Anda di halaman 1dari 19

FLASH FICTION

Cerita Mini
PEMBACA DI ERA DIGITAL
Anda Termasuk Jenis yang Mana?

• Selalu terburu-buru
• Cepat bosan
• Cerita jangan terlalu
panjang
• Cenderung menyendiri
• Harus langsung
terhubung

• Foto hellosehat.com
Flash Fiction
Cerita Mini, Cerpen Singkat, Fiksi Kilat, Cermin
• Flash fiction adalah karya fiksi yang
sangat singkat, bahkan lebih ringkas
daripada cerita pendek.
• Walaupun tidak ada ukuran jelas
tentang berapa ukuran maksimal
sebuah flash fiction, umumnya karya ini
lebih pendek dari 1000 kata.
• Rata-rata flash fiction memiliki antara
100 – 250 kata. (Wikipedia)
• Bahkan 100 kata – 140 kata (twitter)
• Disesuaikan dengan medianya; apakah
twitter, FB, IG, website
• TERGANTUNG KITA JUGA, MAU 300 –
500 KATA JUGA BOLEH ASALKAN
MENGIKUTI SYARAT-SYARATNYA…
CERPEN-CERPENKU DI WEBSITE
7 UNSUR PENTING FIKSI MINI
• 1. Berpikir minimalis.
• 2. Karakter harus kuat.
• 3. Setting cerita harus terjadi di satu tempat
dan satu waktu. Misalnya di kamar, di
pinggir jalan, atau di toilet.
• 4. Konflik selesai saat itu juga.
• Diksi (pilihan kata) yang kuat dan sedikit
kata.
• 5. Ending yang mengejutkan, (twisted
ending, plintiran cerita)
• 6. Alur cerita cepat
• 7. Cerita jangan bertele-tele

• 1 ADEGAN, 1 KONFLIK,
DAN 1 SETTING LOKASI
WAKTU
MINIM KATA, DUNIA LUAS
• Agus Noor menetapkan diktum-
diktum karya Fiksimini yang
layak di Retweet, yakni :
• 1. Cerita yang menohok, seperti
satu pukulan tinju yang telak,
• 2. Cerita yang berkelebat
seperti bayangan, yang terus
menempel di benak pembaca,
• 3. Cerita yang dengan seminim
mungkin kata, namun
menggambarkan dunia seluas-
luasnya.
PROSES KREATIF MENULIS
Menemukan ide cerpen

• 1. Riset
• 2. Menulis
• 3. Swasunting

• MEMAKSIMALKAN
PANCA INDRA
CONTOH – FIKSI MINI ZAMAN DULU
LEMBU JANTAN DAN BATANG AS
Seekor lembu jantan tengah
menarik sebuah gerobak penuh muatan
berat. Lembu berhenti karena mendengar
batang as mulai merintih dan mengerang
keras-keras.
Si lembu jantan tak tahan
mendengarnya dan dengan menahan
kesabaran berkata, “Halo, batang as!
Mengapa mengeluh? Semua pekerjaan ini
bukan hanya kamu yang mengerjakan. Aku
juga!”

Pesan : Mereka yang mengeluh justru yang


paling sedikit menderita.
RUBAH DAN SEBUAH TOPENG
Seekor rubah masuk ke dalam
ruang tamu milik sebuah kelompok
teater. Tiba-tiba di atas dinding ia
menemukan sebuah wajah dengan mata
melotot padanya. Ia sangat takut. Tapi
setelah diamati lebih lama, ia jadi tahu
bahwa itu hanya sebuah topeng yang
biasa dipakai para aktor.
“Ah, kata rubah, “kau kelihatan
sangat bagus. Tapi sayang sekali, kau tak
punya otak.”

Pesan moral : Penampilan luar tidaklah


mencerminkan hal yang ada di dalam
CARA MEMULAI MENULIS
SARAH DAN SATPAM
Sarah mendorong Satpam yang menarik tas jinjingnya. Tas itu terjatuh. Dua bungkus susu
kotak, lima bungkus mie, dua kaleng kornet, dan tiga bungkus cemilan untuk anak kecil
berceceran di lantai. Wajah Sarah yang pucat terlindung masker, tapi kedua bola matanya
begerak-gerak ketakutan.
‘Maling!” teriak pegawai mini market memunguti makanan itu. Puluhan pasang mata
yang berbelanja menancap ke hati Sarah dan suara mereka mendengung seperti majikan
kepada bawahannya. Tapi satpam di mini market itu melindunginya dari amukan massa.
Sarah kaget, tidak percaya. Pegawai mini market juga heran.
“Aku tadi melihatmu bersama anak-anakmu,” sejuk suara Satpam.
Sarah menatapnya. Kedua matanya berair. Sarah berlari, tapi Satpam mengejar dan
mencekal tangannya. Satpam menarik Sarah ke jejeran rak.
“Mbak Sarah!’
Sarah meneliti wajah satpam.
“Mbak lupa sama saya? Saya Rohman, anaknya Bik Sariyah! Pembantu Mbak!”
Rohman? Anak kecil yang Sarah asuh dan biayai sekolahnya. Tapi itu 15 tahun lalu ketika
suaminya masih Berjaya.
“Silakan, ambil secukupnya, Mbak. Biar saya ang bayar,” suara si satpam menenangkan
diiringi senyuman.
BU WAWAT DAN BUYUNG
Bu Wawat berdiri di depan kelas yang ditakuti semua guru. Terutama anak
satu itu! Seperti ada terminal di dalam kelas. Dia mendorong pintu pelan-pelan.
Kelas jadi sepi kecuali tetabuhan dang dut di bangku belakang.
“Buyung!” teriak Bu Wawat mengingatkan.
Anak berambut cepak itu berhenti memukuli meja.
Bu Wawat berjalan mendekati papan tulis. Dia menulis: ULANGAN!
“Huuuu!” anak-anak bersorak kesal.
Buyung melempar kapur ke kepala Bu Wawat.
“Buyung!” Bu Wawat langsung menuding. “Keluar kamu!”
Buyung berjalan santai mendekati meja bu guru. Dia merogoh tasnya. Dia
meletakkan kado seukuran buku di meja. “Selamat ulang tahun, Bu Guru!”
Bel istirahat berbunyi. Buyung dan teman-temannya bergegas keluar.
Bu Wawat duduk memandangi kado itu. Kedua matanya basah. Buyung –
muridnya yang nakal, ingat bahwa hari ini dia berulang tahun. Bahkan suaminya
saja tidak mengucapkan apa-apa. Memberinya kado apalagi.
Bu Wawat membuka kado. Seekor katak melompat ke dadanya. Dia
terjengkang dan berteriak, “Buyuuuuuuung!” (*)
KADO ULANG TAHUN
Bel istirahat berbunyi. Di kelas 11 IPS, Renata masih duduk di
bangkunya. Teman-temannya bergerombol mendatanginya.
"Happy sweet seventeen, Rena," Pretty tersenyum menyalaminya.
"Sorry, aku nggak ngasih kado. Uang jajanku keburu aku beliin buku.“
"Nggak apa-apa," Renata bangkit, memeluk Pretty.
"Segera dapet pacar, ya!" Pretty menunjuk ke bangku belakang.
Renata melihat Taufik sedang membungkus kado. Jantungnya
seperti bunyi kereta api. Teman-temannya sudah keluar kelas. Tinggal
mereka berdua. Jantungnya hendak copot ketika terdengar langkah
kaki Taufik mendekatinya.
"Renata," Taufik meletakkan kado di meja.
"Ya, ya...," Renata bergetar.
"Aku minta tolong, ya. Berikan kado ini sama Prety…”
Jantung Renata betul-betul copot. (*)
DI SIMPANG JALAN
Rudi dan Yanto turun dari angkutan kota. Di depannya tertulis “Oase Café”. Rudi
menyeberang jalan sambil berlari. Yanto mengikuti dengan langkah seorang model di cat walk.
Sekarang Rudi dan Yanto bisa melihat ke dalam café secara leluasa karena terhalang
tanaman pucuk merah. Cahaya temaram melindungi keberadaan mereka.
“Tuh! Dasar!” Yanto merapat ke tubuh Rudi.
Sejak tadi kedua mata Rudi tidak berkedip, menatap marah kepada Alex dan Agnes, yang duduk
bermesraan di sudut café. Tangan Alex membelai punggung tangan Agnes. Candle night menghiasi
meja mereka.
“Sekarang kamu percaya kan! Aku nggak nyebar hoax kan!” Yanto semakin mendekat lagi ke
tubuh Rudi.
“Ah!” Rudi menjambak rambutnya.
“Rud! Masih ada aku yang mencintaimu!” Yanto meraih tangan kiri Rudi, meremasnya dengan
perasaan sayang.
Rudi menepis tangan Yanto, “Aku mohon maaf. Tanpa bermaksud menyakitimu. Kita berteman
saja!”
“Rud!” Yanto berusaha meyakinkan Rudi.
“Sadar, Yanto! Apa yang kita lakukan ini salah jalan!” Rudi membalik, pergi, dan meninggalkan
Yanto yang berdiri mematung.
Yanto menjerit dan berlari mengejar Rudi.
KARANGAN BUNGA
Aku sedang takziyah - melayat istri ketua partai yang meninggal.
“Bu Fatimah suka nyumbang ke yatim piatu, janda tua itu buat nutupin…”
“Ssst, jangan ngomongin yang sudah mati, Bu!”
Tiga mobil mewah berhenti. Jalanan kampung jadi macet. Seorang lelaki gendut
berseragam partai keluar dari mobil. Sepuluh jari tangannya dihiasi batu akik, pergelangan
tangannya dilingkari jam tangan emas. Beberapa lelaki mengawalnya. Orang-orang mendekati
dan mencium tangannya.
“Dia bisa jadi ketua partai karena ngawinin Bu Fatimah! Karena mertuanya! Dulu mah waktu
jadi preman di pelabuhan, kurus, bau! Sama kayak Abang sekarang!”
Muncul mobil pick up membawa karangan bunga yang kesembilan.
Si lelaki ketua partai mendekati. Dia menatap satu persatu karang bunga itu. Dia bertolak
pinggang. Kemudian berteriak menyerbu. Sembilan karangan bunga itu dia hancurkan.
Datang lagi mobil pick up dengan karangan bunga kesepuluh. Dia semakin marah berlari
menghampiri mobil pick up. Para pengawalnya tidak berhasil mencegah. Tanpa banyak bicara,
karangan bunga kesepuluh itu dia hancurkan.
“Cari si Dadang! Bunuh! Buang mayatnya di sungai!” dia mengaum seperti singa.
Aku meninggalkan rumah duka. Mereka tidak akan pernah berhasil menemukan Dadang –
dia ayahku. Perempuan bernama Bu Fatimah itu ibuku. Aku lega sudah menunaikan wasiat
ayahku, yaitu mengirimkan sepuluh karangan bunga jika Ibu meninggal. Romantis juga cara
ayahku menyambut kedatangan Ibu. Semoga mereka bahagia di surga.
MARI KITA MULAI MENULIS
1. Ide
2. Ciptakan tokoh
3. Judul
4. Tentukan setting
lokasi
5. Konflik
6. Ending yang
mengejutkan.

Anda mungkin juga menyukai