i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kami haturkan atas kehadirat Allah SWT atas
karunia dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu. Tak lupa sholawat beriringkan salam kami sanjung
agungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman
kegelapan menuju zaman yang terang benderang.
Makalah ini disusun sebagai upaya memenuhi tugas mata kuliah Kritik
Sastra yang diampu oleh Drs. Munaris, M.Pd. dan Bapak Muharsyam Dwi
Anantama, M.Pd. Selain itu, makalah ini ditulis dengan tujuan untuk menambah
pengetahuan dan wawasan pembaca mengenai “Kegiatan Pertama Kritik
Pertama kali dan Sejarah serta Kegiatan Kritik Sastra Pada Khazanah Sastra
Indonesia”
Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam proses penyelesaian makalah ini, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah ini.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan guna
memperbaiki makalah ini dikemudian hari.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian kritik sastra
2. Mengetahui bagaimana contoh kritik sastra
3. Mengetahui kegiatan kritik sastra pertama kali
4. Mengetahui bagaimana sejarah dan kegiatan kritik sastra pada khazanah
sastra Indonesia
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.1.1. Kritik terhadap puisi Indonesia modern
Perhatikan contoh kritik sastra berikut yang membahas salah satu puisi
Indonesia modern karya Soebagio Sastrowardoyo.
Sita yang tidak Setia dalam Puisi “Asmaradana” Karya Subagio
Sastrowardoyo: Kajian Resepsi Sastra Ramayana merupakan salah satu karya
sastra klasik yang sampai saat ini mendapatkan sambutan (resepsi) dari
masyarakat pembaca. Di Indonesia cerita Ramayana, yang semula berasal dari
India, mendapatkan resepsi dalam berbagai bentuk, mulai dari Kakawin
Ramayana dalam bahasa Jawa Kuna, Ramayana prosa dalam bahasa Jawa Baru
(Serat Rama), dalam Sastra Melayu Klasik, misalnya Hikayat Sri Rama, juga
menjadi dasar pementasan wayang kulit dan wayang orang. Di samping itu,
transformasi dan resepsi Ramayana juga ditemukan dalam sejumlah karya
sastra Indonesia modern, misalnya puisi “Asmaradana” karya Subagio
Sastrowardoyo, novel Anak Bajang Menggiring Angin (1984) karya Sindhunata
dan Kitab Omong Kosong (2004) karya Sena Gumira Ajidarma.
Subagio Sastrowardoyo
ASMARADANA
Sita di tengah nyala api
Tidak menyangkal
Betapa indahnya cinta berahi
4
(dalam Keroncong Motinggo, hlm. 89)
Puisi tersebut tampak menggambarkan kembali peristiwa Sita yang harus
menjalani upacara dibakar api untuk membuktikan kesuciannya selama tinggal
di Alengka dengan perspektif yang berbeda. Dalam puisi tersebut Subagio
Sastrowardoyo menggambarkan bahwa Sita bukanlah perempuan yang setia
dan suci, seperti yang digambarkan dalam Ramayana. Subagio menggambarkan
tokoh Sita yang tidak setia, Sita yang tergoda oleh kejantanan Rahwana.
Akibatnya, ketika harus menjalani upacara dibakar api untuk membuktikan
kesuciannya, dia pun terbakar karena dewa tidak melindunginya. Meskipun
demikian, dia tidak menyesal karena kenangan bercinta dengan Rahwana
menurutnya sangat indah.
5
spiritual. Kecerdasan-kecerdasan itu perlu diturunkan kepada anak dalam
rangka mempersiapkan anak sebagai seorang individu yang memiliki integritas
kepribadian dan moral yang baik (Sayuti, n.d.)
6
Contract" (1762). Dalam bukunya ini, ia mempertanyakan struktur sosial
dan politik yang ada pada zamannya serta mengusulkan ide-ide untuk
perbaikan. Setiap jenis kritik ini muncul dalam konteks sejarah yang
berbeda dan merupakan langkah awal dalam perkembangan pemikiran kritis
dan analisis dalam bidang-bidang tersebut. Kritikus-kritik ini membantu
membentuk pandangan kita tentang sastra, seni, musik, filsafat, dan
masyarakat melalui pemikiran kritis mereka (Buku Filsafat Umum Lengkap
- Edite, n.d.)
2.3 Sejarah dan kegiatan kritik sastra pada khazanah sastra Indonesia
2.3.1 Sejarah dan perkembangan kritik sastra pada karya sastra di
Indonesia
Kritik sastra sebagai bagian dari sistem sastra tentu saja berhubungan
erat dengan karya sastra, pengarang, penerbit, pengayom, dan juga pembaca.
Kritik sastra lahir karena ada karya sastra, penerbit, dan pembaca. Jadi, kritik
sastra itu berada dalam suatu sistem yang otonom dan secara tidak terelakkan
juga bergerak di tengah-tengah elemen yang menjadi lingkungan terdekatnya
(Supriatin, 2023).
Kritik sastra di Indonesia tentunya memiliki sejarah dan juga
perkembangannya. Berikut beberpa uraian singkat tentang sejarah kritik sastra
di Indonesia. Pertama, awal abad ke-20. Kritik sastra modern pertama di
Indonesia muncul pada awal abad ke-20, ketika sastra Indonesia mulai
mengalami pengaruh Eropa dan modernisasi. Beberapa tokoh seperti Ernest
Douwes Multatuli) dan Sastra Hindia-Belanda menjadi perintis kritik sastra
dengan mengulas karya sastra yang berkembang pada masa itu. Kedua,
pertengahan abad ke-20. Pada periode ini kritik sastra mulai sedikit berkembang
karena meningkatnya jumlah penulis dan peminat sastra. Contohnya HB Jassin
yang dikenal dengan bukunya yang berjudul “Pemilihan Puisi”. Ketiga, era orde
baru (1966-1998). Kritik sastra sering digunakan sebagai alat politik, dimana
banyak sekali aturan yang dibuat pemerintah sehingga banyak kritikus dan
penulis sastra yang mengalami tekanan dan penindasan. Keempat, pasca
reformasi. Pada era ini mulai ada perkembangan seperti kebebasan berpendapat
7
dan berekspresi sehingga banyak memunculkan kritik sastra yang lebih bebas
dan beragam. Terakhir, Kritik sastra kontemporer. Pada saat ini, kritik sastra di
Indonesia masih terus berkembang. Banyak sekali pendekatan-pendekatan yang
digunakan, seperti feminisme, poskolonial, dan budaya. Tidak hanya itu, saat
ini ktitik sastra juga menghubunkan dengan isu-isu sosial, politik, dan budaya.
Kemudian, sejarah kritik sastra Indonesia menurut Yudiono dibagi
menjadi masa ke masa sehingga dieroleh periodesasi sebagai berikut (Yudiono,
2009):
1. Kritik sastra Indonesia masa pertumbuhan: 1900-1945
Pada masa ini, banyak teori kritik sastra yang tertuang dalam bentuk esai di
beberapa surat kabar dan majalah yaitu dengan pandangan kritik sastra
ekspresif dan kritik sastra pragmatik. Tokoh-tokoh pada saat itu diantaranya
S. Takdir Alisjahbana, Armijn Pane, Amir Hamzah, Sanusi Pane, J.E.
Tatengkeng, dan Sutan Sjahrir.
2. Kritik sastra Indonesia masa pergolakan: 1945-1965
Pada masa ini, mulai muncul pandangan yang beragam, bahkan sempat
berkembang polemic yang menjurus pada gejala terror budaya yang
dilakukan oleh kritikus kelompok Lekra terhadap pihak yang dianggap
bersebrangan dengan ideologinya. Surat Kepercayaan Gelanggang yang
menjunjung tinggi semangat humanisme universal harus berhadapan
dengan kelompok Lekra dengan realisme sosialis. Lalu, muncul Manifes
Kebudayaan yang mencoba menegakan prinsi karya sastra secara mandiri
dengan Pancasila sebagai filsafah kebudayaan. Tokoh-tokoh penting pada
masa itu, diantaranya H.B. Jassin, M.S. Hutagalung, Goenawan
Mohammad, Arif Budiman, Subagio, Ajip Rosidi, Bakri Siregar, dan
Pramoedya Ananta Toer.
3. Kritik sastra Indonesia masa pemapanan: 1965-1998
Pada masa ini, banyak muncul kririk sastra ilmiah di kalangan akademi yang
dirintis oleh Rawamangun. Setelah itu, munculah kritik sastra struktual,
sosiosastra, psikoanalisis, feminisme, dan lain-lain.
4. Kritik sastra Indonesia masa pembebasan: setelah 1998
8
Pada masa ini, kritik sastra mengalami revitalisasi. Kebebasan berekspresi
dan berpendapat menjadikan kritik sastra menjadi lebih bebas dan sangat
beragam. Tentunya hal ini membuat banyak sastrawan ataupun kritikus
mulai menggunakan pendekatan-pendekatan baru yang beragam, seperti
kritik feminis, poskolonial, dan kritik sastra budaya
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Secara etimologis kritik berasal dari kata krites (bahasa Yunani) yang berarti
“hakim”. Kata kerjanya adalah krinein (menghakimi). Kata tersebut juga
merupakan pangkal dari kata benda kriterion (dasar penghakiman). Kegiatan
kritik pertama kali dalam sejarah dapat merujuk pada berbagai jenis kritik
tergantung pada konteksnya. Contohnya, Mattheson adalah seorang musikolog
Jerman yang dianggap sebagai salah satu kritikus musik pertama. Dia menulis
karya-karya yang membahas musik dan memberikan pandangan kritis terhadap
komposisi musik zamannya.
Kritik sastra di Indonesia tentunya memiliki sejarah dan juga
perkembangannya. Kritik sastra Indonesia masa pertumbuhan: 1900-1945,
banyak teori kritik sastra yang tertuang dalam bentuk esai di beberapa surat
kabar dan majalah yaitu dengan pandangan kritik sastra ekspresif dan kritik
sastra pragmatik. Tokoh-tokoh pada saat itu diantaranya S. Takdir Alisjahbana,
Armijn Pane, Amir Hamzah, Sanusi Pane, J.E. Tatengkeng, dan Sutan Sjahrir.
3.2 Saran
Demikianlah makalah yang telah kami susun, tentu saja kami menyadari
dalam makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Kami akan dengan senang hai dan antusias menerima kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk memperbaiki segala kekurangan yang
terdapat dalam makalah kami. Terima kasih.
10
DAFTAR PUSTAKA
11