Anda di halaman 1dari 20

KRITIK SENI

TUGAS INDIVIDU
CRITICAL BOOK REPORT

Oleh :

IGNASIA PURWANTI

2133151014

KELAS REGULER-B 2013

PRODI PEND. SENI RUPA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
SUMATERA UTARA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya
saya dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “Critical Book Report”. Saya juga mengucapkan
terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Kritik Seni Dr. Zulkifli, M.Sn atas
bimbingannya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini.

Akhir kata saya ucapkan terimakasih, semoga tugas ini dapat memenuhi tuntutan kuliah yang
diajukan dan dapat menambah pengetahuan bagi pembaca tentang Kritik Seni.

Medan, 12 Desember 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................................................... i

Daftar Isi.................................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1

B. Tujuan Penulisan ............................................................................................................ 2

C. Manfaat Penulisan ......................................................................................................... 2

D. Identitas Buku ................................................................................................................. 3

E. Lampiran ........................................................................................................................... 3

BAB II RINGKASAN

2.1 RINGKASAN BUKU UTAMA ...................................................................................... 4

2.2 RINGKASAN BUKU PEMBANDING......................................................................16

BAB III PEMBAHASAN

3.1 PEMBAHASAN BUKU UTAMA .............................................................................. 20

3.2 PEMBAHASAN BUKU PEMBANDING.................................................................20

3.3 PERBANDINGAN BUKU UTAMA DENGAN BUKU PEMBANDING...........21

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan................................................................................................................... 22

4.2 Saran .............................................................................................................................. 22

Daftar Pustaka...................................................................................................................................... 23
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan yang minim di karenakan rendahnya minat baca


masyarakat pada saat ini. Mengkritik buku salah satu cara yang dilakukan untuk menaikkan
ketertarikan minat baca seseorang terhadap suatu pokok bahasan. Mengkritik buku (critical book
report) ini adalah suatu tulisan atau ulasan mengenai sebuah hasil karya atau buku, baik berupa
buku fiksi ataupun nonfiksi, juga dapat diartikan sebagai karya ilmiah yang melukiskan
pemahaman terhadap isi sebuah buku.

Mengkritik buku dilakukan bukan untuk menjatuhkan atau menaikkan nilai suatu buku
melainkan untuk menjelaskan apaa danya suatu buku yaitu kelebihan atau kekurangannya yang
akan menjadi bahan pertimbangan atau ulasan tentang sebuah buku kepada pembaca perihal
buku-buku baru dan ulasan kelebihan maupun kekurangan buku tersebut. Yang lebih jelasnya
dalam mengkritik buku, kita dapat menguraikan isi pokok pemikiran pengarang dari buku yang
bersangkutan diikuti dengan pendapat terhadap isi buku.

Uraian isi pokok buku memuat ruang lingkup permasalahan yang dibahas pengarang,
cara pengarang menjelaskan dan menyelesaikan permasalahan, konsep dan teori yang
dikembangkan, serta kesimpulan. Dengan demikian laporan buku atau resensi sangat bermanfaat
untuk mengetahui isi buku selain itu, akan tahu mengenai kekurangan dan kelebihan dari isi
buku yang telah dibaca. Untuk itu, kami harapkan kepada pembaca agar mengetahui dan
memahami mengenai laporan buku atau resensi sehingga dapat menilai isi buku tersebut dengan
baik dan bukan hanya sekedar membaca sekilas buku tersebut melainkan dapat memahami apa
yang ada dalam buku tersebut secara mendalam.
B. Tujuan Penulisan Critical Book Report (CBR)
Kritik buku (critical book report) ini dibuat sebagai salah satu referensi ilmu yang
bermanfaat untuk menambah wawasan penulis maupun pembaca dalam mengetahui kelebihan
dan kekurangan suatu buku, menjadi bahan pertimbangan, dan juga menyelesaikan salah satu
tugas individu mata kuliah Kritik Seni pada Jurusan Pendidikan Seni Rupa di Universitas Negeri
Medan.

C. Manfaat Penulisan Critical Book Report (CBR)

 Membantu pembaca mengetahui gambaran dan penilaian umum dari sebuah buku atau
hasil karya lainnya secara ringkas.

 Mengetahui kelebihan dan kelemahan buku yang diresensi.

 Mengetahui latar belakang dan alasan buku tersebut diterbitkan.

 Menguji kualitas buku dengan membandingkan terhadap karya dari penulis yang sama
atau penulis lainnya.

 Memberi masukan kepada penulis buku berupa kritik dan saran terhadap cara
penulisan, isi, dan substansi buku.
D. Identitas Buku

BUKU UTAMA
 Judul Buku : Kritik Seni (Wacana Apresiasi Dan Kreasi)

 Penulis : Dr. Nooryan Bahari, M.Sn

 Penerbit : Pustaka pelajar

 Tebal Buku : 198 halaman

 Tahun Terbit : 2008

BUKU PEMBANDING
 Judul Buku : Kritik Seni

 Penulis : Dharsono (Sonny Kartika)

 Penerbit : Rekayasa Sains Bandung

 Tebal Buku : viii + 160 halaman

 Tahun Terbit : 2007


BAB II
RINGKASAN ISI BUKU

2.1 RINGKASAN BUKU UTAMA


BAB I

Pada buku ini dimulai dari pengertian kritik seni, pengertian krtik seni yaitu dalam
bahasa indonesia dengan istilah “ulas seni”, “kupas seni”, “bahas seni” atau “bincang seni”. Hal
ini disebabkan istilah “kritik” bagi sebagian orang sering mempunyai konotasi yang berarti
kecaman, celaan, gugatan, hujatan, dan lain-lain. Dalam seni, mengkritik berarti mngevaluasi
atau meneliti karya seni atau literatur. Tujuan dari kritik seni adalah memahami karya seni, dan
ingin menemukan suatu cara guna mengetahui apa yang melatarbelakangi suatu karya seni
dihasilkan, serta memahami apa yang ingin disampaikan oleh pembuatnya. Kritik seni juga
berfungsi sebagai jembatan antara karya seni dan penikmatnya, supaya orang yang melihat karya
seni memperoleh informasi yang berkaitan dengan mutu suatu karya seni, menumbuhkan
apresiasi serta tanggapan terhadap karya seni. Dalam melaksanakan kritik seni secara verbal
maupu tulisan, biasanya terdapat unsur-unsur deskripsi, analisis fomal interprestasi dan evaluasi
atas penilaian terhadap mutu yang dihasilkan dalam karya seni yang dikritik. Penciptaan atau
kreasi karya seni dipengaruhi oleh faktor ekstraestetik, yaitu faktor-faktor diluar bentuk fisik
karya seni seperti faktor sosial, budaya, ekonomi, teknologi, religi, dan pendidikan dari seniman
dan pemakai seni.

Pendekatan intraestetik, yaitu faktor yang semata-mata memandang nilai estetik yang
terkandung dalam bentuk fisik karya seni (unsur struktur, bentuk, dan lain sebagainya) dengan
kriteria yang dietapkan secara universal oleh para ahli seni. Pendekatan formalisme dalam
menelaah karya seni rupa dengan cara mengandung objek utama atau karaterisrik materialnya,
sehingga masalah kecakapan dalam mengolah bentuk dan keteramilan teknis dari pembuat karya
seni dalam mewujudkannya kara seninya yang kasat mata, merupaa pokok perhatian utama
pendekatan ini. Disamping itu penciptaan karya seni juga diharapkan dan merespon ruang dan
waktu di mana dia diciptakan. Disiini aspek ide atau gagasan, tema, teknik pengolahan material,
prinsi-prinsip penyusunan atau pengorganisasian dalan mengelola kaidah-kaidah estesis,
keunikan bentuk, gaya perseorangan, kreativitas, inovasi, turut dipertimbangkan. Para kritikus
seni diharapkan mampu mengkomunikasikan aspek-aspek tersebut diatas beserta nilainya kepada
masyarakat.
BAB II

Dalam Bab II buku ini sudah memasuki pembahasan tentang kebudayaan. Pengertian
kebudayaan adalah keseuruhan pola tingkah laku dan pola bertinkah laku, baik eksplisit maupun
implisit, yang diperoleh dan diturunkan melalui simbol, yang akhirnya mampu membentuk
sesuatu yang khas dari kelompok manusia, termasuk perwujudannya dalam benda materi.
Pengertian kebudayaan sangat bervariasi, dan setiap batasan arti yang diberikan tergantung pada
sudut pandang masing-masing orang berdasarkan pola pemikirannya. Pengertian kebudayaan di
buku ini seperti yang telah di uraikan diatas, adalah sebagai keseluruhan pengetahuan,
kepercayaan dan nilai yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk sosial. Kebudaan berisi
antara lain perangkat model pengetahuan atau sistem makna yang terjalin secara menyeluruh
dalam simbol-simbol yang di transmisikan secara historis. Model pengetahuan atau sistem
makna tersebut digunakan secara selektif oleh warga masyarakat pendukungnya untuk
berkomunikasi, melestarikan dan menghubungkan pengetahuan, serta merupakan pedoman
bersikap dan bertindak dalam menghadapi lingkungannya, guna memenuhi berbagai
kebutuhannya.

Salah satu kebutuhan manusia yang tergolong dalam kebutuhan integratif adalah
menikmati, mengapresiasi dan mengungkapkan perasaan keindahan. Kebutuhan ini muncul
disebabkan adanya sifat dasar manusia yang ingin mengungkapkan jati dirinya sebagai makhluk
hidup yang bermoral, berselera, berakal, dan berperasaan. Kebutuhan estetik serupa dengan
pemenuhan kebutuhan primer dan sekunder yang diakukan manusia melalui kebudayaannya.
Kesenian merupakan unsur pemikat yang mempersatukan pedoman-pedoman bertindak yang
berbeda menjadi satu desain yang utuh, menyeluruh dan operasional, serta dapat diterima
sebagai sesuatu yang bernilai.

BAB III

Pada bab ini, penulis membahas tentang seni. Seni adalah suatu keterampilan yang
diperoleh dari pengalamam, belajar, atau pengamatan-pengamatan. Atau pengertian lainnya
sebagai bagian dari pelajaran, salah satu ilmu sastera, dan pengertian jamaknya adalah
pengetahuan budaya, pelajaran, ilmu pengetahuan serta suatu pekerjaan yang membutuhkan
pengetahuan atau keterampilan. Seni juga berguna bagi keterampilan dan imajinasi kreatif
terutama dalam proses produksi benda yang indah seperti produk karya seni. Pada karya seni
rupa media yang digunakan adalah rupa. Keberadaan karya seni rupa adalah karena tampilnya
unsur-unsur rupa atau unsur visual yang dapat dilihat secara fisik. Unsusur-unsur itu antara lain
berupa garis, bidang, bentuk, ruang, warna, dan sebagainya. Unsur-unsur tersebut tidak harus
hadri secaravlengkap pada sebuah karya seni rupa, karena unsu-unsur ini diciptakan untuk
mewujudkan citra tertentu. Karya seni rupa dapat digolongkan dari berbagai sudut pandang,
seperti sudut pandang fungsi atau kegunaanya, dimensi, medium ya g digunakan, gaya
penciptaan, dan aspek sejarahnya. Dari sudut pandang fungsi atau kegunaan, karya seni terbagi
dalam beberapa kategori, yaitu seni murni (fine art), seni terapan (applied art), dan kria (craft).

Seni murni adalah seni menciptakan khusus untuk mengkomunikasikan nilai estetis dari
seni itu sendiri. Seni terapan sering juga disebut istilah desain yang berasal dari itali designo
yang artinya gambar. Kata desain makna sebagai art and craft, yaitu paduan antara seni dan
keterampilan. Seni kria merupakan karya seni rupa indonesia asli yang mempunyai akar kuat,
dan mempunyai ciri khas yang unik dengan eksootis. Dasar pohon ilmu seni rupa saat ini, seni
kria terletak pada daerah abu-abu antara seni murni dan terapan.

BAB IV

Pada bab ini menjelaskan tentang dasar kesenirupaan yang diperlukan dalam kritik seni,
salah satu yang melatar belakangi budaya dan sejarah yaitu modal dasar yang diperlukan dalam
kritik seni, karena dalam kemunculan seni rupa banyak sekali gejala baru yang terus mengikuti
perkembangan. Melalui pengenalan sejarah, seorang kritikus akan mengetahui berbagai macam
cara mengungkapkan batin dengan media kesenirupaan. Mengetahui berbagai cara
pengungkapan ini, disamping memperoleh pengetahuan yang siap digunakan untuk menilai, juga
mempunyai wawasan atau perhitungan perkembangan karya seni kedepan. Bedasarkan bentuk
dan dimensinya, terlihat adanya karya seni yang berdiamnesi dua dan berdimensi tiga. Pada bab
ini pengarang mengutip karya Laura H. Chapman yang mencoba melihat karya seni beserta
unsur-unsurnya bahwa pendekatan karya seni rupa dapat dlihat dalam bentuk dimensinya dan
asas-asas penyusun. Penjelasan mengenai bentuk dan dimensi dalam pendekatan terhadap karya
seni itu ada dua macam seni rupa yang berdimensi yaitu karya seni rupa yang berdiamensi dua
dan seni rupa yang berdiamensi tiga seperti yang dikatakan diatas. Pada karya seni rupa dua
dimensi yang bersifat datar, ada unsur-unsur volume, kedalaman, dan ruang, namun semua itu
hanya bersifat semu saja, karena hasil ilusi prespektif sebuah garis atau bidang dan pemanfaatan
gelap terang daam warna.

Susunan karya seni sebenarnya lebih kompleks dari dari setiap kesan yang ditangkap dari
setiap deskripsi, sebab kesatuan itu bukan hanya ada diantara dua aspek pada setiap unsur dan
semua bentuk dan isi. Kesatuan diantara medium, pikiran dan perasaan apapun yang menjelma
padanya inilah kesatuan pokok dalam segala macam ungkapan. Unsur yang cukup penting
adalah garis, warna, tekstur atau barik, ruang dan volume. Berdasarkan unsur tersebut
orangkemudian memperoleh efek psikologis yang lebih komples lagi, misalnya dengan garis
tertentudapat menimbulkan irama,warna dengan nada tertentu juga menumbuhkan ritme.
Selanjutnya, memahmi teri simbol yang merupakan salah satu pendekatan dalam memahami
unsur rupa. Unsur-unsur tersebut bukan merupakan sesuatuyang lepas atau berdiri sendiri,
melainkan bagian dari kesatuan yang utuh dalam sebuah karya seni rupa.

BAB V

Pembahasan pada bab ini yaitu berkaitan corak dan gaya seni dengan mengupas adanya
aliran-aliran barat. Diantaranya Gaya Barok, Gaya Rococo, Naturalisme, Realisme, Romantisme,
Impressionisme, Postimpressionisme, Ekspresionisme, Fauvisme, Suprematisme, Kubisme,
Futurisme, Dadaisme, Surealisme, Abstrasionisme, Konstruktifisme, Minimalisme, Op Art, Pop
Art, Corak dan gaya seni sangat diperlukan dalam kritik seni seperti pengetahuan mengenai
aliran-aliran seni dalam pengertian luas yang meliputi kecenderungan-kecenderungan isi tema
karya seni yang ada di dunia, dalam pengertian terbatas mencakup kecenderungan aliran-aliran
seni yang ada di indonesia. Gaya Barok hadirakibat reformasi agama katolik di italia pada awal
abad ke-17. Gaya inimenghadirkan kembali fusi baru seni arsitektur, lukisan, dan patung. Semua
karya dalam gaya ini disubordinasikan kepada concetto, atau tema yang diperhitungkan dengan
cermat untuk membangkitkan tanggapan emosional apresiator yang secara emosi dilibatkan
dalam subyek karya seni. Dalam naturalisme dilukiskan segala sesuatu sesuai dengan keadaan
alam (nature) manusia beserta fenomenanya dan sebagaimana adanseperti tangkapan mata,
sehingga karya yang dilukiskan seperti hasil foto atau tangkapan lensa kamera.

Pada bab ini pun kedati ada menggambarkan tentang aliran-aliran di indonesia yang
dimaksudkan adanya masuk para pengulas sejarah seni rupa di indonesia seperti lahirnya
PERSAGI (Persatuan Ahli Gambar indonesia) pada tahun 1937. PERSAGI adalah organisasi
modern pertama secara teratur berusaha untuk mengembangkan seni rupa indonesia modern.
Noryaan Bahari sempat menyinggung pada pembahasan ini terkait dengan salah satu seorang
yang hidup satu abad lebih dahulu yaitu Raden Saleh Basman. Beliau adalah orang indonesia
yang pertama kali mempelajari bagaimana cara melukis di Eropa dan bermukim disana selama
20 tahun khususnya di negeri Belanda dan Prancis. Ia belajar seni lukis potret dari pelukis
Belanda dan masih banyak kaya-karya lain yang dihasilkan oleh Raden Saleh Basman.
Post moderenisme yang dikatakan sangat penting dengan suasana globalisasi agar
perlunya ciri khas bagi tiap daerah budaya, dan bersama dengan datangnya pasca-modernisme
semangat penggalian identitas nasional merebak kembali dengan pemecahan yang berbeda.
Terlihat pada uraian penjelasan tersebut bahwa penulis buku mengutarakan bahwa paradigma
baru pendidika seni lebih menekankan pada kompetens untuk memberikan pengalaman
ekspresif, kreatif, estetik, dan kultural, yang mengarah pada terciptanya situasi kehidupan
multikultural, sehingga dialog antar budaya lebih dimungkinkan.

BAB VI

Pada bab ini membahas tentang apresiasi dan evaluasi karya seni. Menurut penulis buku,
apresiasi merupakan proses usaha sadar yang dilakukan seseorang dalam menanggapi dan
memahami karya seni. Dalam apresiasi menuntut keterampilan dan kepekaan estetik guna
mendapatkan pengalaman estetik ketika memahami karya seni rupa maka dituntut akan apresiasi
tersebut.

Apresiasi bukanlah sebuah proses pasif ia merupkan proses aktif dan kreatif, agar secara
efektif mengerti nilai suatu karya seni, dan mendapatkan pengalaman estetik, seperti itulah yang
digagaskan oleh (Feldman,1981). Seperti itulah memahami proses karya seni rupa bahwa
apresiasi dalam karya seni rupa sangat dituntut seperti apa yang dikatakan oleh pengarang buku
DR. Nooryan Bahari, M.sn yaitu dalam keterampilan dan kepekaan estetik perlu dituntunya
apresiasi. Mengapresiasi adalah sebuah proses untuk menafsirkan sebuah makna yang
terkandung dalam karya seni. Seorang pengamat seni yang sedang memahami karya seni
sebaiknya terlebih dahulu mengenal struktur bentuk karya seni, pengorganisasian eelemen seni
rupa atau dasar-dasar penyusun dari karya yang sedang dihayati. Lebih jauh lagi, seorang
pengamat seni rupa berkewajiban mengenal strukur dasr seni rupa, dengan mengenal garis atau
goresn, mengenal shape (bidang bangunan) yang dihadirkan, mengetahui warna dengan berbagai
peranan dan fungsinya, memahami dimensi ruang dan waktu dalam karya seni dan sebagainya.
Penikmat merupaka proses dimensi psikologis, sekaligusproses interaksi aspek inrinsik
seseorang terhadap sebuah karya seni.

Evaluasi dalam karya seni yang meupakan dari nilai-nilai seni sebagai respon estetik dari
publik melalui proses pengalaman seni. Buku ini mengungkapkan, antara nilai-nilai dan
pengalaman seni tidak bisa terlepas dari bahasan estetik seni. Beberapa metode menanggapi
karya seni menurut Chapman (1978:80) diantaranya: Metode induktif adalah metode yang
mendeskripsikan ciri-ciri atau utama; mendeskripsikan hubungan antara unsur-unsur mengamati
kualitaskualitas parsial; mengamati aspek yang coba digambarkan menafsirkan dan meringkas
gagasan, tema, dan kualitas yang dalam menggambarkan apa yang hendak diungkapkan.
Kemudian metode deduktif menggariskan penentua kriteria yang akan digunakan; telaah karya
yang dhadapi untuk mendapatkan petunjuk yang ada; penetuan sejauh mana kriteria itu
terpenuhi. Melalui beberapa metode diatas dapat menanggapi karya seni tersebut, maka
diantaranya lagi metode empati bertumpu pda teori yang mengatakan bahwa jika mengempati
karya seni, maka beranggapan seolah-olah karya yang diamati adalah seperti pengamatnya yang
memiliki kapasitas tertentu atau memiliki perasaan. Sedangkan metode yang terakhir yaitu
metode interktif sebenarnya meupaka metode induktif tambahan upaya mencari kesepakatan
lewat diskusi dan perdebatan. Maka itulah yang sesungguhnya apresiasi dalan karya seni
menghayati dalam gambaran hati apa yang ingin diungkapkan dengan penilaian atau evaluasi
untuk menanggapi karya seni tersebut agar terlaksana karya seni yang penuh dengan nilai estetik.

BAB VII

Kritik dan tipe kritik dalam sebuah kaya seni itulah yang menjadi pembahasan pada bab
ini. Kriteria dalam kritik seni tidaklah kuantatif seperti ukuran dalam berat dengan gram ataun
kilogram,ukuran jarak meter atau kilometer, ukuran panas sperti Celcius dan Fahrenheit. Kriik
dalam karya seni tidak semudah dan semutlak itu. Jika sudadibicarakan esecara terperinc,
makaukuran dala seniakan sangat jelas dan sanga relatif berdasarkan konteksnya. Validalitas
penilaian bukan lantaran seragamnya ukuran dan pengukuran, tetapi terutama logisnya penilaian
lewat argumentasi yang dikemukakan. Memahai tentang kriteria dan tipe kritik yang mencakup
menegakkan penilaian karena setiap periode kelahiran karya seni mempunyai standar atau
kriteria nya sendiri-sendiri.

Membentuk penilaian hars disadari bahwa setiap priode keunculan karya seni
mempunyai standar atau kriteria masing-masing. Standar kesenian masa lalu tidak dapt untuk
diterapakan untuk masa kini, begitupun sebaliknya. Karya-karya Rapahael di bisa dibandingkan
dengan dengan karya-karya Picasso.

Karya seni harus ditelaah berdasarkan konteks zamannya agar beranjak melihat
perbedaaan-perbedaan yang tampak. Menelaah perbedaan akan lebih sulit daripada
memperbandingkan-kesamaanya. Pendapat itu dikemukakan oleh Bernard S. Myer (1958: 455-
447). Ukuran penilaian karya, pertama-tama pada objek karya itu sendiri. Padasaat kita
menghadapi sbuah karya seni yang akan dinilai, usahakan melepas segala ajaran penilaian dan
estetika yang pernah kita terima atau pelajari, menyisihkan segala prasangka dan pikiran sebersih
mungkin. Kita mendekati karya dalam keadaan kosong, lantas kita pandang karya seni tersebut
sebagaiman ia menampkan dirinya kepada kita secara utuh. Ita mencoba managkap segala
inforamasi yang ada pada karya tersebut.

Kritik seni tidak sekedar langsung bagaiman menilai, menangapi semua apa yang
menjadi nilai agar hadirnya sebuh karya. Buku ini mengutip pikiran P.A Van Gastel bahwa kritik
yang petama dituliskan di dunia ini bentuknya sangat berlainan. Kebanyakan kritik berhubung
dengan seni sastra dan kadang ditulis dalam sebuah ceritera, diaman pembaca yang cerdas mapu
mengkritisi terhadap karya lain. Dengan begitu secara subtansial penulis buku memberikan
penjelasan berkaitan dengan kriteria-kriteria seni dan mengkkritis bagaiman karya lain dalam hal
ini melihat kondisi sesuai dengan zaman penilaian karya itu.

2.2 RINGKASAN BUKU PEMBANDING

BAB I

Acuan buku kritik seni untuk di perguruan tinggi seni dalam Bahasa Indonesia amat
sangat jarang. Buku ini merupakan salah satu alternative bagi para masyarakat pecinta seni dan
khususnya bagi para mahasiswa dari perguruan tinggi seni yang ingin memahami dan
mempelajari tentang kritik seni. Buku ini terdiri atas 6 bab yang diawali dengan pemaparan
mengenai budaya kritik yang masih kurang berkenan di masyarakat.

Sebagian masyarakat menganggap bahwa apabila dikritik merupakan salah satu vonis
terhadap karya seninya. Hal ini menyebabkan kritik seni kurang berkembang dan kurang mampu
menghasilkan kritikus. Kenyataannya memang demikian, berapa kritikus yang terdapat di
Indonesia?. Penulispun melontarkan pertanyaan siapkah kita (seniman atau masyarakat)
menerima kritik sebagai satu wahana pemahana dan perluasan penikmatan karya seni. (2007;1).

Dalam pemaparannya yang menjelaskan mengenai apa itu kritik seni penulis mengambil
dari beberapa acuan penulis dari Barat, dan penulis dari Indonesia. Dari beberapa pendapat yang
diambil penulis mendeskripsikan bahwa untuk menjadi pengamat seni sebaiknya seseorang
mempersiapkan diri dan memperluas wawasan dasar pengamatan dengan mengetahui sejarah
seni rupa baik regional maupun dunia. Dan didukung dengan kemapuan ruang lingkup tentang
seni dan yang berkaitan dengan seni rupa. Sedangkan penghayat atau apresiator penulis sarankan
sebaiknya mengenal struktur organisasi atau dasardasar dari susunan dasar seni rupa (garis,
bidang, warna, tekstur, volume, ruang, waktu, shape, juga prinsip pengorganisasian seperti
harmonis, kontras, gradasi, repetisi, serta keseimbangan, unity dan variety. Pemaparan hal ini
didukung oleh penjelasan yang komunikatif

BAB II

Lingkup seni yang dipaparkan oleh penulis selanjutnya adalah memaparkan beberapa
definisi seni yang diambil dari penulis seperti Herbert Read, Suzanne K. Langer. Dan didukung
dengan beberapa pendapat dari penulis di Indoeisa. Penulis sendiri mendeskripsikannya dengan
bahasa yang komunikatif bahwa seni sebagai ekspresi merupakan hasil ungkapan batin seorang
seniman yang terbabar ke dalam karya seni lewat medium dan alat. (2007;10).

BAB III

Selanjutnya penulis memaparkan beberapa tipe kritik seni. Dan pembaca seolah diajak
apabila berminat untuk menjadi seorang kritikus ada beberapa tipe yang dapat kita pilih sesuai
dengan konteks apa yang akan dikritik. Pemaparan ini sangat bermanfaat bagi para mahasiswa
yang berminat untuk mendalami kritik seni atau berminat dalam kritik seni.

BAB IV

Selanjutnya adalah bagaimana seorang kritikus memberikan evaluasinya, mengingat


kritikus adalah sesorang yang dianggap memiliki pengalaman dan disiplin, serta temperamen
memadai dan sensitive. Suatu evaluasi sebaiknya harus berdasarkan kejelasan idea mengenai
keunggulan artistic.

Untuk menjadi seorang kritikus juga harus memahami unsur-unsur seni rupa seperti
garis, bidang, warna, tekstur, juga ruang dan waktu. Hal ini dipaparkan dalam bab struktur seni
oleh penulis. Kemudian dirangkaikan pemaparannya ke dalam prinsip-prinsip desain seperti
harmoni, kontras, irama, gradasi, juga asas dalam desain seperti unity, balance, simplicity,
emphasis dan proporsi. Penulis menyampaikan hal tersebut diatas karena dianggap penting
sebagai dasar-bagi seorang kritikus untuk memahami dan menyampaikan sebuah sebuah karya
seni dalam kalimat verbal kepada masyarakat.

BAB V

Selanjutnya penulis menyampaikan tujuan dari kritik dan beberapa jenis kririk. Penulis
dalam penyampaiannya banyak mengambil dari buku-buku yang telah terbit sebelumnya seperti
dari buku Art as Image and idea karangan Edmund Burke Feldman, juga buku Art and
Philosophi, Readings in Aesthetics salah satu bagian dari buku ini yang disampaikan oleh Leo
Tolstoy “What is Art’’. Pada bab ini disampaikan oleh penulis merupakan ringkasan yang lebih
mudah dipahami dari buku aslinya yang membahas dengan detil mengenai jenis kritik seni.
Tentu hal ini membantu para pembaca yang tidak memiliki buku aslinya.

BAB VI

Pada bab ini penulis juga menyinggung pemahaman mengenai canon estetika di Cina
yang diketahui pada dinasti Han (206 SM220 AD). Yang menarik disini adalah penulis
memaparkan bahwa perkembangan estetika barat terus berkembang sedangkan di Timur justru
terkesan statis dan dogmatis bahkan dapat dikatakan tidak berkembang. Dan hal ini tentu sulit
untuk mengatakan keunggulan masing-masing pihak (2007;82). Penulis memaparkan hal ini
karena mengkaji dari latar budaya masing-masing pihak yang berbeda.

Di Cina, Tao dianggap sumber nilai kehidupan. Manusia dianggap sempurna apabila
hidupnya diterangi Tao. Dalam bab ini sekalipun pembahasan mengenai estetika dari timur,
penulis juga membandingkan dengan pendapat dari Herbert Read, yakni enam prinsip dasar bagi
para seniman (dikenal dengan “Canon Estetika Cina”). Keenam prinsip ini dianggap penting
dalam pendidikan seni Cina, yaitu mengkopi karya para master terdahulu. Prinsip ini kadang
ditafsirkan dengan mengkopi begitu saja, padahal maksudnya terkandung tujuan untuk mewarisi
metoda yang dikembangkan oleh para master, sehingga “pewaris” metoda dapat menopang jiwa
“Tao” yang terkanding dalam lukisan tersebut.

BAB VII

Pemaparan buku ini disajikan kritik seni dari barat hingga estetika cina dan yang terakhir
diulas adalah hubungan Mikrokosmos dan Makrokosmos dalam sistem kebudayaan nusantara.
Clifford Geertz (2007; 87-88), menyoroti kebudayaan sebagai suatu sistem sosial. Beliau pula
yang mengelompokkan secara sistem sosial menjadi Abangan, Santri dan Priyayi. Permasalahan
penting yang diangkat disini berhubungan dengan agama Jawa adalah prinsip utama yang
dinamakan sangkan paraning dumadi (Harsya bachtiar, 1976). Konsep ini dalam budaya Jawa
dikenal dengan istilah nungggak semi, (istilah nunggak semi: nunggak=dari asal kata tunngak
yang berarti sisa batang kayu dengan akar yang tertinggal di tanah, semi artinya tunas atau
tumbuh (hasil wawancara penulis dengan informannya saat penelitian).
Gambaran tentang pandangan hidup, manusia berupaya mengatur dirinya dalam suatu
ikatan nilai kultural, antara dirinya dengan masyarakat (antar manusia), keselrasan hubungan
dengan masyarakat (termasuk alam sekitar), mengatur untuk beribadah dan taat dengan
Tuhannya (sikap manembah). Keselarasan tersebut dalam budaya jawa disebut sebagai hubungan
antara jagad besar (makrokosmos yang mencakup semua lingkungan tempat seseorang hidup)
dan jagad kecil (mikrokosmos adalah diri dan batin manusia itu sendiri).

Selanjutnya dipaparkan bagaimana pandangan masyarakat Jawa dalam menjaga


keseimbangan secara vertical dan horizontal dalam budaya Jawa yang dikenal dengan keblat
papat kelima pancer, juga disebut “dunia waktu”. Dikenal dengan penggolongan keempat
dimensi ruang, berpola empat mata angin dengan satu pusat. Sikap menggabungkan tersebut
dikenal dengan istilah dualisme dwitunggal (primadi, 1995:16). Selanjutnya bab ini juga
dilengkapi dengan pandangan masyarakat terhadap bilangan. Bahwa dibalik angka tersirat
filosofinya.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kritik Buku Utama

Buku karya Dr. Nooryan Bahari ini mempunyai beberapa kelebihan salah satunya adalah
dapat memberikan gambaran mengenai kesenian. Di dalamnya dibahas secara sistematis
mengenai pengertian seni yang kemudian penggolongannya sampai pada akhirnya tentang kritik
seni. Buku ini dapat dijadikan panduan untuk mengolah dan mengasah dasar-dasar dalam kritik
seni. Selain itu, buku ini juga menggunakan berbagai pendekatan baik itu sejarah maupun
psikologi. Oleh karenanya buku ini dirasa mewakili pengertian-pengertian mengenai seni dari
berbagai sudut pandang.

Penyajian buku ini meskipun mempunyai beberapa kelebihan namun ada pula
kekurangannya. Dalam hal ini adalah dari cara penyajian yang panjang-panjang. Penyajian tiap-
tiap paragaraf, rata-rata disajikan dengan beberapa garis yang menjadikan tiap paragraf itu
terkesan panjang dan membuat orang menjadi malas untuk membacanya.

3.2 Kritik Buku Pembanding

Akhir buku ini membahas seniman sebagai informasi genetic, karya seni sebagai sumber
informasi dan apresiator sebagai sumber informasi afektif. Yang membuat surprise pembaca
adalah adanya lampiran dari beberapa tulisan penulis. Sehingga pembaca yang sudah merasa
klimaks dengan tulisan ternyata digugah kembali dengan adanya lampiran yang masih
berhubungan dengan pemaparan seni.

Secara keseluruhan content buku ini dibangun dari dasar menuju sebuah pemahaman apa
itu kritik seni. Disampaikan dengan Bahasa yang komunikatif dan mudah dipahami oleh siapa
saja yang berminat terhadap seni. Upaya penulis terlepas dari segala kekurangan dalam buku
seperti salah ketik yang luput dari pemeriksaan percetakan atau penulisnya sendiri yang terdapat
di halaman 64 (dibuat tercetak bibuat), halaman 67: connoisseurs (kata asing ini seharusnya
cetak Italic ternyata tidak dicetak Italic), ini hanya contoh kecil dari bagian buku ini. Apapun
kekurangannya penerbitan buku ini patut dihargai, karena masih langkanya buku-buku sejenis
yang terbit di Indonesia.
3.3 Perbandingan Buku Utama Dengan Buku Pembanding

Dari segi besar dan tebal buku, halaman pada buku utama jauh lebih tebal daripada buku
pembanding, pada buku utama tebal buku yaitu 374 halaman, sedangkan pada buku pembanding
yaitu 266 halaman. Namun, dari segi desain covernya, buku pembanding lebih memiliki desain
yang modern dan mengikuti perkembangan jaman.

Dari segi isi buku, kedua buku ini sifatnya saling melengkapi, dalam buku utama
menjelaskan materinya secara terperinci, sedangkan buku pembanding juga menjelaskan materi
secara terperinci.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN

Kritik seni merupakan kegiatan menanggapi karya seni untuk mempertumbuhkan


kelebihan dan kekurangan suatu karya seni. Kegiatan kritik berawal dari kebutuhan untuk
memahami kemudian beranjak kepada kebutuhan memperoleh kesenangan dari kegiatan
berbincang-bincang tentang karya seni.
Kritik seni kecuali berobjek pada karya seni bisa juga berobjek pada tulisan tentang karya
seni dan seninya sendiri, kritikus dapat membuat penilaian, mempertimbangkan atau
penghakiman harus didasari pada kriteria atau tolak ukur tertentu. Dalam kriteria yang intrinsik,
yaitu kriteria yang berhubungan dengan nilai estetik karya seni rupa yang inheren pada sasaran
(objek) kritik, kriterianya telah melekat pada intraestetik yang terkandung di dalam karya seni.
Akan tetapi tidak semua karya seni bersifat otonomi kedudukannya dalam kehidupan manusia,
karena tidak semata-mata “seni untuk seni” maka disamping kriteria intrinsik ada pula kriteria
ekstrinsik atau ekstraintrinsik yang mengacu pada bidang kehidupan di luar seni, antara lain
bidang agama, politik, bisnis, etika, kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya.

4.2 SARAN
Buku utama dan buku pembanding sebaiknya bisa saling mengisi kekurangannya. Bisa
meningkatkan semangat penulis ketika ingin merevisi masing-masing buku tersebut. Baik dari
segi fisik ataupun isi yang kurang baik dapat diperbaiki dengan melihat kelebihan dan
kekurangan dari masing-masing buku. Materi yang kurang jelas pemahamannya didalam buku
utama maupun buku pembanding hendaknya bisa diperluas.
DAFTAR PUSTAKA

Bahari, Nooryan 2008. Kritik Seni Wacana Apresiasi dan Kreasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Dharsono. 2007. Kritik Seni. Bandung : Rekayasa Sains Bandung

Anda mungkin juga menyukai