Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

KAJIAN PUISI INDONESIA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah kajian Puisi Indonesia

Dosen Pengampu : Andri Purwanugraha, M. Pd.

Disusun Oleh:

1. Azkia Zahira Almadania (2021210016)


2. Rena Rizkia A (2021210026)
3. Afifah Nur fajriah (2021210029)
4. Cucun Kurnia (2021210037)

PROGRAM PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MANDIRI

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur mari kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat Nya
kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul " Periodisasi Sastra Indonesia”

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kajian Puisi
Indonesia dalam makalah ini mengulas tentang Periodisasi Sastra Indonesia. Kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah
ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
sempurnanya makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Subang, 26 Maret 2022

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................iii
1.1 Latar Belakang...................................................................................................iii
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................iii
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................iii
BAB II...............................................................................................................................2
2.1 Pengertian Periodisasi Sastra Indonesia.............................................................2
2.2 Sejarah Periodisasi Sastra Indonesia...................................................................3
2.3 Tokoh-tokoh Sastra Indonesia yang Terkenal..................................................14
BAB III............................................................................................................................28
3.1 Simpulan...........................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 30

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Periodisasi sastra adalah pembabakan waktu terhadap perkembangan
sastra yang ditandai dengan ciri-ciri tertentu. Maksudnya tiap babak waktu
(periode) memiliki ciri tertentu yang berbeda dengan periode yang lain. Dalam
periodisasi sastra Indonesia di bagi menjadi dua bagian besar, yaitu lisan dan
tulisan. Secara urutan waktu terbagi atas angkatan Pujangga Lama, angakatan
Balai Pustaka, angkatan Pujangga Baru, angkatan 1945, angkatan 1950-1960-an,
angkatan 1966-1970-an, angkatan 1980-1990-an, angkatan Reformasi, angkatan
2000-an.
Adapun pembagian periodisasi sastra menurut para ahli yaitu Buyung Saleh,
HB. Jassin, Nugroho Notosusanto, dan Ajip Rosidi.Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa sejarah sastra merupakan cabang ilmu sastra yang mempelajari
pertumbuhan dan perkembangan sastra suatu bangsa, misalnya sejarah sastra
Indonesia, sejarah sastra Jawa dan sejarah sastra Inggris.
Dalam jangka waktu yang relatif panjang tercatat munculnya secara besar
jumlah persoalan sastra yang erat kaitannya dengan perubahan zaman dan
gejolak sosial politik yang secara teoritis dipercaya besar pengaruhnya terhadap
warna kehidupan sastra. Masalah itu biasanya terkait dengan teori periodisasi
atau pembabakan waktu sejarah sastra.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang penulis uraikan maka ada beberapa rumusan
masalah yang harus dibahas dalam makalah ini, antara lain :
1. Apa yang dimaksud dengan periodisasi sastra Indonesia?
2. Bagaimana sejarah periodisasi sastra setiap angkatan?
3. Siapa tokoh sastra terkenal pada setiap angkatan?

i
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan berbagai
pengetahuan dan informasi, juga untuk :

1. Untuk mengetahui tentang pengertian periodisasi sastra Indonesia


2. Untuk mengetahui sejarah periodisasi sastra Indonesia
3. Untuk mengetahui tokoh sastra terkenal pada setiap angkatannya.

i
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Periodisasi Sastra Indonesia

Periodisasi sastra merupakan kesatuan waktu dalam perkembangan sastra


yang dikuasai oleh suatu sistem norma yang tertentu atau kesatuan waktu yang
memiliki sifat dan cara pengucapan yang khas yang berbeda dengan masa
sebelumnya. Periode merupakan kurun waktu yang ditentukan oleh kesamaan
ciri khas bagian terbesar karya sastra yang diciptakan sezaman, misalnya periode
20-an menghasilkan novel Sitti Nurbaya (Marah Rusli) dan novel Salah Asuhan
(Abdul Muis), periode 30-an menghasilkan novel Layar Terkembang (Sutan
Takdir Alisjahbana) dan Puspa Mega (Sanusi Pane), periode tahun 40-an
menghasilkan novel Atheis (Achdiat K. Mihardja) dan kumpulan puisi Deru
Campur Debu (Chairil Anwar), dan periode tahun 50-an menghasilkan
kumpulan puisi Ballada Orang-Orang Tercinta (W.S. Rendra) dan kumpulan
puisi Priangan Si Jelita (Ramadhan K.H.). Periodisasi merupakan pembabakan
sejarah perkembangan kesusastraan menurut kriteria yang ditentukan oleh sudut
pandang peneliti. Kriteria atau dasar penggolongan periodisasi itu bermacam-
macam, misalnya berdasarkan masa penerbitan karya sastra, pertimbangan
intrinsik karya sastra, pertimbangan ekstrinsik karya sastra, dan berdasarkan
pada perbedaan norma umum dalam sastra sebagai pengaruh situasi zaman.

Perkembangan sastra di Indonesia melalui berbagai proses yang panjang


dan banyak mengalami pasang surut. Pada mulanya, karya sastra yang ada di
Indonesia adalah karya sastra yang berupa pantun, syair, gurindam, dan
sejenisnya yang tergabung dalam karya sastra lama. Sedangkan dari jenis lain,
karya sastra juga ada yang identik dengan cerita, yang banyak dikenal berupa
dongeng. Dongeng-dongeng tersebut termasuk dalam klasifikasi cerita rakyat
(folk-literature). Baik pantun, syair, gurindam, dan sejenisnya maupun dongeng

i
rakyat ini diperkenalkan oleh banyak pencerita secara lisan (dari mulut ke
mulut) dan dianggap sebagai media yang ampuh dalam mempersuasi atau
memengaruhi khalayak karena dianggap mengandung petuah-petuah atau
nasihat-nasihat tentang kehidupan baik ajaran moral, sosial (hubungan
horizontal antar sesama manusia), hingga agama (hubungan vertikal dengan
Tuhan).

Cerita rakyat yang berkembang pada masa lampau merupakan bagian


dari kebudayaan rakyat (folk-lore) yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan
kearifan lokal masing-masing daerah di mana cerita rakyat tersebut dilahirkan.
Untuk itu, di Indonesia ada banyak sekali cerita rakyat yang berkembang dan
diyakini sebagai bagian dari kehidupan masyarakat setempat. Ada pun
pembagian dari dongeng rakyat yaitu mite, legenda, (keduanya disebut dongeng
aetiologi karena mengandung kepercayaan terhadap suatu asal-usul daerah
maupun cerita rakyat yang diyakini secara turun temurun), fabel (cerita
binatang), cerita jenaka, dan cerita penglipur lara.

Kesusastraan berasal dari bahasa Sansekerta "sastra" yang berarti "teks


yang mengandung instruksi" atau "pedoman". Dalam bahasa Indonesia, kata ini
biasa digunakan untuk merujuk pada "kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan
yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Kesusastraan juga didefinisikan
sebagai ilmu atau pengetahuan tentang segala hal yang bertalian dengan
susastra. Kesusastraan di Indonesia terbagi dalam dua zaman, yaitu zaman
kesusastraan lama/ klasik, zaman kesusastraan peralihan, dan zaman
kesusastraan modern/ kontemporer.

2.2 Sejarah Periodisasi Sastra Indonesia


Periodisasi adalah pembagian kronologi perjalanan sastra atas masanya,
biasanya berupa dekade- dekade. Secara umum periode perkembangan sastra
Indonesia terbagi atas sastra Indonesia lama (klasik) adalah karya sastra yang

i
berkembang sebelum ada pengaruh dari kebudayaan luar, khususnya
kebudayaan barat. Sastra Indonesia lama diperkirakan lahir pada tahun 1500
sampai abad ke-19. Adapun sastra Indonesia modern karya sastra yang
berkembang setelah ada pengaruh kebudayaan Barat pada awal abad ke-20.

Jika membahas tentang periodisasi, sastra Indonesia terpetakan ke dalam


beberapa periode. Sejak era sastra lama, perkembangan sastra Indonesia telah
banyak diwarnai berbagai ciri khas pada masing-masing periode. Berikut
klasifikasi pembagian perkembangan karya sastra di Indonesia.

1. Karya Sastra Lama/ Klasik

Karya sastra lama atau klasik lahir dan berkembang di lingkungan masyarakat
yang masih kental dengan adat istiadat. Karya-karya kesusastraan lama sangat
dipengarui oleh kearifan lokal berupa adat istiadat dan budaya yang berlaku
pada zamannya. Jenis-jenis sastra lama ini berpengaruh besar dalam
perkembangan kesusastraan modern di Indonesia.

Pada umumnya, karya sastra zaman klasik cenderung menggunakan lisan


sebagai media penyebarannya. Karya sastra yang lahir pada masa ini banyak
disampaikan dari mulut ke mulut oleh para tukang cerita dengan bertujuan untuk
menyebarluaskan ajaran hidup, agama, dan moral karena berisi petuah-petuah,
nasihat-nasihat, dan banyak pula mengandung cerita pelipur lara. Cerita yang
dilisankan itu menyebar dengan cepat ke berbagai pelosok dan kalangan. Meski
demikian, salah satu hal yang menjadi sisi negatif perkembangan sastra lama
adalah tiadanya pengarang yang jelas. Oleh karena itu, sebuah karya sastra
berupa pantun atau dongeng tidak diketahui siapa pengarangnya.

2. Karya Sastra Peralihan

Karya sastra peralihan lahir sebagai wujud masa transisi antara karya sastra lama
ke dalam karya sastra modern atau yang biasa disebut dengan karya sastra
kontemporer. Peran karya sastra peralihan adalah sebagai sarana yang

i
memediasi perubahan konvensi sastra dari karya sastra lama yang terkesan statis
dan hierarkis sistemis, menjadi karya sastra kontemporer yang lebih bebas dan
terkesan tidak mengacu pada tata aturan tertentu. Pada dasarnya, kedua karya
sastra tersebut memang tidak bisa dipersamakan, hanya saja dalam
pembandingannya, karya sastra kontemporer tampak melibas konvensi yang
selama ini dijadikan acuan atau patokan oleh para penyair dalam melahirkan
karya sastra.

Jika dalam perkembangan karya sastra lama model penyebarluasannya hanya


dilakukan secara lisan dari mulut ke mulut, maka pada zaman peralihan ini karya
sastra sudah mulai dibukukan, yaitu pada masa Abdullah bin Abdul Kadir
Munsyi. Karya masa peralihan telah meninggalkan kebiasaan lama yang bersifat
istana sentris menjadi karya yang lebih realistis. Pada masa peralihan ini hasil
karya sastra yang terkenal, yaitu Hikayat Abdullah.

3. Karya Sastra Modern/ Kontemporer

Berbeda dengan karya sastra lama yang berkembang di Indonesia, karya sastra
modern atau yang biasa dikenal dengan karya sastra kontemporer tidak lagi
berorientasi pada tata aturan konvensional. Pengarang atau penyair jauh lebih
bebas berimajinasi dan menuangkan gagasannya dalam sebuah karya tanpa
harus berkiblat pada istana sentris maupun hal-hal yang berkutat pada adat
istiadat, budaya, maupun mengedepankan unsur petuah atau nasihat saja.
Imajinasi yang merupakan potret kenyataan sosial dan politik lebih banyak
dijadikan tema-tema karya sastra pascamasa peralihan ini. Adapun pembagian
periodisasi karya sastra modern menurut Rachmat Djoko Pradopo dalam
bukunya yang berjudul Kritik Sastra Indonesia Modern (2002) dapat
dispesifikasikan sebagai berikut.

A. Periode Balai Pustaka (1920-1933)

i
Periode Balai Pustaka bisa juga disebutkan sebagai Angkatan Balai Pustaka.
Berkenaan dengan peristilahan, kata periodisasi atau periode dalam
perkembangannya dianggap lebih tepat jika dibandingkan kata angkatan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Rachmad Djoko Pradopo (dalam Waluyo, 2011: 35)
yang menyatakan bahwa sesuai dengan terminologinya, istilah angkatan hanya
sampai dengan Angkatan 45, sementara pada masa selanjutnya pembabagan
sastra tidak dapat dinyatakan sebagai angkatan karena tidak memiliki landasan
filosofis dan budaya yang mantap seperti seharusnya sebuah angkatan.

Periode Balai Pustaka dianggap sebagai periode pemula dalam penciptaan prosa
fiksi karena pada masa itu mulai banyak ditulis karya sastra sekitar tahun 1920-
an baik berupa roman, cerpen, maupun puisi. Periode Angkatan Balai Pustaka
berdiri pada tahun 1920 dan merupakan usaha keras yang dilakukan oleh
pemerintah Belanda demi tercapainya keinginan menghasilkan sebuah karya
sastra dalam bahasa Melayu (bahasa Indonesia). Balai Pustaka didirikan sebagai
antiklimaks untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang
dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan
pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis yang tidak terstruktur.

Sebagai sebuah karya sastra pada babagan periode pemula, tentunya periode
Balai Pustaka memiliki ciri khusus sebagai acuan perkembangan karya sastra
pada masa itu. Adapun ciri-ciri tersebut yaitu:

1) Ciri Tematik

Secara umum, isi yang diungkapkan dalam karya sastra periode ini
antara lain:

a) Permasalahan yang dikemukakan adalah masalah adat, seperti


perkawinan adat, perjodohan, permasalahan internal keluarga, dan
sebagainya. Pada umumnya konteks kedaerahan yang digunakan ber-
setting wilayah Minangkabau karena pada masa itu dominasi pengarang

i
dari daerah tersebut sangat besar. Hal ini dipengaruhi salah satu faktor
bahwa pengarang dari daerah lain seperti pengarang dari wilayah Jawa,
Bali, Sunda, dan sekitarnya masih berkecimpung dengan hasil karya
sastra berbahasa daerah.
b) Pertentangan kaum tua (yang mewakili penganut konversi lama dalam
adat tradisional) dengan kaum muda (yang mewakili adat kontemporer).
Dalam perkembangan cerita umumnya dominasi kaum tua tetap menjadi
fokus utama penceritaan dan kaum muda dianggap sebagai bagian dari
kekalahan atas upaya pola perubahan sejarah.
c) Tokoh dan latar belakang tempat kejadian bukan lagi istana kerajaan,
melainkan tokoh dan setting modern, baik cara berpenampilan,
berkomunikasi, gaya hidup, pekerjaan, dan sebagainya.
d) Tema pendidikan (didaktik) lebih diutamakan karena para pengarang
pada periode ini kebanyakan berkecimpung di dunia pendidikan,
misalnya adalah seorang guru. Karena keinginan untuk menanamkan
pendidikan itu begitu kuat, maka kesan adanya sikap menggurui tampak
kental sekali.
e) Menggambarkan kisah cinta yang romantis dengan keberanian
menggunakan bahasa yang plastis dan kadang stereotipe atau klise
berkaitan dengan pemujaan terhadap kecantikan seorang gadis.
f) Setting fisik dan sosial lebih bersifat kedaerahan. Penggambaran sifat
kedaerahan ini sangat kuat sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan
kepada etnis lain di Indonesia tentang tatacara hidup dan aspek budaya
lain masyarakat di daerah tertentu.
g) Akibat dari penciptaan roman yang panjang panjang, banyak dilukiskan
digresi atau lanturan, yaitu cerita yang cukup panjang yang tidak
langsung berkaitan dengan tokoh utama, sehingga seolah-olah
menyimpang dari alur utama prosa fiksi itu (Waluyo, 2011: 37-38).

2) Ciri Penceritaan.

i
Roman - roman pada periode Angkatan Balai Pustaka dapat dikatakan
sebagai pintu gerbang digunakannya bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional. Momentum ini diawali dan peristiwa Sumpah pemuda pada
tanggal 28 Oktober 1928. Sebelumnya, sebagaimana diketahui, hampir
seluruh karya sastra Indonesia dituliskan atau diceritakan dengan
menggunakan bahasa daerah (Melayu) dan asing (Belanda) sebagai dua
bahasa yang paling dominan digunakan pada masa itu.
Dalam kaitannya dengan cin penceritaan karya sastra periode Balai
Pustaka dapat dijelaskan sebagai berikut
a. Banyak digunakan bahasa klise dalum penggambaran kecantikan
para wanita dan keindahan alam. Khusus untuk pelukisan
keindahan alam tampak adanya kesan berlebihan
b. Banyak digunakan surat-surat panjang sebagai sarana hubungan
cinta antara pemuda dan gadis yang saling jatuh cinta.
c. Adanya sisipan cerita yang panjang, yang berisi nasihat tokol nus
kepada tokoh muda (mewakili nashat pengarang). Cerita ini
kadang-kadang berupa dialog
d. Ciri sudut pandangan pengarang (point of min) adalah dengan
sudut pandang orang ketiga yang sangat tepat untuk
mengungkapkan sudut pandang orang pertama sebagai selingan
e. Watak tokoh dilukiskan sederhana atau hitam putih, artinya yang
jahat terlalu pahat, sedangkan yang baik terlalu baik.
f. Walaupun ada kelemahan dalam bahasa, namun bahasa yang
mereka pakai inilah sebagai bahasa yang kemudian
dikumandangkan menjadi bahasa Indonesia dalam Sumpah
Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 (Waluyo, 2011: 39-40).

B. Periode Pujangga Baru (1933-1942)

i
Pujangga Baru adalah sebuah nama majalah yang dipimpin oleh Sutan Takdir
Alisjahbana, Amir Hamzah, dan Armijn Pane. Karya sastra yang diciptakan
pada masa Pujangga Baru cenderung ke arah nasionalis, tetapi termasuk juga
sastra idealistik dan romantik. Jika pada periode sebelumnya karya sastra yang
banyak dihasilkan adalah roman, maka pada periode ini karya sastra yang
banyak dihasilkan adalah puisi. Peralihan genre ini dikarenakan perkembangan
minat para pembaca dan pecinta sastra pada masa itu.

Sebagaimana periode Balai Pustaka yang memiliki ciri khas atau karakteristik
khusus mengenai perkembangan karya karya yang dihasilkan di masa itu,
periode Pujangga baru juga demikian. Ciri-ciri sintaktik dan tematik periode ini
yaitu:

1) Ciri tematik

Ciri tematik yang diketengahkan pada periode ini tidak lagi bersifat kedaerahan,
melainkan sudah mencirikan rasa nasionalisme. Demikian klasifikasi ciri-ciri
tematik periode Pujangga Baru:

a) Permasalahan yang dikemukakan adalah masalah manusia terpelajar,


bukan lagi berkutat pada masalah perkawinan, tetapi permasalahan yang
lebih modern di wilayah perkotaan.
b) Rasa nasionalisme muncul menggantikan maslaah
c) Para tokoh wanitanya dilkukiskan lebih modern dan mulai menunjukkan
tindakan emansipasi wanita.
d) Perwatakan para tokohnya lebih menunjukkan rasa nasionalisme
dibandingkan dengaan perwatakan pada periode Balai Pustaka.

2) Ciri Sintaktik/ Ekspresi

Pelukisan ciri sintaktik/ ekspresi pada prosa fiksi periode Pujangga Baru sebagai
berikut.

i
(a) Watak tokohnya lebih unik, namun dideskripsikan tidak berkepanjangan dan
pelukisannya dilengkapi dengan cara dramatik.
(b) Alur progresif masih tetap digunakan sebagaimana pada periode Balai
Pustaka, dan disertai teknik penceritaan yang objektif.
(c) Bahasa klise telah ditinggalkan dan penggunaan bahasanya lebih
komunikatif serta lebih singkat.
(d) Digresi (adegan tambahan) telah ditiadakan sehingga ceritanya lebih intens.
(e) Adanya sedikit penggunaan kata-kata asing (baik dari bahasa Belanda
maupun Inggris).

C. Periode Angkatan 45 (1942-1955)

Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga
Baru yang romantik - idealistik. Karya sastra pada angkatan ini banyak
bercerita tentang perjuangan merebut kemerdekaan seperti halnya puisi-
puisi Chairil Anwar. Sastrawan angkatan 45 memiliki konsep seni yang
diberi judul "Surat Kepercayaan Gelanggang". Konsep ini menyatakan
bahwa para sastrawan angkatan 45 ingin bebas berkarya sesuai alam
kemerdekaan dan hati nurani. Karya Sastra angkatan ini, yaitu puisi berjudul
Kerikil Tajam karya Chairil Anwar (1949), Atheis karya Achdiat Karta
Mihardja (1949), dan Dari Ave Maria Ke Jalan Lain Menuju Roma karya
Idrus (1948).
Pada periode ini juga terdapat ciri tematik dan ciri penceritaan sebagaimana
periode periode selanjutnya. Berikut penjelasan lebih lanut mengenai ciri-
ciri tersebut.
1) Ciri tematik
Ciri tematik pada periode angkatan '45 adalah:
a) Kehidupan masyarakat dengan berbagai permasalahannya
banyak mengetengahkan lingkup yang lebih luas dan

i
kompleks seperti masalah sosial kemasyarakatan, ekonomi,
percintaan, internal keluarga, dan sebagainya. Banyaknya
ketimpangan dan ketidakadilan juga menjadi salah satu tema
yang diangkat dalam cerita periode angkatan '45 ini. Karena
dasar yang dijadikan acuan adalah "human dignity".
b) Kesengsaraan hidup masyarakat banyak dikaitkan dengan
peperangan, kepincangan sosial, tidak adanya keadilan dan
perikemanusiaan, dan adanya kesewenang-wenangan.
c) Gagasan-gagasan individual banyak muncul dan dikaitkan
dengan pemecahan problema individual ataupun sosial.
d) Pada kurun waktu 1942-1945 banyak ditulis : impian impian
tentang kemerdekaan, cerita-cerita simbolik tentang
kemenangan Indonesia dan kekalahan Belanda. Periode
1945-1953 banyak ditulis penjajah Jepang, kisah-kisah
revolusi, perang kemerdekaan, dan situasi pincang selama
peperangan.
e) (e) Aliran realisme yang melukiskan kenyataan apa adanya
tanpa memedulikan aspek kepantasan dan hal-hal yang
bersifat tabu.
f) Kisah-kisah tentang peperangan memunculkan sikap patriotik
dan kebanggaan, namun juga sikap sinis terhadap pahlawan
pahlawan palsu yang merasa jagoan di masa aman, namun
menjadi penegcut di masa peperangan.
g) Nilai kemanusiaan benar-benar diperjuangkan dan dilatakkan
pada tingkat yang tinggi.

2) Ciri-ciri Pengucapan (Sintaktik)

Adapun ciri pengucapan atau kebahasaan dalam karya sastra periode Angkatan
'45 sebagai berikut.

i
a) Analisis kejiwaan tokoh-tokohnya lebih ditonjolkan daripada analisis
fisik. Tokoh yang dilukiskan adalah tokoh bulat. Tidak ada tokoh hitam
putih. Demikian juga dalam cerita peperangan (revolusi), tidak ada tokoh
hero, semua tokoh ada kelebihan dan kelemahannya.
b) Mulai ditulis alur flash-back (umpan balik) yang dipelopori oleh Achdiat
Kartamihardja dengan karyanya yang berjudul Atheis. Demikian juga
novel Ave Maria karya Idrus.
c) Alur cerita kebanyakan padat. Karena itu, tidak ada lanturan (digresi).
Dalam alur cerita yang bersifat flash-back banyak sispan yang bukan
digresi, namun suatu adegan yang memang diperlukan untuk
mendapatkan kebulatan cerita.
d) Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia modern yang kadang-
kadang diselngi bahasa Belanda dan dialek kedaerahan. Banyak karya-
karya yang bergaya bahasa sinisme dan ironi, terutama yang
menggambarkan kepincangan-kepincanagn di dalam peperangan karena
adanya pahlawan pahlawan palsu.
e) Bahasanya padat dan ekspresif meninggalkan ungkapan-ungkapan klise.
f) Mulai banyak ditulis novel, novelet, dan cerita pendek (Waluyo, 2011:
69-71).
A. Periode Angkatan 1966

Angkatan ini ditandai dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan


Mochtar Lubis. Menurut HB. Jassin, karya sastra angkatan ini mempunyai
konsepsi Pancasila, menggemakan protes sosial, politik, dan membawa
kesadaran nurani manusia yang bertahun-tahun mengalami kedholiman dan
perkosaan terhadap kebenaran dan rasa keadilan serta kesadaran akan moral dan
agama. Di antara karya sastra yang dianggap fenomenal pada periode ini yaitu
puisi berjudul Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia karya Taufik Ismail, Amuk
karya Sutardji Calzoum Bachri, dan Dukamu Abadi karya Sapardi Djoko
Damono.

i
Pada periode ini banyak sekali adanya ketimpangan kaidah kesastraan, misalnya
saja Sutardji Calzoum Bachri yang merubah konvensi tipografi puisinya, seperti
dalam puisi yang berjudul Tragedi Sibka dan Winka, dan beberapa puisinya
yang lain. Hal ini juga dianggap sebagai suatu kenyataan sejarah bahwa sejak
awal pertumbuhannya sastrawan-sastrawan Indonesia menunjukkan perhatian
yang serius kepada politik (Rosidi, 1965: 177). Pada masa ini

sastra sangat dipengaruhi oleh lembaga kebudayaan seperti Lekra dan


Manikebu. Pada tahun 1961 Lekra,organ PKI yang memperjuangkan
komunisme, dinyatakan sebagai organisasi kebudayaan yang memperjuangkan
slogan "politik adalah panglima". Sementara Menifes Kebudayaan merupakan
sebuah konsep atau pemikiran di bidang kebudayaan dan merupakan sebuah
reaksi terhadap teror budaya yang pada waktu itu dilancarkan oleh orang-orang
Lekra.

Manifes kebudayaan dituduh anti-Manipol dan kontra Revolusioner sehingga


harus dihapuskan dari muka bumi Indonesia. Pelarangan Manifes Kebudayaan
diikuti tindakan politis yang makin memojokkan orang-orang Manifes
Kebudayaan, yaitu pelarangan buku karya pengarang-pengarang yang berada di
barisan. Adapun buku-buku yang pernah dilarang, antara lain Pramudya Ananta
Toer, Percikan Revolusi, Keluarga Gerirya, Bukan pasar Malam Panggil Aku
Kartini Saja, Korupsi dll; Utuy T. Sontani, Suling, Bunga Ramah makan,Orang-
orang Sial, Si Kabayan dll; Bakri Siregar, Ceramah Sastra, Jejak Langkah s
Sejarah Kesusastraan Indonesia Modern.

Menurut H. B. Jassin, ciri-ciri karya pada masa ini adalah sebagai berikut: (1)
mempunyai konsepsi Pancasila; (2) menggemakan protes sosial dan politik; (3)
membawa kesadaran nurani manusia; (4) mempunyai kesadaran akan moral dan
agama.

B. Periode Angkatan 1970

i
Pada masa ini karya sastra berperan untuk membentuk pemikiran tentang
keindonesiaan setelah mengalami kombinasi dengan pemikiran lain, seperti
budaya. Ide, filsafat, dan gebrakan-gebrakan baru muncul di era ini, beberapa
karya keluar dari paten dengan memperbincangkan agama dan mulai
bermunculan kubu-kubu sastra populer dan sastra majalah. Pada masa ini pula
karya yang bersifat absurd mulai tampak.

Di tahun 1980-1990-an banyak penulis Indonesia yang berbakat, tetapi sayang


karena mereka dilihat dari kacamata ideologi suatu penerbit. Salah satu penerbit
yang terkenal sampai sekarang adalah Gramedia. Gramedia merupakan penerbit
yang memperhatikan sastra dan membuka ruang untuk semua jenis sastra
sehingga penulis Indonesia senantiasa memiliki kreativitas dengan belajar dari
berbagai paten karya, baik itu karya populer, kedaerahan, maupun karya urban.

Sementara setelah masa reformasi, yaitu tahun 2000-an, kondisi sastra tanah air
dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Kritik Rezim Orde Baru.


2. Wacana urban dan adsurditas.
3. Kritik pemerintah terus berjalan.
4. Sastra masuk melalui majalah selain majalah sastra.
5. Sastra bersanding dengan seni lainnya, banyak terjadi alih wahana pada
zaman sekarang.
6. Karya yang dilarang terbit pada masa 70-an diterbitkan di tahun 2000-an,
banyak karya Pram yang karya Hersri Setiawan, Remy Sylado, dsb.
diterbitkan,

Masa pertumbuhan sastra tidak akan dewasa hingga jaman mengurungnya.


Sastra akan terus menilai zaman melalui pemikiran dan karya sastrawannya.
Pada tahun 1970 an, sastra memiliki karakter yang keluar dari paten normatif.

i
Pada tahun 1980-an hingga awal 1990-an, sastra memiliki karakter yang
diimbangi dengan arus budaya populer. Pada tahun 2000-an hingga saat ini,
sastra kembali memiliki keragaman khazanah dari yang populer, kritik, reflektif,
dan masuk ke ranah erotika dan absurditas.

2.3 Tokoh-tokoh Sastra Indonesia yang Terkenal

A. Angkatan Balai Pustaka

1. Nur Sutan Iskandar

Nur Sutan Iskandar lahir pada tanggal 3 November 1893 di


Sungaibatang, Maninjau, Sumatra Barat. Meninggal di Jakarta, 28
November 1975. Nur Sutan Iskandar berpendidikan sekolah guru, pernah
menjadi guru, redaktur Balai Pustaka, pengurus Budi Utomo dan
bendahara Partai Indonesia Raya (Parindra). Nur Sutan Iskandar
termasuk penulis yang produktif. Tidak hanya menulis karya asli, beliau
juga menulis seduran dan terjemahan.

Beberapa karya Nur Sutan Iskandar adalah sebagai berikut :

a) Apa dayaku karena Aku Perempuan (Jakarta : Balai Pustaka,


1923)

b) Cinta yang Membawa Maut (Jakarta : Balai Pustaka, 1926)

c) Salah Pilih (Jakarta : Balai Pustaka, 1926)

d) Dewi Rimba (Jakarta : Balai Pustaka 1935)

2. Abdul Muis

Abdul Muis lahir pada tanggal 3 Juli 1886 di Bukittinggi, Sumatera


Barat. Meninggal di Bandung 17 Juli 1959. Ayahnya seorang

i
Minangkabau terkemuka dan ibunya berasal dari Jawa. Beliau
bersekolah di ELS Bukittinggi, lalu di STOVIA Jakarta.

Abdul Muis terkenal karena menulis beberapa karya sastra berikut :

a) Salah Asuhan (Novel, 1928. Difilmkan oleh Asruk Sani pada


tahun 1972

b) Pertemua Jodoh (Novel, 1933)

c) Surapati (Novel, 1953)

d) Robert Anak Surapati (Novel, 1953)

3. Marah Rusli

Marah Rusli lahir pada tanggal 7 Agustus 1889 di Padang, Sumatra


Barat. Meninggal di Bandung, 1968. Nama lengkapnya adalah Marah
Rusli bin Abu Bakar. Ayahnya, Sultan Abu Bakar adalah seorang
bangsawan dengan gelar Sultan Pangeran dan bekerja sebagai Demang
(Kepada Desa). Marah Rusli berpendidikan Sekolah Dokter Hewan di
Bogor (1915). Pernah menjadi Mayor Angkatan Laut RI di Tegal (1945),
dan dosen Sekolah Tinggi Dokter Hewan di Klaten (1948). Namanya
terkenal karena novel atau roman Siti Nurbaya yang ditulisnya.

Berikut daftar hasil karya sastra Marah Rusli :

a) Siti Nurbaya (Jakarta : Balai Pustaka, 1920)

b) La Hami (Jakarta : Balai Pustaka, 1924)

c) Anak dan Kemenakan (jakarta : Balai Pustaka, 1956)

B. Angkatan Pujangga Baru

1. Sutan Takdir Alisyahbana

i
Sutan Takdir Alisyahbana lahir pada tanggal 11 Februari 1908 di Natal,
Tapanuli, Sumatra Utara. Meninggal pada tanggal 31 Juli 1993 dan
dimakamkan di Bogor. Pendidikan dasar beliau di HIS Bengkulu,
dilanjutkan ke Kweekschool di Bukittinggi, selanjutnya pindah ke Lahat,
lalu ke Muara Enim. Kemudian melanjutkan sekolahnya ke Hogere
Kweekschool (HKS) Bandung. Setelah lulus, beliau melanjutkan ke
Hoofdocte Cursus di Jakarta.

Karya sastra Sutan Takdir Alisyahbana yang terkenal yaitu :

a) Layar Berkembang (1936)

b) Anak Perawan di Sarang Penyamun (1940)

c) Kalah dan Menang (1978)

2. Amir Hamzah

Amir Hamzah lahir pada tanggal 28 Februari 1911 di Tanjung Pura,


Langkat, Sumatera Utara.

Amir Hamzah termasuk anggota keluarga Kesultanan Langkat bernama


lengkap Tengku Amir Hamzah Indra Putra. Sejak kecil, Amir Hamzah
hidup dalam suasana lingkungan yang sangat mencintai sejarah dan
sastra Melayu. Ayahnya, Tengku Muhammad adil sangat menggemari
Hikayat Amir Hamzah, sehingga anaknya diberi nama Amir Hamzah.

Pendidikan pertama Amir Hamzah ditempuh Di Langkat sche school


dengan tenaga pengajar orang-orang Belanda. Tamat dari HIS Amir

i
Hamzah melanjutkan ke MULO Medan. Akan tetapi, ia tidak sampai
lulus. Selanjutnya, Amir Hamzah pindah ke Mulo Jakarta. Setelah
menyelesaikan dimulai Jakarta Amir Hamzah Meneruskan ke
Aglemeene Middlebare School (AMS) jurusan sastra Timur di Solo, lalu
masuk ke RHS ( Sekolah Tinggi Hukum).

Beberapa apa karya sastra Amir Hamzah yaitu:

1. Buah Rindu (Kumpulan Sajak, 1941)

2. Nyanyi Sunyi (Kumpulan Sajak, 1941)

3. Setinggi Timur ( kumpulan Sajak,1939)

3. Armijn Pane

Armijn Pane lahir pada tanggal 18 Agustus 1908 di Muara Sipongi,


Tapanuli. Meninggal pada tanggal 16 Februari 1970 di Jakarta. Armijn
Pane adalah adik kandung Sanusi Pane. Ayahnya, Sutan pengura baan
Pane adalah seorang seniman yang menulis sebuah buku cerita daerah
berjudul Tablok Halean.

Awal pendidikan Armijn Pane dimulai dari Hollands Islandse School


(HIS) di Padang Sidompuan dan Tanjung Balai. Selanjutnya, Ia masuk
Europese Lagere School (ELS) di Sibolga dan Bukittinggi. Armijn Pane
pernah menjadi Studen Stovia (Sekolah Kedokteran) di Jakarta, tetapi
tidak selesai. Kemudian armijn Pane masuk ke AMS bagian Al jurusan
Bahasa dan Kesusastraan di Surakarta Tujuannya masuk ke AMS adalah
untuk menyalurkan jiwa seninya.

Karya-karya Armijn Pane diantaranya:

1. Gamelan Djiwa (1960)

2. Novel Belenggu (1940)

i
3. Jinak-jinak Merpati (1953)

4. J.E Tatengkeng

J.E. Tatengkeng atau Jan Engelbert Tatengkeng lahir di Kolongan,


Sangihe, Sulawesi Utara pada tanggal 19 Oktober 1907. Meninggal pada
tanggal 16 Maret 1968 di Makassar. J.E. Tatengker berpendidikan di HIS
Manganir, Sulaesi Utara, Christelijk Middagkweekschool (Sekolah
Pendidikan Guru Agama Kristen) di Bandung, Jawa Barat dan Christelijk
Hogere Kweekschool (Sekolah Menengah Tinggi Pendidikan Guru
Kristen) di Solo, Jawa Tengah. Pada tahun 1932, ia berhasil menamatkan
pendidikannya di Solo. Selanjutnya, ia kembali ke Sangihe.

J.E. Tatengkeng dikenal dengan kumpilam sajaknya yang berjudul Rindu


Dendam (1934). Adapun karyanya yang lain tersebar di majalah
Pujangga Baru, majalah Budaya, Zenith, Slasat, dan lain-lain.

5. Rustam Efendi

Rustam Efendi lahir pada tanggal 13 Mei 1903 di Padang, Sumatra


Barat. Meninggal di Jakarta pasa tanggal 24 Mei 1979. Ia mendapat
pendidikan guru di Sokolah Guru (Kweekschool) Bukittinggi. Tamat dari
Kweekschool, Rustam Efendi melanjtkan pendidikannya di HKS
(Sekolah Tinggi Guru) di Bandung. Keberadaan Rustam Efendi dalam
Khasanah sastra Indonesia cukup penting karena membawa pengaruh
dalam penulisan sajak dan drama. Selain itu, ia dikenal juga sebagai
orang yang gigih memperjuangkan nasib bangsa.

Dalam penulisan karyanya, Rustam Efendi sering menggunakan nama


samaran Rahasia Emas, Rantai Emas dan Rangkayo Elok. Bukunya yang

i
terbit di antaranya Bebasari (drama sajak, 1942) dan Percikan
Permenungan (kumpulan puisi, 1926)

6. I Nyoman Panji Tisna

I Nyonam Panji Tisna disebut juga Anak Agung Panji Tisna. Ia lahir
pada tanggal 8 Februari 1908 di Singaraja dan meninggal pada tanggal 2
Juni 1978. Novel-novelnya diterbitkan lewat Balai Pustaka. Akan tetapi,
novel-novelnya terbit pada tahun 1930an, ian sering digolongkan
Angkatan Pujangga Baru. Lewat novel-novelnya, ia bercerita tentang
Bali dan adat kepercayaan masyarakat dalam zaman modern. Gaya
bahasa yang digunakannnya sudah termasuk ragam bahasa Indonesia
modern dan tidak lagi gaya bahasa Melayu Balai Pustaka.

Karya-karya Anak Agung Panji Tisna berupa novel-novel. Berikut


karya-karyanya yang cukup terkenal :

a) Ni Rawwit, Ceti Penjual Orang (1935)

b) Sukreni Gadis Bali (1936)

c) I Swasta, Setahun di Bedahulu (1938)

d) Dewi Karuna (1938)

e) I Made Widiadi (1954)

C. Angkatan 45

1. Chairil Anwar

Chairil Anwar lahir pada tanggal 26 Juli 1922 di Medan. Setelah lulus
SMA, ia ikut ibunya ke Jakarta. Chairil Anwar adalah pelopor Angkatan
45. Dalam syair atau karya sastra yang dibuatnya terdapat sifat

i
revolusioner, baik pada bentuk maupun pada isinya. Chairil Anwar
banyak menghasilkan karya sastra, baik puisi maupun prosa.

Berikut beberapa karya dari Chairil Anwar yang dibukukan setelah ia


meninggal :

1. Deru Campur Debu (kumpulan puisi, 1949)

2. Kerikil Tajam dan yang Terampas dan yang Putus (kumpilam


puisi, 1949)

3. Aku ini Binatang Jalang (19860

4. Derai-derai Cemara (1999)

2. Asrul Sani

Asrul Sani merupakan salah satu pelopor Angkatan 45 bersan Chairil


Anwar dan Rivai Apin, ia dianggap sebagai trio pembaru puisi Indonesia.
Asrul Sani dikenal sebagi penyair dan penulis esai yang handal pada
tahun 1950an. Asrul Sani lahir di Sumatra Barap pada tanggal 10 Juni
1926, lahir sebagai anak kedua dari dua bersauda, ia berasal dari
keluarga yang cukup terpandang di daerahnya. Ayahnya seorang raja
dengan gelar Sultan Marah Sani Syair Alamsyah yang dipertuan Rao
Mapat. Kedua orang tuanya telah mengenalkan sastra kepada Asrul Sani
sejak kecil. Ibunya sering membacakan cerita-cerita sebelum Asrul Sani
pandai membaca, ayahnya juga sering mendatangkan tukan kaba ke
rumah mereka. Tukang kaba adalah pendongeng yang menjajakan
ceritanya keliling kampung.

Tulisan pertama Asrul Sani berjudul Kekasi Prajurit yang dimuat dalam
surat kabar Pemandangan pada tahun 1943. Ketika itu ia masih belajar di
SMP Taman Siswa kelas 2.

i
Karya sastra yang telah dihasilkan Asrul Sani sebagai berikut :

1. Tiga Menguak Takdir (Balai Pustaka, 1950)

2. Dari Suatu Masa, Dari Suatu Tempat (Pustaka Jaya, 1972)

3. Matera (kumpulan puisi, 1975)

4. Mahkamah (drama, 1988)

3. Rivai Apin

Rivai Apin lahir di Padang Panjang pada tanggal 30 Agustus 1927,


pendidikannya tamat SMA. Ia pernah menuntut ilmu hukum di Jakarta
beberapa tahun, tetapi tidak sampai tamat. Rivai Apin pernah duduk
sebagai redaktur pada majalah Gema Suasana, Nusantara, Jenith,
Gelanggang, dan Zaman Baru.

Rivai Apin mulai menulis sejak masih seolah menengah. Selain sajak,
juga menulis cerpen, esai, kritik, terjemahan, dan sekenario film. Dari
sekian banyak karya yang telah dibuat Rivai Apin belum ada yang
diterbitkan atau dipublikasikan secara khusus. Seperti kumpulan sajak
atau kumpulan puisi.

Karya Rivai Apin yang telah di bukukan adalah karyanya yang terdapat
pada kumpilan puisi Tiga Menguak Takdir, 1950 bersama pengarang
Chairil Anwar dan Asrul Sani. Karya rivai Apin yang lain adalah Gema
Tanag Air (1948), dan Dari Dua Dunia yang Belum Sudah (1972). Rivai
Apin juga menulis puisi Kebebasan, Sebagian Telah Didapat, Elegi.

4. Pramoedya Ananta Toer

Pramoedya Ananta Toer adalah seorang pengarang novel yang terkenal


pada tahun 1940an. Ia lahir di Blora pada tanggal 6 Februari 1925.
Pramoedya menempuh pendidikan di sekolah teknik radio atau telegraf

i
(radio Vakschool) di Surabaya pada masa pendudukan Jepang di
Rembang, Pram akhirnya pindah ke Jakarta. Hasil karya Pramoedya
Ananta Toer diantaranya :

1. Keluarga Grilya (novel,1950)


2. Subuh (kumpulan tiga cerpen, 1951)
3. Bukan Pasar Malam (novel, 1951)
4. Cerita dari Blora (kumpulan cerpen, 1952)

5. Nh. Dini

Nama Nh. Dini merupakan singkatan dari Nurhayati Srihardini, ia lahir


di Semarang, Jawa Tengah pada tanggal 29 Februari 1936. Ia adalah
anak ungsu dari lima bersaudara. Ayahnya bernama Salyowijoyo,
seorang pegawai perusahaan kereta api. Ibunya bernama Kusaminah.

Bakat Nh. Dini menulis fiksi semakin terasah di sekolah menengah.


Waktu itu ia sudah mengisi majalah dinding sekolah dengan sajak dan
cerita pendek. Nh, Dini menulis sajak dan prosa berirama dan
membacakannya sendiri di RRI Semarang, ketika usianya 15 tahun.

Karya-karya Nh. Dini diantaranya :

1. Liar (kumpulan cerpen, 1989)


2. Namaku Hiroko (novel, 1977)
3. Pada Sebuah Kapal (novel, 1972)

D. Angkatan 66

1. Taufiq Ismail

Taufiq Ismail lahir pada tanggal 25 Juni 1935 di Bukuttinggi, Sumatra


Barat. Ia dibesarkan di Pekalongan, tumbuh dalam keluarga guru dan
wartawan yang suka membaca. Ia berita-cita menjadi sastrawan sejak

i
masih SMA. Semasa kuliah aktif sebagain Ketua Senat Mahasiswa
FKHP-UI (1960-1961). Di Bogor penah menjadi guru di SKP Pamekaran
dan SMA Regina Pacis, juga mengajar di IPB.

Taufiq Ismail menulis buku kumpulan puisi, seperti : Tirani dan Benteng,
Tirani, Benteng, Buku Tamu Museum Perjuangan, Sajak Ladang,
Jagung, dan lain-lain.

2. W.S. Rendra

W.S. Rendra atau Willibrordus Surendra Brata, lahir pada tanggal 7


November 1935 di Solo, Jawa Tengah. Meninggal di Depok, Jawa Barat
pada tanggal 6 Agustus 2009. Rendr penyair ternam yang kerap dijuluki
sebagai “Burung Merak” karena kepiwaiannya saat membacakan puisi
dan bermain drama di atas pangung.

Rendra anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan


Raden Ayu Catharina Ismadillah. Ayahnya adalah eorang guru bahaa
Indonesia dan Bahasa Jawa, Solo, disamping sebagai dramawan
readisional. Sedangkan ibunya adalah seorang penari Serimpi di keraton
Surakarta. Mengenyam pendidikan di jurusan Sastra Inggris, Fakultas
Sastra dan Kebudayaan, Unuversitas Gajag Mada. Namun, tidak tamat.

Karya-karya W.S. Rendra diantaranya :

1. Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta

2. Blues untuk Bonnie

3. Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api

i
3. Sapardi Djoko Damono

Profesor Doktor Sapardi Djoko damono lahir 20 Maret 1940. Ia dikenal


sebagai salah seorang sastrawan ia memberi sumbangan besar kepada
kebudayaan masyarakat modern di Indonesia. Salah satu sumbangan
terbesar guru besar Fakultas Sastra UI ini adalah melanjutkan tradisi
Puisi lirik dan berupaya menghidupkan kembali sajak seuntai atau
kuatrain yang sudah muncul di zaman Pujangga Baru dan Angkatan 45.

Kegemarannya pada sastra, dimulai sejak ia masih duduk di bangku


Sekolah Menengah Pertama titik kemudian, ketika duduk di SMA, ia
memilih jurusan Sastra dan kemudian melanjutkan pendidikan di Jurusan
Sastra Barat pada Fakultas Sastra, UGM Yogyakarta.

Adapun karya Sapardi Djoko damono antara lain:

1. Dukamu Abadi (1969)

2. Mata Pisau (1974)

3. Perahu Kertas (1983)

4. Indonesia Sebelum Perang (novel, 1979)

E. Angkatan 70-80

1. Ahmad Tohari

Ahmad Tohari lahir pada tanggal 13 Juni 1948 di Banyumas, Jawa


Tengah. Iya menulis Trilogi novel Ronggeng Dukuh paruk(1982),

i
Lintang kemukus dini hari (1985), dan jantera Bianglala(1986).

2. Emha Ainun Najib

Emha Ainun Najib lahir pada tanggal 27 mei 1953 di Jombang Jawa
Timur. Pernah kuliah di fakultas ekonomi UGM (1973), Pondok Modern
Gontor Oma dan pernah bekerja di harian masa kini, Yogyakarta.
Pemimpin Padepokan dan komunitas seni Kiai Kanjeng yang sangat
terkenal. Mendapat julukan Kyai mbeling, banyak memberikan ceramah
keagamaan, menciptakan lagu-lagu religius, serta memimpin Kiai
Kanjeng dalam berbagai tur yang bersifat keagamaan ke berbagai kota di
Indonesia dan mancanegara. Buku puisinya berjudul 99 untuk
Tuhanku(1983), lautan jilbab (1993), cahaya Maha cahaya(1991), dan
dan doa mencabut kutukan(2001).

3. Ashadi Siregar

Ashadi Siregar lahir pada tahun 1945 di Pematang selandar, Sumatera


Utara. Setelah lulus SMA, ia melanjutkan kuliah di fakultas sosial politik
Universitas Gadjah Mada jurusan publisistik hingga lulus(1970).
Beberapa tahun kemudian ia menjadi dosen di almamaternya. Selain itu,
Iya berpengalaman Sebagai wartawan, kolumnis, dan redaktur. Karyanya
berupa novel sangat dikenal masyarakat, diantaranya nya Cintaku Di
Kampus Biru, kugapai cintamu, Terminal Cinta Terakhir, dan sirkuit
kemelut. Setelah menghasilkan novel itu, ia lebih sering muncul sebagai
kolumnis di beberapa surat kabar dan majalah terbuka. Ashadi juga
sering tampil sebagai pembawa makalah dalam berbagai seminar.

4. Mira W

Mira Wijaya atau Biasa disingkat dengan Mira W atau M. Wijaya. Pada
tahun 1975 ia mulai menulis cerita pendek di majalah wanita dan remaja
dengan memakai nama M. Wijaya. Sejak tahun 1977, ia menulis novel

i
populer dengan nama Mira kue titik kumpulan cerita pendeknya berjudul
benteng kasih(1981). Karyanya antara lain permainan bulan Desember
sepolos cinta Dini, cinta tak pernah berhutang, Jangan pergi Lara, tatkala
mimpi beralih.

F. Angkatan 2000

Munculnya angkatan 2000 dalam sastra Indonesia diumumkan oleh korrie layun
rampan buku angkatan 2000(grasindo, 2001). Lebih dari 100 penyair, cerpenis,
Novelis, essays, dan kritikus sastra dimasukkan Kori ke dalam angkatan 2000,
termasuk mereka yang sudah menulis sejak 1980-an dan yang muncul akhir
1990-an. Qori menyebut tokoh-tokoh angkatan 2000 adalah Afrizal
malna(bidang puisi), Seno gumira ajidarma dan ahmadun Yosi herfanda(bidang
cerita pendek), serta Ayu Utami dan dorothea Rosa herliany(bidang novel).

Menurut Qori, Afrizal malna melansir estetik baru yang digali dari sifat massal
benda-benda dan manusia yang dihubungkan dengan peristiwa tertentu dan
interaksi massal. Estetik massal ini merupakan penemuan unik Afrizal dalam
sastra Indonesia. Sementara itu, pembaruan Seno gumira ajidarma tampak dari
pilihannya terhadap model sastra lisan yang mengembalikan realitas dongeng.
Estetika baru yang dikembangkan secara menarik oleh Seno adalah
perkembaliannya terhadap sastra murni yang tidak memisahkan antara wacana
prosa dan puisi Adapun pembaharuan fictional novel dilakukan oleh Ayu Utami
dengan novel Saman yang mencirikan teknik-teknik khas sehingga mampu
melahirkan wawasan estetik baru. Pembaruan Itu tampak dari pola kolase yang
meninggalkan berbagai warna yang dilahirkan oleh tokoh maupun peristiwa
yang secara estetik menonjolkan kekuatan-kekuatan literer. Sifat kolase itu
menempatkan segi-segi kompositoris dengan wacana fiksional essay dan puisi.

Pengarang lain yang digolongkan kedalam angkatan 2000 antara lain Acep
Zamzam Noor,Gustf Sakai, isbedy stiawan ZS, Joni ariadinata, radhar Panca
Dahana, sitok srengenge Wiji thukul , yanusa Nugroho, Nenden Lilis, m shoim

i
Anwar, Medy loekito, Ikram Jamil Joko pinurbo Omi Intan Naomi, Dewi
Lestari, Habiburrahman El shirazy, Andrea Hirata.

i
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Periodisasi sastra merupakan kesatuan waktu dalam perkembangan sastra yang
dikuasai oleh suatu sistem norma tertentu atau kesatuan waktu yang memiliki sifat dan
cara pengucapan yang khas dan yang berbeda dengan masa sebelumnya.

Secara umum periode perkembangan sastra Indonesia dapat diklasifikasi menjadi karya
sastra lama (klasik) yaitu karya sastra yang berkembang sebelum ada pengaruh dari
kebudayaan luar (kebudayaan Barat) , karya sastra peralihan dan karya sastra modern
yaitu karya sastra yang berkembang setelah ada pengaruh kebudayaan Barat pada awal
abad ke-20.

Adapun pembagian periodisasi karya sastra modern menurut Rachmat Djoko Pradopo
dalam bukunya yang berjudul Kritik Sastra Indonesia Modern (2002) dapat
dispesifikasikan sebagai berikut : Periode Balai Pustaka (1920-1933), Periode Pujangga
Baru (1933-1942), Periode Angkatan 45 (1942-1955), dan Periode Angkatan 1966.

Periodisasi karya sastra Indonesian tidak dapat terlepas dari tokoh-tokoh sasrwan di
dalamnya. Adapun tokoh-tokoh sastra Indonesia yang terkenal pada setiap angkatannya
diantaranya:

 Angkatan Balai Pustaka : Nur Sutan Iskandar, Abdul Muis, dan, Marah Rusli
 Angkatan Pujangga Baru : Sutan Takdir Alish Syahbana, Amin Hamzah, Armijn
Pane, JE Tatengkeng, Rustam Efendi, I Nyoman Panji Tisna
 Angkatam 45 : Chairil Anwar, Asrul Sani, Rivai Apin, Pramoedya Ananta Toer,
Nh. Dini.
 Angkatan 66 : Taufiq Ismail, W.S. Rendra, Sapardi Djoko Damono
 Angkatan 70-80 : Ahmad Tohari, Emha Ainun Najib, Ashadi Siregar, Mira W

i
 Angkatan 2000 : Acep Zamzam Noor,Gustf Sakai, isbedy stiawan ZS, Joni
ariadinata, radhar Panca Dahana, sitok srengenge Wiji thukul , yanusa Nugroho,
Nenden Lilis, m shoim Anwar, Medy loekito, Ikram Jamil Joko pinurbo Omi
Intan Naomi, Dewi Lestari, Habiburrahman El shirazy, Andrea Hirata.

i
DAFTAR PUSTAKA

Sumber: http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Periodisasi_Sastra |
Ensiklopedia Sastra Indonesia - Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

Anwar, Ahyar. 2010. Periodisasi Sastra Indonesia. Yogyakarta :Ombak.

https://danririsbastind.wordpress.com/2010/03/10/sastra-ringkasan-ciri-ciri-karya-
sastra-tiap-angkatan/

Artati, Y. Budi. Periodisasi Sastra Indonesia, DI Yogyakarta: Intan Perwira

K.S, Yudiono. 2007. Pengantar Sejarah Sastra Indonesia, Jakarta : PT. Grasindo

H. Prasetya, S.S, Irwan. 2019. Jagat Sastra Indonesia, Tangerang : Loka Aksara.

Anda mungkin juga menyukai