Anda di halaman 1dari 37

CRITICAL BOOK REVIEW (CBR)

MK. Pembelajaran Puisi,Prosa Dan Drama

PRODI S1 PBSI-FBS

PEMBELAJARAN PUISI,PROSA DAN DRAMA SKOR :

NAMA : MELLI PRADILLA


NIM : 2211111030
DOSEN PENGAMPU : ACHMAD YUHDI S.PD., M.PD
MATA KULIAH : PEMBELAJARAN PUISI,PROSA DAN DRAMA

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BAHASA

INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

2022
KATA PENGANTAR

Bismillaahirrohmaanirrohiim

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat rahmat-
Nya saya bisa menyelesaikan tugas Critical Book Report (CBR).CBR ini diajukan guna
memenuhi tugas mata kuliah pembelajaran puisi, prosa, dan drama.

Sholawat serta salam saya haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, serta
sahabat-sahabatnya, pengikut-pengikutnya yang setia menyampaikan risalahnya sampai akhir
zaman.

Sehubungan dengan keterbatasan kemampuan dan ilmu yang dimiliki, maka apabila
dalam penulisan critical book report ini terdapat kesalahan dan kekeliruan mohon kiranya
dapat memberikan kritik serta saran yang dapat membawa kepada kebaikan. Pada
kesempatan ini pula saya ucapkan terima kasih telah membimbing saya, sehingga dapat
menyelesaikan critical cook report yang sederhana ini. Mudah-mudahan atas bantuan serta
bimbingan semua pihak, Allah SWT akan membalasnya dengan pahala yang setimpal, aamin
yaa Rabbal ‘aalamiin.

Semoga critical book report ini dapat memberikan informasi bagi pembaca, dan
bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita
semua. Aamiin Yaa Rabbal ‘Aalamiin.

Medan, 01 Oktober 2022

Penulis

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................II

DAFTAR ISI..............................................................................................................III

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

1.1 Latar belakang ..................................................................................................1


1.2 Tujuan Penulisan...............................................................................................1
1.3 Manfaat Penulisan.............................................................................................1
1.4 Identitas Buku....................................................................................................2
BAB II ISI BUKU.......................................................................................................3

2.1 Ringkasan Buku Utama.....................................................................................3


2.2 Ringkasan Buku Pembanding..........................................................................24
BAB III PEMBAHASAN.........................................................................................30

3.1 Keunggulan Buku............................................................................................30


3.2 Kelemahan Buku..............................................................................................31
BAB IV PENUTUP...................................................................................................32

4.1 Kesimpulan......................................................................................................32
4.2 Saran................................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................33

III
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pembuatan Book Report yang merupakan bagian dari 6 jenis tugas yang didasari
untuk membekali para mahasiswa agar ketika membandingkan buku yang mudah dan
tepat. Penulisan Book Report ini juga dibuat agar mahasiswa mampu membandingkan
lebih dari satu buku dan agar mampu memilih buku yang dapat dijadikan sebagai bahan
referensi dalam penunjang perkuliahan.
Hal ini dimaksudkan supaya penulis dapat memahami atau mengevaluasi buku yang
digunakan dalam perkuliahan, baik itu dari isi yang mudah dipahami atau tidak,
penampilan buku maupun penyajian isi buku.
Buku ini disusun untuk memenuhi kebutuhan para mahasiswa Jurusan Pendidikan
Bahasa Indonesia yang dalam kurikulumnya tercantum secara eksplisit/implisit bahwa
keterampilan berbahasa Indonesia merupakan mata kuliah pokok. Buku ini juga
menanamkan pengertian tentang pentingnya menulis dalam kehidupan dan dapat pula
membantu untuk meningkatkan daya menulis.
Semoga buku ini dapat bermanfaat kiranya bagi para pembacanya dan kepada
penerbit, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas kesediaannya untuk menerbitkan
buku ini dengan tata susunan dan tata rancangan yang baik.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui isi buku dengan cara membuat ringkasannya.
2. Untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan buku yang dikritik.
3. Untuk mengetahui perbandingan buku yang dikritik dengan buku yang lain.

1.3 Manfaat Penulisan


1. Agar menambah wawasan melalui isi buku yang diringkas.
2. Agar mengetahui keunggulan dan kelemahan buku yang di kritik.
3. Agar mengetahui perbandingan buku yang dikritik dengan buku yang lain.

1
1.4 Identitas Buku
Buku Utama
1. Judul : pembelajaran puisi,prosa dan drama

2. Edisi : Edisi revisi 2022


3. Pengarang/Editor : Achmad Yuhdi , dkk
4. Penerbit : CV Kencana emas sejahtera
5. Kota Terbit : Medan
6. Tahun Terbit : 2022
7. ISBN :-

Buku Pembanding
1. Judul : Kajian Apresiasi Prosa Fiksi

2. Edisi :-
3. pengarang : Dr.Haslinda,S.Pd, M.Pd.
4. penerbit : LPP Unismuh Makasar
5. Kota Terbit : Makasar
6. Tahun Terbit : 2019
7. ISBN : 978-602-81887-87-9

2
BAB II

ISI BUKU

2.1 Ringkasan Buku I

BAB I MENGENAL ISTILAH PUISI


A. Pengertian Puisi
Puisi adalah karya estetis yang memanfaatkan sarana bahasa secara khas. (Suminto A. Sayuti,
2002: 24). Ciri khas pemanfaatan sarana bahasa itu merupakan pembeda puisi dengan karya sastra
lainnya. Hal tersebut juga ditegaskan A. Teeuw (1984: 70) bahwa bahasa puisi dianggap umum untuk
menunjukkan pemakaian bahasa yang spesial, yang hanya dimanfaatkan penyair; pemakaian bahasa itu
dianggap menyimpang dari bahasa sehari-hari dan bahasa yang normal. Pickering (1996) menyebut
bahwa puisi adalah komposisi yang membuat pembaca berpikir tentang kata-kata dan pengaturan kata-
kata tersebut. A poem is a composition that makes you think about words and their arrangement.
Pickering (1996: 697).
Ditinjau pada aspek waktu kemunculannya dari bentuk karya sastra lain (prosa dan drama) puisi
termasuk bentuk kesusastraan yang hadir terlebih dahulu. Hal tersebut menjadikan puisi sebagai karya
sastra yang paling tua. Sejak kelahirannya, puisi memang sudah menunjukkan ciri-ciri khas seperti
yang dikenal sekarang, meskipun puisi telah mengalami perkembangan dan perubahan tahun demi
tahun. Dapat disintesiskan puisi adalah salah satu jenis karya sastra yang paling tua memakai ekspresi
bahasa yang kaya dan penuh daya pikat yang dibangun dari unsur fisik dan unsur batin. Unsur fisik
dan batin tersebut merupakan kesatuan yang bulat dan utuh tidak dapat dipisahkan dan merupakan
kesatuan yang padu. Bahasa dalam puisi pun bersifat konotatif. Bila dibandingkan dengan jenis karya
sastra lainnya, maka bahasa dalam puisi lebih bersifat konotatif karena pemilihan kata atau diksinya
mempunyai banyak arti.

B. Unsur yang Membangun Puisi


Sebuah puisi adalah sebuah struktur yang terdiri dari unsur-unsur pembangun. Unsur-unsur
yang dimaksud bersifat padu karena tidak dapat dipisahkan tanpa mengaitkan unsur yang lain. Bisa
dikatakan bahwa unsur dalam puisi bersifat fungsional dalam kesatuannya dan juga bersifat fungsional
terhadap unsur lainnya. Usaha untuk memahami sebuah puisi harus memperhatikan unsur-unsur yang
membangun puisi tersebut. Pada pokoknya puisi dibangun oleh dua unsur pokok, yakni struktur fisik
yang berupa bahasa yang digunakan dan struktur batin atau struktur makna, yakni pikiran dan perasaan
yang diungkapkan oleh penyair (Herman J. Waluyo, 2010:4). Struktur fisik puisi terdiri atas: diks
pengimajian, kata konkret, majas, versifikasi, dan tipografi puisi. Majas terdiri atas lambang dan
3
kiasan, sedangkan versifikasi terdiri atas: rima, ritma, dan metrum Karena adanya struktur fisik yang
membangun sebuah puisi, maka puis merupakan karangan yang terikat oleh banyaknya haris, sajak,
dan irama Sedangkan struktur batin puisi terdiri atas: tema, nada, perasaan, dan amanat (Herman J.
Waluyo, 2010: 32).
1) Unsur Fisik Puisi
Herman J Waluyo (2010: 82) menyatakan bahwa struktur fisik puisi (struktur kebahasaan puisi)
disebut juga metode puisi. Yakni unsur estetik yang membangun struktur luar dari puisi. Kesatuan
unsur-unsur kebahasaan dalam puisi membentuk baris-baris puisi Baris-baris puisi membangun bait-
balt puist Selanjutnya, bait-bait itu membangun kesatuan makna di dalam keseluruhan puisi sebagai
wacana. Struktur fisik puisi tersebut adalah: diksi, pengimajian, kara konkret, bahasa figuratif (majas),
verifikasi, dan tata wajah puisi.
Dari beberapa pendapat yang disebutkan di atas, pembagian unsur fisik puisi yang diungkapkan
oleh Herman J Waluyo dipandang lebih sempurna. Oleh karena itu, berikut ini akan dijelaskan unsur
fisik puisi tersebut.
a) Diksi (Pemilihan Kata)
b) Pengimajian
c) Kata Konkret
d) Bahasa Figuratif (majas)
Berikut ini, dijelaskan jenis-jenis bahasa figuratif dalam puisi menurut penggabungan ketiga pendapat
di atas.
1) Personifikasi
Personifikasi ialah gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat insani pada barang atau benda yang
tidak bernyawa ataupun pada ide yang abstrak.
2) Metafora
Metafora atau perbandingan langsung adalah majas yang membandingkan suatu hal keadaan
dengan keadaan lain, tanpa menyebutkan benda-benda yang disebutkan.
3) Asosiasi/ Simile (Perbandingan Tak Langsung)
Asosiasi/ simile sering juga disebut perbandingan tak langsung. Benda yang dikiaskan
keduanya ada bersama pengiasnya dan digunakan kata-kata seperti, laksana, bak, dan sebagainya.
4) Metonomia
Metonimia ialah gaya bahasa yang menggunakan nama barang, orang, hal, atau ciri sebagai
pengganti barang itu sendiri.
5) Perumpamaan Epos
Perumpamaan atau perbandingan epos (epic simile) ialah perbandingan yang dilanjutkan, atau

4
diperpanjang, yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan sifat-sifat pembandingannya lebih lanjut dalam
kalimat-kalimat atau frase-frase yang berturut-turut. (Rachmat Djoko Pradopo, 2005: 69)
6) Allegori
Allegori adalah cerita kiasan ataupun lukisan kiasan. Cerita kiasan atau lukisan kiasan ini
mengiaskan hal lain atau kejadian lain.
7) Sinekdoke
Sinekdoke adalah bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian benda yang penting untuk
benda itu sendiri.
8) Hiperbola
Hiperbola adalah kiasan yang berlebih-lebihan. Penyair merasa perlu melebih lebihkan hal yang
dibandingkan itu agar mendapatkan perhatian yang lebih seksama dari pembaca.
9) Ironi
Ironi adalah kata-kata yang bersifat berlawanan untuk memberikan sindiran. Ironi dapat berubah
menjadi sinisme dan sarkasme, yakni penggunaan kata-kata yang keras dan kasar untuk menyindir atau
mengeritik.
e) Verifikasi (Rima, Ritma, Metrum)
Bunyi dalam puisi menghasilkan rima dan ritma. Rima adalah pengulangan bunyi puisi
Pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi. Suminto A Saayuti
(2002: 105) membagi rima ke dalam beberapa kategori. Dilihat dari segi bunyi, dikenal sajak
sempurna, sajak paruh, sajak mutlak, aliterasi dan asonansi; dari posisi kata yang mengandungnya
dikenal adanya sajak awal, sajak tengah (sajak dalam), dan sajak akhir, dan dari segi hubungan
antarbaris dalam tiap bait dikenal adanya sajak merata(terus), sajak berselang sajak berangkai, dan
sajak berpeluk. Selanjutnya Herman | Waluyo (2010: 105) menyebutkan dalam rima terdapat
onomatope, bentuk intern pola bunyi, intonasi, repetisi bunyi, dan persamaan bunyi.
f) Tata Wajah (Tipografi)
Tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama. Atar Semi
(1993: 35) menyebutkan bahwa tipografi dalam sebuah puisi merupakan tatanan larik, bait, kalimat,
frase, kata, dan bunyi untuk menghasilkan suatu bentuk fisik yang mampu mendukung isi, rasa, dan
suasana. Perwajahan puisi banyak ditemui pada puisi konkret. Puisi konkret ada yang berbentuk
segitiga. kerucut, belah ketupat, pialang tiang lingga, bulat telur, spindle, ideografik, dan ada juga yang
menunjukkan lambang tertentu. (Herman] Waluyo, 2010: 161).
2) Unsur Batin Puisi
Herman | Waluyo (2010: 124) membagi struktur batin puisi ke dalam empat unsur, yakni:

a) Tema
5
Tema merupakan gagasan pokok atau subject-master yang dikemukakan oleh penyair (Herman
Waluyo (2010 124). secara umum tema puisi terdiri dari: (a) Tema Ketuhanan, (b) Tema kemanusiaan,
(c) tema patriotisme/kebangsaan, (d) tema kedaulatan rakyat dan (e) tema keadilan sosial.
b) Perasaan Penyair (Feeling)
Dalam menciptakan puisi, suasana perasaan penyair ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati
oleh pembaca. Perasaan penyair dalam membicarakan persoalannya pastilah berbeda-beda.
c) Nada atau Sikap Penyair Terhadap Pembaca
Nada merupakan sikap penyair terhadap pembaca. Sikap tersebut dapat berupa menggurui,
menasihati, mengejek, menyindir, atau bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca.
d) Amanat
Amanat dalam puisi biasanya tersirat di balik kata-kata yang disusun dan juga berada di balik
tema yang diungkapkan, Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair secara sadar berada dalam
pikiran penyair, namun lebih banyak penyair tidak sadar akan amanat yang diberikan

BAB II MENGAPRESIASI PUISI


A. Perkembangan Puisi Indonesia Modern Periode 1960-1990
Puisi adalah bentuk karya sastra yang paling tua. Sejak kelahirannya, puisi memang sudah
menunjukkan ciri-ciri khas seperti yang dikenal sekarang meskipun puisi telah mengalami
perkembangan dan perubahan tahun demi tahun. Dalam perkembangannya puisi Indonesia modern,
yang diawali tahun 1920-an ditandai berdirinya balai pustaka. Setelah itu, puisi Indonesia mengalami
perkembangan yang pesat. Salah satunya adalah masuknya ideologi-ideologi atau paham realis dalam
sebuah puisi (tahun 1960 oleh Lekra dan tahun 1970 oleh Manikebu) hingga bentuk puisi yang bebas
(kredo puisi Sutardji Calzoum Bachan). Berikut ini akan dijelaskan tentang karakteristik ketiga periode
tersebut.
Periode 1960-1965 diwarnai dengan karya-karya penyair yang memiliki ideologi komunis yang
bercorak realisme sosialis. Banyak dari mereka tergabung dalam Lembaga Kebudayaan Rakyat
(Lekra) yang didirikan Partai Komunis Indonesia (PKI). Suyono Suyatno (2011: 50) menjelaskan
bahwa realisme sosialis merupakan satu upaya di bidang sastra untuk memenangkan sosialisme
sehingga memiliki corak politik yang lebih tegas dan militan. Metode realisme sosialis merupakan
bagian integral mesin perjuangan sosialisme dalam melawan imprealisme-kolonialisme, dan
penindasan atas rakyat pekerja, yaitu buruh dan tani. Dick Hartoko (1985: 114) menegaskan bahwa
penyair realisme ingin menampilkan kenyataan sehari-hari (orang perorangan, peristiwa, keadaan
masyarakat). Pada tahun-tahun tersebut (1960-an) sastrawan-sastrawan Manikebu (Manifest
Kebudayaan) masih sedikit yang berkarya dan membukukan karya sastranya.

6
Tahun 1960-an adalah tahun-tahun subur bagi kehidupan dunia perpuisian Indonesia. Tahun
1963 sampai 1965 yang berjaya adalah para penyair anggota Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat),
sebuah lembaga kebudayaan yang didirikan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Karya sastra sekitar
tahun 1966 lazim disebut Angkatan '66. H.B. Jassin menyebut bahwa pelopor Angkatan '66 ini adalah
penyair-penyair demonstran, seperti Taufiq Ismail, Goenawan Mohamad, Mansur Samin, Slamet
Kirnanto, dan sebagainya.

Berikut ini ditampilkan penyair dan puisi pilihannya untuk dapat diapresiasi
1) Goenawan Mohammad
Penyair ini lahir di Batang (Jawa Tengah) pada tanggal 29 Juli 1942 la adalah tokoh perjuangan
Angkatan '66 dalam bidang sastra budaya. Memimpin majalah Tempo sejak 1971 hingga tahun 1998
(kemudian pensiun dan digantikan oleh Bambang Harymurti). Tahun 1972 mendapatkan anugerah seni
dari Pemerintah Republik Indonesia dan pada tahun 1973 ia mengikuti Festival Penyair Internasional
di Rotterdam. Seperti Sapardi Djoko Damono, ia banyak menulis puisi dengan dasar dongeng-dongeng
daerah atau cerita wayang yang disertai renungan kehidupan (bersifat kontemplatif). Buku kumpulan
puisinya adalah: Parikesit (1972), Potret Seorang Penyair Muda sebagai Si Malin Kundang (1972).
Interlude (1973). Asmaradana (1995), dan Misalkan Kita di Sarajevo (1998).
2) Taufiq Ismail
Taufiq Ismail dikenal sebagai penyair puisi-puisi demonstrasi. la adalah pelopor puisi-puisi demon-
trasi tersebut. la sendiri ikut aktif dalam demonstrasi mahasiswa menumbangkan Orde Lama pada
tahun 1966. Puisi-puisi yang menggambarkan peristiwa demonstrasi itu dikumpulkan dalam buku
Tirani (1966) dan Benteng (1966).
Lahir di Bukittinggi, 25 Juni 1937 dan dibesarkan di Pekalongan, Taufiq Ismail adalah putra
seorang wartawan berdarah Minang. Dokter hewan tamatan IPB ini di samping menjadi seorang
penyair juga dramawan terkenal di Bogor pada era 1960-an. Pernah mengikuti Festival Penyair
Internasional di Rotterdam (1971). International Writing Poetry di Universitas Iowa (1971-1972) dan
Kongres Penyair Dunia di Taipei (1973), la menerima Anugerah Seni dari Pemerintah RI tahun 1970.
Kumpulan puisinya yang lain adalah Puisi-puisi Sepi (1971). Pelabuhan, Ladang Angin dan
Langit (1971), dan Sajak-sajak Ladang Jagung (1975). Berikut ini disampaikan puisinya "Kembalikan
Indonesia Padaku" dan "Kita adalah Pemilik Sah Republik Ini". Kedua puisi ini termasuk puisi
demonstrasi.
3) Sapardi Djoko Damono
Puisi-puisi Sapardi dikenal sebagai puisi yang sangat sopan" "sangat gramatikal", dan "sangat
lembut. Semula sang penyair tidak pernah dikaitkan dengan puisi-puisi protes atau kritik sosial,

7
namun kesan itu hilang setelah ia menulis puisi Ayat-ayat Api (2000). Meskipun ada kesan bahwa
puisi-puisi Sapardi Djoko Damono kebanyakan adalah puisi kamar yang harus dibaca dalam
keadaan sunyi namun banyak puisi-puisinya yang sangat populer dan dideklamasikan dalam lomba-
lomba deklamasi serta dapat dikategorikan sebagai puisi auditorium (cocok untuk dibaca di pentas).
Kepenyairan Sapardi Djoko Damono membentang sejak tahun 1060-an hingga saat ini.
Kumpulan puisinya terakhir berjudul Ayat-ayat Api yang antara lain memaparkan huru hara
kerusuhan di Solo dan Jakarta yang mengakibatkan banyak orang mati terbakar di dalam toko.
Kepenyairannya tidak mengganggu penjelajahannya dalam dunia ilmu sastra, sampai beliau
menjadi pakar sastra, Dekan Fakultas Sastra Universitas Indonesia, dan terakhir sebagai anggota
Komisi Disiplin Ilmu Sastra dan Filsafat, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas.
Kumpulan puisi-puisinya adalah DukaMu Abadi (1969), Mota Pisau (1974), Akuarium (1974),
Perahu Kertas (1984), Sihir Hujan (1989), Hujan Bulan Juni (1994), dan Ayat-ayat Api (2000).

BAB III HAKIKAT PROSA FIKSI


A. Definisi Prosa Fiksi
Sastra merupakan wujud gagasan seseorang melalui pandangan terhadap lingkungan social
yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah.Sastra hadir sebagai hasil
perenungan pengarangterhadap fenomena yang ada. Sastra sebagai karya fiksi memiliki
pemahaman yang lebih mendalam, bukan hanya sekadar cerita khayal atau angan dari pengarang
saja melainkan wujud dari kreativitas pengarang dalam menggali dan mengolah gagasan yang ada
dalam pikirannya. Dunia kesastraan mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra disamping
genre-genre lain.
Prosa dalam pengertian kesastraan disebut fiksi. (fiction). Istilah fiksi dalam pengertian ini
berarti cerita rekaan (cerkan) atau cerita khayalan. Abrams dalam Nurgiyantoro (2006 : 2-3),
menyebut kan bahwa fiksi merupakan karya naratif yang isi nya tidak menyaran pada kebenaran.
Hal ini mengandung pengertian bahwa cerita yang berada dalam fiksi merupakan sebuah imajinasi
dan merupakan cerita rekaan seseorang.
1. Novel dan cerita pendek
Novel dan cerita pendek merupakan dua bentuk sastra yang sekaligus disebut fiksi.
2. Novel seriusdan novel popular
Novel popular adalah novel yang popular pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya
pembaca dikalangan remaja. Sedangkan sastra popular itu perekam kehidupa dan tidak banyak
memperbincangkan kehidupan kembali dalam serba kemungkinan.
a. Instrinsik dan Ekstrinsik

8
Unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur ekstrinsik
adalah unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi
bangunan suatu system organisme karyasastra.
b. Fakta, Tema, Sarana Cerita
Sarana pengucapan sastra, sarana kesastraan adalah teknik yang dipergunakan oleh pengarang
untuk menilih dan menyusun detail-detail cerita menjadi pola yang bermakna
c. Cerita dan Wacana
Aspek cerita yang terdiri dari peristiwa dan wujud keberadaannya, eksistensinya yang berunsur
isi. Unsur yang berupa substansi isi ini, dilain pihak adalah keseluruhan semesta, berbagai bentuk
kemungkinan, objek dan pariwisata, baik yang ada di dunia nyata maupun dunia imajinatif.

B. Novel Sebagai Salah Satu Genre Sastra


Dalam kesusastraan terdapat bermacam macam jenis sastra (genre sastra). Werrendan Wallek
(1995 : 298) menyatakan bahwa genre bukan sekadar nama, karena konvensi sastra yang berlaku
pada suatu karya membentuk ciri karya tersebut. Novel sebagai karya sastra yang membentuk
prosa. Prosa mengacu pada fiksi. Fiksi menurut Abrams (1971 : 59) merupakan bentuk karya
sastra yang sekaligus disebut fiksi. Dipertegas oleh Nurgiyantoro, B(2006 : 9) bahwa dalam
perkembangannya, pengertian fiksi seperti diungkapkan diatas juga berlaku pada novel. Secara
etimologis, kata “novel” berasal dari novellus yang berarti baru. Novel adalah bentuk karya sastra
cerita fiksi yang paling baru. Novel merupakan media penuangan pikiran, perasaan, gagasan
penulis dalam merespon kehidupan sekitarnya. Ketika dalam kehidupan muncul permasalahan
baru, nurani penulis seketika terpanggil untuk menciptakan sebuah cerita. Didukung oleh
kemajuan bidang lain, missal periklanan, menjadikan novel lebih mudah tercipta yang bias
dijadikan sebgai lahan bisnis (Nursisto, 2001 : 168).
C. Unsur Pembangun Novel
Secara tradisional unsur-unsur novel dibagi menjadi dua yaitu unsur instrinsik dan unsur
ekstrinsik. Unsur instrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri .Unsur
ekstrinsik adalah unsur yang berada diluar karya sastra itu namun secara tidak langsung
mempengaruhi bangunan organisme karya sastra. Unsur ekstrinsik terdiri dari sejumlah unsur,
antara lain adalah keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan dan
pandangan hidup yang semuanya mempengaruhi karya sastra yang ditulisnya. Unsur biografi
juga berperan dalam menentukan corak karya yang dihasilkan.
Unsur instrinsik dalam novel adalah sebagai berikut :
1. Tema

9
Untuk menemukan tema sebuah karya fiksi, kita harus menyimpulkan dari keseluruhan cerita,
tidak hanya bagian tertentu dari cerita. Sebagai sebuah makna pada umumnya, tema tidak
dilukiskan, paling tidak perlukisan secara langsung atau khusus.
2. Alur atau Plot
Waluyo, H.J (2011 : 9) memberi pengertian plot atau alur disebut kerangka cerita yaitu jalinan
cerita yang disusun dalam urutan waktu yang menunjukkan hubungan sebab dan akibat yang
memiliki kemungkinan agar pembaca menebak-nebak peristiwa yang akan datang.
3. Tokoh, Penokohan, dan Perwatakan
Tokoh merupakan unsur yang paling penting dalam suatu karya seni. Namun hal itu tak berarti
unsur plot dapat diabaikan begitu saja karena kejelasan mengenai tokoh dan penokohan dalam
banyak hal tergantung pada pemplotannya.
4. Latar atau Setting
Unsur latar yang ditekan kan perannya dalams ebuah novel akan berpengaruh terhadap elemen
fiksi khususnya alur dan tokoh. Artinya tokoh dan alur dapat menjadi lain jika latar tempatnya
berbeda.
5. Sudut Pandang (Point of View)
Sudut pandang dalam karya fiksi mempersoalkan siapa yang menceritakan atau dari posisi
mana (siapa) peristiwa dan tindakan itu dilihat. Sudut pandang banyak macamnya tergantung dari
sudut mana ia dipandang dan seberapa rinci ia dibedakan. Yaitu : 1. Sudut pandang persona ketiga,
2. Sudut pandang persona pertama, 3. Sudut pandang campuran.
6. Dialog atau Percakapan
Pengungkapan bahasa dengan gaya narasi adalah semua penuturan yang bukan bentuk
percakapan sering dapat mencapaikan sesuatu secara lebih singkat dan langsung, artinya pengarang
mengisahkan secara langsung ceritanya, telling.
7. Gaya bercerita (Bahasa)
Dalam mengungkapkan idenya, penulis biasa memilih kata kata yang dipakainya sedemikian
rupa sehingga segalapesannya sampai kepada pembaca. Selain itu, teknik penggunaan bahasa yang
baik juga membuat tulisan menjadi indah dan mudah dikenang.

BAB IV PERKEMBANGAN PROSA FIKSI INDONESIA


A. Sejarah Perkembangan Roman Angkatan 1920 Sampai Dengan Angkatan 1945
Berdasarkan sejarah sastra Indonesia, karya sastra bisa dibagi berdasarkan periodisasinya.
Periodisasi adalah pembagian kronologi perjalanan sastra atas masanya, biasanya berupa dekade-
dekade. Pada dekade-dekade tertentu dikenali angkatan-angkatan kesusastraan, misalnya

10
Angkatan Balai Pustaka, Angkatan Pujangga Baru, Angkatan 45, Angkatan '66 dan Angkatan
2000. Dimulai dari masa Balai Pustaka, sejarah kesusastraan Indonesia bisa dirinci atau dilakukan
periodisasi berikut ini:
1. Angkatan Balai Pustaka (Dekade 20-an)
2. Angkatan Pujangga Baru (Dekade 30-an)
3. Angkatan 45
4. Sastra Dekade 50-an
5. Sastra Angkatan '66 (Generasi Manifes Kebudayaan)
6. Sastra Dekade 70-an s.d. 80-an /Angkatan 80-an
7. Sastra Mutakhir/Terkini (Dekade 1990-an dan Angkatan 2000).
Dalam setiap angkatan/periodenya, kesusastraan tentu memiliki tokoh tokoh sastrawan-
sastrawati baik pengarang yang mencipta bentuk-bentuk prosa maupun penyair yang mengarang
bentuk-bentuk puisi. Kadang-kadang sang pengarang juga sekaligus penyair karena ia mencipta dua
bentuk sekaligus, yakni puisi dan prosa fiksi, misalnya Muhammad Yamin, Sanusi Pane, Sutan
Takdir Alisyahbana. Ayip Rosidi, Motenggo Boesye, Rendra, Kuntowijoyo, Emha Ainun Najib,
Afrizal Maina, Abidah Al Khalieqy, Helvy Tiana Rosa, dan lain-lain.
1. Sejarah Perkembangan Prosa Fiksi Angkatan 1920 (Balai Pustaka
Angakatan ini disebut juga dengan angkatan balai pustaka/dekade 20-an tokoh-tokoh yang
paling berperan diantaranya:Marah Rusli dengan karyanya roman “Siti Nurbaya” Muhammad Yamin
dengan karyanya kumpulan puisi “Tanah Air”,Abdul Muis dengan karyanya roman “Salah
Asuhan”,Rustam Efen di dengan karyanya kumpulan puisi “Percikan Permenungan”,Nur Sutan
Iskandar dengan karyanya roman “Katak Hendak Jadi Lembu”.
Periode balai pustaka merupakan periode pemula dalam ciptaan prosa fiksi.Hal itu dikarenakan
usaha pemerintah Belanda melalui Badan Bacaan “Balai Pustaka” cukup gigih mengusahakan
penerbitan roman,cerita pendek,dan puisi.Adapun mengenai ciri prosa fiksi pada angkatan ini
diklasifikasikan ke dalam dua golongan,yakni ciri tematis dan ciri kebahasaan,(Pradopo dalam
[Waluyo,H.J,2011:36]).
Beberapa ciri tematik yang sangat menonjol pada angkatan ini adalah mengenai:Problem adat
(perkawinan,permadua,pembagian harta,kepemimpinan dalam keluarga),pertentangan kaum tua
melawan kaum muda,dan kisah cinta yang romantis.
2. Sejarah Perkembangan Prosa Fiksi Angkatan 1933 (Pujangga Baru)
Masa ini dimulai dengan terbitnya majalah Pujangga Baru pada Me1933.Majalah inilah yang
merupakan terompet serta penyambung lidah para pujangga baru.Penerbitan majalah tersebt dipimpin
oleh tiga serangkai pujangga baru,yaitu Amir Hamzah,Armijn Pane,dan Sutan Takdir

11
Alisjahbana.Dalam manivestasi pujangga baru dinyatakan bahwa fungsi kesusastraan itu,selain
melukiskan atau menggambarkan tinggi rendahnya suatu bangsa,juga mendorong bangsa tersebut
kearah kemajuan.
Adapun karakteristik karya angkatan pujangga baru adalah sebagai berikut:
a. Dinamis
b. Bercorak romantik/idealistis
c. Angkatan pujangga baru menggunakan bahasa Melayu modern dan sudah meningalkan bahasa
klise.
d. Problem yang dikemukakan adalah problem manusia terpelajar di kota,baik dari satu kelurga
maupun antarkeluarga.
3. Sejarah Perkembangan Prosa Fiksi Angkatan 1945
Angkatan’45 meletakan pondasi kokoh pada kesusastraan Indonesia karena kesusastraan
sebelumnya dianggap tidak memiliki jati diri.Jika angkatan Balai Pustaka menghamba pada penjajah
Belanda dan Pujangga Baru terlalu berevorio pada budaya barat,maka angkatan’45 merupakan
penolakan pada keduanya.
Angkatan ini sering dikenal dengan angkatan perjuangan.Maka karya sastra yang muncul juga
menceritakan tentang perjuangan merebut kemerdekaan seperti karya sastra yang dibuat oleh Chairil
Anwar.Pada angkatan ini cerpen pun muncul dan dianggap sebagian karya pembaharuan prosa
Indonesia.Tokoh dan karya yang berperan dalam angkatan ini adalah Kerikil Tajam karya Chairil
Anwar,Aki karya Idrus dan lainnya.
Ciri tematis pada angkatan 45 ini adalah:
1. Kehidupan masyarakat dengan masalah dan problemanya banyak ketengahkan dalam lingkup
yang lebih luas dan kompleks,seperti masalah sosial,ekonomi,percintaan keluarga,kemasyarakatan dan
kemiskinan hidup.
2. Kesengsaraan hidup masyarakat banyak dikaitkan dengan peperangan,kepincangan sosial,tidak
adanya keadilan dan perikemanusiaan,dan adanya kesewenangan-wenangan.
3. Aliran realisme yang melukiskan kenyataan apa adanya.
4. Kisah-kisah tentang peperangan memunculkan sikap patriotik dan kebanggaan.
5. Niali-nilai kemanusiaan benar-benar diperjuangkan dan diletakkan pada tingkat yang tinggi.
4. Sejarah Perkembangan Prosa Fiksi Angkatan 66
Angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison.Semangat avant-garde sangat
menonjol pada angkatan ini.Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya
sastra pada masa angkatan ini.Sastrawan pada akhir angkatan yang lalu termasuk juga dalam kelompok
ini seperti Motingo Busye,Purnawan Tjondronegoro Gunawan Mohammad,Sapardi Djoko Damono

12
dan termasuk paus sastra Indonesia H.B.Jassin.
Seorang sastawan pada angkatan 50-60an yang mendapat tempat pada angkatan ini adalah Iwan
Simatupang.Pada masanya,karya sastranya berupa novel,cerpen dan drama kurang mendapat perhatian
bahkan sering menimbulkan kesalahpahaman.ia lahir mendahului zamannya.Menurut H.B Jassin ciri
angkatan 66 antara lain: Konsepsinya pancasila & Membawa kesadaran murni manusia yang bertahun-
tahun mengalami kezaliman dan perkosaan terhadap kebenaran dan rasa keadilan,kesadaran moral dan
agama.Adapun yang menjadi ciri khas pada angkatan ini adalah protes sosial dan proses politik.
5. Sejarah Perkembangan Prosa Fiksi Angkatan 2000 dan Sesdahnya
Sastrawan angkatan 2000 mulai merefleksikan keadaan sosial dan politik yamg terjadi pada akhir
tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru.Proses reformasi politik yang dimulai pada tahun
1998 banyak melatar belakangi kisah Novel fiksi.
Beberapa ciri angkatan 2000 diantaranya: tema yang diusung adalah sosial politik, romatik, masih
mewarnai tema karya sastra, banyak muncul pengarang perempuan tidak ada aturan yang mendasar,
adanya sastra bertema gender dan feminisme, adanya sastra religi munculnya cyber sastra di internet.

BAB V NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM PROSA FIKSI


1. Nilai-nilai Pendidikan dalam Novel
Sastra dan tata nilai merupakan dua fenomena sosial yang saling melengkapi dalam hakikat mereka
sebagai sesuatu yang eksistensial. Sastra sebagai produk kehidupan, mengandung nilai-nilai sosial,
filsafat, religi, dan sebagainya baik yang bertolak dari pengungkapan kembali maupun yang
mempunyai penyodoran konsep baru (Suyitno, 1986: 3). Sastra tidak hanya memasuki ruang serta
nilai-nilai kehidupan personal, tetapi juga nilai-nilai kehidupan manusia dalam arti total.
Kedudukan sastra dalam perkembangan globalisasi sangat penting, terutama untuk mengangkat
harkat dan martabat manusia dalam gejala sosial yang selalu berubah. Perubahan itu ada yang positif
dan ada pula yang negatif. Jati diri manusia perlu dikembangkan agar mampu dan berdaya
menyesuaikan diri dengan kecepatan perubahan itu.
Salah satu dampak sastra adalah mengukuhkan nilai-nilai positif dalam pikiran dan perasaan
manusia. Manusia bisa kreatif, bisa berwawasan luas, bahkan bisa menjadi pemimpin yang baik
apabila ia menimba nilai-nilai yang dituangkan oleh pengarang dalam karya sastra. Selain dituntut agar
berkualitas tinggi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, pembaca karya sastra juga harus mampu
bersaing dan menentukan terobosan baru, serta bermoral dan berperilaku yang baik sehingga dapat
membaktikan ilmu pengetahuan yang diperoleh.

Dalam karya sastra, baik puisi maupun prosa, butir-butir moral seperti banyak terungkap dan dapat

13
dijadikan kajian, renungan dan pegangan bagi pembacanya. Karya sastra harus mampu menggugah
kesadaran masyarakat untuk menyerap dan mengolah pengaruh dari luar. Karya sastra dapat
membantu mengembangkan sikap positif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang tak dapat dibendung (Djojonegoro, 1998 dalam Alwi, H, 2002).
Dalam sebuah novel atau karya fiksi, kita tidak hanya menemukan satu nilai saja, tetapi bermacam
macam nilai yang akan disampaikan oleh pengarangnya, seperti halnya isi karya sastra akan sangat
bergantung kepada pengarangnya, baik itu latar belakang pendidikan, pengalaman, pengetahuan
ataupun keyakinannya.
Nilai dalam sastra adalah kebaikan yang ada dalam makna karya sastra seseorang. Hal ini berarti
karya sastra mengandung nilai-nilai yang bermanfaat bagi pembaca dalam kehidupannya. Muatan nilai
dalam karya sastra pada umumnya adalah nilai religius, nilai moral, nilai sosial dan nilai estetika atau
keindahan (Waluyo, H. J, 2011: 28),
1. Nilai religius (agama)
Nilai-nilai religius yang terkandung dalam karya sastra dimaksudkan agar penikmat karya
tersebut mendapatkan renungan renungan batin dalam kehidupan yang bersumber pada nilai-nilai
agama. Nilai nilai religius dalam sastra bersifat individual dan personal.
2. Nilai Moral
Moral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca, merupakan makna
yang terkandung dalam karya sastra, makna yang disyaratkan melalui cerita. Moral dapat dipandang
sebagai tema dalam bentuk yang sederhana, tetapi tidak semua tema merupakan moral (Kenny dalam
Burhan Nurgiyantoro, 2006: 320).
3. Nilai Sosial
Nilai sosial dalam karya sastra adalah penggambaran suatu masyarakat sosial oleh karya sastra
dalam sebuah masyarakat. Tata nilai sosial tertentu akan mengungkapkan sesuatu hal yang dapat
direnungkan dalam karya sastra dengan ekspresinya. Pada akhirnya dapat dijadikan cermin atau sikap
para pembacanya (Suyitno, 1986: 31 dalam Sugihastuti, 2002: 45).
4. Nilai Estetika
Sugono, D (2003: 61) keestetikaan dalam karya sastra dapat ditengarai sebagai berikut:
1) Karya itu mampu menghidupkan atau memperbarui pengetahuan pembaca, menuntutnya melihat
berbagai kenyataan kehidupan, dan memberikan orientasi baru terhadap hal yang dimiliki.
2) Karya itu mampu membangkitkan aspirasi pembaca untuk berpikir, berbuah lebih banyak, dan
berkarya lebih baik bagi penyempurnaan kehidupan
3) Karya itu memperlihatkan peristiwa kebudayaan, sosial keagamaan, yang berkaitan dengan
peristiwa masa kini dan masa depan.

14
Karya sastra (yang baik) senantiasa mengandung nilai (value). Nilai itu di kemas dalam wujud
struktur karya sastra, yang secara implisit terdapat dalam alur latar, tokoh, tema, dan amanat atau di
dalam larik, kuplet, rima, dan irama.
Nilai yang terkandung dalam karya sastra itu antara lain adalah sebagai berikut:
a) Nilai hedonik (hedonic value), yaitu nilai yang dapat memberikan kesenangan secara langsung
kepada pembaca
b) Nilai artistik (artistic value), yaitu nilai yang dapat memanifestasikan suatu
seni atau keterampilan dalam melakukan suatu pekerjaan
c) Nilai kultural (cultural value), yaitu nilai yang dapat memberikan atau mengandung hubungan yang
mendalam dengan suatu masyarakat, peradaban, atau kebudayaan, Nilai budaya merupakan tingkat
yang paling abstrak dari adat, hidup dan berakar dalam alam pikiran masyarakat, dan sukar diganti
dengan nilai budaya lain dalam waktu singkat
d) Nilai etis, moral agama (ethical, moral religious value). yaitu nilai yang dapat memberikan atau
memancarkan petuah atau ajaran yang berkaitan dengan etika, moral, atau agama.
e) Nilai praktis (practical value), yaitu nilai yang mengandung hal-hal praktis
yang dapat diterapkan dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Ada beberapa manfaat yang dapat diambil ketika seorang pembaca suatu karya sastra, dalam hal
ini novel, yaitu dapat dijadikan pengisi waktu luang, pemberian atau pemerolehan hiburan, untuk
mendapatkan informasi, sebagai media pengembang dan pemerkaya pandangan kehidupan dan juga
memberikan pengetahuan nilai sosio-kultural dari zaman atau masa karya sastra itu dilahirkan.
Nilai-nilai pendidikan di atas bisa disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan dalam karya sastra
(novel) merupakan "sesuatu yang dapat memperkaya wawasan pengetahuan, dan atau meningkatkan
harkat hidup pembaca Menyangkut semua nilai-nilai kehidupan, dengan kata lain, dalam karya sastra
(novel) ada sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan.
2. Novel sebagai Sarana Pembelajaran
Kunci pembuka nilai dan pengetahuan dalam karya sastra adalah pendidikan. Melalui
pendidikan, sastra menjadi sumber pengetahuan yang diajarkan di sekolah dan bukan sekadar
dinikmati sebagai hiburan. Sastra sebenarnya merupakan salah satu jalan untuk memperoleh kebenaran
(Teeuw, 1982 dalam Hasan Alwi, 2002) Hal ini memerlukan guru sastra yang luas bacaannya dan
terbuka untuk gejala sastra yang baru sehingga dapat menyelesaikan tugas dengan baik
Pemanfaatan novel sebagai media pembelajaran merupakan upaya baru yang dilakukan agar
proses pembelajaran lebih bermakna. Bermakna di sini mengandung pengertian apa yang dipelajari
dapat menimbulkan kesan mendalam dan terlihat adanya perubahan pada struktur potensi siswa yang
berupa pengetahuan, sikap maupun keterampilan

15
Novel memiliki arti lebih dari sekadar kisah atau pengalaman fantastis tokoh, novel juga
memiliki muatan ilmu pengetahuan yang luas dan kaya. Ketika sebuah novel ada yang memiliki nilai
lebih dan mendasar bagi hidup manusia, saat itulah novel masuk dalam deretan karya besar yang dicari
karena dibutuhkan.

BAB VI DRAMA: PENGERTIAN DAN SEJARAH


A. Pengertian Drama
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai pengertian drama dan jenis-jenisnya serta sejarahnya.
Kata "drama" berasal dari bahasa Yunani yaitu "draomai" yang berarti bertindak, bergerak, atau
berakting. Karena itu, Boulton (1979: 3) menyatakan drama seba-gai seni yang bergerak atau berakting
(literature that walk).
Kalau kita membahas istilah drama, maka kita akan dihadapkan dengan naskah drama dan pentas
drama. Yang pertama adalah berkaitan dengan seni sastra, sedangkan yang kedua adalah berkaitan
dengan seni teater. Di dalam pengajaran drama di sekolah dan perguruan tinggi, yang disebut
pengajaran drama adalah menyangkut kedua-duanya, yaitu menelaah naskah drama dan mementaskan
naskah tersebut (Rincian Standard Kompetensi, Depdiknas, 2006). Drama merupakan tiruan kehidupan
manusia yang diproyeksikan di atas pentas. Ketika sedang melihat drama, penonton seolah sedang
melihat kejadian yang terjadi di dalam masyarakat. Kadang-kadang konflik yang disajikan dalam
drama sama dengan konflik batin mereka sendiri. Drama adalah potret kehidupan manusia, potret suka
duka, pahit manis, dan hitam putih kehidupan manusia.

B.Jenis jenis Drama


Jenis-jenis drama didasarkan atas jenis stereotip manusia dan tanggapan manusia terhadap hidup dan
kehidupan. Seorang pengarang drama dapat melihat kehidupan ini dari sisi yang menggembirakan dan
sebaliknya dia dapat juga melihatnya dari sisi yang menyedihkan. Dapat juga seorang pengarang
memberikan variasi antara sedih dan gembira. mencampurkan dua sikap itu karena dalam kehidupan
yang nyata manusia tidak selalu sedih dan tidak selalu gembira. Karya yang mampu memadukan dua
sisi sikap hidup manusia itu dipandang sebagai karya yang lebih baik karena kenyataan hidup yang
kita jumpai memang demikian adanya.
Pada abad XVIII ada berbagai jenis naskah drama, di antaranya adalah: lelucon, banyolan, opera
balada, komedi sentimental, komedh tingkat tinggi, tragedy borjuis, dan tragedi neoklasik. Selanjutnya
berbagai macam jenis drama itu dapat diklasifikasikan menjadi 4 jenis, yaitu sebagai berikut:
a. tragedi (duka cerita).
b.komedi (drama riang).

16
c.melodrama. (drama melodius).
d .dagelan(farce).

C.Aliran aliran dalam Drama


Berikut ini akan dikemukakan beberapa aliran dalam drama beserta sifat sifatnya. Sifat-sifat tersebut
tidak bercorak kaku tetapi hanya merupakan ciri pokok saja. Tidak ada drama yang seratus persen
mengikuti salah satu aliran tertentu.
1. Aliran Klasik
Tokoh-tokoh aliran klasik antara lain adalah: (1) Pierre Corneille. (2) Jean Raceme, dan (3) Joost van
de Vondel. Ciri-ciri aliran klasika adalah: (1) tunduk terhadap hukum trilogi Aristoteles dalam hal
kesatuan tempat, waktu, dan gerak, (2) acting-nya bergaya deklamasi, (3) drama lirik lebih banyak
ditulis, (4) irama permainan-nya lamban, banyak diselingi dengan monolog, dan bersifat statis, dan (5)
materi cerita yang ditampilkan bergaya Yunani dan Romawi.
2. Aliran Romantik
Aliran romantik berkembang pada abad XVIII. Dalam drama-drama romantik, trilogi Aristoteles
tidak dipatuhi. Adapun ciri-ciri aliran ini adalah: (1) isinya bersifat fantastik dan tidak logis, (2)
menggunakan bahasa yang mengikuti kaidah tata bahasa, (3) aspek visual ditonjolkan dengan segala
perlengkapannya baik busana, rias, maupun panggung yang gemerlapan, (4) acting-nya sangat bersifat
bombastis dengan mimik yang berlebihan, (5) lakon-nya biasanya tentang pembunuhan dengan tokoh
tokohnya yang sentimental, dan (6) bentuk drama bersifat bebas, artinya bukan merupakan drama lirik
seperti pada aliran klasik Dapat ditambahkan bahwa panggung dibuat sangat indah dengan lukisan-
lukisan alam, pemandangan, rumah, dan sebagainya.
3. Aliran Realisme
Aliran realisme lebih mementingkan pada kenyataan. Objek yang digambarkan dalam pementasan
bukannya hal-hal yang berlebihan dan sentimental seperti dalam aliran romantic namun hal-hal yang
sesuai dengan kenyataan.
4.AliranEkspresionisme
Aliran ekspresionisme adalah aliran yang menonjolkan curahan pikiran atau perasaan pengarang.
Drama ekspresionisme lahir sesudah Perang Dunia I (1914-1939). Ciri-cirinya adalah: (1) adanya
gerak kolektif, (2) banyak dipengaruhi oleh psikoanalisis Sigmund Freud, dan banyak dipengaruhi oleh
film karena keinginan untuk menggambarkan ekspresi jiwa atau pengarang sutradara, (3) pergantian
adegan bersifat cepat, (4) penggunaan pentas bersifat ekstrim, dan (5) fragmen-fragmen yang
ditampilkan seperti dalam film.

17
5. Aliran Naturalisme
Naturalisme merupakan perkembangan lebih lanjut dari realisme. Perbedaannya dengan realisme
adalah bahwa dalam naturalisme kenyataan yang digambarkan diusahakan mendekati kenyataan alam
(natural).
6.Aliran Eksistensialisme
Di Indonesia kita mengenal tokoh-tokoh drama eksistensialisme, seperti Iwan Simatupang, Putu
Widjaya, dan Arifin C. Noer. Mungkin karya-karya Putu Widjaya dan Arifin C. Noer kurang menonjol
dalam sifat eksistensialisme. Akan tetapi sesuai dengan pendapat Rendra, nama Samuel Beckett sangat
nyata sebagai dramawan yang banyak menulis drama yang beraliran eksistensialisme: Karya-karya
Putu Wijaya mendekati karya Samuel Beckett. Drama-drama Arifin C. Noer banyak berkaitan dengan
karya-karya Albert Camus karena ketika muda Arifin C. Noer berkali-kali menggeluti karya Albert
Camus yang berjudul "Caligula".

D. Perkembangan Teater di Indonesia Tradisi berteater sudah ada dalam masyarakat bangsa Indonesia.
Hal ini terbukti dengan sudah adanya teater tradisional di seluruh wilayah tanah air.
1. Teater Tradisional
Teater yang berkembang di kalangan rakyat disebut dengan teater tradisional, sebagai lawan dari
teater modern dan teater kontemporer. Teater tradisional ditampilkan tanpa naskah bersifat
improvisasi). Sifatnya supel, artinya dipentaskan di semba-rang tempat. Jenis teater ini masih hidup
dan berkembang di daerah-daerah di seluruh Indonesia. Yang disebut teater tradisional itu, oleh Kasim
Ahmad diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu sebagai berikut (1981: 113-131):
Sifat dari teater rakyat, seperti halnya teater tradisional adalah adanya improvisasi, sederhana, spontan
dan menyatu dengan kehidupan Contoh-contoh teater rakyat adalah sebagai berikut.
a. Teater Rakyat
Teater yang berkembang dikalangan rakyat disebut dengan teater tradisional,sebagai lawan dari
teater modern dan teater kontemporer.
b.Teater tradisional
sifat dari teater rakyat seperti halnya teater tradisional adalah adanya improvisasi,sederhana,spontan
dan menyatu dengan kehidupan rakyat.

BAB VII STRUKTUR DRAMA


Drama berarti perbuatan, tindakan atau action. Dalam kehidupan sekarang, drama mengandung arti
yang lebih luas ditinjau dari apakah drama sebagai salah satu genre sastra ataukah drama itu sebagai

18
cabang kesenian yang mandiri. Drama naskah merupakan salah satu genre sastra yang desejajarkan
dengan puisi dan prosa. Drama pentas adalah jenis kesenian mandiri yang merupakan integrasi dari
berbagai jenis kesenian seperti musik, tata lampu, seni lukis (dekor, panggung), seni kostum, seni rias
dan sebagainya. Jika kita membicarakan drama pentas sebagai kesenian mandiri. maka ingatan kita
dapat kita layangkan pada wayang, ketoprak, ludruk, lenong dan film. Dalam kesenian tersebut, naskah
drama diramu dengan berbagai unsur untuk memben-tuk suatu kelengkapan.
A. Konflik Manusia Sebagai Dasar Dari Lakon
Dasar lakon drama adalah konflik manusia. Konflik itu lebih bersifat batin daripada fisik. Konflik
manusia itu sering juga dilukiskan secara fisik. Dalam wayang yaitu wayang orang, ketoprak, dan juga
ludruk akan kita saksikan bahwa klimaks dari konflik batin itu adalah bentrokan fisik yang diwujudkan
dalam bentuk perang.
Konflik yang dipaparkan dalam lakon harus mempunyai motif. Motif dari konflik yang dibangun itu
akan mewujudkan kejadian-kejadian. Motif dan kejadian haruslah wajar dan realistis, artinya benar-
benar diambil (diteladani) dari kehidupan manusia. Konflik antartokoh dan gambaran tokohnya harus
life-like dan plausibility (dalam Kenney, 1969: 34 dan 41).
Motif dalam penulisan lakon merupakan dasar lakon dan merupakan keseluruhan rangsang dinamis
yang menjadi dasar agar seseorang mengadakan respon. Motif dapat ditimbulkan oleh berbagai
sumber, diantaranya oleh hal-hal berikut ini (Boulton, 1971: 3):
1. Kecenderungan dasar manusia untuk dikenal, untuk memperoleh pengalaman, ketenangan,
kedudukan, dan sebagainya.
2 Situasi yang melingkupi manusia yang berupa keadaan fisik dan sosialnya.
3. Interaksi sosial yang ditimbulkan akibat hubungan dengan sesama manusia.
4. Watak manusia itu sendiri yang ditentukan oleh keadaan intelektual, emosional, ekspresif, dan
sosiokultural.

B. Naskah Drama dan Strukturnya


Drama naskah disebut juga sastra lakon. Sebagai salah satu genre sastra, drama naskah dibangun
oleh struktur fisik (kebahasaan) dan struktur batin (semantik atau makna). Wujud fisik sebuah naskah
adalah dialog atau ragam tutur. Ragam tutur itu adalah ragam sastra. Oleh sebab itu, bahasa dan
maknanya tunduk pada konvensi sastra, yang menurut Teeuw meliputi hal-hal berikut ini:
1. Teks Sastra memiliki unsur atau struktur batin atau intern structure relation, yang bagian-bagiannya
saling menentukan dan saling berkaitan.
2. Naskah sastra juga memiliki struktur luar atau extern structure relation, yang terikat oleh bahasa
pengarangnya.

19
3. Sistem Sastra juga merupakan model dunia sekunder, yang sangat kompleks dan bersusun-susun.
Selanjutnya Teeuw juga menyebutkan tiga ciri khas karya sastra, yaitu sebagai berikut:
a.Teks sastra merupakan keseluruhan yang tertutup, yang batasnya ditentukan dengan kebulatan
makna.
b. Dalam teks sastra ungkapan itu sendiri penting, diberi makna, disemantiskan segala
aspeknya;barang atau persoalan yang dalam kehidupan sehari.

C.Plot atau Kerangka Cerita


Plot merupakan jalinan cerita atau kerangka dari awal hingga akhir. yang merupakan jalinan konflik
antara dua tokoh yang berlawanan. Konflik itu berkembang karena kontradiksi para pelaku. Sifat dua
tokoh utama stu bertentangan, misalnya kebaikan kontra kejahatan, tokoh sopan kontra tokoh brutal,
tokoh pembela kebenaran kontra bandit, tokoh ksatria kontra penjahat, tokoh bermoral kontra tokoh
tidak bermoral, dan sebagainya. Konflik itu semakin lama semakin meningkat untuk kemudian
mencapai titik klimaks Setelah klimaks lakon akan menuju penyelesaian. Gustaf Freytag menyebutkan
unsur-unsur plot sebagai berikut
1.Exposition atau pelukisan awal cerita
2.komplikasi atau pertikaian awal
3.klimaks atau titik puncak cerita
4.resolusi atau penyelesaian ataua falling action
5.catastdophe atau denkument atau keputusan

D.Penokohan dan Perwatakan


Penokohan erat hubungannya dengan perwatakan. Susunan tokoh (drama personae) adalah daftar
tokoh-tokoh yang berperan dalam drama itu. Dalam susunan tokoh itu, yang terlebih dulu dijelaskan
adalah nama, umur. jenis kelamin, tipe fisik, jabatan, dan keadaan kejiwaannya itu. Penulis lakon
sudah menggam-barkan perwatakan tokoh-tokohnya.
a. Tokoh Antagonis dan Protagonis
Tokoh antagonis adalah tokoh penentang arus cerita. Dalam cerita wayang, tokoh ini dikaitkan
dengan tokoh raksasa yang melawan tokoh utama wayang itu. Dalam sastra lama, tokoh antagonis
melawan tokoh ksatria atau pahlawan utama. Kemantapan tokoh utama harus.
b.klarifikasi tokoh
1. Berdasarkan peranannya terhadap jalan cerita, terdapat tokoh tokoh seperti di bawah ini.
Tokoh Protagonis, yaitu tokoh yang mendukung cerita. Biasanya ada satu atau dua figur tokoh
protagonis utama, yang dibantu oleh tokoh tokoh lainnya yang ikut terlibat sebagai pendukung cerita

20
Tokoh antagonis, yaitu tokoh penentang cerita. Biasanya ada seorang tokoh utama yang menentang
cerita dan beberapa figur pembantu yang ikut menentang cerita. Tokoh tritagonis, yaitu tokoh
pembantu, baik untuk tokoh protagonis maupun untuk tokoh antagonis.
2. Berdasarkan peranannya dalam lakon serta fungsinya, maka terdapat tokoh-tokoh sebagai berikut.
a) Tokoh sentral, yaitu tokoh-tokoh yang paling menentukan gerak lakon. Mereka merupakan proses
perputaran lakon. merupakan biang keladi pertikaian. Tokoh sentral
b) Tokoh utama, yaitu tokoh pendukung atau penentang tokoh sentral. Dapat juga sebagai medium
atau perantara tokoh sentral. Dalam hal ini adalah tokoh tritagonis
c) Tokoh pembantu, yaitu tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkap atau tambahan dalam mata
rantai cerita. Kehadiran tokoh pembantu ini menurut kebutuhan cerita saja. Tidak semua lakon
menampilkan kehadiran tokoh pembantu.
c.perwatakan
Tokoh-tokoh yang disebutkan di depan harus memiliki watak Watak para tokoh itu harus konsisten
dari awal sampai akhir. Watak tokoh protagonis dan tokoh antagonis harus memungkinkan keduanya
menjalin pertikaian dan pertikaian itu memiliki kemungkinan untuk berkembang mencapai klimaks.
Kedua tokoh iniharuslah tokoh-tokoh yang memiliki watakkuat (berkarakter) dan watak yang kuat itu
saling kontradiktif. Dapat juga keduanya memiliki kepentingan yang sama, saling berebut sesuatu,
saling bersaing dan sebagainya.
1.keadaan fisik
2.keadaan psikis
3.keadaan sosiologis

E. Hubungan Antara Naskah-Pengarang Pementasan-Penonton


Naskah-naskah drama yang ditulis tahun 1930-an nila sastranya cukup tinggi tetapi kemungkinan
pentasnya tidak meyakinkan. Naskah yang demikian bersifat komunikatif. Bahasanya adalah bahasa
yang hidup dalam masyarakat, bahasa speech-act Nilai literer memang tidak boleh ditinggalkan tetapi
ulat komunikatif harus diperhatikan Keunggulan naskah drama adalah pada konflik yang dibangun.
Konflik menentukan penanjakan penamakan ke arah klimaks jawaban terhadap konflik itu akan
melahirkan suspense dan kejutan Tingkat keterampilan penulis drama ditentukan oleh keterampilan
menjalin konflik yang diwarnai oleh surprise dan suspense yang belum pernah dicipta oleh pengarang
lain. Naskah drama yang baik memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Tema relevan dengan keperluan pementasan.
2) Konfliknya cukup tajam ditandai oleh plot yang penuh keju-tan dan dialog yang mantap.
3) Watak pelakunya mengandung pertentangan yang memungkinkan ketajaman konflik yang

21
plausible.
4) Bahasanya mudah dipahami, tidak berkepanjangan, dan komunikatif
5) Mempunyai kemungkinan pementasan.
BAB VIII PEMBELAJARAN DRAMA
1.)Pembelajaran Dramana Menggunakan Metode Sosiodrama
Sosiodrama adalah salah satu metode dengan dasar pendramaan, acting, atau berperan. Ada dua
jenis metode pendramaan, yaitu sosiodrama dan role-playing (Treifinger. 1980:15). Ada kemiripan
antara sosiodrama dengan role-playing. Dalam sosiodrama pemeranan aspek sosial lebih dipentingkan
daripada pemeranan dalam roleplaying. Sosiodrama adalah drama bermain peran atau yang bertujuan
memberikan informasi kepada masyarakat tentang masalah sosial. Menurut Usman (1993:127)
sosiodrama adalah sandiwara atau dramatisasi dengan skrip sederhana buatan sendiri dan siswa
mengembangkannya dengan mendramatisasikan hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sosial
atau masalah sosial.
Pendapat lain adalah dari Adam Blatner (diunduh dari The British Journal of Psichodrama and
Sociodrama, 2010), yang menyatakan bahwa sosiodrama adalah a method for exploring the conflict
and issues inherent in social roles. Sosiodrama ini merupakan kelanjutan dari metode psychodrama
yang dikembangkan oleh J. L. Moreno (1889-1974). Selanjutnya Plotkin (1997) menambahkan bahwa:
2.) Kelebihan Metode Sosiodrama
Kelebihan dari metode sosidrama untuk pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Dapat mengembangkan kreatifitas siswa (dengan peran yang di kembangkan dan dimainkan siswa
sehingga siswa dapat berimajinasi dan kreatif)
2. Mampu memupuk kerjasama antar siswa dalam mengembangkan lakon dan latihan;
3. Dapat menumbuhkembangkan bakat siswa dalam seni drama ka-rena sosiodrama dapat dikatakan
sebagai dramatisasi sederhana; 4. Memungkinkan siswa memperhatikan problem sosial di sekitar
mereka dan berusaha mencoba untuk memecahkannya (solvingtheproblem):
5. Dapat memupuk keberanian berpendapat dan membela penda-patnya di depan kelas;
6. Memungkinkan pembelajaran nilai-nilai sosial menjadi lebih mudah dilakukan, sehingga
menumbuhkan kebiasaan untuk memiliki solidaritas sosial;
7. Dapat mengintegrasikan materi pembelajaran yang lain seperti: membaca,menulis, menyimak, dan
berbicara:
8. Melatih siswa untuk menganalisis masalah dan mengambil kesimpulan dalam waktu singkat dan
terbiasa memecahkan masalah.

3. )Langkah-langkah Metode Sosiodrama

22
Ada & langkah yang dianjurkan Torrance (dalam Treffinger, 1982, 62 63) untuk mengefektifkan
sosiodrama sebagai sarana siswa untuk menghadapi problem dan tantangan, yaitu
1. Menetapkan problem diobservasi dan ditentukan masalah yang timbul dimasyarakat (dalam kegiatan
ini sudah diberikan tugas yang relevan).
2. Mendeskripsikan situasi konflik dan menulis teks penentuan tokoh-tokoh dan konflik yang terjadi
dan berkembang Di sini prinsip dramatisasi dengan analisis watak tokoh dan casting (penentuan tokoh)
beserta dialognya digarap sendiri oleh kelompok mahasiswa)
3. Pemilihan pemain (casting character) memilih pemeran cerita, problem solving, dan pengamat
dan tokoh-tokoh
4. Memberikan penjelasan dan pemanasan bagi actor dan pengamat tentang lakon dan teks sreta
bagaimana lakon yang akan dibawakan disertai latihan pemeranan sampai siap tampil
5. Memerankan situasi tersebut pemeranan di atas pentas dalam arena melingkar Pengamat harus
ditentukan oleh kelas dan memberkan penilaian secara cermat tentang ketepatan pemeranan
(dramatisasi).

4.)Implementasi Sosiodrama dalam Pementasan Drama Di dalam buku ini dintegrasikan pementasan
drama dengan prinsip prinsip sosiodrama Permasalahan yang didramakan ditentukan oleh konseptor,
yaitu 5 masalah berasal dari masalah besar yang ditampilkan dalam cerita-cerita besar, baik dari
tingkat dunia maupun dari Indone Sedangkan 3 cerita berasal dari permasalahan sossal nyata dalam
masyarakat. Masalah-masalah yang ditentukan tersebut dikembangkan sendiri oleh mahasiswa dengan
konflik, peningkatan konflik dimaks penurunan konflik, dan penyelesaian Seperti dijelaskan di depan,
setiap pentas sosiodrama diamati oleh grup pengimat yang harus memberikan penilaian untuk
peningkatan kandik, klimaks, dan terlebih dalam problem solving atau penyelesaian masalah
Empat problem yang diambil dari cerra dunia adalah: (1) problem nasib manusia yang setaiu kalah
oleh takdir (dars drama Oedipus Rex karya Sophocles) (2) problem perebutan kekuasaan (dan drama
Hamlet karya Shakespeare) (3) problem percintaan yang gagal (Romen and Juliet karya Shakespeare),
dan problem hokum karma (Bila Malam Bertambah Malam. karya Putu Wijaya). Dua problem
kehidupan sehari-hari yang akan ditampilkan dalam buku ini adalah: (1) problem pengangguran dalam
masyarakat berupa perdebatan dan konflik dalam masyarakat yang berbeda status sosialnya (2)
problem pemilihan jurusan di SMA berupa konflik anak muda SMA bertikat tentang pemilihan jurusan
di SMA dan kelanjutannya diperguruan tinggi atau vokast.
1.Menyusun dialog sesuai dengan adegan dan masalah yang ditentukan
2.Berlatih akting untuk memerankan lakon yang disusun sendiri oleh kelompok tersebut
3.Dosen memberikan tugas sebagian mahasiswa untuk menjadi pengamat yaitu mahasiswa yang

23
termasuk dalam kelompok lain
4. Jika latihan sudah cukup, maka mahsiswa mengusahakan iringan musik dan merencanakan
kelengkapan pementasan sederhana (make-up, kostum,lighting, dan pentas) di kelas yang digunakan.
5.Diadakan pengecekan terakhir untuk persiapan
pentas
6.Pelaksanaan pentas dan pengamat melaksanakantugasnya
7.Diskusi kelas dipimpin oleh dosen dengan saran-saran dan perbaikan perbaikan.
8.Para pelaku berlatih ulang
9.Pementasan kembali dengan lebih baik dengan menonjolkan problem solving terhadap masalah yang
telah disajikan
10.Pembelajaran diakhiri dengan refleksi oleh dosen.

5.)Pengembangan Masalah Sosial ke dalam Lakon Drama


Metode sosiodrama dan bermain peranan merupakan dua buah metode mengajar yang mengandung
pengertian yang dapat dikatakan sama am karenanya dalam pelaksaan sering dialihgantikan. Istilah
sosiodrama berasal dari kata socio (sosial) dan drama Kata drama adalah lentus au peristiwa dalam
kehidupan manusia yang mengandung konk kwaan, pergolakan clash atau benturan antara dua nang
atau leh Sedangkan bermain peranan berarti memegang fungsi sebagai orang yang Amankannya
misalnya berperan sebagai Jurah, penjudi, nenek tux renta dan sebagainya.
Kedua metode tersebut biasanya disingkat menjadi metode odrama" yang merupakan metode
mengajar dengan cara mempertunjukkan kepada siswa tentang masalah-masalah yang memiliki
hubungan sosial. mok mencapai tujuan pengajaran tertentu Masalah yang hubungan sosial tersebut
didramatisasikan oleh siswa di bawah pimpinan dosen atau instruktur. Melalui metode ini dosen ingin
mengajarkan cars cara bertingkah laku dalam hubungan antara sesame manusia Cara yang paling baik
untuk memahami nilai sosiodrama adalah mengalami sendiri sosiodrama, mengikuti penuturan
terjadinya sasandrama dan mengikuti langkah langkah dosen pada saat memimpin sosiodrama.

2.2 Ringkasan Buku II

BAB I (PENGANTAR UMUM)


Kajian Apresiasi Prosa Fiksi merupkan salah satu mata kuliah pokok.Dalam struktur
program perkuliahan disebut Mata Kuliah Bidang Studi (MKBS)di Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia program strata satu (S-1).Mata kuliah ini memberikan pengalaman kepada
mahasiswa untuk melakukankajian terhadap prosa fiksi (dalam hal ini cerpen atau novel)
24
berdasarkan disiplinilmu sastra. Dalam mata kuliah ini dibahasa konsep-konsep mengenai seluk-
beluksastra, hakikat fiksi, membaca fiksi sebagai bentuk apresiasi, serta pengkajiansastra
dengan berbagai pendekatan. Peserta mata kuliah ini adalah mahasiswaJurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia program strata satu (S-1) yangtelah lulus mata kuliah prasyarat.
Setelah mengikuti perkuliahan ini, ada dua tujuan yang diharapkan dapatdicapai yaitu tujuan
umum dan tujuan khusus. Tujuan umum mata kuliah iniadalah mahasiswa memiliki
kemampuan mengkaji teks naratif (prosa fiksi)berdasarkan disiplin ilmu sastra. Tujuan ini
lebih menitikberatkan pada aspekketerampilan (psikomotor) dalam mengkaji karya sastra
sebagai bekal untukmenjadi sarjana sastra yang berkualitas.
BAB II (SELUK-BELUK SASTRA)
Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,pemikiran, perasaan,
ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambarkonkret dengan alat bahasa. Sastra telah
menjadi bagian dari pengalaman hidupmanusia sejak dahulu, baik dari aspek manusia sebagai
penciptanya maupun aspekmanusia sebagai penikmatnya. Karya sastra merupakan curahan
pengalaman batinpengarang tentang fenomena kehidupan sosial dan budaya masyarakat
padamasanya. Sastra termasuk ungkapan peristiwa, ide, gagasan serta nilai-nilaikehidupan
yang diamanatkan didalamnya. Sastra mempersoalkan manusia dalamsegala aspek kehidupannya
sehingga karya itu berguna untuk mengenal manusiadan kebudayaan.
Ciri-ciri karya sastra diantaranya adalah:
(1) Sastra adalah sebuah ciptaan atau kreasi. Karena sastra adalah kreasi, maka sastra bukanlah imitasi
atau tiruan. Penciptanya disebut seniman lantaran menciptakan sebuah dunia baru.
(2) Sastra bersifat otonom. Ini berarti tidak mengacu pada sesuatu yang lain. Sastra tidak bersifat
komunikatif. Sang penyair hanya mencari keselarasan di dalam karya sastra sendiri.
(3) Sastra memiliki unsur kohesi. Artinya, unsur-unsur di dalamnya memiliki keselarasan antara
bentuk dan isi. Setiap isi berkaitan dengan bentuk atau ungkapan tertentu. Hubungan antara bentuk dan
isi bersifat fleksibel.
(4) Sastra berisi tentang sintesis atau unsur-unsur yang selama ini dianggap bertentangan.
Pertentangan tersebut sendiri atas berbagai bentuk. Ada pertentangan yang disadari, tanpa disadari,
antara ruh dan benda, pria dan wanita
dan seterusnya.
(5) Satra berisi ungkapan-ungkapan yang tidak bisa terungkapkan". Penyair menghasilkan karya-karya
untuk memotret sebuah fakta aktual atau imajinatif yang tidak bisa digambarkan oleh orang lain.
Ketika dijelaskan oleh sastrawan, maka fakta itu kemudian terlihat jelas oleh orang-orang awam atau
pembaca.

25
Fungsi karya sastra meliputi hal-hal sebagai berikut:
(1) sebagai hiburan atau kreasi yang bersifat estetis,
(2) sebagai renungan moralitas,
(3) sebagai pembelajaran sesuatu dengan cara menghibur,
(4) sebagai media komunikasi simbolik,
(5) pembuka paradigm berfikir.
(6) dapat bersifat religius dan sama derajatnya dengan karya nabi,
(7) alat untuk meneruskan tradisi.
(8) menjadi tempat bagi nilai dapat tumbuh sewajarnya, dipertahankan, dan disebarluaskan.
Manfaat karya sastra adalah memberi motivasi kepada pembaca, memberi akses terhadap latar
belakang budaya, memberi akses terhadap pemerolehan bahasa, memberi perhatian kepada siswa
mahasiswa terhadap bahasa, mengembangkan kemampuan interpretatif, dan mendidik siswa secara
keseluruhan.

BAB III (TENTANG FIKSI)


Fiksi sering disebut juga dengan cerita rekaan, merupakan cerita dalam prosa, hasil olahan
pengarang berdasarkan pandangan, tafsiran, dan penilaiannya tentang peristiwa-peristiwa yang pernah
terjadi, ataupun pengolahan tentang peristiwa-peristiwa yang hanya berlangsung dalam khayalan:
Berdasarkan tingkat kerumitannya, fiksi dibagi menjadi dua yaitu fiksi serius dan fiksi populer.
Pertama, fiksi populer hanya sebatas menceritakan sesuatu, sedangkan fiksi serius juga menceritakan
sesuatu, tetapi di dalam menceritakan sesuatu itu fiksi serius menggunakan fakta-fakta dan sarana-
sarana cerita yang lebih rumit hingga untuk memahami temanya pun harus melewati langkah-langkah
analisis yang serius pula. Kedua, fiksi populer menggambarkan tokoh yang stereotip (pada umumnya),
sedangkan fiksi serius menggambarkan tipe tokoh. Dengan penggambaran yang stereotip, fiksi populer
sebenarnya hanya mengulang-ulang cerita-cerita dalam karya fiksi yang sudah ada sebelumnya.
Sebaliknya, dengan menggambarkan tipe tokoh, fiksi serius menghadirkan keunikan tokoh tersebut. Di
pihak lain, keunikan tipe tokoh tersebut bisa dirasakan dan kemudian dipahami oleh pembaca, di mana
saja dan kapan saja. Pembaca akan tetap bisa menikmati fiksi serius meskipun karya itu telah terbit
berpuluh tahun sebelumnya. Kenyataan yang demikian menunjukkan bahwa di dalam fiksi serius
terkandung dua sifat sekaligus, yaitu unik dan universal.
Dalam buku ini, ada dua klasifikasi prosa fiksi yang dijelaskan yaitu cerpen dan novel. Cerita
pendek merupakan cerita fiksi bentuk prosa yang singkat padat, dengan unsur cerita berpusat pada satu
peristiwa pokok sehingga jumlah dan pengembangan pelaku terbatas, dan keseluruhan ceritanya
memberikan kesan tunggal Ciri utama cerita pendek dari segi struktur luar dapat dikenali dari bentuk

26
yang singkat dan padat, sedangkan dari segi struktur dalam dapat dikenali bahwa ceritanya berpusat
pada satu konflik pokok. Kedua macam ciri utama cerita pendek ini dapat memberikan peluang bagi
ragam cerita pendek itu sendiri dalam menangkap dan mengungkap berbagai peristiwa dalam
kehidupan manusia.
Kata novel berasal dari kata Latin novellus yang diturunkan pula dari kata novies yang berarti baru.
Dikatakan baru karena jika dibandingkan dengan jenis jenis sastra lainnya seperti puisi, drama, dan
lain-lain, maka jenis novel ini kemudian muncul, Novel merupakan salah satu jenis karangan prosa.
Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh HB Jassin (1977: 64), yaitu novel merupakan
karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan
orang-orang (tokoh), luar biasa karena kejadian ini.

BAB IV (MEMBACA FIKSI SEBAGAI BENTUK APRESIASI)


Secara etimologis istilah apresiasi berasal dari bahasa Latin apreciatio yang berarti "menghargai".
Dalam bahasa Inggris appreciate yang berarti. "menyadari, memahami, menghargai, dan menilai". Dari
kata appreciate dapat dibentuk kata appreciation yang berarti "penghargaan, pemahaman, dan
penghayatan". Kata apresiasi dalam Bahasa Indonesia mengandung pengertian yang sejajar dengan
kata apreciatio (Latin) kata appreciation (Inggris) tersebut. Apresiasi diartikan juga sebagai suatu
kegiatan penilaian terhadap kualitas sesuatu dan memberi penghargaan yang tepat terhadapnya
Apresiasi meliputi tiga aspek, yaitu kognitif, emosi, dan evaluasi. Aspek kognitif adalah
kemampuan memahami masalah teori dan prinsip-prinsip intrinsik sebuah karya sastra. Aspek
apresiasi yang kedua yaitu emotif. Aspek emotif adalah kemampuan memiliki nilai-nilai keindahan
karya sastra. Indikasi untuk mengukur aspek emotif yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
(1) siswa dapat menemukan dan menunjukkan indah tidaknya karya sastra puisi itu:
(2) siswa dapat menemukan dan menunjukkan cara penulisan latar belakang cerita/ setting:
(3) siswa dapat menemukan dan menunjul ungkapan dalam karya sastra puisi. Aspek ke evaluaitif
adalah kemampuan menilai, Aspek ini kegiatan apresiasi. Indikator untuk menilai dan mengukurnya
adalah kemampuan untuk menafsirkannya. Penilaian ini dapat disejajarkan dengan kegiatan
mempertimbangkan nilai yang ada dalam karya.
Apresiasi sastra berarti tanggapan ataupun pemahaman sensitif terhadap karya sastra. Jelasnya,
penekanannya pada pengertian sensitif terutama menyangkut tanggapan seseorang terhadap nilai-nilai
yang terkandung dalam karya sastra. Dengan demikian, mengapresiasi karya sastra berarti menanggapi
karya sastra dengan kemampuan afektif yang di satu pihak peka terhadap nilai nilai yang terkandung
dalam karya sastra yang bersangkutan, baik yang tersurat maupun yang tersirat dalam kerangka
tematik yang mendasarinya; dan di lain pihak, kepekaan tanggapan tersebut bermanfaat bagi upaya

27
memahami pola tata nilai yang diperolehnya dari bacaan di dalam proporsi yang sesuai dengan konteks
persoalannya.

BAB V (PENGKAJIAN PROSA FIKSI)


Kajian sastra bisa diartikan sebagai proses atau perbuatan mengkaji, menyelidiki, dan menelaah
objek material yang bernama sastra. Pengkajian fiksi menyaran pada penelaahan, penyelidikan,
pemahaman melalui analisis karya fiksi dengan kerja analisis yang dilakukan langsung dalam keadaan
totalitasnya. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengkajian prosa fiksi merupakan
proses, cara, perbuatan mengkaji, menganalisis, menyelidiki, menelaah, dan memahami melalui
analisis karya prosa fiksi (prosa cerita, prosa narasi, atau cerita berplot). Dengan demikian, kegiatan
mahasiswa dalam mengkaji prosa fiksi meliputi kegiatan memahami teori, menganalisis, mengkaji,
menentukan, atau mendapatkan nilai atau objek tertentu yang tidak diketahui dalam pengkajian prosa
fiksi dan memenuhi kondisi syarat yang sesuai dengan pengkajian prosa fiksi. Hal ini harus dipahami
serta dikenali dengan baik pada saat mengkaji prosa fiksi. Oleh karena itu. keterampilan yang harus
dimiliki mahasiswa dalam mengkaji prosa fiksi adalah sebagai berikut. (1) Memahami kajian prosa
fiksi, yaitu memahami dan mengidentifikasi karya prosa fiksi yang akan dikaji atau ditelaah, (2)
Memilih teori sebagai pisau analisis kajian prosa fiksi. (3) Menyelesaikan pengkajian, penelaahan,
yaitu melakukan pengkajian, penelaahan struktur prosa fiksi secara benar dengan teori kajian yang
tepat, (4) Menafsirkan solusi, yaitu memperkirakan dan memeriksa kebenaran pengkajian atau
penelaahan, masuk akalnya hasil penelaahan dan apakah penelaahan yang dilakukan sudah memadai.

BAB VI (PENGKAJIAN PROSA)


Pengkajian prosa fiksi merupakan proses, cara, perbuatan mengkaji, menganalisis, menyelidiki,
menelaah, dan memahami melalui analisis karya prosa fiksi (prosa cerita, prosa narasi, atau cerita
berplot). Dengan demikian, kegiatan mahasiswa dalam mengkaji prosa fiksi meliputi kegiatan
memahami teori,menganalisis, mengkaji, menentukan, atau mendapatkan nilai atau objek tertentu yang
tidak diketahui dalam pengkajian prosa fiksi dan memenuhi kondisi syarat yang sesuai dengan
pengkajian prosa fiksi. Hal ini harus dipahami serta dikenali dengan baik pada saat mengkaji prosa
fiksi.
Resepsi sastra merupakan proses pemaknaan karya sastra oleh pembaca sehingga dapat mereaksi
atau menanggani karva sastra itu. Dengan perkataan lain, pengertian resepsi ialah reaksi pembaca
terhadap sebuah teks. Dalam hal ini peranan pembaca menjadi penting karena orientasi terhadap teks
dan pembaca menjadi landasan utamanya. Kajian resepsi sastra yang dilakukan dalam mengkaji prosa
fiksi di sini adalah bagaimana suatu teks direspons/diresepsi oleh seorang pengarang pada teks lainnya.

28
Ini dikenal dengan intertekstual. Intertekstual memandang bahwa sebuah teks yang ditulis lebih
kemudian mendasarkan diri pada teks-teks lain yang telah ditulis orang sebelumnya.
Feminisme merupakan perjuangan kaum perempuan untuk memperoleh kesetaraan gender dan
berupaya mewujudkan eksistensi di segala bidang kehidupan untuk meminimalisir ketidakadilan
gender yang kerap dialami perempuan. Langkah mengkaji prosa fiksi berdasarkan feminis dalam
penelitian dilakukan dengan mendeskripsikan berbagai isu sekaitan dengan perempuan dalam
perspektif feminis berdasarkan kenyataan teks. Pada umumnya, karya sastra yang menampilkan tokoh
wanita bisa dikaji dari segi feministik. Baik cerita rekaan, ikon, maupun sajak mungkin untuk diteliti
dengan pendekatan feministik, asal saja ada tokoh wanitanya.
Kita akan mudah menggunakan pendekatan ini jika tokoh wanita itu dikaitkan dengan tokoh laki-
laki. Tidaklah menjadi soal apakah mereka berperan sebagai tokoh utama atau tokoh protagonis, atau
tokoh bawahan. Setelah mengidentifikasi satu atau beberapa tokoh wanita di dalam sebuah karya. kita
mencari kedudukan tokoh-tokoh itu di dalam masyarakat. Misalnya, jika kedudukannya sebagai
seorang istri atau ibu, di dalam suatu masyarakat tradisional dia akan dipandang menempati kedudukan
yang inferior atau lebih rendah daripada kedudukan laki-laki, karena tradisi menghendaki dia berperan
sebagai orang yang hanya mengurus rumah tangga dan tidak layak mencari nafkah sendiri.
Analisis prosa fiksi dengan model analisis poskolonial dalam penelitian sastra adalah
mendeskripsikan berbagai isu sekaitan dengan wacana poskolonial, konsep kekuasaan, konsep
penjajahan, tindakan subversif penjajah dan penjajahan, masalah ras, etnisitas, identitas budaya, gejala
kultural, seperti sejarah, politik, ekonomi, sastra, dan berbagai dokumen lainnya, yang terjadi di
negara-negara bekas jajahan. Semua analisis sekaitan konsep poskolonial tersebut disesuaikan dengan
kenyataan teks

BAB VII (CONTOH PENGKAJIAN PROSA FIKSI)


Analisis antropologi sastra mengungkap berbagai hal seperti kebiasaan masa lampau, akar tradisi,
percaya terhadap mitos-mitos seperti percaya terhadap mantra-mantra. Dengan demikan, di sinilah
peranan antropologi sastra sebagai acuan kami dalam pemaparan cerita Datumuseng dan Maipa
Deapari. Dalam cerita Datumuseng dan Maipa Deapati digambarkan tradisi dan kepercayaan
masyarakat Makassar, baik itu berupa mitos, religi, bahasa, dan adat istiadat. Datumuseng dan Maipa
Deapati sebagai tokoh memilih identitas di tengah dominasi feodalisme dalam ruang tradisi yang
feodalistis. Masih banyak refleksi yang luput dari pengamatan menyajikan konsep antropologi sastra
dalam Datumuseng dan Maipa Deapati yang tidak sempat semuanya dibicarakan di dalam tulisan ini.
Rajutan ulasan di atas hanya sebagian dari beberapa yang merefleksikan adanya bahasa, religi, mitos,
hukum, maupun adat istiadat yang terefleksi dalam Datumuseng dan Maipa Deapati

29
30
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kenggulan Buku


Pada buku utama yang berjudul Pengajaran Prosa, Puisi dan Drama karya achmad
yuhdi,ddk .semua isinya dipaparkan secara lengkap dan luas oleh penulisnya.walaupun buku ini
sudah beberapa kali di revisi tetapi materinya lebih lengkap, buku ini memaparkan materi yang
sama mengenai bagaimana pengajaran prosa, puisi dan drama yang di berikan kepada mahasiswa
Buku pembanding yang berjudul “Kajian Apresiasi Prosa Fiksu” karya Dr.
Haslinda, S.Pd., M. Pd berisi teori tentang karya sastra, pengkajian karya sastra dan, apresiasinya.
Karya sastra yang dimaksud dalam bahan ajarini adalah prosa fiksi.Konsep tersebut
secara khususnya membahasa tentang hakikat sastra khususnya prosa
Fiksi dan beberap pendekatan yang dapat digunakan sebagai pisau bedah dalam
mengkaji karya sastra. Materi pada bagian pertama membahasa tentang seluk beluk sastra yang
meliputi pengertian, fungsi, manfaat, ragam, dan konstruksi sastra. Materi pada bagian kedua
yaitu pendalam fiksi yang meliputi hakikat fiksi, pembedaan fiksi, kerya fiksi cerpen, dan karya
fiksi novel. Materi pada bagian ketiga yaitu membaca fiksi sebagai bentuk apresiasi yang meliputi
konsep apresiasi sastra dan pembacaan teks fiksi. Sedangkan pada bagian keempat, materi yang
dikembangan yaitu pengkajian karya fiksi yang terdiri dari materi hakikat pengkajian fiksi,
pendekatan kajian fiksi yang terdiri dari (1) pendekatan strukturalisme, (2) pendekatan
intertekstual, (3) pendekatan semiotik, (4) pendekatan sosiologi sastra, (5) pendekatan
stilistika, (6) pendekatan psikoanalisis sigmund freud, (7) pendekatan feminism, (8)
pendekatan resepsi sastra, (9) pendekatan psikologi, (10) pendekatan poskolonial.

1. Dari aspek tampilan buku yang diriview, buku utama memiliki tampilan menarik dan diberi
perpaduan warna yang tidak terlalu mencolok namun cantik sedangkan pada buku pembanding,
tampilan depannya (cover) sangat menarik minat pembaca karena pada cover tersebut memiliki
desain warna yang cerah yaitu menggunakan warna biru kemudian ditambah dengan gambar
orang yang sedang mengenakan atribut budaya Indonesia. Penulisan judul buku juga sangat unik
dengan menggunakan 2 warna yaitu putih dan merah serta di bagian "Prosa Fiksi" menggunakan
jenis huruf yang berbeda. Pada bagian cover juga sudah dilengkapi dengan nama penulis.

2. Dari aspek layout dan tata letak buku yang diriview. pada buku utama dan buku pembanding tata
letak yang digunakan cukup bagus. Hal ini karena jurnal telah sesuai dengan aturan tata tulis
sehingga memiliki keteraturan dalam penulisan dan kejelasan. Pembaca dapat membaca buku
dengan nyaman dan jelas sehingga lebih
mudah dipahami. Pada buku pembanding peletakan identitas buku juga cukup bagus diletak pada
lembar pertama yang memudahkan pembaca mencari keterangan tentang buku serta pada
peletakan tabel - tabel atau diagram pada buku juga sudah pas, isi di dalam tabel juga tersusun
rapi. Selain itu peletakan ilustrasi yang digunakan juga senada dengan argumen yang ditulis dan
pada bagian font buku juga ukuran huruf, spasi dan tanda bacanya ynag digunakan penulis sudah
cukup bagus. Selain itu peletakan kata asing diberikan cetak miring untuk membedakannya.
Sedangkan pada buku pembanding. Dari aspek layout dan tata letak buku ini sudah rapih Tata
bahasa yang digunakan dalam buku ini juga sudah baik, sesuai dengan penulisan EYD,
penggunaan bahasa asing ataupun latin telah dibedakan
3. Dari aspek bahasa pada buku yang diriview, pada buku utama dan buku pembanding
menggunakan bahasa Indonesia namun ada beberpa menggunakan istilah atau kata asing namun
sudah diartikan dengan baik oleh penulis sehingga mudah memahami arti pada buku dan dapat
menambah kosa kata pembaca dalam bahasa Inggris atau bahasa ilmiah lainnya yang ditulis
31
penulis.

3.2 Kelemahan Buku

1. Dari aspek tampilan buku yang diriview, pada buku utama dan buku pembanding sudah memiliki tampilan yang
bagus berwarna dan menarik tetapi pada identitas buku tidak jelas penerbit ,isbn dan lain -lai Sedangkan pada
buku pembanding. Kekurangan pada buku karya Dr. Haslinda, S.Pd., M. Pd yang berjudul Kajian Apresiasi
Prosa Fiksi terletak pada tidak lengkapnya identitas buku yang dibuat di dalam cover. Pada halaman depan
(cover) tidak terdapat nama penerbit, tahun terbit dan ISBN dari buku ini, jadi pembaca menjadi sedikit
kesulitan dalam mecari identitas dari buku ini.
2. Dari aspek tata letak buku yang diriview, pada buku utama dan buku pembanding tata letak yang digunakan
sudah bagus sesuai dengan aturan penulisan yang telah ditetapkan, peletakan ilustrasi dan tabel yang digunakan
juga sudah cukup baik, Sedangkan pada buku pembanding. Dari tata bahasa buku ini sudah menggunakan
Babara yang baku dan benar sesuai dengan EYD, sehingga tidak ada Ingi
3. Dari aspek kemutakhiran isi / materi yang diriview, pada buku utama memiliki sumber yang terbaru namun ada
beberapa materi yang memiliki kalimat berulang dan ada beberapa penggunaan huruf kapital yang tidak
seharusnya huruf kapital digunakan huruf kapital serta adanya ketidak paduan antar kalimat. Sementara pada
buk pembanding sumber yang digunakan akurat namun sudah cukup lama dan kemungkinan sudah adanya
perbaikan.

32
BAB IV
PENUTUP

4.1 simpulan
Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, sebuah kreasi bukan semata-mata sebuah
imitasi .Sebuah karya sastra, pada umumnya, berisi tentang permasalahan yang melingkupi
kehidupan manusia.Sastra berasal dari bahasa sansekerta yaitu susastra, su artinya baik atau indah
dan sastra artinya tulisan karya sastra adalah karya imajinasi penulis yang dituangkan dalam bentuk
tulisan.Jenis sastra ada tiga, yaitu, prosa, drama, dan puisi.
Prosa adalah karya sastra yang berbentuk cerita yang bebas, tidak terikat oleh rima, irama, dan
kemerduan bunyi seperti puisi.Kata prosa berasal dari bahasa Latin "prosa" yang artinya "terus
terang".Prosa dapat digunakan untuk surat kabar, majalah, novel, ensiklopedia, surat, serta berbagai
jenis media lainnya.Prosa biasanya di bagi menjadi 4 jenis: (1)Prosa naratif (2)Prosa deskriptif
(3)Prosa eksposisi (4)Prosa argumentative. Prosa lama adalah karya sastra daerah yang belum
mendapat pengaruh dari sastra atau kebudayaan barat. Dalam hubungannya dengan kesusastraan
Indonesia maka objek pembicaraan sastra lama ialah sastra prosa daerah Melayu yang mendapat
pengaruh barat. Hal ini disebabkan oleh hubungannya yang sangat erat dengan sastra Indonesia.
Prosa menurut isinya dibagi menjadi 2 jenis:
1) Prosa Fiksi Prosa yang berupa cerita rekaan atau khayalan pengarangnya. Isi cerita tidak
sepenuhnya berdasarkan pada fakta. Prosa fiksi disebut juga karangan narasi sugestif/imajinatif.
2) Prosa Non FiksiProsa Non Fiksi ialah karangan yang tidak berdasarkan rekaan atau khayalan
pengarang tetapi berisi hal-hal yang berupa informasi faktual (kenyataan) atau berdasarkan
pengamatan pengarang. Prosa nonfiksi disebut juga karangan semi ilmiah seperti : artikel, tajuk
rencana, opini, biografi, tips, reportase, jurnalisme baru, iklan, pidato. Kata puisi dalam bahasa
Yunani berasal dari poesis yang artinya berati penciptaan.Cara Membaca Puisi dari Segi Lafal,
Intonasi, Penghayatan dan Ekspresi yang Sesuai.
4.2 Saran
Terdapat beberapa kekurangan maka dengan ini penulis mengajukan sejumlah saran sebagai berikut :
Buku utama puisi ,prosa dan drama karya achmad yuhdi,dkk dan buku Kajian Apresiasi Prosa Fiksu”
karya Dr. Haslinda, S.Pd., M. Pd disarankan pada revisi selanjutnya identitas buku tetap di lampirkan agar
jelas penerbit ,tahun terbit dan hingga isbnnya . buku utama juga lengkap cocok sebagai bahan reverensi bagi
mahasiswa .

33
DAFTAR PUSTAKA

Yuhdi achmad, dkk. (2022).pembelajaran puisi ,prosa dan drama.Sumatra Utara: CV Kencana
Emas Sejahtera

Haslinda.(2019). Kajian Apresiasi Prosa Fiksi. Makasar: LPP Unismuh Makasar

34

Anda mungkin juga menyukai