Disusun Oleh :
Geby Agnel Kalende A40122093
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat, karunia, serta hidayah-Nya saya
dapat menyelsaikan makalah yang berjudul “Konsep Dasar Sastra” ini. Makalah ini disusun
untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Bahasa Indonesia da n unt uk me ningkatka n per an
se rta kam i sela ku ma hasi swa unt uk menerapkan materi yang telah dipelajari saat kegiatan
belajar dan diskusi
Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Bahasa
Indonesia, atas dukungan moral, bimbingan,bantuan serta saran untuk kami dalam penyusunan
makalah ini.
Saya sangat berharap makalah ini dapat memberikan kontribusi sebagai bahan bacaan
khususnya bagi para mahasiswa dan pihak lain yang membutuhkanwawasan teori sastra, mengenai
konsep dasar sastra. Saya menyadarai se pe nuhnya ba hwa di dalam ma kala h ini ter dapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran
dan usulan yang bersifat membangun demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang
akan dating
Menurut Rene Wellek dan Warren (2014:3) sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni.
Melalui karya sastra, seorang pengarang dapat menuangkan pikiran dan hasil imajinasinya berupa
tulisan maupun lisan. Karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang mengandung nilai-nilai dan
norma yang dapat dijadikan contoh dalam kehidupan sehari-hari.
Seorang pengarang menggunakan karya sastra untuk menyampaikan pandangannya tentang
kehidupan yang ada di sekitarnya. Sastra merupakan hasil dari proses pengolahan jiwa pengarangnya,
dihasilkan melalui proses perenungan yang panjang mengenai hakikat hidup dan kehidupan. Sastra
ditulis dengan penuh penghayatan dan sentuhan jiwa yang dikemas dalam imajinasi yang dalam
tentang kehidupan (Rokhmansyah, 2014:2).
Sebuah karya sastra tidak bisa terlepas dari teori sastra. Rene Wellek dan Warren (2014:35)
mengungkapkan teori sastra adalah studi prinsip, kategori, dan kriteria yang dapat diacu dan dijadikan
titik tolak dalam telaah di bidang sastra.Artinya, mengkaji suatu karya sastra harus berdasarkan hasil
penelitian langsung terhadap suatu karya sastra. Berbagai pendekatan dan teori dapat digunakan untuk
mengkaji suatu karya sastra. Dalam bukunya The Mirror and The Lamp: Romantic Theory and the
Critical Tradition (1971), Abrams mengemukakan empat pendekatan sastra, yaitu (1) pendekatan
objektif, (2) pendekatan ekspresif, (3) pendekatan pragmatik, dan (4) pendekatan mimetik. Keempat
pendekatan sastra ini melahirkan sekian banyak teori sastra, dengan kata lain teori-teori sastra yang
ada berinduk pada keempat pendekatan sastra tersebut.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
A. Pengertian Sastra
Pada dasarnya ilmu sastra terbagi menjadi tiga bagian, yakni: (1) teori sastra; sejarah sastra;
(2) dan (3) kritik sastra. Ketika kita berbicara tentang sastra maka tidak akan lepas dari bagian-bagian
ilmu sastra tersebut. Teori sastra merupakan bidang ilmu sastra yang mempelajari tentang konsep-
konsep dasar yang ada pada sastra. Teori sastra ialah cabang ilmu sastra yang mempelajari tentang
prinsip-prinsip, hukum, kategori, kriteria karya sastra yang membedakannya dengan yang bukan
sastra. Secara umum yang dimaksud dengan teori adalah suatu sistem ilmiah atau pengetahuan
sistematik yang menerapkan pola pengaturan hubungan antara gejalagejala yang diamati. Teori berisi
konsep/uraian tentang hukum-hukum umum suatu objek ilmu pengetahuan dari suatu titik pandang
tertentu.
Sejarah sastra merupakan cabang ilmu sastra yang mempelajari tentang sejarah berdirinya
sastra mulai awal sampaipada masa perkembangannya saat ini. Sejarah sastra merupakan bagian dari
ilmu sastra yang mempelajari perkembangan sastra dari waktu ke waktu. Di dalamnya dipelajari ciri-
ciri karya sastra pada masa tertentu, para sastrawan yang mengisi arena sastra, puncak-puncak karya
sastra yang menghiasi dunia sastra, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di seputar masalah sastra.
Sebagai suatu kegiatan keilmuan sastra, seorang sejarawan sastra harus mendokumentasikan karya
sastra berdasarkan ciri, klasifikasi, gaya, gejala-gejala yang ada, pengaruh yang melatarbelakanginya,
karakteristik isi dan tematik.
Kritik sastra merupakan cabang ilmu sastra yang terakhir setelah kita mempelajari teori dan
sejarah sastra. Kritik sastra adalah cabang ilmu sastra yang berisi tentang tata cara penilaian terhadap
karya-karya sastra. Untuk membuat suatu kritik yang baik, diperlukan kemampuan mengapresiasi
sastra, pengalaman yang banyak dalam menelaah, menganalisis, mengulas karya sastra, penguasaan,
dan pengalaman yang cukup dalam kehidupan yang bersifat nonliterer, serta tentunya penguasaan
tentang teori sastra.
Ketiga cabang ilmu sastra tersebut merupakan kesatuan yang saling bertalian dalam praktik
penggunaannya. Teori sastra membahas secara rinci aspek-aspek yang terdapat di dalam karya sastra,
baik konvensi bahasa yang meliputi makna, gaya, struktur, pilihan kata, maupun konvensi sastra yang
meliputi tema, tokoh, penokohan, alur, latar, dan lainnya yang membangun keutuhan sebuah karya
sastra. Di sisi lain, kritik sastra merupakan ilmu sastra yang mengkaji, menelaah, mengulas, memberi
pertimbangan, serta memberikan penilaian tentang keunggulan dan kelemahan atau kekurangan karya
sastra. Sasaran kerja kritikus sastra adalah penulis karya sastra dan sekaligus pembaca karya sastra.
Untuk memberikan pertimbangan atas karya sastra kritikus sastra bekerja sesuai dengan konvensi
bahasa dan konvensi sastra yang melingkupi karya sastra.
Pendalaman teori sastra dan juga pengetahuan sejarah sastra yang matang dapat membantu
proses kritik sastra yang akurat. Hubungan antara teori sastra dengan sejarah sastra. Sejarah sastra
adalah bagian dari ilmu sastra yang mempelajari perkembangan sastra dari waktu ke waktu, periode
ke periode sebagai bagian dari pemahaman terhadap budaya bangsa.
Teori berasal dari bahasa Latin yakni kata Theoria. Secara etimologis teori berarti renungan
terhadap alam semesta dan kenyataan (Ratna, 2004: 1). Sedangkan menurut pandangan secara umum
teori diartikan sebagai suatu konsep, proposisi yang memiliki hubungan, dan teruji kebenarannya.
Pengertian teori dan praktek merupakan dua sisi hal yang bertentangan, namun demikian keduanya
memiliki keterkaitan hubungan yang saling melengkapi. Pada intinya keberadaan objek dapat
melahirkan teori, sebaliknya teori bisa memberikan kemudahan untuk memahami objek. Tentunya
dengan dibantu oleh metode dan teknik. Dengan adanya teori dapat menjadikan ilmu pengetahuan
berkembang secara cepat.
Menurut Ratna (2004: 3) secara genesis proses penelitian teori dapat diperoleh melalui dua cara, yakni
sebagai berikut:
1. Peneliti memanfaatkan teori terdahulu, pada umumnya disebut sebagai teori formal, dengan
pertimbangan bahwa teori tersebut secara formal sudah ada sebelumnya. Teori formal seolah-olah
bersifat deduksi dan apriori.
2. Peneliti memanfaatkan teori yang ditemukannya sendiri, teori yang diperoleh melalui manfaat,
hakikat, dan abstraksi data yang diteliti, yang ada pada umumnya disebut teori substansif sebab
diperoleh melalui subtansi data.
Kedua jenis teori diatas masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Teori formal dilihat dari
segi peneliti seolah-olah teori yang siap pakai sehingga dalam penggunaannya peneliti tinggal
menerapkansaja. Sedangkan kekurangan dari teori formal 6 ialah tidak adanya ktivitas untuk sebuah
usaha menemukan teori baru. Kelemahan teori formal akan bias terpenuhi jika peneliti mau berusaha
mencoba menemukan teori substansif.
C. Fungsi Sastra
Pada umumnya sifat dan fungsi sastra tidak berubah sepanjang sejarah, sejauh konsep-konsep tersebut
dituangkan dalam istilah konseptual yang umum. Menurut teoritikus fungsi sastra adalah untuk
membebaskan pembaca dan penulisnya dari tekanan emosinya. Munculnya sastra biasanya
disebabkan adanya penumpukan ide, imajinasi, dan emosi penulis yang mana kepuasannya hanya bisa
terealisasikan melalui kegiatan menulis sastra/bersastra. Sedangkan fungsi sastra yang lainnya adalah
(1) sebagai alat komunikasi; (2) sebagai alat penulis tradisi danpelestarian budaya; (3) sebagai
pembentuk nilai humaniora; dan (4) sebagai pelipur lara.
Fungsi sastra yang pertama adalah sebagai alat komunikasi, artinya di dalam sastra itu sendiri
media utamanya dalam usaha penyampaian ide adalah bahasa, dimana pada sebuah bahasa memiliki
tujuan sebagai alat komunikasi, bertukar pikiran, menyampaikan ide, informasi dan juga perasaan kita
kepada orang lain. Sesungguhnya inilah yang sedang dilakukan oleh sastra. Kalau musisi media
komunikasinya adalah musik yang di dalamnya termuat lirik-lirik lagu berisikan luapan perasaan
musisi, lain halnya dengan sastrawan, mereka menyampaiakan ide dan pemikirannya dengan media
komunikasi utamanya adalah melalui sastra.
Kedua, sastra berfungsi sebagai alat penulis tradisi dan pelestarian budaya, artinya peranan
sastra dalam pelestarian sejarah yang ada di Indonesia sangat dominan. Pendokumentasian sastra pada
zamannya selalu membawa dampak positif bagi perkembangan dunia sastra itu sendiri khususnya,
umumnya untuk kemajuan bangsan kita. Bisa kita bayangkan bagaimana jadinya kalau tidak ada
sastra, maka sejarah-sejarah besar daerah dan Negara Indonesia, peradapan manusia, budaya, agama,
tatanan nilai, dan juga berbagai macam kejadian lainnya tidak bisa diketahuai oleh generasi penerus
bangsa khusunya kaum muda.
Ketiga, sastra berfungsi sebagai pembentuk nilai humaniora. Di dalam sastra itu sendiri sarat
akan nilai-nilai kehidupan yang sengaja di ciptakan penulis melalui tokoh, perwatakan tokoh, dan
perilaku yang ditampilkan oleh tokoh dalam sebuah cerita
Keempat, sastra berfungsi sebagai pelipur lara. Dalam hal ini posisi sastra dianggap sebagai
penghibur.
b. Teori Strukturalisme
Teori strukturalisme secara umum merupakan teori utama dan terpenting yang
dilahirkan atau yang berinduk pada pendekatan objektif. Secara etimologis, kata
struktur berasal dari bahasa Latin structura, , yang berarti bentuk atau bangunan. Asal-
usul teori strukturalisme dapat dilacak sejak abad ke-4 SM dalam Poeticakarya
pemikir besar Aristoteles (384-322) dalam kaitannya dengan tragedi, lebih khusus lagi
dalam pembiacaraanya mengenai plot. Konsep plot harus memiliki ciri-ciri yang
terdiri atas: kesatuan, keseluruhan, kebulatan, dan keterjalinan (Sehandi, 2014:104).
c. Teori Semiotika
Teori semiotika berasal dari kata seme, semeion (Latin, yang berarti tanda)
semiotika atau semiotik atau semiologi adalah teori sastra yang berkaitan dengan
“ketandaan”. Teori semiotika dalam bidang sastra dipandang sebagai bagian atau
perkembangan lebih lanjut dari teori strukturalisme yang dikembangkan oleh
Ferdinand
d. Teori Naratologi
Teori naratologi berasal dari kata narratio (Latin) yang berarti perkataan,
kisah, hikayat, dan cerita, sedangkan logi dari logos (Latin) berarti ilmu. Teori
naratologi seringkali disebut sebagai teori wacana (pada analisis bahasa, linguistik),
teori narasi (pada analisis sastra, naratologi), dan teori tekstual (teks sebagai objek
otonom). Secara definitf teori naratologi adalah seperangkat konsep mengenai cerita
(narasi) dan struktur penceritaan (plot atau alur) yang terdapat dalam karya sastra
Tujuan teori naratologi adalah untuk menganalisis atau mengkaji karya sastra
dalam bentuk narasi atau wacana
e. Teori Dekonstruksi
f. Teori Psikoanalisis
Teori psikoanalisis adalah teori sastra yang mengkaji unsur kejiwaan paara
tokoh di dalam karya sastra. Pencetus sekaligus tokoh kunci teori psikoanalisis adalah
Sigmund Freud (1856-1939), seorang ahli psikologi yang kontroversial dan sangat
terkenal
g. Teori Konflik
Teori konflik merupakan salah satu hal yang tak terpisahkan dari kehidupan
manusia bahkan terkadang menjadi penentu alur hidup seorang adalah konflik. Teori
konflik adalah satu pandangan di dalam masyarakat sebagai suatu sistem sosial yang
terdiri dari bagian-bagian atau komponen-komponen yang memiliki kepentingan yang
berbeda-beda
h. Teori Stilistika
Teori stilistika, secara harfiah stilistika berasal dari kata stylistic (Inggris)
yang berarti studi mengenai style atau bahasa bergaya. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2001:1091), stilistika diartikan sebagai ilmu tentang penggunan bahasa dan
gaya bahasa di dalam karya sastra. ekspresif bahasa dan mengeluarkannya diri dari
studi bahasa yang diorganisasikan untuk tujuan estetik (Sehandi, 2014:127-128).
i. Teori Nilai
Istilah nilai sama dengan value (bahasa Inggris), yakni abstraksi yang
diletakkan pada sesuatu objek sehingga objek tersebut menampilkan makna yang
berbeda, sebagai objek yang bernilai
Abram (dalam Suhendi, 2014:139) menuliskan dalam bukunya yang berjudul The
Mirror and the Lamp: Romantic Theory and the Critical Tradition menjelaskan bahwa
pendekatan ekspresif merupakan pendekatan yang menitikberatkan perhatian pada pengarang
karya sastra.
a. Teori Biografis
Teori biografis merupakan teori atau kajian yang sistematis mengenai proses
kreativitas seseorang pengarang dalam mencipta karya sastra
b. Teori Ekspresivisme
Teori ekspresivisme dalam kajian sastra adalah teori yang memandang karya
sastra sebagai pernyataan atau ekspresi dunia batin pengarangnya.
c. Teori Romantisme
Istilah resepsi berasal dari kata recipere (Latin), atau reception (Inggris) yang
berarti penerimaan atau penyambutan. Resepsi sastra adalah penerimaan karya sastra
oleh para pembaca atau penikmat. Dalam arti luas, resepsi sastra diartikan sebagai
pengolahan teks sastra, cara-cara pemberian makna oleh pembaca terhadap karya
sastra sehingga dapat memberikan respon terhadapnya.
b. Teori Persepsi
Persepsi dalam bahasa Inggris perception (istilah psikologi) yang berarti
tanggapan (penerimaan langsung) dari sesuatu atau proses seseorang mengetahui
beberapa hal melalui pancaindranya. Istilah persepsi dipinjam di bidang psikologi.
c. Teori Intertekstual
Secara etimologis kata teks berasal dari textus (Latin) yang berarti tenunan,
anyaman, penggabungan, susunan, dan jaringan. Secara luas, interteks adalah jaringan
hubungan antara satu teks dengan teks yang lain. Dengan demikian, teori intertekstual
adalah teori sastra yang berusaha mencari hubungan interelasi antara teks yang satu
dengan teks sastra yang lain.
Pendekatan mimetik adalah pendekatan yang dicetuskan oleh ilmuwan sastra, M.H.
Abrams (1971), dalam bukunya The Mirror and the Lamp: Romantic Theory and the Critical
Tradition (1971:8-14) Abrams menjelaskan bahwa pendekatan mimetik merupakan
pendekatan yang menitikberatkan pada kesemestaan masyarakat dan lingkungan
c. Teori Marxisme
d. Teori Neo-Marxisme
g. Teori Feminisme
Istilah feminisme berasal dari femme, femina, femella (Latin) yang berarti
perempuan. Istilah lain untuk feminisme, antara lain gynotext (karya yang ditulis
kaum perempuan), gynocritic (kritik yang dilakukan kaum perempuan terhadap kaum
laki-laki). Faham feminsme lahir pada awal abad ke-20 yang dipelopori oleh Virginia
Woolf (1882-1941) melalui bukunya yang berjudul A Room for One’s Own (
h. Teori Queer
i. Teori Mitologi
j. Teori Pascakolonialisme
Sastra merupakan suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Warren,
2014: 3). Melalui karya sastra, seorang pengarang meyampaikan pandangannya tentang
kehidupan yang ada di sekitarnya (Rokhmansyah, 2014: 2). Di dalam suatu karya sastra tidak
lepas dari sebuah teori sastra. Teori sastra adalah studi prinsip, kategori, dan kriteria yang
dapat diacu dan dijadikan titik tolak dalam telaah di bidang sastra. Teori sastra hanya dapat
disusun berdasarkan studi langsung terhadap suatu karya sastra (Wellek dan Warren, 2014:
35-36). Dalam buku The Mirror and The Lamp: Romantic Theory and the Critical Tradition
(1971), Abrams mengemukakan empat pendekatan sastra, yaitu (1) pendekatan objektif, (2)
pendekatan ekspresif, (3) pendekatan pragmatik, dan (4) pendekatan mimetik.
Daftar Pustaka
Rokhmansyah, Alfian. 2014. Studi dan Pengkajian Sastra; Perkenalan Awal terhadap Ilmu
Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 2014. Teori Kesustraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.