Anda di halaman 1dari 23

Analisis Struktural Naskah Drama “Abad Tiada Adab”

1.1 Judul

Judul naskah Drama “ABAD TIADA ADAB” dapat menunjukkan objek yang
dikemukakan dalam suatu cerita. Hal itu dapat diketahui dari kata “abad ” yaitu
memiliki arti waktu dan kata”Adab”yang berarti budi pekerti dan tatakrama arti
secara keseluruhan dari judul Drama “Abad Tiada Adab” yaitu zaman yang tidak
memiliki budi pekerti dan tatakrama yang baik.
Judul tersebut tidak mungkin menunjukkan tokoh utama karena tokoh utama
hanyalah satu orang saja sedangkan judul tersebut bermakna banyak orang.
Judul naskah Drama Abad Tiada Adab dapat mengidentifikasi keadaan atau
suasana cerita.
Hal itu dapat diketahui dari kata “Abad Tiada Adab” yang dapat menggambarkan
tentang keadaan zaman yang maju,hebat, kaya raya tapi kehidupan sekarang
dicaci maki kenyataan keadaan yang tidak karuan,kemiskinan,pengangguran,
penyimpang moral,serta kekejian pemerintah yang membiarkan masyarakat
menanggung kepedihan.

2.2 Babak
Babak Pertama
Pemuda: “Kita berada di zaman yang maju, hebat, kaya raya tapi kehidupan dicaci
maki kenyataan. Keadaan yang tidak karuan, kemiskinan, pengangguran,
penyimpangan moral, serta kekejian kaum istana yang membiarkan kami harus
menanggung kepedihan. Di tangan pemuda inilah hak yang jatuh harus segera
dibangkitkan, wong-wong miskin harus mendapat kesejahteraan. Rakyat
menggugat, pejabat-pejabat bejat harus dimusnahkan. Tapi... Tapi apalah daya
dengan semua yang diperjuangkan, mulut kami dibungkam, pergerakan kami
dikekang, pemikiran kami dipersempit bahkan terpaksa harus dibuang.”
Pemudi 1: “Apa harus? Kita bakar istana itu, kita blokade jalan-jalan raya, atau
bahkan kita bunuh saja satu demi satu mereka yang tidak mau mendengar suara
lantang kita.”
Orang Gila: “Coblos... coblos.. coblos.. Woyyy rakyat melarat yang berbahagia
cobloslah aku niscaya kamu akan semakin melarat. Cobloslah aku niscaya
kehidupanmu semakin kaya akan kemiskinan.”
Buruh: “Lelucon apa lagi yang terjadi di negeri ini, kami kaum buruh dipaksa
bekerja seharian suntuk, banting tulang untuk keluarga dengan gaji yang tidak
sepadan dengan usaha.”
Ibu 1: “Kebutuhan pokok yang semakin meroket, penghasilan suami yang hanya
alakadarnya (mengambil dan menunjukkan uang recehan dari saku celana/baju)
tidaklah mampu membeli minyak goreng, LPG, bayar listrik, dan kebutuhan
pokok lainnya.”
Ibu 2: “Perekonomian yang mendesak membuat kami pun tak leluasa bergerak.
Apa-apa harus pinjam sana pinjam sini, ngutang sana ngutang sini, ngitung sana
ngitung sini. Modal hidup kami hanyalah muka memelas agar bisa dikasihani
orang.”
Pemudi 2: “Astaghfirullah.... Apa-apaan kalian ini, ingatlah Allah Subhanahu Wa
Ta'ala berfirman: ‫رت َ ِشد يد ب َل‬ ُ ‫رت م َ َل َولَِئ ن ِز ي َدنَّـ‬
ُ ‫ك م َكفَ ِ ي َع َذا اِ َّن‬ ُ ‫ َش َك‬....‫م لَِئ ن‬
".... Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat)
kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat
berat." Apa pun kondisinya kita tetap harus bersyukur.” (lagu Opick -
Alhamdulillah)
Pemuda: “Zaman semakin canggih membuat anak-anak tidak mau lagi bergaul
dengan buku-buku, mereka malah lebih asik membuka layar hp dan komputernya
daripada membuka tiap-tiap halaman bukunya.”
Pemudi 1: “Tontonan yang tidak mendidik, permasalahan percintaan yang disebar
di media maya merusak perilaku generasi muda, tayangan yang penuh kontroversi
bahkan banyak yang seksi-seksi.”
Pemudi 2: “Astaghfirullah.... Lihat-lihat!” (sambil meneropong) Tokoh yang ada
di tempat: “Ada apa? ada apa?” Buruh: “Ada anak-anak kecil yang sedang
berkumpul, muka mereka sangat serius sekali.”
Ibu 2: “Sedang mengerjakan tugas?”
Ibu 1: “Atau sedang mengaji?”
Pemudi 2: “Astaghfirullah... mereka sedang menonton satu hp” Semua: “Haaa?”
Pemudi 2: “Halamannya biru tua”
Semua: “Haaa?” (semakin keras)
Pemudi 2: “Astaghfirullah... Dea onlyfans”
Semua: “Haaa?”
Pemuda: “Dari mana mereka dapat uangnya ya?”
Ibu 1: “Mungkin dari hasil patungan orang tuanya.”
Semua: “Husssh”
Ibu 1: “Gusti... nu agung itu anakku lohhh”
Semua: “Haaa?” (Semua pergi meninggalkan tempat)
Datang seorang anak Anak: “Kehidupanku mewah bergelimang harta, apa pun
yang aku mau aku bisa mendapatkannya. Sepatu baru, jam tangan baru, baju baru,
celana baru, dan pernak-pernik aksesoris mahal lainnya. Hanya saja aku tak bisa
membeli ORANG TUA baru. Aku tak diperhatikan, tak dididik, tak dipeluk,
bahkan untuk menanyakan sedikit kabar pun tak ada sapaan dari mereka, aku
betul-betul kesepian seperti anak lembu yang kehilangan induknya dan seperti
penggembala yang kehilangan lembunya, bingung.”

Babak Kedua
Di pagi hari, keluarga konglomerat sibuk dengan menyiapkan kebutuhan untuk
keberangkatannya bekerja. Seperti biasa si anak hanya termangu melihat aktivitas
super sibuk kedua orang tuanya. Sedangkan keluarga miskin sedang sibuk
mengeluh pada tiap-tiap obrolannya.
Papah: “Mahhhh... Jas papah ambilin, mahh!”
Mamah: “Mamah lagi nyiapin berkas proyek sekarang, pah. Ambil aja sendiri.”
Papah: “Ini papah juga lagi ngecek data pemasukan yang Minggu kemarin,
ambilin sebentar, mahh.” (Jas diambil kemudian dipakaikan dan mereka berdua
pun berangkat tanpa berpamitan pada anaknya)
Anak: “Lihatlah kelakuan mereka, mereka tidak menegurku sama sekali,
BAJINGAN memang.”
Tokoh di belakang panggung: “Hussh, anak kecil ga baik ngomong kasar.”
Anak: “KUCINGAN memang.”
Tokoh di belakang panggung: “Nah klao kucing baru halus”
Anak: “Mereka sama saja seperti orang-orang yang viral saat ini, pejabat negara
yang lupa bahwa mereka punya rakyat untuk diperhatikan.” (Beralih adegan ke
keluarga miskin)
Ibu 2: “Eh eh Bu, tadi masa suami saya minta temennya kopi.”
Ibu 1: “Gorengan?”
Ibu 2: “Iyaaa, ya udah weh saya bilang minyaknya ga ada.”
Ibu 1: “Ibu kenapa ga bilang sama saya sih, Bu?” Ibu 2: “Ada?”
Ibu 1: ”Ga ada” Ibu 2: (Tersenyum kesal) “Eh eh Bu, monyong-monyong itu
gimana anaknya?”
Ibu 1: “Dia habis, dibakar sama suami saya, bapaknya dia.”
Ibu 2: “Hah? (melongo, menganga, tak percaya) seriusan, Bu?”
Ibu 1: “Nggeh, Bu. Ada untungnya juga anak itu dibakar, berhubung saya ga
kebeli minyak goreng ya udah anak saya, saya jadiin aja perapian, buat bakar-
bakar.”
Ibu 2: (menelan ludah) “Emang bakar-bakar apaan, Bu?”
Ibu 1: “Yo bakar anak saya lah, Bu. Sampean iki piye toh”
Ibu 2: (menghela napas) Di tengah perbincangan tersebut lewatlah si buruh
dengan berjalan terburu-buru.
Ibu 1: “Mau pergi kerja, Bu?” Buruh: “Iya, Bu”
Ibu 2: “Buru-buru amat, ada apa denganmu wahai ibu muda?”
Buruh: “Aku tuh cape sekali epribadih, anak ditinggalkan dengan neneknya,
suami pergi dan ga pernah ada kabar, penghasilan minim seperti otak yang ngasih
penghasilan.”
Ibu 1: “Allah?”
Ibu 2: “Weuyyy lalawora tah lambey, sok tara make bismillah ai ngomong teh”
Buruh: “Bos saya, selalu ga ngasih uang tambahan padahal setiap hari saya kerja
lembur”
Ibu 2: “Kok bisa?”
Ibu 1: “Pasti korupsi bosmu itu”
Buruh: “Tiap lembur saya selalu tidur, Bu”
Ibu 1: “Pergi sana sampean! Bikin emosi aja”
Ibu 2: “Sabar sabar, Bu. Ternyata yang punya nasib malang bukan cuma kita ya
bu, tapi juga Arema”
Ibu 1: “Hah kenapa?”
Ibu 2: “Udah ga usah dipikirin, mending sekarang kita siap-siap buat nanti
malem.”
Ibu 1: “Emang mau ngapain?”
Ibu 2: “Kan mau ngepet, sekarang giliran saya yang liar, ibu yg jaga lilin.”
(Keduanya tertawa terbahak-bahak) Hari sengit menjelang sore pemuda dan dua
pemudi tengah kisruh permasalahan politik negara. Mereka bertiga melingkar
berpunggungan dengan masing-masing memegang HP-nya.
Pemudi 1: “Apa maksudnya ini?”
Pemudi 2: “Apa?”
Pemudi 1: “Ini, aktivis mahasiswa didiskriminasi, permainan oligarki pemerintah
yang semakin berkecamuk.”
Pemuda: “Sudah jelas etika pemerintahan sudah tidak ada, banyak dua jabatan
yang dipegang yang akhirnya mencederai jabatannya di pemerintahan. Kenapa
harus rakyat yang disalahkan? Rakyat hanya memilih karena percaya pada mereka
untuk mengelola kehidupan.”
Pemudi 2: “Katanya ini negara demokrasi tapi yang terjadi malah..”
Semua: “Buat yang demo di-KERASI” (Gelak tawa mereka terdengar lantang)

Babak Tiga
Fenomena politik negeri memang tidak pernah usai menjajah rakyat jelata,
kesusahan tiada berkesudahan, kebijakan penuh kontroversi yang melangitkan
amarah, tidak ada tempat peraduan yang paling mangkus selain mengadu kepada
Rabb pencipta langit dan bumi. Akhirnya pemuda dan dua pemudi sepakat untuk
melakukan aksi unjuk rasa dengan semangat 45 dan optimis mengakhiri
kesengsaraan rakyat, sikap pantang mundur dan rela berkorban akan dilakukan
sampai titik darah penghabisan.
Pemudi 1: “Bagaimana semuanya sudah siap?”
Pemudi 2: “In syaa allah siap, tadi malam saya berdoa bermunajat kepada Sang
Maha Pencipta semoga apa yang kita lakukan saat ini, detik ini, selalu berada
dalam lindungan-Nya serta keselamatan dan kemenangan menjadi milik kita
dengan kehendak-Nya.”
Semua: “Aamiiiinn”
Orang Gila: “Rakyat melarat ga mungkin bebas dari hutangnya, rakyat miskin ga
mungkin lepas dari bank emoknya, rakyat penyakitan sebentar lagi mati
berjamaah haaaa.” “Saacan dipilih nu dipake na politik (nempo kanu laleutik)
geus kapilih weh nu dipake na pulitik (nipu kanu laleutik) emang bener hayang
disepak ku aing menteri-menteri teh hayang dibabuk ku aing DPR/MPR na. Ceuk
aing ge naon coblos mah aing nu waras tong nyoblos nugelo siga jelema-jelema
eta.”
Pemudi 1: “Ya udah yuk berangkat tunggu apa lagi.” (Tiba-tiba dering hp pemuda
berbunyi tanda notifikasi pesan masuk)
Pemuda: “Bentar ada pesan baru nih”
Pemudi 1: “Email?” Pemuda: “Alhamdulillah isu-isu yang bermunculan di
masyarakat sudah dinyatakan selesai.” (Mereka bertiga gembira sekali)
Pemudi 2: “Tunggu-tunggu, kok bisa sih?”
Pemudi 1: “Oh iya kok bisa gitu sih?”
Pemuda: “Iya ini bapakku yang ngirim email ya tadi, katanya semuanya sudah
diselesaikan.”
Pemudi 2: “Kok bapakmu bisa tau itu semua sudah selesai?”
Pemuda: “Lah iya kan bapakku Presidennya, masa iya dia ga tau.”
Pemudi 1 dan 2: “Haaa?” (ketiganya saling bertatapan)
Pemudi 1: “Anjing dasar, bangsat kau, goblok, tai, sialan memang” (menunjuk-
nunjuk muka pemuda dan memarahinya)
Pemudi 2: “Hey hey hey perempuan itu ga boleh ngomong kasar, jorok, apalagi
sampe mengumpat kaya gitu, harus sabar dan lemah lembut”
Pemudi 1: “Anjing, bangsat, goblok, tai, sialan memang yah dia ini” (dengan
suara lemah lembut)
Pemudi 2: “bagusssss” (Dan akhirnya si pemuda diseret oleh kedua pemudi itu
lalu dimutilasi dengan gergaji) (Adegan beralih ke obrolan ibu-ibu miskin) Ibu 2:
“Buuuuu udah denger belum?”
Ibu 1: “Opo toh, Bu?”
Ibu 2: “Semua harga-harga kembali normal, sekarang kita bisa beli kebutuhan
rumah tangga tanpa khawatir uang belanja tekor”
Ibu 1: “Kenapa bisa cepet banget toh harga balik normal?”
Ibu 2: “Iya, buuuu. Jadi semalem yang kita curi itu otaknya para pejabat”
Ibu 1: “Jadiiiii?”
Ibu 1 dan 2: “Mereka tak ada otak.” (Bahak tawa yang penuh kepuasan)
Di samping kebahagiaan yang menimpa ibu-ibu miskin itu, keluarga konglomerat
sedang mengalami kejadian buruk.
Mamah: “Aaaaaaaaaaaa papaaaahhh”
Papah: “Kenapa mah?”
Mamah: “Anak kita pergi dari rumah pahhhh”
Papah: “Apa? Ini semua salah mamah”
Mamah: “Kok mamah, ya papah dong, papah kepala keluarga di keluarga ini, itu
artinya papah ga bisa menjadi kepala yang pintar, dan sekarang buah hati kita
sudah pergi dan kita ga tau dia pergi ke mana”
Mamah: “Nak, pulanglah nak mamah kangen banget sama kamu sayang, balik,
nak. mamah janji akan jadi pemeran utama dalam hidup kamu sayang, maafkan
mamah yah.” (terisak tangis)
Ibu 1 dan 2: “Paaaaaaaak, buuuuuuuuu”
Ibu 1: “Liat iki anakmu viral di hp, wuissss joget-joget, pake baju-baju seksi,
badannya penuh tato wuisss”
Mamah: (Terus bersedih)
Ibu 2: “Ibu mau ikutan Bu, ayo bu” (Pemudi 1 dan 2 datang dengan membawa
kabar mengenai si anak)
Pemudi 1: “Pak, Bu, yang sabar ya anaknya telah ditemukan dalam keadaan tidak
bernyawa dengan kaki di kepala, kepala di kaki....” (Belum sempat selesai apa
yang disampaikan pemudi 1 tersebut mamah dari anak itu pingsan dan setelah
diperiksa mamah itu meninggal di tempat). (Papah bersedih meratapi nasib yang
penuh rona derita). (Kemudian datanglah si buruh mengahampiri si papah)
Buruh: “Pak, kenapa menangis begitu?”
Papah: “Anak dan istri saya telah pergi menghadap ilahi, saya merasa berdosa atas
setiap kesalahan yang saya perbuat. Saya juga minta maaf ke kamu karena gaji
lemburan kamu selalu tidak saya kasih.”
Buruh: “Saya maafkan bapak, tapi dengan satu syarat”
Papah: “Syarat apa itu?” Buruh: “Bapak harus jadi suami saya”
Papah: “Baiklah kalo memang itu yang kamu minta.” Akhirnya si papah dan si
buruh itu pun menikah dan Bahagia.
Buruh: “Oyyy kaum buruh pesan singkat dariku, jika memang kau berada dalam
kesusahan maka nikahilah bosmu niscaya bosmu pun akan merasakan kesusahan
yang sama.” (Masuk tokoh pemuda)
Pemuda: “Ketika para pelaku negara ini tidak beretika, maka jadilah Abad Tiada
Adab”

2.3 Adegan
Unsur yang lebih kecil dari babak adalah adegan. Dalam suatu babak, terdapat
sejumlah adegan yang harus diperankan tokoh (aktor atau aktris). Adegan dalam
Drama ditentukan dari bagian babak dalam cerita. Apabila kisah kejadiannya
berubah, maka adegannya akan bergeser ke adegan selanjutnya.
Contohnya, dalam suatu adegan, suatu tokoh berdialog dengan tokoh lain.
Adegan ini tuntas. Cerita akan memasuki babak selanjutnya ketika ada tokoh lain
yang datang bergabung.

2.4 Tema
Tema adalah gagasan pokok atau ide yang menjadi dasar
pembuatan Drama. Tema yang biasa diangkat dalam Drama diantaranya masalah
percintaan, kritik sosial, kemiskinan, penindasan, patriotisme, ketuhanan, dan lain-
lain. Alur adalah rangkaian peristiwa dan konflik yang menggerakkan jalan cerita.
Dalam naskah Drama ini mengandung tema sosial politik terlihat dari isi teks
Drama ini membahas kehidupan sosial politik di masyarakat.

2.5 Alur
Alur merupakan susunan cerita atau struktur penyusunan kejadian-kejadian
dalam cerita yang disusun secara logis dan rangkaian kejadian itu saling terjalin
dalam hubungan kausalitas. Tasrif (dalam Maslikatin, 2007:16) membagi plot
menjadi 5 yakni situation, generating circumtanses, rising action, climax,
denouenment. Adapun plot / alur dalam naskah Drama ini sebagai berikut.
1. Situation (bagian pengenalan suasana cerita)
Dalam teks Drama “Abad Tiada Adab” bagian suasana dalam cerita sejak
mulai masuk cerita dialog tokoh pemuda dengan tokoh orang gila dalam
percakapannya sudah mulai memasuki konflik yang dirasakan oleh masyarakat.
Dalam hal ini dapat dibuktikan dari dialog berikut.
Pemudi 1: “Apa harus? Kita bakar istana itu, kita blokade jalan-jalan raya, atau
bahkan kita bunuh saja satu demi satu mereka yang tidak mau mendengar suara
lantang kita.”
Orang Gila: “Coblos... coblos.. coblos.. Woyyy rakyat melarat yang berbahagia
cobloslah aku niscaya kamu akan semakin melarat. Cobloslah aku niscaya
kehidupanmu semakin kaya akan kemiskinan.”
2. Generating circumtanses (cerita mulai bergerak)
Dalam hal ini para tokoh sudah mulai diperkenalkan kepada setiap konfliknya.
Jadi untuk alur cerita sudah mulai agak nampak dengan mengenalkan beberapa
konfliknya kepada para tokohnya.
Hari sengit menjelang sore pemuda dan dua pemudi tengah kisruh permasalahan
politik negara. Mereka bertiga melingkar berpunggungan dengan masing-masing
memegang HP-nya.
Ibu 1: “Kebutuhan pokok yang semakin meroket, penghasilan suami yang hanya
alakadarnya (mengambil dan menunjukkan uang recehan dari saku celana/baju)
tidaklah mampu membeli minyak goreng, LPG, bayar listrik, dan kebutuhan
pokok lainnya.”
Ibu 2: “Perekonomian yang mendesak membuat kami pun tak leluasa bergerak.
Apa-apa harus pinjam sana pinjam sini, ngutang sana ngutang sini, ngitung sana
ngitung sini. Modal hidup kami hanyalah muka memelas agar bisa dikasihani
orang.”
3. Rising action (cerita mulai memuncak)
Pada tahap ini persoalan-persoalan mulai menuju puncak. Hal ini dapat diketahui
dari data berikut.
Pemudi 1: “Apa maksudnya ini?”
Pemudi 2: “Apa?”
Pemudi 1: “Ini, aktivis mahasiswa didiskriminasi, permainan oligarki pemerintah
yang semakin berkecamuk.”
Pemuda: “Sudah jelas etika pemerintahan sudah tidak ada, banyak dua jabatan
yang dipegang yang akhirnya mencederai jabatannya di pemerintahan. Kenapa
harus rakyat yang disalahkan? Rakyat hanya memilih karena percaya pada mereka
untuk mengelola kehidupan.”
Pemudi 2: “Katanya ini negara demokrasi tapi yang terjadi malah..”
Semua: “Buat yang demo di-KERASI” (Gelak tawa mereka terdengar lantang)
4. Climax (cerita mulai puncak)
Pada tahap ini konflik yang dialami tokoh mulai memuncak. Hal ini dapat
diketahui dari data berikut.
Pemuda: “Alhamdulillah isu-isu yang bermunculan di masyarakat sudah
dinyatakan selesai.” (Mereka bertiga gembira sekali)
Ibu 2: “Semua harga-harga kembali normal, sekarang kita bisa beli kebutuhan
rumah tangga tanpa khawatir uang belanja tekor”
Buruh: “Oyyy kaum buruh pesan singkat dariku, jika memang kau berada dalam
kesusahan maka nikahilah bosmu niscaya bosmu pun akan merasakan kesusahan
yang sama.”
Pemuda: “Ketika para pelaku negara ini tidak beretika, maka jadilah Abad Tiada
Adab”
5. Denouemnet (penyelesaian).

Pada tahap ini pengarang tidak memberi penyelesaian atau jalan keluar dari
permasalahan-permasalahan yang ada secara keseluruhan. Akan tetapi, pengarang
memberi penyelesaian di setiap babak atas permasalahan yang terjadi disetiap
babaknya.

Plot yang ada dalam naskah Drama ini berjalan maju sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa alur dari naskah Drama ini adalah alur maju.

2.5 Latar

Latar (Setting) adalah tempat terjadinya peristiwa dalam cerita atau lingkungan
yang mengelilingi pelaku. Latar juga menunjukkan local colour atau warna lokal.
Adapun latar dalam naskah Drama ini sebagai berikut.

1. Latar Tempat
a) Halaman Istana
Pemudi 1: “Apa harus? Kita bakar istana itu, kita blokade jalan-jalan
raya, atau bahkan kita bunuh saja satu demi satu mereka yang tidak
mau mendengar suara lantang kita.”
Orang Gila: “Coblos... coblos.. coblos.. Woyyy rakyat melarat yang
berbahagia cobloslah aku niscaya kamu akan semakin melarat.
Cobloslah aku niscaya kehidupanmu semakin kaya akan kemiskinan.”
b) Halaman Rumah

Ibu 1: “Kebutuhan pokok yang semakin meroket, penghasilan suami


yang hanya alakadarnya (mengambil dan menunjukkan uang recehan
dari saku celana/baju) tidaklah mampu membeli minyak goreng, LPG,
bayar listrik, dan kebutuhan pokok lainnya.”

Ibu 2: “Perekonomian yang mendesak membuat kami pun tak leluasa


bergerak. Apa-apa harus pinjam sana pinjam sini, ngutang sana
ngutang sini, ngitung sana ngitung sini. Modal hidup kami hanyalah
muka memelas agar bisa dikasihani orang.”

c) Rumah Mewah

Papah: “Mahhhh... Jas papah ambilin, mahh!”

Mamah: “Mamah lagi nyiapin berkas proyek sekarang, pah. Ambil aja
sendiri.”

Papah: “Ini papah juga lagi ngecek data pemasukan yang Minggu
kemarin, ambilin sebentar, mahh.” (Jas diambil kemudian dipakaikan
dan mereka berdua pun berangkat tanpa berpamitan pada anaknya)
Anak: “Lihatlah kelakuan mereka, mereka tidak menegurku sama
sekali, BAJINGAN memang.”

2. Latar waktu
Latar waktu yang terdapat dalam naskah Drama ini diantaranya yaitu:
a. Pagi Hari
“Di pagi hari, keluarga konglomerat sibuk dengan menyiapkan
kebutuhan untuk keberangkatannya bekerja. Seperti biasa si
anak hanya termangu melihat aktivitas super sibuk kedua orang
tuanya. Sedangkan keluarga miskin sedang sibuk mengeluh
pada tiap-tiap obrolanny.”
b. Sore Hari
Hari sengit menjelang sore pemuda dan dua pemudi tengah
kisruh permasalahan politik negara. Mereka bertiga melingkar
berpunggungan dengan masing-masing memegang HP-nya.
Pemudi 1: “Apa maksudnya ini?”
Pemudi 2: “Apa?”
Pemudi 1: “Ini, aktivis mahasiswa didiskriminasi, permainan
oligarki pemerintah yang semakin berkecamuk.”
3. Latar Alat
Yang terdapat latar alat dalam naskah Drama ini adalah:
a. Gas LPG
Ibu 1: “Kebutuhan pokok yang semakin meroket,
penghasilan suami yang hanya alakadarnya (mengambil dan
menunjukkan uang recehan dari saku celana/baju) tidaklah
mampu membeli minyak goreng, gas LPG, bayar listrik,
dan kebutuhan pokok lainnya.”
b. Alat Elektronik (Handphone / HP dan Komputer)
Pemuda: “Zaman semakin canggih membuat anak-anak
tidak mau lagi bergaul dengan buku-buku, mereka malah
lebih asik membuka layar hp dan komputernya daripada
membuka tiap-tiap halaman bukunya.”
c. Buku
Pemuda: “Zaman semakin canggih membuat anak-anak
tidak mau lagi bergaul dengan buku-buku, mereka malah
lebih asik membuka layar hp dan komputernya daripada
membuka tiap-tiap halaman bukunya.”
d. Baju Jas
Papah: “Mahhhh... Jas papah ambilin, mahh!”
4. Latar Lingkungan Kehidupan
Latar kehidupan yang terdapat dalam naskah Drama ini adalah
lingkungan kehidupan bermasyarakat yang dimana itu dibuktikan
dengan aktivitas seorang ibu-ibu rumah tangga;
Ibu 2: “Eh eh Bu, tadi masa suami saya minta temennya kopi.”
Ibu 1: “Gorengan?”
Ibu 2: “Iyaaa, ya udah weh saya bilang minyaknya ga ada.”
Ibu 1: “Ibu kenapa ga bilang sama saya sih, Bu?”
Ibu 2: “Ada?”
Ibu 1: ”Ga ada”
dan perkotaan yang dimana itu dibuktikan dengan aktivitas para
pemuda dan pemudi yang akan menggelar aksi di halaman istana
pemerintah yang ada dalam cerita tersebut.
“Akhirnya pemuda dan dua pemudi sepakat untuk melakukan aksi
unjuk rasa dengan semangat 45 dan optimis mengakhiri kesengsaraan
rakyat, sikap pantang mundur dan rela berkorban akan dilakukan
sampai titik darah penghabisan.”
Pemudi 1: “Bagaimana semuanya sudah siap?”
Pemudi 2: “In syaa allah siap, tadi malam saya berdoa bermunajat
kepada Sang Maha Pencipta semoga apa yang kita lakukan saat ini,
detik ini, selalu berada dalam lindungan-Nya serta keselamatan dan
kemenangan menjadi milik kita dengan kehendak-Nya.”
Semua: “Aamiiiinn”
5. Latar Sistem Kehidupan
Latar sistem kehidupan yang terdapat dalam naskah ini adalah
perkembangan Zaman yang semakin maju dan kehidupan politik yang
semakin keras dan merampas keadilan.
Perkembangan zaman yang semakin maju dibuktikan dengan;
Pemuda: “Zaman semakin canggih membuat anak-anak tidak mau lagi
bergaul dengan buku-buku, mereka malah lebih asik membuka layar
hp dan komputernya daripada membuka tiap-tiap halaman bukunya.”
Pemudi 1: “Tontonan yang tidak mendidik, permasalahan percintaan
yang disebar di media maya merusak perilaku generasi muda, tayangan
yang penuh kontroversi bahkan banyak yang seksi-seksi.”
Dan kehidupan politik yang semakin keras dan merampas keadilan
dibuktikan dengan;
Pemuda: “Kita berada di zaman yang maju, hebat, kaya raya tapi
kehidupan dicaci maki kenyataan. Keadaan yang tidak karuan,
kemiskinan, pengangguran, penyimpangan moral, serta kekejian kaum
istana yang membiarkan kami harus menanggung kepedihan. Di
tangan pemuda inilah hak yang jatuh harus segera dibangkitkan, wong-
wong miskin harus mendapat kesejahteraan. Rakyat menggugat,
pejabat-pejabat bejat harus dimusnahkan. Tapi... Tapi apalah daya
dengan semua yang diperjuangkan, mulut kami dibungkam,
pergerakan kami dikekang, pemikiran kami dipersempit bahkan
terpaksa harus dibuang.”
Pemuda: “Sudah jelas etika pemerintahan sudah tidak ada, banyak dua
jabatan yang dipegang yang akhirnya mencederai jabatannya di
pemerintahan. Kenapa harus rakyat yang disalahkan? Rakyat hanya
memilih karena percaya pada mereka untuk mengelola kehidupan.”
Fenomena politik negeri memang tidak pernah usai menjajah rakyat
jelata, kesusahan tiada berkesudahan, kebijakan penuh kontroversi
yang melangitkan amarah, tidak ada tempat peraduan yang paling
mangkus selain mengadu kepada Rabb pencipta langit dan bumi.
Orang Gila: “Rakyat melarat ga mungkin bebas dari hutangnya, rakyat
miskin ga mungkin lepas dari bank emoknya, rakyat penyakitan
sebentar lagi mati berjamaah haaaa.”
“Saacan dipilih nu dipake na politik (nempo kanu laleutik) geus kapilih
weh nu dipake na pulitik (nipu kanu laleutik) emang bener hayang
disepak ku aing menteri-menteri teh hayang dibabuk ku aing
DPR/MPR na. Ceuk aing ge naon coblos mah aing nu waras tong
nyoblos nugelo siga jelema-jelema eta.”
6. Latar Suasana
Suasana yang tergambar dinaskah ini
a. Suasana kisruh/ rusuh
Tergambar ketika percakapan pada babak 1
Pemudi 1: “Apa harus? Kita bakar istana itu, kita blokade jalan-
jalan raya, atau bahkan kita bunuh saja satu
demi satu mereka yang tidak mau mendengar suara lantang
kita.”
Orang Gila:“Coblos... coblos.. coblos.. Woyyy rakyat melarat
yang berbahagia cobloslah aku niscaya kamu
akan semakin melarat. Cobloslah aku niscaya kehidupanmu
semakin kaya akan kemiskinan.”
Pemudi 2: “Astaghfirullah.... Lihat-lihat!” (sambil
meneropong)
Tokoh yang ada di tempat: “Ada apa? ada apa?”
Buruh:“Ada anak-anak kecil yang sedang berkumpul, muka
mereka sangat serius sekali.”
Semua: “Buat yang demo di-KERASI”
(Gelak tawa mereka terdengar lantang)
b. Suasana senang gembira
Tergambar ketika dialog sebagai berikut
Ibu 2: “Buuuuu udah denger belum?”
Ibu 1: “Opo toh, Bu?”
Ibu 2:“Semua harga-harga kembali normal, sekarang kita bisa
beli kebutuhan rumah tangga tanpa khawatir uang belanja
tekor”
Ibu 1: “Kenapa bisa cepet banget toh harga balik normal?”
Ibu 2: “Iya, buuuu. Jadi semalem yang kita curi itu otaknya
para pejabat”
c. Suasana sedih
Tergambar ketika dialog berikut
Mamah: “Aaaaaaaaaaaa papaaaahhh”
Papah: “Kenapa mah?”
Mamah: “Anak kita pergi dari rumah pahhhh”
Papah: “Apa? Ini semua salah mamah”
Mamah: “Kok mamah, ya papah dong, papah kepala keluarga
di keluarga ini, itu artinya papah ga bisa
menjadi kepala yang pintar, dan sekarang buah hati kita sudah
pergi dan kita ga tau dia pergi ke
mana”
Mamah: “Nak, pulanglah nak mamah kangen banget sama
kamu sayang, balik, nak. mamah janji akan
jadi pemeran utama dalam hidup kamu sayang, maafkan
mamah yah.” (terisak tangis)
Ibu 1 dan 2: “Paaaaaaaak, buuuuuuuuu”
Ibu 1: “Liat iki anakmu viral di hp, wuissss joget-joget, pake
baju-baju seksi, badannya penuh tato
wuisss”
Mamah: (Terus bersedih)
Pemudi 1: “Pak, Bu, yang sabar ya anaknya telah ditemukan
dalam keadaan tidak bernyawa dengan kaki di
kepala, kepala di kaki....”
(Belum sempat selesai apa yang disampaikan pemudi 1 tersebut
mamah dari anak itu pingsan
dan setelah diperiksa mamah itu meninggal di tempat).
(Papah bersedih meratapi nasib yang penuh rona derita).

2.6 Tokoh Penokohan

Berdasarkan fungsinya dalam drama, tokoh cerita dapat dibedakan menjadi


empat macam, yaitu :

a. Protagonis : peran utama (pahlawan) yang menjadi pusat cerita.


Dalam naskah ini sulit sekali menenkan tokoh utamanya,karna setiap
tokoh yang ada dinaskah ini seolah memiliki peran utama yang
menjadi pusat cerita.Namun lebih menjadi pusat cerita yang lebih
menonjol diantara tokoh lain yaitu tokoh “Orang Gila”
Tergambar pada semua dialog orang gila yang menjadi pusat cerita
Orang Gila: “Coblos... coblos.. coblos.. Woyyy rakyat melarat yang
berbahagia cobloslah aku niscaya kamu
akan semakin melarat. Cobloslah aku niscaya kehidupanmu semakin
kaya akan kemiskinan.”
Orang Gila:“Rakyat melarat ga mungkin bebas dari hutangnya, rakyat
miskin ga mungkin lepas dari bank emoknya, rakyat penyakitan
sebentar lagi mati berjamaah haaaa.”
b. Antagonis : peran lawan, sering juga menjadi musuh yang
menyebabkan konflik.
Dalam naskah ini yang menjadi peran antagonis yaitu tokoh pejabat
/papah (pemerintahan).karna tergambar dalam naskah ini yang menjadi
penyebab semua permasalahan adalah tokoh pejabat (pemerintahan)
c. Tritagonis : peran penengah, bertugas mendamaikan atau menjadi
perantara protagonis dan antagonis.
Didalam naskah ini yang menjadi penengah yaitu tokoh
pemuda,pemuda satu dan pemuda dua,karna tokoh ini yang menengahi
hal yang sedang menjadi pembicaraan sebagai menjebatani suara
rakyat kepada pemerintah sehingga bisa menengahi segala
permasalahan dan yang menjadi keresahan warga.
Peran pembantu : peran yang secara tidak langsung terlibat dalam
konflik, tetapi diperlukan untuk menyelesaikan berita. (Harymawan,
dalam Maslikatin. 2007:45).
Dalam naskah ini yang menjadi peran pembantu yaitu ibu- ibu ,istri
pejabat (mamah)yang tidak langsung terlibat dalam konflik tetapi tokoh ini
diperlukan untuk menyelesaikan berita atau permasalahan.
Berdasarkan tingkat kepentingan dalam cerita, tokoh bisa dibagi
menjadi dua yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan.
a. Tokoh utama ialah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam karya
sastra (drama). Ia adalah tokoh yang paling banyak diceritakan, baik
sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian.
Dalam naskah ini yang menjadi tokoh utama yaitu
 Orang Gila
b. Tokoh bawahan ialah tokoh yang keberadaannya mendukung tokoh
utama.
 Buruh
 Pemuda pemuda
 Ibu ibu
 Anak
 Istri pejabat

2.7 Dialog
Boulton (dalam Maslikatin, 2007:46) menjelaskan bahwa teknik dialog ada dua
macam yakni teknik dialog sendiri dan teknik percakapan. Adapun teknik dialog
dalam naskah drama ini sebagai berikut.

2.8 Konflik
Konflik juga termasuk dalam unsur-unsur intrinsik drama. Arti konflik adalah
pertentangan atau masalah yang terjadi pada suatu drama. Adanya konflik menjadi
inti permasalahan yang ada dalam drama. Dalam sebuah drama bisa terjadi 1
konflik atau bahkan lebih.
Dalam naskah ini ada beberapa konflik yang terjadi yang pertama konflik
mengenai keaadaan pemerintah yang membuat resah warga dan keadaan adab
zaman sekarang gagalnya membangun generasi.

2.9 Amanat

Unsur ekstrinsik

1. Latar belakang penulis, yaitu faktor-faktor yang terdapat dari dalam diri pengarang
itu sendiri yang memotivasi atau memengaruhi penulis dalam menulis sebuah drama,
di antaranya adalah aliran sastra penulis, riwayat hidup/biografi penulis, dan kondisi
psikologis penulis.
Dalam naskah ini menjadikan pengalaman pribadinya terhadap keadaan sebagai
bahan naskah. Wandi Wahyudin yang dalam cerita aslinya adalah sebagai orang gila
orang yang mengkritik pemerintahan.
Dan pengarang pun memiliki latar belakang seorang pemimpin ketua himpunan
mahasiswa pendidikan bahasa dan sastra indonesia,sedikit banyaknya pengarang
mengerti mengenai kepemiminan.
Biografi penulis
Nama: Wandi Wahyudin
TTL: Subang, 23 Mei 2001
Penulis adalah manusia setengah kupu-kupu yang awalnya terlihat menjijikan
kemudian berubah menjadi orang yang membanggakan. Penulis adalah penikmat
sastra aliran hatinya sendiri dan pengikut aliran filsafat yang tidak adanya unsur
pemaksaan. Penulis tidak memiliki ambisi untuk bercita-cita setinggi kaki karena itu
dirasa terlalu rendah pun tidak berangan seluas tangan karena itu dirasa terlalu sempit
untuk seorang manusia yang hidup di atas kehendak Tuhan. Hal yang ingin diri
penulis buktikan atas rasa bangga dan cinta untuk negara PBSI adalah ingin sekali
rasanya membayar gonggongan orang suci yang menyamaratakan proses kami dengan
seblak tak bergizi sehingga yang terjadi cinta kami pada negara ini tak memiliki harga
sepeserpun sebab yang dihargai seblak adalah para PSK (Pedagang Sangu Koneng)
yang selalu buka saat matahari melambai pada bumi.
2. Latar belakang masyarakat,
yaitu unsur yang memengaruhi drama berupa faktor-faktor di dalam lingkungan
masyarakat tempat penulis berada sehingga berpengaruh terhadap penulis itu sendiri,
di antaranya adalah ideologi suatu negara, kondisi politik suatu negara, kondisi
ekonomi suatu negara, dan kondisi sosial suatu negara.
Faktor yang mempengaruhi drama ini adalah kadaan pemerintah dizaman sekarang
dan segala tingkah laku yang terdapat di negara indonesia,lebih khusussnya di
kabupaten subang.mengenai pola asuh yang salah,keadaan pemimpin bahkan naskah
ini membahas mengenai segala ketidak adilan yang dirasakan warga negara indonesia
dalam semua lapisan sosial.
3. Nilai-nilai kehidupan dalam drama
Dalam drama ini mengandung

a. Nilai sosial Nilai yang berkaitan dengan masyarakat, sifat yang suka
memperhatikan kepentingan umum (menolong, menderma, dan lain-
lain).

Tergambar didialog pada saat ibu ibu sedang berintraksi

Ibu 1:

“Mau pergi kerja, Bu?”

Buruh:

“Iya, Bu”

Ibu 2:

“Buru-buru amat, ada apa denganmu wahai ibu muda?”

Buruh:

“Aku tuh cape sekali epribadih, anak ditinggalkan dengan neneknya,


suami pergi dan ga pernah

ada kabar, penghasilan minim seperti otak yang ngasih penghasilan.”


Ibu 1:

“Allah?”

Ibu 2:

“Weuyyy lalawora tah lambey, sok tara make bismillah ai ngomong


teh”

Buruh:

“Bos saya, selalu ga ngasih uang tambahan padahal setiap hari saya
kerja lembur”

Ibu 2:

“Kok bisa?”

Ibu 1:

“Pasti korupsi bosmu itu”

Buruh:

“Tiap lembur saya selalu tidur, Bu”

Ibu 1:

“Pergi sana sampean! Bikin emosi aja”


b. Nilai ekonomi Nilai yang berkaitan dengan pemanfaatan dan asas-asas
produksi, distribusi, pemakaian barang, dan kekayaan (keuangan,
tenaga, waktu, industri, dan perdagangan).

Dalam naskah ini tergambar pada dialog keluarga pejabat yang kaya
raya

Babak II)

Di pagi hari, keluarga konglomerat sibuk dengan menyiapkan


kebutuhan untuk

keberangkatannya bekerja. Seperti biasa si anak hanya termangu


melihat aktivitas super sibuk

kedua orang tuanya. Sedangkan keluarga miskin sedang sibuk


mengeluh pada tiap-tiap

obrolannya.

Papah:

“Mahhhh... Jas papah ambilin, mahh!”

Mamah:

“Mamah lagi nyiapin berkas proyek sekarang, pah. Ambil aja sendiri.”

Papah:
“Ini papah juga lagi ngecek data pemasukan yang Minggu kemarin,
ambilin sebentar, mahh.”

(Jas diambil kemudian dipakaikan dan mereka berdua pun berangkat


tanpa berpamitan pada

anaknya)

c. Nilai politik Nilai politik adalah wujud budaya politik yang dianut oleh
masyarakat, bangsa, atau negara yang diyakini sebagai pedoman dalam
melaksanakan aktivitas kehidupan, khususnya kehidupan politik. Pada
negara Indonesia, nilai politik itu sudah tertulis dengan jelas dalam
Ideologi bangsa ini, yaitu Pancasila.

Tergambar pada dialog orang gila

Orang gila : “Coblos... coblos.. coblos.. Woyyy rakyat melarat yang


berbahagia cobloslah aku niscaya kamu akan semakin melarat.
Cobloslah aku niscaya kehidupanmu semakin kaya akan kemiskinan.

d. Nilai agama

Nilai Agama merupakan nilai yang mengajarkan kebaikan.Setiap


agama mengajarkan tentang bagaimana mematuhi perintah terhadap
tuhan dan menjalankan kewajibanya untuk selalu berbuat baik kepada
siapapun.dan setiap perbuatan manusia itu mendapatkan balasan dari
tuhan berupa pahala .dan perbuatan yang buruk akan mendapatkan
dosa.

Dalam naskah ini nilai agama tergabar ketika dialog pemudi


Pemudi 2: “Astaghfirullah.... Apa-apaan kalian ini, ingatlah Allah Subhanahu Wa
Ta'ala berfirman: ‫رت َ ِشد يد ب َل‬ ُ ‫رت م َ َل َولَِئ ن ِز ي َدنَّـ‬
ُ ‫ك م َكفَ ِ ي َع َذا اِ َّن‬ ُ ‫ َش َك‬....‫م لَِئ ن‬
".... Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat)
kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat
berat." Apa pun kondisinya kita tetap harus bersyukur.” (lagu Opick -
Alhamdulillah)

Anda mungkin juga menyukai