Anda di halaman 1dari 6

EMBUN PAGI DI HONGKONG

Priiiiit..priiiiiiiitttpriiiiiiiiiitttt.!!! Wanita itu tidak menghiraukan seruan peluit yang ditiup oleh petugas untuk menghentikan langkahnya. Dia berlari dan berlari terus. Sambil satu tangannya memegang ujung gaun yang dipakainya, disingkapkan ke atas sebatas lututnya. Dia berlari terus dari pagi, siang dan malam, Tak henti berlari melewati jurang, ngarai , jalan raya maupun hiruk pikuk pasar di dalam maupun di luar negeri. Terus saja berlari tak sudi sedikitpun menengok ke belakang tubuhnya. Wanita usia tiga puluh lima tahunan itu terus berlari menatap mantap ke depan tak peduli orang mencibir, mencemooh dan berbisik-bisik keheranan melihat dirinya berlari tanpa menengok kanan dan kiri. Seluruh jalan di jagat raya ini dianggap miliknya. Tak heran banyak manusia sekelilingnya yang memaki dan mengumpat kelakuannya yang berlari-lari di keramaian kota, kecamatan, kabupaten, ibukota, menyeberang lautan hingga ke luar negeri. Wanita itu terus berlari. Orang bertanya, Kenapa kamu terus berlari ? Apa yang kamu cari ? Wanita itu tak berhenti untuk menjawab sambil tetap berlari dia menjawab, Aku mencari setetes embun pagi. Gila. Rutuk seseorang di sebelahnya mendengar wanita itu berlarian mencari setetes embun pagi. Mana ada embun pagi di siang hari bolong begini. Pasti wanita itu telah gila, pikirnya. Ratusan orang bengong melompong melihat dan mendengar ada wanita yang berlari sambil menyingsingkan gaun bawahnya hingga tersingkap sebatas lututnya. Seorang ibu penjaja warung di pinggir jalan bertanya pada pembantunya. Nem, wanita gila itu berlari mengejar apa? Kok dari kemaren aku melihatnya berlari terus tak pernah sekalipun berhenti? Apa dia robot yang tak punya rasa capek?" Inem menjawab, saya tadi bertanya padanya tapi dia tak mau menjawab. Dia hanya

melirik dan telunjuknya teracung ke langit, entah apa maksudnya. Udahlah bu, jangan dipikirin nanti kita ikut jadi gila karenanya. Pagi, siang, hingga sore wanita itu terus saja berlari bahkan perempatan lampu merah diterjangnya hingga berkali-kali pak polisi meniup peluit untuk menghentikannya. Namun wanita itu tak gentar dan terus berlari membuat pak polisi mengejar dengan motornya dan sekali lagi meniup peluitnya. Priiiiit.priiiiit..!! "Berhenti kau wanita. Ini di Hongkong. Kamu tak boleh sembarangan berlari. Nanti menabrak orang lain, seru pak polisi itu. Wanita itu tak menggubrisnya terus berlari sambil sesekali satu tangannya melepaskan gaun dan kedua tangannya menengadah ke langit sambil tetap berlari. Tak ampun dia keserimpet gaunnya sendiri hingga jatuh tersungkur di depan Hongkong Bank. Wanita itu nanar sebentar lalu lari lagi, matanya nyalang, bibirnya pecah tergigit. Hidungnya bengkak karena keseringan membuang ingus sambil berlari. Telinganya memanjang dan menebal bagai telinga gajah yang begitu kebal terhadap suara-suara di sekitarnya. Tak ada kerjaan lain selain berlari dan berlari. Sore hari terlihat wanita itu berdiri sebentar di bawah pohon ek. Dia mengoyanggoyang pohon ek tersebut sambil membuka kancing blouse-nya yang paling atas. Tapi tiada apapun terjatuh dari pohon ek itu yang masuk ke dalam blouse-nya. Wanita itu kecewa serta menendang pohon itu lalu berlari lagi. Wanita itu menyesal telah berhenti tadi. Kini dia mendaki bukit di sekitar Aviary Pagoda Yuen long, Hongkong. Orang-orang heran dan berbisik. Tumben wanita itu bisa berhenti. Terlihat wanita itu berjongkok di sekitar rumpun keladi. Dia mencari-cari sesuatu di atas daun keladi. Dengan selembar tisyu diusapnya setiap permukaan daun keladi. Wanita itu sering menggeleng dan menekan dadanya yang terlihat begitu nyeri. Wanita itu marah pada daun keladi yang selalu menggeleng bila ditanyai.

Dengan pisau dapur yang berkilat tergenggam di tangannya wanita itu membabat habis rumpun keladi di sekitar dia berdiri. Wanita itu berlari lagi setengah putus asa. Kini terlukis senyuman berbisa di bibirnya dan melempar lirikan genit pada pendatang laki-laki lain negeri. Satu, dua tiga laki-laki terhipnotis lirikan wanita yang sedang dan terus berlari itu. Para laki-laki lain negeri terus mengikuti kemana wanita itu berlari. Salah satunya adalah seorang Babah yang sok bisa berbahasa Indonesia menegurnya. Hayy yaaaaaaa, Kowe kenapa telus belalii. Kowe Ayu . Belenti di sini menjadi isteliiii. Hayyaaaaa. Wanita yang sedang berlari mengerem langkahnya secara mendadak hingga gaunnya terlepas dari pegangan tangannya. Dia begitu kaget mendengar seruan dari Babah tadi yang menawarkan dirinya untuk jadi istri. Sementara beberapa laki-laki lain negeri yang mengikutinya tadi tidak tahu bahasa yang mereka gunakan hingga terus saja mengejar wanita itu. Hal ini membuat wanita tersebut menabrak Babah lalu oleng dan jatuh tersungkur di hadapan Babah itu. Mungkin karena wanita itu sudah capek berlarian sepanjang masa maka kakinya setengah lumpuh kala mendengar kata-kata Babah tadi. Dengan limbung wanita itu terjatuh tepat di pelukan si Babah yang sok bisa berbahasa Indonesia. Hayyaaa..Ini jodoh. Kowe sekalang jatuh dalam pelukanku.Itu peltanda kowe calon isteli.Hayyaaaa Wanita tersebut pingsan di hadapan beberapa laki-laki yang berusaha menggapai tubuhnya tapi dengan sigap si Babah membopong tubuhnya untuk dibawa masuk ke dalam rumah dan berusaha menyadarkan dia dari pingsannya. Wanita itu sadar dari pingsannya dan merasa nyaman terutama kakinya tidak capek lagi tapi dia kaget melihat senyum si Babah yang saat itu sedang duduk di hadapannya sambil melempar semua jerat rayunya.

Wanita itu bangun dan tak peduli lagi pada si Babah lalu keluar rumahnya dan lari lagi. Dia berlari ke arah pegunungan yang tampak di kejauhan dan diikuti oleh suara alam yang berbisik di telinganya. Sebuah bisikan senandung kedamaian yang mampu menghilangkan kekuatiran. Katanya, sebentar lagi akan ketemu apa yang dicari oleh wanita itu selama ini. Sesampainya di atas gunung wanita itu bisa menghentikan langkah larinya bahkan bisa menghentikan gerakan kakinya untuk tidak melangkah lagi. Kini dia melepas penat menghela nafas berat bercurah kesah dengan alam sekitarnya sambil duduk bersemedi dan tak bergerak bagaikan telah mati. Kala fajar menyingsing di ufuk timur pagi hari. Wanita itu terjaga karena kini dia bisa membedakan suara, membedakan warna, bau dan rasa. Matanya bisa melihat, telinganya bisa mendengar desau angin yang berbisik merdu padanya. Tanpa dicari dan disadari, kini di depan matanya, dia melihat sekumpulan tetes embun di pagi hari. Saat itulah terdengar saluran air meratap bagai seorang ibu kehilangan anaknya. Wanita itu bergerak melangkah perlahan. Alam mengulurkan tangan persahabatan dengan keindahannya. Namun sering wanita itu takut akan kesunyiannya dan memilih tempat perlindungan di dalam kota. Berlarian berdesakan satu sama lain bagai kawanan domba di hadapan serigala yang berkeliling mencari mangsa. Suatu tragedi yang bermain di panggung waktu. Dalam kesunyian, wanita itu mendengar suara melayang-layang di sekitar jiwa yang menjerit dalam keputusasaan dan mendendangkan lagu harapan. Wanita itu berhenti lagi untuk bersemedi di atas panggung waktu. Melepas penat dan resah yang menghimpit sambil berusaha melepas serta mengurai benang-benang kusut kehidupan dalam keheningan. Hingga terurai seuntai rantai yang menggabungkan pesona masa lalu dengan kemegahan masa depan, menyatukan keheningan perasaan dan kerinduannya mencabik kerudung rahasia cinta.

Wanita itu bisa menangis. Baginya derai air mata yang menyedihkan terasa lebih manis, ketimbang derai tawa seseorang yang mencarinya namun untuk melupakannya. Rupanya kini telah ditemukan jati diri lewat hikmah ketidakberdayaan-nya dan telah tergenggam asa di tangannya. Wanita itu tidak akan pernah melepaskannya lagi walau apa yang terjadi. Temanggung - Srimpi baru, 26 juli 2006-

Biodata
Nama : Maria Bo Niok Alamat : Pasunten 03/02, Lipursari, Leksono, Wonosobo, Jawa Tengah 56362. Mobile phone : 0813-1494-3509 Pekerjaan : -Penulis dan pengelola rumah baca istana rumbia di Wonosobo -Pengelola Komunitas Terminal Tiga-Yogyakarta -Pemerhati buruh migran Karya: -Tulisan tersebar di Majalah Ekspresi, Majalah Peduli, Surat Kabar Berita Indonesia, Majalah Kombinasi, Majalah Imajio, milis Komunitas Merapi, forum Caf de Kossta -Novel Ranting Sakura (P_idea, 2007, Yogyakarta) -Novel Sumi Ryusho: Bakul Areng Child (dilombakan di The Man Asian Literary-Hk) -Antologi Cerpen Geliat Sang Kung Yan (dalam proses terbit, Gama Media, Juli 2007, Yogyakarta). Publikasi: -Profil saya pernah dimuat di kolom sosok harian Kompas (28/2/2006), kolom features The Jakarta Post News (28/4/2006), mingguan Cempaka (edisi 01/XVII/6 tanggal 12/4/2006), majalah Peduli edisi mei 2006, Kedaulatan Rakyat (Juni 2006), harian Jawa Pos (04/01/ 2007), Suara Merdeka (Mei 2007), Majalah Liberty (Juni 2007) -Lembaga Migrant Care pernah mengundang saya untuk menjadi pembicara pada tanggal 17 desember 2006 dalam peringatan hari buruh migran sedunia yang bertema 5

"Refleksi 7 tahun Terminal Tiga" di hotel Bumi Karsa Bidakara - Jakarta bersama Anis Hidayah (direktur Migran Care) dan Sulastri (wartawan Harian Kompas - Jakarta). Talkshow ini dimoderatori oleh Rieke Dyah Pitaloka. Pada kesempatan tersebut saya membacakan puisi karya saya yang berjudul "Tak perlu kau ada" dan cerita pendek karya saya yang berjudul "Hantu di Lorong Terminal Tiga"

Rekening Bank: a.n. Siti Mariam Bank Mandiri, KCP. Wonosobo, Jawa Tengah, Indonesia No rekening : 136-000-502-445-7

Anda mungkin juga menyukai