PRODI S1 PBSI-FBS
MEDAN
2022
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrohmaanirrohiim
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat rahmat-
Nya saya bisa menyelesaikan tugas Critical Book Report (CBR).CBR ini diajukan guna
memenuhi tugas mata kuliah pembelajaran puisi, prosa, dan drama.
Sholawat serta salam saya haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, serta
sahabat-sahabatnya, pengikut-pengikutnya yang setia menyampaikan risalahnya sampai akhir
zaman.
Sehubungan dengan keterbatasan kemampuan dan ilmu yang dimiliki, maka apabila
dalam penulisan critical book report ini terdapat kesalahan dan kekeliruan mohon kiranya
dapat memberikan kritik serta saran yang dapat membawa kepada kebaikan. Pada
kesempatan ini pula saya ucapkan terima kasih telah membimbing saya, sehingga dapat
menyelesaikan critical cook report yang sederhana ini. Mudah-mudahan atas bantuan serta
bimbingan semua pihak, Allah SWT akan membalasnya dengan pahala yang setimpal, aamin
yaa Rabbal ‘aalamiin.
Semoga critical book report ini dapat memberikan informasi bagi pembaca, dan
bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita
semua. Aamiin Yaa Rabbal ‘Aalamiin.
Penulis
II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................II
DAFTAR ISI..............................................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
4.1 Kesimpulan......................................................................................................32
4.2 Saran................................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................33
III
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.4 Identitas Buku
Buku Utama
1. Judul : pembelajaran puisi,prosa dan drama
Buku Pembanding
1. Judul : Kajian Apresiasi Prosa Fiksi
2. Edisi :-
3. pengarang : Dr.Haslinda,S.Pd, M.Pd.
4. penerbit : LPP Unismuh Makasar
5. Kota Terbit : Makasar
6. Tahun Terbit : 2019
7. ISBN : 978-602-81887-87-9
2
BAB II
ISI BUKU
4
diperpanjang, yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan sifat-sifat pembandingannya lebih lanjut dalam
kalimat-kalimat atau frase-frase yang berturut-turut. (Rachmat Djoko Pradopo, 2005: 69)
6) Allegori
Allegori adalah cerita kiasan ataupun lukisan kiasan. Cerita kiasan atau lukisan kiasan ini
mengiaskan hal lain atau kejadian lain.
7) Sinekdoke
Sinekdoke adalah bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian benda yang penting untuk
benda itu sendiri.
8) Hiperbola
Hiperbola adalah kiasan yang berlebih-lebihan. Penyair merasa perlu melebih lebihkan hal yang
dibandingkan itu agar mendapatkan perhatian yang lebih seksama dari pembaca.
9) Ironi
Ironi adalah kata-kata yang bersifat berlawanan untuk memberikan sindiran. Ironi dapat berubah
menjadi sinisme dan sarkasme, yakni penggunaan kata-kata yang keras dan kasar untuk menyindir atau
mengeritik.
e) Verifikasi (Rima, Ritma, Metrum)
Bunyi dalam puisi menghasilkan rima dan ritma. Rima adalah pengulangan bunyi puisi
Pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi. Suminto A Saayuti
(2002: 105) membagi rima ke dalam beberapa kategori. Dilihat dari segi bunyi, dikenal sajak
sempurna, sajak paruh, sajak mutlak, aliterasi dan asonansi; dari posisi kata yang mengandungnya
dikenal adanya sajak awal, sajak tengah (sajak dalam), dan sajak akhir, dan dari segi hubungan
antarbaris dalam tiap bait dikenal adanya sajak merata(terus), sajak berselang sajak berangkai, dan
sajak berpeluk. Selanjutnya Herman | Waluyo (2010: 105) menyebutkan dalam rima terdapat
onomatope, bentuk intern pola bunyi, intonasi, repetisi bunyi, dan persamaan bunyi.
f) Tata Wajah (Tipografi)
Tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama. Atar Semi
(1993: 35) menyebutkan bahwa tipografi dalam sebuah puisi merupakan tatanan larik, bait, kalimat,
frase, kata, dan bunyi untuk menghasilkan suatu bentuk fisik yang mampu mendukung isi, rasa, dan
suasana. Perwajahan puisi banyak ditemui pada puisi konkret. Puisi konkret ada yang berbentuk
segitiga. kerucut, belah ketupat, pialang tiang lingga, bulat telur, spindle, ideografik, dan ada juga yang
menunjukkan lambang tertentu. (Herman] Waluyo, 2010: 161).
2) Unsur Batin Puisi
Herman | Waluyo (2010: 124) membagi struktur batin puisi ke dalam empat unsur, yakni:
a) Tema
5
Tema merupakan gagasan pokok atau subject-master yang dikemukakan oleh penyair (Herman
Waluyo (2010 124). secara umum tema puisi terdiri dari: (a) Tema Ketuhanan, (b) Tema kemanusiaan,
(c) tema patriotisme/kebangsaan, (d) tema kedaulatan rakyat dan (e) tema keadilan sosial.
b) Perasaan Penyair (Feeling)
Dalam menciptakan puisi, suasana perasaan penyair ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati
oleh pembaca. Perasaan penyair dalam membicarakan persoalannya pastilah berbeda-beda.
c) Nada atau Sikap Penyair Terhadap Pembaca
Nada merupakan sikap penyair terhadap pembaca. Sikap tersebut dapat berupa menggurui,
menasihati, mengejek, menyindir, atau bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca.
d) Amanat
Amanat dalam puisi biasanya tersirat di balik kata-kata yang disusun dan juga berada di balik
tema yang diungkapkan, Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair secara sadar berada dalam
pikiran penyair, namun lebih banyak penyair tidak sadar akan amanat yang diberikan
6
Tahun 1960-an adalah tahun-tahun subur bagi kehidupan dunia perpuisian Indonesia. Tahun
1963 sampai 1965 yang berjaya adalah para penyair anggota Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat),
sebuah lembaga kebudayaan yang didirikan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Karya sastra sekitar
tahun 1966 lazim disebut Angkatan '66. H.B. Jassin menyebut bahwa pelopor Angkatan '66 ini adalah
penyair-penyair demonstran, seperti Taufiq Ismail, Goenawan Mohamad, Mansur Samin, Slamet
Kirnanto, dan sebagainya.
Berikut ini ditampilkan penyair dan puisi pilihannya untuk dapat diapresiasi
1) Goenawan Mohammad
Penyair ini lahir di Batang (Jawa Tengah) pada tanggal 29 Juli 1942 la adalah tokoh perjuangan
Angkatan '66 dalam bidang sastra budaya. Memimpin majalah Tempo sejak 1971 hingga tahun 1998
(kemudian pensiun dan digantikan oleh Bambang Harymurti). Tahun 1972 mendapatkan anugerah seni
dari Pemerintah Republik Indonesia dan pada tahun 1973 ia mengikuti Festival Penyair Internasional
di Rotterdam. Seperti Sapardi Djoko Damono, ia banyak menulis puisi dengan dasar dongeng-dongeng
daerah atau cerita wayang yang disertai renungan kehidupan (bersifat kontemplatif). Buku kumpulan
puisinya adalah: Parikesit (1972), Potret Seorang Penyair Muda sebagai Si Malin Kundang (1972).
Interlude (1973). Asmaradana (1995), dan Misalkan Kita di Sarajevo (1998).
2) Taufiq Ismail
Taufiq Ismail dikenal sebagai penyair puisi-puisi demonstrasi. la adalah pelopor puisi-puisi demon-
trasi tersebut. la sendiri ikut aktif dalam demonstrasi mahasiswa menumbangkan Orde Lama pada
tahun 1966. Puisi-puisi yang menggambarkan peristiwa demonstrasi itu dikumpulkan dalam buku
Tirani (1966) dan Benteng (1966).
Lahir di Bukittinggi, 25 Juni 1937 dan dibesarkan di Pekalongan, Taufiq Ismail adalah putra
seorang wartawan berdarah Minang. Dokter hewan tamatan IPB ini di samping menjadi seorang
penyair juga dramawan terkenal di Bogor pada era 1960-an. Pernah mengikuti Festival Penyair
Internasional di Rotterdam (1971). International Writing Poetry di Universitas Iowa (1971-1972) dan
Kongres Penyair Dunia di Taipei (1973), la menerima Anugerah Seni dari Pemerintah RI tahun 1970.
Kumpulan puisinya yang lain adalah Puisi-puisi Sepi (1971). Pelabuhan, Ladang Angin dan
Langit (1971), dan Sajak-sajak Ladang Jagung (1975). Berikut ini disampaikan puisinya "Kembalikan
Indonesia Padaku" dan "Kita adalah Pemilik Sah Republik Ini". Kedua puisi ini termasuk puisi
demonstrasi.
3) Sapardi Djoko Damono
Puisi-puisi Sapardi dikenal sebagai puisi yang sangat sopan" "sangat gramatikal", dan "sangat
lembut. Semula sang penyair tidak pernah dikaitkan dengan puisi-puisi protes atau kritik sosial,
7
namun kesan itu hilang setelah ia menulis puisi Ayat-ayat Api (2000). Meskipun ada kesan bahwa
puisi-puisi Sapardi Djoko Damono kebanyakan adalah puisi kamar yang harus dibaca dalam
keadaan sunyi namun banyak puisi-puisinya yang sangat populer dan dideklamasikan dalam lomba-
lomba deklamasi serta dapat dikategorikan sebagai puisi auditorium (cocok untuk dibaca di pentas).
Kepenyairan Sapardi Djoko Damono membentang sejak tahun 1060-an hingga saat ini.
Kumpulan puisinya terakhir berjudul Ayat-ayat Api yang antara lain memaparkan huru hara
kerusuhan di Solo dan Jakarta yang mengakibatkan banyak orang mati terbakar di dalam toko.
Kepenyairannya tidak mengganggu penjelajahannya dalam dunia ilmu sastra, sampai beliau
menjadi pakar sastra, Dekan Fakultas Sastra Universitas Indonesia, dan terakhir sebagai anggota
Komisi Disiplin Ilmu Sastra dan Filsafat, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas.
Kumpulan puisi-puisinya adalah DukaMu Abadi (1969), Mota Pisau (1974), Akuarium (1974),
Perahu Kertas (1984), Sihir Hujan (1989), Hujan Bulan Juni (1994), dan Ayat-ayat Api (2000).
8
Unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur ekstrinsik
adalah unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi
bangunan suatu system organisme karyasastra.
b. Fakta, Tema, Sarana Cerita
Sarana pengucapan sastra, sarana kesastraan adalah teknik yang dipergunakan oleh pengarang
untuk menilih dan menyusun detail-detail cerita menjadi pola yang bermakna
c. Cerita dan Wacana
Aspek cerita yang terdiri dari peristiwa dan wujud keberadaannya, eksistensinya yang berunsur
isi. Unsur yang berupa substansi isi ini, dilain pihak adalah keseluruhan semesta, berbagai bentuk
kemungkinan, objek dan pariwisata, baik yang ada di dunia nyata maupun dunia imajinatif.
9
Untuk menemukan tema sebuah karya fiksi, kita harus menyimpulkan dari keseluruhan cerita,
tidak hanya bagian tertentu dari cerita. Sebagai sebuah makna pada umumnya, tema tidak
dilukiskan, paling tidak perlukisan secara langsung atau khusus.
2. Alur atau Plot
Waluyo, H.J (2011 : 9) memberi pengertian plot atau alur disebut kerangka cerita yaitu jalinan
cerita yang disusun dalam urutan waktu yang menunjukkan hubungan sebab dan akibat yang
memiliki kemungkinan agar pembaca menebak-nebak peristiwa yang akan datang.
3. Tokoh, Penokohan, dan Perwatakan
Tokoh merupakan unsur yang paling penting dalam suatu karya seni. Namun hal itu tak berarti
unsur plot dapat diabaikan begitu saja karena kejelasan mengenai tokoh dan penokohan dalam
banyak hal tergantung pada pemplotannya.
4. Latar atau Setting
Unsur latar yang ditekan kan perannya dalams ebuah novel akan berpengaruh terhadap elemen
fiksi khususnya alur dan tokoh. Artinya tokoh dan alur dapat menjadi lain jika latar tempatnya
berbeda.
5. Sudut Pandang (Point of View)
Sudut pandang dalam karya fiksi mempersoalkan siapa yang menceritakan atau dari posisi
mana (siapa) peristiwa dan tindakan itu dilihat. Sudut pandang banyak macamnya tergantung dari
sudut mana ia dipandang dan seberapa rinci ia dibedakan. Yaitu : 1. Sudut pandang persona ketiga,
2. Sudut pandang persona pertama, 3. Sudut pandang campuran.
6. Dialog atau Percakapan
Pengungkapan bahasa dengan gaya narasi adalah semua penuturan yang bukan bentuk
percakapan sering dapat mencapaikan sesuatu secara lebih singkat dan langsung, artinya pengarang
mengisahkan secara langsung ceritanya, telling.
7. Gaya bercerita (Bahasa)
Dalam mengungkapkan idenya, penulis biasa memilih kata kata yang dipakainya sedemikian
rupa sehingga segalapesannya sampai kepada pembaca. Selain itu, teknik penggunaan bahasa yang
baik juga membuat tulisan menjadi indah dan mudah dikenang.
10
Angkatan Balai Pustaka, Angkatan Pujangga Baru, Angkatan 45, Angkatan '66 dan Angkatan
2000. Dimulai dari masa Balai Pustaka, sejarah kesusastraan Indonesia bisa dirinci atau dilakukan
periodisasi berikut ini:
1. Angkatan Balai Pustaka (Dekade 20-an)
2. Angkatan Pujangga Baru (Dekade 30-an)
3. Angkatan 45
4. Sastra Dekade 50-an
5. Sastra Angkatan '66 (Generasi Manifes Kebudayaan)
6. Sastra Dekade 70-an s.d. 80-an /Angkatan 80-an
7. Sastra Mutakhir/Terkini (Dekade 1990-an dan Angkatan 2000).
Dalam setiap angkatan/periodenya, kesusastraan tentu memiliki tokoh tokoh sastrawan-
sastrawati baik pengarang yang mencipta bentuk-bentuk prosa maupun penyair yang mengarang
bentuk-bentuk puisi. Kadang-kadang sang pengarang juga sekaligus penyair karena ia mencipta dua
bentuk sekaligus, yakni puisi dan prosa fiksi, misalnya Muhammad Yamin, Sanusi Pane, Sutan
Takdir Alisyahbana. Ayip Rosidi, Motenggo Boesye, Rendra, Kuntowijoyo, Emha Ainun Najib,
Afrizal Maina, Abidah Al Khalieqy, Helvy Tiana Rosa, dan lain-lain.
1. Sejarah Perkembangan Prosa Fiksi Angkatan 1920 (Balai Pustaka
Angakatan ini disebut juga dengan angkatan balai pustaka/dekade 20-an tokoh-tokoh yang
paling berperan diantaranya:Marah Rusli dengan karyanya roman “Siti Nurbaya” Muhammad Yamin
dengan karyanya kumpulan puisi “Tanah Air”,Abdul Muis dengan karyanya roman “Salah
Asuhan”,Rustam Efen di dengan karyanya kumpulan puisi “Percikan Permenungan”,Nur Sutan
Iskandar dengan karyanya roman “Katak Hendak Jadi Lembu”.
Periode balai pustaka merupakan periode pemula dalam ciptaan prosa fiksi.Hal itu dikarenakan
usaha pemerintah Belanda melalui Badan Bacaan “Balai Pustaka” cukup gigih mengusahakan
penerbitan roman,cerita pendek,dan puisi.Adapun mengenai ciri prosa fiksi pada angkatan ini
diklasifikasikan ke dalam dua golongan,yakni ciri tematis dan ciri kebahasaan,(Pradopo dalam
[Waluyo,H.J,2011:36]).
Beberapa ciri tematik yang sangat menonjol pada angkatan ini adalah mengenai:Problem adat
(perkawinan,permadua,pembagian harta,kepemimpinan dalam keluarga),pertentangan kaum tua
melawan kaum muda,dan kisah cinta yang romantis.
2. Sejarah Perkembangan Prosa Fiksi Angkatan 1933 (Pujangga Baru)
Masa ini dimulai dengan terbitnya majalah Pujangga Baru pada Me1933.Majalah inilah yang
merupakan terompet serta penyambung lidah para pujangga baru.Penerbitan majalah tersebt dipimpin
oleh tiga serangkai pujangga baru,yaitu Amir Hamzah,Armijn Pane,dan Sutan Takdir
11
Alisjahbana.Dalam manivestasi pujangga baru dinyatakan bahwa fungsi kesusastraan itu,selain
melukiskan atau menggambarkan tinggi rendahnya suatu bangsa,juga mendorong bangsa tersebut
kearah kemajuan.
Adapun karakteristik karya angkatan pujangga baru adalah sebagai berikut:
a. Dinamis
b. Bercorak romantik/idealistis
c. Angkatan pujangga baru menggunakan bahasa Melayu modern dan sudah meningalkan bahasa
klise.
d. Problem yang dikemukakan adalah problem manusia terpelajar di kota,baik dari satu kelurga
maupun antarkeluarga.
3. Sejarah Perkembangan Prosa Fiksi Angkatan 1945
Angkatan’45 meletakan pondasi kokoh pada kesusastraan Indonesia karena kesusastraan
sebelumnya dianggap tidak memiliki jati diri.Jika angkatan Balai Pustaka menghamba pada penjajah
Belanda dan Pujangga Baru terlalu berevorio pada budaya barat,maka angkatan’45 merupakan
penolakan pada keduanya.
Angkatan ini sering dikenal dengan angkatan perjuangan.Maka karya sastra yang muncul juga
menceritakan tentang perjuangan merebut kemerdekaan seperti karya sastra yang dibuat oleh Chairil
Anwar.Pada angkatan ini cerpen pun muncul dan dianggap sebagian karya pembaharuan prosa
Indonesia.Tokoh dan karya yang berperan dalam angkatan ini adalah Kerikil Tajam karya Chairil
Anwar,Aki karya Idrus dan lainnya.
Ciri tematis pada angkatan 45 ini adalah:
1. Kehidupan masyarakat dengan masalah dan problemanya banyak ketengahkan dalam lingkup
yang lebih luas dan kompleks,seperti masalah sosial,ekonomi,percintaan keluarga,kemasyarakatan dan
kemiskinan hidup.
2. Kesengsaraan hidup masyarakat banyak dikaitkan dengan peperangan,kepincangan sosial,tidak
adanya keadilan dan perikemanusiaan,dan adanya kesewenangan-wenangan.
3. Aliran realisme yang melukiskan kenyataan apa adanya.
4. Kisah-kisah tentang peperangan memunculkan sikap patriotik dan kebanggaan.
5. Niali-nilai kemanusiaan benar-benar diperjuangkan dan diletakkan pada tingkat yang tinggi.
4. Sejarah Perkembangan Prosa Fiksi Angkatan 66
Angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison.Semangat avant-garde sangat
menonjol pada angkatan ini.Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya
sastra pada masa angkatan ini.Sastrawan pada akhir angkatan yang lalu termasuk juga dalam kelompok
ini seperti Motingo Busye,Purnawan Tjondronegoro Gunawan Mohammad,Sapardi Djoko Damono
12
dan termasuk paus sastra Indonesia H.B.Jassin.
Seorang sastawan pada angkatan 50-60an yang mendapat tempat pada angkatan ini adalah Iwan
Simatupang.Pada masanya,karya sastranya berupa novel,cerpen dan drama kurang mendapat perhatian
bahkan sering menimbulkan kesalahpahaman.ia lahir mendahului zamannya.Menurut H.B Jassin ciri
angkatan 66 antara lain: Konsepsinya pancasila & Membawa kesadaran murni manusia yang bertahun-
tahun mengalami kezaliman dan perkosaan terhadap kebenaran dan rasa keadilan,kesadaran moral dan
agama.Adapun yang menjadi ciri khas pada angkatan ini adalah protes sosial dan proses politik.
5. Sejarah Perkembangan Prosa Fiksi Angkatan 2000 dan Sesdahnya
Sastrawan angkatan 2000 mulai merefleksikan keadaan sosial dan politik yamg terjadi pada akhir
tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru.Proses reformasi politik yang dimulai pada tahun
1998 banyak melatar belakangi kisah Novel fiksi.
Beberapa ciri angkatan 2000 diantaranya: tema yang diusung adalah sosial politik, romatik, masih
mewarnai tema karya sastra, banyak muncul pengarang perempuan tidak ada aturan yang mendasar,
adanya sastra bertema gender dan feminisme, adanya sastra religi munculnya cyber sastra di internet.
Dalam karya sastra, baik puisi maupun prosa, butir-butir moral seperti banyak terungkap dan dapat
13
dijadikan kajian, renungan dan pegangan bagi pembacanya. Karya sastra harus mampu menggugah
kesadaran masyarakat untuk menyerap dan mengolah pengaruh dari luar. Karya sastra dapat
membantu mengembangkan sikap positif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang tak dapat dibendung (Djojonegoro, 1998 dalam Alwi, H, 2002).
Dalam sebuah novel atau karya fiksi, kita tidak hanya menemukan satu nilai saja, tetapi bermacam
macam nilai yang akan disampaikan oleh pengarangnya, seperti halnya isi karya sastra akan sangat
bergantung kepada pengarangnya, baik itu latar belakang pendidikan, pengalaman, pengetahuan
ataupun keyakinannya.
Nilai dalam sastra adalah kebaikan yang ada dalam makna karya sastra seseorang. Hal ini berarti
karya sastra mengandung nilai-nilai yang bermanfaat bagi pembaca dalam kehidupannya. Muatan nilai
dalam karya sastra pada umumnya adalah nilai religius, nilai moral, nilai sosial dan nilai estetika atau
keindahan (Waluyo, H. J, 2011: 28),
1. Nilai religius (agama)
Nilai-nilai religius yang terkandung dalam karya sastra dimaksudkan agar penikmat karya
tersebut mendapatkan renungan renungan batin dalam kehidupan yang bersumber pada nilai-nilai
agama. Nilai nilai religius dalam sastra bersifat individual dan personal.
2. Nilai Moral
Moral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca, merupakan makna
yang terkandung dalam karya sastra, makna yang disyaratkan melalui cerita. Moral dapat dipandang
sebagai tema dalam bentuk yang sederhana, tetapi tidak semua tema merupakan moral (Kenny dalam
Burhan Nurgiyantoro, 2006: 320).
3. Nilai Sosial
Nilai sosial dalam karya sastra adalah penggambaran suatu masyarakat sosial oleh karya sastra
dalam sebuah masyarakat. Tata nilai sosial tertentu akan mengungkapkan sesuatu hal yang dapat
direnungkan dalam karya sastra dengan ekspresinya. Pada akhirnya dapat dijadikan cermin atau sikap
para pembacanya (Suyitno, 1986: 31 dalam Sugihastuti, 2002: 45).
4. Nilai Estetika
Sugono, D (2003: 61) keestetikaan dalam karya sastra dapat ditengarai sebagai berikut:
1) Karya itu mampu menghidupkan atau memperbarui pengetahuan pembaca, menuntutnya melihat
berbagai kenyataan kehidupan, dan memberikan orientasi baru terhadap hal yang dimiliki.
2) Karya itu mampu membangkitkan aspirasi pembaca untuk berpikir, berbuah lebih banyak, dan
berkarya lebih baik bagi penyempurnaan kehidupan
3) Karya itu memperlihatkan peristiwa kebudayaan, sosial keagamaan, yang berkaitan dengan
peristiwa masa kini dan masa depan.
14
Karya sastra (yang baik) senantiasa mengandung nilai (value). Nilai itu di kemas dalam wujud
struktur karya sastra, yang secara implisit terdapat dalam alur latar, tokoh, tema, dan amanat atau di
dalam larik, kuplet, rima, dan irama.
Nilai yang terkandung dalam karya sastra itu antara lain adalah sebagai berikut:
a) Nilai hedonik (hedonic value), yaitu nilai yang dapat memberikan kesenangan secara langsung
kepada pembaca
b) Nilai artistik (artistic value), yaitu nilai yang dapat memanifestasikan suatu
seni atau keterampilan dalam melakukan suatu pekerjaan
c) Nilai kultural (cultural value), yaitu nilai yang dapat memberikan atau mengandung hubungan yang
mendalam dengan suatu masyarakat, peradaban, atau kebudayaan, Nilai budaya merupakan tingkat
yang paling abstrak dari adat, hidup dan berakar dalam alam pikiran masyarakat, dan sukar diganti
dengan nilai budaya lain dalam waktu singkat
d) Nilai etis, moral agama (ethical, moral religious value). yaitu nilai yang dapat memberikan atau
memancarkan petuah atau ajaran yang berkaitan dengan etika, moral, atau agama.
e) Nilai praktis (practical value), yaitu nilai yang mengandung hal-hal praktis
yang dapat diterapkan dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Ada beberapa manfaat yang dapat diambil ketika seorang pembaca suatu karya sastra, dalam hal
ini novel, yaitu dapat dijadikan pengisi waktu luang, pemberian atau pemerolehan hiburan, untuk
mendapatkan informasi, sebagai media pengembang dan pemerkaya pandangan kehidupan dan juga
memberikan pengetahuan nilai sosio-kultural dari zaman atau masa karya sastra itu dilahirkan.
Nilai-nilai pendidikan di atas bisa disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan dalam karya sastra
(novel) merupakan "sesuatu yang dapat memperkaya wawasan pengetahuan, dan atau meningkatkan
harkat hidup pembaca Menyangkut semua nilai-nilai kehidupan, dengan kata lain, dalam karya sastra
(novel) ada sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan.
2. Novel sebagai Sarana Pembelajaran
Kunci pembuka nilai dan pengetahuan dalam karya sastra adalah pendidikan. Melalui
pendidikan, sastra menjadi sumber pengetahuan yang diajarkan di sekolah dan bukan sekadar
dinikmati sebagai hiburan. Sastra sebenarnya merupakan salah satu jalan untuk memperoleh kebenaran
(Teeuw, 1982 dalam Hasan Alwi, 2002) Hal ini memerlukan guru sastra yang luas bacaannya dan
terbuka untuk gejala sastra yang baru sehingga dapat menyelesaikan tugas dengan baik
Pemanfaatan novel sebagai media pembelajaran merupakan upaya baru yang dilakukan agar
proses pembelajaran lebih bermakna. Bermakna di sini mengandung pengertian apa yang dipelajari
dapat menimbulkan kesan mendalam dan terlihat adanya perubahan pada struktur potensi siswa yang
berupa pengetahuan, sikap maupun keterampilan
15
Novel memiliki arti lebih dari sekadar kisah atau pengalaman fantastis tokoh, novel juga
memiliki muatan ilmu pengetahuan yang luas dan kaya. Ketika sebuah novel ada yang memiliki nilai
lebih dan mendasar bagi hidup manusia, saat itulah novel masuk dalam deretan karya besar yang dicari
karena dibutuhkan.
16
c.melodrama. (drama melodius).
d .dagelan(farce).
17
5. Aliran Naturalisme
Naturalisme merupakan perkembangan lebih lanjut dari realisme. Perbedaannya dengan realisme
adalah bahwa dalam naturalisme kenyataan yang digambarkan diusahakan mendekati kenyataan alam
(natural).
6.Aliran Eksistensialisme
Di Indonesia kita mengenal tokoh-tokoh drama eksistensialisme, seperti Iwan Simatupang, Putu
Widjaya, dan Arifin C. Noer. Mungkin karya-karya Putu Widjaya dan Arifin C. Noer kurang menonjol
dalam sifat eksistensialisme. Akan tetapi sesuai dengan pendapat Rendra, nama Samuel Beckett sangat
nyata sebagai dramawan yang banyak menulis drama yang beraliran eksistensialisme: Karya-karya
Putu Wijaya mendekati karya Samuel Beckett. Drama-drama Arifin C. Noer banyak berkaitan dengan
karya-karya Albert Camus karena ketika muda Arifin C. Noer berkali-kali menggeluti karya Albert
Camus yang berjudul "Caligula".
D. Perkembangan Teater di Indonesia Tradisi berteater sudah ada dalam masyarakat bangsa Indonesia.
Hal ini terbukti dengan sudah adanya teater tradisional di seluruh wilayah tanah air.
1. Teater Tradisional
Teater yang berkembang di kalangan rakyat disebut dengan teater tradisional, sebagai lawan dari
teater modern dan teater kontemporer. Teater tradisional ditampilkan tanpa naskah bersifat
improvisasi). Sifatnya supel, artinya dipentaskan di semba-rang tempat. Jenis teater ini masih hidup
dan berkembang di daerah-daerah di seluruh Indonesia. Yang disebut teater tradisional itu, oleh Kasim
Ahmad diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu sebagai berikut (1981: 113-131):
Sifat dari teater rakyat, seperti halnya teater tradisional adalah adanya improvisasi, sederhana, spontan
dan menyatu dengan kehidupan Contoh-contoh teater rakyat adalah sebagai berikut.
a. Teater Rakyat
Teater yang berkembang dikalangan rakyat disebut dengan teater tradisional,sebagai lawan dari
teater modern dan teater kontemporer.
b.Teater tradisional
sifat dari teater rakyat seperti halnya teater tradisional adalah adanya improvisasi,sederhana,spontan
dan menyatu dengan kehidupan rakyat.
18
cabang kesenian yang mandiri. Drama naskah merupakan salah satu genre sastra yang desejajarkan
dengan puisi dan prosa. Drama pentas adalah jenis kesenian mandiri yang merupakan integrasi dari
berbagai jenis kesenian seperti musik, tata lampu, seni lukis (dekor, panggung), seni kostum, seni rias
dan sebagainya. Jika kita membicarakan drama pentas sebagai kesenian mandiri. maka ingatan kita
dapat kita layangkan pada wayang, ketoprak, ludruk, lenong dan film. Dalam kesenian tersebut, naskah
drama diramu dengan berbagai unsur untuk memben-tuk suatu kelengkapan.
A. Konflik Manusia Sebagai Dasar Dari Lakon
Dasar lakon drama adalah konflik manusia. Konflik itu lebih bersifat batin daripada fisik. Konflik
manusia itu sering juga dilukiskan secara fisik. Dalam wayang yaitu wayang orang, ketoprak, dan juga
ludruk akan kita saksikan bahwa klimaks dari konflik batin itu adalah bentrokan fisik yang diwujudkan
dalam bentuk perang.
Konflik yang dipaparkan dalam lakon harus mempunyai motif. Motif dari konflik yang dibangun itu
akan mewujudkan kejadian-kejadian. Motif dan kejadian haruslah wajar dan realistis, artinya benar-
benar diambil (diteladani) dari kehidupan manusia. Konflik antartokoh dan gambaran tokohnya harus
life-like dan plausibility (dalam Kenney, 1969: 34 dan 41).
Motif dalam penulisan lakon merupakan dasar lakon dan merupakan keseluruhan rangsang dinamis
yang menjadi dasar agar seseorang mengadakan respon. Motif dapat ditimbulkan oleh berbagai
sumber, diantaranya oleh hal-hal berikut ini (Boulton, 1971: 3):
1. Kecenderungan dasar manusia untuk dikenal, untuk memperoleh pengalaman, ketenangan,
kedudukan, dan sebagainya.
2 Situasi yang melingkupi manusia yang berupa keadaan fisik dan sosialnya.
3. Interaksi sosial yang ditimbulkan akibat hubungan dengan sesama manusia.
4. Watak manusia itu sendiri yang ditentukan oleh keadaan intelektual, emosional, ekspresif, dan
sosiokultural.
19
3. Sistem Sastra juga merupakan model dunia sekunder, yang sangat kompleks dan bersusun-susun.
Selanjutnya Teeuw juga menyebutkan tiga ciri khas karya sastra, yaitu sebagai berikut:
a.Teks sastra merupakan keseluruhan yang tertutup, yang batasnya ditentukan dengan kebulatan
makna.
b. Dalam teks sastra ungkapan itu sendiri penting, diberi makna, disemantiskan segala
aspeknya;barang atau persoalan yang dalam kehidupan sehari.
20
Tokoh antagonis, yaitu tokoh penentang cerita. Biasanya ada seorang tokoh utama yang menentang
cerita dan beberapa figur pembantu yang ikut menentang cerita. Tokoh tritagonis, yaitu tokoh
pembantu, baik untuk tokoh protagonis maupun untuk tokoh antagonis.
2. Berdasarkan peranannya dalam lakon serta fungsinya, maka terdapat tokoh-tokoh sebagai berikut.
a) Tokoh sentral, yaitu tokoh-tokoh yang paling menentukan gerak lakon. Mereka merupakan proses
perputaran lakon. merupakan biang keladi pertikaian. Tokoh sentral
b) Tokoh utama, yaitu tokoh pendukung atau penentang tokoh sentral. Dapat juga sebagai medium
atau perantara tokoh sentral. Dalam hal ini adalah tokoh tritagonis
c) Tokoh pembantu, yaitu tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkap atau tambahan dalam mata
rantai cerita. Kehadiran tokoh pembantu ini menurut kebutuhan cerita saja. Tidak semua lakon
menampilkan kehadiran tokoh pembantu.
c.perwatakan
Tokoh-tokoh yang disebutkan di depan harus memiliki watak Watak para tokoh itu harus konsisten
dari awal sampai akhir. Watak tokoh protagonis dan tokoh antagonis harus memungkinkan keduanya
menjalin pertikaian dan pertikaian itu memiliki kemungkinan untuk berkembang mencapai klimaks.
Kedua tokoh iniharuslah tokoh-tokoh yang memiliki watakkuat (berkarakter) dan watak yang kuat itu
saling kontradiktif. Dapat juga keduanya memiliki kepentingan yang sama, saling berebut sesuatu,
saling bersaing dan sebagainya.
1.keadaan fisik
2.keadaan psikis
3.keadaan sosiologis
21
plausible.
4) Bahasanya mudah dipahami, tidak berkepanjangan, dan komunikatif
5) Mempunyai kemungkinan pementasan.
BAB VIII PEMBELAJARAN DRAMA
1.)Pembelajaran Dramana Menggunakan Metode Sosiodrama
Sosiodrama adalah salah satu metode dengan dasar pendramaan, acting, atau berperan. Ada dua
jenis metode pendramaan, yaitu sosiodrama dan role-playing (Treifinger. 1980:15). Ada kemiripan
antara sosiodrama dengan role-playing. Dalam sosiodrama pemeranan aspek sosial lebih dipentingkan
daripada pemeranan dalam roleplaying. Sosiodrama adalah drama bermain peran atau yang bertujuan
memberikan informasi kepada masyarakat tentang masalah sosial. Menurut Usman (1993:127)
sosiodrama adalah sandiwara atau dramatisasi dengan skrip sederhana buatan sendiri dan siswa
mengembangkannya dengan mendramatisasikan hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sosial
atau masalah sosial.
Pendapat lain adalah dari Adam Blatner (diunduh dari The British Journal of Psichodrama and
Sociodrama, 2010), yang menyatakan bahwa sosiodrama adalah a method for exploring the conflict
and issues inherent in social roles. Sosiodrama ini merupakan kelanjutan dari metode psychodrama
yang dikembangkan oleh J. L. Moreno (1889-1974). Selanjutnya Plotkin (1997) menambahkan bahwa:
2.) Kelebihan Metode Sosiodrama
Kelebihan dari metode sosidrama untuk pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Dapat mengembangkan kreatifitas siswa (dengan peran yang di kembangkan dan dimainkan siswa
sehingga siswa dapat berimajinasi dan kreatif)
2. Mampu memupuk kerjasama antar siswa dalam mengembangkan lakon dan latihan;
3. Dapat menumbuhkembangkan bakat siswa dalam seni drama ka-rena sosiodrama dapat dikatakan
sebagai dramatisasi sederhana; 4. Memungkinkan siswa memperhatikan problem sosial di sekitar
mereka dan berusaha mencoba untuk memecahkannya (solvingtheproblem):
5. Dapat memupuk keberanian berpendapat dan membela penda-patnya di depan kelas;
6. Memungkinkan pembelajaran nilai-nilai sosial menjadi lebih mudah dilakukan, sehingga
menumbuhkan kebiasaan untuk memiliki solidaritas sosial;
7. Dapat mengintegrasikan materi pembelajaran yang lain seperti: membaca,menulis, menyimak, dan
berbicara:
8. Melatih siswa untuk menganalisis masalah dan mengambil kesimpulan dalam waktu singkat dan
terbiasa memecahkan masalah.
22
Ada & langkah yang dianjurkan Torrance (dalam Treffinger, 1982, 62 63) untuk mengefektifkan
sosiodrama sebagai sarana siswa untuk menghadapi problem dan tantangan, yaitu
1. Menetapkan problem diobservasi dan ditentukan masalah yang timbul dimasyarakat (dalam kegiatan
ini sudah diberikan tugas yang relevan).
2. Mendeskripsikan situasi konflik dan menulis teks penentuan tokoh-tokoh dan konflik yang terjadi
dan berkembang Di sini prinsip dramatisasi dengan analisis watak tokoh dan casting (penentuan tokoh)
beserta dialognya digarap sendiri oleh kelompok mahasiswa)
3. Pemilihan pemain (casting character) memilih pemeran cerita, problem solving, dan pengamat
dan tokoh-tokoh
4. Memberikan penjelasan dan pemanasan bagi actor dan pengamat tentang lakon dan teks sreta
bagaimana lakon yang akan dibawakan disertai latihan pemeranan sampai siap tampil
5. Memerankan situasi tersebut pemeranan di atas pentas dalam arena melingkar Pengamat harus
ditentukan oleh kelas dan memberkan penilaian secara cermat tentang ketepatan pemeranan
(dramatisasi).
4.)Implementasi Sosiodrama dalam Pementasan Drama Di dalam buku ini dintegrasikan pementasan
drama dengan prinsip prinsip sosiodrama Permasalahan yang didramakan ditentukan oleh konseptor,
yaitu 5 masalah berasal dari masalah besar yang ditampilkan dalam cerita-cerita besar, baik dari
tingkat dunia maupun dari Indone Sedangkan 3 cerita berasal dari permasalahan sossal nyata dalam
masyarakat. Masalah-masalah yang ditentukan tersebut dikembangkan sendiri oleh mahasiswa dengan
konflik, peningkatan konflik dimaks penurunan konflik, dan penyelesaian Seperti dijelaskan di depan,
setiap pentas sosiodrama diamati oleh grup pengimat yang harus memberikan penilaian untuk
peningkatan kandik, klimaks, dan terlebih dalam problem solving atau penyelesaian masalah
Empat problem yang diambil dari cerra dunia adalah: (1) problem nasib manusia yang setaiu kalah
oleh takdir (dars drama Oedipus Rex karya Sophocles) (2) problem perebutan kekuasaan (dan drama
Hamlet karya Shakespeare) (3) problem percintaan yang gagal (Romen and Juliet karya Shakespeare),
dan problem hokum karma (Bila Malam Bertambah Malam. karya Putu Wijaya). Dua problem
kehidupan sehari-hari yang akan ditampilkan dalam buku ini adalah: (1) problem pengangguran dalam
masyarakat berupa perdebatan dan konflik dalam masyarakat yang berbeda status sosialnya (2)
problem pemilihan jurusan di SMA berupa konflik anak muda SMA bertikat tentang pemilihan jurusan
di SMA dan kelanjutannya diperguruan tinggi atau vokast.
1.Menyusun dialog sesuai dengan adegan dan masalah yang ditentukan
2.Berlatih akting untuk memerankan lakon yang disusun sendiri oleh kelompok tersebut
3.Dosen memberikan tugas sebagian mahasiswa untuk menjadi pengamat yaitu mahasiswa yang
23
termasuk dalam kelompok lain
4. Jika latihan sudah cukup, maka mahsiswa mengusahakan iringan musik dan merencanakan
kelengkapan pementasan sederhana (make-up, kostum,lighting, dan pentas) di kelas yang digunakan.
5.Diadakan pengecekan terakhir untuk persiapan
pentas
6.Pelaksanaan pentas dan pengamat melaksanakantugasnya
7.Diskusi kelas dipimpin oleh dosen dengan saran-saran dan perbaikan perbaikan.
8.Para pelaku berlatih ulang
9.Pementasan kembali dengan lebih baik dengan menonjolkan problem solving terhadap masalah yang
telah disajikan
10.Pembelajaran diakhiri dengan refleksi oleh dosen.
25
Fungsi karya sastra meliputi hal-hal sebagai berikut:
(1) sebagai hiburan atau kreasi yang bersifat estetis,
(2) sebagai renungan moralitas,
(3) sebagai pembelajaran sesuatu dengan cara menghibur,
(4) sebagai media komunikasi simbolik,
(5) pembuka paradigm berfikir.
(6) dapat bersifat religius dan sama derajatnya dengan karya nabi,
(7) alat untuk meneruskan tradisi.
(8) menjadi tempat bagi nilai dapat tumbuh sewajarnya, dipertahankan, dan disebarluaskan.
Manfaat karya sastra adalah memberi motivasi kepada pembaca, memberi akses terhadap latar
belakang budaya, memberi akses terhadap pemerolehan bahasa, memberi perhatian kepada siswa
mahasiswa terhadap bahasa, mengembangkan kemampuan interpretatif, dan mendidik siswa secara
keseluruhan.
26
yang singkat dan padat, sedangkan dari segi struktur dalam dapat dikenali bahwa ceritanya berpusat
pada satu konflik pokok. Kedua macam ciri utama cerita pendek ini dapat memberikan peluang bagi
ragam cerita pendek itu sendiri dalam menangkap dan mengungkap berbagai peristiwa dalam
kehidupan manusia.
Kata novel berasal dari kata Latin novellus yang diturunkan pula dari kata novies yang berarti baru.
Dikatakan baru karena jika dibandingkan dengan jenis jenis sastra lainnya seperti puisi, drama, dan
lain-lain, maka jenis novel ini kemudian muncul, Novel merupakan salah satu jenis karangan prosa.
Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh HB Jassin (1977: 64), yaitu novel merupakan
karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan
orang-orang (tokoh), luar biasa karena kejadian ini.
27
memahami pola tata nilai yang diperolehnya dari bacaan di dalam proporsi yang sesuai dengan konteks
persoalannya.
28
Ini dikenal dengan intertekstual. Intertekstual memandang bahwa sebuah teks yang ditulis lebih
kemudian mendasarkan diri pada teks-teks lain yang telah ditulis orang sebelumnya.
Feminisme merupakan perjuangan kaum perempuan untuk memperoleh kesetaraan gender dan
berupaya mewujudkan eksistensi di segala bidang kehidupan untuk meminimalisir ketidakadilan
gender yang kerap dialami perempuan. Langkah mengkaji prosa fiksi berdasarkan feminis dalam
penelitian dilakukan dengan mendeskripsikan berbagai isu sekaitan dengan perempuan dalam
perspektif feminis berdasarkan kenyataan teks. Pada umumnya, karya sastra yang menampilkan tokoh
wanita bisa dikaji dari segi feministik. Baik cerita rekaan, ikon, maupun sajak mungkin untuk diteliti
dengan pendekatan feministik, asal saja ada tokoh wanitanya.
Kita akan mudah menggunakan pendekatan ini jika tokoh wanita itu dikaitkan dengan tokoh laki-
laki. Tidaklah menjadi soal apakah mereka berperan sebagai tokoh utama atau tokoh protagonis, atau
tokoh bawahan. Setelah mengidentifikasi satu atau beberapa tokoh wanita di dalam sebuah karya. kita
mencari kedudukan tokoh-tokoh itu di dalam masyarakat. Misalnya, jika kedudukannya sebagai
seorang istri atau ibu, di dalam suatu masyarakat tradisional dia akan dipandang menempati kedudukan
yang inferior atau lebih rendah daripada kedudukan laki-laki, karena tradisi menghendaki dia berperan
sebagai orang yang hanya mengurus rumah tangga dan tidak layak mencari nafkah sendiri.
Analisis prosa fiksi dengan model analisis poskolonial dalam penelitian sastra adalah
mendeskripsikan berbagai isu sekaitan dengan wacana poskolonial, konsep kekuasaan, konsep
penjajahan, tindakan subversif penjajah dan penjajahan, masalah ras, etnisitas, identitas budaya, gejala
kultural, seperti sejarah, politik, ekonomi, sastra, dan berbagai dokumen lainnya, yang terjadi di
negara-negara bekas jajahan. Semua analisis sekaitan konsep poskolonial tersebut disesuaikan dengan
kenyataan teks
29
30
BAB III
PEMBAHASAN
1. Dari aspek tampilan buku yang diriview, buku utama memiliki tampilan menarik dan diberi
perpaduan warna yang tidak terlalu mencolok namun cantik sedangkan pada buku pembanding,
tampilan depannya (cover) sangat menarik minat pembaca karena pada cover tersebut memiliki
desain warna yang cerah yaitu menggunakan warna biru kemudian ditambah dengan gambar
orang yang sedang mengenakan atribut budaya Indonesia. Penulisan judul buku juga sangat unik
dengan menggunakan 2 warna yaitu putih dan merah serta di bagian "Prosa Fiksi" menggunakan
jenis huruf yang berbeda. Pada bagian cover juga sudah dilengkapi dengan nama penulis.
2. Dari aspek layout dan tata letak buku yang diriview. pada buku utama dan buku pembanding tata
letak yang digunakan cukup bagus. Hal ini karena jurnal telah sesuai dengan aturan tata tulis
sehingga memiliki keteraturan dalam penulisan dan kejelasan. Pembaca dapat membaca buku
dengan nyaman dan jelas sehingga lebih
mudah dipahami. Pada buku pembanding peletakan identitas buku juga cukup bagus diletak pada
lembar pertama yang memudahkan pembaca mencari keterangan tentang buku serta pada
peletakan tabel - tabel atau diagram pada buku juga sudah pas, isi di dalam tabel juga tersusun
rapi. Selain itu peletakan ilustrasi yang digunakan juga senada dengan argumen yang ditulis dan
pada bagian font buku juga ukuran huruf, spasi dan tanda bacanya ynag digunakan penulis sudah
cukup bagus. Selain itu peletakan kata asing diberikan cetak miring untuk membedakannya.
Sedangkan pada buku pembanding. Dari aspek layout dan tata letak buku ini sudah rapih Tata
bahasa yang digunakan dalam buku ini juga sudah baik, sesuai dengan penulisan EYD,
penggunaan bahasa asing ataupun latin telah dibedakan
3. Dari aspek bahasa pada buku yang diriview, pada buku utama dan buku pembanding
menggunakan bahasa Indonesia namun ada beberpa menggunakan istilah atau kata asing namun
sudah diartikan dengan baik oleh penulis sehingga mudah memahami arti pada buku dan dapat
menambah kosa kata pembaca dalam bahasa Inggris atau bahasa ilmiah lainnya yang ditulis
31
penulis.
1. Dari aspek tampilan buku yang diriview, pada buku utama dan buku pembanding sudah memiliki tampilan yang
bagus berwarna dan menarik tetapi pada identitas buku tidak jelas penerbit ,isbn dan lain -lai Sedangkan pada
buku pembanding. Kekurangan pada buku karya Dr. Haslinda, S.Pd., M. Pd yang berjudul Kajian Apresiasi
Prosa Fiksi terletak pada tidak lengkapnya identitas buku yang dibuat di dalam cover. Pada halaman depan
(cover) tidak terdapat nama penerbit, tahun terbit dan ISBN dari buku ini, jadi pembaca menjadi sedikit
kesulitan dalam mecari identitas dari buku ini.
2. Dari aspek tata letak buku yang diriview, pada buku utama dan buku pembanding tata letak yang digunakan
sudah bagus sesuai dengan aturan penulisan yang telah ditetapkan, peletakan ilustrasi dan tabel yang digunakan
juga sudah cukup baik, Sedangkan pada buku pembanding. Dari tata bahasa buku ini sudah menggunakan
Babara yang baku dan benar sesuai dengan EYD, sehingga tidak ada Ingi
3. Dari aspek kemutakhiran isi / materi yang diriview, pada buku utama memiliki sumber yang terbaru namun ada
beberapa materi yang memiliki kalimat berulang dan ada beberapa penggunaan huruf kapital yang tidak
seharusnya huruf kapital digunakan huruf kapital serta adanya ketidak paduan antar kalimat. Sementara pada
buk pembanding sumber yang digunakan akurat namun sudah cukup lama dan kemungkinan sudah adanya
perbaikan.
32
BAB IV
PENUTUP
4.1 simpulan
Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, sebuah kreasi bukan semata-mata sebuah
imitasi .Sebuah karya sastra, pada umumnya, berisi tentang permasalahan yang melingkupi
kehidupan manusia.Sastra berasal dari bahasa sansekerta yaitu susastra, su artinya baik atau indah
dan sastra artinya tulisan karya sastra adalah karya imajinasi penulis yang dituangkan dalam bentuk
tulisan.Jenis sastra ada tiga, yaitu, prosa, drama, dan puisi.
Prosa adalah karya sastra yang berbentuk cerita yang bebas, tidak terikat oleh rima, irama, dan
kemerduan bunyi seperti puisi.Kata prosa berasal dari bahasa Latin "prosa" yang artinya "terus
terang".Prosa dapat digunakan untuk surat kabar, majalah, novel, ensiklopedia, surat, serta berbagai
jenis media lainnya.Prosa biasanya di bagi menjadi 4 jenis: (1)Prosa naratif (2)Prosa deskriptif
(3)Prosa eksposisi (4)Prosa argumentative. Prosa lama adalah karya sastra daerah yang belum
mendapat pengaruh dari sastra atau kebudayaan barat. Dalam hubungannya dengan kesusastraan
Indonesia maka objek pembicaraan sastra lama ialah sastra prosa daerah Melayu yang mendapat
pengaruh barat. Hal ini disebabkan oleh hubungannya yang sangat erat dengan sastra Indonesia.
Prosa menurut isinya dibagi menjadi 2 jenis:
1) Prosa Fiksi Prosa yang berupa cerita rekaan atau khayalan pengarangnya. Isi cerita tidak
sepenuhnya berdasarkan pada fakta. Prosa fiksi disebut juga karangan narasi sugestif/imajinatif.
2) Prosa Non FiksiProsa Non Fiksi ialah karangan yang tidak berdasarkan rekaan atau khayalan
pengarang tetapi berisi hal-hal yang berupa informasi faktual (kenyataan) atau berdasarkan
pengamatan pengarang. Prosa nonfiksi disebut juga karangan semi ilmiah seperti : artikel, tajuk
rencana, opini, biografi, tips, reportase, jurnalisme baru, iklan, pidato. Kata puisi dalam bahasa
Yunani berasal dari poesis yang artinya berati penciptaan.Cara Membaca Puisi dari Segi Lafal,
Intonasi, Penghayatan dan Ekspresi yang Sesuai.
4.2 Saran
Terdapat beberapa kekurangan maka dengan ini penulis mengajukan sejumlah saran sebagai berikut :
Buku utama puisi ,prosa dan drama karya achmad yuhdi,dkk dan buku Kajian Apresiasi Prosa Fiksu”
karya Dr. Haslinda, S.Pd., M. Pd disarankan pada revisi selanjutnya identitas buku tetap di lampirkan agar
jelas penerbit ,tahun terbit dan hingga isbnnya . buku utama juga lengkap cocok sebagai bahan reverensi bagi
mahasiswa .
33
DAFTAR PUSTAKA
Yuhdi achmad, dkk. (2022).pembelajaran puisi ,prosa dan drama.Sumatra Utara: CV Kencana
Emas Sejahtera
34