Anda di halaman 1dari 9

Dela Tan


Maret 31, 2020Mei 31, 2022

2HA – Buku 1 ; Bab 3

Yang Mulia Ini Milik Shige

>> peringatan: kekejaman/adegan berdarah yang


melibatkan anak-anak

Hmm… sekarang setelah jiwanya kembali, mungkinkah


kultivasinya juga ikut bersamanya?

Mo Ran mengucapkan mantra dan merasakan gelombang


energi spiritual mendesak keluar. Berlimpah, tapi tidak kuat.
Dengan kata lain, kultivasinya tidak ikut bersamanya.

Tapi tidak apa-apa. Dia berbakat, dan memiliki tingkat


pemahaman yang tinggi, hanya perlu mengulang kultivasinya
dari awal, itu bukan masalah besar. Lahir kembali adalah
sebuah berkah, peristiwa bahagia yang sangat besar, wajar
jika ada beberapa kekurangan. Berpikir begitu, Mo Ran segera
mengubah wajah mendungnya menjadi ekspresi bocah lima
belas tahun seperti seharusnya, dengan riang kembali menuju
sektenya.

Ini adalah pertengahan musim panas, kereta kuda berderap


melewatinya cepat, roda-roda bergulir, tidak ada yang
memerhatikan Mo Ran yang berusia enam belas tahun.
Hanya sekali, seorang perempuan desa yang sedang
beristirahat dari kesibukannya di ladang, mengangkat wajah
untuk menyeka keringat, memerhatikan wajah mudanya yang
luar biasa tampan dan menatapnya. Mo Ran balik menatap
dan membalas senyumnya tanpa menahan diri, membuat
wajah wanita yang sudah menikah itu memerah lalu
membuang muka.

Menjelang senja, Mo Ran tiba di Kota Wuchang. Kota ini sangat


dekat dengan Puncak Sisheng, yang dari kejauhan tampak
puncak menaranya diselimuti awan bagai terbakar sinar
matahari berwarna merah darah. Dia menyentuh perutnya
yang kosong, lalu memasuki sebuah restoran, membaca menu
dan mengetuk konter, memesan dengan cepat, “Penjaga kios,
ayam tumbuk, sepiring jeroan sapi, dua kati soju, dan sepiring
irisan daging sapi.”

Area itu adalah tempat yang cukup dikenal untuk orang-orang


beristirahat, dan saat ini cukup banyak orang sibuk
melakukan kegiatan. Seorang pendongeng tampak di atas
panggung, mengibaskan kipasnya dan menceritakan kisah
tentang Puncak Sisheng dengan gaya jenaka, ludahnya
memercik kemana-mana. Mo Ran memilih ruang pribadi
dekat jendela, menyimak sambil menyantap makanannya.

“Aku yakin, kalian semua sudah tahu, dunia kultivasi terbagi


dua, area atas dan bawah. Hari ini kita akan berbicara tentang
sekte terhebat di dunia kultivasi bawah, Puncak Sisheng.
Tahukah kalian bahwa beratus tahun yang lalu, Wuchang
adalah kota yang miskin dan terpencil karena dekat dengan
pintu masuk dunia hantu. Tak ada seorang pun yang berani
keluar setelah gelap. Jika mereka sangat perlu untuk
bepergian saat gelap, mereka harus menggoyang bel pengusir
setan, menaburkan abu dupa dan uang kertas orang mati
sambil berteriak ‘orang datang melintasi gunung, iblis datang
melalui kertas’ sambil berjalan cepat. Tetapi hari ini, kota kita
ramai dan sejahtera, tidak ada bedanya dengan kota-kota lain.
Semuanya karena Puncak Sisheng, sekte bijaksana yang
terletak tepat di dekat jembatan menuju dunia hantu, di
antara perbatasan Yin dan Yang. Meskipun sekte ini dibangun
belum lama…”

Mo Ran sudah mendengar kisah ini berulang kali selama


hidupnya sampai telinganya hampir kapalan, karena itu dia
mulai melayangkan pandang berkeliling ke luar jendela.
Kebetulan, sebuah kios terlihat didirikan di  bawah, dan
beberapa orang asing berbusana kultivator yang tampak dari
luar kota, membawa sangkar ditutupi kain hitam, sedang
melakukan pertunjukan sulap di pinggir jalan.

Ini lebih menarik daripada cerita pendongeng  itu.

Perhatian Mo Ran segera beralih.

“Kemarilah, kemarilah. Lihatlah anak pixiu (1) ini, binatang


buas mistis yang kami jinakkan agar patuh melakukan
pertunjukkan sulap, bahkan bisa berhitung! Tidak mudah
melancong untuk melakukan pertunjukkan, semua orang
berbagilah sedikit uang dan tetaplah menonton. Mari lihat
pertunjukkan pertama… pixiu abacus (sempoa)! “

(1) Pixiu adalah makhluk hibrida


(https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Hibrida_mitologis&action=edit&redlink=1) dalam mitologi
Cina (https://id.wikipedia.org/wiki/Mitologi_Tiongkok), dan
dianggap sebagai pelindung kuat bagi para praktisi Feng Shui
(https://id.wikipedia.org/wiki/Feng_Shui). Pixiu
menyerupai singa (https://id.wikipedia.org/wiki/Singa) yang kuat
dan bersayap. (Wikipedia Indonesia)

Sang kultivator menyingkap kain hitam dengan satu lambaian,


mengungkapkan kandang berisi sepasang makhluk berwajah
manusia berbadan beruang.
Mo Ran: “………………”

Hanya anak beruang lemah berbulu halus seperti itu??


 Berani-beraninya mereka mengatakan itu pixiu???

Benar-benar omong kosong. Hanya manusia berotak keledai


yang akan percaya.

Tapi sejenak kemudian, pandangan Mo Ran kian melebar,


ketika dua puluh atau tiga puluh otak keledai berkumpul
untuk menonton, bersorak dan bertepuk tangan, menarik
perhatian orang-orang yang berada di restoran, membuat
kikuk sang pendongeng.

“Pemimpin Puncak Sisheng saat ini adalah seorang yang


dikenal luas hingga jauh karena kekuatan dan
kecerdasannya…”

“Bagus sekali!!! Lagi!!!”

Merasa disemangati, sang pendongeng melayangkan pandang


ke sekeliling, dan melihat bahwa pemilik suara itu adalah
wajah yang memerah karena sangat bersemangat, tetapi
matanya tertuju pada keramaian di luar, bukan pada dirinya.

“Oh, pixiu-nya bisa menghitung dengan sempoa?”

“Wow… luar biasa!!”

“Pertunjukkan bagus! Biarkan pixiu-nya melempar apel lagi!”

Seluruh tamu restoran tertawa dan berkerumun di sekitar


jendela untuk melihat keramaian di bawah. Sang pendongeng
masih melanjutkan cerita dengan kasihan, “Sang pemimpin
terkenal dengan kipasnya, dia…”

“Ahahaha, pixiu berbulu terang itu ingin makan apel, lihat itu
berguling di tanah!”
Sang pendongeng menyeka wajah dengan handuk, bibirnya
bergetar karena marah.

Mo Ran mengerutkan bibir, tersenyum dan berteriak santai


dari balik manik-manik tirai, “Lupakan Puncak Sisheng,
berceritalah tentang ‘Delapan Belas Belaian’, kujamin
perhatian semua orang akan kembali padamu.”

Sang pendongeng tidak tahu bahwa orang di balik tirai itu


adalah tuan muda Puncak Sisheng sendiri, Mo Ran. Dengan
mengumpulkan segala integritas moral dia berkata, menahan
diri dengan susah payah, “C-cerita vulgar ti-tidak layak untuk
aula elegan.”

Mo Ran tertawa, “Kau katakan ini aula elegan? Apakah kau


tidak malu?”

Ledakan suara terdengar dari bawah.

“Oh! Kuda yang sangat cepat!”

“Pasti kultivator dari Puncak Sisheng!”

Di tengah obrolan, seekor kuda hitam berlari dari arah Puncak


Sisheng dan melesat bagai kilat ke arah sirkus di pinggir jalan
itu!

Di atas kuda itu duduk dua orang. Yang satu mengenakan topi
bambu hitam dan terbungkus jubah hitam, sedemikian
terselubung sampai tidak mungkin menerka jenis kelamin
maupun usianya. Yang satu lagi adalah seorang wanita berusia
antara tiga puluh atau empat puluh, bertangan kasar dan
wajahnya kuyu.

Wanita itu menangis ketika melihat beruang berwajah


manusia itu. Dia bergegas turun dari kuda dan tunggang
langgang berlari ke arahnya. Menarik salah satu ke dalam
pelukannya dan meratap, “Anakku!! Oh, anakku!!”

Para penonton tertegun. Seseorang menggaruk kepala dan


bergumam, “Eh, bukankah ini anak pixiu? Mengapa
perempuan ini menyebutnya anak?”

“Mungkinkah itu ibu pixiu?”

“Aiyo, itu lebih luar biasa. Ibu pixiu bisa berbentuk manusia.”

Para penduduk desa tidak tahu apa-apa tentang itu, dan


mereka berbicara omong kosong di sana, tapi Mo Ran
mengerti.

Menurut legenda, di luar sana ada beberapa kultivator yang


suka menculik anak-anak, menarik lidah anak-anak itu agar
mereka tidak bisa bicara, menyeduh kulit mereka dengan air
panas, lalu menempelkan kulit binatang pada kulit mereka
yang masih berdarah, sehingga anak dan kulit binatang yang
menempel itu menjadi satu ketika darahnya mengering,
menjadikannya terlihat seperti monster. Anak-anak itu tidak
bisa bicara atau menulis, dan tidak punya pilihan selain
menahan penderitaan dan menurut untuk melakukan
pertunjukkan seperti ‘pixiu abacus’, karena setiap penolakan
berarti cambukan.

Tidak heran dia tidak merasakan sedikit pun energi iblis,


karena ternyata mereka sama sekali bukan monster,
melainkan  manusia hidup…

Saat dia sedang berpikir pada dirinya sendiri, sosok berjubah


hitam itu membisikkan sesuatu pada para kultivator, yang
langsung berteriak marah. “Minta maaf? Kata itu tidak ada
dalam kamusku”, “Memangnya kenapa kalau kau dari Puncak
Sisheng? Urus masalahmu sendiri. Pukuli dia!”

Mereka menerkam si jubah hitam untuk memukulinya.


“Aduh.”

Melihat rekannya dari Puncak SiSheng dipukuli, Mo Ran


hanya berdecak, “Uh… takut…”

Dia tidak berminat menolong. Dia selalu memandang rendah


sikap sok benar dan usil sektenya. Dalam kehidupan
sebelumnya, banyak dari mereka yang bergegas menceburkan
diri dalam masalah seperti orang tolol, bahkan kejadian tidak
penting seperti kucing Nyonya Wang yang terperangkap di
dahan pohon, semua ikut repot. Seluruh sekte, dari pemimpin
sampai pelayan, semuanya orang tolol.

Ada banyak ketidakadilan di dunia, mengapa harus peduli, itu


akan melelahkanmu sampai mati.

“Mereka berkelahi! Mereka berkelahi! Uh! Pukulannya!”

Di dalam dan di luar restoran, semua berkerumun untuk


menonton.

“Begitu banyak orang memukuli satu, tak tahu malu!”

“Hati-hati di belakangmu! Aiyo! Terlalu dekat! Ah…!”

“Elakan yang jitu!”

Orang-orang ini suka menonton perkelahian tapi Mo Ran tidak


tertarik, dia telah melihat banyak darah mengalir, peristiwa-
peristiwa itu saat ini terpapar bagai lalat yang mendengung.
Dengan malas ditepuknya remah-remah kacang di bajunya
dan bangkit untuk pergi.

Di bawah, pertarungan para kultivator dengan si jubah hitam


tampak menemui jalan buntu, pedang berkelebat. Mo Ran
melipat tangan, bersandar di pintu toko anggur, sekali lagi
menoleh dan mendecakkan lidah dengan jengkel.
Sungguh tercela.

Semua orang dari Puncak Sisheng adalah petarung sengit, satu


orang setara dengan sepuluh pria, tetapi si jubah hitam
tampak menyedihkan ketika berkelahi, bahkan ketika diseret
turun dari kuda, dikepung dan ditendang, orang itu masih
menahan diri.

Dia hanya bicara sopan, “Manusia terhormat bicara dengan


mulut, bukan dengan kepalan tangan. Aku hanya berusaha
bermusyawarah, mengapa kalian tidak mau mendengar?!”

Para kultivator: “………”

Mo Ran: “……………………”

Para kultivator berpikir, demi neraka, orang ini telah dipukuli


habis-habisan dan dia masih berkhotbah? Mungkin otaknya
berisi mantou, kosong di dalamnya?

Tapi wajah Mo Ran tiba-tiba berubah. Dalam sedetik


kepalanya berputar. Dia menahan napas, membelalakkan
mata tak percaya — suara itu…

“Shi Mei!” Mo Ran berteriak dan bergegas maju dengan


khawatir, melepaskan serangan penuh energi spiritual yang
langsung menumbangkan lima kultivator penipu! Dia berlutut
di lantai untuk membantu si jubah hitam yang dipenuhi jejak
lumpur sepatu bot, bahkan suaranya sedikit bergetar.

“Shi Mei, kaukah itu?”

Published by:
delatan

Menjalani hidup menurut jalannya. I live my life as it's meant


to be. Lihat semua pos milik delatan
 2HA, C-novel, Xianxia, Yaoi bab 3, bab3, erha, Yu Wu
Meninggalkan komentar

Tema: Cyanotype oleh WordPress.com.

Anda mungkin juga menyukai