sapaan dalam novel Pudarnya Pesona
Cleopatra adalah: Tetapi selalu saja menjawab, ”tidak ada apa-apa kok mbak, mungkin aku
belum dewasa. (PPC:9) kenapa mas memanggilku ”mbak”? aku „kan istri mas. (PPC:9) mbak!
eh maaf, maksudku D….Di….Dinda hana!” panggilku dengan suara parau tercekak dalam
tenggorokan. (PPC:20) Ah Yu Iman ini menggoda terus, sudah satu tahun kok dibilang baru. ”
Sahut Rihana. (PPC:20)
Pemakaian Kata Serapan

Pemakaian Kata Serapan Bahasa Asing. Pemanfaatan kosakata bahasa Asing dalam novel
Pudarnya Pesona Cleopatra diantaranya dapat dilihat pada kata, frase ataupun klausa bahasa
Arab yang digunakan dalam kalimat bahasa Indonesia. Habiburrahman sebagai seorang penulis
novel Pudarnya Pesona Cleopatra telah melalang buana ke luar negeri dan tinggal beebrapa
tahun di Arab khususnya Mesir, sehingga ia kaya akan kosakata dalam bahasa asing khususnya
bahasa Arab. Pemakaian leksikon bahasa Arab dalam kalimat yang berupa kata diantaranya
adalah:. saat khitbah sekalis kutatap wajah Raihana, dan benar kata si Aida, ia memang baby
face dan lumayan anggun (PPC:3) Lantunan shalawat nabi terasa menusuk-menusuk hati.
(PPC:5) Inna lillahi wa ilahi rajiun! Perasaan dan nuraniku benar-benar mati. (PPC:5) Satu-
satunya, harapanku hanyalah berkah dari Tuhan atas baktiku pada ibu yang amat kucintai.
Rabbighfir li wa liwalidayya ! (PPC:5) Selaian kata serapan dari bahasa Arab dalam novel
Pudarnya Pesona Cleopatra, Habiburrahman juga menggunakan kata-kata dari bahasa asing
laian yaitu bahasa Inggris. Pemakaian leksikon bahasa Inggris dalam kalimat yang berupa kata
diantaranya adalah : Ala Cuma dua tahun kak, lagian sekarang ‟ kan lagi nge-trend lho, laki-laki
menikah dengan wanita yang lebih tua. (PPC:2) Apalagi Mbak Raihana itu baby face, selalu
tampak lebih muda enam tahun dari aslinya. (PPC:2) Orang-orang banyak yang mengira dia itu
baru sweet seventeenth lho kak. Pemakaian Kata Serapan Bahasa Jawa. Pemilihan dan
pemakaian leksikon bahasa Jawa dalam deskripsi cerita ditampilkan secara spontan oleh
penulis. Hal tersebut tidak terlepas dari faktor sosial budaya penulis yang berasal dari Jawa.
Sehingga dalam mendeskripsikan cerita terkadang ia menggunakan leksikon bahasa Jawa di
dalam kalimat bahasa Indonesia. Perhatikan data berikut.

Ibunya Raihana adalah teman karib ibu waktu nyantri di Mankuyudan Solo dulu, ” kata ibu.
(PPC:1) kami pernah berjanji,jika dikaruniai anak berlainan jenis akan besanan untuk
memperteguh tali persaudaraan.(PPC:1) Pokoknya cocok deh buat kakak, ” komentar adikku,si
Aida tentang calon istriku (PPC:2).
Pemanfaatan Majas

Pemilihan bentuk bahasa yang digunakan pengarang akan berkaitan fungsi dan konteks
pemakaiannya. Pemakaian gaya dalam sastra selalu dikaitkan dengan konteks yang melatar
belakangi pemilihan dan pemakaian bahasa. Semua gaya bahasa itu berkaitan langsung dengan
latar sosial dan kehidupan di mana bahasa itu digunakan. Gaya bahasa adalah cara pemakaian
bahasa dalam karangan, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkana sesuatu yang
akan diungkapkan, Abrams (1981:190-191). Menurut Leech dan Short (1984: 10) style
menyaran pada pemakaian bahasa dalam konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, untuk
tujuan tertentu.

`Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pemakaian gaya bahasa dalam novel
Pudarnya Pesona Cleopatra Karya Habiburrahaman El-Shirazy sebagian besar tanpa unsur
kesengajaan. Penggunaan gaya bahasa tersebut mengalir untuk menciptakan unsur estetika
dalam sastra. Tujuan utama penggunaan gaya bahasa dalam novel tersebut adalah agar
pembaca lebih memahami dan menghayati alur cerita dengan baik. Penggunaan gaya bahasa
dalam novel PPC sejalan dengan pendapat Ali Imron (2009:15) tentang fungsi gaya bahasa, yang
menyatakan bahwa :

Gaya bahasa mempengaruhi atau meyakinkan pembaca atau pendengar artinya dapat
membuat pembaca semakin yakin dan mantap terhadap apa yang disampaikan
pengarang/pembicara. Gaya bahasa menciptakan keadaan perasaan hati tertentu, artinya
dapat membawa pembaca hanyut dalam suasana hati tertentu, seperti kesan baik atau buruk,
perasaan senang atau tidak senang, benci atau sebagainya setelah menangkap apa yang
dikemukakan pengarang.

Hal ini sesuai dengan pendapat Tarigan yang menyatakan bahwa gaya bahasa merupakan
bentuk retorika, yakni penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk mempegaruhi
pembaca atau pendengar (1985: 5). Berdasarkan deskripsi hasil penelitian hiperbola memiliki
proporsi sebanyak 38.3%. yaitu 31 data yang ditemukan dari 81 data. Dari data tersebut gaya
bahasa hiperbola sangat dominan yang bertujuan untuk menyangatkan maksud atau gagasan
hal ini sesuai dengan fungsi utama gaya bahasa yaitu sebagai penegas. Ali Imron (2009: 15)
menyatakan salah satu fungsi gaya bahasa adalah memperkuat efek terhadap gagasan, yakni
dapat membuat pembaca terkesan oleh gagasan yang disampaikan pengarang dalam karyanya.

B. Pembahasan Jurnal Pembanding (kedua)

Kehadiran karya sastra yang bernuansa erotis dalam perjalanan sejarah sastra Indonesia
modern perlu diperhitungkan sebagai suatu ragam sastra yang cukup digemari kaum remaja.
Peran karya sastra sebagai produk budaya, selain mampu membawa moral dan etika pergaulan
yang diterima dalam kehidupan masyarakat, juga menyuarakan kritik sosial yang perlu disikapi
secara kritis oleh semua kalangan. Kuatnya pengaruh budaya dan gaya hidup yang berasal dari
peradaban Barat yang tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan masyarakat Indonesia,
menyebabkan kemerosotan moral baik di kalangan muda maupun tua sudah mulai menyebar
luas di tengah-tengah kehidupan masyarakat dan kondisi itu perlu diwaspadai sebagai ancaman
yang bisa merusak tatanan kehidupan masyarakat yang beradab. Hal ini hendaknya disikapi
dengan meningkatkan pendidikan moral dan etika pergaulan. Seiring dengan munculnya karya
yang bernuansa erotis, maka muncul juga polemik dalam masyarakat Indonesia tentang
keberadaan karya tersebut. Gejala seperti ini terjadi karena sebagian besar masyarakat
beranggapan bahwa erotis identik dengan pornografi. Sementara itu, karya yang mengandung
pornografi tidak layak untuk dibaca secara terbuka, karena hal ini sangat bertentangan dengan
pembentukan moral dan kepribadian manusia. Hal ini sesuai dengan tujuan dalam penciptaan
cerpen atau karya sastra lainnya yang pada akhirnya adalah untuk membina kepribadian suatu
masyarakat, khususnya remaja dari segala hal yang dapat merusak dan mempengaruhi citra
mereka sebagai pewaris bangsa.Misi cerpen dalam pembinaan kepribadian, terutama bagi
generasi muda adalah amat penting karena derap kemajuan suatu bangsa dapat diukur sejauh
mana karya sastrawan ikut mempermasalahkan kenyataan hidup masyarakat, di samping
menyumbangkan pikiran-pikiran berupa ide pembaruan dalam pola kehidupan bangsanya.
Tema cerpen yang diharapkan dalam era pembangunan dewasa ini sebaiknya tidak terlepas dan
ada kaitannya dengan pola”pembentukan manusia Indonesia seutuhnya”, sebagaimana yang
dicita-citakan masyarakat indonesia.

Berhubungan dengan misi cerpen yang dikemukakan oleh Udin, dkk., diatas, seiring dengan
perkembangan zaman, sastrawan terutama pengarang cerpen sudah menuliskan dan
menggambarkan hubungan seks dalam karyanya sebagai pembaruan dalam pola kehidupan
bangsanya. Pengungkapan seks bukanlah hal yang tabu dalam kehidupan masyrakat sekarang
ini. Hal senada diungkapan oleh R. Sugiarti, seorang relawan pada UNICEF Indonesia dan
pengamat perempuan, di Sinar Harapan (2002), munculnya karya-karya Ayu Utami dkk. karena
mereka benar-benar berani melawan tabu yang selama ini menjadi magma terpendam pada
masyarakat dengan konvensi-konvensi budaya. Karya-karya mereka yang berwarna seks
tersebut menarik justru karena melanggar norma masyarakat tradisional sehingga melalui
perlawanan terhadap tabu tersebut mereka meretas fenomena yang tersamar terhadap
perempuan, terutama dalam hal seks. Masalah seks merupakan persoalan kemanusiaan yang
terus menjadi perhatian dalam kehidupan manusia, kapan saja dan di mana saja. Semua itu
akan selalu menjadi perhatian para pengarang. Pada umumnya karya sastra terutama cerpen,
akan selalu dibumbui dengan persoalan seks. Pengungkapan seks dalam karya sastra selalu ada.
Hal ini disebabkan: pertama, persoalan seks tidak terlepas dari kehidupan manusia dan
dijumpai dalam kesusastraan kapan saja; kedua, karya sastra yang mengungkapkan soal seks
tidak mungkin dianggap melanggar nilai kesusilaan, apabila didukung ide yang baik; dan ketiga,
pengungkapan seks dipersiapkan dengan matang, serta memberi pengertian yang baik tentang
kehidupan manusia”.Bertolak dari ungkapan Kayam diatas, dapat disimpulkan bahwa seks
dalam hal ini erotis, jika disajikan dalam karya sastra merupakan hal yang wajar. Hal ini
berkaitan tentang manusia dan kehidupannya sebagi objek dalam karya sastra dengan kata-
kata yang khas yang disampaikan melalui bahasa sebagai medium fiksi, sehingga erotis dalam
karya sastra tidak sama dengan pornografi. Dalam penceritaan atau teks erotis biasanya
pengarang menggunakan gaya bahasa metafora atau lambang-lambang. Sedayu (2006:1-2)
mengungkapkan hal yang menjelaskan permasalahan tersebut bahwa ”Makna erotis dan
pornografi itu memiliki perbedaan, meskipun kedua kata itu berangkat dari libido manusia.
Pornografi diartikan sebagai penyajian tindakan cabul yang sengaja ditunjukkan untuk
menimbulkan nafsu birahi atau nafsu seksual. Sedangkan erotis berarti penggambaran perilaku,
keadaan, atau suasana yang didasari oleh libido sehingga dapat menimbulkan nafsu birahi.

 Unsur Erotis dalam Kumpulan Cerpen JMKyang Digambarkan Melalui Gaya Bahasa
a. ”Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu)”
Awalnya memang urusan kelamin. Ketika pada suatu hari saya terbangun dan
terperanjat disisi seonggok daging tak segar dipenuhi gajih yang tak akan mudah hilang
dengan latihan senam maupun fitness setiap hari sekalipun …Kalau saya saja sudah
jengah bertemu, apalagi kelamin saya? (Ayu, 2004:3 —4). Dari kutipan di atas, unsur
erotis digambarkan melalui gaya bahasa sarkasme ”ketika pada suatu hari saya
terbangun dan terperanjat di sisi seonggok daging tak segar dipenuhi gajih yang tak akan
mudah hilang”, kutipan tersebut juga merupakan gaya bahasa metafora, dan sinisme
”Kalau saya saja jengah bertemu, apalagi kelamin saya ”. Saya heran. Bisa juga
seonggok daging itu hamil... Karena saya sudah terbiasa melihat dan menikmati
keindahan…Pinggang bak gitar. Dan buah dada besar …. (Ayu, 2004:8). Kutipan di atas,
merupakan unsur eotis yang digambarkan melalui gaya bahasa sarkasme ”bisa juga
seonggok daging itu hamil”, dan metafora ”…Pinggang bak gitar. Dan buah dada
besar”. …Saya sudah sering terbiasa mendengar keluhan suami-suami tentang istri-
istri mereka. Saya juga tahu, mereka senang, sayang sampai cinta pada saya, awal
mulanya pasti urusan fisik, urusan mata, urusan syahwat …Saya butuh uang, ia butuh
kesenangan…Target saya hanya kawin urat, bukan kawin surat …. (Ayu, 2004:5—6).
Dari kutipan di atas, unsur erotis digambarkan melalui gaya bahasa metafora ”awal
mula pasti urusan fisik, urusan mata, urusan syahwat…Target saya hanya kawin urat”.
b."Mandi Sabun Mandi”
“Pasti mereka bukan suami istri. Hei meja, aku tak sok tahu. Aku memang tahu. Aku
adalah benda tertua di kamar ini. Tanpa aku, motel ini tak akan laku. Kau tahu Meja,
motel yang tak ada cerminnya itu kuno! Apa? Variasi? Bisa saja. Tapi variasi seperti ini
bukan variasinya suami istri, Meja…Orgasme di luar karena takut perempuannya hamil.
Kondom?....” (Ayu,2004:17). Unsur erotis yang terdapat dalam cerpen MSM ini
digambarkan melalui gaya bahasa personifikasi ”hei meja, aku tak sok tahu. Aku
memang tahu” dan metafora ”tapi variasi ini bukan variasi suami istri …Orgasme di
luar karena takut perempunnya hamil ”. “Sudahlah Sayang, jangan kekanak-kanakan
begitu…” Perempuan indo mengikuti dari belakang dengan tubuh masih telanjang. Si
Mas acuh tak acuh mengenakan pakaian (Ayu,2004:19). “Kok buru-buru? Enggak.mau
nambah?” dengan manja perempuan indo membuka kembali resleting celana Si Mas
(Ayu, 2004:19).
Dari kedua kutipan di atas, unsur erotis yang terdapat dalam cerpen ini digambarkan
melalui gaya bahasa metafora ”perempuan indo mengikuti dari belakang dengan
tubah masih telanjang, perempuan indo membuka kembali resleting celana Si Mas ”.
c. ”Menyusu Ayah"
Ketika Ibu kehabisan napas dan sudah tidak dapat lagi mengejan, saya menggigit dinding
vagina Ibu dengan gusi supaya jalan keluar bagi saya lebih mudah …. (Ayu, 2004:36).
Dari kutipan di atas, unsur erotis yang terdapat dalam cerpen ini digambarkan melalui
gaya bahasa metafora ”saya menggigit dinding vagina Ibu dengan gusi supaya jalan
keluar bagi saya lebih mudah”. Selain itu gaya bahasa metafora yang menggambarkan
unsur erotis.

BAB III

PEMBAHASAN

A. Kelebihan dan Kekurangan isi jurnal

a. Jurnal Pertama (Utama)

1. Kelebihan

-Pemaparan materi sudah lengkap

-Jurnal ini sesuai dengan struktur jurnal penelitian.

- identitas sudah lengkap

2. Kekurangan

-Jurnal ini sudah cukup lengkap, baik dari teori yang dipaparkan, metode penelitian sampai pada
kesimpulan. Namun kekurangan yang dilihat terletak pada bahasa yang agak sulit di pahami.

b. Jurnal Kedua (Pembanding)

1. Kelebihan

-Bahasa yang digunakan mudah dipahami.

-Pemaparan materi sudah lumayan lengkap


2. Kekurangan

-Tidak terdapat teori pada isi jurnal.


-Terdapat kata-kata yang kurang dimengerti. Dan juga identitasnya kurang lengkap.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

 Berdasarkan hasil pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa novel Pudarnya


Pesona Cleopatra menggunakan beberapa gaya bahasa. Gaya bahasa yang paling
dominan adalah gaya bahasa hiperbola sebanyak 31 data. Selain itu juga ada gaya
bahasa laian seperti: (a) personifikasi sebanyak 15 data, (b) simile sebanyak 11 data, (c)
metafora sebanyak 6 data, (d) metonimia sebanyak 2 data, (e) antitesis sebanyak 1 data,
(f) repetisi sebanyak 6 data, (g) aliterasi sebanyak 1 data , (h) epifora sebanyak 1 data, (i)
paradoks sebanyak 1 data, (j) sinekdoke sebanyak 3 data, (k) litotes sebanyak 1 data dan
(l) eponim sebanyak 2 data. Hasil analisis novel Pudarnya Pesona Cleopatra di atas
menunjukkan bahwa Habiburrahman El-Shirazy banyak menggunakan gaya bahasa
hiperbola. Hal itu terbukti bahwa yang paling dominan dipakai dalam novel tersebut
adalah gaya bahasa hiperbola dengan hasil 38.3%. yaitu 31 data yang ditemukan dari 81
data.
 Berdasarkan pendapat ahli unsur erotis antara lain adalah cumbuan, ciuman, adegan
ranjang, dan lain-lain yang berkaitan dengan hasrat seksual. Erotis dalam sebuah teks
berupa penggambaran melalui sarana bahasa yang menceritakan suatu perilaku atau
tindakan, keadaan atau suasana yang berkaitan dengan hasrat seksual. Berdasarkan
analisis struktur dan temuan unsur erotis yang digunakan oleh Djenar Maesa Ayu adalah
cumbuan, ciuman, dan adegan ranjang. Kumpulan cerpen JMK karya Djenar Maesa Ayu
terdiri dari 11 cerpen. Dari 11 cerpen tersebut terdapat 10 cerpen yang mengandung
unsur erotis, sedangkan yang satunya lagi tidak mengandung unsur erotis. Walupun
kumpulan cerpen JMK ini sarat dengan unsur erotis, namun di dalamnya masih terdapat
pesan moral yang disampaikan oleh pengarangnya. Pada umumnya kumpulan cerpen ini
bertema hasrat seksual yang sarat dengan unsur erotis, tetapi ada juga yang bertema
kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya. Dalam penyampaian dan penggambaran
unsur erotis oleh Djenar Maesa Ayu lewat karyanya tersebut pada umumnya
menggunakan gaya bahasa metafora dan sarkasme.Selain gaya bahasa metafora
dansarkasme, unsur erotis juga ada yang digambarkan melalui gaya bahasa
personifikasi, sinisme, dan repetisi.

B. Saran

Saran dari penulis adalah hendaknya para pemakai bahasa hendaknya memperhatikan
penggunaan konfiks dalam berbahasa baik lisan maupun tulis. Mahasiswa dan mahasiswi
Pendidikan Bahasa Indonesia baik S-1, S-2, dan S-3, sebagai calon dan tenaga pendidik,
hendaknya lebih memerhatikan kualitas berbahasa dengan mampu menguasai penggunaan
konfiks yang baik dan benar.
Daftar Pustaka

Ahmad Ali, Herman J. Waluyo, Atikah Anindyarini.2012.pudarnya pesona kleopatra.

Vol 1. No.1 Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta

Septia,emil.2017.EROTIS DAN GAYA PENCERITAAN DALAM KUMPULAN CERPEN KARYA DJENAR


MAESA AYU.

Vol.2 No.i2

Anda mungkin juga menyukai