Disusun Oleh :
1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya
kepada penulis, sehingga Critical Book Review ini dapat diselesaikan dengan baik dan
benar. Adapun tujuan penulis dalam menyusun Critical Book Review ini adalah memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Teori & Sejarah Sastra dan Critical Book Review ini dapat
digunakan sebagai bahan diskusi.
Critical Book Review ini penulis susun dari berbagai bahan referensi terutama yang
berhubungan dengan judul Sejarah Sastra yang telah diberikan dosen pengampu mata
kuliah Teori & Sejarah Sastra yakni, Ibu Prof. Dr. Rosmawaty Harahap, M.Pd. Penulis
berusaha subjektif mungkin dalam menyusun Critical Book Review sederhana ini.
Penulis mengucapkan banyak Terima Kasih kepada dosen mata kuliah Teori& sejarah
sastra yang telah mempercayakan tugas ini kepada penulis, sehingga mempermudah
penulis dalam memahami materi pada perkuliahan ini. Penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada beliau yang telah memberikan intruksi dan memandu sehingga hal
tersebut turut membantu penulis dalam menyelesaikan Critical Book Review, serta kepada
semua pihak yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan tugas ini
Penulis menyadari bahwa Critical Book Review ini masih jauh dari kata sempurna
segala kritik konstruktif dan saran yang membangun selalu penulis harapkan demi
penyempurnaan Critical Book Review ini dikemudian hari. Semoga critical book review
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Penulis
Hanum Citra K. NST
Pasya Amelia
2
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Sering kali kita bingung memilih buku referensi untuk kit abaca dan kita pahami.
Terkadang kita memilih satu buku, namun kurang memuaskan hati kita. Misalnya dari segi
analisis pembahasan tentang sejarah sastra. Oleh karena itu, penulis membuat critical book
review ini mempermudah pembaca dalam memilih buku referensi, terkhusus pada pokok
bahasa tentang sejarah sastra.
Mengkritisi / membandingkan satu topic materi kuliah Teori & Sejarah Sastra dalam
dua buku yang berbeda.
Manfaat penulisan CBR ini untuk menambah wawasan bagi penulis dan pembaca
tentang Sejarah Sastra, selain itu penulis dan membaca bisa menerapkan informasi yang
ada dalam laporan ini dalam kehidupan sehari-hari.
4
BAB II
IDENTITAS BUKU
Buku 1 (UTAMA)
Judul : Pengantar Ilmu Sastra
Penulis : Suhariyadi
Penerbit : CV Pustaka Ilalang Group
Kota terbit : Lamongan
Tahun terbit : 2014
ISBN :-
Buku 2 (PEMBANDING)
Judul : Pengantar Teori Sastra
Penulis : Drs. Yoseph Yapi Taum, M. Hum
Penerbit : Nusa Indah
Kota terbit : Bogor
Tahun terbit : 1997
ISBN : 979 - 429 - 103-X
Tentang Penulis
1. Suhariyadi
Suhariyadi lahir di Tuban, sebuah kota kecil yang tak pernah ditinggalkan hanya
untuk bisa makan. Sebagai seorang dosen sastra, dia kerap menulis untuk
memenuhi hasratnya yang menggebu. Beberapa puisi, beberapa cerpen, beberapa
artikel dan esei kebudayaan, beberapa naskah drama, pernah ia tulis. Beberapa
tulisannya pernah dimuat di koran, jurnal, dan majalah. Tak sedikit pula yang cuma
ngendon di laptopnya. Beberapa kali menjadi juri dan pengamat lomba sastra dan
5
teater. Beberapa kali juga menjadi sutradara pertunjukan teater. Beberapa kali
sekedar membantu-bantu sebagai crew artistik pertunjukan teater teman-teman
sedaerahnya.
2. Drs. Yoseph Yapi Taum, M. Hum
Lahir diAtaili (t embata, FloresTimur), 16 Desember 1964. Menyelesaikan
pendidikan SD dan SMP di kwoleba, kemudian melanjutkan ke SMASeminari San
Dominggo, Hokeng Yang diselesaikan tahun ]-984. Pernah mengikui pendidikan
pada SeminariTinggi Santo Paulus Kentungan (1984-1985).
6
BAB III
RINGKASAN BUKU
Buku utama
7
pertimbangan dan pe-nilaian atas baik-
buruknya, kekuatan, dan kelemahan karya
sastra.
1.2 Karya Sastra: Obyek Paragraf 1.2
Kajian Ilmu Sastra Obyek ilmu sastra adalah kehidupan manusia
yang sudah diabstraksikan dalam karya sastra (Budi
Darma, 1990:338). Dengan demikian, obyek utama
ilmu sastra adalah karya sastra.
Dalam karya sastra dikenal istilah: imajinasi‘,
fiksi‘, dan ekspresi‘. Ketiga istilah tersebut
menyarankan proses kesadaran manusia dalam
penciptaan karya sastra. Dengan memahami ketiga
istilah tersebut dapat menjadi jembatan memahami
hakekat karya sastra sebagai obyek sebuah kajian.
Istilah imajinasi‘ mengandung pengertian perenungan,
1.3 Ruang Lingkup Kajian Paragraf 1.3
Ilmu Sastra Ilmu sastra mempunyai ruang lingkup kajian
hampir tak terbatas. Oleh karena itu, tidak mungkin
menjelaskan semua ruang lingkup tersebut. Ruang
lingkup ilmu sastra secara umum meliputi
sebagaimana berikut ini.
1. Teori Sastra
2. Sejarah Sastra
3. Kritik Sastra
4. Sastra Bandingan
5. Strukturalisme
6. Strukturalisme Genetik
7. Semiotik
8. Sosiologi Sastra
9. Psikologi Sastra
10. Antropologi sastra
11. Postrukturalisme
Komentar Pada Bab ini sudah menjelaskan secara lengkap
tentang sastra, mulai dari pengertian, cabang-cabang,
objek serta kajian-kajiannya.
BAB 2 35-81
PARADIGMA,
PENDEKATAN, TEORI,
DAN METODE
1.1 Pengertian Paradigma Paragraf 1.1
dan Pendekatan Secara etimologis, paradigma berasal dari
bahasa Latin, paradigma; berarti contoh, model, atau
pola. Secara luas paradima didefinisikan sebagai
seperangkat keyakinan men-dasar, pandangan dunia
yang berfungsi untuk menuntun tidakan-tindakan
manusia yang disepakati bersama, baik dalam
kehidupan sehari-hari mau-pun penelitian ilmiah.
Terdapat tiga hal yang mempengaruhi perbedaan para-
digma seorang ilmuwan, sebagai berikut:
8
1. unsur dalam diri sendiri
2. unsur luar berupa lingkungan fisik
3. unsur luar berupa penjelajahan metodologi dan
teori.
Istilah lain yang sering ditumpangtindihkan
dengan istilah paradigma adalah pendekatan.
Pendekatan merupakan alat untuk menangkap realita
atau fenomena sebelum dilakukan kegiatan analisis
atas sebuah karya. Dengan pendekatan, berarti seorang
analis, peneliti atau kritikus mempergunakan cara
pandang, strategi intelektual, kerangka konseptual,
kerangka pemikiran, paradigma dalam usaha
memahami realita sebelum melakukan analisis
interpretatif terhadap sebuah teks puisi, novel, drama
atau lainnya (Siswantoro, 2010: 47).
1.2 Latar Belakang Paragraf 1.2
Pemilihan Pendekatan Pentingnya pendekatan dalam suatu pe-nelitian
Sastra merupakan suatu keniscayaan. Hal itu telah terjawab
dalam bab sebelumnya. Persoalan yang kemudian
muncul adalah, mengapa yang dipilih pendekatan ini,
bukan pendekatan yang lain. Karena pendekatan,
bersama dengan teori dan metode, memberikan
pedoman untuk memahami obyek penelitian, maka
menjawab pertanyaan tersebut harus dikaitkan dengan
hakikat obyeknya, yaitu karya sastra, dan visi peneliti
yang memahami obyek tersebut.
1.3 Berbagai Pendekatan Paragraf 1.3
Sastra 1. Pendekatan Ekspresif
Menurut Abrams (Faruk, 2012: 39-40)
pendekatan ekspresif ini menempatkan karya sastra
sebagai curahan, ucapan, dan proyeksi pikiran dan
perasaan pengarang. Pengarang sendiri menjadi pokok
yang melahirkan produksi persepsi-persepsi, pikiran-
pikiran, dan perasaan-perasaan yang dikombinasikan.
Praktik analisis dengan pendekatan ini mengarah pada
penelusuran kesejatian visi pribadi pengarang yang
dalam paham struktur genetik disebut pandangan
dunia.
2. Pendekatan Mimetik
Pendekatan mimesis ini berangkat dari
pemikiran filsuf besar Yunan, yaitu Plato dan
Aristoteles. Menurut Plato, segala yang ada di dunia
ini sebenarnya hanya merupakan tiruan dari kenyataan
tertinggi yang berada di dunia gagasan. Dalam dunia
gagasan itu ada manusia, dan semua manusia yang ada
di dunia ini adalah tiruan dari manusia yang berada di
dunia tersebut.
9
3. Pendekatan Pragmatik
Pendekatan pragmatik mempertimbangkan
implikasi pembaca melalui berbagai kompetensinya.
Dengan mempertimbangkan indikator karya sastra dan
pembaca, maka masalah-masalah yang dapat
dipecahkan melalaui pendekatan pragmatik, di
antaranya berbagai tanggapan masyarakat tertentu
terhadap karya sastra, baik sebagai pembaca eksplisit
maupun implicit (Ratna, 2011: 72).
4. Pendekatan Obyektif
Pendekatan obyektif merupakan pendekatan
ter-penting karena berkaitan dengan munculnya teori-
teori sastra modern. Teori-teori strukturalisme
memiliki konsep yang berdasarkan pada pendekatan
obyektif ini. Mengutip pendapat Abrams, Hudayat
mengemukakan bahwa Pendekatan objektif
(memusatkan perhatian semata-mata pada unsur-
unsur, antarhubungan, dan totalitas.
5.Pendekatan Marxis
Hudayat (2007: 63-65)mengatakan bahwa
marxisme tidak pernah percaya bahwa teks maupun
sistem sastra merupakan sesuatu yang otonom. Bagi
paham ini sastra merupakan suatu sistem ideologi yang
tidak dapat dilepaskan dari pertarungan kekuatan-
kekuatan sosial di dalam masyarakat dalam
memperebutkan penguasaan mereka atas sumber-
sumber ekonomi yang terdapat di dalam lingkungan
sekitar mereka.
6. Pendekatan Fungsionalis
pendekatan fungsionalis mengarahkan
penelitian pada kelembagaan atau organisasi sosial.
Dalam kaitannya dengan penelitian sastra, pendekatan
ini nampaknya dapat digunakan dalam rangka
penelitian tentang lembaga, organisasi, ataupun
komunitas yang terorganisir yang bergerak di bidang
kesusasteraan.
7. Pendekatan Sosiologis
Teori-teori yang dapat digunakan dalam
penelitian sastra dengan pendekatan sosiologis adalah
teori-teori dari disiplin sosiologi yang relevan dengan
hakikat karya sastra sebagai obyeknya.
8. Pendekatan Psikologis
Pendekatan psikologis pada dasarnya
berhubungan dengan tiga gejala utama, yaitu:
10
pengarang, karya sastra dan pembaca, dengan
pertimbangan bahwa pendekatan psikologis lebih
banyak berhubungan dengan pengarang dan karya
sastra.
9. Pendekatan Postrukturalis
Ratna menjelaskan bahwa analisis
postrukturalis memahami karya sastra sebagai
kebenaran-kebenaran problematik yang menunjuk
pada sifat-sifat manusia secara umum, tetapi dalam
struktur kategorial. Kemampuan postrukturalis yang
terbesar adalah meng-ungkap hegemoni pengarang
sebagai pembawa ke-benaran tunggal yang selama
berabad-abad, khususnya selama abad ke-19,
menguasai analisis sastra (2006: 250-252).
1.4 Teori dan Metode Paragraf 1.4
Penelitian Sastra Secara genesis terdapat dua macam teori yang
dipakai dalam suatu penelitian, yaitu teori formal dan
teori substantif. Teori formal adalah teori yang sudah
ada sebelumnya, sehingga peneliti tinggal
memanfaatkan dan menerapkannya. Sedangkan teori
substantif adalah teori yang ditemukan peneliti sendiri
melalui substantif data.
Metode merupakan bawaan dari teori.
Beberapa metode yang ada dalam teori-teori sastra
tersebut antara lain: metode formal atau structural,
metode diskripsi, metode komparasi, metode dialektik,
metode heuristic, metode hermeneutic, dan
sebagainya.
1.5 Teknik Pengumpulan Paragraf 1.5
Data Ratna mengemukakan bahwa penelitian sastra
pada dasarnya memanfaatkan dua macam penelitian,
yaitu penelitian lapangan dan perpustakaan.Teknik
pengumpulan data untuk penelitian lapangan dapat
menggunakan teknik-teknik, seperti: observasi,
wawancara, kuesioner, dan tes, yang sering digunakan
dalam penelitian ilmu sosial. Sedangkan teknik
pengumpulan data untuk peneltian kepustakaan, dapat
menggunakan teknik pembacaan cermat dan simak
catat.
Komentar Pada Bab ini Sudah menjelaskan secara
lengkap mengenai paradigma, pendekatan, teri dan
metode,hanya saja pada bagian teori materi yang
dipaparkan terlalu sedikit.
BAB 3 88-125
STRUKTURALISME
1.2 Strukturalisme Paragraf 1.1
Sutrisno (2005: 113-114) mengatakan bahwa
strukturalisme adalah aliran pemikiran yang mencari
11
struktur terdalam dari realitas yang tampak kacau dan
beraneka ragam di permukaan secara ilmiah (objektif,
ketat, dan berjarak).
Menurut Piaget pertama, sebuah struktur harus
merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh.Kedua,
sebuah struktur itu berisi gagasan transformasi, dalam
arti struktur tersebut tidak statis, tetapi dinamisKetiga,
sebuah struktur itu mampu mengatur dirinya sendiri.
1.2 Teori Formalisme Paragraf 1.2
Tujuan pokok formalisme adalah studi iolmiah
tentang sastra, dengan cara meneliti unsur-unsur
kesastraan, puitika, asosiasi, oposisi, dan sebagainya.
Metode yang digunakan dalam menganalisis karya
sastra adalah metode formal atau struktural. Prinsip
kerja formalisme itulah akhirnya formalisme ini lebih
dekat dengan strukturalisme. Tokoh-tokoh formalisme
adalah Roman Jacobson, Mukarovsky, Rene Wellek,
dan Felik Vodicka. Tokoh-tokoh itulah yang me-
ngembangkan formalisme di Praha (Cekoslovakia)
karena di Rusia aliran ini dilarang (Ratna, 2011: 83).
1.3 Semiotika Paragraf 1.3
Semiotika berasal dari kata Yunani: semeion,
yang berarti tanda. Dalam pandangan Piliang,
penjelajahan semiotika sebagai metode kajian ke
dalam berbagai cabang keilmuan ini dimungkin-kan
karena ada kecenderungan untuk memandang berbagai
wacana sosial sebagai fenomena bahasa. Dengan kata
lain, bahasa dijadi-kan model dalam berbagai wacana
sosial. Berdasarkan pan-dangan semiotika, bila seluruh
praktek sosial dapat dianggap se-bagai fenomena
bahasa, maka semuanya dapat juga dipandang sebagai
tanda. Hal ini dimungkinkan karena luasnya pengertian
tanda itu sendiri (Piliang, 1998:262).
1.4 Strukturalisme Paragraf 1.4
Genetik Strukturalisme genetik (lihat Faruk,1994:1-21)
merupakan gabungan antara strukturalisme dengan
Marxisme. Sebagai strukturalisme, strukturalisme
genetik memahami segala sesuatu di dalam dunia ini,
termasuk karya sastra, sebagai struktur. Karena itu,
usaha strukturalisme genetik untuk memahami karya
sastra secara niscaya terarah pada usaha untuk
menemukan struktur karya itu. Strukturalisme Genetik
(lihat Damono, 1984: 37) me-miliki beberapa ciri. Ciri
paling utama adalah perhatiannya terhadap keutuhan,
totalitas.Ciri kedua, strukturalisme tidak menelaah
struktur pada permukaannya, tetapi struktur yang ada
di bawah atau dibalik kenyataan empiris. Ciri ketiga,
analisis yang dilakukan menyangkut struktur sinkronis,
dan bukan diakronis. Dan cirri keempat adalah metode
12
pendekatan yang anti kausal
Komentar Pad Bab ini materi yang di rangkum cuku jelas
mengenai strukturalisme
BAB 4 139-174
POSTRUKTURALISME
1.1 Postrukturalisme Paragraf 1.1
Sebagai Ratna menjelaskan bahwa analisis
Paradigma/Pendekatan postrukturalis memahami karya sastra sebagai
kebenaran-kebenaran problematik yang menunjuk
pada sifat-sifat manusia secara umum, tetapi dalam
struktur kategorial. Kemampuan postrukturalis yang
terbesar adalah mengungkap hegemoni pengarang
sebagai pembawa kebenaran tunggal yang selama
berabad-abad, khususnya selama abad ke-19,
menguasai analisis sastra (Ratna, 2006: 250-252).
1.2 Teori Interaksionisme Paragraf 1.2
Simbolik Menurut Ritzer istilah interaksi simbolik
pertama kali dikemukakan oleh Blumer tahun 1937,
sebagai reaksi terhadap behaviorisme dan
fingsionalisme struktural yang sama-sama
memusatkan perhatian pada faktor-faktor yang
melahirkan perilaku manusia, seperti norma dan
rangsangan-rangsangan eksternal. Interaksi simbolik
dengan sendirinya menolak cara-cara berpikir
mekanistis, termasuk teori Freudian yang menganggap
bahwa aktor digerakkan oleh kekuatan dari dalam
seperti Id dan Ego. Oleh karena itulah, unit analisis
interaksi simbolik adalah tindakan-tindakan, bukan
person atau psike.
1.3 Teori Feminisme Paragraf 1.3
"Feminisme" berasal dari bahasa Perancis. Di
Amerika Serikat, feminisme dikenal sebagai "gerakan
perempuan" abad ke-19. Dalam arti, berbagai jenis
kelompok yang semua tujuannya sejalan ataupun tidak,
mengarah pada "kemajuan" posisi perempuan
Teori feminis bermula dari adanya anggapan tentang
ketimpangan posisi perempuan dibandingkan laki-laki
di masyarakat. Salah satu konsep landasan gerakan
feminis adalah konsep gender. Menurut Fakih konsep
gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum
laki-laki maupun perempuan yang dikontruksi secara
sosial maupun kultural. Atau dengan kata lain
perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan
yang dikontruksi secara sosial, yaitu perbedaan yang
bukan kodrat atau bukan ketentuan Tuhan melainkan
diciptakan oleh manusia (laki-laki dan perempuan)
melalui proses kultural yang panjang (Fakih, 2005: 8).
1.4 Teori Dekonstruksi Paragraf 1.4
Dekonstruksi dapat diartikan sebagai
13
pengurangan atau penurunan intensitas konstruksi itu
sendiri. Dalam nendekonstruksi strukturalisme,
misalnya, kegiatan yang dilakukan secara terus-
menerus adalah mengurangi intensitas oposisi biner,
sehingga unsur-unsur yang dominan tidak selalu
mendominasi unsur-unsur yang lain. Sebaliknya,
unsur-unsur yang semula selalu terlupakan,
terdegradasikan dan termarginalisasikan, seperti:
kelompok rninoritas, kelompok yang lemah, kaum
perempuan, tokoh-tokohkomplementer, kawasan
kumuh, pejalan kaki, dan sebagainya, dapat diberikan
perha tian yang memadai, bahkan secara seimbang dan
proporsional.
1.5 Teori Poskolonial Oragraf 1.5
Postkolonial jelas merupakan salah satu seksi
postmo¬dernisme. Artinya, secara teoretis
postkolonialisme dipicu oleh dan dengan demikian
memanfaatkan sejumlah konsep yang ada dalam
postmodernisme. Dengan demikian makna dasar post‘
dalam postkolonialisme sama dengan post‘ dalam
postmodernisme, sama-sama berarti sesudah.
Perbedaannya, apabila dalam postmodernisme maka
modernitas itu seolah-olah tetap dipertahankan tetapi
diberikan makna yang baru, sebagai makna yang sudah
didekonstruksi, dalam postkolonialisme maka bentuk-
bentuk kolonial dengan berbagai variannya, bahkan
dengan berbagai akibat yang ditinggalkan harus
dihilangkan.
Komentar Pada Bab ini sudah menjelaskan secara lengkap
mengenai postrukturalisme
BAB 5 181-269
BEBERAPA
ALTERNATIF
PENDEKATAN SASTRA
1.1 Pendekatan Framing Paragraf 1.1
1. Prinsip-Prinsip Analisis Framing
Eriyanto dalam bukunya berjudul Analisis
Framing (2011) mengemukakan pada dasarnya
framing adalah metode untuk melihat cara bercerita
(story telling) media atau peristiwa. Cara bercerita itu
tergambar pada ―cara melihat terhadap realitas yang
dijadikan berita. ―Cara melihat itu berpengaruh pada
akhir dari konstruksi realitas. Analisis framing adalah
analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana media
mengkonstruksirealitas.
Ada dua esensi utama dari framing tersebut.
Pertama, bagaimana peristiwa dimaknai. Ini
berhubungan dengan bagian mana yang diliput dan
mana yang tidak diliput. Kedua, bagaimana fakta itu
14
ditulis. Aspek ini berhubungan dengan pemakaian
kata, kalimat, dan gambar untuk mendukung gagasan.
2. Konsep Dasar
Terdapat lima konsep dasar yang dapat
digunakan sebagai pedomannya, yaitu:subyek
intelektual, fakta struktural sastra, proyeksi
sosiokultural dan semangat zaman, fakta relasional,
dan sinkronik-diakronik.
1.3 Model Analisis Paragraf 1.3
Wacana Kritis Analisis Wacana Kritis adalah sebuah upaya
atau proses (penguraian) untuk memberi penjelasan
dari sebuah teks (sebagai realitas sosial) yang mau atau
15
sedang dikaji oleh seseorang atau kelompok dominan
yang berkecenderungan mempunyai tujuan tertentu
(Darma, 2009: 49).
Menurut Fairclough dan Vodak, analisis wacana kritis
melihat wacana -pemakaian bahasa dalam tuturan dan
tulisan—sebagai bentuk dari praktik sosial.
Menggambarkan wacana sebagai praktik sosial
menyebabkan sebuah hubungan dialektis di antara
peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, institusi,
dan struktur sosial yang membentuknya.
1.4 Etnografi dalam Paragraf 1.4
Penelitian Sastra Lisan Menurut Spradley etnografi merupakan
pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan.
Tujuannya, untuk memahami suatu pandangan hidup
dari sudut pandang penduduk asli, sebagaimana
dikemukakan Bronislaw Malinowski. Bronislaw
Malinowski (dalam Spradley,2007:4)
mengemukakan bahwa tujuan etnografi adalah
memahami sudut pandang penduduk asli,
hubungannya dengan kehidupan, untuk mendapatkan
pandangannya mengenai dunia. Dengan demikian,
etnografi bukan semata mempelajari masyarakat, tetapi
juga belajar dari masyarakat.
Komentar Pada Bab ini sudah menjelaskan secara lengkap
tentang alternatif pendekatan sastra dengan
memggunakn model analisis dan penelitian.
BAB 6 299-323
PROSEDUR
PENELITIAN SASTRA
1.1 Langkah Pertama: Paragraf 1.1
Menetapkan Obyek Langkah pertama yang harus dilakukan dalam
Material dan Formal setiap penelitian sastra adalah menentukan karya sastra
Penelitian apakah yang akan dijadikan obyek material penelitian;
dan permasalahan apakah yang akan menjadi fokus
penelitian (obyek formal). Penentuan obyek penelitian
berkaitan dengan karakteristik genre sastra, sedangkan
fokus penelitian berkaitan dengan ciri-ciri menonjol
atau dominan dalam karya sastra tersebut.
1.2 Langkah Kedua: Paragraf 1.2
Menyusun Rancangan Seorang peneliti dituntut memahami dan
Penelitian menentukan urutan logik struktur kegiatan penelitian
ilmiah. Sebagaimana dijelaskan dalam bab
sebelumnya, urutan logik struktur kegiatan penelitian
ilmiah tersebut meliputi: Pendekatan, Teori, Metode,
dan Teknik. Sebelum menentukan teori dan metode
apakah yang dipakai dalam penelitian sastra, peneliti
menetapkan cara pandang yang digunakan terhadap
bahan dan tujuan kajiannya. Cara pandang mendasar
ini disebut pendekatan kajian.
16
1.3 Langkah Ketiga: Paragraf 1.3
Penyusunan Landasan Kerangka berpikir atau landasan teori
Teori menjelaskan konsep-konsep yang terkandung dalam
fokus dan rumusan masalah penelitian. Berdasarkan
pendapat para ahli dan wacana pengetahuan yang ada,
akan diperoleh konsep-konsep tersebut. Hal itu akan
memberikan landasan untuk memahami permasalahan
yang hendak dicari jawabannya dalam proses
penelitian. Pada gilirannya dapat menghasilkan
asumsi-asumsi yang dapat digunakan untuk
memecahkan permasalahan dan mencapai tujuan yang
telah direncanakan.
Komentar Pada bab ini sudah menjelaskan dengan lengkap
mengenai prosedur penelitian sastra, dengan beberapa
langkah-langkah yang diterapkan dalam penelitian
tersebut.
17
Daftar Isi Hal Ringkasan Buku
BAB I 9-16
PENDAHULUAN
1.1 Awal Mula Kesusastraan Paragraf 1.1
Seni sastra, dilihat dari kenalaran
sistematis pada instansi nasional yang terakhir,
adalah ‘primer’: mengungkapkan ada (das Sein)
manusiawi kita dan melekat dalam kehidupan
manusia. Secara potensial, setiap orang pada
setiap jaman pada setiap tempat dapat bersastra,
entah secara aktif entah secara Pasif
(Mangunwijaya,1986: 3-7). Oleh karena itu,
seni sastra merupakan sebuah bidang
kebudayaan manusia yang paling tua, yang
mendahului cabang-cabang kebudayaan
lainnya. Sebelum adanya ilmu pengetahuan dan
teknik, kesenian sudah hadir sebagai media
ekspresi pengalaman estetik manusia
berhadapan dengan alam sebagai penjelmaan
keindahan (Driyarkara,1980:7-L2).
18
pengaturan hubungan antara gejala-gejala yang
diamati. Teori berisi konsep/uraian tentang
hukum-hukum umum suatu objek ilmu
pengetahuan dari suatu titik pandang tertentu.
Suatu teori dapat dideduksi secara logis dan di
cek kebenarannya atau dibantah kesahihannya
pada objek atau gejala-gejala yang diamati
tersebut. Pertama-tama perlu dikemukakan
bahwa istilah yang tepat untuk menyebut teori
sastra, baik dalam bahasa Indonesia maupun
Inggris, belum ditemukan. Akibatnya defenisi
mengenai hakikat fungsi dan tugas teorisastra
tidak mudah dirumuskan. Bahkan istilah-istilah
yang digunakan untuk menyebutkan konsep-
konsep yang paling mendasar pun berbeda-beda.
Antra teori dan ilmu sastra belum ada
pembatasan yang jelas. Demikianlah pergelutan
sastra menjadi ilmu menghadapi hambatan-
hambatan yang cukup banyak, juga dalam hal
konsep-konsep dasar keilmuannya (Kuntara
Wiryamartana, 1992).
1.4 Klasifikasi Paragraf 1.4
Penjelasan di atas secara implisit
menunjukkan bahwa teori sastra sesungguhnya
sudah cukup banyak ditulis orang, baik yang
membicarkan lingkup yang terbatas pada
sebuah teori yng untuh maupun yng
mencangkup berbagai teori. Akan tetapi teori-
teori itu dapat mengacaukan pemahaman kita
karena para teoretisi tidak selalu berpijak pada
pengertian, sudut pandang, klasifikasi maupun
konsep-konsep yang sama mengenai gejala
sastra itu.
Komentar
Pada bab ini sudah menjelaskan dengan
lengkap mengenai awal mula
kesusastraan,masalah sastra,ruang lingkup teori
sastra dan klarifikasinya.
BAB II
TEORI.TEORI 20 - 28
EKSPRESIVISME:
MUNCULNYA PAHAM
INDTVIDUALISMEDAN
19
OTONOMI
1.1 Pengantar
Paragraf 1.1
Teori ekspresivisme muncul bersamaan
dengan perubahan-perubahan sistem sosial dan
filsafat yang menempatkan manusia sebagai
makhluk otonom yang memiliki kebebasan dan
keutuhan sebagai individu. Karya-karya
manusia sepenuhnya dipandang sebagai
pengucapan kreatif pribadi individu tersebut.
Dalam bidang karya sastra; pencurahan
perasaan dan pikiran,bahkan kejiwaan yang
berasal dari dalam diri individu tersebut.
20
model dan gaya para seniman. (Catatan: roman
muncul pada akhir abad ke-2 dan ke-3 di bawah
Yunani Hellen. Wilayah kebudayaan
Hellenmembentang di sekitar Laut Tengah
sampai India, Pada masa-masa itu Hellodorus
dari Emesa, Apulelus dan Xenophon menulis
roman untuk remaja Dewi Isis, dan Philostrat
menulis roman untuk memuja dewa Apollo. Ciri
khas penulisan roman pada masa itu antara lain
mulai terlihar adanya emansipasi kesadaran
manusia berhadapan dengan paham-paham
mitologis murni.Lihat Mangunwijaya, 1988:25-
32).
21
22
1.4 Kritik Terhadap Teori Paragraf 1.4
Ekspresivisme
Pada akhir abd ke-19 sinar romantik dan
ekspresivisme mulai pudar. Ilmu sastra mulai
meniadakan unsur penulis sebagai faktor dalam
memahami,mengapresiasi dan menilai karya
sastra. Telah sastra dengan berpedoman pada
biografi pengarangnya menghadapi persoalan-
persoalan mendasar yang cukup menyulitkan
kebahasaanya sebagai teori sastra yang bisa
dipertanggung jawabkan secarah ilmiah.
Persoalan otonomi tidak lagi berkaitan dengan
penulis tetapi mulaiterfokus pada karya sastra itu
sndiri dah bahkan pada pembacanya.
Paragraf 1.5
1.5 Teori-teori Baru Tentang
Pengarang Sekalipun teori-teori ekspresionis memiliki
banyak kelemahan ditinjau dari segi ‘ilmiah’,
akhir-akhir ini muncul. Beberapa teoretisi yang
kembali mempersoalkan kedudukan pengarang
dan karyanya.Dalam bahsa tulis, pengarang tidak
dapat berkomunikasi secara langsung dengan
pembacanya. Dengan demikian,jika dalam
tulisannya pengarang mempergunakan sudut
pandang Aku, orangtidak bisa secara langsung
mengatakan bahwa yang dimaksdkan adalah diri
pengarang. Disinitampak ambiguitas kedudukan
pengarang dengan narator dalam teks.
Komentar
BAB III
Teori 31-42
Formalisme,Strukturalisme,
Semiotik, dan Dekontruksi
1.1 Pengantar Paragraf 1.1
Pada awal abad ke-20 studi sistra dengan
data biografit dan historikmulai ditinggalkan
Dan di gantikan dengan model pendekatan yang
dinamakan pendekatan
ergosentrik(Van'Luxemburg et.al., 1984: 51),
yakni pendekatan Yang tetpusat pada teks atau
23
karya itu sendiri (Yw:. ergon:karyasendiri). Di
bidang ilmu sastra penelitian Struktural dirintis
Jalannya oleh kelompok peneliti Rusia antara
1915 -1930. Teori Semiotik Sastra dan Pasca
struknralisme umunnya dipandang sebagai
perkembangan lanjutan dari Teori
Strukturalisme.
24
25
BAB IV
PEMBAHASAN
Kelebihan Buku 1
1. Dilihat dari aspek tampilan buku, Buku Utama memiliki cover yang bagus dengan
perpaduan warna yang tidak terlalu mencolok.
2. Dilihat dari layout, tata letak, dan ukuran font pada buku utama sudah cukup baik
dan terlihat jelas.
26
3. Dilihat dari aspek isi buku, buku utama memiliki materi yang disajikan dengan
cuku jelas dan lengkap, pembahasan nya sesuai dengan judul buku sehingga tidak
lari dari topik pembahasan, buku utama cukup lengkap untuk dijadikan referensi
mengenai ilmu sastra untuk mahasiswa maupun umum.
4. Dilihat dari tata bahasa , pada buku utama penulis menggunakan bahasa yang
formal dan efektif sehingga dapat mempermudah pembaca memahaminya dengan
baik.
Kekurangan Buku 1
Buku pembanding
Kelebihan buku 2
1. Dilihat dari layout, tata letak, dan ukuran font pada buku utama sudah cukup baik
dan terlihat jelas.
2. Kelebihan pada buku kedua yaitu, memberikan penjelasan yg baik mengenai
teori sastra.
3. Dalam penyajian, penulis menggunakan bahasa formal dengan pemilihan sasaran
pembaca yang tepat yaitu mahasiswa yang mempermudah pembaca memahami
isi buku dengan baik.
Kekurangan buku 2
1. Tidak di temukan kelemahan dari segi bahasa dikarenakan buku ini sudah
menggunakan bahasa yng mudah di mengerti.
2. Disamping itu buku berasal dari ebook sehingga pengerjaan kurang efektif.
27
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam ilmu dan teori sastra Indonesia kita diajarkan untuk bisa memahami apa yang
dibahas dalam buku teori sastra dimana kita sebagai mahasiswa harus memiliki kompetensi
yang baik sehingga kemampuan kita bisa kita tuangkan kedalam sastra. Seseorang bisa
mencerminkan kehidupannya bisa dari sastra dimana kita dijarkan untuk berperilaku baik,
mengenali sejarah-sejarah sastra Indonesia. Semakin cerah dan cerdas kita dalam
memimpin keterampilan seseorang dalam sikap dan bahasanya.
B. Saran
Menurut kami, dari kedua buku yang telah kami review, kedua buku tersebut sangat
cocok dan bermanfaat untuk dipelajari disemua kalangan khususnya mahasiswa, agar dapat
menjadi wawasan dan pengetahuan mengenai ilmu sastra beserta dengan teori dan kajian-
kajiannya. Saran kami didalam kelebihan kedua buku agar dapat ditingkatkan lagi, dan
untuk kekurangannya agar diperbaiki.
DAFTAR PUSTAKA
28
29