Anda di halaman 1dari 448

BUKAN IMPIAN SEMUSIM

Oleh: Marga T

Penerbit
PT Gramedia Pustaka Utama

Djvu: http://ebukita.wordpress.com

Edit & Convert to Jar, Txt, Pdf: inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

- ini adalah kisah fiktif


- segala persamaan nama tokoh, tempat, serta
plot hanyalah kebetulan belaka

Pengantar Khusus

Bukan Impian Semusim


Ini adalah Bukan Impian Semusim yang sudah
saya revisi. Dialog-dialog diubah dan dipersegar.
Menanggapi keluhan banyak pembaca, maka akhir

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


kisah pun saya rombak menjadi happy-end. Selain
itu memang sebaiknya Miki disembuhkan saja,
sebab perkembangan Kedokteran sudah maju
pesat sekali. Alasan terakhir adalah karena versi
yang dulu memberi kesan seakan Tuhan mau
membalas dendam terhadap Nina yang batal
masuk biara, dan Miki penyebabnya. Dalam versi
ini Tuhan justru membalas kesetiaan Miki dengan
berlipat ganda, sebab dia sudah
mempersembahkan kedua anaknya bagi-Nya.
Walau kau telah mengingkariKu,
Jangan mengira Aku tak lagi mencintaimu.
(terjemahan bebas dari lagu rohani)
Nama Adri saya ubah menjadi Miki agar tidak
keliru dengan Andi, anaknya.
-Pengarang

dipersembahkan kepada:
- semua guru-guru saya di SMP dan SMA Santa
Ursula, terutama Pak Taryo yang merasa
dilupakan murid-muridnya.
- semua teman-teman sekaula walau jauh kita
berpisah dalam kenangan kita
jumpa sampai nanti di suatu pesta.
- sebuah puri tua, dengan anginnya yang semilir
menyejuki otak yang panas terbakar Stereo,

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


dengan tanahnya yang sarat kenangan, dengan
dindingnya yang menyimpan gema rahasia masa
lalu.
- semua yang tidak abadi, topi toh abadi juga,
dalam kenangan.

Bab 1

BAPAK Aljabar berdiri sebentar di muka kelas


III B, lalu melihat arlojinya. Jam sebelas lewat
lima. Dia menghela napas lalu membuka pintu.
Suara berisik segera menerpa telinganya. Ketika
dia melangkahkan kaki ke muka kelas didengarnya
di belakangnya suara sepatu-sepatu bergesekan
dengan lantai, lalu, "Selamat siaaang, Paaak!"
Diletakkannya buku-bukunya di atas meja. Dia
tersenyum dan membalas, "Selamat siang!"
Pandangannya yang ahli segera melihat bahwa
Nina terlambat lagi berdiri. Dia baru bergerak
ketika teman-temannya sudah mau duduk
kembali, sehingga dibatalkannya niatnya untuk
berdiri. Cuma bibirnya yang kelihatan komat-
kamit. Teman di belakangnya yang duduk di
bangku penghabisan segera memukul bahunya
dengan mistar. "Buset! Lu ngantuk lagi, Nina?!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Nina tidak menjawab. Dia pura-pura tidak
mendengar. Teman sebangkunya sudah mulai
sibuk mengeluarkan buku dan pensil. Dia cepat-
cepat meniru.
"Hm... soal-soal nomor berapa?" tanya Bapak
Aljabar pada Ketua Kelas.
Ketua Kelas lekas-lekas menelan sisa cabe rawit
di dalam mulutnya dan sedetik gelagapan sebab
kerongkongannya panas terbakar. Tapi dengan
kesigapan yang mengagumkan dia se-gera
memberi jawaban.
"Nomor tiga ratus empat lima itu susah be'eng,
Pak," sambungnya sambil meraih sepotong
belimbing muda dari dalam laci.
"Ah, mana bisa," tukas Bapak Aljabar tersenyum.
"Tukang becak juga dapat membuatnya!" 'Tukang
becak mana, Pak?" tanya Loli dengan suara keras.
"Coba suruh kemari. Kita mau lihat!" "Ayo kita
mulai!" kata Bapak Aljabar dengan senyum
patennya tanpa mengacuhkan teriakan Loli. "Mulai
dari sini. Ayo, Rini! Maju!"
Rini menggeliat dulu dua kali, baru berdiri lalu
keluar dari bangku. Setelah dia siap melangkah
ke depan, tiba-tiba disadarinya kakinya telanjang.
Dengan tenang dia membungkuk lalu meraih
sepatu dari bawah bangku dan memakainya.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Ayo, lekas! Banyak soal hari ini! Ingat! Ujian
sudah dekat!"
"Sorry, Pak," kata Rini mesem. "Sepatu kita
rupanya tadi dicopot orang." Dengan lemah
gemulai gadis itu berjalan ke papan tulis. Ketika
dia lewat di dekat Bapak Aljabar disapukannya
ujung kepang rambutnya yang sepanjang pinggang
itu ke lengan Bapak. Grrr. Anak-anak tertawa
riuh. Bapak Aljabar yang tidak merasakan sapuan
itu, menoleh sejenak ke bangku-bangku untuk
melihat apa sebabnya tiba-tiba timbul guruh itu,
tapi dia tidak melihat apa-apa. Ketika itu Rini
sudah berdiri di atas bangku panjang di muka
papan dan sedang bersiap-siap untuk melempar
potongan kapur ke arah Bapak. Bapak Aljabar
mempunyai firasat kurang baik ketika dia
memandangi mata anak-anak, maka dia cepat-
cepat menoleh. Tapi Rini lebih gesit. Dia sudah
asyik menulis soal. Kembali Bapak kecewa. Tadi
dia melihat semua mata memandang ke papan
dengan senyum tertahan, tapi seperti biasa dia
selalu terlambat.
Ketua Kelas melempar potongan belimbing dan
garam ke dalam mulutnya. Anak di belakangnya
menyentuh bahunya. Ketua mengoper kaleng
belimbing ke belakang, lalu mengunyah di balik

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


telapak tangannya sambil menunduk, berlagak
asyik membandingkan pe-ernya dengan pe-er
teman sebangkunya.
Bapak Aljabar sudah duduk di atas takhtanya
yang satu meter lebih tinggi dari bangku anak-
anak. Sambil bersandar dengan relax
dilayangkannya pandangnya ke seluruh kelas.
Bukan main. Santa Ursula memang istana segala
macam gadis. Yang cantik. Yang tidak cantik.
Yang kaya. Tidak kaya. Yang modern. Yang kuno.
yang kurus. Yang gemuk. Yang... aaah, tapi yang
paling putih di kelas ini adalah Nina. Gadis itu
sedang asyik ngobrol dengan teman di sebelah
kanannya dan teman sebangkunya. Mereka ketawa
sembunyi-sembunyi. Baru saja Bapak Aljabar mau
membuka mulut, sudut matanya menangkap
gerakan aneh di sebelah kiri. Dia menoleh.
Seorang nona berbaju biru tengah membuka
kertas bonbon sementara teman-teman di
sekitarnya mengambil gula-gula itu seorang satu
dari dalam kantong plastik.
"Siapa yang ulang tahun?" tanya Bapak.
"Hiii...," gelak ketawa Sisi.
"Memangnya kalau enggak ulang tahun, apa
enggak boleh makan bonbon?" tanya si Baju-biru.
"Iya, enggak boleh!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Hukum apa itu?"
"Hukum Dalton!" seru Nina.
Grrr... guruh kembali menggelegar.
"Eh, Nina mulai bandel sekarang, ya," kata Bapak
dengan nada sayang.
Rini sudah turun dari bangku dan kembali ke
tempatnya. Tanpa menunggu perintah, Mimi maju
ke depan untuk membuat soal berikut. Nina serta
konco-konconya masih sibuk ngoceh sendiri.
"Nina," seru Bapak (masih dengan nada sayang),
"kalau kamu tidak juga diam, nanti saya suruh
buat soal berikutnya!"
"Iiih, maunya!" balas Nina merengut.
"Nina... Nina...," Loli meniru-niru panggilan Bapak.
"Nina... bobo... Oh, Nina bobo...."
Bapak Aljabar segera celingukan mencari asal
suara merdu itu. Tapi ketika radar kupingnya
sudah menemukan area sumber gangguan, suara
tadi sudah lenyap.
Mimi telah selesai dengan soalnya yang pen-dek.
Kini giliran Astuti. Anak itu menguap tapi sempat
menutupi mulutnya dengan tangan sebelum dilihat
Bapak.
"Ayo, Astuti!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Enggak bisa, Pak." Dia menggeleng sambil
memasang roman lesu. "Ayo! Apa yang enggak
bisa!"
"Sungguh, Pak. Bapak aja deh yang bikin. Nanti
saya salin," tukas Astuti dengan manja, lupa
bahwa dia bukan sedang bercanda dengan jantung
hatinya.
"Ayo! Lekas! Tukang becak pun bisa! Apa sih
sukarnya?!" "Tapi saya kan bukan tukang becak,
Pak!" sahutnya bandel.
Bapak coba-coba melotot namun kurang
meyakinkan. Tapi Astuti toh berlagak takut juga.
"Minta ampun aja deh, Pak," katanya memelas.
"Saya bukan Tuhan, kok dimintai ampun!" gerutu
Bapak lalu menyapu seluruh kelas. "Ayo, siapa
yang bisa?!" Tidak ada sukarelawati yang mau
mengacungkan telunjuk. Nina malah makin asyik
ngobrol sambil berusaha menyembunyikan
kepalanya di belakang temannya. "Nina! Ayo,
kamu saja yang bikin!!"
Nina kaget setengah mati. Matanya yang bulat
jernih membesar sehingga kelihatan makin jeli
dan makin menarik. Bapak Aljabar sampai
membatin, aduh, menariknya setan kecil ini!
Entah siapa pacarnya!

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Saya, Pak?" tanya gadis itu dengan nada kurang
percaya sambil memiringkan kepala ke samping.
"Kemarin dulu juga saya!"
"Ya! Kamu!"
"Tulisan saya jelek, Pak. Kasihan Boni, nanti
belingnya tambah tebal saja!" Nina mencoba akal
terakhir tapi Bapak tidak memberi komentar.
Semua orang tahu, mata Boni memang sudah dari
sononya tidak beres. Walaupun dia disuruh duduk
di bawah papan tulis, tetap saja kacamatanya
harus diganti setiap tahun.
Bapak turun dari singgasana dan mengambil
sepotong kapur. Diacungkannya benda itu kepada
Nina. "Ayo, Nina!" perintahnya. Ketua Kelas ikut-
ikutan seakan mau menunjukkan jasa dengan
menyuruh anak buahnya mematuhi perintah. Tapi
seisi kelas sudah tahu bahwa itu cuma lelucon.
Apalagi ketika Nina mengangkat bahu, melirik ke
kiri dan ke kanan lalu keluar dari bangku. Begitu
Bapak balik belakang, suara merdu tadi kembali
berkumandang. Tapi begitu dia menghadap ke
kelas, bunyi itu terputus. Sia-sia dia mencoba
menerka siapa biduanitanya. Semua anak
kelihatan tak acuh., seakan tak ada apa-apa.
Sementara Nina menulis dengan arah mendaki ke
langit, Bapak berjalan-jalan mengontrol bangku-

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


bangku. Gerakan tangan Ketua menimbulkan
curiganya. Dia lekas-lekas membelok di antara
baris pertama dan kedua lalu membungkuk di
muka laci Ketua.
"Iiih!" teriak Ketua Kelas melengking. "Bapak
genit! Liat-liat apa, begitu?!"
Wajah bapak yang masih muda itu langsung
bertambah gelap karena darahnya menyembur
semua ke atas. Dengan tersipu-sipu diluruskannya
punggungnya setelah sempat dilihatnya sebuah
kaleng roti berisi potongan-potongan belimbing
muda serta garam dan beberapa cabe rawit.
"Mau, Pak?" tantang Ketua, mengeluarkan
kalengnya dan meletakkannya di atas meja.
Semua anak memandang Bapak. Yang dipandang
makin tersipu. Dengan berlagak tetap tenang dia
melangkah balik ke depan kelas sambil
memperhatikan papan tulis. Cakar ayam Nina
memang betul-betul keterlaluan. Rupanya itu
akalnya supaya jangan sering-sering disuruh nulis
di papan. Bisa gawat kalau dia kebetulan tidak
bikin pe-er!
Tulisan Nina yang memang kecil, sengaja lebih
diperkecilnya, sehingga Boni yang duduk di
bangku kedua dari depan terpaksa membersihkan
kacamatanya dua kali dengan saputangan.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Ketika tidak juga berhasil melihat dengan lebih
jelas, dia langsung protes.
"Bapak, Bapak... saya enggak bisa melihat apa-
apa," serunya minta keadilan.
"Aaah, manja lu!" tuduh Ani sambil menarik
rambut Boni.
"Nina, tulislah lebih besar lagi!"
Nina menoleh dan mengangkat bahu. Diraihnya
penghapus. Bapak dengan terkejut cepat-cepat
mencegah. "Yang sudah ditulis, biarkan. Bisa
sampai minggu depan tidak selesai kalau mau
diulang semua!"
Ketika ketiga papan sudah penuh dengan tiga
buah soal, mulailah Bapak membahas mereka.
Mula mula ditanyakannya siapa-siapa yang belum
mengerti. Tiga perempat kelas mengacungkan
tangan untuk mencapai referendum supaya soal-
soal itu dibahas. Sebetulnya itu tidak perlu.
Sebab Bapak selalu bersedia menerangkan
meskipun yang belum mengerti cuma satu orang.
"Gue lapar be'eng," bisik Ani di tengah-tengah
keasyikan Bapak menerangkan persamaan
tersamar. "Kemarin sayur toge kita ada
kecoanya!"
"Ah, masa?" tanya teman sebangkunya tidak
percaya.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Huh, betul! Masa gue bo'ong sih."
"Makanannya enak-enak, bukan? Kalau aku lewat
dekat dapur, selalu tercium harum masakan."
"Tahu, deh. Tanya aja Nina. Aku sih, pokoknya
asal ada sambal, pasti bisa makan. Untuk itu, aku
tempel si Mbok di dapur. Kalau enggak, aku cuma
kebagian sambal sesendok. Mana cukup."
"Besok mau barter roti lagi?" tanya teman
sebangku itu yang kasihan melihat nasib anak-
anak asrama yang selalu kelaparan. "Aku bawakan
roti sama liver paste? Atau keju?"
"Aw, jangan liver paste. Nanti kumat lagi
jerawatku. Kalau keju... boleh juga. Bawakan aku
tomat tiga, ya!"
"Banyak be'eng. Iya, deh. Tapi keju... anu...
enggak apa-apa buat jerawat?"
"Ani...!" seru Bapak melempar kapur ke depannya.
"Sudah jelas?"
"Jelas, Pak," sahut Ani kontan, tapi sama sekali
tidak tahu maksud Bapak.
"Lu ngerti?" tanya teman sebangkunya.
"Ntar gue tanya si Nina! Beres!"
Setelah ketiga soal itu dijelaskan, anak-anak
langsung melenggut semua. Itu sudah merupakan
penyakit menahun. Jam dua belas, setiap gadis
manis jadi mengantuk. Setiap gadis Ursula yang

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


manis-manis. Bapak Aljabar tak dapat protes
meskipun dia selalu berharap, pelajarannya dapat
diajukan lebih pagi. Seharusnya gerak badan
dijadwalkan paling akhir, supaya semua mata lesu
jadi melotot lagi.
Ketika lonceng berbunyi, aneh bin ajaib, semua
anak terbangun kembali. Terbirit-birit semuanya
memasukkan buku-buku ke dalam tas.
Seorang anak berdiri lalu membetulkan
onderdilnya yang telah turun melewati gaunnya.
Ketua Kelas berdiri sambil memasukkan kaki-
kakinya ke dalam sepatu sandalnya lalu melihat
berkeliling. Anak buahnya sudah berdiri semua.
Bapak segera berdiri di samping singgasana dan
menekur dengan khidmat.
"Atas nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus,
Amin," kata Ketua. "Salam Maria..."
"Salam Maria," bisik Nina lalu diam
mendengarkan. Matanya yang tajam menangkap
seorang anak tengah memasukkan tali be-senya
yang melorot
"Amiiin!" seru Ketua, dan Nina tersentak. Doa itu
rasanya baru saja dimulai tapi ternyata sudah
berakhir. Tergesa-gesa digerakkannya jarinya
membuat tanda salib. "Amin." Dia ikut-ikutan.
"Selamat siang, Pak!" seisi kelas menggelegar.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Selamat siang, anak-anak," sahut Pak Guru
seraya mengeluh dalam hati. Bah! Anak-anak?!
Mereka sudah pantas
menggendong bayi! Sayang kebanyakan masih
cengeng dan manja sama Mami!
***
Nina masuk ke kamarnya lalu terjun ke atas
tempat tidur. Ani sudah duluan berbaring. Dua
ranjang yang lain masih kosong. Ana rupanya jadi
minta izin mau ke dokter gigi di Pasar Baru. Dan
Lili ikut mengantar. Dokter gigi itu dikenal
banyak anak asrama. Prakteknya mulai jam lima
sore di antara Toko Sinar Matahari dan Toko
Europa. Tentu saja tak boleh terlalu sering ke
sana. Lama-lama Mere asrama bisa curiga, enggak
lucu deh!
"Si Ana pasti ke rumah tantenya dulu, ya," kata
Nina sambil membungkuk dari pinggir ranjang ke
kolong.
"Pasti!" sahut Ani yang sedang asyik melalap
komik Story of Love. Buku "rahasia" itu
diselundupkan ke kamar dengan taktik a Ia Al
Capone menyelundupkan minuman keras. Komik-
komik itu disuplai oleh Titin yang memperolehnya
dari ayahnya yang sering mondar-mandir ke
Singapura. Sebenarnya isinya cuma kisah

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


percintaan remaja yang selalu memompa air mata
dan Mere mungkin tidak keberatan anak-anak
membacanya, asal jangan di kamar tidur. Boleh
saja dibaca waktu istirahat atau sore, di ruang
rekreasi. Seperempat jam pasti selesai. Tapi itu
kan tidak lucu! Anak-anak baru merasakan lucu
dan sedapnya kalau membacanya di tempat
terlarang. Di kamar tidur!
Nina menarik keluar sebuah sepatu dan dari
dalamnya dikeluarkannya sebuah bungkusan.
Dibukanya talinya hingga terbuka. Dibiarkannya
di lantai. Sambil menjuntaikan kepala ke bawah
diambilnya sebuah kana manis dari situ.
Rambutnya yang turun ke bawah menutupi
mukanya.
"Mau?" tanyanya tanpa menoleh.
"Mau!" sahut Ani tanpa peduli apa yang
ditawarkan. Pokoknya bukan racun dan bisa
ditelan. Nina melemparkan sebuah kana ke atas
perut temannya.
"Cuma satu?" tanya Nina menunjuk komik di
tangan Ani.
"Iya," sahut yang ditanya sambil melempar kana
ke dalam mulut. "Ada dua lagi. Besok. Tadi dibawa
sama Widya dan Mimi."

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Nina serta Ani asyik makan kana. Habis satu
ambil lagi. Biji-bijinya disembunyikan dengan rapi
dalam bungkusan koran, baru nanti dilempar ke
tong sampah. Sedaaap. lih. Lebih sedap daripada
kalau dimakan di bawah, di tempat yang
seharusnya.
Nina meraih catatan Ilmu Kesehatannya dari
bawah bantal dan mencoba membacanya.
"Brengsek Ibu Sarah!" gumamnya tanpa
kedengaran Ani. "Baru minggu lalu ulangan, masa
besok udah mau ulangan lagi? Mentang-mentang
udah dekat ujian akhir!"
Ani menghapus air mata sementara mulutnya
asyik mengunyah. Blo'on be'eng, pikir Nina. Mana
ada orang nangis sambil makan?!
"Kasihan si Pirang," gumam Ani tidak pada siapa-
siapa. "Pacarnya sudah kena pelet gadis kaya dan
enggak mau lagi sama dia! 'Dia bahkan ogah
ketawa lagi padaku, Mam,' isak si Pirang pada
ibunya. Padahal dulu dia begitu cinta...." Ani
menyeka matanya sekali lagi. Nina terbahak-
bahak.
"Eh, kalau kau selalu nangis tiap kali ada yang
patah hati, aduh... aduh... matamu pasti bakal
merah bengkak terus-terusan!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Ani berlagak pilon. Dia sendiri merasa malu pada
dirinya, tapi dia tidak kuasa mencegah keluarnya
air mata brengsek ini! Setiap kali dia membaca
kisah yang mengharukan atau nonton film yang...
"Eh, kedengarannya seperti suara tukang toge
kita," mendadak didengarnya Nina dari ranjang
sebelah.
Di bawah jendela kamar memang terdengar orang
berseru pelan, "Toge, toge...." Penjual toge
goreng biasanya tidak bersuara menjajakan
dagangannya, tapi bila lewat di bawah jendela
asrama Ursula dibuatnya kekecualian istimewa.
Langganannya banyak di situ. Jendela-jendela
panjang di tingkat dua itu selalu dipandangnya
penuh harap. Kalau-kalau terbuka.
Ketika Ani tidak juga menanggapi, Nina bangun
dari telungkup lalu duduk. Disambarnya seutas
tali panjang dari bawah kasur, kemudian
dijangkaunya sepatunya dari lantai. Diikatkannya
tali itu pada sepatu. Lalu dia berdiri dan berjalan
ke jendela.
"Mau apa?" tanya Ani tiba-tiba.
"Ada toge."
"Aku udah pesan asinan sama Ana."
"Benar? Kenapa enggak bilang-bilang?" Nina
melemparkan lagi sepatunya ke lantai, lalu

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


menghampiri temannya. Ani dengan sigap
berguling ke sisi lain, menghindari uluran tangan
Nina yang siap merampas komiknya. "Kunyuk!"
gerutu Nina kesal sebab kalah gesit. "Sabar,
mek, si Bill hampir balik sama pacarnya semula!"
Nina berbaring lagi. Suara tukang toge sudah
lenyap. Berganti dengan suara derit jendela
sebelah yang dibuka hati-hati. Rupanya ada yang
ngidam toge di kamar sebelah! Tapi kita bakal
makan asinan! pikirnya tersenyum. Diliriknya
arloji. Uh! Baru jam dua lewat. Paling cepat
setengah delapan Ana dan Lili baru akan pulang,
sebab "dokter gigi" itu banyak menjual baju dan
barang-barang yang menarik! Ini kan habis bulan!
Ingat wesel, Nina jadi ingat surat ibunya.
"An, orangtuaku mungkin bakal pindah ke
Jakarta."
"Ngapain? Palembang kan enak?!"
"Soalnya, Babe dioper kerja."
"Uh... uh...," keluh Ani menyusut air mata
penghabisan lalu melempar komik itu ke ranjang
temannya. Nina terbirit-birit menyambuti dan
langsung membuka halaman pertama. "Enak,
dong!"
"Apanya yang enak?" tanya Nina sudah kurang
acuh. "Tinggal di rumah orangtua!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Nina tidak menjawab. Dia asyik terpesona
melihat cara Bill memeluk pacarnya di stasiun
kereta api. Ani menghela napas. Konconya itu
sudah tak dapat diajak bicara lagi. Dia
mengangkat bantal, menutupi mukanya lalu tidur.
Lima menit kemudian dengkurnya yang halus
sudah memenuhi ruangan tidur seperti suara
angin yang menerpa ratusan daun-daun bambu di
tepi sungai.
***
Ana dan Lili pulang sebelum jam tujuh, jadi pintu
di jalan Lapangan Banteng belum dikunci, sebab
masih ada kursus bahasa Inggris. Mereka
berjalan santai dan tenang. Orang yang berlarian
akan menarik perhatian Mere penjaga pintu serta
anjingnya. Di sudut dekat tempat sepeda duduk
Marie, seorang wanita yang sudah tua dan sedikit
pikun. Matanya jelas rabun, tapi dia selalu harus
melihat dari sebelah atas kacamatanya. Aneh
sekali.
"Halo, Marie!" sapa Lili. "Sedang nungguin
nyamuk?"
"Ah, kamu!" bantah Marie dengan tidak berdaya.
"Selamat malam, Mere," sapa Ana yang tiba-tiba
melihat beliau.
"Selamat malam. Dari mana kalian?"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Dari dokter gigi, Mere," sahutnya mantap. Soal
berdusta, nanti gampang diurus waktu mengaku
dosa, pikirnya. Bapak pengakuan mereka sangat
penuh pengertian! "Wah! Kenapa? Berlubang?"
"Iya, Mere." Wajahnya polos dan tulus. Paling-
paling nanti dihukum lima Bapa Kami dan lima
Salam Maria!
"Jangan suka ngemut bonbon di tempat tidur!
Sering-sering berkumur dengan air garam. Itu
baik buat gusi."
"Iya, Mere," sahut keduanya berbareng, lalu
dengan sopan mengambil langkah lima ratus yang
dipercepat jadi langkah seribu begitu mereka
lenyap dari pandangan Mere. Dengan terengah-
engah keduanya tiba di halaman dalam yang
terletak di depan ruang gerak badan. Di situ
terdapat gua Santa Maria dari Lourdes. Suasana
pada sore dan malam hari amat lengang. Cuma
sedikit sekali kemungkinannya ada Mere yang
akan mengontrol ke situ, kecuali kalau ada anak
dinyatakan hilang! Jadi leluasa sekali duduk-
duduk di bangku batu depan gua, dan Nina serta
Ani sudah menunggu cukup lama.
Melihat siapa yang muncul, mereka segera
bangkit, menyerbu dan mengamankan kantong
plastik di tangan Ana. Tanpa membuka mulut,

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Nina segera membagi-bagikan asinan. Mereka
duduk berdekatan dan'makan tanpa bicara. Bila
dirasanya Ani tidak melihat, Nina lekas-lekas
menjulurkan jari-jarinya lalu menjepit sepotong
buah dari daun temannya. Suatu kali Ani melihat
"Eiiit!" serunya tidak berani keras-keras, sebab
terdengar bunyi piano dari kamar di dekat gua, di
mana Mere Margriet sedang memberi les.
"Serakah, nih ya?" Ani memukul tangan Nina lalu
secepat kilat menyambar tiga potong kedondong
dan mangga dari daun pisang Nina. "Ini ganti yang
kauambil tadi, kunyuk!" Karena tertangkap basah,
Nina tak bisa berbuat apa-apa.
Setelah daun-daun menjadi licin dan berkilat lagi,
mereka memandang berkeliling mencari tempat
pengamanan. Wajah keempatnya sudah merona
merah, terutama bibir-bibir mereka.
"Itu," seru Lili menunjuk tong sampah dekat
keran leding.
"Jangan. Kurang aman. Lebih baik tong sampah
SMP. Mereka akan mengira murid-murid yang
jajan, bukan anak-anak asrama!"
Semua setuju dengan usul Ana. Untuk mengurangi
rasa pedas sehingga tidak usah berhiha-hiha,
mereka minum air keran dengan telapak tangan.
Lalu tanpa menunjukkan muka bersalah

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


keempatnya memasuki ruang belajar dan duduk di
situ, pura-pura belajar sambil menunggu waktu
makan.
***
Di kamar tidur Ana dan Lili membongkar hasil
petualangan masing-masing sore itu. Mereka
membeli bahan pakaian untuk pesta minggu
depan.
"Aku enggak mau beli baju baru," kata Nina.
"Masih ada dua yang belum kupakai. Tapi tasmu
itu cakep juga. Jadi kepingin beli."
Mendadak terdengar suara langkah di depan
kamar. Mereka berpandangan sejenak. Lalu
secepat kilat lampu dipadamkan. Barang-barang
yang sedang dipamerkan langsung didorong ke
bawah ranjang. Ana tidak sempat lagi menukar
baju, jadi dia masuk saja ke bawah selimut dan
menutupi dirinya sampai ke leher. Ani segera
mengatur dengkurnya supaya kedengaran
meyakinkan. Mere tentu sudah apal betul siapa-
siapa yang mendengkur. Lili mengambil rosarionya
dari bawah bantal dan mencoba mencari
perlindungan di situ. Nina telungkup sekenanya,
membenamkan muka dalam bantal. Lumayan
sumpeknya. Napasnya terasa sesak. Apa boleh
buat, dia terpaksa bertahan, tak bisa bergerak.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Pintu terbuka tanpa derit. Rupanya tiap minggu
engsel-engsel itu diberi minyak, supaya Mere
dapat masuk tanpa ketahuan dan menangkap
basah anak-anak yang suka menyelundupkan kitab
catatan, terutama menjelang festival ujian.
Senter bekerja sebentar. Mendapati suasana
tenang, dan mendengar suara napas yang teratur,
Mere tersenyum senang lalu menutup pintu pelan-
pelan dan berlalu.
Ana segera duduk lagi di ranjang. Ditutupinya
lampu dengan kertas koran sebelum
menyalakannya kembali. Lalu diseretnya barang-
barangnya dari kolong. Pameran dibuka lagi.

Bab 2

PELAJARAN pertama pagi itu adalah Ilmu Alam.


Seperti biasa Pak Sutopo selalu datang tepat.
Sandra masuk setelah doa pagi selesai.
"Halo, Sandra," tegur Bapak Alam. "Selamat pagi,
Pak."
"Pagi. Lho, kamu habis berkelahi, ya?" tanyanya
dengan heran. "Enggak!"
"Lho, kok matamu keduanya hitam legam
begitu?!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Ini kan namanya eye-shadow, Pak," sahut Sandra
mendongkol. Dia tahu, dia sedang dijadikan bulan-
bulanan. Di seluruh kelas memang baru Sandra
yang ber-eye-shadow dan berkuku enam
milimeter.
"Ow, ow, jadi itu namanya bayangan, toh! Lha ya,
saya mana tahu...! Saya belum punya istri," kata
Pak Guru tersenyum, menambah panas hah
Sandra.
"Siapa yang mau sama orang cerewet begitu?" dia
mendumal pelan.
Pelajaran segera dimulai. Bapak Alam
menerangkan teori baru disertai contoh soal.
Sedang anak-anak menyalin, dia duduk di
singgasana menikmati sebatang rokok. Matanya
yang iseng segera menyambar kuku-kuku Sandra
yang merah menyala. Timbul lagi jailnya.
"Wah, saya berani taruhan, Sandra pasti enggak
bisa menyambal!"
"Tahunya?" tantang Ketua Kelas.
"Itu. Lihat saja kuku-kukunya. Mana mungkin
masuk ke dapur dengan kuku sepanjang itu!
Salah-salah bukan bawang yang teriris, tapi... haa!
Eh, mari saya kasih tahu: perempuan harus bisa
bikin sambal! Kalau enggak, suami takkan betah di
rumah!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Ah, masa bodoh!" seru Sandra yang memang
berani dengan semua guru. "Bapak cari istri atau
cari koki, sih?" "Ya dua-duanya, dong!"
Bapak turun dari takhta lalu menghapus papan
pertama. Dia menulis sebuah rumus baru dan
beberapa gambar keterangan di bawahnya.
"Pak, kalau saya bisa menyambal, nanti Bapak
kasih saya Alam delapan, ya?!" teriak Sandra
penasaran. Bapak memandangnya sejenak,
tercengang lalu ketawa. "Ooh, delapan itu
gampang. Yang penting, bukti dulu. Sambal dan
ayam goreng!"
"Huh, maunya!" gerutu Sandra pada teman
sebangku. "Lebih baik gue enggak dapat delapan,
deh!" Karena hari masih pagi dan Bapak Alam
memang penuh humor, maka pelajaran masuk otak
dengan lancar. "Eh, minggu depan abangmu ajak
kemari, ya," bisik Nadia pada Ita. "Kalau dia mau.
Soalnya dia enggak suka cewek-cewek!" "Ah,
masa?!"
"Uh, lu enggak tahu sih. Babe kan sering bilang,
'Miki, kalau kau terus-terusan anti cewek, nanti
kubawa kau ke dokter jiwa!'"
"Haa?! Betul babe lu bilang gitu? Hiii... nanti aku
akan bilang begitu kalau ketemu si Mikael!"
"Aduh, jangan! Kiamat gue nanti."

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Nina mendengarkan dengan asyik sambil
tersenyum dalam hati. Dia tidak kenal abang si
Ita dan juga tidak ingin tahu, tapi lucu juga
mendengar kisahnya. Anak-anak Kanisius biasanya
justru suka cewek. Begitu juga sebaliknya. Anak-
anak Ursula senang dengan warga Kanisius. Tentu
ada kekecualian, sebab ini bukan axioma Ilmu
Ukur Ruang. Di antara penyimpangan itu
terdaftar nama Nina.
"Eh, hweeshio (pendeta), cerita silat apa yang
terbit minggu lalu?" tanya Bapak Alam tiba-tiba.
Anak yang dipanggil dengan istimewa itu
mengangkat mukanya dari halaman kitab yang
sedang ditulisinya. Wajahnya tampak sedikit
kaget seakan ketahuan menyembunyikan barang
terlarang. Linda dengan rambutnya yang panjang
dan raut muka yang manis tentu saja tidak mirip
pendeta. Tapi karena dia agen tunggal cersil di
kelas, terpaksa diterimanya saja gelar
kehormatan itu. Celakanya kalau dalam cersil
pendeta-pendeta itu kebanyakan selalu dihormati
dan dikagumi, Linda malah sebaliknya. Selalu
diancam....
"Belum ada yang terbit, Pak," sahutnya ketawa.
Pak Guru melotot melihat senyum yang
mencurigakan itu. "Mau soal ujian atau tidak?"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


ancamnya. "Mau dong!" teriak Ketua Kelas diikuti
oleh seluruh kelas.
"Nah, kalau begitu, lebih baik serahkan buku silat
itu sekarang juga!" perintahnya. "Iiih, Bapak
ngancam, nih?! Kita kasih tahu Mere!" seru Ketua.
"Eh, apa Mere punya soal-soal ujian? Saya kan
bikin soal-soal buat ujian! Siapa tahu soal saya
keluar?! Kan untung kalian! Ayo, mana cerita silat
itu?"
Linda berpandangan dengan Ketua Kelas. Mungkin
Bapak enggak bohong. Seandainya dia betul-betul
membuat soal ujian, lalu soalnya keluar! Wow!
Biarpun cuma satu soal, kan lumayan?! Kedua anak
yang duduk di ujung kiri dan kanan kelas itu saling
melirik serta mengangkat alis. Akhirnya Ketua
Kelas angkat bahu, menyerah. Linda menoleh
sejenak pada Bapak Alam yang sedang
mengawasinya dengan senyum kemenangan
seperti Don Kisot di depan kincir angin yang
patah-patah.
Linda pelan-pelan membuka tas lalu mengeluarkan
sebuah buku tipis bersampul hijau dengan gambar
seorang pendekar bertangan satu ditemani
seekor rajawali. Dia bangun dari duduk dan
berjalan ke depan menyerahkan "upeti"-nya.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Nah, begitu!" seru Yang Mulia, sama girangnya
dengan pemadat mendapat heroin. Buku itu
langsung diamankannya ke dalam saku celana -
kalau kepergok Mere, gawat juga, dong!- lalu dia
mulai lagi membuat contoh soal di papan.
"Awas ya, kalau soal Bapak enggak ada yang
keluar nanti!" ancam Linda.
"Eh, itu kan wewenang panitia! Saya sih cuma
diminta membuat soal. Sukur-sukur keluar,
berarti saya bakal dapat honor."
"Wah, belum apa-apa udah mungkir!" tuduh Ketua
Kelas. "Pendeknya, kita enggak mau ngerti deh!"
"Biasa, cowok! Terang bulan terang di kali!"
Sandra rupanya masih sengit dan ingin membantu
memojokkan Bapak. "Buaya timbul disangka mati!
Jangan percaya mulut lela..."
"Sudah, sudah! Yang penting, asal kalian selalu
memperhatikan pelajaran saya baik-baik, pasti
kalian akan bisa membuat soal apa pun!"
"Uuuh, mau soal Bapak saja!" rengek Ketua
dengan manja.
"Nina!" seru Bapak tiba-tiba. "Di mana pikiranmu?
Kok melamun? Pacarmu sudah berapa lama
absen?" "Iiih!" desis Nina mendongkol campur
kaget sebab dia memang sedang "mimpi" di siang
belong. "Siapa yang melamun?"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Oke, kalau sedang enggak melamun, coba bikin
soal ini!"
Nina maju tanpa ragu. Dia memang termasuk
anak-anak yang encer otaknya. Alam, Kimia,
Aljabar, dan Stereo dilahapnya seperti nyamikan.
"Ita, kakakmu sebenarnya ada berapa sih?" tanya
Nadia. "Abang gue atu, kakak perempuan enggak
punya." "Apa si Miki itu pemalu?"
"Pemalu sih enggak. Barangkali dia kelewat sering
diperintah sama ibuku, jadi dia alergi sama
cewek." "Wah, bilangin dia dong, kita sih enggak
suka main perintah!" bisik Nadia ketawa. "Paling-
paling cuma maksa! Enggak diturutin, ngambek!
Hiii...."
"Eh, kalian sedang menertawakan apa?" tegur
Bapak Alam. "Sudah selesai dengan soal ini?"
"Beeereees!" seru keduanya spontan.
Mendengar itu Pak Guru melihat arlojinya.
Sayang tak ada waktu lagi untuk soal baru.
lerpaksa dia menunggu saja Nina menyelesaikan
soal di papan, lalu menerangkannya. Setelah itu
diberinya pe-er.
"Nah, untuk lain kali bikin soal-soal nomor tiga-
tiga-empat sampai dengan tiga-empat-empat!"
"Aduh! Kebanyakan, Pak!" teriak Ketua.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Kita kan mau bermalam Minggu, Pak!" seru
Sandra.
"Bisa ubanan nih, Pak, disuruh mikirin soal begini
banyak!" jerit Loli sambil membelalakkan mata-
gundunya kepada Bapak.
"Tega be'eng, Pak. Padahal udah dipinjamin
cersil!" gerutu Linda.
"Mau lulus atau enggak?" tantang Pak Guru lalu
berjalan ke pintu sebab bel sudah berbunyi.
***
Nina beserta konco-konconya sedang berdiri di
balkon memperhatikan orang-orang yang lalu-
lalang ke atau dari kantor pos. Anak-anak kelas
sebelah juga berdiri-diri di depan kelas mereka.
SMA memang terletak di loteng. Balkon mereka
kebetulan menghadap ke jalan, bukan ke halaman
dalam.
Seorang anak makan roti. Kertas pembungkusnya
diremuk lalu dilemparnya ke bawah. Nina
kebetulan melihat ke tanah. Seorang laki-laki
sedang berjalan ke kantor pos ketika kertas roti
itu melayang jatuh dan hinggap di kepala-nya.
Orang itu terkejut. Digoyangnya kepalanya lalu
dia menunduk untuk melihat benda apa yang telah
menimpanya. Nina melihat laki-laki itu
membungkuk, memungut kertas itu lalu

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


menengadah. Tapi anak yang makan roti tadi
sudah berdiri dekat pintu kelas sehingga tidak
kelihatan lagi dari bawah. Di balkon cuma ada
Nina dan Mimi. Laki-laki itu menoleh sejenak pada
Nina, tapi tidak memperlihatkan reaksi apa-apa.
Mimi ketawa melihat adegan itu. Nina ikut-ikutan
geli ketika dilihatnya orang itu setengah ngibrit
berjalan menjauh.
Ketika bel berbunyi, semua anak berlarian masuk
kelas. Dalam sekejap suasana di luar kembali
sunyi. Pelajaran jam itu adalah Bahasa Indonesia
yang monoton dan sangat membosankan. Kelas
sepi. Bukan karena anak-anak asyik menyimak,
tapi karena mereka semua mengantuk.
Kelesuan itu langsung terusir dengan munculnya
Mere Rosa dari balik pintu yang membuka ke
balkon. Rupanya beliau baru saja mengunjungi
kelas sebelah. Anak-anak serentak berdiri. Ibu
Bahasa menoleh dan ikut berdiri. Mere tidak
membalas senyum mereka. Mimi tiba-tiba
mendapat firasat jelek. Disepaknya kaki Nina di
depannya. Nina menggerakkan tangan tanda
mengerti. Dia juga mendapat firasat yang sama.
Mere menyilakan mereka duduk kembali. Su-
aranya dingin seperti es. "Anak-anak," katanya

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


tanpa membuang-buang waktu, "tadi ada seorang
laki-laki yang memberikan ini pada saya!"
Diperlihatkannya kertas putih di telapak
tangannya. Mimi menyepak Nina sekali lagi.
"Kalian tahu apa yang terjadi? Orang itu dilempar
kepalanya dengan kertas ini!" Mere berhenti
sebentar untuk melihat reaksi mereka. Adakah
seraut wajah yang tampak ketakutan atau kaget?
Matanya yang biru menatap tajam dari balik
kacanya. Bibirnya yang tipis kemerahan tampak
terkatup erat Mimi menunduk, pura-pura sibuk
membetulkan dasi bajunya.
"Saya sungguh-sungguh malu dan amat kecewa!"
sambung Mere ketika merasa tidak berhasil
menjebak si penjahat. Tapi saya yakin, anak yang
melakukannya masih punya rasa tanggung jawab
dan mau mengakui kesalahannya. Saya tunggu dia
di kantor. Selamat siang!"
Sampai esok hari tidak ada anak yang
menyerahkan diri dan Mere Rosa menjadi marah.
Semua kelas yang terletak di loteng sebelah
timur dihukum sampai ada anak yang mau
mengaku. Mereka tidak diliburkan tapi juga tidak
diberi pelajaran. Murid-murid harus duduk terus
dalam kelas, juga pada waktu istirahat

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Gimana nih, Nin?" tanya Mimi. "Apa kita kasih
tau saja siapa orangnya? Jangan-jangan anak itu
sendiri enggak merasa. Dia enggak menengok ke
bawah, jadi enggak tahu ada orang berjalan di
situ."
"Ya, aku rasa memang begitu," sahut Nina.
"Akan kita laporkan?"
"Enggak ada gunanya."
"Tapi kita yang jadi korban! Kan kesal sekali
disetrap kayak gini. Lebih baik kita berdua
melaporkannya."
"Anak itu pasti akan menyangkal, Mi. Sebab dia
enggak merasa bersalah." "Kan ada barang bukti."
"Kertas roti yang putih? Banyak anak lain
membawa roti dibungkus kertas begituan." "Tapi
kita kan jadi korban, Nin!" Mimi berkeras.
"Konyol be'eng begini. Orang lain yang berbuat,
kita kena getahnya!"
"Berunding soal apa, nih?" tanya Ani yang
mendadak nimbrung.
Mimi menatap Nina sejenak lalu menggeleng.
"Enggak apa-apa. Kita sedang ngomongin soal
pesta nanti."
"Huh! Lagi dongkol-dongkol begini, masih ingat
pesta!" dengus Ani.
"Aku mau ke WC, boleh enggak, ya?" tanya Nina.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Kalau enggak boleh, apa kelas ini mau dijadikan
WC?" Mimi melotot.
"Masih encer otak lu rupanya!" sindir Ani, masih
dongkol entah pada siapa.
Nina ketawa meringis mendengar argumen teman-
temannya. Dia bangkit dan berjalan ke pintu.
"Hei, mau ke mana lu?" tegur Ketua Kelas yang
merasa bertanggung jawab atas ketaatan anak
buahnya. "Enggak tahu ya ada jam siang? Kita
enggak boleh keluar kelas!"
"Aku mau ke belakang."
"Ah, gue juga," ada yang latah.
Nina terkejut. "Jangan! Nanti ketahuan. Baikan
sendiri-sendiri. Kamu tunggu deh aku balik,"
katanya membujuk. "Iya, lu jangan cari gara-gara,
Ita! Tunggu aja Nina balik. Sendiri-sendiri, deh,"
tukas Ketua, dan Nina dengan lega membuka
pintu kelas.
Gang sepi. Kamar Mere Rosa terletak di ujung.
Pintunya tertutup. Nina gemetar juga. Sejenak
dia ragu. Betulkah tindakannya? Apakah dia tidak
mencampuri urusan orang? Seandainya anak kelas
sebelah itu datang mengaku, apa kata Mere
tentang dirinya? Tidakkah dia akan dianggap
bohong? Atau lancang? Atau malah sok jadi
pahlawan? Nina memandang ke kiri dan ke kanan

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


dengan hati berdebar-debar. Keberaniannya
sudah hilang separuh. Mendadak dilihatnya pintu
kelas di seberang terbuka. Dengan gesit Nina
membungkuk, pura-pura membetulkan kancing
sepatunya.
"Hai, lagi ngapain?" tegur anak IIB itu.
"Betulin sepatu."
Anak itu berlari ke kamar guru. Sebentar
kemudian dia sudah kembali dengan segenggam
kapur. Nina sudah melangkah dengan tenang.
"Mau ke mana, Nin?" tanyanya. "Ke WC"
"Dikonsinyir, ya? Kesal banget!"
"He-eh." Nina mengangguk sambil memperlambat
langkahnya. Ketika tiba di depan pintu Mere
Direktris, dia menoleh ke belakang. Anak tadi
sudah menghilang ke dalam kelas. Nina
menjulurkan tangan, tapi cepat-cepat menariknya
kembali. Dia berdiri terpaku menatap gerendel
sementara pikirannya campur aduk. Andaikata di
dalam ada orang lain? Misalnya seorang guru yang
sedang bicara dengan Mere? Lalu seandainya
guru itu tidak diminta keluar oleh Mere, tapi
diperbolehkan ikut mendengarkan 'pengakuan'-
nya, gimana? Aduh, malunya kayak apa!!! Jangan-
jangan bisa tersebar di antara guru-guru bahwa

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Nina adalah anak yang kurang sopan serta
ceroboh! Huiii! Dia merasa panas-dingin.
Tapi andaikan guru ini dipersilakan keluar pun,
akibatnya sama saja. Guru tersebut pasti bisa
menebak untuk urusan apa dia menjumpai Mere.
Apalagi kalau setelah itu hukuman langsung
dicabut...!
Nina makin panas-dingin. Jantungnya serasa mau
mendobrak dada, meloncat keluar. Kakinya sudah
bergerak mau mengajaknya balik ke kelas, namun
dia segera teringat pada hukuman yang
menjemukan itu. Kaki dan lengannya seakan
lumpuh. Geraknya terhenti. Dia terpaku lagi di
tempat. "Ah," keluhnya dalam hati. "Harus!
Tapi..." Sebelum pikirannya sempat berdalih, Nina
melihat jari-jari yang gemetar terjulur ke pintu.
Seakan itu tangan orang lain saja. Dia tidak
menyadari gerakannya. Seakan dalam mimpi.
Tok... tok... tok....
"Ya, silakan masuk."
Dari mana suara itu? Aneh kedengarannya.
Seperti sim-sala-bim, pintu terbuka. Ajaib,
pikirnya. Padahal sebenarnya tangannya sendiri
yang membuka pintu.
Dia masuk. Mendadak timbul lagi gemetarnya. Dia
berdiri terpaku memandang Mere yang sedang

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


asyik menulis. Jantungnya serasa sudah naik ke
leher, berdenyut dengan gencarnya, terdengar
memekakkan telinga. Pasti Mere mendengarnya
juga, sebab saat itu beliau mengangkat kepala
dan menatapnya dari balik kacamata.
Pandangannya terasa aneh, mungkin juga karena
Mere kelihatan heran.
"Ada apa, Nina?" tanyanya tanpa senyum seperti
biasanya. Pasti masih mendongkol pada kami, pikir
Nina.
"Eh, uh...." Mendadak dia jadi gagap.
"Yaaa?" Mere meletakkan pena yang dipe-
gangnya. Dikatupkannya kedua tangannya di atas
meja. Nina serasa mau lari ditatap seperti itu.
Tangannya dikepalkannya untuk mencegah mereka
gemetaran seperti kipas angin. "Mere, ini
mengenai... mengenai... kertas roti itu... huk!" Dia
nyaris tersedak.
"Sooo?!" Mere mengangguk dengan serius. "Apa
engkau tahu anak yang melakukannya?"
Ya, Tuhan! Mere menyangka, saya ini seorang
pengkhianat! Nina memegang daun pintu erat-
erat sampai buku-buku tangannya memutih. Mere
tidak menyuruhnya duduk. Pengkhianat mana
perlu kursi! "Mere, anu... saya... saya... mau...
mengaku... bahwa... bahwa..."

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Mere menatapnya tanpa kedip. Hidungnya
terlihat lebih panjang dan tajam sekali ujungnya.
Bibirnya yang tipis-mungil itu hampir tak terlihat
lagi. Yang tampak jelas cuma sepasang mata yang
biru. Amat biru. Seperti lautan di pantai
Sumatera. Dan laut itu seakan bergelora, siap
mau menelannya setiap saat.
Nina menelan ludah. Dikumpulkannya seluruh
keberaniannya. Sebelum semangatnya cerai-berai
lagi, cepat-cepat dia membuka mulut, "Mere,
sayalah yang melakukannya! Huk!" Tenggoroknya
bagai tersumbat. Kalimat itu selesai dalam satu
tarikan napas. Nina menatap mata biru di
depannya. Tajam sekali. Seakan mau menembus
ke ulu hati.
Tapi, aneh. Mereka sekarang kelihatan lebih
ramah. Kelopak yang berbulu lentik itu berkedip-
kedip. Mere tidak lagi tampak keheranan.
"So" katanya dengan sedikit lunak. "Saya sangat
menghargai keberanianmu. Saya sungguh-sungguh
sangat menghargainya. Melakukan kesalahan
adalah biasa. Tapi berani mengakuinya adalah hal
yang luar biasa. Itu betul-betul membutuhkan
karunia serta rakhmat Tuhan."
Mere kini tersenyum. Nina ikut-ikutan
tersenyum. Dia tidak akan dimarahi?

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


'Tapi selain itu saya ingin tahu mengapa engkau
melakukannya? Setahu saya, engkau adalah anak
yang sopan." "Saya... saya... tidak sengaja, Mere.
Huk! Waktu... melempar... kertas itu saya...
tidak... menengok ke bawah. Huk!"
Mere mengangguk seraya tetap menatapnya
dengan tajam. Wajah Nina memerah. Dia
menunduk. Hatinya berdebar keras. Tahukah
Mere bahwa dia telah berdusta? Mere adalah
sarjana Ilmu Jiwa... dapatkah dia melihat
kebohongan di muka seseorang?
"Oke. Kembalilah ke kelasmu. Persoalan ini saya
akhiri sampai di sini. Lain kali berhati-hatilah."
"Ya, Mere. Terima kasih." Nina nyaris berbisik
saking leganya tidak ditanyai melit-melit dan juga
tidak dihukum. Seandainya dia sampai dihukum,
aduh! Seluruh sekolah pasti akan tahu! Dia tidak
memikirkan kemungkinan kena hukuman begitu
ketika dia mau sok jadi pahlawan! Malunya kalau
sampai dihukum! Un-tunglah...!
Dia mengucapkan selamat siang dan berbalik mau
membuka pintu.
"Nina."
"Ya, Mere," sahutnya spontan. Jantungnya yang
sudah tenang kembali berdebar kencang. Mere

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


baru teringat bahwa dia belum dihukum! Aduh!
"Selamat!"
Nina tertegun, memandang Mere dengan ter-
cengang, tidak tahu mesti bilang apa. Mere
menangkap keheranannya.
'Tentunya engkau ingin tahu, selamat untuk apa,
bukan?" Suara Mere menjadi lembut. "Untuk
karunia Tuhan, Nina. Yang sudah membuat engkau
jadi berani datang kemari!"
Nina semakin bingung sampai dia lupa
mengucapkan terima kasih. Dia lupa apa yang
seharusnya dilakukannya. Dia lupa menutup pintu.
Dia bahkan lupa bagaimana caranya dia bisa balik
ke kelas dengan selamat.
Ketika dia membuka pintu, suasana pasar ayam
menerpa telinganya. Semua kepala menoleh.
"Lama be'eng, sih! Sampai rasanya enggak
tertahan lagi!" jerit seorang anak yang tergopoh-
gopoh berlari ke luar.
Grrr. Yang lain ketawa geli. Bunyinya begitu
dahsyat sehingga Nina lekas-lekas menutup pintu.
"Gue kirain lu udah sekalian ngabur pulang!" tuduh
Ita. "Si Linda ketakutan jangan-jangan lu
kesambet setan jamban! Lihat, tuh! Dia sudah
pakai sepatu, siap mau ke sana menolongmu!"
tukas Ketua Kelas menunjuk kaki Linda yang

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


memang bersepatu. Ini adalah hal yang luar biasa
kalau tidak mau disebut aneh. Sebab di dalam
kelas mereka ogah pakai sepatu. Panas, sempit,
sesak, tidak bebas, mengganggu... adalah sedikit
dari seratus satu alasan untuk bertelanjang kaki.
"Uh! Kau kebanyakan baca cersil!" tuduh Nina
sambil melangkah ke bangkunya. Grrr.
"Kurang terima kasih!" agen cersil mendumel.
"Orang mau nolongin, malah balas diejek! Coba,
seandainya lu beneran kesambet, gimana ayo?
Siapa yang tahu? Seandainya dibawa kolong-
wewe, bisa-bisa lu jadi gagu seumur hidup!
Rasain!"
"Ah, Lin, di dunia mana ada setan!" bantah Nina
gagah.
"Uh, lu belum pernah nginap di tempat eyang gue,
sih!"
"Eh, tahu enggak vila Pikaso di Puncak? Ada
penunggunya, lho!" kata Loli dengan tampang
serius. "Kakakku pernah kepergok Malam-malam
ceritanya dia mau ke WC. Sendirian. Enggak jauh
dari WC ada pintu kaca yang tembus ke halaman
belakang. Eh, dia melihat seorang perempuan
berambut panjang. Semula disangkanya
pembantu. Pas mau dipanggil, wanita itu
membelok. Aduh! Kakakku katanya sampai

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


menggigil saat itu juga! Bayangin! Tubuh
perempuan itu ternyata gepeng seperti papan!
Tipisnya seperti kertas! Tapi dari depan enggak
kelihatan begitu. Cuma dari samping baru
ketahuan.
"Setelah ngomong-ngomong sama pembantu vila,
baru kakakku tahu, di situ ada penghuninya.
Tentu saja dia enggak mau ke sana lagi!"
"Tetangga nenekku sama juga. Mereka punya
buto ca..." Yang lain jadi latah mau ikut-ikutan
cerita hantu. Tapi kalimat yang menjanjikan
sesuatu yang bisa bikin jantung loncat-loncatan
itu jadi terputus ketika pintu terkuak dan... Yang
Mulia Bapak Ilmu Hayat melangkah masuk.
Anak-anak ketawa geiak melihat siapa yang
masuk. "Iiidiiih, Bapak apa-apaan?!" seru Ketua
Kelas terbahak geli. "Orang enggak ada
pelajaran, kok! Kita kan sedang libur besar, Pak,
masa enggak tahu?"
"Siapa bilang? Hari ini kita akan melihat slide
tumbuh-tumbuhan. Harap mikroskop-mikroskop
dikeluarkan!"
"Iiih, pokoknya, enggak ada pelajaran!" Ketua
berkeras tak mau bergeser dari bangku.
Bapak Hayat menghampiri bangku Ketua.
Tangannya terulur. "Mana kunci?"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Pak!" seru Ketua kesal. "Heran banget sih, Bapak
enggak mau percaya kami? Kita sedang dihukum,
Pak. Enggak ada pelajaran. Kita kan sedang asyik
belajar Ilmu Hitam!" Ketua memandang Bapak lalu
melirik teman-temannya dengan seringai orang
setengah. "Siapa sih yang nggak mau pintar? Kita
kan juga mau belajar, tapi sekarang kita lagi
disetrap!"
"Mere tadi meminta saya mengajar," Bapak
ngotot sambil terus menadahkan tangan,
menuntut kunci lemari.
"Bohong, ah!" Ketua tak mau menyerah. "Coba
kita tanya Mere dulu!" Pada saat itu pintu
terbuka dan Mere masuk. Kelas menjadi sunyi
seketika. Semua mata menatap Mere dengan
waswas. Mere mengibaskan lengan bajunya
dengan santai. Dengan wibawa seorang pemimpin
disapunya seluruh kelas dengan matanya yang
biru, lalu berdehem. Anak-anak mengerut dalam
hati.
"Nah," ujar Mere tersenyum, mula-mula pada
Bapak Hayat, lalu pada seisi kelas, "saya rasa Pak
Sudiro sudah memberitahu, hukuman kalian telah
berakhir!"
Kelas gaduh sedetik, penuh bisik-bisik, tapi
menjadi tenang lagi ketika Mere mengibaskan

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


tangan "Pelajaran-pelajaran dapat diteruskan
kembali seperti biasa,"
Nina merasa dak-dik-duk. Dia takut sekali
jangan-jangan Mere akan membuka rahasia...
seorang di antaramu telah mengaku...!
Tapi Mere berlalu tanpa memberi penjelasan apa-
apa. Anak-anak main tebak sendiri. "Kalau begitu,
anak kelas sebelah sudah ngaku!" cetus Mimi.
"Barangkali memang ketahuan, jadi bukannya
ngaku sendiri," kata Loli. "Menurutmu gimana,
Nin? Ngaku apa ketahuan?" tanya teman
sebangku Nina. 'Tahu, deh. Barangkali anak itu
memang ngaku sendiri."
Bapak Hayat jadi ingin tahu persoalan apa yang
menyebabkan sekian banyak kelas disetrap
setengah harian. Mimi menceritakan kisah
selembar kertas roti yang melayang jatuh
menimpa kepala seseorang. Lantas, warga
terhormat itu datang pada Mere menuntut
keadilan. Akibatnya, kita semua dihukum, sampai
anak tersebut mau mengaku. Dan itu rupanya
sudah dilakukannya.
"Kau tahu anaknya?"
Mimi mengangkat bahu. "Yang pasti, bukan anak
kelas kami, Pak," katanya mengelak.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Bab 3

PELAJARAN agama hari itu bertemakan


Panggilan Seorang Wanita. Seperti biasa anak-
anak cuma mendengarkan dengan sebelah kuping,
tapi rupanya hal itu tidak disadari oleh Mere
Rosa. Beliau terus bicara dengan tenang namun
bersemangat, seakan didengarkan penuh minat
oleh empat puluh pasang telinga, bukan hanya
oleh Nina seorang.
"Setiap wanita mempunyai tiga pilihan dalam
hidupnya," kata Mere dengan kedua tangan
terlipat. "Pertama, dia dapat membujang. Ini
memang belum begitu disukai oleh masyarakat
kita, meski ada juga wanita-wanita demikian. Di
negara saya dan beberapa negara Eropa lain, hal
semacam itu sudah sangat lazim. Para wanita
memimpin asrama putri atau menjadi perawat
atau pekerja sosial atau bahkan bekerja di
kantor dan mereka tidak menikah. Mereka punya
penghasilan yang cukup, kehidupan yang
menyenangkan, dan sama sekali tidak tergantung
pada orang lain, baik orangtua maupun suami.
Mereka sangat mandiri. Mungkin kalian sulit
membayangkan seorang wanita yang hidup
sendirian serta melakukan segala-galanya sendiri.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Tapi, yah!" Mere mengembangkan lengannya
seakan menyerah. "Itu memang terjadi di Barat
Tante saya misalnya, sejak umur dua puluh sudah
pergi dari rumah untuk tinggal sendirian di kota
besar. Penghasilannya tinggi. Sebenarnya dia
cantik. Banyak pemuda yang naksir, tapi dia
sendiri enggan menikah. 'Lebih enak sendirian,'
katanya. 'Tanpa beban serta tanggung jawab
rumah tangga yang terkadang bisa membuat
orang jadi stres sebab terlalu berat,'"
"Hm, memang agak egoistis. Tapi itu hak seorang
individu."
Sandra melempar temannya dengan karet
penghapus, sayang tidak kena. Karet brengsek itu
malah menggelinding ke depan kelas. Mere
menoleh dan dengan tenang membungkuk untuk
memungutnya. Merah muka Sandra. "Terima
kasih, Mere," gumamnya menerima kembali benda
kurang ajar itu.
"Pilihan kedua," kata Mere melanjutkan, "adalah
pilihan yang paling banyak diambil oleh kaum kita.
Pilihan ini tidak kalah martabat maupun
kesuciannya dibanding pilihan mana pun. Yaitu
menikah dan menjadi seorang ibu. Wanita, sejak
dia masih di dalam kandungan, sudah dipersiapkan
untuk tugas mulia ini. Kalian tahu dari Ilmu

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Hayat, bahwa organ-organ seorang wanita
berbeda dengan seorang lelaki."
"Kita telah diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk
melaksanakan sebuah tugas yang tiada
bandingannya di dunia: menjadi ibu. Seorang
wanita sejati yang memandang bayinya untuk
pertama kali pasti akan mengerti bahwa seorang
bayi adalah mukjizat yang terbesar dalam
hidupnya. Bahwa dia telah terpilih dari antara
wanita-wanita lain untuk menjadi ibu anak tadi."
"Tuhan bersabda pada janin itu, Inilah ibu yang
Kupilih bagimu. Dan janin itu dengan rela serta
pasrah menerima sang wanita sebagai ibunya.
Memang untung, masih banyak wanita yang
dengan gembira serta bangga menyambut
kedatangan tamu agung itu di dalam rahimnya.
Mereka sadar, janinnya diciptakan Tuhan tepat
sama seperti dirinya dulu diciptakan, dengan hak
dan kewajiban serupa, diberkati cinta dan kurnia
Tuhan juga. Tapi apa yang sering terjadi?"
Anak-anak resah. Monolog seperti itu
membosankan, apalagi sebab Pater Thomas juga
sudah mengulasnya minggu lalu. Mereka
sebenarnya mengharapkan Mere akan
menyambung pembicaraan dua minggu berselang
tentang pembuahan pada segala macam makhluk

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


hidup, dari tanaman sampai manusia. Semua
kecewa ketika Mere tidak menyinggung-
nyinggung topik itu. Mungkin dia lupa atau
mengira tema itu sudah selesai dibahas. Mungkin
juga disangkanya itu bahan untuk kelas lain. Mere
Rosa mengajar Agama dan Budi Pekerti pada
semua kelas terakhir SMA.
"Sang calon ibu tidak menerima si Kecil dalam
tubuhnya! Mereka bersedia melakukan apa saja
asal janin itu dilenyapkan! Seribu satu alasan
yang menjadi keberatannya. Anak ini akan
menyukarkan hidup saya. Tubuh saya akan jadi
gendut, kulit saya akan penuh bintik-bintik
coklat, kaki saya akan bengkak, wah, pendeknya,
saya akan jadi jelek! Saya tidak boleh bepergian
jauh-jauh, tidak boleh menunggang kuda, tidak
boleh segala-galanya. Dunia akan jadi neraka.
Suami akan berpaling dan mencari wanita lain
yang langsing. Wah, sangat celaka!' Lalu..."
Mere mengibaskan lengan bajunya dan minta
supaya Ita menghentikan ketukan mistarnya di
atas bangku, "...mereka membunuh anak itu!
Mereka membunuh Yesus, sebab Yesus bilang,
Apa yang kaulakukan pada sesamamu, kaulakukan
padaKu!'"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Nina menelan air matanya diam-diam, tapi teman
sebangkunya sudah memperhatikannya sejak tadi.
Ditendangnya tulang kering Nina. Aw! Pekik
kesakitan itu terlontar tanpa suara, takut
kedengaran Mere. Tapi rasa nyeri berhasil
menolong Nina untuk menghentikan segera
produksi air matanya yang berlebihan.
"Sebenarnya wanita begitu tidak pantas
menyebut dirinya seorang wanita. Dia
sesungguhnya tidak lagi memiliki martabat
manusiawi. Bahkan tidak juga martabat hewani.
Sebab seekor hewan sekalipun, takkan membunuh
anaknya sendiri. Syukur memang, wanita-wanita
seperti itu jumlahnya belum sebanyak wanita-
wanita sejati.
"Nah, sekarang mengenai pilihan ketiga. Hidup
membiara. Selain dalam agama Katolik, cara hidup
ini juga dikenal dalam agama lain. Misalnya agama
Budha.
"Pada abad pertengahan, biara Katolik terkadang
merupakan tempat untuk menyendiri atau
menghukum seseorang. Istri-istri yang tidak
setia dipaksa oleh suami mereka untuk menjadi
non (biarawati). Ada juga putri-putri bangsawan
yang sejak lahir sudah dicalonkan untuk menghuni
biara oleh orangtuanya. Tentu saja banyak pula

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


yang masuk dengan kemauan sendiri. Mereka
menolak menikah, walaupun calonnya sudah ada,
seorang pangeran yang kaya dan tampan."
"Para janda yang anak-anaknya sudah dewasa,
sering kali juga ingin menghabiskan sisa hidupnya
untuk Tuhan, dalam biara."
"Nah, marilah kita lihat apa saja yang dapat
dilakukan oleh seorang biarawati, Banyak yang
berprasangka - terutama para orangtua- bahwa
masuk biara itu sama saja dengan dikubur hidup-
hidup! Para biarawati takkan mungkin bisa
bahagia. Itu sama sekali tidak benar!"
"Banyak orang juga menyangka, biarawan atau
biarawati adalah orang-orang yang pernah patah
hati! Pacarnya meninggal atau kecantol yang lain.
Itu juga salah!"
"Masyarakat atau awam, rupanya tidak tahu
bahwa biara mempunyai ketentuan-ketentuan
yang cukup keras dalam penerimaan anggota baru.
Hanya mereka yang benar-benar sehat jasmani
dan rohani yang dapat diterima. Orang-orang
yang sebenarnya mampu menjadi ibu atau ayah
secara normal. Bisa kita bayangkan apa jadinya
kalau seseorang dengan kelainan mental harus
hidup bersama puluhan manusia lain dalam tempat
tertutup. Neurotisnya pasti akan mengganggu

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


hidup rohani yang lain. Dia tidak akan tahan
kritik, tidak bisa menjadi sabar, tidak toleran
terhadap kelalaian orang lain."
"Nah, tugas-tugas apa saja yang dapat dilakukan
oleh seorang suster? Kita kenal banyak ordo. Ada
yang bergerak di bidang pendidikan, sebagai guru.
Ini niemang sangat sesuai dengan harkat wanita
sebagai pendidik, baik untuk anak-anaknya sendiri
atau murid-murid.
"Ada juga yang bekerja dalam kalangan medis,
sebagai perawat atau dokter. Misalnya dalam
leproseri (rumah sakit atau tempat penampungan
penderita kusta) di Afrika Tengah, India atau
negara berkembang lainnya.
"Apakah hanya dua itu kemungkinan kami? Tidak
sama sekali. Di Amerika Serikat sudah banyak
suster yang bekerja di kantor. Mereka membawa
mobil sendiri, mengenakan gaun biasa dan
bertingkah laku mirip wanita-wanita di
sekitarnya. Kalian pasti akan bertanya, 'Lalu apa
tugas mereka sebagai non?' Tentu saja banyak.
Tugas utama adalah, mereka harus merasul dan
memberi teladan hidup yang baik."
"Gue laparrr!" bisik Ita. "Brengsek 'ni lonceng!
Kenapa sih belum juga setengah satu?"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Gue ngantuk! Bisa-bisa pulang terus makan lalu
tidur!"
"Lantas... Stereo buat besok? Udah bikin?"
"Masa bodoh! Nanti gue nyontek aja dari abang
gue. Dia kan baru tahun lalu keluar SMA? Buku-
bukunya masih rapi."
"Ssst!" bisik Nina tanpa menoleh. Ita menusuk
tengkuknya dengan ujung segitiga. Nina kaget
dan kegelian, tapi tidak berani bergerak.
Mere masih meneruskan kata-katanya, lalu
melihat arloji-sakunya. Dikatupkannya kedua
tangannya sehingga menimbulkan bunyi yang
cukup mengejutkan anak-anak yang sedang
merem melek dibuai angin dari jendela.
"Nah, waktu sudah hampir habis. Saya sungguh-
sungguh berharap, kalian akan memikirkan dengan
serius apa yang barusan saya katakan. Sebentar
lagi kalian akan keluar dari sini. Mungkin sebagian
akan melanjutkan pelajaran. Sebagian lagi mau
langsung terjun ke masyarakat. Tapi bagi masing-
masing dari kalian selalu tersedia tiga buah
pilihan: membujang, menikah, atau membiara.
Pilihlah yang terbaik bagimu. Berdoalah banyak-
banyak supaya Tuhan menerangi pikiranmu dan
engkau tidak memilih yang salah!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Bab 4

LILI melirik arlojinya untuk kesepuluh kalinya.


"Buset! Justru pada sore ini semua jam di
Jakarta rupanya menjadi karet!" dia mendumal.
"Justru saat kita kepingin lekas-lekas jam tujuh
supaya film bisa dimulai!" "Kenapa jadi sewot,
Nek?" Ani ketawa. "Gimana Nenek enggak
sengit," ujar Ana. "Dia udah ngebet mau ketemu
Kakek!" "Tutup moncongmu!" seru Lili.
"Lil, kenapa sih milih si Jimmy? Gue rasa Luki
lebih lumayan," tukas Ani. "Di mana Nina?" tanya
Lili berlagak pilon.
"Di mana lagi?" seru July sambil memuk tuts
piano dan memeriahkan suasana denga We Will
Make Love. Lagu ini sedang populer. Setiap orang
menyanyikannya, tidak terkecuali penghuni-
penghuni biara. Maksudnya anak-anak asrama.
Begitu piano berdenting, semua anak jadi latah
mau ikut menyanyi atau bertepuk tanga Tapi Nina
tidak mendengar apa-apa. Seperti biasa sore itu
dia menantikan lonceng Angelus (malaikat Tuhan)
-jam enam- di dalam kapel.
Begitu teraturnya dia masuk kapel, sehingga
sebuah tempat tertentu seakan tersedia baginya
di baris pertama, sudut sebelah kiri. Tak pernah

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


ada yang duduk di situ kecuali dia. Bahkan bila
kapel sedang penuh, misalnya pada bulan-bulan
rosario, Mei dan Oktober, di mana murid-murid
berbondong-bondong ke sana, tempat di sudut itu
tetap menjadi milik Nina. Walaupun dia tidak
hadir, tempat itu dibiarkan kosong seakan
menunggu pemiliknya.
Beberapa temannya pernah bertanya, "Kenapa sih
kau senang betul ke kapel?"
"Karena aku suka!" sahutnya polos.
"Suka? Kenapa suka?"
"Tahu, deh." Nina mengangkat bahu. "Barangkali
sebab aku selalu merasa tenteram di situ.
Suasananya sepi dan tenang. Tak ada suara-suara
yang mengganggu. Tak ada panas yang menyengat.
Dan dari jendela kelihatan kebun yang indah.
Mungkin karena itu semua aku di senang duduk di
kapel."
"Jadi engkau bukan berdoa?"
"Enggak selalu. Terkadang aku cuma duduk saja
tanpa memikirkan apa-apa." "Kalau gitu kenapa
enggak duduk-duduk di taman saja?" Nina
mengangkat bahu, tak bisa menjawab.
Temannya menatapnya, lalu menghela napas.
"Mungkin kau harus menjadi Mere, Nin!" "O ya?
Bukan main senangnya aku kalau bisa!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Lonceng Angelus berdentang halus dan nyaring
Nina membuat tanda salib lalu berdoa.
Kali ini dia tidak diberi kesempatan berdoa lama-
lama. Sentuhan di bahu menyebabkannya
tergesa-gesa membuat tanda salib lagi, lalu
menoleh. "Ada apa?" bisiknya.
"Ayo, dong!" bisik Ani kembali. "Nanti kita
ketinggalan!"
Nina tersenyum lalu bangkit dari berlutut. Sama
sekali tidak diperlihatkannya rasa kecewa karena
doanya diputus seenak temannya. Dia malah
berpikir, aduh kasihannya anak-anak asrama!
Begitu gairahnya mereka mau melihat sebuah film
tua tanpa teks hanya karena dimeriahkan dengan
kehadiran murid-murid serta anak-anak asrama
Sese (C.C. = Canisius College = Kanisius)!
Nina dan Ani berjalan ke kamar makan. Tentu
saja mereka harus makan dulu. Makanan
disediakan lebih sore dari biasa, namun
kebanyakan anak sudah tak punya selera.
Malam itu akan diputar film untuk amal. Seluruh
hasil pendapatan akan disumbangkan pa-da para
korban banjir di Jawa Tengah.
Bersama empat anak dari kelas lain, Nina
bertugas memeriksa karcis di pintu masuk. Para
tamu kebanyakan terdiri dari orangtua murid.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Ada yang membawa anak-anak mereka, tapi
umumnya anak-anak lebih suka pergi dengan
teman-teman sebaya.
"Yang bener aja, dong!" kata seorang noni. "Masa
sih segede ini aku masih harus di tuntun
orangtua? Kalau si Rita sih memang anak Papi!"
Anak yang bernama Rita itu kelihatan
menggandeng lengan ayahnya dengan mesra,
sementara ibunya memeluk lengan Ayah yang lain.
Nina menahan senyumnya mendengar komentar-
komentar lebih lanjut mengenai adegan itu.
"Buset! Si Rita apa-apaan?" desis Liana dengan
alis terangkat "Kayak yang enggak punya teman
aja!" Tuti mendumal sengit.
"Lihat! Nengok pun dia ogah! Kita ini dianggapnya
lalat 'kali, yang enggak perlu di-dekatin!" Loli
ngoceh kesal.
"Mentang-mentang babenya keren!" Sandra
menambah dengan mulut celangap saking
terpesona. Ayah si Rita memang boleh
ditampilkan. Potongan dan jahitan sama-sama pas.
Rambutnya berombak, rahangnya persegi,
senyumnya menawan, bahkan kacamatanya
menambah angka bukannya mengurangi. Dan itu
semua masih ditambah lagi dengan tubuh yang
atletis.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Sekeren-kerennya babe kan cuma babe!" tukas
Ani yang sudah kecanduan komik love-story.
"Enggak bakalan bisa diajak pacaran. Masa sih
mau dempet terus sampai tua?"
Grrr. Mereka terbahak.
"Memangnya kenapa?" Nina akhirnya buka mulut
seakan kasihan mendengar Rita dikritik macam-
macam tanpa bisa membela diri. "Itu kan bagus,
contoh keluarga yang harmonis!"
Beberapa anak melotot pada Nina, menunjukkan
tidak setuju dengan komentarnya yang kuno itu.
Namun mereka tidak sempat lagi berdebat,
sebab sudah makin banyak tamu yang datang,
Bukan main herannya anak-anak SMA itu ketika
melihat hampir semua murid SMP datang
bersama Mami dan Papi!
"Huh! Masih ingusan!"
"Gue jadi ngeri mau kenalan!" sindir seorang
cowok yang sedang berdiri di gang bersama
konco-konconya.
"Jangan-jangan makannya masih disuapin dan
minum susu botol!" tambah yang lain. Grrr.
Mereka terbahak ramai-ramai. Nina melirik tanpa
menggerakkan kepala. Yang bicara terakhir itu
lebih tinggi dari teman-temannya. Mukanya putih
dan bersih, tanpa dihiasi jerawat sebutir pun.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Nina cuma melihat profil sebelah kiri. Hidung dan
rahang yang kuat Telinga yang besar. Bibir...
Nina lekas-lekas mengalihkan perhatiannya sebab
ada tamu menyorongkan karcis. "Silakan naik ke
atas, Pak. Tempatnya di aula," katanya
mengangguk dengan senyum manis.
"Oke. Tersedia minuman, tidak?"
"Akan kami hidangkan, Pak."
"Baiklah, terima kasih."
Nina menepiskan buntut kudanya yang sudah
meluncur ke depan. Loli datang menghampiri.
"Sudah hampir jam tujuh. Kita ke atas, yuk?"
"Sebentar lagi. Masih ada yang datang." Loli
kembali ke tempatnya di ujung gang.
"Wah, bukan main cewek-cewek di sini!" cetus
salah seorang dari kelompok cowok yang masih
berdiri dekat Nina, tapi bukan si Jangkung.
"Ini belum seberapa, mek," sambung temannya,
juga bukan si Jangkung. "Kalau mereka sudah
mengadakan pesta dansa... wow!"
"Kenapa kau enggak pernah ngajak-ngajak?
Pengkhianat!"
"Mana aku tahu kau suka pesta! Biasanya kau alim
seperti kucing!"
Nina melirik dan melihat kedua anak yang tadi
belum sempat di-survai-nya. Seorang di antara

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


mereka berwajah Indo dengan rambut merah
kecoklatan. Dialah yang paling tampan. Yang
lainnya bertubuh gemuk dengan mata jenaka,
namun pembawaannya simpatik juga.
"Bukan cuma anak Ursula, anak-anak Theresia
juga cakep-cakep, mek. Kapan-kapan deh gue
kenalin!"
"Heran, lu enggak bisa lihat cewek cakep dikit!
'Tu bola mata kontan deh berputar!" ujar si
Jangkung ketawa. "Kalau kau mau ngumpulin yang
cakep-cakep melulu, enggak bakal ada ha-bisnya.
Yang satu pasti lebih cakep dari yang lain. Yang
kedua lebih dari yang kesatu, begitu seterusnya!"
"Lantas, kaupilih yang mana?"
"Enggak yang mana-mana!"
"Lu ngomong kayak orang yang banyak pengalaman
aja! Padahal sih, hm. Malah aku dengar lu mau
diseret ke psikiater, benar enggak?"
Sebelum Nina sempat mendengar si Jangkung
menjawab, Loli keburu lewat. Cowok Indo itu
kebetulan menoleh ke belakang dan melihatnya.
Lengannya langsung terulur menjangkau gadis itu.
"Hei, Loli-pop! Aduh, saya enggak melihatmu!
Tentunya sejak tadi di sini, ya?" tanyanya melirik
pita panitia di dada. "Kok enggak mau negur
duluan?"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Saya juga enggak melihatmu. Abis sibuk banget,
sih," tukas Loli tertawa riang. Loli yang cantik
seperti pop (boneka) itu segera diseret untuk di-
perkenalkan pada kedua temannya.
"Kenalin, ini teman gue, Loli-pop."
"Enggak pakai pop!" dengus Loli pura-pura
merengut.
"Enggak pakai pop jugajadi! Nah, ini Miki. Dan ini
Luki."
Loli tiba-tiba menoleh pada Nina. Didapatinya
temannya sedang memandangi mereka. Ketika
mata keduanya beradu, pipi Nina jadi merona
merah seakan malu ketahuan Loli dia tengah
menonton. Cepat dialihkannya matanya.
"Bert, kenalin juga dong, itu teman saya, Nina,"
kata Loli menunjuk Nina yang makin tersipu.
Mereka semua menghampiri Nina dan berkenalan.
Jam tujuh lewat dua menit film dimulai. Tamu-
tamu sudah naik semua ke aula. Loli dan Mina
tinggal di bawah mengurus minuman. Ketika
mereka akhirnya naik ke atas, ruangan sudah
gelap. Kursi-kursi sudah penuh. Sambil berdiri
dekat pintu keduanya ikut menonton. Filmnya
sudah tua, tidak berwarna dan tanpa teks. Nina
tidak tahu apa yang dapat dinikmati dari film
seperti itu. Herannya, tak ada seorang pun

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


penonton yang protes. Bahwa teman-temannya
tidak protes, itu tidak aneh. Mereka memang
datang bukan untuk nonton!
Ketika film putus, lampu dinyalakan. Loli diundang
duduk bersama Albert dan konconya. Karena
bangku itu cukup panjang, dia tidak menolak. Tapi
bagi Nina tak ada tempat. Miki, si Jangkung,
menawarkan jasa baiknya, "Silakan duduk, biar
saya berdiri." Nina melihat tawaran itu disertai
senyum sinis yang tidak enak dilihat seakan dia
dianggap 'dasar cewek', enggak tahan berdiri!
"Ah, enggak usahlah, trims," dia menolak dengan
manis. Miki mengangkat bahu tanpa acuh. Benar
kan, pikir Nina, dia cuma berlagak baik hati.
"Hei, Nin, mari duduk di sini!" Bukan main leganya
hati Nina mendengar seruan Arri. Lekas-lekas dia
beranjak dari pinggir pintu.
Lima menit sebelum istirahat semua gadis yang
bertugas turun ke bawah untuk membuka botol-
botol limun. Para tamu mendapat minuman gratis,
tapi sebenarnya sih sudah diperhitungkan dengan
harga karcis. "Ei, abangmu datang enggak?" tanya
Nadia pada Ita.
"Datang. Tadi gue liat dia bersama konco-
konconya. Tunggu, deh. Nanti aku seret dia
kemari." "Percuma, kalau dia anti cewek sih!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Ah, itu kan relatif," Lili nimbrung. "Belum aja
ditemukannya cewek yang bisa nyetrum ke ulu-
hatinya!" "Sejak kecantol 'Oom' Jimmy, kau jadi
pintar ngomong!" sindir Loli nyengir-nyengir kuda.
"Mendingan sama oom daripada sama opa! 'Opa'
Albert! Hii..." balas Lili panas.
"Si Albert sama aku enggak ada apa-apa, kok!"
Tapi penjelasan Loli tidak kedengaran, ditelan
suara cekikikan teman-temannya.
"Kenapa sih lu getol banget mau kenalan sama
abang si Ita? Memangnya seganteng apa sih
orangnya?" bisik Ana.
Nadia celingukan dulu. Ketika dilihatnya Ita saat
itu berdiri cukup jauh, baru dibukanya mulutnya.
"Soalnya, lantaran aku ngebet nih pingin dilukis
olehnya! Kabarnya, dia jagoan melukis." "Ooh, jadi
cuma karena itu? Gue kira, lu naksir!"
"Uh, mana mungkin! Ngeliat juga belum pernah.
Ssst, awas jangan sampai kedengaran Ita, lho.
Nanti tersinggung."
Istirahat seperempat jam diperpanjang jadi
setengah jam, sebab ada kesulitan teknis. Ita
jadi punya waktu untuk menciduk abangnya lalu
dibawa ke tengah-tengah "harem".
Nina mengangkat muka dari botol-botol kosong
yang tengah disusunnya di atas rak. Hm, kiranya

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


si Jangkung! pikirnya. Eeei, memang nama
abangnya Miki, bukan? Cocok. Kenapa enggak
terpikir olehnya sejak tadi?
Tamu istimewa itu diedarkan. Nina berlagak
sibuk. Tapi Ita menarik tangannya. Huh, seakan
abangmu itu raja, pikir Nina, masih sengit
teringat sikap si Jangkung yang sinis barusan.
"Mik, ini Nina, calon Mere kita!" Ita
memperkenalkan. "Enggak boleh diganggu, lho!"
Nina ingin betul menginjak kaki temannya. Sayang
terlalu jauh.
"Nin, ini Miki, abang gue."
Nina memaksakan sebuah senyum manis sambil
mengulurkan tangan. Miki menyambutnya
setengah hati seperti terhadap cewek-cewek
lain. Bedanya, sekali ini dibukanya moncongnya.
"Udah kenalan kok tadi!" Lalu dia ketawa sinis.
"Wah, kok lu berlagak belon kenal?" tuduh Ita
setengah cemberut
"Biasa, kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak
tahu!" sindir Loli melirik yang lain. "Supaya bisa
jabat tangan sekali lagi!"
Grrr. Anak-anak ketawa. Miki malah ngakak.
Bukan main merahnya wajah Nina. Mau rasanya
dia selulup ke dalam bumi saat itu juga. Tapi
lebih-lebih lagi, betapa inginnya menyepak tulang

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


kering Miki sampai dia terkaing-kaing seperti si
Bleki tempo hari disenggol sedan!

Bab 5

PELAJARAN Stereo selalu membuat anak-anak


bangun. Sebab itu jam-jam pertama. Tapi
andaikan diberikan pada jam penghabisan pun,
rasanya mereka akan bangun juga. Karena Bapak
Stereo menuntut perhatian seribu-lima-ratus
persen!
Pagi itu Ainah ketiban sial. Kebetulan dia tidak
membuat pe-er sebab tidak bisa. Sebab kedua
adalah film di aula tadi malam. Pulang-pulang
sudah ngantuk, mana mungkin memikirkan pe-er
lagi. Banyak anak yang sama-sama buku pe-er-nya
kosong. Tapi mereka tidak dipanggil, jadi tidak
ketahuan.
"Enggak bisa?" sembur Bapak Stereo dengan alis
diangkat sampai ke langit. "Baiklah, maju ke sini!
Coba tulis dalil-dalil yang diajarkan minggu lalu!"
Ainah maju dengan ragu-ragu. Bibirnya yang
pucat komat-kamit sementara matanya
melontarkan sinyal SOS ke segala penjuru kelas.
Tapi tak seorang pun yang dapat menolong. Sebab

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


setiap dalil terdiri dari beberapa kalimat panjang
yang takkan mungkin di-rilei seperti silent-quiz.
Ainah mengambil kapur. Diperhatikannya kapur
itu dengan saksama seakan itu potongan intan
.yang perlu diteliti karatnya. Setelah diputar-
putar beberapa kali, diputuskannya untuk
mengganti kapur itu dengan yang baru. Ketika
kapur baru itu sudah terangkat ke papan tulis,
mendadak dia patah diremuk jari-jarinya tanpa
sengaja. Ainah menurunkan kembali tangannya
untuk mengembalikan potongan yang lebih
pendek.
"Ayo, lekas!" hardik Pak Guru yang mulai tidak
sabar. Beliau paham betul taktik rnurid-murid
dalam mengulur waktu. "Tulis!"
Ainah menggerakkan tangan tapi papan masih
tetap bersih. Bapak menjulurkan leher dari atas
singgasananya. "Ayo! Terus terang saja, bisa
enggak!"
Ainah menunduk, bermain-main dengan serbuk
kapur. Seluruh kelas sunyi senyap. Kalau Bapak
Stereo marah, wow! Kalah banteng ngamuk!
"Tulisss!" gelegarnya. Kesabaran beliau memang
setipis sutera.
Ainah malah seperti syok, cuma memutar-mutar
ujung jarinya yang penuh kapur, membuat

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


lingkaran-lingkaran seperti anak TK yang pertama
kali pegang pinsil. "Tidak bisa???"
Ainah memutar kepalanya pelan sekali seperti
boneka yang hampir putus lehernya.
Dipandangnya Bapak dengan amat sayu. Tapi
Bapak mana kenal istilah belas kasihan! Apalagi
terhadap siswi yang sebentar lagi mau ujian.
"Lupa, Pak," bisiknya dengan bibir menggeletar.
"Lupa! Duduk!!!"
Ainah melap kedua tangan pada gaunnya, lalu
berputar dan balik ke tempatnya sambil
menunduk. Semua anak mendadak jadi sibuk tidak
keruan. Ada yang mengibas-ngibaskan pulpen
supaya tintanya turun, ada yang meng-garisi
pinggiran bukunya, ada yang menunduk
menghitung-hitung jari kakinya di bawah bangku
jangan-jangan sudah hilang satu. Sebab kalau
dewa sudah ngamuk, jangankan jari kaki, kepala
pun bisa hilang!
Bapak Stereo mengembuskan asap rokoknya
sambil menengadah ke langit-langit. Apa yang
dilihatnya di situ rupanya tidak meredakan
marahnya, sebab ketika dia memandang kembali
seluruh kelas, mendung di wajahnya kelihatan
makin pekat. Sekali lagi asap rokok bergulung-
gulung naik.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Ketua Kelas menyepak kaki temannya dan sang
korban tak berani berkutik, berlainan dengan
biasa. Ketua tahu betul memanfaatkan situasi
sekadar meredakan ketegangan dalam dirinya
sehingga nafsunya untuk menjerit setinggi langit
bisa diremnya.
Juga Ani menggunakan kesempatan yang sempit
itu untuk menggelitik tengkuk anak yang duduk di
depannya. Anak itu tak berani bersuara, walaupun
sesekali diangkatnya bahu-nya sebab kegelian.
Untuk beberapa detik anak-anak asyik main
sendiri. Tapi bunyi telapak tangan menampar
meja menyadarkan mereka bahwa Yang Dipertuan
Agung Bapak Stereo masih memegang tampuk
kekuasaan.
"Yah, bagus!!" seru Tuanku Yang Agung sambil
melirik mereka dengan garang. "Kalian mengira
saya berdiri di sini untuk apa? Untuk main-main
saja? Coba pikir! Apa gunanya orangtua kalian
membayar uang sekolah mahal-mahal kalau kalian
cuma mau main-main saja?! Dan buat apa saya
payah-payah menerangkai ini itu kalau cuma bakal
masuk kuping kiri lalu keluar kuping kanan? Buat
apa? Percuma saja saya buang-buang tenaga dan
waktu kalau gitu! Suara saya habis, penghasilan
tidak berapa!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Eh, kalian kira saya ini digaji berapa sih?! Tidak
cukup untuk makan satu bulan, tahu! Tapi saya
ingat kalian. Saya ingat anak-anak yang ingin
belajar, ingin jadi pandai. Kalau tidak ingat
begitu, sudah lama saya diam-diam saja di rumah.
Kasih privat-les jauh lebih banyak hasilnya. Dan
yang datang anak-anak yang betul-betul mau
belajar. Waktu saya takkan terbuang sia-sia,
uang pun mengalir masuk dengan deras. Dalam
sekejap mata saya dapat menjadi kaya raya.
"Tapi saya tidak melakukalmya. Kenapa? Sebab
saya ingat kalian. Saya ingin semuanya menjadi
manusia-manusia yang pandai dan kelak berguna
bagi masyarakat. Saya rela tidak bisa menjadi
kaya. Tidak apa-apa. Tapi sebaliknya, dari kalian,
saya minta keinsyafan untuk belajar sungguh-
sungguh. Ilmu tidak bisa masuk begitu saja ke
dalam otak. Mesti dimasukkan dengan ketekunan
dan kerajinan. Tidak cukup bila buku-buku itu
dibakar saja lalu diberi air dan diminum! Tidak
cukup cuma berdoa saja tiga jam, lima jam di
gereja, pagi-sore. Tuhan tidak akan menolong
orang yang tidak mau menolong dirinya sendiri.
Kalian pikir kepandaian itu akan timbul dalam satu
malam bermimpi? Sedangkan pendekar seperti Yo
Ko (berpendekar bertangan satu) pun

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


memerlukan latihan bertahun-tahun sebelum dia
menjadi lihai dan tak terkalahkan." Seperti Bapak
Alam, Bapak Stereo juga pecandu cerita silat
kelas berat.
Tuanku kini memercikkan abu rokok ke dalam
asbak berupa kaleng bekas pastiles yang
diletakkan Ketua Kelas tadi pagi. Asbak yang
sebenarnya hilang, entah lari ke mana.
Selama berpidato-atau berkotbah lebih tepat-
Bapak tidak sekali pun melirik Ainah, tapi gadis
itu menunduk terus dengan rupa salah. Meskipun
suara Bapak hilang sejenak, dia tak berani
mengangkat muka. Dalam hati dia berpikir-pikir
hukuman apa kira-kira yang akan dijatuhkan
nanti.
"Dalam berapa bulan lagi kalian akan ujian. Kalau
belum mau belajar dari sekarang, lalu kapan mau
mulai? Sekarang santai saja terus! Nanti kalau
sudah dekat, baru gerabak-gerubuk tidak keruan!
Saya bukan mau menakut-nakuti kalian, tapi
percayalah, tidak mungkin mempelajari bahan
sebanyak itu cuma dalam waktu dua minggu."
"Atau, kalian cuma ingin keluar-masuk gereja
melulu? Oke! Lalu nanti waktu ujian, bawalah
ember untuk menampung air mata buayamu! Ya,

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


kamu tidak perlu menangis, Ainah! Itu akan
terjadi bila kamu semua tidak juga mau insyaf!"
"Sekarang saya mau tanya, apa kalian sungguh-
sungguh masih mau belajar atau tidak? Kalau
tidak, enggak apa-apa. Malah kebetulan! Gue mau
pulang, tidur! Ayo jawab, apa pelajaran saya ini
masih mau dilanjutkan?!" "Maaauuu!" seru anak-
anak serentak. "Ainah, apa kamu merasa perlu
pelajaran ini diteruskan?" Ainah mengangguk
sambil memandang Tuanku Agung sekilas. "Saya
tidak mendengar suaramu!" kata beliau tanpa
kasihan. "Saya tuli sih!" "Perlu, Pak," sahut Ainah
dengan air mata berlinang-linang.
"Oke. Kalau begitu, kamu harus menyalin semua
dalil-dalil minggu lalu tiga ratus kali. Besok
serahkan pada saya!"
Anak-anak terkejut mendengar hukuman yang
dahsyat itu. Diam-diam mereka saling melirik.
"Ampun," bisik Nina, "aku sih lebih baik mati
daripada disuruh nyalin tiga ratus kali!"
Tapi Ainah malah kelihatan lega. Dalam hati dia
bersyukur, cuma disuruh menyalin saja, bukannya
dimaki-maki kalang kabut seperti ke-biasaan
Bapak.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Kalau di Kanisius, saya sudah suruh kamu buka
baju, lari keliling lapangan!!! Sayang di sini cewek
melulu sih!"
"Iiih!" desis Mimi bergidik.
"Eh, itu betul," bisik Ita. "Laa, kan abang gue
pernah keliling lapangan dua puluh kali! Temannya
pernah dipukul dengan jangka. Kalau di sana, dia
galak, lho."
Insiden itu segera dilupakan ketika Bapak Kimia
yang manis dan pemalu itu masuk ke kelas setelah
istirahat. Hari itu beliau kelihatan makin manis
dan makin pemalu. Mukanya yang putih kecil
tampak bersih berkilat-kilat. Banyak noni-noni
yang iri melihat kulitnya, terutama mereka yang
penuh jerawat.
"Pak, selamat ya," seru Ketua Kelas. Bapak
menggigit bibirnya keras-keras sambil tersenyum
malu.
"Laki-laki atau perempuan, Pak?"
"Jam berapa, Pak?"
"Yang keberapa, Pak?"
"Nanti dulu, kalau nanya satu-satu," kata Ba-pak
mencoba mengatasi malunya. "Anak saya lahir
tadi pagi jam enam di rumah sakit. Laki-laki"
"Anak keberapa?" teriak Loli. "Keempat."

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Yuhuiii!" bisik Loli pada teman sebangkunya.
"Gue enggak sangka, mek. Bapak begitu
kerempeng, tahu-tahu anaknya sudah empat!!!"
Lalu keduanya mengikik pelan-pelan.
"Pak, Pak," ujar Ketua Kelas dengan lagu manja,
"kadonya belakangan ya, Pak. Soalnya kita kan
baru tahu hari ini."
Bapak Kimia menggigit kembali bibirnya dengan
rupa malu. Tidak usah pakai kado-kadoan,"
katanya. "Eh, harus dong!" protes anak-anak.
"Sudah. Sudah. Sekarang kita mulai saja. Sampai
di mana kita kemarin dulu?"
Tiba-tiba terdengar suara aneh dari bagian
tengah kelas. Seperti tangis bayi, tapi tidak mirip
betul. Lebih menyerupai bunyi kambing kelaparan.
Bapak menoleh sekilas, tapi karena suara itu
sudah lenyap, dia tidak bilang apa-apa. Langsung
saja dia mulai menerangkan bab baru. Sedang
asyik-asyiknya mereka menyimak, bunyi yang
aneh itu kedengaran lagi. Dua kali malah.
"Suara apa itu?" tanya Bapak.
"Saya enggak mendengar apa-apa!" sahut Ani
dengan manis. Tapi tidak lama kemudian suara itu
muncul lagi. "Nina, suara apa itu?"
"Tahu deh, Pak," sahut Nina dengan rupa tidak
berdosa.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Bapak tahu Nina bisa dipercaya, jadi dia tidak
bertanya lebih lanjut. Kemudian giliran membuat
soal-soal. Ana maju. Ani melihat punggungnya, lalu
menunduk menyembunyi-kan senyum. Nina
melihat juga. Cepat-cepat diambilnya sapu tangan
untuk menutupi mulut. Hampir semua anak yang
dilalui Ana terlihat mau ketawa. Bapak jadi
curiga. Ketika Ana tiba di depan papan, Bapak
menoleh. Astaga! Se-buah dakochan terikat pada
pita gaunnya di belakang. Diam-diam Bapak turun
dari kursi lalu menghampiri Ana. Dipijatnya
boneka hitam itu. Eeeiiik... Ana kaget bukan main.
Dia langsung berputar. "Suara dari mana itu?"
tukasnya dengan membelalak. Seluruh kelas
terbahak. Akhirnya dia tahu di mana "setan"-nya.
Sambil menyumpah-nyumpah dalam hati, Ana
melepaskan boneka itu sementara otaknya
berpikir keras menduga-duga siapa biang
keladinya.

Bab 6

KETIKA pagi itu Nina masuk ke kelas, dilihatnya


semua anak mengerumuni bangku Nadia. Dengan
penuh tanda tanya dilemparnya tasnya lalu lari ke
tempat temannya. Di sana didapatinya Loli sedang

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


memegang sehelai karton tebal berukuran tiga
puluh kali tiga puluh sentimeter yang
digoyangkannya ke sana kemari. Pada setiap
goyangan terdengar pekik yang memilukan dari
Nadia. Anak-anak lain ikut juga teriak-teriak
sehingga suasananya mirip pasar malam.
Nina berjalan mutar. Sekarang tampak olehnya
bagian sebaliknya dari karton itu. Kiranya sebuah
lukisan dengan pinsil konte. Karena letaknya
miring dalam pegangan Loli, dia tak dapat segera
mengenali gambar siapa itu. Tapi suara Ketua
Kelas sudah menjelaskan semuanya. "Hei, lu
kelihatan cakep di sini! Enggak seperti aslinya!"
"Brengsek, lu! Biar amat gue enggak cakep yang
penting pacar gue suka! Masak tampan seperti ini
masih dibilang jelek? Abis mau nyari yang
gimana? Ya, kalau dibandingkan sama bintang film
terang kalah!" Nadia tertawa lebar. Dia tidak
pernah tersinggung dikatakan tidak cantik, sebab
dia tahu itu cuma bercanda. Dia tahu dirinya
amat manis. Cuma tahi lalat di ujung hidung
dibencinya bukan main. Mana hitam, besar lagi!
Dia mendumal kalau sedang kesal. Nina
memiringkan kepalanya supaya bisa melihat
gambar itu dengan lebih baik. "Wah, bagus, mek!"
serunya terpesona. "Siapa yang melukismu, dia?"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Sebelum yang ditanya keburu menjawab, Ita
sudah lebih dulu membusungkan dada. "Abang
gue. Pintar, ya?"
"Aku juga mau, dong," pinta Loli. "Biarpun harus
bayar, aku mau!"
"Setan, lu. Memangnya abang gue mata duitan!"
semprot Ita.
"Duh, marah. Gue kan cuma bilang, bayar juga
enggak keberatan. Kapan gue boleh datang?"
"Duilaa, begitu ngebetnya!" sindir Ana ketawa.
"Mau kaupamerkan sama pacarmu?" "Iya, dong.
Kenapa kau yang jadi repot? Kapan, Ita?"
"Tahu deh, kapan. Abang gue sedang banyak
ulangan. Si Taryo enggak kira-kira kalau ngasi pe-
er. Tiap malam dia tidur jam dua belas, sampai-
sampai mami gue khawatir dia nanti sakit"
Melihat Loli sedikit kecewa, Ita memijit hidung
temannya untuk menghibur. "Nanti deh, tanggal
dua puluh lima, kalian datang ke rumahku. Abang
gue pasti ada bersama konco-konconya. Nanti gue
tanyain, kapan dia sempat."
Serta merta Loli dan beberapa anak lain ketawa
gembira. Bukan terutama karena ada kesempatan
untuk dilukis, tapi sebab "abang gue pasti ada
bersama konco-konconya!" Nina tersenyum geli
lalu beringsut dari situ. Diambilnya penghapus

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


dan dibersihkannya papan tulis. Meja guru
dirapikannya serta dikebut dengan bulu ayam. Dia
tidak pernah tertarik dengan percakapan-
percakapan seperti itu. Apalagi berebut pacar,
seperti yang pernah terjadi di kelas dua. Dasar
calon Mere, begitu komentar teman-temannya
mengenai sikapnya yang alim dan senang
menolong. Tapi terkadang ada yang suka
memperalat kebaikannya itu.
"Nin," seru Ketua Kelas, "kapur udah abis, nih.
Tolong dong ambilin, gue lagi malas."
"Beres!" sahutnya spontan, lalu berlari keluar
kelas dengan ekor kudanya bergoyang riang ke
sana kemari.
Ketika lonceng berbunyi, tak seorang pun
mendengar. Masing-masing masih asyik
mengomentari lukisan wajah Nadia. Ana diam-
diam mengambil sepatu kiri Loli -anak ini memang
jarang sekali pakai sepatu dalam kelas- lalu
meletakkannya di ujung jendela. Daun jendela itu
bergerak pada sumbu vertikal yang terletak di
tengah-tengahnya. Bila bagian dalam tersentuh,
bagian di luar akan bergerak dan sepatu itu akan
jatuh, menimpa kepala siapa saja yang duduk di
bawah jendela. Bapak Aljabar masuk. Semua anak
hiruk pikuk kembali ke tempat masing-masing.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Nina muncul dengan segenggam kapur dalam
tangannya. Loli kalang kabut mencari sepatunya,
tapi tidak sempat melongok ke bawah bangku,
sebab doa pagi sudah dimulai. Terbirit-birit dia
kembali ke tempatnya. Setelah duduk dikirimnya
berita kilat pada Nina, memintanya mengirimkan
sepatunya. Sebab pasti sepatu itu ada di bawah
bangku Nadia. Anak itu melihat ke bawah lalu
menggeleng. "Enggak mungkin," bisik Loli. Anak-
anak di sekitar situ ikut mencari juga, tapi
sepatu Loli tetap raib. Loli terpaksa diam saja,
sebab pelajaran sudah dimulai dan mereka tidak
sempat lagi memikirkan masalah lain kecuali
Aljabar.
Dengan matanya yang tajam, Nina sebenarnya
sudah melihat di mana sepatu Loli, tapi dia ogah
bikin ribut. Kalau dia buka mulut, malah akan
ketahuan Bapak, ada sepatu menclok (hinggap) di
jendela dan itu kan tidak sopan. Bisa-bisa Bapak
mau mengusut siapa biang keladinya! Lebih baik
diam-diam begini, Bapak takkan tahu.
Ketika tiba giliran membuat soal-soal, anak-anak
mulai rileks dan pada saat itulah mereka melihat
di mana sepatu Loli.
"Sialan, siapa sih yang naruh di situ?" pemiliknya
mendumal.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Sebaiknya kauambil saja," usul Sisi.
"Kan Bapak jadi tahu? Nanti dikira aku main-
main."
"Sudahlah, biarkan di situ!" nasihat yang lain.
"Kan enggak kelihatan. Nanti baru kauambil."
Pelajaran berjalan dengan tenang. Bagian kedua
sudah berjalan kira-kira sepuluh menit Untung
Loli pagi itu tidak kena giliran maju, sebab yang
jadi sasaran baris pertama dan kedua. Loli duduk
di baris keempat, bangku kelima.
"Siapa sih yang iseng?" bisik teman sebangku
Nina menunjuk ke jendela. Nina mengangkat
bahu. Sebenarnya dia melihat siapa yang me-
lakukannya, tapi dia ogah jadi informan.
"Menurut dugaanmu, siapa?" dia balik bertanya.
"Tahu, deh. Aku enggak bisa nebak."
"Aku juga."
Bapak Aljabar lama-lama bosan juga duduk terus
di singgasana. Dia turun lalu berjalan hi-lir-mudik
di antara barisan bangku-bangku. Anak-anak jadi
ribut. Mereka khawatir ketahuan bahwa mereka
makan di dalam kelas (itu kan salah satu dosa di
mata guru!) Jadi mereka melancarkan Intimidasi
supaya Bapak mundur.
"Iiih, seperti Encek Anyin tukang kredit aja!"
seru Lili. "Masuk kampung keluar kampung!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Iya, nih, ngontrol apa sih, Pak?" Ketua Kelas
melengking.
Bujangan yang muda belia itu jadi tersipu-sipu
dikeroyok noni-noni. Dia balik ke depan tanpa
komentar, lalu berdiri memperhatikan papan.
Lewat beberapa menit rupanya capek juga
kakinya. Dia bergeser ke pinggir lalu duduk...
astaga! Jangan di situ, Pak! bisik anak-anak dalam
hati. Tapi Bapak sudah telanjur duduk di bawah
jendela. Dilipatnya kedua tangannya. Matanya
tetap asyik menyapu papan memperhatikan soal-
soal yang sedang dibuat.
Sejenak semua terlena. Angin sepoi-sepoi
menerpa masuk dari pepohonan di luar, membuai
seisi kelas. Bapak kelihatan melamun. Tanpa
sadar dilipatnya kakinya. Beberapa menit
kemudian Bapak tiba-tiba mendapati kesalahan
besar di depan. Tergesa-gesa dia bergerak mau
bangkit. Daun jendela tersentuh! Dan sebelum
anak-anak sadar, mereka sudah melihat Pak Guru
berdiri di pinggir jendela. Sebelah tangannya
mengusap-usap kepala sedangkan tangan yang lain
menjinjing sepatu Loli. Matanya dengan tajam
menyapu seluruh kelas. Ketika dia tidak berhasil
menebak siapa biang keladinya, dia langsung
menghardik, "Sepatu siapa ini?!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Anak-anak menahan napas, tak berani men-tawab.
"Sepatu siapa iniii???!!!" Bapak menggelegar
sambil menaikkan sepatu itu sepanjang-panjang
tengannya.
Loli tak dapat mengelak lagi. Diacungkannya
langannya seraya berdiri. Dengan sebelah kaki
telanjang, dia melangkah dingkluk-dingkluk ke
depan Bapak. Tangannya terulur, tapi Pak Guru
tak mau menyerahkan sepatu kurang ajar itu
begitu saja.
"Kenapa bisa ada di situ?" tanyanya geram,
mungkin memikirkan bagaimana barusan
rambutnya sempat bersentuhan dengan kotoran
kuda.
"Tidak tahu, Pak sahut Loli tanpa rasa bersalah.
'Tidak tahu?! Ini sepatumu, bukan?" "Betul, Pak,"
"Nah, bagaimana kamu jadi tidak tahu? Kenapa
ada di situ? Di mana seharusnya sepatu itu?" "Di
kaki saya, Pak," sahut Loli yang terkenal suka
melucu dan tidak ngeri pada guru, apalagi kalau
merasa tidak bersalah.
"Ya!" hardik Bapak. "Di kakimu! Lalu, apakah di
situ kakimu?"
Loli menoleh ke jendela yang ditunjuk Bapak, tapi
tidak menjawab. Dialihkannya pandangnya
sejenak ke kelas seakan mau bilang, bodoh

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


banget sih, nanya kok begitu! "Ayo, kenapa
sepatu ini ada di situ?"
"Saya sudah bilang, saya enggak tahu. Masa sih
saya gila, Pak, meletakkan sepatu di jendela!"
"Habis, bagaimana bisa ada di situ?"
Loli menggerakkan kepalanya ke belakang dengan
laku putus asa. Tapi dia tidak pernah takut
dengan guru, apalagi yang Odrus yang selalu
ramah.
"Sudahlah, Pak. Bapak mau mengembalikan sepatu
saya atau enggak?"
Anak-anak menahan napas, menunggu reaksi
Bapak. Jangan-jangan Vesuvius pindah kemari dan
meletus! Tapi bujangan yang simpatik itu tidak
sanggup marah pada noni secantik Loli! Terlebih
diawasi oleh puluhan gadis lain yang juga serba
menarik! Namun karena insiden itu dianggapnya
cukup serius, beliau tidak mau memperlihatkan
senyum secercah pun padahal selalu tersenyum
adalah predikat kesayangan anak-anak baginya.
Diserahkannya sepatu itu tanpa membantah. Tapi
jangan mengira perkara ini akan saya sudahi
sampai di sini! Saya merasa wajib melaporkannya
pada Mere Direktris!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Loli membelalak pada Bapak yang malang itu.
Terserah," katanya mengangkat bahu. "Pokoknya
bukan saya yang bersalah!"
"Setidak-tidaknya kamu sudah kurang disiplin!
Kenapa sepatu dilepas-lepas?"
"Lalu Bapak mau memaksa saya memakai sepatu
seharian? Waktu duduk di bangku apa salahnya
dicopot?" gumam Loli, mengangkat bahu sekali
lagi.
Nina melirik Ana. Gadis itu sedang menahan
senyum di balik kitab tulisnya. Mimi juga ikut-
ikutan. Aha, rupanya ada anak lain yang juga tahu
rahasia ini, pikirnya. Tapi Ana sama sekali tidak
kelihatan merasa bersalah. Rupanya dia amat
sengit disuruh menggendong-gendong dakochan
kemarin!
"Pendeknya," seru Bapak dan kali ini penghapus
ikut bicara sebagai ganti palu, "kalau tidak ada
yang mau mengaku dan minta maaf, persoalan ini
akan saya teruskan pada pimpinan! Saya tunggu
sampai bel berbunyi... (Bapak melirik arlojinya)...
dua puluh menit lagi!"
"Wah, gawat juga!" bisik Ketua Kelas. Melihat
gelagatnya, Bapak tidak main-main lagi. Ketua
memandang berkeliling seakan ingin menjebak
biang keroknya. Tapi itu sama saja dengan

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


memandangi ikan-ikan sekolam untuk mencari ikan
mana yang telah menelan cincin berliannya.
Semua wajah tidak memperlihatkan emosi apa-
apa kecuali khawatir dan tegang. Tak ada yang
tampak ketakutan. Ana dan Mimi malah kelihatan
nyengir-nyengir kuda, entah sedang menceritakan
gosip apa.
Ketua Kelas menoleh pada Nina. Anak ini biasanya
tahu lebih banyak dari yang lain, seolah dia
mempunyai indera keenam yang mampu menembus
hati orang. Cuma susahnya, Nina bilang, dia ogah
mengkhianati teman kecuali dalam pilihan antara
hidup dan mati. Keadaan segawat itu memang
belum pernah timbul. Masalah sepatu mencium
kepala tentunya takkan membawa akibat buruk
bagi korban kecuali soal perasaan yang lecet-
lecet.
"Siapa sih?" tanya Ketua dengan gaya pantomim
supaya tak usah berbunyi. Nina memperlihatkan
kedua matanya yang besar dan indah, hitam-
pekat. Diberikannya senyumnya vang manis, tapi
kepalanya menggeleng. Kamu kan sudah melihat
sendiri tingkah laku Ana serta Mimi, pikirnya.
Kalau kamu enggak bisa menafsirkan maknanya,
salahmu sendiri!

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Huh! Pasti dia tahu!" gerutu Ketua pada teman
sebangkunya.
Lonceng berbunyi. Pelajaran selesai. Anak-anak
tidak berani bergerak, menunggu dengan
berdebar-debar. Bapak juga kelihatan menunggu,
tenang berdiri di depan kelas. Setelah lewat
beberapa menit masih juga belum kelihatan ada
yang mau mengaku, Pak Guru memberi tanda
supaya mereka berdoa. Sebelum keluar, sekali
lagi beliau berdiri dekat pintu. "Saya tunggu di
kamar guru. Kalau tidak...!!" Dibukanya pintu lalu
menghilang.
Nina langsung turun ke bawah, mau mengambil
buku ke asrama. Dia tidak tahu apakah Ana pergi
menghadap Pak Odrus atau tidak. Ketika dia
kembali, dilihatnya Ana dan Loli sedang
terbahak-bahak bersama yang lain. "Siapa suruh
lu ikat-ikat dakochan di baju gue!" teriak Ana.
Insiden itu tak pernah sampai ke telinga Mere.
Pasti Ana sudah minta maaf.

Bab 7

TIDAK seluruh kelas diundang ke pesta ultah Ita


Cuma kliknya saja. Tapi anak-anak asrama
diundang semua. Sebab bagi mereka berlaku

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


hukum tak tertulis: satu diundang, semua mesti
diundang; satu tidak diundang, semua takkan
pergi. Dan semua harus ikut, kata Ita. Tak ada
lowongan untuk alasan.
Pesta itu diundur sehari supaya bisa dirayakan
Minggu pagi. Loli kelihatan amat menarik dengan
gaun birunya. Juga Ani berdandan ekstra rapi.
Semua kelihatan istimewa kecuali Nina. Dia tidak
bersolek sama sekali. Lili menjerit ketika melihat
dia begitu acuh tak acuh.
"Oh, aku sudah pakai bedak!" Nina membela diri.
"Ya, tapi rambutmu! Sanggullah. Seperti waktu
kau main sandiwara dulu!" "Betul, Nin. Bikinlah
sanggul," bujuk Ana.
"Berabe, ah. Pulang-pulang mesti dibereskan lagi.
Mana pe-er gitu banyak, belum aku buat satu
pun." "Alaa, persetan sama pe-er! Ayolah, sisir
kembali rambutmu!" "Enggak, ah. Aku sedang
malas." "Kalau begitu, mari aku sisirkan."
"Enggak usah, ah. Aku ogah disanggul. Pakai pita
begini kan sudah cukup?"
Mereka mengalah. Nina bisa menjadi keras kepala
bila dipaksa. Mereka lalu menilai gaunnya. Astaga!
Masa pakai gaun itu! Mana abang Ita pasti ada
bersama grupnya! Tapi mereka tidak berani
mengritik. Sebab semuanya tahu, Nina tidak

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


memiliki baju bagus. Mungkin ibunya kurang
memperhatikannya.
Nina sendiri tidak merasa bahwa gaunnya "lain
dari yang lain". Dia kelihatan gembira seperti
biasa, sama sekali tidak canggung atau risi.
Wajahnya yang bulat telur tidak kurang
menariknya dibandingkan dengan wajah-wajah di
sekitarnya. Malah lebih menarik, sebab tenang,
tidak tegang seperti beberapa noni yang dak-dik-
duk menantikan kesempatan berkenalan dengan
konco-konco abang si Ita.
Sayang sekali kesempatan itu hilang. Ita dengan
sedih terpaksa memberitahukan bahwa Miki
dengan sekalian konconiya sedang bergulat
memecahkan dua puluh soal Stereo untuk hari
Senin. Dan supaya tidak mengganggu pesta
mereka, Miki pergi mengungsi ke rumah
temannya.
"Aduh, sayang," keluh Loli. "Sebenarnya kita sih
enggak bakal terganggu kalau mereka ada. Malah
sebaliknya, mungkin mereka yang bakal terganggu
oleh kebisingan kita."
"Ah, ya, begitulah kira-kira," ujar Ita menghela
napas.
'Tapi kalau mereka sangka kita bakal kesepian
tanpa mereka... fuii!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Mereka memang tidak kesepian. Makanan banyak
dan rumah Ita luar biasa besarnya Ada saja yang
bisa dicaplok atau dikagumi, sehingga pikiran
mereka tidak dapat terus-menerus disetel ke
topik cowok-cowok yang tidak hadir.
Rumah Ita memang mirip istana. Selama hampir
tiga tahun di Jakarta, Nina belum pernah masuk
ke rumah sebesar dan semewah itu. Ada sesuatu
mengenai keluarga-keluarga kaya yang selalu
membuatnya berhati-hati. Entah apa. Seakan
kekayaan merupakan sesuatu yang tak boleh
dijamah oleh kehadiran manusia biasa. Seakan itu
suci dan keramat, meskipun kenyataannya
kebanyakan sebaliknya. Biasanya harta kekayaan
justru diperoleh dengan jalan yang tidak lurus.
Sogok sana-sini, manipulasi itu-ini. Tapi orang-
orang yang dilimpahi kekayaan memang
diperlakukan seolah mereka itu suci atau keramat
atau malah luar biasa. Seperti ibu Ita.
Dia duduk diam dalam ruang tengahnya yang
mewah. Dan segala sesuatu datang kepadanya.
Pembantu, makanan, minuman, bahkan para
tamunya. Dia tetap duduk tak bergeming. Semula
Nina mengira wanita itu lumpuh atau menderita
sakit berat. Tapi ketika datang seorang tuan dan

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


nyonya yang gendut, ternyata dia dapat berdiri
dan berjalan dengan baik.
Nina tahu dia takkan pernah menjadi kaya tapi
dia tak peduli. Sebab dia tidak mau hidup seperti
itu. Kalau kekayaan cuma membuat manusia
menjadi keramat, dia tak perlu kaya. Dia perlu
mencari sesuatu yang lain, yang dapat
membuatnya bahagia.
Nina melihat berbotol-botol minuman keras dan
berpikir-pikir siapa yang minum alkohol sebanyak
itu.
"Aku kira cuma di negara-negara dingin orang
perlu alkohol," kata Loli tertawa. "Kan di sini juga
dingin!" tukas Mimi. Memang rumah Ita amat
sejuk. Tapi begitu keluar ke halaman, pengaruh
AC tidak ada lagi dan udara panas menyengat.
"Itu buat teman-teman Papi," Ita menjelaskan.
Kita sih enggak minum. Mereka kan sudah biasa,
untuk menenangkan saraf."
"Menenangkan saraf? Kenapa saraf mesti
ditenangkan?" Ana terbahak-bahak. "Gimana sih
rasanya saraf yang enggak tenang?"
Gadis-gadis muda belia itu memang tidak tahu
artinya penenang saraf kecuali Nina. Kalau saraf
tidak tenang... aah, dia tak boleh memikirkannya.
Dia harus bergembira selama itu mungkin. Sebab

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


tak lama lagi orangtua serta adik-adiknya akan
tiba di Jakarta dan... ketenangan akan...
Ketenangan pecah dengan munculnya Miki
beserta dua orang kawannya. Ita berseru
gembira melihat abangnya, namun tidak
menyembunyikan kecewanya ketika melihat
mereka cuma bertiga. "Mana yang lain, Mik?"
"Di rumah masing-masing," sahut yang ditanya
dengan kalem.
"Kunyuk! Kan sudah aku bilang, semua mesti
kemari?" seru Ita mendongkol sampai matanya
berlinang. "Nanti malam mereka akan datang
kalau tugas sudah beres." "Nanti malam! Kan
pestanya sekarang!" Ita merajuk.
"Wah, sori deh! Abis, kalau pe-er belum dibikin,
siapa yang berani pesta? Tahu kan galaknya Pak
Stereo?! Kalau kita sampai dijemur keliling
lapangan, apa kalian mau menggantikan?"
"Uuuweee!" Ani melelerkan lidah. "Maunye!"
Miki menyapu mereka dengan pandang
meremehkan lalu berhenti sejenak pada Nina. Dia
nyengir, "Ei, halo, Mere. Apa kabar?"
Nina melengos, berlagak tidak melihat tangan
yang diulurkan ke hadapannya. Mukanya terasa
panas. Beberapa temannya sampai hati
menertawakan adegan itu seakan ada lucunya.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Tapi Ita masih sengit dan sama sekali tidak
menyukai tingkah polah abangnya. Ditariknya
tangan Miki dengan keras. "Jangan sentuh-sentuh
temanku!" serunya galak. "Pergi sana peluk buku
Stereomu! Kan nanti rapormu bisa penuh sepuluh-
sepuluh buat Stereo sama Kerajinan!" Ita
menyindir, marah.
"Sori betul, deh. Abis gimana, nanti kita kena
kelilingin lapangan lagi. Tahuin galaknya si Taryo!"
"Iya, It," seorang teman Miki ikut menjelaskan.
"Minta ampun deh kalau sudah berurusan sama
Pak Taryo. Mottonya kan 'tiada maaf bagimu'!
Paling sentimen deh sama cowok-cowok ganteng...
ehem... sori, bukannya muji diri sendiri, nih. Abis
kenyataannya memang begitu...."
"Iih, somsenya enggak ketulungan!" Ani
mendumal.
"Enggak pernah ngaca, 'kali?!" sindir Sandra.
"Pak Taryo memang sadis, kok," Ainah tiba-tiba
buka suara. "Orang kelupaan ingat rumus aja
disuruh nulis tiga ratus kali! Kan malam
sebelumnya ada film di aula, kita semua pada
kelupaan bikin pe-er!" "Ha... ha..." Miki dan
temannya terbahak geli.
"Nah, terbukti, kan, dia memang sadis?!" tukas
teman Miki yang tadi bicara.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Sadis sih sadis," seru Ita penasaran. "Kalian kok
bisa kemari, kenapa yang lain enggak?"
"Oooh, itu lantaran kita bertiga rada pintaran,
sedangkan yang lain..." Tapi ucapan Miki segera
dipotong oleh protes-protes dari semua teman
Ita.
"Benar-benar enggak ketulungan deh somsenya!"
Ani ngomel.
"It, kenapa begini ya mentalnya cowok-cowok
masa kini?" Sandra mencibir.
"Sori, sori," teman Miki cepat-cepat menggoyang
tangan seakan mau mengibarkan bendera
perdamaian. "Si Miki memang agak sableng,
enggak usah didengarin. Kalau otaknya lagi di
pinggir, dia memang suka setrip. Maapin, deh.
Maklum, keturunan Darwin (keturunan monyet
(teori Darwin)), enggak bisa liat pisang montok,
langsung ngebul (omong besar)!"
"Eh, apa katanya?" lengking Ketua Kelas. "Kita
dianggap pisang?" "Tapi kan yang montok!" tukas
teman Miki yang satu lagi.
"Itu kan perumpamaan, Zus! Kalau kurang senang,
maap deh. Maunya dianggap apa? Momon?' Lalu
cowok itu menambah dengan berbisik, "Monyet
montok? Hiii!" Tapi kedengaran oleh Loli yang
langsung sewot. Mulutnya sudah celangap, siap

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


membalas. Namun teman Miki yang lain keburu
mencegah. "Udah, udah deh ngedebatnya.
Mendingan kita saling kenalan, boleh dong?"
Itu memang tidak terlarang. Walau masih
jengkel, Ita terpaksa memperkenalkan ketiga
cowok itu. Sebagian temannya sudah kenal de
ngan abangnya waktu pemutaran film dulu. Ketika
Ita mau mengenalkan Nina, ternyata Miki sudah
mendahului. "Paul, ini Nina, calon Mere" ujarnya.
Lalu berbisik, "Enggak ada harapan deh. Tak usah
diganggu!"
Rupanya bisikan itu cukup keras, sebab didengar
oleh anak-anak. Mereka terbahak. Nina kembali
merah mukanya. "Tentu, tentu! Aku takkan
mengganggu!" janji Paul berulang-ulang. "Masa
aku mau saingan sama Tuhan! Mana berani, ya
kan, Mere?" Lalu diulurkannya tangannya.
Miki menginjak kakinya. "Namanya Nina, babi!
Belum jadi Mere!"
"Oh, kalau begitu..." Paul menggosok-gosok
tangannya, "...masih ada harapan!"
"Barusan kauhilang, 'Mana mungkin saingan sama
Tuhan!' Sekarang sudah ada ide macam-macam!"
kata cowok ketiga.
"Siapa bilang aku mau saingan?" teriak Paul. "Aku
mau mohon belas kasihanNya. Siapa tahu...

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


ehem..." Dia kembali menggosok-gosok tangan,
sementara matanya yang bundar bergerak-gerak
ke sana kemari seperti badut sedang ayan. Miki
cepat-cepat menyeretnya keluar ruangan
ditepuki riuh rendah oleh segenap juita.
"Mau apa sih sebenarnya kalian mengacau
kemari?" tuntut Ita sambil berkacak pinggang.
Miki balas mendelik pada adiknya. "Eh, Non, kita
kelaparan, nih. Mau minta makan! Memangnya
kaukira kita mau apa?" Disapunya ruangan dengan
pandang meremehkan seperti tadi dan ketika dia
berhenti sedetik di wajah Nina, calon Mere itu
membalas tatapannya dengan galak. Miki nyengir,
ketawa hahahihi lalu menggiring teman-temannya
ke dapur.
"Habis makan, lekas menggelinding pergi!"
perintah Ita disambut oleh gelak terbahak dari
arah dapur.
Nina melihat, di rumah itu Italah yang pegang
peranan. Ibunya cuma merupakan simbol pimpinan
dan kekuasaan. Tapi Ita yang menentukan
misalnya hari ini masak apa, jambangan bunga
yang itu taruhnya di mana, yang ini di mana.
Ketika melihat Miki muncul, ibunya cuma
memandang sejenak dari balik kacamatanya,
membalas sapaan teman-teman anaknya, tetap

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


duduk tak bergerak, lalu melanjutkan jahitannya.
Dia tidak menanyakan apakah mereka sudah
makan. Diambilnya lonceng porselin kecil dari
atas meja dan digoyangnya... kleniiing....
Seorang pembantu lelaki segera muncul dengan
badan bungkuk, Nina mengira orang itu sakit TBC,
tapi ketika sudah di belakang ternyata badannya
lurus seperti papan.
"Sediakan makan!" perintah Nyonya tanpa
mengangkat muka dari sulamannya,
Laki-laki "bungkuk" itu mengiyakan dengan
khidmat lalu memandang tamu-tamu yang baru
muncul untuk menghitung jumlah piring.
Pengacauan acara itu sama sekali tidak
menjengkelkan teman-teman Ita. Mereka malah
gembira. "Eh, gimana nih kalau kita bikin studi-
grup dengan mereka? Khusus Stereo sama
Gordo," usul Sandra.
"Uh! Kaupikir mereka mau?" tanya Ita. "Aku kan
pernah juga belajar dengan mereka. Dikit-dikit
aku kena bentak. Miki bilang, 'Cewek-cewek
susah belajar Ilmu Pasti. Otak mereka lamban
dan tumpul, memperlambat kemajuan cowok-
cowok yang dari sononya memang lebih
cemerlang!' Panas enggak tuh dikatain begitu?"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Apa?" Loli melengking dengan mata melotot. "Eh,
gue samperin ke dapur nih sekarang juga! Gue
pingin tahu berapa pintarnya sih mereka?"
"Yah, memang mesti diakui itu betul. Cowok kan
pikirannya lebih penuh logika?" tukas Nina kalem.
"Sedangkan cewek, seperti kita..."
"Kenapa cewek?" tantang Loli.
"Ya, cewek kan lebih mementingkan emosi?"
"Apa???"
"Seperti kau!"
Loli masih mau membantah tapi tahu-tahu ketiga
pengacau itu sudah muncul lagi dengan wajah puas
dan perut kenyang. "Itu betul, Mere... eh, Nina,"
kata Paul memberi salut dengan telunjuk
menyentuh dahi. "Salam hangat dari kita"
"Apa yang betul?" teriak Loli sewot "Nanti kita
kasih lihat kemampuan kita! Ayo bertanding bikin
Stereo, siapa yang lebih cepat! Berani enggak
sekarang?"
Paul buru-buru mengangkat kedua tangannya.
"Jangan, ah. Kita lagi banyak tugas nih. WO
(Walk Out = mengaku kalah) aja, deh. Bye-bye!"
Paul nyengir dan mengelak ketika Ita melempar
gulungan koran kepadanya. Koran itu jatuh ke
lantai dan Paul dengan ksatria memungutnya

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


kembali lalu meletakkannya baik-baik di atas
meja kecil.
"Ngapain susah-susah pakai bertanding segala!"
tukas Miki menyeringai. "Liat aja nanti ujian,
siapa yang dapat angka paling tinggi!"
Ita bergerak mau mengusir mereka, tapi
ketiganya lebih cepat. "Ayo, ah," kata Miki
melambai. "Sampai ketemu lagi, ya. Sori nih,
enggak bisa nganterin pulang!" "Jangan
merindukan kita, ya!" seru Paul.
"Memangnya siapa yang jatuh hati padamu?!" Ita
melengking sewot.
Nina bangkit mau mengambil minum. Paul
melihatnya dan mendadak timbul lagi niatnya
untuk "berdosa". "Daaag, Mere!"
Suaranya dibikin semesra mungkin sementai
tangannya disentuhkannya ke bibir seakan
memberi Nina "kecup jarak jauh". Dia masil mau
melanjutkan ulahnya dengan ocehan sinting,
sayang Miki sudah keburu menyeretnya keluar.
Nina tertegun di tengah ruangan, salah tingkah.
Mau marah tidak enak, mau ketawa, enggak lucu.
Mukanya merah sekali karena malu. Ita jadi tidak
enak hati. Dia paling sayang pada Nina dan tidak
suka melihatnya dijadikan bulan-bulanan. "Sori,
Nin. Aku pasti akan menegur Miki!" janjinya.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Salahmu juga sih," tukas Nina tanpa marah.
"Kenapa iseng, nyebut-nyebut calon Mere
segala?"
"Aku kan cuma main-main. Sori banget, deh." Ita
menggaruk-garuk kepala dengan rupa menyesal,
sehingga Nina yang manis jadi kasihan lalu cepat-
cepat ketawa riang untuk memulihkan suasana.
Tapi tidak bisa semeriah tadi, sebab tak ada lagi
kation-kation untuk merangsang anion-anion
tertawa. Mereka jadi makin lesu ketika Ketua
Kelas tiba-tiba ingat bahwa besok ada ulangan
Bahasa Indonesia. "Kita perlu ngapalin roman
sepuluh biji, mek!" keluhnya.
"Ayo, Sitti Chadijah itu siapa?" tanya Loli engan
senyum asam manis.
"Adiknya Sitti Nurbaya!" Mimi langsung
menjawab.
"Gila lu! Sitti Nurbaya mana punya adik!"
"Siapa bilang? Nurbaya kan anak pertama bibiku,
Chadijah anak kedua!" Mimi kesenangan berhasil
membuat temannya mendongkol.
"Buset!" seru Loli melotot. "Gue dikibulin anak
ingusan!"

Bab 8

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


MINGGU pagi itu cerah dan indah. Nina berdiri
di depan jendela kamar, melayangkan pandang ke
langit yang biru kehijauan dengan awan-awan
putih yang cantik. Ada yang bentuknya mirip
beruang besar sedang mengisap pipa. Nina hampir
ketawa melihatnya. Sayang awan itu cepat bubar
dan beruangnya hilang. Yang tinggal cuma seekor
burung, entah burung apa, Diperhatikannya
gumpalan awan yang lain, tapi mereka tidak
berbentuk.
Pintu kedengaran dibuka orang. Nina menoleh.
"Belum tukar baju?" tanya Ani seraya menarik
keluar sepatu olahraganya dari bawah ranjang.
"Baru mau. Apa yang lain sudah datang?"
"Anak-anak kita sudah. Anak-anak Theresia
belum."
Nina pergi ke lemari dan mengeluarkan seragam
olahraga yang berwarna putih kuning. Pagi itu
ketiga kelas SMA akan bertanding melawan
ketiga kelas SMA Theresia. Umum diperbolehkan
hadir. Nina dan Ani memperkuat regu voli. Ani
duduk di lantai memakai sepatunya. Nina
menggelung rambutnya ke atas kepala lalu
menjepitnya dengan jepit sanggul yang besar.
Kemudian dipakainya juga sepatunya.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Kenapa kau enggak mau tiap hari menggelung
rambutmu begitu?" tanya Ani kagum. Sebelum
Nina sempat menyahut, pintu sudah terbuka lagi
dan Ana masuk. "Hei, sudah siap? Turunlah
segera! Ibu sudah datang."
"Mereka sudah datang, belum?" tanya Nina.
"Sudah sebagian. Eh, kau tahu, si Magda datang!"
"Apa anehnya si Magdalena datang?" tukas Ani
yang kurang menyukainya. Dia mengangkat bahu,
acuh. "Aneh sih enggak. Tapi... anu, dia datang
sama abang si Ita!"
"Hooo?!" seru Ani, sekarang melotot. "Sejak
kapan dia kenal pelukis kita? Ini tentu kerjaan si
Ita! Gue mah belum-belum juga dilukis!"
"Apa hebatnya sih dilukis? Kaupikir enak, disuruh
duduk diam berjam-jam?" Nina ketawa sambil
membetulkan tali sepatunya.
"Ya, kan setidak-tidaknya buat kenang-kenangan
masa muda! Sayang sekali pacar gue enggak bisa
melukis!" keluh Ani pilu.
"Nah, carilah yang bisa!" usul Ana.
"Jangan dong. Kasihan dia. Gue sih tipe setia, eh.
Sekali dengan dia, tetap dengan dia!" ujar Ani
setengah bersumpah, dengan tangan di dada.
Nina tertawa, melirik Ana dengan misterius.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Ani

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


digosipkan sangat getol gonta-ganti pacar sejak
masih SMP di kotanya.
Ketika mereka muncul di lapangan voli, penonton
sudah banyak. Anak-anak Theresia de ngan
seragam putih-hijau sedang warming-up di
lapangan. Kedatangan Nina dan Ani mendapat
sambutan hangat baik dari regu mereka maupun
dari supporter. Para penonton menoleh.
Seseorang menghalangi jalan Nina sambil Ketawa.
"Selamat pagi, Mere!" Nina mengerutkan kening,
sama sekali tidak berniat membalas senyum Paul.
Pada saat itulah dia melihat Magdalena bersama
abang si Ita.
"Halo, Nina," sapa Miki sopan. Lalu Paul
dihardiknya, "Menggelinding, lu! Bikin malu orang
saja!"
Paul menyeringai, lalu menepi mau membiarkan
Nina lewat. Magda menyentuh lengan Nina. "Kamu
cakep, deh!" katanya sambil melirik Miki.
Nina tidak tahu apakah itu pujian atau cuma
basa-basi. Tapi toh dia bilang terima kasih
sekalian permisi mau bergabung dengan regunya.
Magda memandangi punggung temannya Ia lu
menghela napas. "Huh! Cewek semanis itu mau
mengurung diri dalam biara!" keluhnya sedih.
"Betulkah itu?" tanya Paul serius. "Iya, betul!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


'Tapi kenapa? Patah hati?"
"Bukan. Nina sih enggak pernah jatuh cinta. Jadi
enggak mungkin patah hati." "Lantas, kenapa?"
"Mana aku tahu! Kalau manusia sudah ditakdirkan
untuk menjadi orang suci, tak seorang pun yang
tahu kenapa."
Miki mendengarkan tanpa komentar. Matanya
terus mengikuti Nina. Dilihatnya gadis itu
bercakap-cakap dengan anak-anak Theresia. Pasti
banyak dari regu lawan yang dikenalnya.
Sikapnya, gayanya... aaah, seandainya dia sanggup
memindahkannya ke atas kanvas! Gerak kepala
yang begitu menarik kalau dia tertawa! Begitu
spontan, tidak kelihatan dibuat-buat.
Menakjubkan.
Heran. Betulkah masih ada gadis polos pada
zaman modern ini? Masih adakah yang tidak tahu
bagaimana mesti ber-acting di depan orang
banyak, terlebih di depan cowok?!
"Engkau lupa," tiba-tiba didengarnya suara
Magda. "Anak itu kan calon Mere!"
Miki kaget, mengira Magda mendengar isi
pikirannya barusan. Tapi ketika dia menoleh,
dilihatnya gadis itu sedang menjawab Paul. Entah
apa yang ditanyakan kawannya. Paul memang
selalu tahu kalau ada barang bagus. Tidak heran

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


bila Nina langsung menjadi sasaran-nya, Nina
memang tidak cantik luar biasa, tapi menarik.
Sangat menarik. Ada sesuatu padanya yang
mempesona. Entah air mukanya yang manis. Entah
bibirnya. Entah matanya. Entah hidungnya.
Pokoknya, keseluruhannya serba menarik.
"Melamun?" tegur Magda menyentuh sikunya.
Miki terkejut lalu menoleh. Magda yang cantik
dan pintar bersolek itu menatapnya sambil
tersenyum. Digandengnya Miki, diajaknya duduk
di pinggir lapangan. Pertandingan voli sudah
berjalan beberapa menit. Para supporter tidak
henti-hentinya memberi semangat pada re-gu
masing-masing. Karena supporter Ursula lebih
banyak, dengan sendirinya yang lebih meriah
adalah pekik sorak untuk regu Ani saja.
"Itu ruginya bertanding di kandang lawan,"
komentar Paul.
"Tapi anak-anak Theresia bermental baja," puji
Miki. Memang mereka tidak kelihatan
terpengaruh, tetap bermain dengan tenang dan
pe-nuh semangat.
Sebuah teriakan lantang membuat Miki tiba-tiba
menatap ke tengah lapangan. "Ayo, Nina! Sikat
saja!" pekik seorang gadis yang pernah dilihatnya
di rumah waktu adiknya ultah. Miki melihat Nina

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


sedang melakukan serve. Paul bertepuk tangan
melihat lambungan bola yang indah itu, sedangkan
Magdalena terbatuk-batuk ketika mau ikut-
ikutan memberi komentar. Miki begitu terpesona,
sehingga lupa bertepuk. Seseorang menarik
rambutnya dari belakang dan mengingatkannya
supaya jadi supporter yang aktif. Dia menoleh
dan mendapati adiknya tengah melotot padanya.
"Katamu, kau enggak mau datang!" tukasnya
seraya membereskan rambut yang jadi acak-
acakan.
"Ah, orang kan boleh berubah pikiran," sahut Ita
membela diri.
"Wah, kalau hari ini kauhilang cinta, lalu besok
enggak, payah dong," sindir Paul ketawa.
"Oh, itu sih lain. Kalau aku jatuh cinta, aku akan
mencintai orang itu seumur hidupku! Setuju,
Simon?" tanya Ita. Miki berlagak budek. Simon
adalah saingannya di kelas. Dalam setiap ulangan
mereka selalu berlomba untuk mendapat angka
yang paling tinggi. Mereka bahkan pernah taruhan
siapa yang akan menang. Meskipun demikian,
keduanya tidak bermusuhan. Terlebih sejak
Simon berhasil memikat Ita, Miki lebih
menghormatinya dan tidak begitu aktif lagi
bersaing.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Simon merah padam dicecer begitu. Sambil
melingkarkan lengannya di bahu Ita, dia
menunduk dan mengangguk tanpa bunyi. Ita
tersenyum senang tanpa menyadari ada yang
menatapnya dengan iri. "Miki enggak pernah
memelukku!" pikir Magda pedih. Tapi ah, itu kan
soal kecil! Yang penting, Miki sudah tertarik
padanya!
Belasan -mungkin puluhan- gadis lain setengah
mati ingin dilukis olehnya, atau bahkan mimpi
merindukannya sebagai pacar!
Sesuatu yang hampir tercapai olehnya asal dia
lebih sabar menunggu. Jadi buat apa pusing
memikirkan soal kecil seperti peluk-memeluk?!
Miki memang pendiam, tidak seperti Simon, yang
romantis atau Paul yang senang colak-colek.
"Enggak lucu ah, pacaran dekat Miki," bisik Ita
lalu mengajak Simon ke tempat lain. Miki tidak
mempedulikan mereka. Sejak tadi matanya
terpaku di tengah lapangan, pada Nina. Ketika dia
melompat tinggi-tinggi untuk memasukkan bola ke
daerah lawan dan berhasil!-, gelung rambutnya
terlepas. Jepitannya terjatuh ke bawah. Miki
begitu asyik memperhatikannya, sehingga dia
dapat dengan tepat melihat ke mana benda itu
jatuh dalam rerumputan. Rambut Nina yang hitam

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


dan tebal terburai-burai setiap kali dia bergerak
atau melompat. Miki nyaris menahan napas
melihat pemandangan itu. Betapa indahnya
rambut seperti itu di atas kanvas! pikirnya
dipenuhi ilham. Maukah dia dilukis?
Miki merasa kecut. Calon Mere! Kalau betul apa
yang digosipkan, barangkali dia takkan mau
dilukis. Anak itu sudah ditakdirkan untuk dimiliki
Tuhan sepenuh-penuhnya! Jelas kelihatan dari
setiap gerak dan sikapnya. Cuma orang yang
betul-betul dicintai Tuhan bisa tampak begitu
menarik. Tapi seandainya Ita berhasil
membujuknya... bukankah Ita teman baiknya?
Terkadang, seorang suci pun tidak menolak untuk
dilukis.
Nina tampak sedikit kewalahan menghadapi
rambutnya yang panjang. Seorang penonton
berlari ke dalam lapangan dengan sehelai sapu
tangan putih. Nina tampak ketawa, mengangguk -
pasti bilang trims- dan menerima pemberian itu.
Ketika ada kesempatan, dia lekas-lekas mengikat
rambutnya. Oh! Miki merasa tenggorokannya
tersekat Obyek yang sangat indah! dia membatin.
Bagaimanapun aku harus melukisnya!! Tiba-tiba
dia menyadari bahwa Magda tengah membelai-
belainya. Ditepuk-tepuknya jari-jarinya beberapa

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


kali sebagai balasan. Namun sedetik kemudian
perhatiannya sudah terpukau lagi pada rambut
panjang di depannya.
Magda bukan tidak mengerti. Matanya ikut-
ikutan terpukau dan mendadak timbul takutnya.
Nina terlalu menarik! Siapa yang bilang dia mau
masuk biara? Itu kan ocehan anak-anak yang
iseng saja?! Nina sendiri belum pernah bilang
apa-apa. Seandainya itu cuma omong kosong,
dan... seandainya, seandainya saja Miki
menyukainya... aduh! Untuk pertama kalinya
Magda merasa tidak senang terhadap Nina. Anak
itu terlalu menarik. Sedangkan Miki...!
Magda melihat arloji. Sepuluh menit lagi per-
tandingan pertama ini akan berakhir. Aku harus
mengajaknya pergi dari sini, pikirnya.
Saat itu Theresia sudah leading dengan dua-satu.
Angka satu itu dicetak oleh Nina ketika jepitnya
terlepas tadi.
"Taruhan deh, Theresia pasti menang!" tukas Paul
yang sudah melihat sepotong wajah manis dalam
regu itu, dan sejak tadi sibuk menyusun siasat
untuk berkenalan.
"Belum tentu!" sahut Miki yang masih
mempertahankan Nina. "Mere itu... anu... anak
itu... eh, siapa ya namanya? Ni...na? Lompatannya

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


lihai, lho. Dalam babak kedua mungkin mereka
akan berhasil menambah angka."
"Berani taruhan?" tantang Paul dengan gemetar
seakan itu menyangkut kehormatan jantung
hatinya.
"Kenapa enggak?"
Wah, wah, itu tak boleh terjadi, pikir Magda
kaget. Selesai pertandingan mungkin keduanya
akan menghampiri si pemenang, yaitu Nina-
sebagai sesama kawula Kakapura (Santa Ursula
(Kaka dari K.K.= Kleine Klooster; G.K. = Grote
Klooster=Santa Maria)), mau tak mau Magda
tetap berharap sekolahnya yang bakal menang-
dan... dan... Miki akan... oh! Tidak bisa!
"Jangan taruhan, ah." Kedua cowok itu me-natap
Magda keheranan. Magda berlagak me ringis
seraya memaksakan diri ketawa. "Sori deh,
mendadak aku merasa mual. Habis ini, aku mau
pulang, ah. Tentu saja..." Magda mengangkat bahu
dan tangannya dengan gaya teateris yang
sempurna, "...kau boleh terus di sini, Mik. Aku
bisa pulang sendiri."
"Omong kosong!" sahut Miki kontan. "Tentu saja
aku akan mengantarmu pulang!"
Magda diam-diam menarik napas lega, tapi
meringisnya belum dihilangkarmya. "Sori, aku

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


bikin gara-gara saja. Kalau kamu memang masih
tngin nonton, biar deh aku pulang sendiri!"
"Enggak apa kok aku antar!" ujar Miki
memperlihatkan senyum patent-nya, membuat
hati Magda bersalto dua kali. Dia langsung
berdoa semoga "pacarnya" tidak jatuh hati pada
calon-calon Mere berambut hitam-panjang!

Bab 9

SEMINGGU setelah keluarganya tiba di Jakarta,


Nina keluar dari asrama. Sebenarnya Ibu ingin
dia terus tinggal di asrama supaya dapat belajar
dengan tenang menghadapi ujian, tapi ayahnya
menentang.
"Kenapa mesti menghamburkan uang yang enggak
perlu?" dia menyalak. "Apa asrama itu tak usah
dibayar? Dan kau enggak perlu obat?"
sambungnya pada Ibu.
Ibunya langsung membisu mendengar kali-mat
terakhir. Kepindahan mereka ke Jakarta
terutama disebabkan oleh penyakit lumpuhnya.
Dokter yang merawatnya di Palembang mena-
sihatkan agar dia berobat ke Ibukota, di mana
fasilitas peralatan serta obat-obatan lebih
sempurna. Ayah Nina terpaksa melepas

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


pekerjaannya sebagai pengawas perkebunan.
Ekonomi mereka sudah beberapa tahun terakhir
itu merosot dan kepala keluarga semakin
kehilangan kontrol. Pak Neo Karimin jadi sering
marah-marah tanpa alasan. Suka memukul anak-
anak, memecahkan barang-barang, serta berjudi.
Mula-mula dia berjudi dengan harapan akan
menang supaya dapat membayar utang-utang.
Tapi kemudian, cuma sekadar menghilangkan
kekesalan dan keruwetan pikiran. Seringkah
sampai jauh malam dia belum pulang. Terkadang
malah tidak pulang atau pulang pagi, dengan napas
bau alkohol.
Semua ini tak pernah ditulis adiknya dalam surat-
surat yang dikirimnya ke asrama, sebab Mama
melarang. "Buat apa Nina dikasih tahu," kilahnya.
"Cuma akan membuat dia khawatir tak keruan."
Tapi Nina segera melihat itu semua ketika dia
tiba di rumah. Adik laki-lakinya -yang
menjemputnya ke asrama- memang tidak bilang
apa-apa (atas instruksi). Namun matanya segera
bisa menilai keadaan.
Marisa yang membukakannya pintu. "Hei!"
serunya dengan amat gembira lalu melempar
kopernya dan memeluk adik perempuannya.
Marisa tertawa lebar, membalas pelukan

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


kakaknya dengan hangat Nina memegang kedua
bahunya, lalu memandangnya dari jarak selengan.
"Astaga! Kau hampir setinggi aku! Umur be-
rapakah kau? Sepuluh tahun?"
Marisa tersenyum malu. Bibirnya terkatup manis.
Tak mungkin Nina lupa umurnya, pikirnya. Sebab
tiga bulan yang lalu dia mengiriminya ucapan
selamat.
"Makannya buuuanyaaak!" Kris menimpali seraya
mengangkat kedua koper kakaknya ke dalam.
Marisa makin tersipu mendengarnya. Nina
menjewer Kris dengan tampang serius dan me-
negurnya, meskipun dalam hati dia geli bukan
main.
"Mana Mama dan Papa?" tanyanya mengalihkan
perhatian.
Marisa seakan menghela napas ketika
menggerakkan kepala ke arah kamar. Kasihan kau,
katanya dalam hati, mengelus kepala adiknya.
Mama sehari-harian tentunya berbaring saja
sebab tak dapat bergerak. Kau pasti kesepian.
Hidup yang menjemukan bagimu. Aku akan
membuat rumah ini penuh kegembiraan dan
kehangatan, janjinya dalam hati.
Dituntunnya adiknya ke dalam. "Mana Papa?"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Tadi pagi pergi, tahu ke mana." Suara adiknya
apatis.
Rumah sewa mereka kecil. Cuma empat kali
delapan meter. Tak ada air leding. "Untung ada
listrik, meskipun kelap-kelip!" kata Kris. Lantai
kelihatan bersih walaupun tidak berkilat. Nina
tak berani bertanya siapa yang mengepel. Pasti
Marisa. Kasihan anak itu, pikirnya. Terlalu kecil
untuk ikut-ikut susah. Tapi apa mau dikata,
mereka rupanya tidak mempunyai pembantu.
Selesai meletakkan koper-koper, ternyata Kris
diam-diam pergi ke dapur menjerang air.
Nina mengelus-elus rambut adiknya. Jangan
khawatir, Risa, katanya dalam hati, kalau aku ada
di sini, kau tak perlu ngepel lagi.
"Mama," kata Marisa di ambang pintu kamar, "Kak
Nina datang, Ma."
Nina tahu, ibunya pasti sudah mendengar
suaranya barusan. Rumah mereka begitu kecil.
Ah, rasanya rumah besar di Palembang itu cuma
bayangan belaka. Betulkah mereka pernah
memilikinya?
Kedua gadis itu melangkah masuk. Ibu sudah lama
menantikan mereka. Nina melepaskan adiknya dan
memeluk ibunya. "Mama," bisiknya tersenyum

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


sambil merebahkan kepalanya di atas dada
perempuan itu.
"Nina," sapa ibunya dengan penuh cinta. "Bukan
main senangnya Mama melihatmu. Rambutmu
bagus sekali!"
"Terima kasih, Ma." Dia tersipu-sipu mendengar
pujian itu. Diangkatnya kepala dan dipandangnya
ibunya. Tiba-tiba ulu hatinya terasa nyeri seakan
tertusuk sesuatu. Ibunya tampak jauh lebih
kurus dan lebih tua dari yang ter-akhir dilihatnya
tiga tahun yang lalu. Waktu itu Ibu belum lumpuh
tapi sudah menderita tekanan darah tinggi.
Nina tidak berani melayangkan pandangnya ke
sana kemari. Seluruh isi kamar itu sudah
dilangkapnya ketika melangkah masuk. Matanya
yang tajam melihat semua. Dan dia tak berani
bertanya. Tiba-tiba dia merasa lemah dan takut.
Ibunya bukan lagi ibu yang dikenalnya dulu. Adik-
adiknya bukan adik-adik yang dulu. Bahkan semua
barang asing baginya. Sarung bantal tempat
istirahat kepala ibunya yang cantik itu kelihatan
kuat dan warnanya putih kaku. Tidak putih
berkilat seperti kain linen berenda yang biasa
mereka miliki. Dari sela-sela rambut ibunya yang
hitam terurai, dilihatnya lukisan dedaunan yang
biasa ditemukan di tepi kolam. Juga ada huruf-

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


huruf berwarna hijau. Nina yakin, di bawah
kepala ibunya terdapat seekor katak dan tulisan
Made in Australia.
Ditelannya ludah tanpa menghilangkan senyum di
wajahnya. Dia tahu Marisa sedang mengawasinya
dengan kritis. Khawatir jangan-jangan kakaknya
akan mengritik serta mencemooh keadaan
mereka.
Tanpa melihat pun, hanya dengan meraba saja,
Nina sudah tahu, seprei ibunya bukan lagi sutera
tapi kain belacu. Oh, Mama, apa yang sudah
terjadi yang tidak saya ketahui?!
"Mama amat menyesal, kau terpaksa keluar dari
asrama," bisik ibunya tanpa melepaskan
pandangnya.
"Oh, Mam, saya mau keluar sendiri. Kan lebih
enak di rumah?" Nina ketawa riang.
"Mama khawatir kau takkan dapat belajar di
sini." Perempuan itu memandang ke langit-langit
dan berhenti pada bola lampu. "Lampunya suram
sekali, Nin."
"Enggak apa-apa. Mam. Bisa pakai pelita, kan?
Lagi pula...," Nina ketawa geli, "...di asrama kita
biasa belajar dengan batere kecil, ditutupi
bantal, takut ketahuan Mere!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Hiii...," tiba-tiba Marisa tergelak-gelak. Nina
sekonyong-konyong merasa gembira sekali
mendengar suara tertawa adiknya. Diraihnya anak
itu dan dipijitnya lengannya. Sejak tadi dia
khawatir kalau-kalau keadaan mereka telah
membuat si Kecil menjadi pahit. Dia takut
adiknya telah menjadi asing terhadapnya. Marisa
adalah anak yang amat sensitif. Tapi ternyata si
Kecil- mereka menamakannya begitu walaupun
kini dia sudah tumbuh menjadi besar -masih
belum berubah. Untunglah. Ibunya juga ikut
tertawa.
"Ceritalah mengenai asrama, Nin. Mama ingin
mendengar." Tapi Nina tidak' berhasrat untuk
mendongeng panjang lebar. Dia berkisah sedikit
mengenai teman-teman sekamarnya serta hobi
mereka memanggil toge goreng atau membeli
asinan sekalian berobat gigi. Tentang makanan
yang kadang tidak menimbulkan selera atau ada
kacoaknya, tidak disebutkannya.
Marisa terpingkal-pingkal mendengar ulah Ana
serta Lili mengelabui Mere bila mereka harus ke
dokter gigi. Atau ketika sepatu Loli berkenalan
dengan kepala Bapak Aljabar! Atau ketika Ana
digantungi dakochan yang berbunyi eeeiiik waktu
dipijit oleh Bapak Kimia.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Kemudian ceritanya habis. Suasana sepi sejenak.
Gelak Mama pun reda. Tanpa sadar jari-jari Nina
sudah membelai-belai rambut ibunya. Dilihatnya
beberapa rambut putih. Ah, umur berapakah
ibuku? Belum empat puluh, bukan? Betapa
menderitanya hidupmu kalau begitu, Mam,
pikirnya. Dan selama ini aku tidak tahu apa-apa.
Kris masuk lalu duduk di ujung ranjang membelai-
belai jari-jari kaki Ibu.
"Ke mana Papa?" tanya Nina untuk ketiga kali,
sebab merasa belum mendapat jawab yang
memuaskan. Sedetik dirasanya suasana menjadi
tegang. Tapi Kris dengan cepat melarutkan ke-
tegangan itu. "Ke mana lagi!" dia mendengus.
"Pasti minum arak dan berjudi di tempat ka-
wannya!"
"Krisss!!!" Suara Mama begitu keras, sehingga
Nina terperanjat dan lekas-lekas memeluknya.
Penderita tekanan darah tinggi tak boleh
dibiarkan jadi marah.
Ibu tampak menyesal dengan sikapnya. Lengannya
terulur mau menyentuh Kris. "Engkau maafkan
Mama, bukan? Mama tidak bermaksud
menghardikmu, Kris. Tapi Mama tidak mau
mendengar kau menjelek-jelekkan Papa seperti
itu. Papa adalah laki laki yang baik, Kris. Kau

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


sendiri tahu betapa dia menyayangi kalian. Cuma
sekarang ekonomi kita agak mundur gara-gara
penyakit Mama. Papa tidak punya penghasilan
sebaik dulu. Karena itu dia jadi bingung, gampang
marah, dan tidak lagi seperti dulu sikapnya. Mama
minta agar kalian bersabar menghadapi Papa dan
tetap menghargainya sebagai orangtua. Mama
tahu, dia berusaha keras memperbaiki keadaan
kita. Sekarang Nina sudah ada di rumah. Pasti
suasana akan lebih cerah. Kakakmu pintar
mengurus rumah dan memasak." Kedua anak itu
tersenyum gembira menyambut perkataan Ibu.
Sudah lama sekali rasanya mereka tidak lagi
makan enak! Mmm.
"Kris, kakakmu belum kauberi suguhan? Ayo sana,
ambilkan air!"
"Ya, Mam."
Tidak ada lagi yang membicarakan Papa. Nina
melihat ibunya lelah dan perlu istirahat Dia
segera minta diri dengan alasan mau mem-
bongkar koper. Setiba di luar, dia berpandang-
pandangan dengan Kris. Anak itu mengangkat
bahu. "Mari kutunjukkan kamarmu," katanya
meraih lengan kakaknya.
Marisa ikut. Kamar untuknya terletak di sebelah
kamar ibu dan ayahnya. Luar biasa sempit dan

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


sumpek. Baru selangkah dia masuk, sudah terasa
sesak napasnya. Panasnya bukan main. Angin cuma
bisa masuk sedikit dari sebuah jendela kecil.
Nina memandang berkeliling. Cuma ada satu
ranjang. Tapi Marisa jelas tidur di situ juga.
Tiba-tiba dilihatnya kedua adiknya menatapnya
dengan waswas. Nina tertawa dengan
kegembiraan yang dibuat-buat. "Kita akan tidur
sama-sama lagi seperti dulu, Risa!" serunya.
Sekonyong-konyong adiknya memeluknya sambil
menangis. "Oh! saya senang kau menyukai kamar
ini, Kak Nina. Saya sangat khawatir jangan-jangan
kau masih juga memimpikan kamar kita yang
dulu!" Marisa terisak.
Ya, Nina memang masih ingat. Dipeluknya Marisa
erat-erat Dan membayangkannya kini. Dibelai-
belainya kepalanya yang cantik. Dan akan
membayangkannya selalu. Diberikannya
saputangannya untuk membersit hidung. Ah,
kamar yang luas serta nyaman. Marisa
membersihkan hidung dan mencecap matanya.
Dua buah ranjang yang manis, terletak
berdampingan, penuh renda dan selalu harum.
Isaknya kini mereda. Mereka gemar main perang-
perangan dengan bantal. Marisa menengadah dan
Nina menyambutnya dengan senyum hangat.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Bahkan kamar asrama masih jauh lebih
mendingan. Senyum sendu merekah di wajah
rawan. Apa yang sudah terjadi?
"Kenapa... kenapa... kita jadi semis..., jadi... jadi...
begini?" bisiknya takut kedengaran Ibu. Dia tidak
sanggup menyebut kata yang dimaksud-nya. Kris
menolongnya. "Menjadi miskin, maksudmu?"
bisiknya sinis. "Yah, kesatu ini karena Mama!"
"Ssst!" Nina meletakkan telunjuk di bibirnya
sambil melirik dinding pemisah kedua kamar. Kris
mengecilkan suaranya sampai hampir-hampir
tidak terdengar. "Mama perlu banyak biaya. Papa
menjuali barang-barang, tapi toh kita masih perlu
berutang ke sana kemari. Kedua, Papa mulai suka
main dan minum. Lebih banyak lagi barang dijual.
Ketiga, Papa kehilangan kerja. Kita terpaksa
pindah kemari. Juga supaya Mama bisa berobat
lebih baik."
"Sekarang Papa kerja di mana?"
Kris memberi isyarat agar mereka semua pindah
ke dapur yang letaknya sedikit lebih jauh dari
kuping Mama. "Enggak di mana-mana," sahut Kris
begitu ketiganya duduk di meja kecil tempat
meracik sayuran yang merangkap jadi meja
makan. "Mondar-mandir saja ke sana kemari."
"Maksudmu?"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Ngobyek."
"Ngobyek? Ngobyek apa?"
"Apa saja. Motor. Barang-barang bekas seperti
lemari es, mesin jahit, dinamo, trafo, radio,
atau... yah! Buntut!"
"Bun... tut?" Matanya membelalak. Hanya bibirnya
tampak bergerak-gerak, suaranya sendiri nyaris
tak terdengar. Kris mengelakkan tatapannya dan
pergi kembali ke kamar hendak membantu
membereskan bawaan kakaknya. Nina mengikut,
Marisa mengintil paling belakang.
Nina tertegun di ambang pintu kamar. Kertas-
kertas yang melekat pada dinding papan itu sudah
luntur catnya. Sebagian malah sudah ter-koyak.
Mana meja riasnya yang elok itu? Ah, tentu saja
tidak terbawa. Barangkali malah sudah lama
dijual! Dan lemari-lemari pakaiannya. Rak-rak
sepatunya. Boneka-bonekanya, lengkap dengan
rumah serta perabot serba mini. Sepedanya.
Lemari bukunya.
"Oh, Tuhan," bisiknya mengatupkan tangan di
dada, siap untuk berkeluh kesah. Mendadak dari
kamar sebelah terdengar ibunya berdehem
membersihkan kerongkongan. Dia tersadar.
Wajahnya tersenyum kecil. "Terima kasih, Tuhan,

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


sebab Engkau masih membiarkan Mama di te-
ngah-tengah kami."

Bab 10

NINA duduk setengah mengantuk di ruang depan.


Catalan Kimia di depannya cuma samar-samar
saja dilihatnya. Lonceng kecil di meja-pojok
sudah menunjukkan jam setengah sembilan. Dan
Papa belum juga pulang, pikir Nina. Adik-adiknya
kelihatan tenang-tenang saja. Pasti ini kejadian
biasa bagi mereka. Marisa sedang menghafal
tanpa bunyi, sementara Kris asyik dengan radio
transistornya. Nina masih belum menanyakan di
mana anak itu tidur. Dugaannya, Kris tidur di
ruang depan, sebab di sudut terdapat gulungan
kasur dibungkus tikar.
Nina merindukan kamarnya di asrama serta
teman-temannya. Juga lampu yang terang
benderang. Dibayangkannya Ani sedang menulis
surat cinta di balik buku Alam. Mere tentu
mengira betapa rajinnya anak itu, menulis
berjam-jam lamanya. Ana akan pura-pura
membutuhkan pinsil atau karet penghapus.
"Pinjam sebentar pinsilmu, Ni," dia akan bilang
setelah cukup lama berdiri diam di belakangnya

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


sampai terbaca olehnya beberapa kalimat yang
bisa menjadi bahan warta berita seminggu
lamanya. Terkejut, Ani akan menoleh, lalu
setengah merengut memberikan apa yang
diminta. Tentu saja dia tidak menyukai spionase
macam begitu, tapi tidak berdaya melarangnya,
sebab itu berarti konfrontasi dengan sekian
banyak anak yang semuanya suka gosip. Melihat
Ana tidak juga segera berlalu, dia gondok sekali.
"Pergi, ah! Tunggu apa lagi? Nanti bintitan lu
ngintip-ngintip, tahu rasa!"
Kris memandang kakaknya, mau coba-coba
menebak, sudah ngantukkah dia? Sebab dia ingin
tidur dan kursi-kursi perlu disingkirkan. Nina
kelihatan melamun. Kris tidak berani bilang apa-
apa. Dia menoleh pada adiknya. Marisa sedang
asyik. Mukanya tertutup buku. Ah, anak rajin,
keluh Kris. Tentu si Kelinci itu takkan tidur
sebelum Papa pulang. Supaya dipuji, tuduhnya
suatu kali. Aku cuma ingin membukakan Papa
pintu, bantah Marisa.
Nina melipat kaki sekecil-kecilnya supaya tidak
jadi target gigitan nyamuk. Marisa ternyata
kelupaan membeli obat nyamuk di waning.
"Kak Nina," tiba-tiba didengarnya suara Kris.
"Kau masih ingat si Ogu?"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Ogu? Oh, maksudmu Deni. Kenapa?"
"Masih ingat?"
'Tentu. Kenapa?"
"Ketika kami mau berangkat kemari, dia datang..."
Kris berhenti mau melihat reaksi kakaknya, tapi
Nina menunduk sehingga tidak kelihatan
wajahnya, "...dan kirim salam untukmu."
Nina menahan napas. Hatinya berdebar-debar.
Tak mungkin, pikirnya. Tak mungkin aku masih
dihantui dia! Tiga tahun cukup lama. Dan tiga
tahun sudah aku mencoba melupakannya. Aku
pasti sudah melupakannya. Tapi... aku kira aku
sudah melupakannya, keluhnya dalam hati.
Ternyata... mendengar namanya saja sudah
terlonjak hatiku....
"Oh, dia masih di sana?" tanyanya berlagak tak
acuh.
"Ya. Dia kan sudah ditahbiskan tahun lalu. Lupa?"
"Eh, aku kok enggak tahu! Kenapa kau enggak
memberitahu?"
"Ah, masa! Kalau begitu aku kelupaan. Sudah
hampir setahun dia jadi imam."
Nina membisu. Di atas bukunya mendadak muncul
wajah Deni. Seperti yang diingatnya. Rambut
terbaur kena angin. Mata yang berkerut bila
ketawa. Dan mata yang rajin menyelami hati

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


orang. Bibir yang tak pernah kaku. Bibirnya selalu
ramah dan manis.
Waktu itu Nina duduk di kelas enam. Dia
mendapat hadiah kenaikan kelas berupa sepeda.
Sudah lama dia merindukan sepeda jengki bercat
hijau macam itu. Meski jarak rumahnya ke
sekolah tidak jauh, dipakainya juga hadiahnya.
Dan pada suatu pagi, dia terjatuh dari sepeda
ketika hendak naik ke trotoar. Mata kaki kanan-
nya terkilir. Sakitnya bukan main. Walaupun malu,
dia terpaksa duduk saja di jalan. Dicobanya
berdiri tapi gagal sebab nyeri sekali. Sedang dia
berpikir-pikir ke mana hendak minta tolong, tiba-
tiba seorang pemuda menghampi-rinya. Tanpa
banyak bicara diangkatnya sepeda itu lalu
diperiksanya kalau-kalau ada yang rusak.
Ternyata hanya setangnya yang bengkok. Dengan
cekatan pemuda itu meluruskannya kembali.
"Sepedamu enggak apa-apa," gumamnya seraya
memasang standar supaya kendaraan itu dapat
diparkir. Lalu dia berjongkok di depan Nina dan
bertanya dengan suara yang luar biasa ramah,
apakah ada yang sakit.
Nina mengangguk sambil menunjuk mata kaki yang
sedang dipeganginya. Pemuda itu mengangguk
juga dan menyingkirkan tangan Nina.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Diperiksanya sebentar lalu tanpa aba-aba lagi
ditariknya kaki Nina sehingga gadis itu menjerit
kesakitan.
"Sakit sedikit," katanya menghibur. "Tapi setelah
itu tidak lagi terasa nyeri. Coba, tidak nyeri lagi,
bukan?"
Nina diam sebentar merasakan nyerinya. Betul.
Nyeri itu tak ada lagi. Ajaib sekali. Nina segera
mengira bahwa laki-laki itu adalah seorang
dokter. Dipandangnya dia dengan ka-gum. Betapa
hitam dan jernih matanya. Mukanya penuh bopeng
bekas cacar. Tapi senyumnya manis. Giginya putih
dan rata.
"Nah," laki-laki muda itu menyadarkannya,
"sekarang kau bisa ke sekolah lagi. Atau mau saya
antar? Di mana sekolahmu?"
Nina menyebutkan nama jalannya.
"Ya, lebih baik saya antar. Kebetulan saya mau ke
arah sana." Tanpa menunggu persetujuan, orang
itu sudah membimbingnya berdiri lalu
menuntunnya sambil bertanya kalau-kalau masih
terasa sakit.
"Enggak," sahutnya menggeleng. Maka dilepasnya
pegangannya. Mereka berboncengan tanpa
berkata apa-apa. Nina begitu terpesona dengan
kenalan barunya itu, sehingga dia lupa bilang

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


terima kasih ketika sudah tiba di sekolah. Dia
bahkan lupa menanyakan nama orang itu. Dan
orang itu pun tidak menanyakan namanya.
Tapi seminggu kemudian dengan tidak sengaja
seorang temannya menyebutkan nama pemuda itu.
Ogu.
"Aneh betul namanya," tukas Nina.
"Iya. Waktu kecil, kita suka main orang gagu dan
dia selalu yang jadi si gagu, sebab paling lucu dan
pintar berlagak bisu. Jadi kita sebut dia si Ogu.
Nama sebenarnya Deni."
"Jadi kaukenal dia!" gumam Nina sambil
melayangkan pandang ke sudut toko buku itu,
tempat mereka bertemu lagi.
Ogu sedang melihat-lihat entah buku apa.
Rambutnya yang dicukur pendek tampak hitam
berkilat. Dari belakang dia kelihatan seperti anak
sekolah, tapi Nina diberitahu bahwa dia sudah
tidak sekolah lagi.
"Kami dulu tetangga, tapi sudah hampir empat
tahun kami pindah. Barangkali dia sudah lupa...."
Ternyata tidak. Sebab ketika Ogu melangkah mau
pulang dan melewati mereka, dia berhenti,
berseru gembira lalu menyapa keduanya. "Hei,
Lila! Mau cari buku, nih? Ini kawanmu? Siapa sih

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


namanya?" dia berkicau riang, lalu menceritakan
sedikit perihal insiden dengan sepeda itu.
"Namanya Nina, teman sekelasku," sahut Lila.
Nina merasa bahagia sekali bahwa pemuda itu
masih ingat saat dia terduduk kesakitan dijalan,
bahwa dia telah menanyakan namanya dan bahwa
dia menawarkan untuk mengantar mereka pulang.
"Sayang," sahut Lila, "kami masih mau memilih
beberapa buku lagi. Nanti kelamaan." Jadi Ogu
pun minta diri. "Umurnya sepuluh tahun lebih tua
dari kita, lho," kata Lila tanpa ditanya.
"Dua puluh dua tahun?" Nina hampir tidak
percaya. "Kelihatannya masih muda. Aku sangka
baru tujuh belasan. Kenapa dia enggak sekolah
lagi?"
"Aku enggak tahu," sahut Lila." Beberapa tahun
yang lalu, dia pergi sekolah ke Jawa, tapi
orangtuanya menyuruhnya pulang kembali."
Nina tertegun. "Kok aneh, ada orangtua enggak
suka anaknya sekolah?"
"Itu bukan sekolah biasa, Nin. Itu sekolah buat
calon-calon imam."
Oooh! Jadi Ogu ingin menjadi imam, pikirnya.
Rasa kagumnya makin bertambah.
"Orangtuanya enggak setuju? Apa mereka bukan
Katolik?"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Mereka memang bukan Katolik, tapi seandainya
Katolik pun, mereka takkan setuju Ogu menjadi
imam. Mereka sudah menyediakan jodoh yang
kaya baginya." "Dan dia sudah menikah?"
"Belum. Tapi pasti enggak lama lagi. Aku tahu,
sebab kebetulan calon istrinya adalah anak
sepupu ibuku."
Nina memikirkan hal itu sepanjang jalan. Dia
selalu menyukai tembok-tembok bersih biara
serta ketenangan yang meliputinya. Kadang dia
malah berangan-angan untuk tinggal di sana.
Betapa senang rasanya dikelilingi taman-taman
yang indah-harum. Berdoa dalam keheningan,
bercakap-cakap khusus berdua saja dengan Tu-
han, menjadi sahabatNya, menjadi milikNya
sepenuh-penuhnya. Betapa senangnya.
Dan Ogu! Dia juga mau hidup seperti itu. Ah, dia
memang tahu, mereka berdua cocok sekali. Cita-
cita yang sama. Pandangan hidup yang sama.
Kepercayaan yang sama. Semua itu indah sekali
untuk dipadukan dalam sebuah persahabatan.
Bukankah Tuhan sendiri yang mempertemukan
mereka berdua? Dia akan mencoba mendekati
Ogu dan menanyakan tentang niatnya itu. Dia
akan membantunya, kalau perlu memberinya
dorongan untuk mengatasi segala rintangan.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Berkat bantuan Lila, mereka berdua jadi teman
baik. Nina juga berkenalan dengan calon istri
Ogu, seorang gadis yang manis dan sederhana.
Dia pasti tidak mengerti, bahkan tidak tahu
bahwa perkawinannya dengan Ogu akan
membunuh masa depan pemuda itu.
Ogu bercerita mengenai hidupnya. Ketika dia
mengutarakan niatnya untuk menjadi imam,
ayahnya terkejut sekali.
"Tidak menikah?" teriaknya setinggi langit
menyebabkan ibu Ogu tergopoh-gopoh masuk dari
dapur.
"Ada apa? Ada apa?" tanyanya kalut.
"Coba dengar! Anak kurang ajar ini sudah berani
melawan orangtua! Dia bilang, dia enggak mau
menikah! Bayangkan!"
Ibunya ternganga tak mengerti ke mana mak-sud
suaminya. Sedangkan Ogu diam saja tak mau
membantah. "Kenapa kau tak mau menikah?"
tanya ibunya akhirnya.
"Dia mau jadi imam!" sembur sang ayah dengan
muka merah dan mata melotot. "Menjadi padri
Katolik!"
"Aaah??" ibunya juga kaget Dia tak mengerti
sedikit pun tentang agama itu dan para padri
yang dilihatnya di sekolah anaknya selalu

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


mengejutkan hatinya, seperti bila dia menatap
para tuan-tuan Belanda dulu.
"Nah," kata ayahnya, senang bahwa ibunya tidak
membela Ogu, "dia malah bilang, dia sudah masuk
Katolik! Bayangkan! Bisakah kau
membayangkannya? Tentu enggak! Dia masuk
agama itu tanpa setahuku, tanpa izinku! Pasti dia
bohong pada; pastor, mengatakan aku memberi
izin! Ya, bukan? Engkau berdusta, kan? Ayo,
mengaku!"
Ogu diam sejenak. Nina menatapnya. "Apa kau
bohong waktu itu?"
"Ya, aku berdusta. Kukatakan pada pastor,
orangtuaku memberi izin. Aku juga bohong pada
ayahku ketika minta izin sekolah ke Jawa."
"Kauhilang apa?"
"Aku bilang, aku mau meneruskan sekolah.
Nyatanya, aku masuk seminari!" Ogu tersenyum
sedih, menunduk, menendang-nendang kerikil.
"Akhirnya Ayah tahu juga. Dia menanyai pastor
dan pastor menjelaskan semuanya. Aku dipaksa
pulang. Dan... di sinilah aku!" Ogu melempar
kerikil sejauh-jauhnya seraya menghela napas.
Nina ingin sekali menanyakan tentang
perkawinannya, tapi dia tak berani. Ogu seakan

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


tahu apa yang dipikirkannya. "Sekarang aku harus
kawin!"
"Apa itu betul?" Melihat Ogu mengangguk, Nina
tak dapat menyembunyikan kecewanya. "Kalau
begitu, kau tak tahan uji! Imanmu kurang! Masa
cuma karena orangtua, kau jadi batal? Kenapa kau
enggak berusaha membujuk orangtuamu supaya
mengerti? Enggak setiap orang terpanggil untuk
tugas yang mulia ini, Deni."
"Kau masih terlalu muda, Nin. Kau belum mengerti
sepenuhnya kesulitanku. Aku memang harus
menikah! Semoga Tuhan mengampuni aku karena
aku sudah menolakNya."
"Tapi kenapa? Kenapa harus?"
Lama Ogu tidak menjawab. Nina jadi sengit dan
kecewa. "Aku tahu!" tuduhnya. "Karena kau akan
dikucilkan dari keluargamu kalau kau enggak mau
menikah!"
"Oh, kalau cuma itu, aku sungguh enggak peduli.
Tapi ini menyangkut ayahku. Dia berutang budi
pada calon mertuaku, lalu berjanji akan membalas
budi itu dengan menjodohkan aku dengan
anaknya. Kalau janji ini enggak dipenuhi, ayahku
akan merasa hilang muka dan mengancam mau
bunuh diri!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Oh!" tangannya tanpa sadar mengambil keriki-
kerikil dari tangan Ogu lalu melemparnya satu per
satu.
"Aku juga ingin masuk biara," Nina membuka
rahasia, kemudian menambahkan dengan sengit,
"tapi aku takkan membiarkan diriku dihalangi
seperti kau! Aku takkan menjadi lemah! Aku pasti
akan melaksanakan cita-citaku, apa pun yang
terjadi!!!"
"Aku doakan semoga jalanmu takkan berduri. Tapi
ingatlah selalu inti kepercayaan kita: cintailah
sesamamu seperti dirimu sendiri! Jangan
membuat sesamamu menderita karena engkau.
Apa gunanya mengabdi pada Tuhan kalau selusin
manusia yang kautinggalkan merana karenanya?
Kalau aku tetap bertekad meneruskan niatku,
gadis itu pasti akan menderita. Ayahku juga
mungkin benar-benar akan bunuh diri. Seluruh
keluargaku akan terkena aib.
"Aku sudah mengenal gadis itu setahun lebih.
Orangnya manis dan baik. Pikirannya terlalu
sederhana. Dia tidak mengerti apa-apa di luar
dunianya sendiri. Takkan terpikir olehnya ada
laki-laki bercita-cita hidup membujang dalam
biara! Tidak, dia takkan mengerti. Siang malam
kupikirkan, betapa akan hancur hidupnya kalau

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


aku menolaknya. Dia takkan mau percaya, aku
menolaknya karena alasan pribadi yang tak ada
sangkut pautnya dengan dirinya."
Nina tersentak oleh teguran adiknya. "Kalau mau
melamun, lebih baik di ranjang, Kak. Supaya aku
bisa tidur juga!" ujar Kris.
Nina menoleh dan melihat Marisa sedang
membereskan buku-bukunya. Dengan lesu di
bereskannya juga catatan Kimianya. Kok Ogu
akhirnya berhasil mencapai cita-citanya?
pikirnya. Dipandangnya Kris. "Kan Ogu sudah
hampir menikah? Bagaimana dengan calonnya?"
"Mereka memang menikah," sahut Kris meng-
ganti sender radionya. "Lalu..."
"Ya, lalu..." Nina menunggu tidak sabaran.
"Istrinya meninggal ketika melahirkan."
"Oh! Anaknya?"
"Meninggal juga. Dalam kandungan."
"Oh!" Hatinya berdebar. Kepalanya terasa ringan,
berputar. Matanya berkunang-kunang. "Kalau
Engkau menuntut hakMu, oh Tuhan, apa pun
Kaulakukan! Kautunjukkan kebesaranMu!"
gumamnya tanpa disadari. "Ngoceh apaan, nih?"
tanya adiknya heran.
"Mari aku bantu kau membereskan tempat
tidurmu!" katanya mengelak.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Meja kursi disingkirkan. Gulungan tikar dibuka di
tengah ruangan. Kasur tipis diluruskan. Seprei
dirapikan. Terakhir, kelambu dipasang. Kemudian
Nina masuk ke kamar, berbaring di sebelah
Marisa yang sudah hampir lelap. Nina mencoba
melebarkan matanya untuk menantikan ayahnya
pulang. Tapi dia tak sanggup. Sebentar saja dia
pun sudah lelap seperti adiknya. Ayahnya tidak
dijumpainya pada hari pertama dia pindah dari
asrama. Tapi dia bermimpi ke-temu Ogu dengan
rambutnya yang terburai-burai kena angin,
dengan pipinya yang penuh bopeng serta jubahnya
yang putih. Ogu ketawa manis padanya.

Bab 11

SORE itu ada pelajaran tambahan Alam. Nina


sudah minta izin dari ibunya untuk ke rumah Ita
siang itu supaya tidak terlalu lelah. Rumah Ita
dekat sekolah. Lagi pula dia naik mobil. Jadi Nina
dapat membiarkan sepedanya di sekolah dan baru
mengambilnya sepulang les nanti.
Dia bangun lebih pagi dari biasa supaya dapat
memasak sayur juga. Biasanya dia masak sepulang
dari sekolah. Diletakkannya seteko air minum di
samping ranjang ibunya, berikut makanan serta

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


keperluan kecil-kecil lainnya. Tetangga sebelah
sudah menawarkan diri untuk melihat-lihat ke
rumah sementara anak-anak masih di sekolah.
Sambil bersandar dalam mobil Ita, Nina
membayangkan ibunya di rumah entah sedang
ngapain. Semoga adik-adiknya sudah pulang. Dia
kelupaan menaruh air di bawah tempat gula.
Mudah-mudahan enggak dikerumuni semut.
'Ah, semoga konco-konco abangku enggak muncul,
supaya kita bisa latihan Stereo bersamanya,"
ujar Ita.
Nina cuma setengah mendengarkan. Pikirannya
berada jauh di rumah, di samping ibunya. Apakah
Mama sudah makan? Sayurnya dihangatkan lagi
atau tidak oleh Tante sebelah? Dia tidak melihat
Ita memperhatikannya sejak tadi. Apakah Mama
menelan obatnya dengan betul? Ita punya alasan
besar untuk membujuknya main ke rumah. Pil biru
kecil dua, pil merah satu, tablet putih setengah.
Kebetulan ada les Alam!
Setelah pertandingan voli-yang dimenangkan oleh
Theresia-tempo hari, Miki bilang sepintas lalu
bahwa dia ingin melukis Nina. Meski suara
abangnya tidak kedengaran menggebu-gebu, Ita
paham betul artinya. Miki tertarik pada Nina!
Cowok yang satu ini -istilah Ita- enggak biasa

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


tertarik pada cewek-cewek, walau yang segenit
Magdalena sekalipun. Magda mengira, dia telah
memegang ekor si Miki dalam telapak tangannya!
Huh! Kalau dia tahu gimana Miki selalu mengeluh
tentang sikapnya yang terlalu provokatip!
Tapi Nina lain. Anak ini halus, tenang. Seperti
telaga jernih yang memukau setiap pengunjung.
Tidak tergoda dan tidak terpengaruh polusi apa-
apa. Bahkan cenderung kelihatan tak acuh
terhadap cowok! Mungkin sifat-sifat itu
merupakan tantangan bagi Miki, sehingga dia
tertarik!
Karena letaknya tidak jauh, mereka tiba di rumah
Ita dalam sepuluh menit Ita melayangkan mata
ke seluruh halaman dan menarik napas lega. Tak
ada sepeda motor satu pun! Berarti takkan ada
yang nimbrung. Dia ingin pertemuan Nina dengan
abangnya sekali ini berlangsung serapi mungkin.
"Ayo, Nin," dia mengajak turun dari mobil. Lalu
sambungnya pada Pak Kebun yang membukakan
pagar, "Miki udah pulang, Pak Kijen?"
"Sudah, Non. Itu di dalam, lagi nungguin Non
makan."
"Aaah!" seru Ita ketawa gembira menyambar
lengan Nina. "Cepatlah! Aku udah lapaaar be'eng,
nih!" Rumah besar itu sunyi sepi. Ita bilang,

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Mami sedang pergi. Barangkali menengok rumah
yatim piatu yang kemarin dulu kebakaran."
Seperti pada kunjungannya yang pertama waktu
Ita ultah, kali ini pun Nina merasa kagum pada
interior rumah, namun tak berani lancang
menoleh-noleh ke sana kemari. Dia tahu,
beberapa pembantu -ada berapa sih pembantu
mereka? Astaga banyaknya! Coba berikan satu
saja untuk Mama!- sedang mengawasinya dari
dapur. Karena itu Nina melangkah lebih tegap
dengan kepala tegak dan mata lurus ke depan.
Akibatnya dia tidak melihat Miki yang sedang
duduk di ruang tengah. Dia kaget setengah mati
waktu disapa hai! Hampir dia ngusruk kesandung
kaki kursi goyang.
Miki ketawa. "Sori. Kaget? Bi, ambilkan minum!"
Nina menjadi merah seperti kepiting rebus dan
merasa dungu sekali sebab begitu gampang
kagetan. Dia makin salah tingkah ketika seorang
pembantu muncul dengan nampan dan gelas berisi
sirop merah, lalu Miki mengambil gelas itu dan
menyorongkannya padanya. "Minumlah, biar
kagetmu hilang!" Memang cowok itu tidak ketawa,
tapi pada perasaan Nina, dalam hati dia sedang
tersenyum geli memperhatikannya. Sebab
matanya seakan... suara Ita membuyarkan

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


pikirannya, sekaligus menolongnya dari rasa malu
yang mencekam. "Tolong piring satu lagi, Bi!"
teriaknya membuat para pembantu lari serabutan
menyiapkan tempat di meja.
Mereka makan bertiga. Miki rupanya betul-betul
anti cewek, pikir Nina. Dia tidak mau ikut
ngobrol, asyik dengan makanannya saja. Kepalanya
menekuri piring terus atau begitulah yang
kelihatan oleh Nina. Tapi dia tidak tahu,
sebenarnya Miki sering mencuri-curi meliriknya
bila didengarnya Nina sedang berbicara dengan
Ita.
Seperempat jam kemudian santap siang itu usai,
lalu mereka pindah ke ruang tengah yang nyaman
dan luas. Nina merasa kekenyangan, sebab
piringnya sudah telanjur diisi penuh oleh Ita dan
dia tak berani menyisakannya, takut kurang
sopan. Dalam hati dia merasa sedikit bersalah,
siang ini dia sudah makan enak sedangkan ibu
serta kedua adiknya cuma kebagian sayur bening
serta dadar telur. Kapan mereka pernah makan
semur daging segurih tadi, atau sosis dengan saus
coklat, atau ayam goreng, atau... ah, rasanya
Palembang letaknya sejuta tahun cahaya dari sini.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Mik, bantuin dong kita bikin pe-er Stereo!" seru
Ita memanggil abangnya yang sedang bercanda
dengan anjing mereka.
Betulkah mereka pernah tinggal di sana, dalam
rumah bagus, dengan perabot indah dan makanan
enak?!
Tanpa komentar, Miki menyeret kursi, membujuk
herdernya supaya permainan mereka ditunda
dulu, lalu menemani mereka duduk di meja
marmer bundar.
Ah, dia tinggal merengek saja minta perkedel
atau pastel maka ibunya akan segera menuruti
kehendaknya. Pulang sekolah, sudah siap di atas
meja.
Miki ternyata bukan saja pintar, tapi juga
berbakat mengajar. Orang gampang memahami
penjelasan-pejelasannya.
"Sekarang aku tahu kenapa kau selalu dapat
tujuh ke atas kalau ulangan. Rupanya kau punya
guru yang hebat!" puji Nina. Marisa paling susah
diajarin, terlebih matematik. Wah, anak itu
paling suka pulut dengan kinca yang manis dan
gurih. Ah, masa lalu yang nyaman!
"Oh, bapak guruku ini malas! Cuma tempo-tempo
saja dia mau. Kalau ada yang istimewa, katanya,"
Ita berkicau sambil tersenyum melirik Miki.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Jadi sekarang ini ada yang istimewa?" Nina
terlambat menyadari betapa begonya pertanyaan
itu. Lugu-lugu bodoh! kutuknya dalam hati.
Wajahnya kembali merah matang ketika Miki
mengangkat muka, menatapnya lalu menjawab
lantang, "Ya, dong! Kau!" Matanya kembali
kelihatan seperti mau ketawa. Mmm, jadi kau ini
sebenarnya enggak alergi sama cewek toh, pikir
Nina sengit-sengit senang.
"Eh, lalu kaukira aku enggak istimewa?" Ita
merajuk dengan suara mencicit seperti tikus
kejepit Ketiganya terbahak.
Ita bertubuh langsing dan tinggi. Wajahnya agak
bulat tapi tidak tembem. Malah bagus untuk
kekurusannya, sehingga dia tidak kelihatan
seperti panji tengkorak. Rambutnya juga cocok
sekali dipotong pendek, membuat lehernya yang
jenjang lebih indah dari slang air.
Miki juga jangkung, tapi berbeda dengan adiknya,
tubuhnya padat berotot. Wajahnya kekar bersegi
nyaris mirip maling cinta gombal dalam film-film
India, sayang kumisnya tak ada dan hidungnya
kurang tinggi dua milimeter. Selain itu bibirnya
terlalu kaku... Nina tersenyum sendiri memikirkan
analisanya ini.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Eiii!" Ita menepuk tangannya, membuatnya
hampir gelagapan, kaget.
"Bikin Stereo mah perlu konsentrasi pol! Enggak
bisa disambil sama ngelamun, Neng!" Ita
berkotbah.
Ita brengsek! makinya dalam hati. Mukanya
kembali matang. Dia tahu Miki pasti ketawa geli
lagi (dalam hati) memperhatikannya. Heee,
jangan-jangan disangkanya aku sedang
melamunkan dirinya! Iiih, maunya!
"Aku bukannya lagi ngelamun, Nyet! (Sang monyet
tetap nyengir, rupanya kurang percaya; biar aku
kik balik abangnya yang suka ngetawain cewek
lugu-lugu bodoh!) Aku lagi membandingkan
abangmu dengan adikku. Si Kris udah mulai
tumbuh kumis, lho! Kok abangmu kelihatannya
kelimis betul, aku jadi berpikir apa ada
kelainan..." Kena deh, pikirnya senang melihat
kedua mata yang suka ketawa itu berubah jadi
kelam seakan bertekad mau menelannya mentah-
mentah! Ita sebaliknya, malah ketawa ngikik.
"Kena lu, Mik! Makanya jangan suka ngelirikin
orang diam-diam begitu! (Kini gantian Nina yang
bersemu dadu; baru dia tahu dirinya sejak tadi
rupanya jadi target si mata kelam!) Apa aku
bilang! Nina bukan cewek sembarang cewek. Coba

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


kalau aku aduin ke Papi, disangkanya kau benar-
benar ada kelainan! Pasti kau langsung diseretnya
ke..."
Tapi Miki keburu memotong Ita dengan
ucapannya yang tajam, "Kau ternyata bukan cuma
istimewa, tapi juga sensasional! Di mana pernah
kejadian ada cewek berani naksir-naksir kumis
cowok! Ha... ha... ha..." Dan bibir serta matanya
meledak ketawa memagut Nina yang tersipu-sipu,
dalam pandangan berapi. Lewat sedetik dalam
panggangan yang menyala itu, Nina terpaksa
mengaku kalah dan membuang mukanya ke
samping. Tapi gelak membahana itu terus
mengikutinya tanpa ampun. Sampai akhirnya
datang puding buah serta rujak petis pesanan
Ita.
Setelah itu suasana menjadi lebih intim dan
hangat. Nina bahkan sudah menganggap Miki
sama baiknya dengan Kris. Dengan lancar ke
tiganya membahas soal demi soal. Begitu asyiknya
mereka, sehingga telepon berdering pun tak ada
yang meladeni. "Paling-paling si Paul atau Luki!"
gumam Miki sama sekali tak bergairah untuk
beranjak dari samping Nina.
Ketika pe-er sudah beres, Ita mengusulkan agar
mereka berdua dilukis. Nina ketawa tapi tidak

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


menolak. "Lucu juga 'kali, ya. Aku belum pernah
dilukis, lho. Ngeri, enggak?"
"Nah, itulah! Sekali-sekali mesti nyobain, dong.
Ditanggung enggak sakit! Iya, kan, Mik? Kau mau
dong melukis kita berdua?" Ita menggoda
abangnya dengan berlagak manja, padahal dia
tahu betul betapa ngebetnya si amatir itu ingin
melukis temannya.
"Oh, suatu kehormatan bagiku," sahutnya
tersenyum, membungkuk serta menyapu udara
dengan gerakan tangannya. "Dijamin, aku enggak
menggigit, paling-paling cuma melotot kalau kalian
terlalu banyak bergerak. Ngomong-ngomong,
sanggupkah kalian duduk diam selama setengah
jam? Aku akan membuat sketsa. Barangkali..."
dipandangnya mereka bergantian, "kalian enggak
bakal tahan!"
"Taruhan?" seru Ita sengit.
"Nantang, nih?" Nina berbareng menjawab.
Miki ketawa senang. Ita nyaris membeber
rahasia abangnya, tapi hatinya enggak tega.
Kakak beradik itu cuma selisih delapan bulan dan
akrabnya bukan main. Setiap kali Ita jatuh cinta,
dia pasti laporan pada abangnya, sekalian minta
nasihat. Sebaliknya, Miki juga menceritakan
kesulitan-kesulitannya. Cuma bukan masalah

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


cinta. Cowok yang satu ini (sebutan kesayangan
Ita untuk abangnya) belum pernah jatuh cinta.
Belum pernah?! Memm... memm... memm... Ita
bersenandung macam lebah berdengung.
Miki kelihatan sudah tidak sabaran. "Ayolah kita
segera mulai, tunggu apa lagi? Kalian harus
berangkat lagi, bukan?"
"Oh, masih lama. Masih satu jam lagi," sahul Ita
menghentikan sebentar senandungnya. Kemudian
diajaknya Nina mengikuti Miki ke studio di sudut
kebun belakang. Studio itu sama sekali terpisah
dari rumah. Bangunannya artistik dari bambu
yang dipelitur, ukurannya tiga kali enam meter.
Dinding dan pintu juga dari bambu. Atapnya dari
sirap. Pondok mungil itu hampir tidak terlihat
dari luar, sebab ditutupi semaksemak rimbun.
Ruang dalam pun penuh dengan rumput serta
tanaman hias.
"Rupanya Kebun Raya Bogor pindah kemari,"
komentar Nina spontan. "Pantas kabarnya banyak
tanaman di sana yang hilang!" "
"Ehem! Kebun Raya kan milik rakyat Indonesia!
Berarti, milikku juga, bukan?" sahutnya sambil
ketawa gelak. Rupanya Miki bisa menghargai
humor, pikir Nina kagum. Ketawanya hangat,
menyenangkan. "Ayo, kalian duduk di sini!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


katanya mengatur kursi. "Akan kubuka jendela di
sana."
"Bikin wajahku secantik mungkin, Mik!" pinta
adiknya. Miki menoleh dari jendela yang barusan
dibukanya, terpesona mendengar permintaan itu.
"Dan apakah aku juga harus membuat wajahmu
secantik mungkin?" tanyanya sedikit sarkastis,
menatap Nina dengan tajam.
"Oh, tentu!" sahut Nina seenaknya. "Kalau
enggak, mendingan aku belajar Alam saja!"
"Iya, dong. Ngapain ngabisin waktu percuma!" Ita
menimpali. "Kalau pelukis enggak becus nyulap
wajah jadi cakep, lebih baik kita pergi ke tukang
potret aja! Lebih cepat, lebih murah, dan
gampang diperbesar atau diperbanyak. Mau
ilangin jerawat, tinggal ditusir! Pokoknya sip!"
Miki menarik napas, kewalahan dikerubuti
berdua. "Sudah enggak bayar, pake ngancam lagi!
Yah, coba kita liat, apa yang bisa dihilangkan,"
gumamnya, lalu sebelum Nina sempat mengelak,
telunjuknya sudah merabai pipinya. "Ehem!
Enggak ada jerawat Kerut-kerut juga belum ada,"
ujarnya, menarik jarinya tepat pada saat Nina
mengangkat tangan hendak memukulnya. "Tahi
lalat ini," sambungnya, menunjuk dari jauh,
"sebaiknya dibiarkan saja untuk pemanis. Cuma

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


bibirmu terlalu kaku, kau mesti tersenyum
sedikit Nah, begitu! Tahi lalat di sudut bibirmu
sekarang kelihatan tambah manis!" Nina jadi
merengut sedikit, sebab sebenarnya dia
tersenyum tadi itu bukan karena disuruh,
melainkan spontan saja, sebab geli mendengar
analisa Miki.
"Jangan, jangan!" teriak Miki seakan panik.
"Jangan merengut begitu! Sayang kanvasku, nanti
rusak!" Nina terpaksa ketawa mendengar
kesintingan cowok yang satu ini.
"Lalu aku... aku, gimana?" Ita merengek sambil
menarik lengan Miki.
"Oh, jangan khawatir! Aku sudah apal betul
wajahmu. Jerawatmu masih ada tiga. Tentu saja
akan kuhilangkan kecuali kalau kau mau
membiarkannya sebagai hiasan!"
"Aw!" raung Ita seolah kesakitan. "Siapa sih yang
mau lukisannya dihiasi jerawat?"
"Cerewet! Kan sudah aku bilang, bisul-bisul
asmara itu akan dihilangkan!" Miki mengomeli
adiknya sambil mengatur kertas dan pinsil.
Mulailah mereka berpose. Baru saja sepuluh
menit Nina sudah tidak tahan. Rasanya ada saja
yang gatal atau pedih seperti digigit semut,
sebentar di lengan, nanti di betis, nanti lagi di

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


tengkuk. Tapi ketika dia bergerak mau
menggaruk, Miki langsung mengacungkan telunjuk
menyuruhnya tenang. Nina merasa betul-betul
tersiksa. Berlainan dengan Ita yang sangat
antusias. Dia sudah mirip patung, duduk tak
bergeming. Barangkali karena Ita mempunyai
mission impossible! Dia mau nampang di kelas dan
unjuk kebolehan di depan Simon!
Karena itu betapa kecewa dan marahnya kedua
noni itu ketika mereka melihat hasil pengorbanan
mereka selama setengah jam. Cuma coret-
coretan yang tidak keruan bentuknya! "Apa itu?"
teriak Ita. "Masih cakepan topeng monyet!"
Nina menggigit bibir untuk menahan kedongkolan.
Jelas mereka tliah dipermainkan. Ita menyambar
sketsa itu mau dirobek, tapi Miki dengan gesit
menyelamatkannya ke belakang punggungnya.
"Keterlaluan kau!" Ita ngomel setengah mau
nangis. "Masa kita disuruh duduk sampai pegal
cuma buat coret-coretan begitu! Mendingan
dirobek aja, deh!"
"Sabaaar!" Miki ketawa lebar sampai seluruh gigi-
giginya yang putih kelihatan dipamerkan. "Sketsa
ini bagus, coba lihat nanti hasilnya!"
"Bagus apanya? Cakepan monyet!" dengus Ita
kesal.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Ah, kau memang enggak tahu seni! Bagaimana
pendapatmu, Nin?"
"Lebih baik enggak kukatakan!" sahut Nina
marah, lalu membuka pintu pondok diikuti Ita.
Dari jendela studio, pelukis amatir itu mengawasi
keduanya berlalu. Senyum misterius menghiasi
wajahnya. "Mmm, rupanya calon Mere bisa juga
marah! Hiii...."

Bab 12

MALAM itu Miki menghilang setelah makan.


"Mana kakakmu?" tanya ayahnya pada Ita. "Pasti
di belakang."
"Melukis?" Ayahnya menaikkan alis sampai nyaris
bertemu dengan rambut di puncak dahinya. "Apa
dia enggak sadar, ujian sudah di ambang pintu?
Apa dia enggak bakal malu kalau adiknya lulus, dia
sendiri enggak?" ayahnya mengaum marah.
"Alaa, Papi ketakutan! Dia pasti lulus, deh!
Dijamin!" Ita berkicau membela Miki, sebab dia
tahu abangnya sedang sibuk menyelesaikan
lukisan dirinya dengan Nina, dan itu tentunya
lebih penting dari ujian.
"Dijamin! Siapa yang jamin?" hardik ayahnya.
"Kau juga mesti lebih rajin, tahu! Aku dengar kau

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


kelewat sering jalan dengan pemuda itu. Awas
ujianmu!"
"Ah, Papi!" Ita merayu dengan manja. "Itu kan
Simon, Pap. Kami bukan jalan-jalan, tapi belajar
sama-sama buat ujian. Dia sekelas sama Miki.
Masa orang hidup harus belajar melulu, enggak
boleh pacaran? Itu namanya tirani, Pap. Masa
Papi mau jadi tiran? Mendingan saya mati aja deh
kalau begitu!"
"Kaudengar itu? Kaudengar?!" teriak ayahnya
pada Ibu yang sedang membaca koran. Wanita itu
kelihatan masih cantik walau sudah hampir empat
puluh. Rambutnya dipotong pendek dan diberi
ombak besar-besar. Tingginya sedang, tubuhnya
tidak gemuk tapi padat. Kulitnya putih dan halus.
Wajahnya tirus dengan mata hitam yang tajam
serta bibir tipis yang kebanyakan selalu terkunci.
Berlainan dengan istrinya, Pak Rodan tinggi kurus,
berkulit gelap dengan rambut lurus dan kumis
melintang. Matanya sebenarnya besar, tapi saking
kebiasaan memicing di balik kacamata, akhirnya
kelihatan menyipit seperti celah kulit kerang. Ita
mewarisi bakar ayahnya yang tinggi dan kurus,
tapi untung kulitnya dari Ibu, putih halus kecuali
di wajah yang seringkah berhiaskan jerawat

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Ya, aku dengar," sahut ibunya kalem tanpa
mengangkat kepala. "Kalau dia bisa tetap sukses
dalam pelajaran, apa salahnya belajar pacaran?
Itu kan penting juga buat perkembangan
jiwanya?"
"Aduh! Kau sama gilanya!" tuding ayahnya geram.
"Biar amat! Yang penting, aku enggak mau
menyiksa anak-anakku!"
Ita diam-diam menyelinap keluar dari medan
pertempuran dan menghambur ke belakang.
Miki sedang asyik dengan lukisannya, tapi
pikirannya sebentar-sebentar melayang pergi
meninggalkan kanvas. Di pelupuk matanya
terbayang kembali wajah Nina. Seraut wajah
yang menarik dengan mata bening namun tajam.
Nina kelihatan riang, tapi Miki dapat menangkap
secercah selaput melankolis menutupi jiwa gadis
itu. Entah apa sebabnya. Dia bermimpi suatu
ketika akan berkesempatan untuk betul-betul
melukis dara rupawan itu. Bukan sekadar sketsa
singkat yang tergesa-gesa seperti sekarang.
Dia akan menarik keluar semua perasaan gadis itu
dan menghiburnya kalau bisa. Terkadang sangat
mengherankan bagaimana kepribadian seseorang
dapat kelihatan jelas di atas sebuah lukisan.
Seseorang yang sebenarnya kasar, tapi yang

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


seharihari memaksa dirinya untuk bersikap
lembut, takkan kelihatan lembut di atas kanvas.
Dan gadis itu. Ya, gadis itu. Dia sebenarnya sama
sekali tidak riang. Hatinya penuh kesedihan.
Barangkali dia menangis setiap saat dalam
dirinya. Kenapa? Kisah cinta yang putus? Atau
perceraian orangtua? Atau... Pintu terbanting
dengan keras dan sebelum Miki sempat menoleh,
adiknya sudah terdengar suaranya.
"Mik, kau dicari Papi. Dimarahi, lho. Melukis terus
sih!" Ita menggoda, padahal dia sendiri sangat
ingin abangnya terus-terusan melukis supaya
lukisan itu dapat dipamerkannya secepat mungkin
di kelas. Dia berani bilang begitu sebab dia tahu,
Miki sendiri ngebet ingin menyelesaikannya
secepatnya. Apakah cowok yang satu ini jatuh
hati pada calon Mere? pikirnya.
"Lantas, kau enggak bela aku?" tegurnya samif
terus melukis.
"Tentu dong! Masa kambrat (teman, dari
kamerad) sendiri enggak dibela?! Mami juga
membela kita!"
"Oooh?!" Miki menoleh. Kalau Ibu membela, pasti
adiknya yang dibela, bukan dia. Sebab dirinya
bukan kesayangan ibu tiri. Ita tentu saja tidak
tahu. Tapi Miki tahu bahwa ibunya meninggal

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


waktu dia dilahirkan. Bahwa ayahnya segera
mengawini sekretarisnya. Katanya, supaya
bayinya ada yang merawat Tapi juga sebab Ita
sudah dalam perjalanan. Biarpun bukan adik
kandung, Miki menyayangi adiknya. Ibu tirinya
juga tidak pernah menunjukkan perbedaan dalam
perlakuannya terhadap mereka. Namun Miki toh
tahu dan merasa, ibunya (baginya wanita itu satu-
satunya ibu yang dikenalnya) tidak mencintai dia
sebesar cintanya pada Ita.
"Maksudmu, Mami membela kamu?!" dia
menegaskan.
"Iya," Ita mengangguk dan mendekat,
memperhatikan karya abangnya.
"Urusan apa sih?"
"Biasa, urusan apa lagi selain soal cowok. Diktator
mana bisa lihat anak senang! Udahlah, stop aja
deh lukisannya!" Ita merajuk.
"Eh, Non, perintah, nih? Aku stop kapan aku mau!
Ilham kan susah dicari, kalau lagi datang aku
mana bisa stop. Suruh deh Papi ke sini kalau
berani. Aku mau dengar dia menyuruh aku
belajar!"
Itu memang benar. Papi enggak mau (atau enggak
berani?) memerintah Miki, sebab dia anak
emasnya. Ita terkadang jadi iri. Tapi Miki tidak

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


pernah memberinya alasan untuk iri, sebab dia
terus-menerus mencari gara-gara supaya Ayah
marah, sehingga cinta yang melimpah ruah itu
tidak mendapat kesempatan untuk diperlihatkan.
Barangkali Miki merasa dendam pada ayahnya.
Ketiga orang bibinya (saudara-saudara ibu
kandungnya) menceritakan betapa menderitanya
Ibu ketika tahu permainan ayahnya dengan
sekretarisnya. Mungkin karena kesal, Ibu tidak
dapat mengatasi kelahirannya dan meninggal.
Semua itu sesekali terpikir oleh Miki. Mungkin
Ayah merasa bersalah atas kematian Ibu,
sehingga tidak berani memaksanya begini-begitu?
Entahlah. Yang jelas, dia sendiri tak mau
mengakui bahwa dia membenci ayahnya.
Ita sangat gembira melihat lukisan yang hampir
selesai itu. Bukan main bagusnya! Sudah bisa
dibayangkannya, Ani bakal jadi setan penasaran!
Juga anak-anak lain. Tapi mereka akan disuruhnya
antri sampai habis ujian. Hei, betapa sedapnya
mendengar jerit-pekik serta rengekan anak-anak!
Apakah Ani akan menangis, mohon-mohon? Nah,
ya, seandainya kau mau mencium ujung sepatuku,
An! Hiii....

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Ita bangga sekali pada kakaknya. Diam-diam
diputuskannya bahwa Miki enggak boleh jatuh
cinta pada gadis yang tidak disukainya!
"Mik, kau ada main sama Magda, ya?! Aku benci
dia! Selalu gonta-ganti pacar. Selalu iri melihat
kelebihan orang lain. Heran, gimana sih kau bisa
dijadikannya barang mainan!"
"Kenapa kau punya kesimpulan begitu? Kaupikir,
aku tertarik sama si genit itu? Bah! Etalase
berjalan kayak gitu sih bukan seleraku. Biarpun
dia tinggal satu-satunya cewek di kofong langit,
rasanya aku masih akan pikir-pikir dulu beberapa
kali."
"Dan setelah pikir-pikir beberapa kali itu, kamu
akhirnya akan mau juga sama dia, bukan? Seperti
sekarang? Nonton voli berdua. Ngapal berdua.
Heran, apa sih yang diapalin dua-duaan? Rumus
Kimia atau sajak cinta, sih? Rupanya kau sudah
pikir-pikir, ya?"
"Eh, apa salahnya berteman biasa? Kalau dia mau
menganggap aku pacarnya, itu sih hak asasinya,
mek! Asal tahu aje, aku enggak pernah bikin
deklamasi cinta di depannya. Lagian, kita belon
pernah belajar duaan wae, Paling dikit berempat.
Anak-anak senang ke rumahnya.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Soalnya..." Miki melirik adiknya sambil tersenyum,
"...di sana kita selalu disediain makanan enak-
enak. Di sini ada apa? Mami pergi terus. Dapur
segede lapangan bola isinya cuma bawang sama
sagu! Koki dua, bisanya cuma goreng perkedel
sama nyemur!"
Ita senang bercampur lega mendengar penjelasan
Miki. Biar si Magda kunyuk itu tahu rasa! pikirnya
hura-hura dalam hati. Dianggapnya dirinya yang
paling cantik barangkali. Taruhlah benar! Tapi
cowok yang satu ini kan belum tentu mau?!
"It, di mana sih rumah Nina?"
"Di Kebon Kacang, tapi aku enggak tahu gang
berapa. Katanya enggak ada nomor, cuma RT dan
RW."
Mmm, jadi anak itu tidak kaya. Apakah itu yang
menyedihkan hatinya?
"Belum apa-apa kok udah nanyain rumah?" goda
Ita. "Pasti ada apa-apanya, nih!"
"Enggak ada apa-apa. Aku cuma pingin tahu
keadaan keluarganya. Kok anak itu kelihatan
murung terus, kenapa sih?"
"Siapa murung? Nina? Astaga! Dia kan pelawak
kita!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Miki diam saja. Percuma. Orang lain takkan
mengerti apa yang dilihatnya. Cewek itu pasti
sedang sedih! Dan itu
memang betul. Tapi Miki takkan pernah bisa
menduga apa sebabnya.
***
Nina sedih karena cita-citanya untuk masuk biara
kelihatannya takkan mudah terkabul. Ayahnya
pasti akan menentang. Nina kehilangan jalan
menuju ke hatinya. Laki-laki itu sudah terlalu
banyak berubah dalam tiga tahun terakhir. Satu-
satunya harapan adalah Ibu. Tapi Ibu begitu
lemah fisiknya sekarang. Mungkin dia tak punya
semangat lagi untuk menentang Ayah.
Berhari-hari Nina memikirkan masalah ini,
sehingga pelajarannya agak terbengkalai. Ketika
dia mendapat angka lima untuk latihan ujian
Goniometri (Ilmu Ukur Sudut), barulah
kesadarannya pulih dan dia mulai giat lagi belajar.
Tapi tidak sedetik pun dilupakannya cita-citanya.
Suatu kali ditulisinya Ogu yang kini bernama
Albertus. Pastor Albertus menyarankan agar dia
membicarakan niatnya dengan bapak pengakuan
dan dengan ibunya. Nina menuruti nasihat Bapak
pengakuannya menganjurkan agar dia
membicarakan masalah itu dengan kedua orang

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


tuanya. Ini sulit Nina tak berani mendekati
ayahnya. Dia sekarang cepat naik darah. Tinggal
Ibu.
Setiap pagi dia bangun dengan niat teguh untuk
membicarakannya dengan ibunya, tapi sepulang
dari sekolah niat itu selalu berantakan.
Keberaniannya hilang. Melihat ibunya terbaring
begitu pasrah, begitu memerlukan bantuannya,
hatinya menciut. Dia tidak tega menelantarkan
ibunya dengan masuk biara. Terkadang, bila
keberanian itu berubah jadi tekad, ibunya yang
tidak siap mendengarkan. Dia tidur.
Tapi seminggu sebelum ujian, Nina memaksa
dirinya. Dengan mengeraskan hati dia masuk ke
kamar ibunya ketika Marisa dan Kris sedang
pergi. Mereka bebas bercakap-cakap tanpa
didengar orang ketiga. Nina menumpahkan
seluruh isi hatinya. Di luar dugaannya, Ibu
mengerti dan tidak menentang. Nina amat
gembira, tapi cuma sesaat.
"Jadi setelah lulus SMA, kau mau masuk
novisiat?" tanya ibunya dengan suara halus.
Dielusnya kepala Nina yang tergolek dekat
dadanya. Nina waktu itu berlutut di pinggir
ranjang "Nina, anakku, seharusnya Mama bangga
dan tidak menghalangi engkau. Tapi apa boleh

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


buat keadaan kita begini jelek. Papa sudah
enggak tentu penghasilannya. Dan adik-adikmu
begitu rajin. Mereka pintar-pintar. Sayang sekali
kalau mereka enggak bisa meneruskan sekolah
sebab tak ada biaya. Mama sendiri kepingin
melihatmu jadi sarjana. Tapi sebab itu bukan
cita-citamu, ya Mama takkan memaksa. Cuma..."
Ibunya memandangnya dengan senyum hangat.
Lengan kirinya yang lumpuh seakan mengejang
ingin naik dari seprei untuk mengelusnya, tapi
tidak mampu. Nina meraih tangan yang mengurus
itu (dibandingkan sebelah kanan yang normal) dan
mendekapnya ke dada.
"Nin, dapatkah kautangguhkan niatmu beberapa
tahun lagi?"
"Maksud Mama?"
"Menunggu Kris tamat SMA dulu. Engkau
terpaksa harus bekerja untuk membantu Papa,
Nin. Apa kau keberatan? Setelah Kris lulus dua
tahun lagi, dia bisa bekerja menggantikanmu, dan
kau bebas. Cita-citamu bisa kaulaksanakan.
Sedangkan sekarang ini, tak mungkin mendekati
Papa. Kita harap saja dalam dua tahun dia akan
melunak."
"Oh, Mam! Terima kasih!" bisik Nina memeluk
ibunya dengan air mata berlinang. Bagaimanapun,

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


itu satu-satunya jalan. Dia tak mungkin
mengharap lebih dari itu. Betapapun kecewa
hatinya, dia tahu tak ada jalan lain. Jauh di dalam
lubuk hatinya, Nina sudah lama tahu, dia harus
bekerja untuk membantu keluarganya.

Bab 13

DUA hari sebelum pengumuman hasil ujian, Nina


mengunjungi Ita untuk mendapat kepastian kapan
tanggalnya. Selama libur, Nina sibuk mengambil
kursus mengetik sehingga tidak sempat menemui
siapa pun. Di samping itu, rumahnya memang tidak
diketahui anak-anak. Terlalu sulit dicari, sebab
tak ada nomornya, cuma RT dan RW. Juga tak
ada jalan di depan rumahnya, kecuali tanah
setengah meter yang berliku-liku dan selalu
becek di musim hujan.
Tetangga mereka pun semuanya orang-orang
sederhana tapi baik, siap menolong. Di sebelah
kiri tinggal sopir truk, di sebelah kanan, tukang
batu. Tidak ada kemewahan di sekitar mereka.
Yang memiliki mesin jahit, misalnya, cuma tiga
keluarga, di antaranya keluarga Nina. Ibunya
berkeras tak mau menjual benda itu dan
mengangkutnya ke Jakarta. Pada waktu-waktu

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


tertentu benda itu dipinjam orang, sebab sulit
menolak tetangga yang biasa baik terhadap kita.
Sebenarnya ibu Nina tidak rela melihat harta
pusakanya digotong-gotong ke rumah orang lain.
Karena itu akhirnya diputuskan, si peminjam
harus menggunakannya di rumah Nina. Agar tidak
mengganggu yang sakit, mereka cuma boleh
datang di luar jam tidur.
Mereka sekampung itu serba miskin. Nina tahu
keluarganya perlu uang. Tapi hatinya masih bisa
gembira sedikit melihat kemajuan Ibu. Kata
dokter, bila dia dirawat dan diobati dengan betul,
ada harapan dia akan dapat berjalan lagi.
Nina tiba di depan rumah Ita. Ini kunjungannya
yang ketiga kali. Pintu gerbang tertutup rapat
dan bel tidak berbunyi, memang ditempeli kertas
dengan tulisan rusak. Nina semula mengira itu
cuma untuk mencegah anakanak iseng. Ternyata
betul rusak. Dipukulkannya tinjunya beberapa
kali. Pintu segera dibuka oleh Pak Kebun.
"Cari siapa, Non?" sapanya hormat.
"Non Ita ada?"
Seketika laki-laki itu menjadi pucat. Matanya
membelalak sehingga cakar ayam di sudutsudut
matanya nyaris menjadi licin. Buku-buku jarinya
yang menggenggam pintu besi tampak memutih.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Bibirnya menggeletar. "Apa... apa... Non... belum
tahu?" bisiknya parau dengan mata berlinang.
"Tahu apa?" Nina keheranan.
"Non Ita... Kecelakaan...."
"Oh? Di mana? Kapan?"
"Kemarin sore, Non. Boncengan motor dengan
temannya yang sering kemari itu. Motornya
tabrakan sama mobil."
"Aduh! Apanya yang luka?"
"Enggak tahu, Non," sahutnya menunduk.
"Di mana dia sekarang?"
"RSCM, Non."
Wah, dia tak punya uang cukup untuk ke sana.
Sedang dia berpikir-pikir mencari jalan keluar,
tibatiba muncul mobil sedan dari samping rumah.
"Non, ikut mobil saja, Non," saran Pak Kebun.
Nina melihat penumpangnya adalah para
pembantu. Astaga! Rupanya Ita menjadi
kesayangan seisi rumah, pikirnya hampir-hampir
tersenyum. Baru saja jatuh dari motor, sudah
ditengok oleh mereka semua!
Pak Kebun menyuruh mobil berhenti dan minta
Mbak Koki pindah dari samping sopir. Nina
dipersilakan masuk. Sepanjang jalan tak seorang
pun yang bersuara. Nina agak heran, sebab
biasanya para pembantu Ita semuanya tukang

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


ngoceh dan bercanda. Dia ingin menanyakan
bagaimana keadaan Ita, namun tidak jadi. Dipikir-
pikir, mana mungkin mereka bisa lebih tahu dari
Pak Kebun? Tapi kenapa sih mereka begitu alim?
Biasanya kan suka berseloroh dengan sopir. Apa
kehadirannya telah membuat mereka jadi kikuk?
Ketika mobil tidak membelok ke halaman rumah
sakit, Nina sudah membuka mulut hendak
bertanya, tapi entah kenapa, tidak jadi.
Kendaraan terus melaju dengan tenang,
membelok ke kiri ke Salemba Raya. Ketika mobil
dibelokkan di antara gedung Kedokteran dan
Hukum, Nina rasanya bagaikan disambar petir.
Denyut jantungnya langsung bertambah duatiga
kali lipat, begitu cepatnya. Lehernya, kepalanya,
semua . terasa berdenyut. Tidak! pikirnya. Tidak
mungkin! Ini main-main. Pak Sopir tentunya
sedang membuat lelucon untuk menakut-nakuti
para pembantu. Tidak mungkin! Tidak mungkiiin!
Mobil berhenti. Nina menjadi lemas. Ketika pintu
dibuka orang, dia keluar. Ani berdiri memegangi
pintu mobil, menatapnya tanpa kata. Di
sebelahnya berdiri Ana, menunduk. Lalu dalam
kekaburan air mata, dikenalinya juga Lili, Mimi,
Ketua Kelas, Loli, Nadia, bahkan Magda.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Nina tidak begitu ingat lagi apa yang terjadi
selanjutnya. Tahu-tahu dia sudah masuk ke dalam
ruangan yang tidak menyenangkan. Entah apanya
yang tidak menyenangkan, dia tak bisa
mengatakannya. Mungkin suasananya atau baunya.
Bau kemenyan dan bebungaan yang bercampur
dengan bau amis yang rupanya datang dari kamar
jenazah di bagian belakang.
Teman-temannya menuntunnya ke depan. Nina
mendengar beberapa di antara mereka terisak-
isak. Nina menengok ke dalam keranda. Bibirnya
menggeletar seakan menahan senyum. Tapi dia
tahu, dia menangis, meskipun tanpa suara.
Aku mempunyai banyak teman, tapi sedikit sekali
sahabat, katanya dalam hati. Engkaulah satu di
antaranya, Ita. Selama tiga tahun kita
menanggung susah dan senang bersama. Tapi kini
engkau pergi begitu saja meninggalkan aku.
Meninggalkan kita semua. Ita, kau kejam! Kau
tidak setia. Kau tidak memikirkan kita.
Tiba-tiba terdengar sedu sedan yang keras
sampingnya. Seorang memeluknya dari be kang
dan mengalungi lehernya dengan ked lengannya.
Seseorang yang lain menarik ora itu sambil
membujuk. "Sudahlah, Ani. Sudah. Nanti Nina
jatuh kaupeluk begitu," didengarnya suara Ibu

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Gerak Badan. Beberapa anak terdengar pula
tersedu sedan seperti Ani. Nina tetap menangis
tanpa bunyi, air matanya saja yang turun tak
sudah-sudah. Dia berdiri diam di samping
keranda, mengawasi Ita dengan bahu naik turun.
Kemudian seseorang-mungkin salah seorang guru-
membimbingnya ke pinggir dan menyuruhnya
duduk. Dilihatnya di barisan seberang banyak
teman-teman Miki, tapi Miki sendiri tidak
kelihatan.
Mere Rosa datang, berdoa di depan keranda, lalu
menghampiri kedua orangtua Ita. Dijabatnya
tangan ayah Ita, dipeluknya ibunya yang kelihatan
dengan susah payah menahan luapan air matanya.
Kemudian Mere duduk menemani mereka.
Ita terbaring sendirian di tengah ruangan, di apit
oleh dua batang lilin putih. Nina menatap ukiran
kerandanya yang amat indah. Dia dapat
membayangkannya dengan jelas. Gaun panjang
merah jambu. Sepatu satin putih-pernah
dipakainya sekali waktu pesta-dengan kaus putih.
Sarung tangan putih di antara jarijarinya. Tiara
dari mutiara menghias kepalanya. Bibir mungil
terpoles lipstik merah muda. Kelopak mata
terpejam rapat, bersemu liijau kebirubiruan. Bulu
mata lentik, hitam dan kaku, terpoles maskara.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


(Ita memang terkenal dengan bulu matanya yang
indah, yang sering menimbulkan iri hati. Alisnya
juga indah.) Pipinya yang licin tidak kelihatan
pucat dilapisi bedak dan rouge merah jambu.
Engkau takkan pernah ketawa lagi, pikir Nina, lalu
tahu-tahu jantungnya terasa nyeri. Temanku yang
periang, kau takkan terbahak-bahak lagi. Nina
menekan dadanya.
"Kenapa?" tanya Lili yang duduk di sebelahnya.
Tapi nyeri itu sudah lenyap. "Enggak apa-apa,"
sahutnya, berusaha menahan air mata seperti
yang dilakukan Ani serta anak-anak lain.
Tak seorang pun yang menyebut-nyebut soal
pengumuman ujian. Bahkan mereka yang merasa
takkan lulus pun seakan lupa pada kemungkinan
nasib jelek itu.
"Gimana sebenarnya kecelakaan itu terjadi?"
tanya Nina pada Ani yang duduk di sebelah
kanannya.
"Aku juga enggak tahu. Mereka bilang, Ita
boncengan Vespa dengan Simon. Dekat Stasiun
Gambir ditabrak truk dari belakang. Ita
terpental, kepalanya menghantam trotoar. Dia
langsung pingsan dan meninggal tiga jam
kemudian, jam dua puluh satu lewat dua belas
menit."

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Dan Simon?"
"Dia cuma jatuh saja. Kepalanya kena aspal Masih
pingsan sampai sekarang."
"Gegar otak?"
"Mungkin."
Kemudian hari Nina mendengar kelanjutan nasib
Simon dari Miki. Sebulan setelah kecelakaan itu
Simon diperbolehkan pulang. Jasmaninya sudah
sehat. Tapi rohaninya tetap sakit. Setiap hari dia
menanyakan di mana Ita, bagaimana keadaannya.
Semua orang menjawab bahwa Ita baik-baik saja,
dan mengira dia percaya. Ita sedang belajar di
luar negeri, sibuk, tak sempat menulis surat.
Tapi ternyata dia punya firasat tajam dan
mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Dalam
surat perpisahan pada orang tuanya dia menulis
bahwa dia tahu, Ita sudah tiada. Dia ingin
menebus dosa, sebab merasa amat berdosa tela
membunuh sebuah kehidupan yang masih begitu
muda serta penuh semangat. Tapi dia juga tak
bisa hidup tanpa Ita yang amat dicintainya Kedua
hal itu mendorongnya untuk memutuskan
hidupnya sendiri. Dia menyusul Ita dengan kedua
pergelangan terputus.

Bab 14

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


MALAM itu udara cerah dan sejuk. Bulan tidak
penuh namun sudah mulai terang cahayanya.
Dalam satu dua hari lagi dia pasti akan purnama.
Halo raksasa menyelimutinya, merah keunguan.
Bagian luarnya dikitari lagi oleh halo kehijauan.
Bunga-bunga melati di luar studionya
menyebarkan harum yang tercium oleh Miki dari
dalam. Dia tengah bersandar pada jendela, tidak
tahu harus melakukan kerja apa. Pada waktu-
waktu seperti itu, ketika dia teringat akan
adiknya, dia tak mampu mengerjakan apa pun
kecuali melamun serta menghidupkan kembali
semua kenangan manis mereka. Bagaimanapun
keduanya cuma berbeda delapan bulan dan selama
hidupnya, Ita adalah seorang adik yang manis dan
lembut. Dia selalu tahu kapan Miki perlu dihibur
dan kapan dia perlu ditinggalkan. Miki merasa
amat kehilangan serta kesepian. Dengan kedua
orangtuanya dia tak pernah akrab. Dan sejak
kepergian Ita, ayah ibunya terpisah makin jauh
satu sama lain. Seperti malam itu. Satu di antara
sekian banyak malam.
Ibu tirinya sudah seminggu pulang ke rumah
orang tuanya di Jawa Tengah. Ayahnya tidak

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


mempedulikan dirinya. Mereka bertemu di meja
makan tiga kali sehari. Sudah. Itu saja.
Malam tadi mereka bertiga dengan seorang tamu.
Tanpa diperkenalkan pun Miki sudah tahu siapa
wanita itu. Dia masih belum lupa sebuah gambar
dalam majalah pria di mana wanita itu berpose
sedemikian hingga pakaian dalamnya kelihatan.
Entah apa untungnya dipotret seperti barang
picisan begitu. Barangkali guna menarik studio
rekaman untuk mengundangnya bikin album? Atau
produser tanpa selera supaya mau
mengorbitkannya jadi bintang? Atau laki-laki tua
dan kaya supaya mau... hm... apakah ayahnya salah
satu ikan dalam jalanya?
Miki menghela napas sambil mengertakkan gigi.
Ditekannya puntung rokoknya di kusen jendela
lalu dilemparnya ke luar. Sambil memasukkan
kedua tangan dalam saku celana dia berbalik dan
mengawasi isi studionya. Karya-karyanya
berserakan di mana-mana. Banyak yang setengah
jadi. Sejak malapetaka itu dia hampir-hampir tak
dapat melukis lagi. Terkadang dia mencoba juga
tapi tak pernah bisa selesai. Seakan bakat dan
kemauannya ikut terkubur bersama adiknya.
Mungkin untuk selamanya aku takkan pernah
melukis lagi, keluhnya.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Matanya tertumbuk pada sebuah lukisan yang
tergantung di dinding. Ita dan temannya, Nina.
Calon Mere? Seorang calon yang amat manis dan
menarik. Melankolis serta penuh rahasia. Tanpa
terasa Miki tersenyum sendiri ketika terkenang
akan siang itu. Berapa bulan yang lalukah itu?
Delapan? Lebih? Pasti lebih, sebab rasanya sudah
seabad. Entah di mana anak itu kini. Siang penuh
kenangan, Mereka makan bertiga. Ita berlagak
mau mengajaknya bikin pe-er. Padahal sebenarnya
Miki yang ingin Nina diundang agar bisa
dilukisnya. Ah, Ita memang adik yang selalu
bersedia membantu kakaknya. Dia berhasil
membujuk Nina agar mau berpose... Di mana anak
itu sekarang? Menyesal sekali, kenapa dia dulu
tidak menanyakan alamatnya. Yang diingatnya
cuma Kebon Kacang, tanpa nomor. Kebon Kacang
gang berapa?
Ketika Ita meninggal, anak itu datang melawat
dan mengantar ke kubur. Seharusnya dia
mendekati gadis itu serta mengantarnya pulang.
Tapi waktu itu dia panik serta bingung, sedih
sampai rasanya mau gila. Kesempatan baik itu
disia-siakannya. Gadis yang dicintainya
dibiarkannya berlalu, pulang dengan teman-
temannya yang lain. Kesempatan satu-satunya....

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Dia sudah berusaha mencari info ke sana kemari
baik pada teman-temannya sendiri maupun pada
teman-teman adiknya. Namun tak seorang pun
yang tahu di mana Nina berada.
Mungkinkah dia sudah masuk biara? Biara mana?
Haruskah dia mendobrak semua pintu biara untuk
mencarinya? Lalu... apakah dia berhak
memintanya keluar?
Miki berjalan mondar-mandir. Dia berhenti di
depan lukisan itu. Pandangannya menyapu wajah
Nina dengan lembut Memintamu keluar? tanyanya
dalam hati. Ya, gumamnya. Itu yang akan
kulakukan. Memintamu keluar! Menculikmu kalau
perlu! Oh, keluhnya menjatuhkan dirinya ke kursi.
Tuhan, Engkau takkan merampas gadis yang saya
cintai, bukan? Engkau tidak berniat
menyembunyikan bunga semanis itu di antara
tembok-tembok tebal hanya untuk pandangan
mataMu sendiri, bukan? Oh kalau saja saya tahu
apa yang harus saya lakukan!
Miki terlena sejenak. Dia terjaga oleh suara
gelak ketawa yang datang dari beranda belakang.
Sayup-sayup didengarnya suara orang berkelakar.
Perempuan itu! Bah! Yang dicarinya cuma uang.
Laki-laki tua yang beruang.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Angin dingin tiba-tiba menerpa wajahnya. Miki
menoleh. Jendela masih terbuka. Dilihatnya
arloji. Sudah jam dua belas lewat Dan Ayah masih
juga duduk-duduk di beranda. Besok pagi dia akan
uringuringan, tidak jadi rapat ini, batal ke
pertemuan itu. Huh! Dia berdiri menutup jendela.
NINA. Mendadak saja nama itu berkumandang
dalam hatinya. Miki menggeleng. Tidak mungkin.
Tidak mungkin mencintainya. Nina pasti sudah
masuk biara. Tapi, kenapa? Bila itu memang tak
bisa dihindarkan, setidak-tidaknya dia ingin tahu
kenapa. Kenapa kau masuk biara, Nina? Kenapa
kaututup hatimu untuk seorang manusia?
Miki menghela napas. Dia kesal sebab tak dapat
melenyapkan pikiran yang menghantuinya itu dari
benaknya. Dia menatap kembali lukisan di
hadapannya. Seakan dilihatnya gadis itu
tersenyum. Tapi dia tahu, itu senyum ciptaannya
sendiri, dalam benaknya, bukan dari lukisan.
Miki ingin tidur. Tapi bila dia masuk ke rumah, dia
terpaksa harus melewati beranda itu. Ah, dia
ogah menemui mereka. Akhirnya diputuskannya
untuk tidur di studio saja. Terkadang itu
dilakukannya bila harus bekerja hingga larut
malam. Yaitu ketika adiknya masih ada dan dia
masih dapat melukis dengan penuh gairah.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Diambilnya selimut dari dalam laci meja lalu
dipasangnya obat nyamuk dibawah dipan. Dalam
kegelapan yang tenang, seakan dia kembali lagi ke
masa silam dan Ita muncul dengan lincah. Semua
kejadian yang mengesankan bagi mereka seolah
terulang di depan mata. Ita yang manja, riang,
dan baik hati. Gadis kecil yang takut gelap. Ita
selalu menyelinap ke dalam kamarnya sebab tak
berani tidur sendirian. Hal itu berlangsung
sampai dia lulus Sekolah Dasar. Kemudian Ibu
memaksanya tidur sendiri. Tapi terkadang dia
masih minta ditemani oleh pembantu.
Sekarang kau sendirian. Apakah kau takut, Ita?
Adikku yang tercinta! Sendirian. Semoga di sana
terang benderang. Semoga kau berjumpa lagi
dengan Simon. Kalau dipikir-pikir, It, aku
sebenarnya menyukai Simon. Cuma dia satu-
satunya yang berani bersaing denganku, meskipun
Bapak Stereo sudah memproklamirkan aku
sebagai juara kelas. It, kau ambisius, tapi juga
enggak iri melihat keberhasilan orang lain. Simon.
Semoga kalian ketemu lagi. Lalu, temanmu yang
lain. Yang rambutnya panjang itu. Yang mencetak
gol-gol pada pertandingan tahunan dengan
Theresia. Yang kalian sebut-sebut calon Mere. Di
mana dia sekarang? Di mana aku dapat

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


menjumpainya kembali? Ita seakan terharu
melihat kerinduannya pada sahabatnya. Dia
mengatakan sesuatu yang tidak jelas. Ketika Miki
ingin menegaskan, dia sudah berlalu. Kemudian dia
datang lagi, tapi Miki sudah melupakan
pertanyaannya tadi.
Mereka asyik bermain seperti masa kecil. Mereka
juga sibuk membuat soal-soal dan Ita kerjanya
menyontek terus. Suatu kali, Miki menggodanya
dengan membuat jawab yang salah. Anak manis
itu menyalinnya dengan rapi. Ita sama sekali
tidak curiga bahwa dia kena tipu, sebab dia
memang tidak mempelajari soal tersebut. Ngebut
nyontek membabi buta. Setelah adiknya selesai
menyalin, barulah Miki mengatakan bahwa soal itu
salah. Bukan main marahnya Ita dan bukan main
senangnya Miki. Dia tergelak-gelak sampai keluar
air mata. Tapi ketika hendak ditangkapnya gadis
itu, betapa kecewanya dia sebab adiknya tidak
ada.
Sejenak dia tertegun. Rupanya dia telah
bermimpi. Pelan-pelan air matanya mengalir turun
membasahi dipan. Terang tanah tampak muncul
dari sela-sela dinding papan studio. Dihapusnya
matanya lalu berdiri. Arloji menunjukkan jam lima
kurang. Miki mengenakan kembali Tshirt birunya

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


yang dilepasnya waktu tidur. Kemudian dipakainya
sepatu olahraga. Dimatikannya obat nyamuk yang
masih tersisa sedikit Lalu diajaknya anjingnya
keluar.
Miki biasa berlari-lari pagi barang sejam-dua
jam. Sejak kematian adiknya, hampir tiap hari dia
melakukannya. Untuk menghilangkan kekusutan
pikiran dan menenteramkan hatinya yang selalu
gundah mengenang adik tersayang.
Sepulang dari lari-lari dia langsung mandi. Lalu
sarapan, kemudian berangkat kuliah. Miki
terdaftar di dua fakultas. Sebagai donor yang
amat dermawan, ayahnya mendapat jatah sebuah
kursi pada sebuah Kedokteran swasta. "Kenapa
bukan Papa saja yang kuliah?! Bangku itu kan
diberikan buat Papa!" serunya kesal ketika
dipaksa masuk FK. Dia lebih suka jurusan
Pertambangan, tapi ayahnya tak mau mendengar
sedikit pun apa kehendaknya. "Nanti kau kena gas
alam!" teriak ayahnya. "Dan yang pulang cuma
nama melulu!" Mendengar itu, Miki terdiam.
Semangatnya untuk membantah jadi padam. Dia
ingat adiknya. Bagaimanapun, kini tinggal dia
satu-satunya anak ayahnya. Kalau sampai terjadi
sesuatu dengan dirinya, oh! Tak dapat
ditimpakannya kesedihan lagi ke atas bahu

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


ayahnya. Dia tak sampai hati membiarkannya
menderita, meskipun ayahnya sendiri telah
menyebabkan kematian ibu kandungnya.
Dia mengalah dan masuk Kedokteran. Tapi diam-
diam dia juga mendaftar di Akademi Pertamanan
dan diterima. Hampir tiap hari dia pergi kuliah,
tapi lebih sering ke Pertamanan daripada ke FK.
Dia kesal kuliah di Kedokteran swasta. Duduk
berjam-jam menunggu kuliah yang cuma satu dua
jam. Itu pun kalau dosennya tidak berhalangan,
sebab sang dosen harus membagi waktu mengajar
ke tempat lain. Belum lagi jarak waktu antara dua
kuliah yang sering tidak menyenangkan. Kuliah
pertama jam tujuh pagi, sebab jam delapan
dosennya harus mengajar di tempat lain. Kuliah
berikutnya jam satu siang. Mau pulang, tanggung.
Mau nunggu, buang waktu. Jadi lebih praktis,
bolos saja! Atau, pergi kuliah ke Pertamanan.
Kemudian, ayahnya rupanya ingin anaknya
mewarisi semua usahanya. Disuruhnya Miki masuk
Ekonomi Extension. Jadi Miki akhirnya kuliah di
tiga tempat.
Pagi itu ada kuliah Kimia Organik. Tapi Miki tahu,
dia takkan pergi mendengarkan si Kacamata,
sebab ayahnya pasti akan menyuruhnya mengurus

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


sesuatu di kantor. Itu biasa kalau Ayah kesiangan
atau "berhalangan" ngantor.
Tubuhnya yang tinggi menguntungkannya.
Pegawai-pegawai Ayah-walau yang tua-tua
sekalipun-tidak lagi memperhatikan usianya.
Mereka menyeganinya karena sikapnya seperti
seorang manajer yang serius menanggapi
tugasnya. Mungkin dia berbakat untuk menjadi
manajer yang baik.
"Miki," kata ayahnya di meja makan, "pergilah ke
kantor. Sebentar Pak Isman akan datang, sekitar
jam sembilan. Pelajari dulu catatan transaksi
sebelum dia datang. Minta pada Husen. Bila
kredit dari pemerintah bisa kita peroleh dalam
tiga bulan ini, maka semuanya akur. Asese."
"Oke," sahutnya tanpa bertanya sedikit pun Dia
tahu, ayahnya tidak suka ditanya-tanya bila
sedang mabuk-mabukan seperti itu.
"Jam berapa Papa akan ke kantor?" tukasnya
sekadar memperlihatkan perhatian.
"Hmm... nanti aku telepon," sahut ayahnya melirik
wanita di sampingnya, Miki meletakkan gelasnya,
dan berlalu tanpa menoleh pada siapa pun.
"Kenapa dia enggak menyukai aku?" wanita itu
merajuk. "Ah, dia masih bocah!"
***

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Miki duduk di atas kursi ayahnya. Dilipatnya
tungkainya. Diambilnya rokok dari dalam kotak di
atas meja. Ketika dia tengah menyulutnya, Husen
muncul melapor. Miki menawarkan sigaret. Husen
tua itu jadi tersipu diberi perhatian. Miki
memang senang mengobral hadiah pada orang-
orang yang bekerja untuknya. Karena itu dia
disenangi mereka. Misalnya tukang-tukang batu
yang membangun studionya. Atau koki yang
merawat anjingnya. Atau sopir yang mengurus
mobilnya.
"Aku perlu file mengenai rencana perakitan
motor," katanya setelah menyalakan korek api
untuk Husen. "Ya, ya, Pak. File transaksi dengan
Pak Isman, kan?" "Ya, itu. Jam berapa dia akan
datang?" "Jam sembilan, Pak."
"Oke. Aku mau pelajari dulu hasil pembicaraan
pertama ayahku dengan Pak Isman." "Akan segera
saya antarkan, Pak. Ada yang lain?"
"Pesan minuman dan makanan ringan. Apakah Pak
Isman akan datang sendiri? Berapa lama biasanya
pembicaraan semacam itu berlangsung?"
"Pak Isman biasanya datang sendiri, Pak. Kalau
semuanya beres, sejam pun sudah bubar, Pak."
"Baiklah. Ambilkan file itu secepatnya." "Baik,
Pak."

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Miki bangkit dan pergi ke jendela. Ditariknya
kerei plastik yang menutupi pemandangan. Hari
yang cerah, gumamnya. Hari yang menjanjikan
seribu satu masalah baginya. Dia punya firasat
bahwa dia akan tinggal di kantor sampai sore.
Ayahnya mungkin ingin pergi ke luar kota
bersama pacarnya, sebab ini hari Jumat. Besok
kantor cuma setengah hari. Berarti bolos kuliah
lagi.
Tiba-tiba dilihatnya jari-jarinya yang mengurus.
Terlalu banyak kerja, pikirnya menghibur sendiri.
Atau kebanyakan problem? Dibayangkannya
ayahnya menguliahi dirinya, "Mik, kau telah
bekerja keras. Carilah seorang gadis. Pergilah
berlibur!"
Itukah yang diingininya? Seorang gadis untuk
berlibur? Miki tersenyum sendiri. Pintu terbuka
tanpa bunyi. Miki menoleh ketika mendengar
orang mengucapkan selamat pagi. Sambil
tersenyum diulurkannya tangannya. Dipandangnya
gadis yang menjadi asisten Pak Husen. Raut muka
bujur telur, mata bulat dan hitam cerah, pipi
yang segar, bibir mungil merekah merah, rambut
berbuntut kuda diikat pita kuning, alis hitam...
mendadak senyumnya membeku di udara. Tangan
gadis yang tengah terjulur itu pun lumpuh

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


setengah jalan. Sama-sama kaget. Tapi sedetik
kemudian gadis itu sudah sadar lagi dan senyum
patennya merekah manis. "Ah, saya kira Pak
Rodan tu... anu, ayah... anu... Bapak. Ini file yang
diminta, Pak." Diulurkannya berkas map yang
dibawanya. Miki merenggut map merah itu
setengah marah. "Jangan panggil aku 'Pak'! Kau
kan tahu namaku, bukan?"
"Setiap pegawai di sini tahu nama Ba... mu," sahut
Nina tanpa emosi. "Apa mereka semua memanggil
nama... mu saja?"
"Kita kan lain, Nin. Kita kan sahabat lama!"
Nina diam saja, siap untuk permisi. Miki
menahannya dengan gerakan tangannya. Setiap
hari dirindukannya, begitu lama sudah dicari-
carinya, siapa sangka Nina sebenarnya ada di
dekatnya! Rasanya dia kepingin ketawa dan
menjerit sekaligus. Perasaannya begitu sukar
dilukiskannya.
"Duduklah, Nin. Mari kita ngobrol-ngobrol
sebentar."
"Nanti aku dicari Pak Husen."
"Ah, persetan dengannya!" Miki ketawa sambil
menarikkan kursi bagi tamunya. Lalu dia sendiri
duduk di depannya. "Sudah berapa lama kau di
sini?" "Empat bulan."

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Sudah empat bulan? Dan aku belum pernah
melihatmu?"
"Tapi aku melihatmu setiap kali kau datang!" Nina
menyunggingkan senyumnya yang khas. Miki
berdebar menatapnya. Ah, betapa masih seperti
dulu!
"Dan kau tak mau menyapa!" tuduhnya. "Rupanya
kau gampang melupakan orang!"
Wajah Nina berubah merah di bawah tatapan
Miki. Bergegas dia bangkit "Jangan pergi dulu!"
cegah Miki.
"Aku banyak tugas," kilahnya lalu menghilang di
balik pintu.
Miki menghela napas, tapi tersenyum lega. Jadi
dia ada di sini! Dia belum masuk biara. Ah, bukan
belum tapi tidak! Dia tidak masuk biara. Dan
takkan masuk. Batal! Ada kesempatan, pikirnya.
Entah mengapa, mendadak dia merasa betul-betul
gembira untuk pertama kalinya sejak kematian
Ita. Nina ada di luar. Ah. Begitu dekat, tapi
nyaris tak diketahuinya. Mungkin Nina mengira
dirinya sombong, sebab tak pernah menengok ke
arahnya. Miki memang tidak biasa menoleh ke
sana kemari. Dia selalu masuk kamar ayahnya dan
pulangnya direk turun ke bawah, ke tempat
parkir di basement. Dia tak pernah berharap

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


akan menemukan seorang wanita di situ yang akan
mampu memikat hatinya. Yang akan sanggup
menggantikan Nina dalam pelukan mimpinya.
Oh, betapa bahagianya dia. Hidup mendadak
tampak cerah. Jauh lebih menyenangkan. Mungkin
itu sebabnya Simon tidak keberatan
meninggalkan dunia ini, asal bisa tetap bersama
Ita.
Seharian itu Miki kelihatan seakan linglung atau
kena sihir. Entah berapa kali dia kedapatan tidak
mendengar apa yang dikatakan orang. Cuma
selama pertemuan dengan Pak Isman, dipaksanya
dirinya untuk memusatkan segenap perhatian.
Untunglah pertemuan itu tidak berlangsung lama.
Perundingan sudah dilakukan minggu lalu antara
Pak Isman dan ayahnya. Sekarang mereka tinggal
menyetujui dan mengesahkan semua syarat dan
pasal. Begitu Pak Isman berlalu, Miki pun sudah
melupakan berapa nol yang ada di kertas. Dia
bahkan tidak bisa menyebutkan berapa jumlah
kredit yang akan diperoleh ayahnya. Tapi dia
ingat betul bahwa gaun Nina berkancing enam,
berlengan panjang dengan manset, warnanya
coklat putih bergaris-garis, dan dalam garis putih
terdapat bunga kecilkecil berwarna merah
dengan daun-daun hijau; dalam garis coklat

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


terdapat bunga-bunga serupa tapi warnanya
kuning. Rambutnya masih dibuntut kuda, pita
kuningnya serasi dengan gaunnya. Anting-
antingnya masih yang dulu, ketika di SMA.
Sepatunya berwarna coklat muda dengan kancing
hitam seperti sepatu anak-anak, cuma bedanya,
haknya lebih tinggi lima senti.
Miki ingin sekali memanggil Nina ke kamarnya
untuk makan bersama. Setelah dipikir-pikir,
terpaksa dibatalkannya. Dia tidak ingin gadis itu
mendapat nama jelek di antara rekan-rekannya.
Tapi makan sendirian terasa mengganggu selera.
Nafsu makannya lenyap.
"Mau pesan bistik atau ayam goreng, Pak?" tanya
Husen.
"Ah, bosan. Kopi saja segelas dan sandwich
sepotong."
Ketika Husen muncul lagi mengantarkan
pesanannya, Mild bertanya seakan sepintas lalu,
"Sudah berapa lama pembantumu itu di sini?"
Husen menatapnya sedikit tercengang. Tidakkah
dia tahu bahwa pembantunya ada tiga? Dan dua di
antaranya- laki-laki-sudah tahunan di sini?
"Pembantu yang mana, Pak? Pembantu saya ada
tiga...."

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Ehem," Miki berdehem malu. "Pembantumu yang
barusan mengantarkan filenya Pak Isman."
"Oh, si Nina!" sahutnya serius padahal dalam hati
ketawa geli. Lagi-lagi dia! Majikan tuanya sendiri
kelihatan gandrung padanya. Cuma Nina saja yang
tahan harga atau memang tak punya perhatian.
Tamu-tamu seperti Pak Isman pun lapar pula
matanya, tahu mereka yang mana barang bagus!
Dan sekarang, rupanya majikan mudanya yang
tergoda!
Melihat Husen begitu pelit dengan jawaban, Miki
jadi tidak sabaran. "Dia sudah empat bulan di
sini, bukan?" tegasnya.
"Betul, Pak," sahut Husen melengos, menahan
senyum.
"Dan selama itu engkau tak pernah
menunjukkannya padaku?!"
Aduh, Gusti! Jangan sampai urusan ini
jadipanjang! Kalau Pak Rodan tua sampai tahu...!
"Maksud Bapak?" tanyanya berlagak bodoh.
"Ah, enggak apa-apa. Lupakan saja!" Miki segera
teringat kedudukan Nina. Dia tidak ingin gadis itu
menjadi buah mulut orang. Maka dialihkannya
pembicaraan. Kemudian diraihnya sandwich dan
Husen pun tahu diri. Tanpa komentar dia permisi.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Tekad Miki untuk melindungi Nina dari mulut usil
ternyata tidak bertahan lama. Jam empat sore
dia tak dapat menahan sabar lagi. Persetan
segala akibat yang akan terjadi. Dia tak mau
memikirkannya. Pokoknya dia harus melihat Nina
lagi dan bicara dengannya. Ditekannya interkom
dan dipanggilnya Husen. "Minta pembantumu
kemari!"
"Yang mana ya, Pak?" terdengar suara Husen,
entah memang kurang mengerti atau sengaja mau
menggoda anak bosnya. Miki terdiam mendengar
jawaban itu lalu, memukul kepalanya. Tentu saja
Pak Husen bingung, asistennya kan ada tiga!
"Gadis tadi, Pak Husen. Siapa itu... Nina, bukan,
namanya?"
"Oh, dia sudah pulang, Pak."
"Pulang? Ini kan belum waktunya?"
"Ya, Pak. Tapi hari ini dia minta izin, perlu
mengantarkan ibunya ke dokter, katanya."
"Oh, begitu," sahutnya seakan linglung.
"Apa Bapak perlu bantuan? Bisa digantikan oleh
yang lain?"
"Ah, tidak, tak usah." Lalu ditutupnya interkom
sementara kepalanya penuh tanda tanya. Ke
dokter? Sakit apa? Sudah berapa lama?
***

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Sore itu Nina membawa ibunya ke dokter.
Keadaannya sudah baikan tapi belum menunjukkan
kemajuan berarti. Tungkai kirinya masih amat
lemah. Seharusnya seminggu dua kali dia
mendapat latihan di rumah sakit, tapi Nina cuma
sanggup membawanya sekali. Uang dan waktunya
tidak mengizinkan. Minta izin pulang sekali tiap
minggu rasanya tidak enak, walaupun Pak Husen
sungguh penuh pengertian. Tapi Nina tetap
merasa kurang enak, apalagi sebab dia masih
termasuk orang baru di kantor. Jangan sampai
dia berbuat salah, lalu dipecat! Dia sangat
memerlukan uangnya untuk membelikan Ibu obat.
Ayahnya sudah tidak bisa diharapkan.
Seakan itu semua belum cukup, kini dokter
menyatakan bahwa ginjal kiri ibunya harus
dioperasi! Kalau tidak, kemungkinan besar yang
kanan pun akan ikut rusak dan tekanan darah
tinggi ibunya takkan turun-turun. Nina bingung
sekali dari mana akan diperolehnya biayanya.
Ayahnya tak bisa menolong. Dia malah kelihatan
makin murung dan lebih sering marah. Nina
kehabisan akal. Gajinya tak ada seperempatnya
dari seluruh biaya. Belum lagi kalau harus
dipotong ongkos hidup sehari-hari. Penghasilan
Ayah sudah tak menentu. Terkadang dia

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


membawa uang, lebih sering lagi, berminggu-
minggu tak ada apa-apa.
Nina nyaris tak berani lagi memikirkan
terkabulnya cita-citanya. Dia merasa takkan
pernah bisa masuk biara. Walaupun Kris sudah
lulus SMA nanti, dia sendiri masih harus terus
bekerja untuk membiayai keluarganya. Dia tidak
mau adiknya langsung bekerja. Kalau mungkin, dia
ingin Kris meneruskan pelajaran. Mungkin dia
mempunyai cita-cita mau menjadi akuntan atau
insinyur atau ahli sesuatu... kenapa mereka tak
pernah menanyakannya?
Malam itu mereka makan bertiga. Ayahnya belum
pulang. Ibunya sudah dibawakan makanan. "Kak
Nina, apa kata dokter tadi?" tanya Kris menunda
makan, mengawasi kakaknya.
"Biasa," sahut Nina membalas tatapan adiknya.
"Mama tetap perlu dioperasi?" bisik Marisa.
Nina mengangguk. "Ya."
Ketiganya terdiam sejenak. Nafsu makan seakan
sirna. Semua mengerti apa yang akan terjadi bila
operasi itu tidak dilakukan.
Nina makan sedikit sekali. Kedua adiknya mengira
itu karena persoalan Ibu. Sedikit pun tidak
mereka duga bahwa Nina sedang memikirkan
Miki. Pertemuan tadi pagi membuatnya tujuh

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


keliling. Dia kan cuma teman adiknya, bukan
temannya sendiri. Dan seperti kata Ita, Miki tak
pernah acuh dengan cewek. Bahkan Magda yang
sexy itu pun tak berhasil memikatnya.
Tengah dia memikirkan semua ini, mendadak
sebuah rencana berkilat dalam kepalanya,
membuatnya setengah pusing. Cepat-cepat
diletakkannya sendok dan dipegangnya kedua
pelipis yang terasa berdenyut menyakitkan.
Jantungnya pun berdebar kencang. Kedua adiknya
segera melihat keadaannya. Marisa dengan cepat
meraih lengan kakaknya. "Kak Nina, kau kenapa?"
Nina lekas-lekas tersenyum menenangkan
kekhawatiran adiknya. Rasa nyerinya sudah
lenyap secepat datangnya. Dia menggeleng.
"Enggak apa-apa. Cuma pusing sedikit, tapi
sekarang sudah baik lagi." Semua kelihatan
menarik napas lega. Makan pun dilanjutkan. Dan
Nina sudah yakin akan rencananya barusan.
Walaupun timbulnya begitu mendadak, dia tahu
itu jalan yang terbaik. Bagi Ibu.
"Mama harus dioperasi!" katanya seakan
pembicaraan tadi tak pernah terhenti. "Tapi tak
usah khawatir. Aku bisa pinjam duit di kantor!"
"Kapan operasinya?" tanya Kris.
"Selekasnya."

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Setelah itu Mama akan sembuh?" tanya Marisa
penuh harap. "Tentu."
Kedengarannya begitu mudah, ternyata sulit
sekali dilaksanakan. Ketika esoknya Miki datang
lagi ke kantor- sekarang dia tidak lagi merasa
keberatan menggantikan ayahnya; biarlah untuk
seterusnya, tak jadi soal!-Nina diminta
bantuannya untuk mengetik beberapa surat
baginya. Beberapa kali Nina mencoba membuka
mulut, namun suaranya tak bisa keluar. Ketika
tugasnya hampir selesai, dia menjadi panik serta
gelisah. Entah kapan dia akan ketemu Miki lagi.
Mungkin baru minggu depan, mungkin juga sebulan
lagi. Dan... mungkin... sudah akan terlambat bagi
ibunya.
Dikumpulkannya keberaniannya. Dipandangnya
Miki. Laki-laki itu duduk dengan santai di atas
meja dengan kaki terayun-ayun seperti anak
kecil, tersenyum membalas pandangannya. Dia
tahu, sejak tadi Miki mengawasinya terus. Itu
malah menambah gugupnya. Akhirnya Miki jadi
kasihan, mengira Nina tidak menyukai
kehadirannya. Segera dipersilakannya gadis itu
berlalu. "Cukup deh, Nin, buat hari ini, terima
kasih."

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Nina melangkah terseok-seok ke pintu. Hatinya
panik. Kris dan Marisa pasti akan kecewa bila
mendengar bahwa dia tak berani pinjam uang.
Pengecut! tuduhnya dalam hati. Somse! Geer! Kan
buat Ibu, kenapa mesti malu?! Tak dapatkah dia
mengorbankan perasaannya sedikit? Aku malu.
Aku malu. Buat Ibu? Aku malu. Pengecut. Aku
takut. Kalau dia marah? 'Seharusnya kau
mengajukan permohonan pada Pak Husen! Jangan
padaku!' Kalau Pak Husen tersinggung, lalu
marah? 'Kenapa lancang main minta langsung
sama bos? Kau kan anak buah ku! Kepadakulah kau
harus bilang!' Lalu dia dipecat? O ya, Pak Husen
bisa memecat setiap anak buah yang tidak
berkenan padanya. Lalu, ke mana dia akan mencari
kerja baru? Pengecut. Pengecut Dibukanya pintu
dengan kepala menunduk, berat mendengar
tuduhan hati nuraninya.
"Tunggu dulu!" Suara Miki menghentikan
langkahnya. Dia menoleh ke arah meja. "Ada
apa?"
"Justru aku yang ingin menanyakan hal itu
padamu!" kata Miki dengan kalem, meloncat turun
dari meja, lalu melangkah mantap
menghampirinya.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Nina tertegun mengawasi Miki, makin dekat dan
makin dekat. Rasa ingin kabur ditahannya.
Bayangan Ibu memakunya di tempat. Akhirnya
Miki tiba di depannya. Ditariknya lengan Nina dan
ditutupnya kembali pintu yang sudah setengah
terbuka. Ditatapnya Nina dengan tajam.
Kapankah sketsa itu dilukisnya? Ita sudah pergi
enam bulan yang lalu. Jadi itu pasti lebih dari
setengah tahun. Dulu wajah Nina lebih cerah.
Sekarang kelihatan penat dan lelah.
Dituntunnya gadis itu ke arah sofa dan diajaknya
duduk di sampingnya. Tangannya tidak
dilepaskannya. "Ada apa, Nina?"
Nina gemetar mendengar suara yang lembut itu.
Keinginannya untuk kabur kembali ditahannya. Dia
menunduk, menghindari tatapannya yang
menyelidik. Tapi jari-jari Miki menyentuh
dagunya dan mengangkat wajahnya sehingga
mereka bertatapan lagi.
"Nah, ada apa? Kau punya kesulitan apa?"
"Tid..." Nina menelan kembali kata-kata di ujung
lidahnya. Berdosa rasanya kalau dia bilang tidak
ada apa-apa. Ibunya tengah berjuang melawan
maut, dan dia bilang tidak ada apaapa? Kedua
adiknya sedang mengharapkan pertolongannya,
dan dia bilang.,.?

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Nina, katakanlah, ada apa? Tak usah khawatir,
aku pasti akan menolongmu. Katakan apa
kesulitanmu."
Nina memandang Miki dengan mata berkacakaca.
Bibirnya bergetar ingin bicara, namun tak ada
suara yang keluar.
"Ayo, Nin," bujuk Miki mengguncang-guncang
tangan yang digenggamnya. "Jangan ragu. Ita
sering mengatakan, kalian berdua sahabat baik.
Kau pasti takkan ragu menceritakan semua
problemmu padanya, kan? Yah, Ita sudah tiada.
Biarlah aku menjadi penggantinya di... hatimu. Itu
akan menjadi kehormatan besar bagiku... eh,
jangan menangis...!"
"Aku teringat Ita," isaknya. Miki mengulurkan
tangan menjangkau kertas tissue di atas meja
dan memberikannya padanya. Nina membersit
hidung dan mencecap sudutsudut matanya.
Ditahannya isaknya.
"Ya, aku tahu. Aku juga seringkah terkenang
padanya. Sekarang katakanlah semuanya...."
Mula-mula Nina tidak berniat untuk membeber
seluruh kesulitan keluarganya. Dia cuma ingin
pinjam biaya operasi tok. Tapi yang lain-lain ikut
meluncur dari mulutnya begitu saja. Ayahnya.
Penderitaan ibunya. Akibat-akibatnya bila operasi

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


itu ditunda-tunda atau tidak dilakukan. Harapan-
harapannya bagi kedua adiknya. Mengenai dirinya
sendiri dia tidak bilang apa-apa.
Miki mendengarkan dengan penuh perhatian. "Ah,
kalau cuma soal uang, gampang. Kenapa enggak
mau bilang dari dulu?"
"Kita kan baru ketemu kemarin?"
'Tapi kau kan sudah berkali-kali melihat aku,
bukan? Cuma karena -aku rasa- sombong, maka
kau..." "Kalau aku sombong, aku takkan berada di
sini sekarang, mengemis!" serunya, marah pada
diri sendiri, sebab dia tahu tuduhan itu tidak
jauh dari kebenaran. "Ngemis? Siapa bilang kau
ngemis?" "Aku bilang!"
"Enggak, Nin," Miki menggeleng. Suaranya
lembut, penuh pengertian. "Kau bukan ngemis.
Sudah sewajarnya bila kau datang padaku. Aku
malah akan merasa tersinggung kalau kau tidak
mau minta tolong padaku!" "Kenapa wajar? Aku
tahu, aku ngemis."
"Sebab kau sahabat baik adikku! Ita pasti ingin
aku menolongmu!"
"Apa bedanya! Aku tetap ngemis!"
"Oke!" tukasnya, sengaja dengan nada jengkel.
"Silakan keluar kalau begitu. Aku tak biasa
menderma pada pengemis, sebab aku menganggap

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


mereka pemalas yang berbadan sehat tapi ogah
bekerja. Apa kau seperti mereka juga?"
Nina tidak mampu menjawab. Miki menatapnya
tajam. "Aku tidak suka pengemis!" serunya lalu
berdiri dan pergi ke jendela.
Nina memandang punggung laki-laki itu. Ita sering
bercerita bahwa Miki senang sekali menggodanya.
Nina tahu dia sedang digoda. Tapi dia tidak
berhak berbuat begitu, pikirnya sengit Aku kan
bukan adiknya! Kalau dia mau mempermainkan
aku, lebih baik aku pergi. Seharusnya aku memang
membicarakan hal ini dengan Pak Husen yang akan
meneruskannya pada Pak Rodan, ayah Miki.
Salahku, kenapa aku sok lancang bilang-bilang
pada lakilaki ini!
Tapi Nina tidak segera angkat kaki. Dia ragu.
Miki masih membelakanginya. Cuma untuk
dipermainkan, pikirnya lalu bangkit Selangkah.
Mungkin ini kesempatan satu-satunya. Dia
menghela napas dan menghentikan langkahnya.
"Apakah kau mau menolongku atau enggak, Mik?"
tanyanya setelah seratus detik mengumpulkan
seluruh keberanian untuk menekan malunya.
Miki langsung berbalik dan memandangnya lembut
"Jadi kau minta tolong? Bukannya ngemis?" Ada
sinar jenaka dalam matanya. Nina mengertakkan

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


geraham. "Aku minta tolong!" katanya mantap
mengeraskan hati. Miki merasa terharu melihat
Nina begitu merendahkan diri. Dia merasa
berdosa telah menggodanya. "Maafkan
kelancanganku tadi, Nin. Aku cuma bercanda.
Mari kita lihat Ibumu perlu dioperasi. Yakinkah
kau bahwa itu bukannya sudah harus dilakukan
sewaktu ibumu masih di Palembang? Mungkinkah
itu alasan sebenarnya kenapa keluargamu
pindah?"
Nina kaget setengah mati. Dia tak pernah
berpikir sampai ke situ. Ya, Tuhan, mungkinkah
mereka pindah ke Jakarta karena Ibu perlu
dioperasi? Mukanya kelihatan memucat dan
bibirnya terkatup rapat.
"Jangan gelisah," Miki menghibur. "Penyakit
ginjal menahun takkan menjadi gawat dengan
mendadak."
"Bagaimana kau tahu?" teriak Nina ketakutan.
"Sebab ibuku juga menderita... nah, kita bukan
mau membicarakan orang lain. Nin, berapa yang
kauperlukan?" "Sadarkah kau, aku takkan mampu
membayarnya kembali?" "Apa aku minta dibayar
kembali?" "Aku akan selalu berutang padamu."
"Kapan-kapan aku tagih kalau begitu!" Miki
tersenyum, tapi cepat serius kembali melihat air

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


muka Nina. "Nah, katakanlah berapa yang
kauperlukan?"

Bab 15

MIKI menjadi tamu tetap di rumah Nina. Bahkan


ayahnya yang pemarah itu pun menjadi jinak bila
Miki hadir. Setiap hari libur atau Minggu dia
berada di rumah, khusus untuk ngobrol dengan
Miki. Nina tidak tahu bagaimana harus berterima
kasih. Segalanya mendadak jadi berubah, Hidup
mereka terasa lebih cerah walau Nina tidak naik
gaji. Operasi berhasil dengan baik. Dua bulan
kemudian tekanan darah Ibu sudah menurun
banyak. Lengan dan tungkainya yang lumpuh sudah
makin membaik. Bulan berikutnya dia telah
sanggup berjalan sendiri serta bekerja sedikit-
sedikit.
Melihat seorang anggota keluarga terbaring
terus membuat mereka depresi. Mungkin karena
itulah mereka kini merasa lebih gembira, sebab
Ibu sudah hilir mudik lagi. Selain itu, Ayah
mendapat kerja pada sebuah percetakan kecil
dan mereka dapat membayar seorang pembantu
untuk mencuci serta menggosok baju.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Pondok ini berubah jadi istana bila kau datang,"
kata ayahnya pada Miki, membuat pemuda itu
ketawa malu.
Ayah tak pernah menyebut-nyebut masalah
utangnya pada Miki, seakan dianggapnya wajar
bila Miki membantu pengobatan ibunya. Dengan
penuh kekhawatiran Nina melihat bahwa ayahnya
makin lama makin menganggap Miki sebagai calon
menantu! Nina mula-mula bingung, kemudian jadi
malu. Sebab Miki sendiri belum pernah bilang
apa-apa. Dia memang terkadang suka
membawakan sesuatu, terutama untuk Ibu. Tapi
Nina menganggap semuanya sebagai tanda
persahabatan belaka. Mereka sama-sama terikat
oleh kenangan pada Ita yang mereka cintai.
Pada suatu petang Miki muncul. Dia selalu ingat
kapan ibu Nina harus dibawa ke dokter. Nina
berusaha mengelak. Sia-sia. Setiap kali mereka
mau berangkat, pasti Miki pun tiba dengan mobil
kantor ayahnya. Nina mencoba berangkat lebih
siang, tapi seolah punya firasat, Miki juga muncul
lebih dini.
Sore itu Marisa ikut. Dia duduk menemani Ibu di
kamar tunggu, sementara Miki mengajak Nina
membeli bensin sebentar di simpang jalan. Nina
menggunakan kesempatan itu untuk melarang

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Miki secara halus supaya jangan da tang terus-
menerus. Berbahaya kalau diteruskan, pikirnya.
Bisa-bisa salah paham ini dianggap kenyataan!
"Tapi aku kan enggak datang mengunjungi kamu,
Nin!" Miki berkeras. "Aku datang menengok
ibumu, ngobrol sama ayahmu, atau main halma
dengan Marisa. Kau kan hampir tak pernah
menemani aku, bukan?" Miki menoleh dan
melemparkan senyumnya yang suka menggoda.
"Lain kali kalau aku datang, kau boleh tidur kalau
mau tidur. Janganlah kedatanganku jadi
mengacaukan jadwalmu, sehingga membuatmu
kurang senang...."
"Bukannya aku kurang senang...."
"Kau mau melarangku? Apa alasannya?"
"Apa kata orang..."
"Nah, ini dia!" potong Miki ketawa. "Jangan suka
mencari penyakit sendiri. Apa kata orang, biar
saja! Kita kan enggak minta makan sama mereka.
Percuma deh kau melarangku! Aku akan terus
datang...." "Aku bukan melarang, tapi..."
"Kau sudah bosan denganku! Iya, kan?" ejek Miki
menghentikan mobil di depan pompa bensin dan
menatap Nina. "Kenapa? Kenapa aku
membosankan?"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Nina memandang Miki dengan bibir gemetar dan
putus asa. Dia khawatir sekali tapi tak tahu pasti
apa yang dikhawatirkannya.
"Berapa, Pak?" tanya penjaga pompa. "Sepuluh,"
sahut Miki menoleh, lalu kembali menatap Nina.
"Kenapa?" tuntutnya sekali lagi. Wajah Nina
menjadi merah. "Siapa bilang kau membosankan?"
"Lantas kenapa mendadak aku dilarang datang?"
"Aku enggak melarang!" desis Nina mendongkol.
"Oh, baiklah! Kau boleh datang! Kau boleh datang!
Kau boleh datang semaumu. Kapan saja. Bukankah
ayahku sudah bilang, pondok itu berubah jadi
istana bila kau muncul?" "Kau marah!"
"Bukan padamu! Aku marah pada diriku sendiri!"
"Kenapa? Karena kau enggak sampai hati
melarangku datang?" Miki ketawa geli. "Enggak.
Enggak. Kau boleh kok datang. Sungguh."
Penjaga pompa minta uang. Miki mengeluarkan
dompet, membayar, lalu melarikan mobilnya ke
jalan. Setelah agak lama baru dia bicara lagi.
"Aku tetap merasa enggak kau sukai. Kau enggak
mau aku datang-datang lagi! Dan aku takkan bisa
tidur sebelum aku tahu sebabnya!" keluhnya.
"Kalau kau tahu, barangkali kau akan makin
enggak bisa tidur!" tukas Nina ketawa.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Aku siap menerima nasib begitu, asal kau
memberitahukan kenapa kau enggak menyukai
kedatanganku ke rumahmu."
"Bukankah sudah aku bilang, kau boleh datang?
Apa kau enggak percaya lagi ketulusanku?" "Tapi
kau enggak menyukai aku, bukan?"
"Setelah kau memberi pertolongan begitu besar
pada ibuku, lantas aku tidak menyukai kau?
Binatang apakah aku ini sampai begitu tak tahu
terima kasih?"
"Memang kenyataan bukan bahwa kau enggak sudi
melihat aku lagi?"
"Itu fitnah! Tentu saja aku enggak keberatan
melihatmu. Di kantor, misalnya. Aku tahu, kau
seorang yang baik hati dan menyenangkan. Tapi...
ah, sudahlah. Percuma kukatakan, kau takkan
mengerti." Nina tahu, dia tak dapat mengatakan
apa-apa, sebab Miki belum pernah bilang bahwa
dia mencintainya. Bagaimana dia akan mengatakan
bahwa dia takut disangka orang pacaran?!
Seandainya cita-citanya kelak terkabul, berarti
takkan ada perkawinan. Apa kata tetangga nanti
mengenai seorang laki-laki yang hampir setiap
petang datang berkunjung? Yang telah begitu
banyak membantu hidup mereka? Di kampung,
hampir-hampir tak ada urusan rumah tangga yang

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


dapat disembunyikan dari tetangga. Selain itu,
bagaimana nanti dengan harapan ayahnya? Lebih-
lebih lagi bagaimana dia akan menerangkan
semuanya pada Miki sampai dia mengerti? Nina
menarik napas dan memejamkan mata.
"Aku sudah bilang, aku takkan bisa tidur kalau
aku belum tahu sebabnya. Aku harus tahu!"
Nina tetap membisu dengan mata terpejam.
Mendadak dirasakannya mobil berhenti dan
tangan Miki mendarat di bahunya. "Oke, Nona
manis. Kita akan tinggal terus di sini sampai kau
bicara!"
Nina membuka matanya ketika mendengar
ancaman itu. Didapatinya mobil berhenti di depan
pekarangan rumah orang. Dia kaget sampai tak
mampu protes.
"Nah, mau bicara?" tanya Miki yang merasa
menang di atas angin.
"Jalankan mobil ini, aku akan bicara. Siapa tahu,
ibuku sedang menantikan kita."
"Enggak," Miki menggeleng. "Bicara dulu, baru
mobil ini akan berjalan lagi!"
"Oh, baiklah!" Nina jadi sengit, tapi suaranya
segera melunak lagi. "Mik, janganlah mengira aku
kurang terima kasih. Malah sebaliknya. Aku tahu,
utang budiku padamu takkan pernah bisa

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


terbalas. Belum lagi utang uang, tahu deh kapan
bisa lunas."
"Enggak bakal lunas, kok!" sahut Miki ketawa
gelak. "Aku sudah setengah mati berusaha supaya
utang-utangmu itu menjadi sedemikian
menggunung sampai-sampai takkan mungkin
terbayar lagi! Ha..ha..."
Nina mula-mula merasa terhina, mengira dia
sedang diejek. Tapi ketika dia menoleh,
dilihatnya Miki sedang menatapnya dengan... oh,
Tuhan, jangan biarkan orang ini jatuh cinta
padaku! pikirnya kaget Itu kan tidak sesuai
dengan kemauanMu, bukan?
"Aku pasti akan sanggup membayarnya!" sahutnya
mantap, membalas tatapan Miki dengan tajam.
"Biarpun aku harus membanting tulang seumur
hidup!"
"Hm... hm... keras kepala!" gumam Miki
menggeleng. "Tapi percayalah, kau takkan
mungkin membayarnya kembali! Sebelum yang
lama lunas, kau sudah harus membuat utang baru!
Sebab ibumu perlu berobat terus, bukan? Nah,
kau takkan mampu melunasinya kecuali..."
"Kecuali apa?" Nina masuk perangkap seperti
yang diharapkan oleh Miki.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Kecuali katanya membelai pipi gadis itu, "engkau
mau jadi istriku!"
Nina tahu sekarang apa yang selama ini
dikhawatirkannya. Dia takut Miki akan
mengatakan apa yang barusan dikatakannya. Dia
sudah lama menduga bahwa Ini akan terjadi,
namun tak urung dia merasa kaget juga, sampai
tak mampu bersuara.
"Nah, sekarang katakan kenapa aku enggak boleh
datang-datang lagi ke rumahmu!" desaknya
penasaran. Nina memandangnya dengan ragu.
Apakah kau akan mengerti? pikirnya.
"Mik, kau kan tahu gimana lingkungan hidupku.
Rumah-rumahnya berdempetan, tetangga-
tetangga selalu mau tahu urusan orang lain,
Mereka melihat kau sering datang, tentu mereka
mengira kau jatuh hati padaku atau bagaimana..."
"Memang benar!" Miki menanggapi dengan
gembira. "Apa kau enggak senang
mendengarnya?"
Nina menggeleng. "Aku malah sedih. Miki, dunia
kita berbeda. Jalan hidup yang mau kita tempuh
juga berbeda. Cobalah mengerti. Kalau kau bisa
mengerti, mungkin kau akan bisa memaafkan aku.
Apa pun yang terjadi kelak, aku akan tetap
berutang budi padamu. Aku juga berharap

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


semoga kita akan bersahabat terus. Cobalah
mengerti, Mik."
"Enggak! Aku enggak mau mengerti!" seru Miki
memalingkan muka, menatap lurus ke depan. "Aku
cuma bisa mengerti bila kau mau menjadi istriku!"
"Itu tak mungkin!" Nina menggeleng lembut
dengan wajah sedih.
"Kita lihat saja!"
"Takkan mungkin...."
"Kita lihat! Kita lihat! Taruhan?"
"Aku tak pernah taruhan. Mik, apakah di balik
kemurahan hatimu sudah kaurencanakan
perangkap ini? Apakah kau cuma pura-pura saja
mau menggantikan tempat Ita di dalam hatiku?"
"Kau cerdas sekali!" puji Miki ketawa ria. "Dengan
otak cemerlang begitu, kau sudah tahu, semua
utangmu takkan terbayar dengan uang. Kau pasti
tahu dengan apa harus kaubayar! Ha... ha..." Miki
tersenyum dan mengangguk seakan menggoda.
"Seorang gadis yang tidak memiliki apa-apa
biasanya melunasi utangnya dengan
kecantikannya, kan? Dan bagiku, kau amat
cantik!" Sebelum Nina sempat menjawab, mobil
sudah berjalan lagi. Sampai tiba di rumah, dia
membisu seribu bahasa.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Seperti biasa ayahnya ada di rumah kalau dia
tahu Miki akan muncul (misalnya setelah
mengantarkan ke dokter begini). Dilihatnya Nina
bermuram durja, langsung duduk memasang
kancing kemeja Kris tanpa mengacuhkan Miki.
Marisa menggantikannya memberikan minuman.
"Kenapa kalian?" tanyanya ketika mereka cuma
bertiga di ruang depan. "Berbantahan?"
Miki cuma tersenyum, sedangkan Nina tidak
mengangkat mukanya dari jahitan. "Jangan
khawatir," tukas ayahnya ketawa kecil. "Nina
memang keras kepala. Tapi setelah jadi istrimu,
dia pasti akan jinak!"
"Papa!" seru Nina meledak marah, lalu berlari ke
dalam. Miki sebenarnya ingin ketawa, tapi melihat
kemarahan Nina, dia batal. Paling baik, aku
permisi saja, pikirnya. "Oom, jangan marahi dia,"
pintanya ketika mau pulang.
Ayah Nina memang semula enggak marah, tapi
murkanya meledak ketika anaknya mengutarakan
isi hatinya. Ibunya duduk mendengarkan serta
menengahi, Kedua adiknya diam seribu bahasa di
ruang depan. Mereka bisik-bisik di dapur, sebab
malu kedengaran tetangga.
"Pa, kenapa sih mengharapkan yang enggak-
enggak?"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Yang enggak-enggak bagaimana? Aku
menghendaki kau bahagia, dan itu kaukatakan
yang enggak-enggak?" "Tapi Papa mengharapkan
saya menikah!" "Habis apa lagi?"
"Bukankah Papa mau saya bahagia?" "Masih perlu
kautanyakan lagi?"
Nina menelan ludah, menunduk tak berani
menatap ayahnya. Dia merasa ngeri menghadapi
kemungkinan ayahnya akan marah, tapi dia harus
mengatakannya. Dikumpulkannya keberaniannya.
Ditelannya ludah yang terasa menyekat di
tenggorok. Jantungnya berdebar hebat bagaikan
mau meloncat keluar. "Pa, saya cuma akan merasa
bahagia dalam... biara! Sebagai suster!"
"Apa???!" Ayahnya sudah lupa akan kuping
tetangga. Dia menggelegar setinggi langit, dan
menggebrak meja sampai stoples menari-nari
nyaris terbalik.
Nina kaget, lalu menangis. "Pajangan marah.
Bukankah Papa ingin saya bahagia?" "Tapi aku
enggak mau kau masuk biara! Aku enggak setuju!"
"Mama setuju," bisiknya terisak-isak
mengharapkan bantuan ibunya. "Kau???!" Ayah
menggelegar lagi sambil menuding Ibu.
"Ya," ibunya mengangguk pelan. "Bagiku yang
penting adalah kebahagiaan anak-anak. Barangkali

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Nina memang dipanggil Tuhan untuk masuk biara.
Zaman sekarang, menjadi suster tidak lagi
berarti dikubur hidup-hidup. Ini merupakan
karunia, Pa."
"Ya, Pa, saya ingin bekerja di ladang Tuhan!" Nina
memperkuat bantuan ibunya.
"Bah!" hardik ayahnya melupakan dinding yang
tipis. "Karunia! Ladang! Persetan! Tidakkk! Takkan
ada seorang pun anakku yang boleh masuk biara!
Mengerti? Nina, lebih baik kaulupakan semua
pikiran gilamu itu! Aku tak mau dikatakan
memaksa anak, tapi ingat! Jangan sekali-kali
minta izin buat...! Mengerti? Dan kau, bujuk
anakmu!" Kalimat terakhir ditujukannya pada Ibu.
Lalu ayahnya melangkah ke depan, menendang
pintu dan keluar ke dalam gelap.

Bab 16

ESOKNYA Nina dipanggil direksi. Ternyata yang


menunggunya adalah Miki, bukan ayahnya. Pak
Rodan biasa datang jam delapan lewat. Jam
dinding saat itu baru menunjukkan delapan
kurang sepuluh.
Miki bangkit dari kursi direksi lalu mengajaknya
duduk di sofa untuk tamu. "Kau kelihatan pucat.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Kurang tidur?" Dia mencoba tersenyum, tapi Nina
cuma menanggapi dengan gelengan ringan.
"Maafkan kelancanganku kemarin, Nin. Aku sudah
memikirkan semua yang kaukatakan. Kau tahu?
Rasanya lebih baik aku mati daripada disangka
pura-pura, dituduh punya rencana jahat sejak
semula. Enggak kok, Nin. Aku enggak pernah
merencanakan apa-apa. Semuanya muncul dari
ketulusan hatiku."
"Nin, rasanya aku tahu kenapa kau menolak aku.
Ita pernah bilang, kau ingin masuk biara.
Betulkah itu? Dulu kusangka, itu cuma lelucon
saja. Tapi mungkin aku salah duga. Aku sangat
menghargai dan mengagumi cita-citamu itu."
"Kau kelihatan memang cocok. Sejak kecil kau
dididik suster-suster, enggak heran sekarang kau
ingin menjadi suci seperti mereka! Tunggu dulu,
jangan marah. Aku bukan mengejek. Aku serius.
Dengar dulu. Waktu kita cuma sedikit, sebentar
lagi ayahku akan tiba. Aku enggak mau kau
mendapat susah kalau dilihatnya kita berduaan di
sini."
"Nin, dengarlah. Aku sangat mencintaimu, tapi
aku akan merelakan kau masuk biara kalau itu
memang yang kauinginkan. Cuma jangan lupa, ada
banyak jalan untuk mengabdi Tuhan. Biara

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


bukanlah satu-satunya. Dalam rumah tangga pun
kau bisa mengabdiNya. Tunggu, jangan potong
dulu, aku lihat kau sudah mau marah saja. Aku
bukan mau membujukmu, Nin. Aku cuma ingin
memberikan sedikit pandangan."
"Nin, kau ingin masuk biara, tentunya dengan
maksud menyenangkan Tuhan, bukan? Berarti
menyenangkan sesamamu juga, kan? Nah,
seandainya tindakanmu itu menyebabkan banyak
orang menderita, apakah menurutmu itu akan
berkenan di hati Tuhan?"
"Aku enggak melihat kemungkinan adanya orang-
orang yang akan menderita, kecuali... kau
sendiri... mungkin?!" Nina tersenyum mengejek
sedikit, tapi tanpa maksud menyakiti hati.
Miki langsung ketawa, mengibaskan tangan. "Aw,
terima kasih atas perhatianmu. Tapi tak usah
pedulikan diriku. Aku kan bukan apa-apamu, kau
tak punya kewajiban sedikit pun terhadapku."
"Kalau begitu, siapa...?"
"Rupanya kau enggak ingat ibumu, ayahmu serta
kedua adikmu!" "Apa?"
"Kau masuk biara! Tercapailah citacitamu. Tapi
bagaimana dengan mereka? Pernah kaupikirkan
akibatnya bagi mereka? Kau takkan bekerja lagi.
Tidak membawa pulang gaji. Ibumu tak dapat

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


berobat, adik-adikmu tak bisa meneruskan
sekolah, dan ayahmu! Mungkin ayahmu akan lebih
jatuh lagi. Tapi kau sendiri sudah bahagia, dalam
biara! Atau... bisakah kau merasa bahagia kalau
keluargamu begitu merana?"
"Tak usah mancing-mancing, Mik. Pokoknya
mengenai uangmu, jangan khawatir. Aku akan
melunasinya sebelum aku masuk biara."
"Uh, enggak usah bicarakan utang! Pikirkan saja
masa depanmu. Kau boleh masuk biara sekarang
juga bila kau yakin itu adalah kehendakNya. Tak
usah menunggu sampai utangmu lunas! Aku tak
pernah mengharapkannya. Aku menolong ibumu
tanpa keinginan dibalas macam apa pun."
"O ya, aku akan masuk! Tapi aku mau menunggu
Kris lulus SMA dulu, tahun depan, supaya bisa
menggantikan aku."
"Menggantikanmu? Untuk mencari uang? Jadi
begitu yang kausebut mengabdi Tuhan? Dengan
mengorbankan masa depan adikmu sendiri?"
"Apa maksudmu?" tanyanya setenang mungkin,
padahal dalam hati dia sudah marah. "Kau masih
coba-coba membujuk aku dengan membawa-bawa
adikku?"
"Enggak sama sekali. Sudah kubilang, tak usah
pikirkan aku. Aku bukan apa-apamu, kau tak punya

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


kewajiban memikirkan diriku. Aku rela kau
menjadi suster kalau memang begitu keinginanmu.
Tapi rupanya kau kurang mengerti kemauan
Tuhan...."
"Dan kau mengerti?"
"Mungkin. Aku percaya, semua yang terjadi di
dunia adalah kehendakNya. Kita ketemu lagi
setelah pisah lama, juga kemauan Tuhan. Dan aku
percaya, adalah kemauanNya bahwa aku
mencintaimu!" "Astaga!" Nina tersenyum geli.
"Aku tak pernah tahu, kau begitu religius!"
"Ah, aku sebenarnya enggak masuk hitungan. Aku
cuma ingin kau memikirkan keluargamu. Pikirkan
kerugian apa yang akan menimpa mereka
seandainya kau masuk biara, dan keuntungan apa
yang mungkin mereka peroleh bila kau tetap di
samping mereka.
"Nin, aku sungguh ingin menolong kalian. Oh,
jangan bilang, aku mencoba membujukmu dengan
membawa-bawa mereka! Itu enggak benar.
Pepatah bilang, waktu akan menyembuhkan semua
luka. Jadi walau aku setengah mati mencintaimu
sekarang, bila kautolak, aku juga takkan kenapa-
kenapa. Duniaku takkan kiamat. Paling-paling aku
akan patah hati untuk... yah, mungkin sebulan,
setahun, atau seumur hidup. Mungkin aku takkan

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


pernah menikah, tapi mungkin juga aku akan jatuh
cinta seratus kali lagi. Tapi ini tak berarti
cintaku padamu cuma iseng saja."
"Tidak, Nin. Kau akan tetap menjadi sesuatu yang
istimewa bagiku buat selamanya. Apakah menjadi
istriku kauanggap terlalu memuakkan?"
"Kau tahu, bukan itu soalnya, Mik," sahut Nina
lembut. "Bukan karena pribadimu atau apa. Kau
kan tahu, kau dan Ita bagiku juga istimewa. Aku
menganggap kalian seperti saudara-saudaraku
sendiri. Mengertikah kau?"
"Bagaimana aku akan mengerti kalau kau sendiri
enggak mau mengerti aku! Dengarlah, Nin.
Seandainya utangmu kuhapuskan, seandainya kau
tak pernah berutang padaku," apakah keadaan
keluargamu akan bertambah baik bila kau
pergi? Ataukah kehidupan mereka akan lebih
mending kalau kau bisa terus bekerja?
Mengertikah kau jalan pikiranku?"
Nina memandang Miki dengan bibir terkatup.
"Lihatlah," sambungnya seraya memutar-mutar
sigaret yang tidak disulutnya, "keluargamu akan
terus memerlukan bantuan, terutama ibumu. Dari
mana itu akan datang? Aku sih sama sekali
enggak keberatan menolong kalian terus. Aku
senang dan bangga kalau bisa begitu. Tapi

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


bagaimana nanti sikap orangtuamu? Tentunya
mereka akan malu menerima sesen pun dari aku,
apalagi setelah anak mereka menolak aku. Oh,
jangan salah paham. Walaupun kedengarannya
begitu, ini bukan caraku untuk membujuk atau
menakut-nakutimu. Aku cuma minta supaya kau
berusaha mengerti jalan pikiranku."
Nina tetap membisu. Dia mengigit bibir dengan
rupa resah, menunjukkan bahwa dia mulai
mengerti. Miki meremas-remas sigaret di
tangannya, lalu membuangnya ke dalam asbak.
Dipandangnya Nina dengan serius. "Nin, kalau kau
menikah denganku, semua itu otomatis menjadi
tanggung jawabku. Kris dan Marisa bisa sekolah
terus. Pengobatan ibumu terjamin. Dan ayahmu...
mungkin aku bisa mengusulkan supaya dia
diangkat jadi pengawas perkebunan ayahku di
Bandung. Mengertikah kau jalan pikiranku?"
"Aku mengerti dengan baik!" Nina mengangguk
angkuh. "Bolehkah aku pergi sekarang? Nanti
ayahmu keburu datang."
"Kalau kau mengerti, kenapa kau begitu susah
diajak kerja sama? Sekali lagi ingat, aku
bukannya mau membujukmu dengan menyeret-
nyeret keluargamu. Seandainya kau betul rela
melihat ibu dan adik-adikmu semua berkorban

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


bagimu, yah, aku cuma akan mendoakan semoga
kau bahagia dalam pilihan hidupmu. Tapi apa juga
yang kauputuskan, jangan pikirkan utangmu. Tak
ada utang, Nin. Semua itu hanya sekadar bantuan
yang kuberikan demi cinta kita bersama pada Ita.
Dia pasti ingin aku membantumu."
Nina mengejap-ngejapkan, mata, lalu cepat-cepat
bangkit sebelum air matanya sempat mengalir
turun. Miki membukakannya pintu. "Nin, aku
minta, pikirkanlah baik-baik...." Tapi pintu sudah
lebih dahulu dibuka dari luar. Pak Rodan masuk
bergegas, nyaris menabrak Nina.
"Ada apa ini?" tukasnya keheranan melihat kedua
orang itu, terutama wajah mereka yang lusuh.
"Selamat pagi, Pak," kata Nina begitu
semangatnya pulih.
"Selamat pagi. Ada apa, Mik?"
"Selamat pagi, Pa. Anu... saya minta tolong Nina
untuk ngetik," jawabnya sekenanya. Lega hatinya
melihat ayahnya mengangguk. Begitu Nina keluar,
Miki juga segera permisi.
Setelah itu sebulan lamanya Nina tidak melihat
Miki. Tapi itu tidak berarti hidupnya sudah
menjadi tenang. Dia tahu, setiap saat Miki bisa
muncul menuntut jawaban. Dan apa jawabnya?
Keinginan pribadi? Atau kepentingan keluarga?

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Setiap pagi dia berdoa, "Katakanlah apa yang
harus saya lakukan, Tuhan, dan akan saya turuti."
Dia teringat Ogu. Mula-mula dia bermaksud
menyuratinya, tapi akhirnya batal. Dia harus
memutuskan sendiri persoalan itu, Tak ada yang
bisa melakukannya baginya. Mereka cuma dapat
memberinya saran. Dia kini sendirian di depan
Tuhan. Apa yang harus diputuskannya?
Akhirnya saat itu tiba. Pada suatu petang. Tanpa
kekerasan, tanpa paksaan. "Nin, bagaimana?"
bisiknya cemas.
Nina duduk di hadapannya, tersenyum. Dia
berusaha keras menyembunyikan kekecewaannya,
sebab impiannya sudah bubar. Tapi dia tak mampu
membuka mulut segera dan Miki makin cemas.
"Ayo, Nin! Sebulan kan sudah cukup, bukan?"
"Tapi, Mik, bolehkah aku terus terang? Aku
enggak yakin, aku mencintaimu," bisiknya seakan
itu merupakan syarat kalau Miki bersedia
menerimanya dalam keadaan begitu...
Mereka tidak berani bicara biasa, sebab di balik
dinding papan itu ibu Nina sedang menisik kemeja
Kris. Tapi Miki ketawa cukup keras karena
gembira. Nina tidak menolaknya! Senyum
lembutnya serta matanya yang memancarkan

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


cinta ternyata berhasil menaklukkan gadis
impiannya.
"Enggak jadi soal! Lama-lama kau pasti akan
mencintaiku!" bisiknya dengan bahagia. "Tak usah
terburu-buru. Pelan-pelan aku akan membuatmu
jatuh cinta!"
"Tugas yang cukup berat!" bisik Nina tersenyum.
"Oh, Nin, bukan main bahagianya aku!" bisiknya
sambil menggenggam kedua tangan Nina.
Dan betapa sedihnya aku, pikir Nina. Tapi dia
terus mengulum senyum. Miki begitu baik dan
amat mencintainya. Mungkin ini juga kehendak
Tuhan. Yang jelas, dia tak mungkin membiarkan
Miki atau ibu dan adik-adiknya merana akibat
tindakannya.
"Aku akan belajar mencintaimu," janjinya serius
seraya menatap Miki. "Tapi kau harus sabar."
"Aku akan selalu sabar, jangan takut! Seratus
tahun tidaklah lama, Sayang!"

Bab 17

KARENA cintanya pada Miki, ayahnya tidak


keberatan dia menikah dengan pegawai dari
kantornya. Tapi ketika mendengar bahwa Nina
sebenarnya bekas teman sekelas putrinya, maka

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


simpatinya segera muncul. "Pernah main ke
rumah... dulu?" Maksudnya ketika Ita masih ada.
"Ya, Pak. Dua kali," sahut Nina.
"Aaah. Anu, Nina, panggil saja Oom, begitu,
jangan pakai 'Pak'."
Wajah Nina menambah rasa sukanya. Seperti
Ita, air muka Nina cerah bercahaya dan cantik.
Wajahnya bujur telur, alisnya hitam, matanya
bersinar lembut, bibirnya mungil segar memberi
kesan bersahaja, hidungnya mancung, dan
rambutnya yang dibuntut kuda berkilat hitam.
Ketika Nina sudah hampir setahun tinggal
bersama mertuanya, dia telah berhasil merebut
seluruh hati laki-laki tua itu. Nina selalu
memperhatikan keperluan ayah mertuanya, dan
pandai menyenangkan hatinya dengan berbagai
cara. Misalnya dengan menyediakan makanan
kegemarannya atau mengajaknya piknik dengan
Miki ke tempat yang disukainya. Ibu mertuanya
biasanya tidak ikut, sebab wanita itu segan sekali
beranjak dari kursinya di ruang tengah (seperti
yang diingat oleh Nina ketika dia dulu diajak Ita
main ke rumahnya).
Pak Rodantua betul-betul menyayangi
menantunya. Dia merasa mendapat kembali
putrinya yang hilang. Sekarang dia lebih sering

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


diam di rumah, ngobrol atau main kartu bertiga
dengan Nina serta Miki. Tidak pernah lagi dia
membawa pulang wanita. Ketika Miki
menceritakan hal itu pada Nina, dia dilarang
bertanya-tanya pada ayahnya. "Mungkin ayahmu
mau memberi contoh yang baik supaya anaknya
enggak niru!" sindirnya ketawa.
"Oh, kalau masalah contoh sih sudah lebih dari
cukup!" serunya tidak mau kalah.
"Dan setiap saat aku harus siap melihatmu pulang
menggandeng seorang bida..." Miki menutup mulut
istrinya dengan kecupan. "Aku segan bantah-
bantahan denganmu, ngerti?" tegurnya berlagak
memarahi walaupun dalam hati dia tersenyum
senang. Miki mempunyai dugaan yang tak mau
diucapkannya pada istrinya. Bahwa ayahnya
menyetop kebiasaan buruknya karena ada Nina!
Ayah tidak mau membuat Nina malu. Sebaliknya,
dia juga tak mau dinilai buruk oleh menantunya.
Alasan lain adalah, rupanya Ayah sudah cukup
puas dengan perhatian yang diperolehnya dari
Nina. Dia betah di rumah. Ketika Ita masih ada,
ayahnya juga tak pernah membawa pulang wanita,
meskipun dia terkadang suka pulang larut malam.
Sekarang, bahkan hal terakhir pun tak pernah
lagi dilakukannya. Sebab dia tahu, menantunya

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


yang penuh perhatian tapi kurang pengalaman itu
takkan tidur sebelum sang mertua selamat
sentosa tiba di rumah. Pernah kejadian, ayahnya
belum pulang padahal sudah jam sembilan malam!
Jam sembilan, ya Allah! Kalau Nina tahu bahwa
ayahnya takkan kenapa-kenapa walaupun dia
pulang jam tiga pagi! Tapi Nina jadi repot. Miki
sendiri tak acuh saja membaca koran. Papa kan
bukannya anak kecil, Nin, kenapa khawatir. Tapi
Nina tetap gelisah. Sebentar-sebentar dia
mengganggu dengan, "Mik, Papa ke mana sih?
Jangan-jangan..." atau, "Mik, coba dong kaucari!
Aku sudah bel ke kantor. Satpam bilang, sudah
tak ada orang. Ke mana ya, dia? Jangan-jangan..."
Setelah digerutui belasan kali, akhirnya Miki
berangkat juga. Mula-mula ke kantor, sebab Nina
khawatir jangan-jangan... "Papa kena serangan
jantung di kamarnya, Satpam mana tahu, Mik."
Ternyata ayahnya memang ada di kantor, tapi
bukan di kamar. Miki menemukannya di samping
kantor, dalam bengkel mobil. Dia sedang duduk
santai menunggui montir memperbaiki rem yang
bocor minyaknya. Ketika mendengar Miki
menceritakan kekhawatiran Nina, Pak Rodan
segera menyalahkan dirinya kenapa lalai
memberitahu, padahal di situ ada telepon. "Aku

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


sudah kebiasaan diacuhkan oleh ibumu," keluhnya.
"Aku lupa sekarang ada Nina!"
Miki tak pernah berharap bahwa ayahnya akan
berubah begitu drastis. Rasa terima kasih pada
Nina membuat cintanya makin bernyala. Selain itu
dia kagum bukan main pada ketajaman otak
istrinya. Siapa sangka gadis yang begitu gigih
mencoba mempertahankan cita-citanya berbalik
menjadi antusias menghadapi perkawinannya! Miki
menatap Nina sambil menggeleng. Yang ditatap
memang tidak tahu, asyik mengaduk adonan kue
kesukaannya. Ah, hati wanita bagaikan sumur
yang gelap serta dalam, pikirnya. Orang yang
mencoba menyelaminya akan tenggelam.
Pada malam perkawinan mereka, Nina
menunjukkan sebuah buku harian pada suaminya.
Wajahnya merah karena malu. Sikapnya persis
seperti Ita waktu kecil bila dia ingin mendapat
pujian dari abangnya.
"Aku enggak pernah punya buku harian," katanya.
"Tapi aku membaca dari pengalaman beberapa
orang, perkawinan adalah bagian hidup yang paling
indah dari seseorang. Aku rasa, begitu indahnya
sehingga perlu kita catat dalam sebuah buku."
Nina memandangi buku itu dan membelainya. Miki

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


tidak tahu harus ketawa atau menentang. Dia
sungguh tidak mengerti wanita.
"Keberatan mengisi buku ini sama-sama?" tanya
Nina menatapnya.
"Oh, tentu saja enggak," sahutnya sambil
mengulurkan tangan. "Aku rasa sebaiknya kita
mulai sekarang!" Dirampasnya buku itu lalu
diambilnya bolpen dari saku bajunya yang
tergantung di balik pintu kamar. Dia pergi ke
jendela, lalu sibuk menulis dengan serius. Nina
diminta jangan mendekat. Setelah selesai,
dihampirinya Nina dan diserahkannya buku itu.
"Bacalah," pintanya.
'"Malam ini untuk pertama kalinya aku akan
bermain cinta dengan istriku,"" Suaranya tenang
dan lembut, mengalun seperti air terjun di taman.
Diperhatikannya reaksi Nina. Seorang gadis yang
bercita-cita untuk hidup sendiri dalam mati-raga
serta doa, kini harus membaca bahwa dia tidak
lagi sendiri. Bahwa dia milik seorang laki-laki.
Nina membacanya, lalu terdiam. Mungkin kaget.
Mungkin tidak segera memahami artinya. Tapi
pelan-pelan wajahnya bersemu merah.
Diangkatnya kepalanya. Ditatapnya Miki. "Enggak
seharusnya kau nulis begitu," tegurnya tanpa
marah. "Kalau dibaca orang lain..."

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Tak ada seorang pun yang akan membacanya!"
seru Miki. "Itu curahan jiwa kita bersama, milik
kita. Tak seorang pun yang berhak melihatnya.
Anak-anak kita juga tidak! Aku melarang!"
"Dan bagaimana akan kaucegah? Kalau kita sudah
meninggal, tentunya benda ini akan jatuh ke
tangan anak cucu kita. Ah, seharusnya kau
menulis yang biasa-biasa saja."
"Yang biasa-biasa saja tak pernah indah, Nin. Apa
sih yang memalukan dari tulisanku? Cinta tak
pernah memalukan, Nin. Dan aku amat
mencintaimu, ingat itu!"
"Tapi bagaimanapun, aku malu kalau sampai
terbaca orang lain walaupun anak cucu sendiri,"
keluhnya, rupanya mulai menyesali idenya
mengenai buku itu.
"Ah, dengarlah," bujuk Miki sambil memeluknya.
"Ini khusus untuk kita berdua, kan? Kita isi
bersama, oke? Nah, kalau seorang di antara kita
meninggal, tentunya buku ini takkan ada gunanya
lagi. Tak ada pengalaman-pengalaman indah yang
perlu dicatat. Tak ada unek-unek yang perlu
ditumpahkan. Jadi, kalau salah satu dari kita
mati, yang lain harus mengubur buku ini
bersamanya. Dengan begitu rahasia kita akan
tetap abadi. Setuju?"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Nina ketawa gembira menatapnya. "Kau sungguh
pintar mencari jalan keluar! Marilah kita saling
berjanji akan melaksanakan usulmu itu."
"Nah, sekarang giliranmu menulis sesuatu," kata
Miki setelah mereka mengucapkan janji. Dia tidak
sabar ingin mengetahui apa yang akan ditulis Nina
untuk pertama kali. Nina tidak kelihatan malu
lagi. Mungkin karena dia yakin rahasia mereka
takkan jatuh ke tangan orang lain. Miki berjanji
akan membeli sebuah kotak berkunci. "Dan
kuncinya boleh kaupegang terus, Nin."
Tanpa segan-segan Nina langsung mengisi
bukunya di bawah tulisan Miki, lalu
menyerahkannya untuk dibaca. "Karena aku sudah
memutuskan untuk menikah, maka aku akan
berusaha membuat pernikahanku seindah
mungkin, serta membuat suamiku sebahagia
mungkin. Hari ini aku mulai menjalani hidup
baruku. Berkatilah kami berdua, Tuhan."
"Oh, kau enggak menulis bahwa kau mencintaiku?"
tanya Miki kecewa.
Nina tersenyum tapi tidak berkata apa-apa. Miki
tidak memaksa. Cuma terkadang, sampai
bertahun-tahun lamanya, bila dia memandangi
Nina tanpa setahu yang dipandang, misalnya
dalam tidur, dia akan selalu teringat hari

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


perkawinan mereka waktu Nina tak mau
mengatakan "aku cinta padamu". Saat itu Miki
merasa, dia takkan pernah dapat memiliki hati
istrinya, Tiada cinta di situ baginya. Cuma sebuah
janji bahwa dia akan menjadi bahagia. Dan
mengherankan, Miki memang merasa bahagia di
sampingnya. Mungkinkah merasa bahagia di sisi
orang yang tidak mencintai kita, pikirnya. Kalau
tak mungkin, itu berarti bahwa Nina
mencintainya! Sayangnya, Nina tak pernah mau
mengatakannya. Mengakuinya dalam buku mereka
pun tak mau. Buku harian itu merupakan penolong
yang hebat bagi mereka. Bila yang seorang
sedang jengkel terhadap yang lain, mereka
berlatih untuk tidak mengutarakannya dengan
omongan tapi dengan tulisan. Bila yang lain
kemudian membacanya, maka dia akan segera
berusaha memperbaiki salah paham itu atau
minta maaf kalau salah atau bersedia dihukum,
misalnya denda tiga kali kecup atau hukuman
unik lainnya. Dengan cara itu mereka berhasil
mencegah perang mulut.
***
Berlainan dengan sang ayah, ibu Miki tidak
menyukai Nina sejak mula pertama ketika dia
mendengar bahwa keluarga gadis itu amat miskin

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


dan ayahnya tak punya pekerjaan. Dalam hati
diakuinya, Nina manis dan menarik, tapi itu tidak
menyebabkannya jadi menyukai gadis tesebut.
Juga kenyataan bahwa dia adalah teman sekelas
putri kesayangannya tidak membuatnya jadi
dekat. Apalagi setelah melihat betapa suaminya
menyayangi gadis kampung itu, antipatinya makin
menjadi-jadi. Dia selalu menyebut menantunya itu
sebagai gadis kampung tidak hanya di depan
suaminya, tapi juga di kalangan para pembantu.
Cuma Miki dan Nina yang tidak pernah
mendengarnya.
Ketika mereka masih pengantin baru, muncul
seorang India di depan rumah. Dia berkeras tak
mau pergi sebelum diizinkan meramalkan nasib
sang pengantin baru. Penjaga pintu
melaporkannya pada nyonya tua.
"Dia memaksa, Bu. Katanya di dalam ada
pengantin baru, dia mau meramalkan nasibnya."
"Bagaimana dia bisa tahu...," ibu Miki menahan
napas, tak bisa meneruskan kata-katanya.
Nina kebetulan sedang duduk di situ, ikut
membaca majalah yang tengah dilihat oleh Miki.
Mendengar laporan pembantu, diangkatnya
wajahnya. "Ah, Ma, apa salahnya diramal, asal
jangan terpengaruh," katanya tertawa, menoleh

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


pada mertua. "Untuk iseng begitu. Boleh, kan,
Mik?"
Miki sedang keasyikan membaca kisah hidup
rahasia seorang pengusaha terkenal. Tanpa acuh
dia cuma mengangguk.
"Eh, boleh, nih?!" Nina mengguncang lengan
suaminya. Miki terpaksa mengangkat matanya
dari majalah. "Boleh apa?"
"Boleh aku diramal? Boleh? Ah, cuma untuk
iseng," bujuk Nina setengah merengek. Miki
tersenyum melihat lagak Nina macam anak kecil.
Dicubitnya pipinya, lalu dia mengangguk dan malah
mengajaknya keluar membuat sang mertua
menarik napas panjang-pendek melihat tingkah
mereka.
Di teras depan duduk seorang lelaki tiga puluhan,
berkulit coklat memakai sorban di kepalanya.
Matanya hitam, ramah; kumis dan janggutnya
rapi. Tapi kemeja dan celananya
"Dalam hidup Ibu nanti akan muncul dua orang
laki-laki lagi!"
"Apa?!" Nina berseru kaget. Bahkan Miki yang
membisu sejak tadi kedengaran berdehem dan
mengubah letak tubuhnya, menggeser lebih dekat
pada Nina seolah ingin melindunginya. Ketika Nina
menoleh pada Miki, dilihatnya ibu mertuanya

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


berdiri di belakang kursi mereka, sedang
mengawasinya dengan tajam.

Bab 18

KELUARGA Nina pindah serumah ke Bandung.


Ayahnya mendapat pekerjaan sebagai pengawas
perkebunan Pak Rodan. Ibunya sudah dapat
berjalan, tapi tungkai kirinya tetap menggeser ke
luar, sehingga kelihatan timpang. Tapi Ibu sudah
sangat gembira bahwa dia dapat bergerak lagi.
Dari Bandung Kris mengirim surat pada Ogu -
Pastor Albertus- menceritakan tentang
keluarganya. Pastor Albertus membalas surat
Kris dan juga mengirim selamat ke alamat Nina.
Dia tidak menyebut-nyebut masalah cita-cita
Nina. Mungkin dia sudah lupa.
Ketika Miki membuka buku harian mereka,
dilihatnya ada surat terselip. Nina cuma menulis
singkat, 'Hari ini aku menerima surat dari Ogu.
Sangat menyenangkan,"
Miki memandang istrinya dan mengharapkan
penjelasan. Tapi Nina cuma tersenyum,
menunggunya bicara lebih dulu.
"Ada apa sih?" tanya Nina akhirnya ketika
melihat Miki membisu terus dengan lagak yang

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


mendebarkan hatinya, seakan dia mau
mengibarkan bendera perang.
"Kau mendapat surat dari lakilaki, dan kan masih
tanya ada apa?"
"Oh, itu! Aku enggak tahu kau ini sebenarnya
tukang cemburu!" cetusnya, berusaha keras
menahan ketawa mendengar suara Miki yang
keras itu. Lagaknya seolah dunia mau kiamat saja.
"Seorang suami pasti akan cemburu kalau istrinya
mendapat surat dari seorang laki-laki!" "Jangan
langsung marah, Mik. Baca dulu suratnya!"
Nina duduk ditempat tidur siap menyaksikan Miki
terbahak-bahak dan minta maaf. Tapi yang
terdengar malah gerutuan.
"Ini sih surat dari pastor! Pastor Albertus! Mana
surat dari siapa itu... Ogu?" tuntutnya.
"Mik, Ogu itu kan sekarang namanya Pastor
Albertus! Temanku waktu di SD!" Kali ini Nina tak
bisa menahan ketawa yang berderai. Miki. ikut-
ikutan terbahak. "Maaf, ya. Soalnya, Manis, sejak
kedatangan India itu aku jadi waswas. Dua laki-
laki, katanya. Dapat kaubayangkan
penderitaanku? Istriku akan berkenalan dengan
dua laki-laki dalam hidupnya! Oh, bagaimana
mungkin aku akan bisa tidur nyenyak? Melihat
kau ketawa pada Paul saja sudah membuat

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


semangatku hampir terbang! Apalagi tahu ada
surat dari... uh! Seharusnya jangan kita biarkan
orang itu meramalkan nasibmu!" Miki menggeleng
dengan lesu membuat Nina makin geli.
'Terlalu kau, Mik!" serunya. "Masa sih segala
takhayul begitu kaupercayai? Aku tak pernah
memikirkannya sedetik pun!"
"Ini menyangkut prestiseku sebagai suami dan
laki-laki, Nin. Apa kau enggak bisa mengerti? Aku
sudah membayangkannya: aku mati dan istriku
akan berkenalan dengan laki-laki pertama!
Kemudian ada yang enggak beres, batal. Muncul
yang kedua! Aduh!"
"Itu enggak bakal terjadi!" seru Nina, lalu
menutup mulutnya dengan telapak tangan seakan
terperanjat mendengar suaranya yang begitu
keras.
"Kenapa enggak?" Miki mengeluh sedih.
"Sebab kalau kau mati, aku akan..." Nina
mendadak terdiam, kaget dengan jalan pikirannya
sendiri. "Kau akan apa?" tuntutnya membelalak.
Nina menggeleng. Dia meluncur dari duduknya dan
berbaring. "Enggak apa-apa," sahutnya seraya
memadamkan lampu besar.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Kau akan apa?" seru Miki penasaran. "Enggak
apa-apa, kataku. Lupakan itu, Mik!" "Tapi kau akan
apa?" teriak Miki.
Nina memejamkan mata dan tidak menjawab. Miki
mengguncangguncangnya. Nina tetap tak
bergeming. Miki jadi hilang sabar. Semua lampu
dinyalakannya, sehingga Nina merasa silau
walaupun matanya terpejam. "Mik, matikan dong
lampu-lampu itu. Silau nih, aku mana bisa tidur."
"Bicara dulu!" terdengar perintah tegas.
Nina membuka mata dan menutupinya kembali
dengan tangan. "Kenapa kau mendadak jadi
senewen? Engkau kan enggak bakal mati
sekarang, bukan?" Nina mencoba bergurau. "Tapi
andaikan aku mati, apa yang akan kaulakukan?"
"Oh, aku enggak tahu, Tolong matikan lampu,
Mik." "Tadi kauhilang kau akan apa?" Miki ngotot.
"Aku enggak akan melakukan apa-apa, sungguh!
Sekarang matikan dong lampunya,"
Semua lampu dipadamkan dan Miki berbaring di
sebelahnya. Tiba-tiba Nina tahu, Miki ketakutan.
Tangannya dingin dan tubuhnya gemetar.
"Oh, Mik, aku benar-benar takkan berbuat
sesuatu yang akan menyakitimu," bisiknya sambil
memeluknya.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Bohong. Aku tahu kau akan berbuat sesuatu.
Kalau aku sudah dikubur, apa yang akan
kaulakukan?" Suara Miki makin pelan seakan
hampir menangis. Nina memeluknya dengan erat
sampai gemetarnya hilang. "Mik," bisiknya ke
telinga Miki, "aku akan masuk biara!"
Miki menegang. Jantungnya berdegup begitu
kencang, sehingga Nina dapat merasakannya.
Dibelai-belainya Miki seperti balita. "Tapi itu kan
cuma umpama, Mik. Takkan terjadi. Kau akan
hidup sampai seratus tahun kurang sedikit! Aku
yang seharusnya ingin tahu, apa yang akan
kaulakukan seandainya aku mati! Perempuan kan
selalu cemburu membayangkan suaminya dengan
wanita lain! Ayo, apa yang akan kaulakukan?"
Nina mencoba ketawa, tapi Miki melepaskan diri
tanpa berkata apa-apa. Dia tidak menjawab
pertanyaan itu. Kau takkan pernah mencintaiku,
pikirnya.
"Betulkah kau masih memikirkan biara?" tanyanya
setelah agak lama membungkam.
"Enggak," Nina berdusta sambil menepuk-nepuk
pipi suaminya.
"Bagus!" seru Miki jengkel. "Memang sebaiknya
kau tak usah mimpi akan masuk ke sana selama
aku masih hidup! Pasti kau tahu, seorang istri tak

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


boleh masuk biara tanpa izin suaminya. Dan aku
pasti keberatan ditinggalkan begitu saja!
Mengerti?"
Nina ingin tersenyum dan bertanya, bagaimana
bila sang suami sudah meninggal, boleh?! Tapi
Miki kedengaran betul-betul jengkel. Nina tidak
ingin membuatnya marah. "Aku mengerti,"
bisiknya, "Tapi berjanjilah, kau takkan
memikirkan ramalan itu lagi. Takkan ada laki-laki
lain dalam hidupku!"
Miki berjanji, tapi dalam hati dia tetap
menyimpan semua ramalan yang telah
didengarnya. Dia jadi gelisah setiap
kali teringat itu, bertahun-tahun lamanya. Sampai
kedua laki-laki itu betul-betul muncul dalam hidup
Nina.
***
Mereka sudah menikah dua tahun lebih dan ibu
Miki mulai mengecam menantunya di hadapan
Miki. Miki selalu membiarkan semua kritik itu
berlalu seperti angin. Sedikit pun tidak
diperhatikan atau disampaikannya pada istrinya.
Ayahnya juga menasihatkan agar jangan terlalu
mempedulikan ocehan ibunya. Nina sendiri tak
tahu apa-apa sampai pada suatu pagi ketika dia
menyiram bunga di halaman belakang. Selesai di

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


sana, dia masuk melalui beranda belakang.
Sarapan biasa disediakan di ruang tengah yang
bersebelahan dengan beranda.
Ketika Nina tiba di pintu yang menuju ke sana,
didengarnya Miki membantah ibunya. Entah
kenapa, perasaannya mendadak jadi tidak enak,
seolah dia tahu ada yang tidak beres. Di luar
kebiasaannya, dia nguping.
"Tapi kau mesti pikir, Mik," didengarnya suara
ibu mertuanya. "Ini sudah hampir tahun ketiga!
Dan kau sehat. Jadi pasti istrimu yang salah.
Mungkin kesehatannya memang buruk. Ingat, dia
miskin sekali, bukan? Pasti dia kekurangan
vitamin atau zat gizi iainnya. Dia tidak berhak
merusak hidupmu! Ceraikanlah dia selagi kau
masih muda, Selagi kau masih bisa memilih
pasangan lain sesukamu! Ini demi kepentinganmu,
Mik."
Nina nyaris semaput mendengarnya. Dia
terperanjat bukan main. Mulutnya terbuka tanpa
sepatah kata pun yang mampu digumamkannya.
Kesadarannya pulih ketika didengarnya bantahan
Miki yang keras.
"Kenapa Mama bilang begitu? Apa Mama enggak
tahu, saya mencintainya? Pokoknya Mama enggak
usah khawatir, enggak ada yang salah. Kami belum

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


punya anak karena Tuhan belum mengizinkan. Lagi
pula, ini urusan kami berdua. Kalau kami merasa
perlu, kami akan minta nasihat dokter, Ma. Dan
saya yakin, dia takkan memberi nasihat seperti
tadi!"
"Mik, Mama sangat mencintaimu. Percayalah
Mama, Nina enggak cocok bagimu. Dia enggak
bisa dandan, enggak tahu gimana mengatur
resepsi, pasti kikuk bila kauajak ke istana
Presiden dan akan canggung menghadapi relasi-
relasi ayahmu. Bila kelak kau harus menggantikan
Papa, dia pasti takkan tahu apa yang harus
dipercakapkannya dengan istri rekan-rekanmu
dalam pertemuan-pertemuan. Miki, dia cuma
gadis kampung. Ceraikan saja, nanti kau akan
kuperkenalkan dengan wanita-wanita yang begini!"
Nina tidak menunggu sampai suaminya menjawab.
Dia langsung membalik, lari ke belakang. Air mata
membuat pandangannya kabur. Tanpa ampun
ditubruknya koki yang sedang membawa sarapan.
Bunyi piring pecah berhamburan tidak
dipedulikannya. Dia lari terus ke halaman
belakang, mengitari samping lalu masuk ke dalam
dari depan. Dia mengunci diri dalam kamar.
Setelah beberapa menit menenangkan pikiran, dia
bangkit dari duduknya di atas ranjang dan

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


dihapusnya air matanya. Dia merasa amat lemas
sehingga harus berpegangan sejenak ke pinggir
ranjang. Batinnya amat terpukul. Ibu mertuanya
memang tak pernah ramah padanya. Tapi tidak
disangkanya perempuan itu begitu membencinya,
sehingga mau dipaksanya anaknya bercerai. Ah,
bukan anaknya! pikirnya. Nina sudah tahu dari
Miki, bahwa itu adalah ibu tirinya. Tapi aku
mencintainya, Nin, walau aku tahu apa yang telah
diperbuatnya terhadap ibu kandungku. Sebab dia
adalah satu-satunya ibu yang kukenal.
Dalam cermin dilihatnya muka yang lusuh.
Diperbaikinya bedak dan rambutnya yang sedikit
acak-acakan. Lalu dia keluar dari kamar. Seakan
lak terjadi apa-apa, dia masuk ke ruang tengah,
menyapa setiap orang. Pak Rodan baru saja duduk
dan menyuruhnya mengambil tempat di
sebelahnya. Miki memperhatikan tanpa berkata
apa-apa. Ibu mertuanya yang membuka suara,
"Anis bilang, kau tadi menubruknya, kenapa?"
"Sa... saya minta maaf, Ma," sahutnya terbata-
bata.
"Minta maaf sih gampang! Tapi barang yang pecah
enggak bisa utuh lagi! Tiga piring buatan Ceko!
Kau tahu berapa mahalnya? Di sini kau harus

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


membiasakan diri jalan dengan anggun, bukannya
berlarian macem di kampung!"
Nina menunduk menekuri piringnya. Itulah
pertama kalinya dia dimarahi oleh ibu mertuanya.
Ayah Miki segera membelanya. "Sudahlah,"
serunya kesal. "Segala urusan sepele begitu tak
usah ditarik panjang. Aku masih sanggup
membelikanmu tiga lusin piring seperti itu! Nina
kan enggak sengaja!"
Ibu mertuanya diam, tapi sikapnya tetap
memusuhinya. Nina menunggu Miki membuka
mulut membelanya, tapi dia diam seribu bahasa.
Nina sengaja tak mau memandang suaminya.
Hatinya mendongkol melihat Miki membiarkan
ibunya memperlakukannya seperti itu, terlebih
setelah apa yang dikatakan perempuan itu
padanya. Menyuruh menceraikannya!
Selesai sarapan Miki berangkat seperti yang
dilakukannya tiap pagi. Menurut jadwal yang
diingat Nina di luar kepala, pagi itu dia kuliah di
Kedokteran, disusul praktikum siangnya. Biasanya
Miki tinggal di kampus, tapi terkadang dia pulang
makan sebentar.
Nina dengan kecewa melihat Miki pergi begitu
saja. Tidak sedetik pun kelihatan bahwa dia
memperhatikan kejengkelan istrinya. Malah

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


dibiarkannya ibunya mengantar dia serta ayahnya
keluar. Mula-mula Nina ingin ikut mengantar, tapi
ibu mertuanya memberinya tugas mengatur
masakan hari itu dan menyuruh koki segera ke
pasar.
Tanpa membantah Nina pergi ke dapur. Dengan
sabar disebutkannya apa-apa yang mesti dibeli.
Koki yang memiliki ijazah PBH zaman Orla itu
menulis pelan-pelan, mengeja setiap kata. "Botel,"
tulisnya sambil kemak-kemik. Miki senang sekali
perkedel wortel. Tapi tanpa seledri dan udang.
Seledri itu bau, kata Miki, sedangkan udang
membuatnya gatal-gatal. Jadi Nina bermaksud
membuat dua macam adonan.
Ketika hendak memasukkan udang ke dalam
parutan wortel, ibu mertuanya membentak dari
belakangnya, "Eh, Miki enggak boleh makan
udang! Masa suami sendiri enggak bisa
kauperhatikan kesehatannya!"
"Ini buat Mama dan Papa," sahutnya sabar.
"Ah, jangan susah-susah! Enggak ada yang suka
masakanmu! Bikin saja buat Miki semua!"
"Kebanyakan, Ma. Biarlah sebagian dikasih udang,
buat si Bibi,"
"Apa? Kaupikir wortel dan udang enggak mahal?
Buat pembantu?" seru perempuan itu keras-

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


keras, sehingga Nina merasa tidak enak sebab
pasti terdengar oleh semua pembantu. Nina tidak
mau menyakiti hati mereka. Selain takut mereka
berhenti, dia juga memang tak bisa menusuk
perasaan orang lain. Herannya, semua pembantu
itu merasa betah, walau mereka kerap kena
marah!
"Oh, maksud saya..." Dia salah tingkah, tak bisa
membela diri. Memang dia berniat memberikan
perkedel itu pada Anis serta teman-temannya.
Tapi karena dilarang, yaaa... dia terpaksa cuma
bisa ketawa sumir. Dalam hati dia berdoa semoga
mertuanya segera menyingkir dari dapur.
Doanya didengarkan. Mendadak ibu mertuanya
teringat bahwa dia harus menghadiri pertemuan
guna membahas masalah yatim piatu yang makin
mencolok jumlahnya. Sebagai anggota
kehormatan sebuah organisasi wanita, Ibu Rodan
bertugas mengunjungi serta memeriksa keadaan
rumah-rumah yatim piatu, lalu menyusun laporan
mengenai apa yang perlu dilakukan atau
disumbangkan.
Nina merasa amat lega melihat mertuanya pergi.
Selesai masak, dia masuk ke kamar berbaring-
baring. Beberapa hari terakhir ini dia merasa

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


tidak enak badan, tapi segan minum obat, apalagi
ke dokter.
Nina memejamkan mata dan berharap Miki akan
pulang. Dia juga berpikirpikir apakah akan
dituliskannya dalam buku mereka apa yang telah
didengarnya tadi pagi, ataukah berlagak tidak
tahu saja. Keduanya mengandung risiko. Mungkin
Miki menganggap itu sebagai ocehan belaka, tapi
bisa saja dia termakan olehnya. Siapa tahu usul
itu bukan untuk pertama kalinya diberikan,
Sebaliknya, kalau dia pura-pura tidak tahu,
mungkin Miki juga akan diam saja dan ini akan
membuat dirinya cemas. Dia akan berpikir-pikir,
apa yang akan dilakukan oleh suaminya? Apakah
dia akan menuruti nasihat ibunya? Merencanakan
perceraian? Mencurigai istrinya penyakitan?
Tapi, kalau dia menuliskan semua unek-uneknya
sekarang, lalu Miki marah dan menantangnya
untuk memilih tutup mulut atau bercerai...?!
Seribu satu pertanyaan muncul saling susul. Tapi
Miki tidak pulang siang itu dan Nina terlena.
Ketika dia terjaga, dilihatnya lonceng sudah
menunjukkan jam satu. Dia terkejut, lalu
tergopoh-gopoh bangun, khawatir mertuanya
sudah pulang. Untung belum. Dia balik ke kamar
ingin mengisi buku hariannya. Tapi ketika pena

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


mulai bergerak, mendadak tangannya kaku. Dia
tak mampu menuliskan semua isi hatinya.
Kepedihan, kejengkelan, kegelisahan,
kedongkolan, kemarahan, perlakuan ibu mertua,
percakapan yang didengar... tak mungkin!
keluhnya. Tak mungkin menuliskan semua itu
tanpa menyakiti perasaan Miki, dan itu takkan
pernah mau dilakukannya. Biarlah Miki mengambil
keputusan sendiri atau menunggu sampai dia
membicarakannya dengannya.
Kalau dipikir-pikir, kenapa dia harus keberatan
bila mereka berpisah? Bukankah dengan begitu
dia akan bisa... ah, mungkin cita-citanya itu cuma
impian remaja yang kosong tanpa makna! Mungkin
dia cuma ingin mengidentifikasikan dirinya
dengan orang-orang sekitar yang dikaguminya
yang semuanya adalah suster-suster. Mungkin dia
tidak sungguh-sungguh ingin tinggal di balik
tembok biara. Kalau tidak, kenapa dia merasa
kurang enak ketika memikirkan kemungkinan akan
bebas dari Miki? Kenapa dia keberatan berpisah
dengan suaminya? Apakah itu berarti bahwa dia
sudah jatuh cinta? Nina tak bisa menjawab.
Lembaran hariannya dibiarkannya kosong hari itu.
Kening Miki berkerut melihatnya. "Kau lupa
mengisinya, Nin," tegurnya setengah membujuk.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Aku enggak enak badan tadi," kilahnya.
"Isilah sekarang."
Buku dan bolpen diberikan padanya. Nina duduk di
atas ranjang, kebingungan mau menulis apa.
Terlebih diawasi oleh Miki, tangannya malah jadi
gemetar. "Ayo!"
"Aku... aku enggak tahu mau nulis apa," katanya
menengadah memandang Miki.
"Ah, masa!" tukas Miki tersenyum menggoda, lalu
duduk di sampingnya memegangi tangannya. "Mari
aku ajari menulis. Yang harus kautulis adalah
begini, 'Hari ini aku dimarahi ibu mertuaku hanya
karena piringnya pecah tiga! Dan Miki sama sekali
tidak membelaku! Barangkali dia sudah enggak
mencintai aku lagi!' Nah?" Bolpen bergerak-gerak
mengikuti arahan tangan Miki yang menggenggam
jari-jari Nina erat-erat seakan dia murid kelas
satu yang baru belajar menulis. Setetes air jatuh
ke atas kertas. Miki mengangkat muka dan
menatap Nina.
"Hei, kenapa nangis? Bukankah dugaanku betul?
Kau kelihatan kesal sekali. Pasti kau marah sama
aku!"
"Enggak, Mik," sahutnya tersenyum di balik air
mata. "Sekarang aku enggak marah lagi."

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Itu bagus, Manis. Kau harus percaya, aku akan
selalu mencintaimu! Sampai kapan pun!"
Nina mengangguk dan menulis, 'Miki bilang, dia
akan selalu mencintaiku. Karena itu aku tidak
marah lagi padanya atau ibunya'"
"Oke!" bisik Miki dengan senang, memeluk serta
mengecupnya. "Jadi persoalannya sudah beres,
kan?"
Tidak, pikir Nina. Persoalan belum beres. Hal
yang terpenting belum kaubicarakan! Tapi Miki
tidak bisa membaca pikiran orang. Dia sudah
bangkit, mengambil mesin tik dari meja dan
membawanya keluar kamar bersama setumpuk
kertas. "Aku mau ngetik kuliah dulu, Nin. Lebih
baik di ruang tengah saja supaya kau enggak
terganggu. Kalau masih kurang enak badan,
minumlah obat sesuatu, lalu segera tidur!"

Bab 19

PADA suatu petang Paul datang. Miki belum


pulang, sehingga Nina yang menemaninya bicara.
Paul memang suka datang bertamu dan Nina
sudah mengenalnya dengan baik. Sampai saat itu
dia masih bujangan. Setiap kali Nina menyuruhnya
mengadakan seleksi di antara koleksinya yang

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


pasti hebat-hebat, Paul cuma ketawa, "Aku
menunggumu, Nin, sampai kau sudah bosan sama
Miki!" Kelakar itu selalu muncul tiap kali dia
datang, membuat ibu Miki membenci pemuda itu.
Malamnya, untuk kesekian kali Miki dipaksa
mendengarkan kekurangan istrinya yang makin
bertumpuk dari hari ke hari. Nina waktu itu
sudah tidur. Ayahnya di kamar, membaca. Ibu
menyuruhnya duduk di sofa di depannya. "Ada
apa, Ma?"
"Tadi sore kawanmu yang ceriwis itu datang lagi!"
tukas ibunya sebagai pembukaan. "Paul enggak
ceriwis, Ma," katanya membela.
"Apa?" seru perempuan itu kaget dan karenanya
jarinya tertusuk jarum. Marahnya timbul pada
Paul dan Nina yang secara tidak langsung
menyebabkannya kesakitan. Dipijit-pijitnya
jarinya. Miki langsung mengambilkannya kertas
tissue.
"Jadi istrimu sudah laporan?" sindirnya setelah
mengisap-isap jarinya supaya darahnya tidak
keluar lagi. "Pasti kau menyangka temanmu selalu
sopan, ya?! Tak pernah kaubayangkan dia akan
bercanda begitu bebas dengan istrimu, bukan?
Dan pantaskah seorang istri meladeni laki-laki
yang mengaku cinta padanya?"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Ah, Mama sentimen! Mana mungkin sih Paul
mencintai Nina! Dia memang selalu ceplas-ceplos.
Dianggapnya Nina bukan orang lain, karena itu dia
berani bercanda. Tapi hatinya enggak berbahaya.
Dia bisa dipercaya."
"Dalam urusan begini, enggak ada masalah
kepercayaan, Mik. Orang takkan segan
menggunakan tipu daya demi mendapat apa yang
diinginkannya. Cinta itu pelik, percayalah aku!"
"Jangan bilang begitu, Ma! Paul enggak bakal
curang. Selain itu, Nina adalah perempuan yang
setia. Saya yakin seratus persen!"
"Ah, yakin apanya! Rupanya kau sudah lupa
ramalan tiga tahun yang lalu? Istrimu akan
menikah lagi, Mik! Dia akan berkenalan dengan
dua laki-laki lagi dalam hidupnya. Jangan lupa!"
Ketika Miki berdiri di samping ranjang,
memandangi istrinya yang tidur nyenyak, dia tahu
dia takkan melupakan ramalan itu. Setiap kali
teringat, dia pasti tak bisa tidur. Sebuah pikiran
kini mulai merayapi otaknya: siapakah kedua laki-
laki itu? Paul? Dan...?
***
Miki juga teringat hal itu ketika pada suatu
malam, setelah menunggu lebih dari enam jam,
dokter menghampirinya dan memberinya selamat.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Pak, istri Anda dikunjungi oleh dua laki-laki!"
Miki terkejut bagaikan disengat lebah. Jadi
ramalan itu betul! Tapi kenapa keduanya
sekaligus? Kenapa perkenalan terjadi di rumah
sakit? Dan ada urusan apa dokter ini campur
tangan? Semuanya muncul hanya sekejap dalam
otaknya. Senyum lebar Pak Dokter
menyadarkannya. Tak mungkin! Namun sebelum
suaranya keluar, dokter sudah menyambar
tangannya dan mengguncangnya pergi-datang.
"Selamat! Selamat! Tiga ribu lima puluh gram dan
dua ribu tujuh ratus. Mau lihat?"
Miki sedikit gelagapan mendengar semua itu. Dia
tak tahu harus bereaksi bagaimana. Dibiarkannya
dirinya diseret entah ke mana. Lima menit
kemudian didapatinya dirinya melotot di depan
sebuah jendela kaca, memandangi dua buah
kepala kecil yang hampir tak tentu bentuknya.
Merah serta lembek. Sebuah tangan muda
mendadak molos keluar dari bedungan selimut,
bergerak-gerak seakan melambai padanya. Miki
menyeringai tanpa sadar. Mereka kelihatan
seperti anak monyet belaka, tapi mengherankan,
dirinya merasa amat bahagia. Dia masih ingin
berdiri di situ sejam lagi, tapi seorang suster
yang sok tahu memberi isyarat bahwa tontonan

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


sudah berakhir. Tirai mulai diturunkan. Miki
mengomel penasaran, "Tunggulah beberapa hari
lagi! Kita akan lihat siapa yang lebih berhak atas
mereka, Anda atau saya! Akan saya bawa mereka
pergi dan Anda takkan bisa melarang!"
"Wah, jangan marah, Pak," tukas suster
tersenyum geli. "Saya cuma mengikuti peraturan.
Mari, Anda tentu ingin menengok Ibu?"
Ah, mendadak dia jadi rindu pada Nina, untuk
pertama kali, selama beberapa merit tadi, dia
sudah melupakan istrinya! Dia begitu terpesona
melihat bayi-bayinya sampai sang ibu tidak
diingatnya!
Dokter kebetulan keluar dari kamar Nina.
Melihat Miki, disilakannya masuk lalu ditutupnya
pintu. Miki berdiri sejenak dekat pintu
memandang ke tempat tidur di mana istrinya
kelihatan sedang lelap. Dihampirinya kursi,
bermaksud menunggu sampai Nina bangun. Tapi
mendengar suara kerisik di atas lantai wnil yang
masih baru, Nina membuka mata, melihatnya dan
tersenyum bahagia. 'Sudah kaulihat?" Pertanyaan
itu keluar berbareng dari mulut mereka, sehingga
keduanya tergelak-gelak. Miki menyerbu ke
samping ranjang lalu membungkukkan tubuhnya
yang jangkung untuk mengecup si ibu.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Sekarang kau betul-betul sudah jadi Mere!"
bisiknya membelaibelai rambutnya.
"Jangan menggoda aku!"
"Eh, siapa menggoda? Mere kan artinya ibu,
bukan? Hadiahmu bagiku itu amat istimewa, Nin.
Kau mendadak jadi makin manis dalam mataku!"
"Jahat! Istri sendiri kauanggap jelek! Kalau aku
tarik lagi hadiah-hadiah itu, baru tahu rasa kau!"
Miki ketawa dan tidak meladeni ocehan Nina.
Sesaat kemudian dia teringat akan sesuatu.
Dengan serius digenggamnya kedua tangan Nina
eraterat. "Nin, ingatkah kau ramalan tiga tahun
yang lalu? Dua laki-laki lain dalam hidupmu!
Mungkinkah mereka itu...?"
"Tidak!" serunya tertahan. "Mustahil! Dua laki-
laki..."
"Tapi itu betul, Nin! Kau sudah tahu itu. Kini ada
dua laki-laki lain dalam hidupmu! Dan bila aku
ingat berapa jam tidurku yang terbuang setiap
malam, hanya kerena memikirkan mereka!" Miki
terbahakbahak. "Tidak, ah. Aku tidak menyesal.
Untuk mukjizat seperti ini, aku bersedia melek
seratus hari!"
Nina ikut tertawa, menatap wajah bahagia yang
menunduk di dekatnya.
***

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Sesuatu yang aneh terjadi pada ibu Miki. Sejak
Miki mengumumkan di meja makan bahwa istrinya
mengandung, ibunya mendadak jadi penuh
perhatian pada Nina. Dia tak pernah
memarahinya lagi. Tak pernah memberinya tugas-
tugas berat. Bahkan memaksanya untuk
beristirahat bila dilihatnya Nina terlalu rajin di
dapur.
Nina menuliskan semuanya dalam buku mereka.
Miki ketawa membaca bahwa ibunya sudah
terpikat pada Nina karena adanya kabar tentang
kedatangan seorang cucu.
"Kalau kau bohong," ancam Miki mengacungkan
telunjuk, "akulah pertama-tama yang akan
menggorok lehermu! Istri yang suka bohong tidak
pantas dicintai suami! Zaman dulu, seorang istri
yang suka berdusta dan main pintu belakang bisa
dipancung oleh suaminya, tahu enggak?!"
"Ah, sekarang kan bukan zaman dulu! Aku juga
enggak main pintu belakang, dan kau cinta padaku!
Jadi aku takkan pernah dipancung!"
"Kau benar-benar menggemaskan!" teriak Miki
menubruknya, tapi Nina dengan gesit meloncat
dari ranjang di sebelah yang lain. Miki mau
mengejar -dan pasti akan berhasil menangkapnya-
tapi Nina punya senjata ampuh sekarang.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Awas, nanti aku keguguran!"
Miki langsung jadi jinak, duduk tenang-tenang di
ujung ranjang seperti anak kecil menunggu coklat.
Nina mengalami sedikit kesulitan selama
mengandung. Dia muntah-muntah terus. Berat
badannya terlalu cepat naik. Sebaliknya berat ibu
mertuanya sangat cepat turun, karena khawatir
memikirkan Nina yang mendadak dianggapnya
sebagai anaknya. Nina kepayahan. Perutnya
membuatnya gampang sesak napas. Dia tidak
tahan berdiri atau berjalan lama-lama.
Makanannya harus rendah garam sehingga
rasanya kurang sedap. Setiap kali melihat Miki
makan dengan lahap -sebab garam nya cukup,
rasanya enak- Nina mengeluh. Miki sengaja makan
lebih lahap untuk menggodanya. Tapi dalam hati
dia kasihan juga melihat Nina harus diet.
Yang mengkhawatirkan semua orang adalah
kemungkinan adanya kelainan. Dokter menduga
adanya kelebihan air ketuban.
"Aku berjanji pada diriku sendiri, ini adalah yang
pertama dan... terakhir!" tukas Nina dengan
serius. Miki menatapnya dengan rasa geli, tapi
tidak memberi komentar. Dasar cewek! Seakan
urusan begituan tergantung seratus persen pada
kepulusannya sendiri! Hiii.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Mik, jangan berlagak tuli! Kaudengar apa
kukatakan?"
"Ya." Jangan membuatnya marah! Lebih baik
mengalah.
"Lantas kenapa diam saja?"
"Habis, aku harus bilang apa?" sahutnya serius,
tapi hatinya ketawa geli.
"Enak saja bilang begitu! Kau enggak merasakan
sih sengsaranya hidupku, perut begini gendut!
Sampai rasanya malu ke mana-mana! Tidur salah,
berdiri salah! Duduk, sesak napas. Makan juga
sesak!"
"Aaah, nyonya di sebelah lebih gendut lagi
perutnya, tapi dia kelihatan senang-senang saja!"
tangkis Miki membuat Nina makin sengit.
"Tapi dia kan enggak hamil!"
"Memang betul! Lantas kau mau apa?"
Nina terdiam ditanya begitu. Dia tak dapat
menjawab, membuatnya kesal. Kalau dia marah,
napasnya jadi bertambah cepat dan itu
menimbulkan sesak napas. Miki melihatnya
terengah-engah. Dia menghampiri dan
memeluknya. Nina tengah memeriksa sekotak
pakaian bayi yang baru dibelikan oleh ibu
mertuanya. Selusin baju dan tiga lusin popok.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Semuanya berwarna biru, sebab mereka
mengharapkan seorang bayi laki-laki.
"Aku mengerti perasaanmu, Nin. Seandainya aku
tahu dari dulu bahwa kau tak mau punya anak,
tentunya hal ini takkan terjadi."
"Lantas, aku akan dituduh mandul, diceraikan, dan
kau kawin lagi!" serunya mencoba melepaskan diri
dari pelukan, tapi Miki tidak membiarkannya
lepas.
"Jangan bilang begitu, Nin. Kau kan tahu, aku
mencintaimu dengan keseluruhanmu. Seandainya
kau tak bisa punya anak, takkan jadi soal. Kita
bisa mengangkat anak orang lain. Tapi," bisik Miki
membelai-belai rambutnya, "kukira setiap wanita
merindukan anak. Rupanya kau sebuah
kekecualian. Nah, yang sudah telanjur tak bisa
dibatalkan, bukan? Aku harap kau bersabar
sampai dia dilahirkan. Setelah itu kita lihat lagi.
Oke? Jangan merengut, Manis. Usiamu naik
sepuluh tahun kalau begitu! Nah, senyum lebih
baik!" Miki menggodanya sampai dia terpaksa
ketawa.
Setelah Miki berlalu, Nina memikirkan kembali
semua kejengkelannya. Ah, sebenarnya dia takkan
keberatan punya anak selusin pun asal tidak
membuat dirinya begini sengsara. Tidur telentang

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


sesak, miring apalagi. Tengkurap jelas tak masuk
akal, bisa meletus perutnya. Tidur salah. Berdiri
salah. Makan tak ingin. Badan kepanasan terus,
siang malam. Makan es dilarang mertua, katanya
nanti bayinya jadi terlalu besar dan sulit lahir.
Melihat perutnya sekarang saja orang sudah
menaksir beratnya paling sedikit tiga setengah
kilo!
Nina jadi risi ke mana-mana. Rasanya setiap
orang memperhatikan perutnya yang buncit
Ketika baru enam bulan, orangorang sudah
mengira itu sembilan. Di ruang tunggu dokter pun
tak ada wanita yang sama tua kehamilannya, yang
segendut dirinya.
Sudah gendut, tak ada hiburan lagi. Keluar rumah
dilarang mertua, kecuali ke dokter. Tkut terjadi
apaapa, katanya. Rupanya perut gendut ini
memberi kesan bahwa dia setiap saat sudah akan
melahirkan. Barangkali dia disangka salah
memperhitungkan hari kelahiran. Nina cuma
dapat menghela napas bila sudah mendengar
larangan-larangan berkumandang di udara.
Untung Miki penuh pengertian dan bersedia
menemaninya terus-menerus bila dia tidak ada
kuliah.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Suatu ketika Nina duduk di depan mesin jahit
hendak membuat kelambu bayi. Mendengar
dengung mesin, mertuanya terbirit-birit muncul
dari dapur dan memerintahkannya agar segera
meninggalkan tempat itu.
"Biar nanti Mama yang akan menjahitkan. Kau
istirahat saja!" Mesin jahit dikunci dan kuncinya
disimpan oleh ibu suri. Ketika piyama Miki koyak,
terpaksa dijahitnya dengan tangan. Malu kalau
terpaksa dijahitkan oleh ibu mertua.
Nina menuliskan semua ini dalam bukunya. Di
bawahnya diberi tambahan, 'Sebenarnya aku
senang sekali mendapat seorang bayi, tapi tak
pernah kubayangkan kedatangannya akan begini
merepotkan! Kenapa orang lain enggak seperti
aku? Mereka hamil tiap tahun dan keadaannya
biasabiasa saja. Aku jadi ingat istri Ogu. Apakah
aku akan mati seperti dia? Keadaanku ini tidak
biasa, bukan? Apa ada sesuatu yang tidak beres?
Apa ini hukuman Tuhan karena aku menolak
panggilanNya?'
Miki selalu berusaha menghilangkan rasa bersalah
seperti itu, tapi Nina tak bisa mengusir
ketakutan dari hatinya. Dia selalu bertanyatanya
apakah Tuhan marah? Tuhan memanggilnya untuk
menjadi pengantinNya, tapi dia lari menjadi

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


pengantin laki-laki lain. Apa karena itu bayinya
jadi tidak beres?
Pertanyaan itu diulang-ulangnya di depan dokter
sampai saat melahirkan. Untung dokter itu sudah
terbiasa menghadapi wanita-wanita yang akan
melahirkan pertama kali. Tingkah mereka
bermacam ragam. Ada yang melolong memanggil
ibu, ada yang memaki-maki suami/ ada yang manja
bagaikan putri kerajaan, tapi ada juga yang
tenang dan tabah.
Dengan penuh kesabaran dokter meyakinkannya
bahwa keadaannya baik-baik saja. Tugasnya jadi
dobel ketika sang suami ikut-ikutan senewen.
Melihat penderitaan istrinya, Miki kasihan. Tapi
setelah mendengar seorang suster berbisik pada
rekannya, "Aduh, Gusti, ada apa di dalamnya,
besar amat!" Miki berubah jadi tegang dan
senewen.
Ketika bayi sudah lahir, dokter bersama
pembantunya berseru kaget. Nina hampir
terbang semangatnya saking khawatir. "Ada apa,
Dokter? Bayi saya... normal?"
'Tenang, Bu, tenang. Bayi ibu laki-laki, sehat, dan
normal. Dengar tuh tangisnya begitu keras!"
Nina menjadi lega. Namun sesaat kemudian
rerutnya sakit kembali. Melihat pasien meringis,

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


dokter langsung menenangkannya. "Jangan
khawatir. Ibu masih akan melahirkan sekali lagi!
Bernapas saja dengan teratur dalamdalam. Anak
ini akan saya perbaiki sedikit letaknya."
"Apa dokter memang sudah tahu, saya akan
melahirkan bayi kembar?"
"Sudah saya duga, tapi karena air ketuban yang
banyak ini, posisi bayi sulit ditentukan. Saya
tidak membuat foto, sebab selama obseryasi
keadaan Ibu memuaskan. Saya tidak mau
memberi sinar X pada janin kalau tidak perlu.
Pernah saya katakan ini pada suami Ibu dan dia
minta agar saya tak usah bilang-bilang pada Ibu."
Oh begitu! pikirnya sengit. Setelah semuanya
beres, dan Miki menjenguknya, Nina masih terlalu
lelah untuk mengutarakan pikirannya. Tapi ketika
Miki datang esoknya, Nina menegurnya. Melihat
segalanya sudah beres dan selamat, Miki juga
tidak lagi gampang-gampang mengalah.
"Dan selama itu aku hampir mati karena
khawatir," serunya nyaris menangis saking
jengkel. "Padahal kau sudah tahu perutku amat
gendut karena isinya dua!"
"Tapi kau kan enggak jadi mati, Nin. Buat apa
marah padaku?"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Kau tahu tapi tak mau memberitahu aku!
Kaubiarkan aku gelisah setengah mati!"
"Habis kau kelihatan enggak menyukai bayi!
Apalagi dua bayi! Aw, tak terbayangkan
penderitaanku. Mungkin tiap hari aku akan
disesali terus!" "Kau mengejek aku?"
"Sebenarnya bukan begitu, Nin," Miki baru
mengalah setelah istrinya betul-betul marah.
"Sebenarnya aku lupa! Kau tahu sendiri, aku juga
ikut-ikutan senewen, bukan?"
"Lupa?" Nina mencibir. "Kusangka kau mimpi
terus tiap malam mengenai anakmu!"
Miki menghela napas. "Waktu itu dokter bilang,
itu baru dugaan. Setelah itu dia tak pernah bilang
apa-apa lagi. Aku juga tak pernah menanyakan,
sebab aku kira dugaannya salah dan aku tak mau
memojokkannya. Lalu aku lupa."
"Nin, kalau setiap kali jadi ayah, aku harus kena
maki begini, lain kali aku pikir-pikir dulu, ah! Kau
biasanya manis dan lembut, sehingga aku sayang
padamu. Tapi sekarang aku jadi ragu!"
Nina menatap Miki dan sekonyong-konyong
keduanya terbahak-bahak. Nina mengulurkan
lengan. Keduanya berpelukan dan perdamaian
pulih kembali.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Tapi Miki belum habis-habisnya menggoda
istrinya. Ketika menjemputnya pulang, dia
sengaja mengajak ibu dan bibinya. Masing-masing
membopong seorang bayi. Ketika Nina
mengulurkan tangan pada saudara mertuanya,
Miki dengan cepat mencegah. "Jangan dikasih,
Tante. Nina belum biasa dengan tugasnya yang
baru dan mengejutkan ini. Mungkin dia takkan
pernah bisa membiasakan diri, sebab dia ternyata
alergi sama bayi!"
Nina menahan dongkol. Dia ingin sekali
membantah, tapi tidak berani melakukannya di
depan orang tua-tua. Jadi dia membisu saja.
Kedua bayi itu diletakkan dalam kamar Ita, di
sebelah kamar mereka. Ketika Nina ingin
membuka pintu penghubung kedua kamar,
didapatinya pintu tergembok. "Apa-apaan ini?"
serunya heran dan jengkel.
"Itu supaya kau enggak terganggu, Nin," sahut
Miki tenang tanpa rasa bersalah. "Kalau pintu itu
dibiarkan terbuka, pasti kau akan marah-marah
terus kalau mereka rewel dan cengeng. Kau
takkan bisa tidur nyenyak malam hari." "Tapi
bagaimana kalau aku perlu ke situ?"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Oh, kau tak perlu ke sana!" sahutnya gagah.
"Karena aku tahu kau enggak suka mereka,
maka..."
"Siapa bilang aku enggak suka?" hardik Nina
menggeledek.
"Siapa bilang? Kau marah-marah terus waktu
hamil, lupa? Karena itu..."
"Kau mau buka pintu ini atau enggak?!"
"Aku sudah menyediakan perawat bagi mereka!
Kau tak perlu repot!" "Buka apa enggak?!"
Miki mengangkat bahu, berlagak tak acuh.
"Sebenarnya kau enggak perlu mengurus mereka.
Tapi kalau kau memaksa, baiklah. Nanti jangan
mengeluh kecapekan, ya!"
Nina melotot kepadanya, menunggu gembok
dibuka. Setelah pintu menganga, Nina langsung
menerobos masuk. Ibu mertuanya tertegun
melihatnya, sehingga untuk sejenak dia lupa pada
si kecil yang sedang diganti popoknya. "Kau
enggak boleh bangun!" serunya. "Belum empat
puluh hari. Mikiii!"
Mendengar guntur itu Miki langsung muncul.
Sebelum sempat ditegur, dia sudah lebih dulu
membela diri. "Sudah saya larang, Ma. Tapi dia
sok tahu!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Bila Nina mendengarnya, dia pasti membantah.
Tapi dia tidak mendengar apa-apa. Untuk
pertama kali dia menyadari bahwa kehamilannya
adalah anugerah, bukannya kesengsaraan.
Kebahagiaannya meluap.

Bab 20

JOHANES dan Andreas dinamakan menurut


kedua kakek mereka, Johanes Rodan serta
Andreas Karimin. Tapi Pak Andreas biasa disebut
Pak Neo.
Kedua anak itu tumbuh dengan baik sekali. Joni
kelihatan lebih aktif dan lebih rakus, sedangkan
Andi sabar serta lembut. Nina pernah mencoba
menyusui keduanya sekaligus, tapi tak berhasil.
Andi hampir terjatuh, sedangkan Joni meraung-
raung sebab merasa tidak nyaman. Jadi mereka
menyusu bergantian. Joni harus didahulukan
sebab dia tidak sesabar Andi menunggu giliran.
Ibu Miki yang biasanya sibuk mengurus anak-anak
yatim piatu kini jadi sibuk mengurus cucu-
cucunya. Setiap kali dia harus rapat ini itu, dia
selalu berusaha mengelak dengan berbagai alasan
yang diteriakkannya dalam telepon. Pendeknya,
dia ingin selalu di rumah bersama Joni dan Andi.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Teman-temannya tak henti-hentinya diundangnya
supaya datang mengagumi cucu-cucunya, sehingga
Nina tak tahu lagi harus merasa bangga atau
jengkel. Dia sama sekali tak bisa istirahat
sesukanya, sebab tiap hari ada saja yang datang.
Ibu mertuanya menyediakan beberapa buku
khusus di mana dicatatnya namanama pengunjung
serta bingkisan yang dibawa mereka. "Ini perlu,
Nin," katanya. "Supaya nanti, kalau mereka punya
cucu, aku bisa membalas."
Nina mengangguk dengan sopan tapi jemu. Sejak
ibu mertuanya menaruh perhatian padanya, Nina
mendapati bahwa wanita itu sebenarnya
menyenangkan dan hangat. Dia segera
menyukainya dan melupakan masa lampau yang
tidak menyenangkan.
Segala pesta yang berhubungan dengan kelahiran
seorang anak tidak dilupakan oleh ibu mertua.
Tanpa banyak ribut dia mengadakan coup untuk
mengambil alih kekuasaan. Ibu mertua yang
menentukan jam makan. Ibu mertua yang
menentukan apakah rambut anak-anak akan
dicukur atau tidak. Ibu mertua yang menentukan
akan diapakan tali pusat yang lepas itu, apakah
akan diadakan selamatan sehubungan dengannya.
Ibu mertua juga yang menentukan apakah anak-

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


anak harus diam di tempat tidur atau boleh
bermain-main sebentar dengan ibu mereka.
Seribu satu aturan bermunculan tiba-tiba.
Bahkan Miki tidak menjadi kebal terhadap
otoritas ibunya.
Pada suatu sore Miki masuk ke kamar dengan
wajah muram. Nina tengah duduk dekat jendela,
menyulam bantal anaknya.
"Eh, ada apa nih?" tanyanya dengan manis seraya
meletakkan jahitannya dan bangkit memeluk
suaminya.
Miki mengertakkan gigi, menolak pelukan itu. Dia
membanting diri ke atas ranjang dan menatap
Nina dengan curiga. "Kalau kau juga melarang aku
berbaring begini, itu namanya keterlaluan! Lebih
baik aku minggat!"
Sebenarnya Nina memang ingin melarang, sebab
Miki belum ganti pakaian dan dia tidak suka
seprei menjadi kotor. Tapi mendengar Miki
menggerutu dibatalkannya niatnya. Dia malah
ketawa. "Kenapa enggak hujan enggak angin
marah-marah, Mik? Siapa yang melarangmu?"
Nina berlagak pilon walaupun dia sudah punya
dugaan.
"Aku dilarang ke situ melihat anak-anak!" serunya
mendumal sambil menunjuk ke kamar sebelah.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Apa enggak keterlaluan tuh? Mereka kan anak-
anakku! Aku berhak dong setiap saat melihat
mereka?!"
Entah sudah berapa kali Nina juga kena larangan
begitu. Tapi setiap kali dia mengadu, Miki cuma
bilang, "Ah, pasti Mama punya alasan kenapa dia
melarang!" Sekarang Nina mengulangi kalimat itu,
ingin tahu bagaimana reaksi suaminya.
Miki langsung bangkit dari ranjang dan berdiri di
depannya dengan tangan di pinggang. "Alasan?"
teriaknya. "Alasan apa? Karena aku belum mandi?
Hei, aku kan enggak mau menggendong mereka!
Aku cuma kepingin melihat saja! Tapi Mama
bilang, 'Mandi dulu, sana tukar baju.' Enggak mau
sekalian gosok gigi dulu! Tobat! Orang pacaran
pun enggak perlu sebersih itu! Dan nona manis
yang berijazah perawat bayi itu makin galak saja
lagaknya. Dia bilang, 'Bapak enggak boleh masuk!'
Aduh, ketusnya. Dia lupa siapa yang menggajinya!
Kan bukan ibuku. Biar tahun depan aku
berhentikan dia!"
Nina ingin terbahak-bahak, tapi ditahannya.
Saking sengitnya Miki sampai lupa bahwa perawat
itu memang cuma ahli merawat bayi dari nol
sampai satu tahun. Tanpa diberhentikan pun, dia
pasti akan pergi tahun depan.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Kenapa kau diam saja?" teriak Miki penasaran.
"Apa enggak keterlaluan namanya, enggak boleh
melihat anak-anak sendiri?!"
"Ya," kata Nina menepuk pipi suaminya, "itu
memang keterlaluan. Tapi apa daya! Kalau tinggal
bersama orangtua, kita harus tunduk pada
peraturan mereka. Mandilah dulu. Di bawah
siraman air dingin, biasanya amarah melarut!
Nanti aku ambilkan bajumu."
Ucapan yang dimaksud untuk menghibur malah
menyebabkan malapetaka. Sambil mandi Miki
terus menerus memikirkannya. Tinggal di rumah
orangtua, pikirnya. Ya, itu sebabnya. Selama ini
dia terlena sehingga tidak menyadarinya. Mereka
tinggal bersama orangtua! Karena itu mereka jadi
tidak bebas. Mereka harus pindah, tinggal di
rumah sendiri. Biar kecil, asal bebas. Dia bisa
bermain-main dengan anakanak setiap saat. Ya,
ya, ya.
Nina heran melihat Miki bersiul-siul keluar dari
kamar mandi, tapi dia tidak bertanya.
Disangkanya memang betul amarah bisa larut
disiram air dingin. Ketika di meja makan Miki
mengutarakan pikirannya, barulah dia tahu apa
sebabnya suaminya begitu riang. Ibu mertua
menatapnya dengan curiga, pasti mengira bahwa

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Miki telah dihasut olehnya. Wajahnya kelihatan
kecewa. Ayah Miki juga tampak terkejut,
walaupun dia tidak mencurigai Nina.
"Kenapa kau mendadak bisa punya ide begini,
Mik?" tanya ayahnya.
"Oh, enggak apa-apa. Kami... ingin punya rumah
sendiri, itu saja."
"Rumah ini kan cukup besar buat kita semua?"
tukas ibunya.
"Betul. Tapi... kami ingin punya sendiri." Miki
ngotot walaupun dengan argumen nol. "Ini kan
rumahmu sendiri, Mik?" "Betul, Ma...."
Nina masih tetap membisu, sebab dia
kebingungan kenapa Miki mendadak jadi demam
pindah rumah tanpa konsultasi dulu dengannya.
Biasanya Miki selalu membicarakan lebih dulu
semua rencananya bila menyangkut kepentingan
bersama. Nina sekali lagi melihat ibu mertua
memandangnya dengan aneh. Hatinya merasa
tidak enak.
"Mik," kata ayahnya, "pikirkan dulu baik-baik.
Kalau kau tetap yakin, kau ingin pindah, Papa
takkan menghalangi. Papa akan membantu. Cuma
Papa harap, alasanmu bukanlah alasan impulsif."

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Jangan bikin retak hubungan, Mik!" tegur ibunya
tapi matanya melirik Nina, membuatnya panas
dingin.
"Oh, enggak, Ma!" sahut Miki buru-buru. "Kami
sebenarnya senang tinggal di sini. Kami betah.
Tapi... kami merasa enggak enak menumpang
terus, apalagi sekarang sudah ada dua anak!
Merepotkan!"
"Hm." Ayahnya kelihatan berpikir. "Jadi kalian
berdua sudah membicarakannya? Dan Nina
setuju?"
"Pa, saya..." Tapi kata-katanya dipotong oleh Miki.
"Ya, Nina sudah setuju, Pa!" ujar Miki tanpa
berani menoleh pada istrinya. Nina heran kenapa
suaminya mendadak jadi mengarang dusta?
Seingatnya, Miki tak pernah bohong. Walau
akibatnya harus kena semprot istri atau ibunya,
dia tetap mengatakan apa adanya.
Nafsu makan jadi lenyap. Untung nasi dan sayur
sudah disantap, tapi buah dan puding tak ada
yang mau. Mereka bubaran dan masing-masing
berusaha menghindari yang lain. Ayah Miki
langsung masuk ke kamar dengan alasan mau
membaca surat-surat penting. Ibunya duduk di
sudut ruang tengah, pura-pura asyik dengan
majalah. Miki memang sejak tadi sudah gatal

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


ingin melihat anak-anak dan segera berlari ke
sana. Biasanya ibunya pasti akan melarang, sebab
jam tujuh adalah waktu tidur mereka. Jam
delapan mereka akan dibangunkan untuk minum
susu, baru tidur lagi. Kali ini, ibunya tidak bilang
apa-apa.
Nina menghampiri ibu mertua dan duduk di
dekatnya. Wanita itu seakan tidak tahu ada orang
datang. Dia tetap asyik membaca. Nina duduk
dengan gelisah tapi tak berani bergerak-gerak,
sebab ibu mertuanya tidak suka orang yang tidak
bisa duduk tenang. Nina mulai berhitung dari satu
sambil mengumpulkan semangatnya. "Ma,"
katanya dengan suara kecil pada hitungan kelima
puluh, "boleh saya bicara sebentar?"
"Oh." Majalah cepat-cepat diletakkan. Terlalu
cepat malah menurut perasaan Nina,
menunjukkan bahwa dia sebenarnya sudah
ditunggu. Ibu mertua memandangnya dari sebelah
atas kaca matanya. "Ada apa, Nin?" Suaranya
kedengaran ramah dan lelah.
"Mengenai persoalan barusan, Ma."
"Oh, itu." Mertuanya melambaikan tangan.
Ketawanya terasa dipaksakan. "Kalian ingin punya
rumah sendiri? Mama bisa mengerti, enggak apa-
apa."

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Tapi saya enggak tahu menahu mengenai rencana
itu, Ma. Miki belum pernah bilang apaapa, kok."
Kacamatanya dilepas. Ditatapnya Nina sejenak
dengan serius. Tiba-tiba dia tertawa, betul-betul
tertawa. Gembira. Nina ikut tertawa. Dipeluk
dengan hangat. "Betulkah?" bisiknya. "Betulkah
itu bukan rencanamu? Jadi bukan kau yang
enggak menyukai Mama? Itu cuma ide si Miki?
Dia yang merencanakannya? Jadi kau enggak
keberatan bila aku turut campur mengurus anak-
anak?"
Nina amat terharu melihat mata perempuan itu
berlinang-linang. Pada saat itu dia sadar bahwa
wanita itu sangat kehilangan Ita. Dia
membutuhkan sesuatu untuk mengisi kekosongan
hidupnya. Anak-anak itulah jawaban baginya.
Tumpuan kasihnya.
"Ma, tentu saja saya enggak keberatan. Saya
malah amat bersyukur, Mama mau memperhatikan
anak-anak," sahutnya berdusta. Tapi dalam hal
kepentingan mereka, dia memang tak bisa
mencela mertuanya. Sebab wanita itu mengurus
mereka sama baik dengan ibu manapun. Selain itu,
dia dapat memerintah perawat muda itu dengan
lebih tegas. Nina sendiri merasa kikuk
melakukannya. Pertama, sebab dia belum pernah

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


memerintah orang seumur hidupnya. Kedua,
sebab perawat itu lebih tua dan lebih pengalaman
dari dirinya.
"Tapi kenapa Miki mendadak mau pindah?" gumam
mertuanya termenung.
"Saya sendiri juga heran, Ma. Tahu deh kenapa."
"Nin, kalau kau memang enggak ingin pindah,
maukah kau berbual sesuatu?" "Tentu, Ma."
"Bujuklah Miki agar membatalkan niatnya. Kau
tahu rumah ini bukan main besarnya. Dan kaulihat
betapa bahagianya Papa dengan kehadiran cucu-
cucunya. Katanya, enggak lama lagi rumah ini akan
ramai kembali seperti dulu. Tapi kalau kalian
pindah, Papa akan kesepian. Dia akan pergi-pergi
lagi...." Perempuan itu menghela napas dan
menyusut mata dengan punggung tangannya.
Nina makin sedih dan terharu. Mertuanya tidak
menyebut-nyebut hal diri sendiri. Tapi dengan
mengatakan bahwa ayah Miki akan pergi lagi
secara tak langsung dia juga bilang bahwa dia pun
akan kesepian. Nina mengerti perasaannya dan
bertekad untuk melindunginya.
"Kau tahu, Nin, Mama amat senang kalian di sini.
Memang dulu Mama kurang ramah padamu. Kau
harus memaafkannya. Mama waktu itu cuma ingat
kepentingan Miki, Setelah Ita tiada, Mama jadi

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


khawatir berlebihan, takut Miki kurang bahagia.
Mama ingin dia bahagia setinggi langit. Untunglah
keinginan Mama sudah terkabul sekarang."
Mertuanya tersenyum sambil meraih dan
menggenggam tangan Nina.
"Jangan khawatir, Ma. Akan saya jewer dia
sampai dibatalkannya niatnya!" Nina berjanji.
"Oh, aku sih enggak keberatan tinggal terus di
sini," ujar Miki ketika Nina menegurnya.
"Tapi dengan syarat, larangan-larangan yang
tidak pantas itu, yang menyiksa batinku, yang
melanggar hakku, harus dicabut!"
Ayahnya yang sudah kesenangan mendengar
anaknya batal pindah, dengan suara mengancam
menyuruh istrinya mencabut semua larangan.
"Apa-apaan sih, kau ini! Ingat tuh anak Bidan
Anisa yang dilarang main becek dengan anak-anak
kampung, malah justru kena polio!"
Tapi nenek yang merasa akan menang tak mau
menyerah mentah-mentah. "Pokoknya aku harus
melindungi anak-anak dari kelalaian siapa pun
termasuk ayah mereka sendiri!"
"Ya, Mama memang benar!" Di luar dugaan, Nina
memihak ibu mertuanya, sehingga Miki kelabakan.
Dikeroyok begitu, dia terpaksa menyerah tanpa

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


syarat. Dia tetap dilarang menemui anak-anak
dalam keadaan kotor.

Bab 21

IBU Miki kambuh lagi penyakit ginjalnya. Dalam


keluarganya memang ada riwayat penyakit
kencing batu. Miki bercerita, ketika dia masih
kecil ibunya terkadang pulang dari rumah sakit
membawa aneka ragam batu. Yang putih, kuning,
dan hijau. Nina biasa mendengarkan dengan
heran, sebab dia belum pernah mendengar ada
orang kencing batu. Batu hijau lagi.
Kini penyakitnya kambuh. Berhari-hari dia
terbaring karena sakit pinggang, dengan botol air
panas untuk mengurangi nyeri. Nina dengan sabar
melayani segala keperluan si sakit. Dia ahli dalam
hal begini, sebab sudah biasa merawat ibunya
sendiri.
"Andaikan Ita masih ada, dia takkan bisa
merawat Mama lebih baik dari kau, Nin," ucap
mertuanya penuh syukur. "Mama bahagia
mendapat pengganti Ita." Nina cuma tersenyum
dengan mata berlinang. Dia masih selalu sedih
bila teringat sahabatnya itu. Bila sedang
sendirian di rumah, terkadang dia masuk ke

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


studio suaminya lalu memandangi sketsa mereka
berdua. Miki masih juga belum mau melukis lagi.
Untuk membangkitkan semangatnya, Nina sengaja
merengek minta dilukis. Miki berjanji akan
melukisnya suatu saat, tapi bukan sekarang. Nina
tahu, Miki masih menyesali kepergian adiknya.
Pada hari kematian Ita, mereka berdua biasa
pergi ziarah ke kubur tanpa setahu orangtua. Tak
lama lagi ulang tahun kematian keempat akan
tiba, pikir Nina. Cepatnya waktu berlalu.
"Nin, bawa anak-anak kemari." Suara mertuanya
mengejutkan lamunannya. Dia menengok ke arah
jam di dinding kamar. "Mereka sedang makan,
Ma."
"Habis makan, bawa mereka kemari, ya."
Nina mengangguk dan keluar. Anak-anak memang
baru saja mau diberi makan. Melihat Nina, Joni
mulai meraung. Andi yang biasa tenang cuma
mengawasi saja, menunggu sampai Ibu datang
padanya. Baru kemudian diperlihatkannya
senyumnya yang menawan hati.
Perawat meletakkan mereka ke dalam kursi
masingmasing lalu membuka tutup piring-piring
mungil yang berisi bubur bayi. Nina mengambil
sepiring dan segera mendekati Joni yang sedang
jerit-jerit kelaparan. Andi disuapi oleh perawat.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Setengah piring kemudian, mereka tukaran. Nina
kini menyuapi Andi, membuat anak itu mengikik
kesenangan. Nina menjaga betul jangan sampai
salah satu anaknya merasa dianaktirikan.
Selesai makan dan berganti pakaian, Nina
memasukkan keduanya ke dalam kereta, lalu
mendorongnya ke kamar Nenek. Begitulah kerja
Nina tiap hari. Mertuanya sakit tiga bulan
lamanya. Dia menolak operasi, karena itu dokter
memperkirakan penyakitnya akan kambuh lagi.
Kapan? Tidak dapat diramalkan. Mungkin
bertahun-tahun kemudian. Bisa juga enam bulan
lagi!
Ibu Nina sendiri makin banyak kemajuan. Tentu
saja dia harus minum obat terus untuk
mengontrol tekanan darahnya. Ketika keluarganya
datang menengok Joni dan Andi, Nina senang
sekali melihat keadaan mereka. Kris sudah lulus
SMA dan mulai memasuki tahun ketiganya di ITB.
Marisa makin besar dan jangkung melebihi Nina.
Ibu tampak sehat dan banyak ketawa. Tapi yang
mengharukan hatinya adalah ayahnya. Beliau
tampak kembali seperti semula, ketika masih
bahagia di Palembang. Dia kembali penuh humor,
sehat, dan tidak lagi minum ataupun berjudi
(menurut laporan adik-adiknya). Penghasilan yang

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


cukup telah mengembalikan rasa percaya dirinya
dan membuat hidup mereka sekeluarga aman
tenteram. Kris selalu melaporkan setiap kejadian
di rumah dalam suratsuratnya. Marisa juga suka
menulis surat tapi seringkah dia cuma menumpang
beberapa baris pada surat kakaknya.
Miki senang memuji-muji kecantikan Marisa yang
dikatakannya terus terang, Lebih menarik dari
kakaknya.
"Kenapa kau bukan menikah dengan dia kalau
begitu?" tukas Nina meradang.
"Itu memang semula niatku, seandainya kau
menolak. Tapi ternyata kau enggak menolak!" Miki
terbahak. "Kunyuk! Kenapa kau enggak bilang
begitu dulu itu? Pasti aku senang sekali kalau kau
kawin dengannya! Aku jadi bebas!"
"Soalnya waktu itu Marisa masih di bawah umur,
siapa yang mau menunggu bertahun-tahun?!"
"Setan kau!" seru Nina sengit, tidak mampu
melawan humor suaminya yang menjengkelkan.
Demikianlah waktu berlalu dengan aman sentosa.
Tidak terasa, Joni dan Andi sudah harus masuk
sekolah. Setiap malam kedua anak itu
menghampiri ayah mereka dan masing-masing
bertanya, sudah bolehkah mereka masuk TK,
sambil menaikkan lengan mereka ke atas kepala

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


untuk menjangkau telinga pada sisi yang lain.
Ayah mereka bilang, "Kalau lengan kanan kalian
sudah bisa memegang kuping kiri dan sebaliknya,
itu berarti kalian sudah boleh sekolah." Karena
itu setiap malam keduanya mengukur panjang
lengan mereka.
Meskipun dilarang ibu mertuanya, Nina tetap
mengajari anak-anaknya menulis dan membaca
abc. Mertuanya khawatir, anak-anak itu nanti
menjadi jemu dan malas. Untunglah
kekhawatirannya tidak terbukti. Mereka gemar
sekali menulis dan mengeja abc. Andi amat suka
menggambar. Segala kertas dijadikannya target.
Pada suatu hari dia menyelinap ke dalam kamar
kakeknya dan melihat ada kertas lebar yang
kosong sebelah. Segera dia naik ke kursi dan
mencoret-coret kertas itu. Petang harinya si
kakek memperlihatkan surat penting itu yang kini
sudah penuh coretan. Nina kaget sekali dan
langsung memarahi Andi. Anak itu menangis
ketakutan. Kakek segera mendukungnya dan
membawanya ke kamar. Ketika keduanya keluar
lagi beberapa waktu kemudian, Nina heran
melihat keduanya tertawa-tawa dengan gembira.
Andi yang lembut segera menghampiri ibunya
untuk mengadakan perdamaian.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Kau berjanji takkan melakukannya lagi?!"
tegurnya dengan keras.
Andi mengangguk, tersenyum. Mengherankan
betapa lembut dan manisnya anak itu. Miki
terkadang khawatir jangan-jangan Andi nanti
menjadi lunak seperti anak perempuan. Nina
yakin, Andi akan menjadi laki-laki normal. Cuma,
dia lembut hati.
"Mama," bisiknya dengan mata tengadah, "Kakek
berjanji akan membelikan Andi sebuah buku
gambar. Untuk Joni juga. Kakek punya karet yang
bisa menghapus semua gambar Andi." "Betul?"
"Betul, Mama. Kertas Kakek sekarang sudah
bersih lagi. Mama enggak marah lagi, kan?"
"Enggak, Didi. Mama enggak marah," bisiknya, tak
dapat menahan hati lalu memeluknya.
***
Hari masih gelap. Baru jam setengah lima. Nina
sudah terjaga, takut terlambat mengantar anak-
anak ke sekolah. Dia berbaring diam-diam
membayangkan keduanya nanti di dalam kelas.
Joni tidak suka menggambar, tapi dia suka sekali
bernyanyi. Ah, pasti rumah akan makin ramai bila
anak-anak sudah belajar banyak lagu. Joni
gampang marah dan suka berkelahi. Nina
berharap dia takkan terlalu sering menggunakan

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


tinjunya, Andi tidak suka berkelahi, tapi dia
dapat melawan kalau disakiti orang. Nina
menggeleng. Ah, semoga mereka kelak menjadi
manusia-manusia yang berguna dan hidup bahagia.
Pelan dan hati-hati dia turun dari ranjang untuk
mengisi buku harian mereka. Dia menuliskan juga
doanya bagi anak-anak pada hari sekolah mereka
yang pertama.
Ketika Miki membacanya sebelum mandi, tanpa
ragu ditambahkannya: Aku berjanji akan
membiarkan mereka kelak memilih jalan hidup
mereka sendiri! Tidak seperti diriku yang dipaksa
Ayah untuk menjadi dokter atau paling sedikit
punya titel. Padahal aku mimpi ingin menjadi
pelukis yang bisa mengadakan pameran di seluruh
dunia! Impian itu takkan pernah terlaksana.
Begitu juga keinginan Ayah. Sebab setelah punya
anak-anak, aku harus bekerja mencari uang. Aku
tak mau keluargaku dihidupi oleh orangtua.
Semoga anak-anakku kelak bahagia dalam hidup
yang mereka pilih.'
Kedua bocah itu antusias sekali dengan hari
sekolah mereka yang pertama. Pagi-pagi keduanya
sudah bangun, mengetuk pintu Mama dan Papa.
Untuk membuat hari itu seistimewa mungkin,
Nina menyediakan bagi mereka baju baru. Sepatu

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


kebetulan juga baru, sebab yang lama sudah amat
sempit.
Miki ikut mengantarkan, sebab Joni ngotot.
"Enggak enak dong kalau Papa enggak ikut. Papa
juga harus kenalan sama ibu guru dan teman-
teman Joni dan Andi, Pa."
Setiba di halaman sekolah kedua anak itu
mendadak jadi takut. Mereka melihat beberapa
anak menangis dan bertanya-tanya, "Ma, kenapa
mereka nangis, Ma?" "Mungkin mereka takut
ditinggal sendirian oleh ibu mereka. Tapi anak-
anak yang pintar -seperti yang lain-lain itu- kan
enggak nangis, bukan?" Nina meyakinkan mereka
sambil membimbing keduanya di kanan kiri, diikuti
oleh Miki.
"Ibu gurunya galak, Ma?" bisik Andi ngeri. Miki
mendengarnya dan menuntunnya. "Enggak dong,
Di. Ibu guru mana ada yang galak. Dia malah baik
hati mau mengajarkan semua kepandaiannya
supaya murid-murid jadi pintar. Kalau murid
nakal, nah baru dia akan marah. Papa dan Mama
juga akap marah kalau kalian nakal. Apa Mama
dan Papa galak kalau begitu?" Andi menengadah
menatap ayahnya lalu menyeringai dan
menggeleng.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Di muka kantor guru mereka disambut oleh Mere
Kepala yang mengenali Nina. "Hei, Nina!" serunya
riang. "Apa mereka ini keduanya anak-anakmu?
Cakap-cakap sekali!"
"Betul, Mere. Mereka kembar. Ini Joni. Ini
adiknya, Andi."
"Halo, Joni dan Andi. Selamat datang di Taman
Kanak-kanak kita." Lalu Mere menyalami kedua
orangtua mereka. Tidak sedetik pun
diperlihatkannya rasa herannya. Nina merasa
bersyukur atas sikapnya. Sebab Mere
sebenarnya tahu apa cita-citanya dan beliau pasti
masih ingat!

Bab 22

TEMAN-TEMAN sekelas Nina banyak sekali yang


meneruskan pelajaran ke universitas, tapi hanya
beberapa saja yang berhasil lulus. Ani menjadi
dokter, Magdalena dokter gigi, sedangkan Lili
insinyur sipil. Ana masuk FIPIA setengah jalan,
Loli IKIP Inggris seperempat jalan, dan Mimi
masuk ITB, tapi setahun kemudian sudah keluar
lagi bersama dosen, langsung ke depan altar.
Sore itu Nina memperlihatkan sebuah kartu
undangan pada suaminya. Mereka sedang duduk-

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


duduk di beranda belakang dengan anak-anak. Ibu
sedang ke dokter bersama Ayah.
"Siapa?" tanya Miki, Joni menoleh ke arah
mereka, lalu bangkit dari lantai mau ikut
membaca undangan itu (walaupun belum bisa).
"Siapa, Papa?"
Mereka tahu undangan pernikahan. Andi ikut-
ikutan nimbrung untuk membeo, "Siapa, Papa?
Siapa, Ma?" "Ini teman sekolah Mama. Dia sudah
jadi dokter dan mau menikah dengan dokter.
Jelas? Nah, sekarang pergi sana main lagi!" Miki
menjelaskan.
"Kenapa Mama enggak jadi dokter?" tanya Joni
dengan mata lebar. "Iya, kenapa Papa juga enggak
jadi dokter?" tanya Andi ikut-ikutan.
Joni dan Andi amat sensitif seperti ayah mereka.
Dengan cepat mereka tahu bila dibohongi. Nina
memanggil keduanya dan memeluk mereka. "Mama
enggak jadi dokter sebab Kakek dulu enggak
punya uang. Sekolah dokter itu mahal. Selain itu,
diperlukan juga otak yang pintar."
"Mama enggak pintar?" tanya Andi.
"Mama enggak pintar. Enggak sepintar kalian,"
sahut Nina tersenyum. "Bohong, ah!" teriak Joni.
"Mama pintar! Mama pintar!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Kenapa Papa enggak jadi dokter?" tanya Andi
tidak lupa bahwa pertanyaannya belum dijawab.
"Papa dulu sekolah dokter, Di. Tapi kemudian
Papa harus memilih, mau jadi dokter atau mau
kalian. Papa memilih kalian. Jadi Papa batal
menjadi dokter sebab harus mencari uang untuk
membeli susu, baju, dan mainan bagi kalian," Nina
menjelaskan.
"Oh!" seru keduanya serentak, memandang ayah
mereka dengan kagum.
"Apa Joni dan Andi kepingin Papa menjadi
dokter?" tanya Miki ketawa. "Nanti kalian harus
dikembalikan dong ke..."
"Enggak, Pa!" sahut Joni segera.
"Enggak, Pa!" Andi membeo dengan cepat.
Keduanya melepaskan diri dari Nina dan berlari
memeluk ayah mereka. "Nah, sana, main lagi!"
Miki mengusir mereka lalu melirik Nina dengan
senyum bahagia. Nina membalas senyumnya.
"Kenapa Ani menunggu begini lama?" tanya Miki
dengan suara pelan, supaya tidak menarik
perhatian para kurcaci.
"Maksudmu?"
"Kan katamu Ani sudah pacaran sejak SMP,
bukan?" Daya ingat Miki luar biasa. Apa yang
pernah didengarnya, diingatnya terus. Dan bakat

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


ini rupanya menurun pada kedua anak mereka.
Justru Nina malah pelupa. "Oh, ingatanku seperti
gajah!" puji Nina ketawa. "Tapi Ani bukan
menikah sama pacar yang dulu, Miki."
"Astaga! Masa sudah pacaran ratusan tahun lalu
bubar? Gimana sih rupa laki-laki itu? Kenapa
sebodoh itu melepaskan gadis yang
mencintainya?"
Nina tiba-tiba bergidik mengingat kisah
temannya. Tanpa sadar dia jadi gemetar. "Uh,
anginnya dingin!" tukasnya mencari-cari alasan
untuk pindah ke kursi Miki dan memeluknya.
"Kenapa? Takut setan?" goda Miki, membalas
pelukannya dengan erat.
Kalau itu terjadi padaku, pikir Nina, aku pasti
takkan hidup lebih lama. Tapi untunglah laki-laki
dalam hidupku tidak meninggalkan aku! Dan aku
cuma mengenal seorang saja. Ah, bukan seorang,
tapi tiga! pikirnya ketika matanya tertumbuk
pada kedua bocah yang sedang asyik main mobil-
mobilan.
"Aku selalu merinding kalau ingat Ani dan
Stefanus. Setelah kami lulus SMA, mendadak
Stefan kelihatan mondar-mandir dengan cewek-
cewek lain. Ani sedih bukan main, sebab dia
betul-betul mencintai pacarnya. Dan selama tujuh

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


tahun Stefan selalu setia. Ani jadi heran dan
sedih. Kemudian Ani mendengar bahwa Stefan
betul-betul sudah menjadi enggak beres, suka
minum-minum, dan pacarnya makin banyak. Karena
penasaran, Ani pergi ke rumahnya bersama adik
cowoknya. Stefan ada di rumah, sedang minum-
minum bersama seorang gadis. Melihat Ani, dia
langsung minum-minum lagi sampai mabuk, lalu
memeluk dan mencium cewek itu di depan Ani.
Bayangkan bagaimana perasaan Ani! Berhari-hari
dia tak mau keluar kamar! Lalu pergi ke laut
sendirian sampai malam, berenang sendiri.
Adiknya sampai-sampai ditugaskan mengawalnya
dari jauh. Ani jadi acuh sama cowok, dia jadi
aneh. Selama di uniyersitas hatinya tertutup
rapat. Aku rasa dia tak pernah melupakan Stefan.
Tapi untunglah sesaat sebelum lulus, ada orang
yang berhasil mendobrak hatinya."
"Lalu apa yang terjadi dengan bajingan itu?"
tanya Miki sengit.
Nina menatapnya dan tiba-tiba matanya
berlinang. Miki mempererat pelukannya. Nina
menyandarkan kepalanya pada lengan suaminya.
Mereka berdiam diri sejenak memperhatikan
anak-anak yang kini tengah berlarian di halaman
mengejar bola. Ah, Tuhan begitu baik, pikir Nina.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Aku menoIakNya, tapi Dia justru memberi
kebahagiaan. Ani yang selalu patuh padaNya
malah mendapat kemalangan. Apa sebenarnya
yang Kaukehendaki, Tuhanku?
"Mik, Stefan bukanlah bajingan," bisik Nina
begitu lembut sehingga nyaris tak terdengar.
"Pengkhianat seperti itu bukan bajingan? Habis
apa, pahlawan?" serunya. "Di mana dia sekarang?
Rasanya sedap kalau bisa menghajarnya!"
"Stefan meninggal tiga bulan setelah peristiwa
itu. Di kamar seorang pelacur!"
"Nah, apa aku bilang!" teriak Miki dengan muka
merah. Urat-urat lehernya menonjol semua. Nina
membelai-belai lehernya. Entah sejak kapan, Miki
mendapati istrinya mempunyai kebiasaan baru,
membelai-belai leher suaminya. Terkadang juga
tanpa sadar. Karena Miki menyukai kebiasaan itu,
maka tak pernah ditanyakannya kenapa Nina suka
betul dengan lehernya. Kalau ditanyakan, pasti
istrinya akan malu dan kebiasaan yang
menyenangkan itu tentu akan dihentikannya.
Tuhan, kata Nina dalam hati, aku tahu aku akan
selalu berterima kasih padaMu untuk Miki. Setiap
wanita dapat memiliki seorang suami, tapi cuma
beberapa yang sungguh-sungguh memiliki seorang
laki-laki yang istimewa. Laki-laki yang tahu harga

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


dirinya, tahu jalan hidup yang dikehendakinya dan
karena itu selalu setia pada janji-janjinya.
Seperti suamiku.
"Mik, kau betul-betul istimewa dan mengagumkan.
Tapi jangan lekas-lekas menuduh orang. Stefan
ternyata bukan bajingan. Dia orang baik seperti
kau!" "Buktikan!"
Nina tersenyum. Tentu saja Miki meradang
disamakan dengan pengunjung bordil! Teman-
temannya bilang, lelaki yang tak pernah bertamu
ke tempat begituan, pasti bukan laki-laki. Tapi
Nina tahu, itu tidak benar. Orang bilang, semua
lelaki -tanpa kecuali- pasti pernah ke sana untuk
membuktikan bahwa dia laki-laki, bukannya
pengecut. Tapi Nina tahu, ini juga tidak benar.
Miki tidak pernah ke sana dan itu malah menjadi
salah satu kebanggaannya. Dia cerita, betapa
tergodanya dia untuk mencoba-coba, tapi betapa
bangganya dia sekarang, sebab berhasil melawan
godaan itu!
"Ketika orangtua Stefan mendengar Ani akan
menikah, mereka datang menyerahkan sepucuk
surat yang ditulis Stefan beberapa waktu
sebelum meninggal. Surat itu berusia hampir
sepuluh tahun dan membeberkan semua rahasia.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Stefan ternyata meninggal karena pembuluh
darah di otaknya pecah. Dokter menemukan
kelainan itu secara kebetulan. Sebuah nadi yang
besar dan cabang-cabangnya membengkak.
Stefan dilarang kawin, sebab itu berarti
kematian. Lantaran enggak sanggup membiarkan
Ani nanti menderita, dia memutuskan untuk
membuatnya membenci serta melupakannya. Dia
mulai mabuk-mabukan. Ketika sakit kepalanya
makin menghebat, dia memutuskan untuk mati,
tapi sekaligus membuat Ani betul-betul
membencinya. Sayang pengorbanan itu gagal. Ani
tidak membenci dan tidak melupakannya. Bahkan
hampir-hampir saja maksud baik Stefan
menyebabkan Ani menderita seumur hidup."
"Kenapa baru sekarang surat itu diserahkan?"
"Entahlah. Itu permintaan Stefan. Mungkin dia
mengira, dengan membencinya, Ani akan lekas-
lekas mencari pengganti. Seandainya Ani tahu
keadaan sebenarnya, mungkin untuk selamanya
dia akan tenggelam dalam kenangan terhadap
laki-laki yang dicintainya. Itu jalan pikiranku.
Gimana menurut pikiranmu?"
"Mungkin sama. Kasihan, ya. Sepuluh tahun
lamanya temanmu itu mengira dia dikhianati!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Pesta pernikahan Ani dengan Dokter Azkar lebih
merupakan reuni anak-anak Ursula. Hampir
semuanya hadir. Nina gembira bukan main. Untuk
pertama kalinya mereka berkumpul kembali.
Ketua Kelas membawa anak sulungnya yang baru
berumur dua tahun. "Sudah tentu dengan maksud
untuk dibanggakan," kata Ketua tanpa malu-malu
di depan Bapak Aljabar. Memang anak
perempuannya manis.
"Manis, ya!" tukas Ana. Dan ketika Ketua Kelas
sudah mulai mekar hidungnya kesenangan,
disambungnya dengan, "Tapi kok enggak mirip
maminya?"
"Kurang ajar, lu!" semprot Ketua melotot Kaukira
ini anak angkat, apa?"
Suasana yang meriah itu dirusak oleh Magda yang
rupanya masih tetap sakit hati pada Miki. "Halo,
Mere," serunya menyapa Nina dan semua orang
terdiam, kaget.
***
"Kenapa sih dokter gigi itu suka betul
mencampuri urusan orang?" tanya Miki mengkal
ketika mereka sudah pulang.
"Siapa? Oh, Magda!" Nina teringat insiden di
pesta.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Ya, dia. Kenapa bukan diurusnya saja prakeknya
yang enggak laku itu?!"
"Ah, sudahlah. Buat apa pusing-pusing mikirin
omongan orang! Mik, tolong buka jepit rambutku.
Hati-hati ya, sanggul ini mau dipakai lagi minggu
depan."
Miki membuka jepitjepit rambut dan mengangkat
sanggul dengan hati-hati. Kemudian diambilnya
sisir dan disisirnya rambut Nina. Setelah itu dia
duduk di atas ranjang mengawasi istrinya dari
cermin. Nina ingin mengikat rambutnya sebab
panas.
"Ah, lebih bagus dilepas!" Untuk menyenangkan
hati suami, Nina menurut.
"Sudahlah, Mik," bujuk Nina melihatnya dalam
cermin. "Jangan pikirkah lagi soal itu. Magda
memang punya kebiasaan untuk menyakiti orang.
Mungkin itu sebabnya dia jadi dokter gigi. Supaya
bisa menyakiti orang secara halal!"
Miki tiba-tiba ketawa geli. "Hus! Aku kan cuma
main-main! Nanti dikira semua dokter gigi itu
sadis!" tegur Nina. Untuk mengalihkan topik,
diambilnya sebuah buku dongeng.
"Giliranmu kan malam ini?" tanyanya sambil
memberikan buku itu.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Oh iya!" Miki segera bangun dan pergi ke kamar
sebelah untuk membacakan anak-anak dongeng
sebelum tidur.
Ketika Miki sudah keluar, Nina mengambil buku
harian mereka dan mengisinya. 'Sore tadi kami
berdua pergi ke pesta perkawinan Ani, temanku
seasrama. Ani betul-betul awet muda, walau
ditimpa kemalangan begitu hebat. Suaminya amat
simpatik, banyak humor. Memang cuma laki-laki
sesimpatik itu yang dapat mengusir bayangan
laki-laki lain dari hati seorang
wanita.Bagaimanapun, aku yakin Ani sungguh
mencintai suaminya. Stefan cuma bagian dari
masa lalu. Aku amat gembira melihat Ani akhirnya
menikah juga, sebab aku tidak suka bila teman-
temanku hidup kesepian seumur hidup. Aku sudah
mendahului mereka bertahun-tahun yang lalu. Dan
tak pernah mampu kunyatakan betapa besar
kebahagiaan yang telah diberikan Miki padaku.
Dia selalu lembut serta penuh pengertian. Bila
aku marah-marah, dia mengalah. Bila aku lupa
sesuatu yang diingininya, dia tidak kecil hati.
Dengan sabar diulangnya kembali pesannya. Ah,
Miki amat baik. Aku harap, aku juga telah
membahagiakannya. Dan aku harap, Ani serta
Azkar akan bahagia juga seperti kami berdua.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Tadi kami ketemu Magda. Dia sudah menjadi
dokter gigi. Sudah buka praktek, tapi belum
menikah. Kata Paul, dia belum dapat melupakan
Miki. Tapi menurut Miki, mereka tak pernah
pacaran. Cuma kawan biasa. Rupanya Magda salah
tafsir. Kasihan. Anak itu sebenarnya cantik. Kalau
dia mau membuka mata sedikit, pasti akan
dilihatnya beberapa pengagum di sekitarnya.
Pasti dia tak perlu kesepian dan sinis seperti
sekarang. Tuhan, tolonglah supaya dia mau
melupakan Miki. Kalau dia sakit hati, berarti
kebahagiaan kami selama ini tidak sah. Aku
takkan bisa tidur kalau tahu ada orang lain yang
menderita karena tindakan Miki atau aku
sendiri.'
"Kau enggak jujur!" tuduh Miki ketika membaca
catatan Nina. "Kau tahu betul, bukan itu
sebabnya aku jengkel. Aku enggak peduli apakah
dokter gigi itu akan melupakan aku atau enggak!
Itu sih urusannya! Aku cuma sakit hati Karena dia
menyapa kau begitu! Kenapa dia sengaja
mengingatkan orang akan hal-hal yang justru mau
dilupakan? Kenapa dia merasa perlu mengatakan
di depan orang banyak, kau dulu hampir masuk
biara dan seterusnya, dan seterusnya? 'Halo,
Mere! Hei, inilah Nina kita! Betapa gemuknya kau

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


sekarang! Makmur, ya. Kalau kau masuk biara,
mana bisa segemuk ini. Di sana kau pasti harus
pantang dan mati-raga!' Buset! Lagaknya seperti
pemain lenong saja!" Miki menirukan gaya Magda
persis betul, sehingga Nina terpingkal-pingkal.
Tapi disuruhnya suaminya berhenti.
'"Kalian tentunya belum lupa calon Mere kita ini,
kan?" Miki meneruskan dengan bandel. '"Nina
manis yang begitu ingin jadi Mere ternyata
akhirnya terpikat juga! Malah sudah berbuntut
dua! Hi, hi, hi!'"
"Sudahlah, Mik!" pinta Nina menahan geli, tapi
Miki berlagak tuli.
'"Miki, kau sebenarnya berdosa membujuk Nina.
Kita enggak boleh menghalangi orang yang masuk
biara!'" Suara Miki makin melengking. Suara Nina
tak kedengaran lagi. Ketika Miki memandangnya,
didapatinya Nina sedang menunduk dan air
matanya menetes satusatu. Dengan terkejut
dihampirinya Nina dan dipeluknya.
"Betulkah aku telah menghalangi engkau, Nin?"
bisiknya mengecup pipinya.
"Aku enggak tahu!" bisik Nina terisak.
"Kalau begitu, memang betul!" seru Miki tajam,
lalu melepas pelukannya. "Aku menyesal sekali
kalau begitu, Nyonya! Tapi apa boleh buat. Kau

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


sudah telanjur kena bujukanku! Dan aku tetap
menghendakimu sebagai istriku. Menyedihkan,
bukan? Apa kau setiap malam mendoakan aku
cepat mati, supaya kau dapat segera masuk ke
tempat impianmu?"
Miki tidak biasa sinis pada Nina. Dia langsung
menyesal telah mengucapkan kata-kata sekeras
itu. Tapi rasa penasaran membuatnya tidak mau
minta maaf. Nina berusaha keras menghentikan
isaknya. Bahunya naik turun tersendat-sendat.
"Kau enggak menghalangi aku, Mik," terdengar
suaranya yang halus sambil menunduk. "Enggak,
kau enggak menghalangi aku. Oh, aku sendiri
enggak tahu apakah aku betul-betul memang ingin
jadi Mere. Aku sekarang merasa amat bahagia
dan itu belum pernah kualami. Aku rasa, bila kita
betul-betul bahagia, itu berarti Tuhan
memberkati kita, bukan? Berarti Tuhan enggak
keberatan aku menjadi istrimu."
"Nin, pandanglah aku, katakanlah bahwa aku
enggak menghalangi cita-citamu!"
Nina menatapnya dari balik air mata dan
menggeleng. "Sudah kukatakan, kau enggak
menghalangi aku, Mik." Miki memeluknya
eraterat. "Maafkan aku, Sayang. Maafkan aku."

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Tak ada yang perlu dimaafkan, Mik." Miki
kelihatan senang. Namun sesaat kemudian dia
kembali menatap Nina dengan ragu dan sekali lagi
menegaskan, "Betul-betul aku enggak
menghalangimu?" "Betul, Mik. Betul!"
Miki tersenyum lega. Di bawah catatan Nina
ditambahkannya, 'Istriku begitu manis dan penuh
pengertian. Aku cinta padanya,'

Bab 23

ANAK-ANAK sudah duduk di SMP kelas dua.


Merekacerdas dan kuat ingatan seperti ayah
mereka.
'Ah, cepatnya waktu berlalu," keluh Nina. Mereka
sudah berumur empat belas tahun, dan buku kita
sudah begini tebal. Sudah seribu lima ratus lebih
halamannya. Berapa tahun kita sudah menikah,
Mik?"
"Aku cekik lehermu kalau kau enggak tahu!" seru
Miki melotot. "Apa selama ini aku cuma dianggap
angin, sampai kau lupa sudah berapa tahun kau
melihat aku malam dan pagi, berbaring di
sampingmu? Lupa bahwa kita hampir merayakan
ultah perkawinan kita yang ke... kalau kau sampai
enggak tahu, benarbenar keterlauan!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Aku rasa, kau sendiri juga enggak tahu!" Nina
kalem. "Kalau enggak, tentu sudah kau sebutkan
angkanya!"
"Oho, jangan memancing aku, Nyonya! Apa yang
kautulis itu?"
"Pertengkaran kita!"
Tiba-tiba pintu kamar diketuk dari luar.
Terdengar suara anak-anak ingin masuk. "Huh,
anak-anak!" keluh Miki. "Mama sedang pacaran
sama Papa, diganggu!
"Astaga, Mik! Coba-coba bilang begitu di depan
mereka!" tantang Nina mengancam sambil
berjalan ke pintu dan membukanya.
Joni dan Andi masuk dengan ragu-ragu seakan
punya salah. Mereka mencoba tersenyum
memandang Miki yang tetap berbaring santai.
"Pa," sapa Andi, berdiri dekat pintu.
"Mmm, ada apa?" tanya Miki tanpa senyum. Nina
berdiri di belakang anak-anak dan
mengisyaratkan agar Miki bersikap lebih ramah.
Miki tiba-tiba ketawa. Dilihatnya kedua anak itu
me megang buku rapor. Diulurkannya tangannya,
"Ayo, kenapa malu-malu, Bung? Rapor kebakaran?
Jangan takut! Akan kita padamkan bersama! Mari
Papa lihat!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Miki duduk di ranjang. Sambil tertawa kedua
anak itu menyerahkan apa yang diminta. "Wah
angka-angkamu baik semuanya, Jon. Rupany kau
sudah bekerja cukup keras, nih?! Tapi kenapa
Agama dapat enam? Sedangkan yang lain bisa
lebih bagus? Mama bisa marah kalau kau enggak
tahu Budi Pekerti!"
Nina mengambil rapor itu dan membacanya
sementara Joni mengawasinya dengan khawatir,
"Lama betul bacanya, Ma?" ujarnya
memberanikan diri. "Gimana, Ma?"
Agama. Kenapa? Kau kurang tertarik? Atau
terlalu membosankan?"
"Tahu deh, Ma. Jawab saya selalu salah sih."
"Tentu saja! Kalau kau kurang belajar!" seru
Ayahnya ketawa.
"Tapi saya belajar kok, Pa. Sungguh. Saya
Sebenarnya tertarik sekali pada Agama, tapi..."
"Ah, kau pasti cuma tertarik pada cerita-
ceritanya saja!" Miki memotong sambil membuka
rapor Andi. "Itu enggak betul, Pa," sanggah Joni
perlahan. "Saya... malah ingin jadi pastor!"
"Mmm. Rupanya kau ahli menggambar, Di?!
Delapan! Bukan main. Ibumu pasti iri, sebab dia
selalu ingin pandai menggambar tapi tidak
berbakat! Mmm, apa katamu barusan,Jon?"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Sa... ya... ingin jadi... pastor, Pa," ulang Joni
dengan suara lebih pelan.
"Mmmm, ya," komentar Miki setengah linglung
seraya memperhatikan angka-angka Andi. Lalu
mendadak dia menoleh dan berteriak, "Apa?
Pastor? Kau ingin jadi pas... tor? Papa nggak salah
dengar, nih? Berapa umurmu, Jon?" "Empat belas,
Pa. Dan saya ingin jadi pastor!"
"Saya juga!" Andi membeo dengan tangkas. Tapi
ketika Miki menatapnya, dia tahu Andi tidak
membeo. Bibirnya yang gemetar menganga
seperti orang pandir ketika dia bergantian
memperhatikan dengan berdebar-debar,
sementara wajahnya memucat dan keringat dingin
muncul di tengkuk.
Dia lekas-lekas menghampiri Miki dan duduk
bersandar padanya di tempat tidur. Anak-anak
memandangi mereka dengan penuh harap. Nina
menggenggam lengan suaminya erat-erat dan Miki
menelan kembali kata-kata yang mau
dimuntahkannya.
"Ambilkan pena Papa di atas meja!" ujarnya
kembali tenang.
Andi mengambilkannya. Miki memuji rapornya lalu
membubuhkan tanda tangannya. Nina membaca

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


rapor Andi serta memujinya. Kemudian rapor Joni
juga ditandatangani.
"Nah, sudah," kata Miki, mengusir mereka dengan
raniah, menepuk bahu keduanya. Tapi anak-anak
itu tidak mau pergi. Nina mencubitnya dari
belakang dan Miki menarik napas. Dipegangnya
lengan Joni serta Andi. Ditatapnya mereka
dengan serius. "Mengenai keinginan kalian tadi,
Papa belum mau menjawab. Sebab Papa rasa,
kalian masih terlalu muda untuk mengambil
keputusan. Menjadi pastor bukanlah tugas yang
ringan. Karena itu enggak semua orang mendapat
panggilan. Kalian enggak bisa begitu saja
mendaftarkan diri seperti kalau mau masuk
sekolah. Papa mengatakan ini demi kebaikan
kalian berdua, bukannya untuk melarang. Papa
takkan memaksa kalian menjadi sesuatu yang
tidak kalian kehendaki. Mama dan Papa cuma ingin
agar kalian betul-betul menjadi orang yang
berguna dan bisa hidup bahagia."
"Tidak cuma menerima dan mengambil, tapi juga
memberi. Ikut terlibat dalam kehidupan. Supaya
kehadiran kalian di dunia jangan dianggap sebagai
kebetulan belaka.
"Nah, anak-anakku, tunggulah beberapa tahun
lagi. Bila kalian masih ingin melaksanakan cita-

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


cita ini, katakanlah nanti. Oke? Buatlah hidup
kalian seberharga mungkin, sehingga dunia tidak
menyesal telah kedatangan kalian!"
Joni dan adiknya mengangguk-angguk, lalu keluar
setelah mengucap terima kasih. Nina memeluk
keduanya dan mengantar mereka. Setelah pintu
tertutup, Nina bersandar di situ menatap Miki.
Laki-laki itu menghindari tatapannya. Dia
berbaring kembali dan sengaja mematikan lampu
supaya Nina tidak dapat membaca wajahnya. Nina
berbaring di sebelahnya, memeluknya diam-diam.
Dia bisa menduga apa yang dipikirkan Miki. Pasti
sama dengan apa yang ada dalam otaknya. Mereka
sama-sama mengerti dan menjadi takut. Takut
akan dosa mereka pada Tuhan. Miki telah
merenggutkan Nina dari jangkauan Tuhan dan dan
Nina membelakangiNya. Kini Dia datang menuntut
lebih banyak. Dia menuntut kedua anak-anak itu!
Dia ingin menunjukkan bahwa Dia tidak
terbantah. Bahwa Dia menghendaki apa yang
menjadi milikNya.
"Betulkah aku enggak menghalang-halangimu,
Nina?" bisik Miki patah hati. "Betulkah Tuhan
akan mengambil keduanya? Betulkah apa yang
kudengar tadi? Ataukah itu cuma mimpi?"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Betulkah Tuhan marah padaku?" bisik Nina pedih
dan takut.
"Apakah Tuhan akan datang membuat
perhitungan?" sambung Miki dengan suara parau.
"Mik, marilah kita serahkan semuanya padaNya.
Dia memberi, Dia juga yang mengambil. Menjadi
imam adalah berkat paling istimewa yang mungkin
diperoleh manusia dariNya, Itu sama sekali bukan
kemalangan, Enggak setiap orang mendapat
berkat dan karunia seperti itu Kita harus
bersyukur...."
"Tapi kenapa kau menolak karuniaNya kalau
memang itu sangat istimewa?" desis Miki menjadi
sinis.
"Ya, mungkin kau betul. Aku menolakNya, walau
enggak sengaja. Andaikan aku... Mik, ada benjolan
di sini. Sakit?"
Miki meraba leher yang ditunjuk. Ada benjolan
sebesar biji jagung. "Aneh, aku sendiri enggak
tahu. Enggak kok, enggak sakit Nin."
Nina menarik napas lega. Kalau tidak sakit
berarti tidak berbahaya, Miki ingin meneruskan
pembicaraan mereka, tapi Nina minta dengan
sangat supaya topik itu dilupakan untuk
sementara. "Siapa tahu itu cuma angan-angan ana
kecil belaka," hiburnya entah pada siapa.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


***
Miki melihat bakat Andi. Sejak anak itu duduk di
kelas tiga SD dia sudah diberi pelajaran lukis
oleh ayahnya. Sekarang studio menjadi milik
mereka berdua. Joni sama sekali tidak suka
melukis, tapi dia gemar sekali membaca. Jadi, bila
ayah dan adiknya masuk ke studio, Nina
memberinya sebuah buku lalu mereka miembaca
bersama. Karena bacaan anak-anak kurang sekali,
Nina membelikannya buku-buku dalam bahasa
Inggris. Dengan tekun diajarnya anak itu,
sehingga ketika Andi mulai melukis sendiri, Joni
juga sudah pandai membaca buku Inggris
sederhana, sendiri.
Andi sebenarnya ingin juga bisa membaca bahasa
Inggris, tapi dia segan mengurangi waktu
melukisnya. Untuk menyediakan waktu lain
berarti mengurangi waktu bermainnya, dia tidak
mau. Selain itu Miki tidak mengizinkan mereka
terlalu lama belajar. "Selama mereka masih di
SD, mereka harus cukup waktu untuk bermain!
Masa kanak-kanak itu tidak lama, Nin. Setelah
lewat, mereka masih akan punya waktu banyak
untuk belajar. Bahkan seumur hidup mereka bisa
belajar! Tapi mereka sudah tak bisa bermain-
main!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Selain bermain, anak-anak juga dianjurkan
mempunyai hobi. Andi mengumpulkan prangko
sedangkan Joni suka gambar tempel.
"Orang yang punya hobi takkan pernah merasa
kesepian atau ditinggalkan bila dia sudah dan
sudah pensiun," kata Miki mengajari.
"Mama enggak punya hobi!" tukas Andi gesit.
"Ya, betul. Karena itu bila dia sudah berumur
empat puluh, pasti dia akan merasa tidak lagi
menarik, tidak lagi dicintai dan mungkin dia akan
jadi cerewet!" kata Miki tersenyum meliriknya.
"Betulkah itu, Ma?" tanya Joni.
"Tentu saja enggak, Jon. Gimana akan merasa
kurang menarik, kalau Papa setiap hari bilang
Mama cantik," sahut Nina lembut disertai senyum
manis. "Apa? Maumu? Kapan aku..."
"Dan gimana Mama akan merasa tidak dicintai,"
lanjut Nina tanpa mengacuhkan teriak suaminya,
"kalau setiap pagi Papa selalu bilang aku cinta
padamu!"
Anak-anak bertepuk tangan dan berteriak hiruk-
pikuk, sehingga Kakek dan Nenek muncul dari
ruang tengah ke beranda belakang. Nina menatap
Miki dengan senyum kemenangan.
"Pengkhianat, kau!" desis Miki, tersinggung.
"Nanti aku bongkar buku itu sekalian!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Bongkarlah," tantang Nina ketawa. "Boleh
mereka tahu berapa kali kau ber..." Nina
menghentikan kata-katanya sebab kedua
mertuannya muncul. Tapi juga sebab dia melihat
suaminya betul-betul marah. Seakan mau
dicekiknya Nina bila mungkin, Miki amat lembut
dan perasa. Dia tidak senang bila perasaan-
perasaan pribadinya dibeber di depan orang
banyak.
Suatu ketika mereka pernah menghadiri sebuah
pesta ultah seorang kawan Miki. Salah satu tamu
wanita dengan penuh semangat menceritakan
betapa suaminya tergila-gila padanya dan
bagaimana mereka pacaran tiap malam. Kisah itu
mungkin terlalu banyak dibumbui sehingga kurang
masuk akal. tapi amat lucu. Semua orang
terbahak-bahak, termasuk Nina. Tapi Miki
cemberut saja. "Murahan!" desisnya ke kuping
Nina. Ketika mereka sudah tiba kembali di rumah,
barulah Nina menyadari bahwa Miki amat marah
dan tersinggung.
"Apa kau juga akan menertawakan dan
menceritakan suamimu seperti itu?!"
Nina seketika kelabakan sebab Miki belum
pernah marah sehebat itu.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Tentu saja enggak, Mik," katanya, membujuk
dengan pelukan. "Terus terang, aku enggak
menaruh hormat pada wanita itu."
Melihat Miki sekarang marah, Nina teringat
kembali peristiwa di atas. Untung ayah Miki
segera kedengaran buka mulut, "Ada apa sih
ribut-ribut seperti kebakaran begitu?" Joni
sudah mau menjawab -pasti yang sejujurnya- tapi
tidak jadi ketika dilihatnya Nina menggeleng.
"Kami sedang menceritakan lelucon pada anak-
anak, Pa," kata Nina cepat-cepat. Lalu
mengingatkan anak-anak, "Ei, jangan lupa besok
mau ulangan. Ayo, sana, belajar!"
Semuanya kembali ke ruang tengah. Ibu mertua
ternyata tengah membungkusi dodol sirsak yang
akan dijualnya untuk mencari dana santunan bagi
rumah piatu yang terbakar. Nina terkejut
melihatnya. "Oh! Kenapa saya bisa lupa Mama
sedang membuat ini! Pergilah tidur, Anis. Biar
saya yang menggantikanmu!"
Anis segera lari ke belakang di mana pacarnya,
kemenakan Pak Kebun, sedang menunggunya.
"Wow, senangnya kau!" seru Joni. "Mau pacaran,
ya!"
"Joni!" bentak Miki yang duduk di sudut membaca
koran. "Jangan bicara soal pacaran segala,

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


mengerti? Papa enggak mau dengar kau bicara
seperti itu lagi!"
Joni mengangguk, lalu menunduk menekuni lagi
bukunya. Nina pura-pura tidak mendengar apa-
apa. Dia berlagak asyik mendengarkan ide
mertuanya mengenai pencarian dana. "Pameran,
Nin. Itu banyak mendatangkan duit .Pameran
kerajinan tangan. Pameran batik. Pameran
keramik, pendeknya segala macam, deh. Tentunya
disertai penjualan barang-barang. Ah, sayang
Miki jarang melukis. Kalau enggak, dia pasti bisa
mengadakan pameran lukisan. Lukisannya pasti
laku dengan harga tinggi!"
Andi menghampiri ayahnya minta dibuatkan surat.
Kedua anak itu sudah hampir setahun mempunyai
hobi baru: korespondensi ke luar negeri. Itu ide
Nina ketika mereka setengah mati mencari jalan
untuk membuat anak-anak melupakan cita-cita
mereka yang mengejutkan itu. Karena surat-surat
ditulis dalam bahasa Inggris, mereka memerlukan
bantuan seluruh keluarga. Kakek membelikan
mereka buku contoh-contoh menulis surat. Nenek
terkadang membawa pulang suvenir-suvenir kecil
untuk hadiah bagi teman-teman pena. Ayah dan
Ibu membantu menulis surat.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Masing-masing mempunyai lima teman pena. Andi
mempunyai gadis manis berumur! dua belas tahun
yang mengatakan bahwa dia selalu menantikan
surat-suratnya. "Aku kagum sekali akan
kepandaianmu menulis surat, An," tulis gadis dari
Quebec itu.
"Ow, Jon, seandainya dia tahu, Papa yang menulis
semuanya!" seru Andi terbahak-bahak.
"Yah! Jangan kauberitahukan, edan!" bentak Joni.
"Dia mau mengirimkan sweater, Pa," kata Andi
bangga.
"Tentu kausebutkan nomor kemeja Papa, bukan?"
tanya Miki penuh arti.
"Ah, kenapa?" Andi melongo.
"Itu kan buat si penulis surat, bukan? Apa kau
mau menipu dirimu sendiri?" "Tapi, Pa!" Andi
memohon dengan wajah kuyu.
"Terserah," kata Miki serius. "Kalau kau
menghendaki sweater itu, terpaksa harus
kaukatakan bahwa surat-suratmu sebenarnya
dikarang oleh Papa!"
"Ow! Habis dong kebanggaanku. Pa!"
Nina mendengar perdebatan itu. Dia ingin
menegur Miki, tapi tak dapat Mereka sudah
berjanji, takkan pernah saling menegur atau
menyalahkan di depan anak-anak. Bila Papa

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


melarang, berarti Mama juga melarang dan
sebaliknya. Itu politik pendidikan mereka dan
anak-anak mengerti. Andi menggaruk-garuk
kepalanya, dia tahu tak mungkin mencari bantuan
pada Ibu. Ibu takkan mau menentang Ayah.
"Kalau kau enggak mau terus terang, selanjutnya
kau harus mengarang surat-suratmu sendiri!"
"Baiklah, Pa," akhirnya Andi menarik napas sedih
tapi tegas.
"Saya kira, saya memang tak bisa mendustai
Jacqueline lebih lama lagi, sebab dia begitu baik.
Kalau saya minta ukuran dewasa, dia pasti akan
curiga. Lagi pula, kenapa saya harus takut?
Tulisannya juga enggak begitu bagus. Sering dia
salah mengeja!"
"Jadi akan kaukatakan bahwa sebenarnya surat-
suratmu dikarang oleh ayahmu?" Miki
menegaskan tanpa kasihan. Andi mengangguk lesu
dan ayahnya mulai mengarang suratnya. Nina ingin
betul memarahi Miki untuk kekejamannya. Ketika
mereka sudah berduaan di kamar, Nina langsung
menegur.
"Mereka harus diajar berlaku jujur!" sahut Miki
ketus.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Oh, aku tahu, kau masih mendongkol padaku,
sebab aku membuka rahasia cintamu di depan
anak-anak," keluh Nina sambil menyikat rambut.
"Siapa bilang?" gumam laki-laki itu di belakang
istrinya, lalu tiba-tiba memeluknya. "Tentu saja
aku enggak mendongkol, Nin. Sebab kau begitu
manis! Soal Andi enggak ada hubungannya
denganmu!"
"Kalau itu betul, sisirkan rambutku!" perintahnya
merajuk. Miki merebut sikat rambut itu dan
melemparnya ke atas meja. Diangkatnya Nina lalu
dibantingnya ke atas ranjang sambil tertawa.
"Keterlaluan!" desis Nina, tidak sempat lagi
berpikir apa yang terjadi. Mula-mula dia mau
berlagak marah, tapi akhirnya tersenyum juga,
sadar bahwa dia takkan sanggup melawan Miki.
"Mik, gimana kalau kau mengadakan pameran
lukisan untuk mencari dana bagi anak-anak yatim
piatu?" tanyanya scimbil membelai-belai leher
Miki. Lama Miki tidak menjawab, sehingga
pertanyaan itu harus diulang.
"Belum waktunya, Manis. Mungkin tahun depan,"

Bab 24

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


SECARA diam-diam Miki mengambil kursus kilat
pada temannya yang mengajar Ilmu Ukur serta
Aljabar di SMP, supaya dia dapat membantu
anak-anak membuat pe-er. Seminggu dua kali
Miki duduk di meja rias istrinya, menekuri
kembali semua dalil dan axioma. Nina terkadang
jengkel melihat dia menyiksa diri serupa itu. Bila
dia sudah hampir terlena, tiba-tiba terasa ada
gempa bumi di atas ranjang dan di terpaksa
bangun kembali dengan kaget lalu menjadi sulit
tidur lagi,
"Tidak dapatkah kau pelan sedikit kalau
berbaring?" tegurnya dengan kepala pening, Tapi
Miki menyeringai seperti Andi bila merasa
bersalah, dan Nina mau tidak mau terpaksa
mengampuninya. Mengherankan betapa Miki amat
menyerupai anak-anak. Nina selalu terpaksa
menyeringai juga, lalu memeluknya seperti yang
dilakukannya terhadap mereka.
Terkadang Nina terjaga sebab mendengar
rangkaian batuk yang tiada henti-hentinya,
Ketika dibukanya matanya, didapatinya ayah yang
jempolan itu masih membaca buku Ilmu Ukur van
den Bosch. "Astaga, Mik," serunya malam itu.
"Rupanya kau lebih mencintai anak-anak daripada
aku! Lebih baik pergilah ke ruang tengah,

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


duduklah di sana semalaman, tapi biarkanlah
lampu di sini padam! Aku enggak bisa tidur, nih!"
"Sebentar lagi, Nin. Lima menit lagiii," rayunya
sambil menoleh dan mengedipkan sebelah
matanya. "Baru jam sembilan. Masa mau tidur?
Aku cinta padamu, Nin. Karena itu, kupelajari ini.
Kalau enggak, tentu mereka akan lari padamu dan
kau terpaksa memecahkan otak untuk membantu
mereka!'
Logika Miki terkadang mustahil, bahkan
menjengkelkan, tapi selalu betul. Miki ketawa
melihat istrinya merengut sebab kalah angin. Miki
senang dan selalu menang bersilat lidah. Sambil
mendengus Nina membalikkan tubuh supaya tidak
silau, lalu mencoba tidur lagi.
Dia sudah hampir terlena kembali ketika suara
batuk yang mencemaskan itu terdengar lagi. Ia
berbalik. Dengan mata terbuka lebar dilihatnya
Miki terbungkuk-bungkuk melawan batuk.
Rupanya lendir di dalam tenggoroknya susah
keluar, sehingga dia terus-menerus batuk. Nina
segera meloncat turun dan mengambil minyak
gandapura. Diolesinya punggung dan dada Miki,
lalu dipijit dan ditepuk-tepuknya. Akhirnya lendir
itu keluar juga dan batuk itu berhenti. Nina pergi

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


ke dapur mengambilkan segelas air. Miki
meneguknya dengan patuh.
"Kau harus ke dokter, Mik. Ini enggak boleh
dibiarkan saja! Batukmu sudah hampir dua
minggu!" kata Nina sambil menutup buku Ilmu
Ukur dan menyimpannya dalam laci tanpa minta
izin lagi, lalu dipaksanya Miki tidur.
"Dan besok ke dokter!"
"Ala, kau seperti nenek-nenek saja!" bantah Miki
kurang senang. "Kaukira, aku sakit tering (TBC),
apa? Bah! Badan begini sehat!"
"Badan sehat takkan batuk-batuk bermenit-
menit lamanya, hampir tiap malam!" kata Nina tak
mau kalah, sambil membuka selimut dan
menyelimuti suaminya. "Nah, tidurlah." "Kalau kau
mengira aku penyakitan, itu terlalu!" desis Miki.
"Aku enggak mengira apa-apa, anak manis. Aku
cuma ingin kau ke dokter!" Nina kini memperlunak
suaranya dan membelai-belai leher suaminya. Miki
menjadi tenang, membiarkan dirinya dipeluk.
"Mik, betulkah benjolan ini enggak sakit?"
"Benjolan apa? Oh ini!" Miki ikut meraba. "Betul,
enggak sakit. Kenapa?" "Rasanya kok tambah
besar, ya?"
"Oho! Lagak seorang istri yang hampir empat
puluh! Pura-pura menaruh perhatian berlebihan,

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


supaya stiaminya jangan main mata lagi. Bahkan
divonisnya si suami dengan tering segala! Kalau
boleh, mau dipenjarakannya di Cisarua!" Miki
ketawa dan terus tertawa walaupun Nina
mencubitinya.
"Keterlaluan kau, Mik! Oke! Aku takkan mau tahu
lagi apa sakitmu!"
"Sungguh? Biarpun aku akan mati karenanya? Ah
aku tahu kau pasti akan nangis kalau aku mati!"
"Mik! Kenapa kau mendadak jadi sinting?
Ngomongin yang enggak-enggak! Kau tahu, itu
membuatku takut. Kau jahat!" Nina mendengus
dengan suara gemetar. Miki menghentikan
ketawanya. Dalam gelap dirabainya wajah Nina.
Didapatinya pipinya basah. Dipeluknya Nina
dengan penuh cinta. Matanya sendiri tiba-tiba
menjadi basah, tanpa sebab.
"Maaf, ya, Nin. Aku memang gila tadi. Semuanya
cuma main-main. Habis, aku sengit sih kalau kau
terlalu cerewet memaksa aku ke dokter. Aku kan
lebih tahu kalau ada yang enggak beres dengan
diriku? Masa sih aku enggak mau berobat kalau
perlu? Ngerti dong, Nin! Aku pantang ke dokter
kecuali kalau perlu!"
"Aku ngerti, Mik. Aku sendiri juga takut dokter
sebenarnya," bisik Nina.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Nah, tuh apa!" Miki ketawa kecil sambil
membelai-belai rambut Nina. "Jangan nangis, Nin.
Aku selalu cinta padamu. Selalu. Apa juga yang
terjadi. Umur berapa pun engkau. Eh, kau tahu,
kau makin cantik saja bagiku dari tahun ke tahun.
Mengherankan. Apa mataku sudah enggak beres
atau kau yang menipu aku! Tahu deh. Nin, aku
ingin kita saling mencintai sedemikian, sehingga
andaikan salah satu mati -oh, jangan takut, ini
cuma andaikan. Lagi pula, Nin, kan setiap orang
memang harus mati, bukan? Juga kau dan aku?-
yang lain tak perlu menyesali, Ah, seandainya aku
tahu dia akan mati, tentu aku akan berlaku lebih
manis padanya!'
"Kan sangat indah bila kita dapat berkata pada
diri sendiri, Aku sudah membahagiakan hidupnya
di dunia. Aku cinta padanya.' Wow, jangan nangis
lagi, Sayang. Sudahlah.. Aku enggak mau bicara
lagi soal ini supaya hatimu senang. Tapi aku boleh
menuliskannya dalam buku kita, bukan? Kita mau
ngobrol soal apa lagi? Atau kau sudah ngantuk?"
"Kau perlu tidur!" kata Nina menahan isaknya.
"Ah, aku belum ngantuk. O ya, apa kaupikir anak-
anak sudah melupakan cita-cita mereka? Sudah
setahun berlalu. Mereka sekarang amat sibuk
dengan segala macam hobi. Terutama surat-

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


menyurat. Dan aku bermaksud menyuruh Andi
ambil les pada pelukis tenar, tapi aku belum tahu
pelukis mana yang akan kita pilih. Kau setuju,
bukan?"
"Heeh. Mik, anu, apa kaupikir mereka sudah
melupakannya?"
Suara Nina terdengar begitu redup dan jauh,
Mild menjangkau lampu di meja, tapi Nina
mencegah.
"Aku ingin melihat wajahmu."
"Jangan, Mik, Jangan dinyalakan."
Mereka terdiam beberapa saat. Jari-jari Nina
dengan lembut menelusuri leher Miki dan laki-laki
itu berpikir betapa besarnya dia mencintai
istrinya. Pasti Tuhan yang telah mempertemukan
mereka berdua. Kalau tidak, tak mungkin mereka
dapat hidup bersama dengan penuh rahmat dan
bahagia seperti ini. Tapi di sudut-sudut hatinya
selalu mengendap sebuah keraguan yang tak
pernah terjawab: betulkah dia ingin menjadi
Mere? Dengan segala kelembutan dan perhatian
yang diperlihatkannya, mungkinkah Nina juga
mencintainya? Atau hanya kelembutan seorang
wanita yang ingin menjadi istri yang baik? Bila
Nina tidak mencintainya, mana mungkin dia dapat
selalu merasa bahagia bila berada bersamanya?!

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Betapa inginnya Miki tahu apakah Nina
mencintainya seperti dia mencintai Nina. Tapi dia
tak berani bertanya. Takut kalau-kalau
jawabannya menyimpang dari harapan. Dia takut
menghadapi kenyataan.
Dalam hati ada bisikan bahwa Nina sebenarnya
tidak mencintainya. Dia menikah dengannya
karena itu satu-satunya jalan yang terbaik
baginya untuk menolong keluarganya! Bila dia
sungguh-sungguh dipanggil untuk membiara,
mungkinkah baginya melupakan citacita itu?
Mungkinkah Tuhan berdiam diri saja
membiarkannya berlalu dariNya?
Oh, Nin, aku cinta padamu, bisiknya. Jangan
katakan bahwa aku ini angin lalu belaka bagimu!
Katakanlah bahwa aku mempunyai arti dalam
hidupmu. Mempunyai tempat tertentu dalam
hatimu. "Nin..."
"Mik, kaupikir mereka sudah melupakannya?"
Mereka bicara berbareng dan Nina tidak
mendengar namanya dipanggil. Miki mendekapnya
lebih erat dan memejamkan mata. Dikecupnya
Nina dengan lembut. Dia betul-betul tidak tahu
jawabannya. Seharusnya Nina lebih tahu. Dia kan
pernah punya cita-cita serupa... apakah dia sudah
melupakannya?

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Aku sungguh enggak tahu, Manis. Kalau mereka
memang terpanggil, mungkin mereka takkan
melupakannya!"
"Oh!"
"Kenapa mengeluh?" bisik Miki memberinya
perlindungan hangat. "Tidurlah, Nin. Jangan
dipikirkan. Kita lihat saja nanti. Mereka kan
sudah asyik berkorespondensi ke seluruh dunia!
Tak pernah lagi menyebut-nyebut soal itu.
Mungkin itu cuma impian semusim saja yang akan
bubar dengan berlalunya waktu."
Nina mengangguk dalam gelap. Dulu Miki yang
khawatir dan dia yang menghibur, Sekarang
terbalik. Entah kenapa, makin lama dia makin
dihantui oleh cita-cita kedua anaknya untuk
menjadi pastor. Apakah Tuhan mencari ganti bagi
penolakannya dulu? Tapi bila dia dulu betul
dipanggil kenapa dia kini dapat mencintai Miki
dengan sepenuh hati? Kenapa dia bisa merasa
begitu bahagia? Kenapa dia tidak merasa berdosa
sedikit pun? Kenapa dia tidak merasa bahwa
Tuhan mungkin marah padanya?
"Mik, aku cinta padamu," bisiknya, tapi Miki
sudah lelap dan tidak mendengar.
***

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Miki rajin mengisi buku harian mereka. Tapi
makin lama makin sering dia menulis melulu
tentang cinta dan kematian. Sehingga Nina
hampir-hampir tak dapat membacanya tanpa
mencucurkan air mata. Bila ditegur, Miki cuma
ketawa dan mengusulkan agar halaman itu
dirobek saja lalu dibakar. Tapi tulisan-tulisannya
begitu mengena ke hati, sehingga Nina merasa
sayang memusnahkannya. Setelah istrinya
berulang-ulang memohon agar tulisan semacam
itu distop, barulah Miki menurut.
Pada suatu sore, baru saja Miki melangkah masuk
ke rumah, Andi sudah menyerbunya sambil
tertawa riang, Miki diseret dan didorongnya ke
dalam kursi. Dari saku baju dikeluarkannya
sepucuk surat yang diberikannya pada ayahnya.
"Lihatlah, Pa, ini surat Jacqueline. Tahu enggak,
Pa, dia juga mengaku, dia dibantu ibunya menulis
surat-suratnya! Haa, jadi dia enggak marah sama
saya!"
"Ooh!" seru Miki berlagak kaget, lalu membaca
surat itu dengan penuh perhatian, seakan itu
surat pemberian kredit. Nina duduk
memperhatikan sambil tersenyum. Juga ibu Miki,
yang kebetulan ada di rumah sedang merajut
selendang untuk dijual dalam bazar amal.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Wah, kalau gitu, Papa ingin korespondensi juga
dengan ibunya, Di. Rupanya dia bisa menjadi
teman pena yang mengasyikkan," kata Miki pura-
pura tidak melihat Nina hadir.
"Dan Mama sama ayahnya, Di!" sambung Nina
kalem. Andi mengikik geli sementara ayahnya
menoleh dan mendelik pada ibunya.
"Itu enggak sopan, Nin. Wanita enggak boleh
menulis surat duluan pada pria! Belum tentu dia
mau menerima perkenalanmu!" sindir Miki
tersenyum seraya mengembalikan surat
Jacqueline. Andi melipatnya dengan rapi dan
memasukkannya kembali ke dalam sampul, lalu
mengecupnya. Nina melirik suaminya sambil
tersenyum, lupa akan sindiran barusan. Ah,
rupanya impian semusim itu memang sudah bubar
berantakan! Tapi Nina tidak tahu apakah dia
gembira atau tidak karenanya.
"Dia sudah mengirimkan sweater itu, lho, Pa!"
kata Andi bangga.
"Mungkin ibunya juga mau mengirimi Papa
sweater, ya," tukas si ayah melamun. Andi
mengikik lagi lalu berlari pergi, rupanya mau
laporan pada Joni.
Nina berdiri, menjewer telinga Miki lalu ke
belakang mengambilkan kopi. Diletakkannya

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


cangkir kopi itu di hadapan suaminya, lalu
diambilkannya sandal.
"Kenapa enggak sekalian kaulamar dia? Pasti
wanita Canada kelahiran Prancis itu
mengasyikkan! Tapi tanya dulu, apa dia mau
mengambilkan sandalmu tiap sore? Atau
menyediakan handukmu kalau mandi?" sindir Nina
meliriknya dengan garang, sementara ibu mertua
berlagak tuli.
"Hei, aku enggak minta diambilkan sandal!"
bantah Miki.
"Tapi kau kan selalu menunggu sampai sandal itu
kuambilkan, baru kaubuka sepatumu?!"
"Aku kan berhak memutuskan kapan mau kubuka
sepatuku?" tantang Miki seraya meraihnya dan
berbisik, "Seperti aku juga berhak memelukmu
kapan saja aku mau?"
"Ih!" desis Nina melepaskan diri, teringat ibu
mertua di pojok.
"Jangan merajuk," bisiknya lagi. "Aku takkan
melamar wanita mana pun, sebab sudah telanjur
berjanji akan mencintaimu dalam untung dan
malang, Menyedihkan? Enggak. Sebenarnya aku
senang dengan nasibku. Aku tak punya alasan
untuk mengeluh. Aku mendapatkan cewek yang
kucintai, aku punya dua kurcaci yang manis-manis,

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


yang kini sudah menjadi pemuda-pemuda ganteng
seperti ayah mereka...."
Nina memijit hidung Miki keras-keras untuk
memaksanya menghentikan omong kosong yang
sinting itu. Pijitan itu cukup keras sehingga Miki
megap-megap ketika dia membandel mau terus
bicara. Nina jadi kasihan dan melepaskan jari-
jarinya. Hidung Miki merah seperti tomat. Dia
terbatukbatuk makin lama makin keras.
Punggungnya terbungkuk-bungkuk mencoba
melemparkan keluar apa saja yang menyekat di
tenggorokan. Nina memijiti bahu dan
punggungnya tanpa berkat-akata. Andi yang
muncul lagi dengan kertas dan pena, segera
meletakkan semuanya lalu pergi mengambilkan
air. Joni juga muncul mendengar suara batuk
ayahnya. Nenek menyuruhnya mencarikan balsam
cap Macan,
Miki menggeleng, menolak balsam yang diulurkan
oleh Joni. Dia masih terbatuk-batuk, tapi tidak
sekeras tadi. Tangannya yang bertumpu pada
lengan Nina terasa hangat berkeringat "Sudah
dong, Mik," bisik Nina, pedih melihat suaminya
kecapekan.
Seakan menurut perintah, batuk berhenti. Nina
mengambil saputangan dari saku celana Miki, lalu

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


menyeka peluh yang membasahi seluruh mukanya.
Miki masih terengah-engah sedikit. Andi
menyorongkan gelas, dan ayahnya meneguknya
tanpa membantah. Miki membiarkan dirinya
disandarkan ke kursi, dan dipejamkannya
matanya. Dengan mata membasah Nina menunduk,
memperhatikannya, Pasti ada sesuatu yang tidak
beres. Bagaimanapun, dia harus ke dokter. Joni
juga mengatakan hal itu, diperkuat oleh Nenek.
Nina mengangguk. "Kita akan membawanya ke
dokter kalau sudah mandi. Jagalah Papa dulu,
Jon. Mama mau menyediakan air panas."
Pada saat itu ayah Miki pulang. Dia kaget melihat
semua orang mengerumuni Miki. "Kenapa?"
serunya melempar map surat ke atas meja, lalu
mendekat. "Kenapa kau, Mik?" ulangnya khawatir.
Miki tersenyum membuka mata. "Cuma kepingin
dimanja!" tukasnya, tapi tak ada yang tertawa.
"Dia batuk-batuk lagi, Pa," kata Nina yang muncul
dari belakang. "Lihat mukanya sepucat itu. Ayo,
Mik, mandi dulu!"
"Kau harus ke dokter!" perintah ayahnya. Ma,
coba ambilkan daftar alamat dokter di kamar!"
Ibu Miki mengangguk, cepat-cepat masuk ke
kamar, dan kembali lebih cepat lagi. "Batuk-
batuk...," gumamnya. "Spesialis paru-paru!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Dokter Kudon!" usul ayah Miki. "Dia ahli penyakit
paru!"
"Saya kan enggak TBC!" bantah Miki dengan
keras, tapi tindakannya membuat batuknya timbul
lagi walau tidak sehebat tadi-sehingga akhirnya
dia terpaksa tutup mulut membiarkan semua
orang mengatur dirinya sesuka mereka. "Ahli
paru-paru bukan cuma mengurusi TBC, Mik," Nina
menjelaskan. "Aku ogah ke sana!" katanya pelan
tapi kepala batu.
"Kalau begitu, ke internis saja," usul ibunya
sambil mencacah daftar internis dalam buku
kecilnya. "Nah, ini dia! Dokter Pujo! Langganan
teman-temanku!"
Anis datang memberitahukan air panas sudah
siap. "Ayo, mandi dulu, Mik," ajak Nina.
"Taruhan, aku bukan TBC!" kata Miki sengit
sambil berjalan ke kamar mandi.
***
Ketika mereka keluar dari kamar dokter, Miki
melirik Nina sambil mencibir. "Nah, kan
kaudengar sendiri? Aku enggak TBC! Malah
enggak apa-apa! Cuma bronchitis ringan. Dan
kalian sudah membesar-besarkannya sedemikian,
sehingga hampir-hampir aku jalan sendiri untuk
pesan tempat di Joglo!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Aku senang, Mik, kau enggak kenapa-kenapa.
Tapi sebelum kita tahu pasti, sebaiknya kita
siaga, bukan? Atau kau sudah ingin ke surga dan
tidak mencintai keluargamu lagi?"
"Kekasihku," bisiknya memeluk Nina erat-erat
"Jangan menduga yang bukan-bukan, Oh! Kau
pasti tahu, betapa cintaku pada kalian! Aah, suatu
ketika kita harus pergi libur berdua, Nin. Berdua
saja. Tanpa anak-anak. Kita akan berjalan pelan-
pelan di pantai pada malam hari. Kenapa kita tak
pernah melakukannya? Lihatlah bulan di atas.
Malam begini tenang dan cerah. Tidakkah kau
ingin menikmatinya bersamaku? Berdua saja?"
"Tentu, Mik!" sahut Nina pelan dengan terharu.
"Begitu kau sehat kembali, kita akan pergi
berlibur."
"Ya, kalau aku sudah sehat lagi!" gumam Miki
seakan pada diri sendiri. "Aku memang merasa
lesu, Nin. Dan tidak bertenaga."
Nina tibatiba merasa bulu kuduknya berdiri.
Firasat jelek sekonyong-konyong melanda dirinya.
Oh, jangan biarkan Miki kenapa-kenapa. Jangan
biarkan dia...
Miki memeluknya dengan hangat dan mesra.
Pelan-pelan mereka melangkah menuju mobil yang
menunggu di luar pekarangan internis.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Bab 25

MIKI sembuh dengan cepat. Dokter


menganjurkan supaya dia mengambil libur panjang
dan banyak beristirahat Miki memang kurang
sekali istirahat. Dia biasa bangun pagi jam enam,
langsung berlari-lari bersama-sama anak-anak
dan anjingnya. Jam setengah delapan sudah
berangkat ke kantor dengan ayahnya. Jam lima
sore baru pulang. Lebih sering lagi jam enam.
Tidak segera rileks, tapi bermain bola dulu
dengan anak-anak di kebun belakang. Setelah
mandi dan makan, dia membaca koran sebentar
lalu mengurus pe-er anak-anak, main catur
dengan Joni, atau mengajar Andi melukis.
Setelah anak-anak tidur jam sembilan, dia
kembali membaca sampai jam dua belas.
Nina menceritakan semua itu pada dokter yang
berce-ce-ce mendengar betapa sibuknya Miki.
Bila dia dinas ke luar kota, kata Nina, lebih tak
teratur lagi istirahatnya. Dia pasti kurang tidur.
Miki memang terkadang ke luar kota sebagai
pembantu utama ayahnya. Nina pernah
mengusulkan agar Miki diringankan tugasnya. Tapi
ayah mertua tak bisa menemukan orang lain yang

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


mampu menggantikan Miki. "Miki punya bakat
istimewa untuk selalu memenangkan perundingan
menurut kehendaknya, Nin," kata ayah
mertuanya. "Tidak sembarang orang bisa
melakukannya."
Tapi kali ini Nina bertekad tak mau menyerah.
Dia menagih janji untuk pergi berlibur berdua.
Miki ketawa gelak, "Sudah setua ini, kau masih
mau pacaran, Nin? Dengan aku lagi! Tak dapatkah
kaucari laki-laki lain yang mau jadi kekasihmu?"
"Kata dokter, lebih baik ke gunung, Mik. Jangan
ke laut," sambung Nina tanpa mengacuhkan
ocehan suaminya. 'Bah! Pak Dokter yang
terhormat itu!" sembur Miki yang sengit dengan
segaja macam nasihat serta larangan. "Aku
takkan mau lagi mengunjungi pak dokter yang
terhormat mana pun!" "Kita akan ke gunung, ya,
Mik." "Aku mau ke laut!" "Ke gunung, Mik."
"Pergilah ke gunung sendirian. Atau ajak anak-
anak. Atau cari pacar baru. Malu dong kalau
enggak bisa mendapat pacar baru sedangkan aku
begitu laris dikejar cewek-cewek!" "Miki!"
"Ya, Sayang, ada apa?" tanyanya berlagak suci,
dengan mata sebening mungkin. Nina menatapnya
lalu menggigit bibir. "Enggak ada apa-apa."

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Oke. Kita ke laut. Temanku punya pondok kecil di
sana yang jarang dipakainya. Kita bisa tinggal
selama kita mau."
Nina tidak memberi komentar. Dia sedang
berpikir-pikir kenapa dokter menganjurkan
gunung dan bukan laut. Miki memeluk dan
mengecupnya. "Masih penasaran? Sana deh, ke
gunung! Aku mau ke laut!"
"Dan akan kubiarkan kau dikejar cewek-cewek di
pantai? Oho, Mik, kau adalah milik pribadi, tahu.
Aku belum kekurangan uang sehingga terpaksa
mesti menyewa-nyewakan engkau!"
"Apa? Kau mau memperjualbelikan diriku? Coba-
cobalah. Salah-salah kau yang akan jadi barang
dagangan! Tapi rasanya sudah setua ini kau
takkan laku lagi! Sayang! Padahal rambutmu masih
hitam, matamu masih indah, betismu masih..."
"Pokoknya aku masih cantik!" tukas Nina. "Tapi,
Mik, aku sih enggak mau berkhianat!" "Aku juga
enggak! Jadi kita ke laut?"
Nina tertawa. Apa hubungannya berkhianat sama
laut?! Oh, Mik, menatapmu saja membuat aku
ingin hidup seribu tahun lagi! Hanya supaya aku
dapat selalu besertamu. Tapi Nina mengucapkan
itu dalam hati. Miki tidak mendengarnya.
Seandainya dia mencintai aku, pikir Miki, aku rela

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


mati sekarang. Tapi Nina cuma seorang istri yang
setia. Dia tak mau memberikan hatinya padaku!
Mereka berlibur seminggu ke laut. Lebih lama lagi
akan membosankan, kata Miki yang sebenarnya
merasa kehilangan anak-anak.
Pagi hari mereka berenang puas-puas. Malam hari
mereka menyusuri pantai atau duduk-duduk
dalam pondok mendongeng tentang masa kanak-
kanak mereka. Nina menceritakan tentang Ogu.
Miki mengisahkan tentang Ita dan teman-teman
mereka. Keduanya sudah tidak sedih lagi
menyebut nama itu, tapi sebuah kenangan manis
selalu menyelinap masuk bila nama itu
berkumandang.
"Waktu memang menyembuhkan, Sayang," gumam
Miki merebahkan kepalanya di atas pangkuan
Nina. "Aku terkadang lupa-lupa ingat, bahwa aku
mempunyai adik manis yang meninggal di jalanan.
Terkadang aku masuk ke studio dan terpandang
olehku sketsa kalian berdua. Dalam hati aku
langsung bilang, Ah, itu Nina! Siapa gadis di
sebelahnya?' Setelah beberapa saat baru
ingatanku pulih, dan aku terkenang kembali
padanya. Kenapa aku bisa pelupa begitu, Nin?
Kepalaku terkadang rasanya melayang. Kau

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


pernah juga begitu?" Miki menengadah dan Nina
menunduk membalas tatapan itu.
Dibelainya rambul Miki yang terjurai ke dahi lalu
dikecupnya.
"Ya," bisiknya, "aku juga pernah mengalaminya.
Enggak apa-apa itu sih!" lanjutnya berdusta.
"Tentu saja enggak apa-apa," Miki terbahak-
bahak. "Kausangka kepalaku sudah enggak beres?
Lantas mau kauseret aku ke dokter lagi? Ah, ah,
ah, masakan kau sekejam itu, Manis!"
Nina tertawa dan memeluknya tanpa berkata-
kata. Tapi hatinya waswas dan gelisah. Miki tidak
biasa mengeluh. Bila dia mengatakan sesuatu, itu
berarti keadaan sudah tak tertahankan olehnya.
"Hei, mana buku kita?" tanya Miki ketawa lalu
bangkit "Di mana, Nin?"
"Di dalam kopermu. Aku taruh di situ, sebab
dalam koperku sudah enggak ada tempat."
"Dasar cewek! Pergi ke tempat begini sepi pun
masih perlu sekoper penuh tetek bengek. Padahal
enggak ada manusia lain yang akan melihat!"
cemooh Miki sambil berjalan ke kamar. "Tapi kan
ada engkau, Mik! Aku kan berdandan untukmu!"
"Beneran?"
"Beneran!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Miki tertawa gembira dan segera muncul kembali
dengan buku harian mereka. Buku itu berukuran
dua puluh senti kali dua puluh lima senti. Kulit
luarnya berwarna biru tua. Isinya dapat
disisipkan selembar-selembar dengan membuka
kulit bagian belakang. Nina memberi angka pada
setiap helai kertas. Biasanya halaman itu mereka
bagi empat. Terkadang kurang bila banyak yang
mereka tulis. Buku itu betul-betul merupakan
hobi yang menyenangkan bagi keduanya. Apa saja
yang ada dalam pikiran, mereka tuliskan. Setiap
kali melihat Nina menulis, Miki selalu menunggu
dengan penuh harap. Begitu selesai, akan
dibacanya dengan berdebar-debar, berharap
akan melihat apa yang selama ini dirindukannya:
'aku cinta padamu, Mik.' Tapi harapan itu masih
sia-sia terus.
'Malam ini adalah malam pertama liburan kami.'
tulis Miki memakai warna biru. 'Kami berenang
dari pagi sampai tengah hari. Seorang nelayan
lewat dengan hasil tangkapannya. Nina mau
membelinya, tapi nelayan tua itu dengan ramah
memberi kami dua ekor ikan yang besarnya mirip
ikan tengiri. Sambil tertawa dia menolak bayaran.
"Besok-besok saja kalau saya lewat lagi," katanya
lalu pergi.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


'Nina kegirangan seperti anak kecil. Aku tanya,
ikan apa itu. Jawabnya, itu ikan hering. Aku tahu
dia cuma asal ngomong, sebab dia belum pernah
melihat hering. Nina memang senang membodohi
aku. Dia adalah seorang malaikat yang kesasar ke
bumi dalam perjalanan pulangnya setelah
meninjau Sodom dan Gomorah. Seorang malaikat
yang manja, tak bisa apa-apa, gemar
menghamburkan uang, suka membodohi suami,
berlagak suci... dan aku cinta padanya!'
'Waktu dia di SMA, ada temannya melempar
kertas roti ke kepala orang yang lewat di bawah.
Orang itu mengadu pada Mere Kepala.
Semua kelas di loteng sebelah kanan diskors
sampai anak yang bersalah mau mengaku, Dan
malaikatku yang sok suci itu datang mengaku
bahwa dialah yang telah melempar kertas itu.'
Nina sejak tadi diam-diam berdiri di belakang
Miki, membaca apa yang ditulisnya. Ketika sampai
pada baris terakhir, dicubitnya Miki hingga laki-
laki itu kaget dan memekik kesakitan.
"Dari mana kau tahu itu? Ayo bilang! Kalau
enggak... aku sobek dagingmu..."
"Ancaman seorang malaikat!" Miki nyengir, sama
sekali enggak takut, dan enggak kesakitan.
"Dari mana kau tahu itu?"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Miki terbahak-bahak melihat Nina penasaran. Dia
selalu senang melihat bidadarinya merah padam
karena sengit.
"Dari mana, Mik?" Kali ini suaranya parau seakan
hampir menangis, rupanya saking sengitnya.
"Enggak apa deh kalau kau enggak mau bilang!"
Nina melepaskan cubitannya, lalu berbalik menuju
ke pintu pondok. Miki menyambarnya dengan
cepat. "Hei, mau ke mana. Enggak lihat tuh, langit
mendung? Dan hari sudah malam?"
"Lebih baik aku kehujanan di luar daripada
tinggal di sini dengan orang yang suka
mempermainkan aku!"
"Eh, di luar ada culik, enggak takut?"
"Biarin diculik! Lepaskan!"
"Duila, ngambek!" Miki terbahak-bahak, memeluk,
dan mengecupnya dengan mesra. "Mana bisa
kulepaskan! Kalau betul-betul sampai diculik, kan
aku rugi besar! Coba hitung, anting-antingmu saja
berapa duit! Belum arlojimu!"
Nina mencubit sejadi-jadinya sehingga Miki
memekik kesakitan. "Benar-benar kau! Orang
mengira kita ini baru saja menikah! Enggak tahu
bahwa, anak-anak sudah duduk di SMA! Apa
enggak malu diketawain orang, Nin?" "Biar amat

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


mereka tertawa! Eh, Mik, dari mana kau tahu
rahasia itu?"
"Rahasia?" Miki menatap Nina lekat-lekat. "Itu
dinamakan rahasia? Kalau begitu, seharusya Ita
me..."
"Oh, Ita toh!" gumam Nina melepaskan diri, "Hei,
setelah tahu jawabnya, kau mau pergi gitu saja?
Mana bisa! Kau harus tetap di sini! Mula-mula
kauisi buku kita. Isi yang bagus tentang aku, ya?
Setelah itu, setelah itu... setelah ... setelah itu..."
Nina mengelakkan kecupanya. Masih dalam
pelukan Miki diraihnya buku yang diambil Miki
dari meja, lalu dimintanya pena. Miki mengawasi -
seperti biasa- dengan berdebar-debar, penuh
harap, dan cemas. Apa sang dibacanya membuat
matanya membelalak. Hatinya terasa nyeri,
jantungnya berdebar betu kencang, rasanya
dadanya bisa meledak diterobos oleh deburnya.
Akhirnya! pikirnya. Setelah menunggu seribu
tahun! Sekali lagi dia membaca seakan takut
matanya salah lihat.
Tapi Nina memang cuma menulis sepotong
kalimat! 'Miki, aku cinta padamu!'
"Kau serius?" tanyanya ragu-ragu, dengan
harapan polos seorang anak. Matanya yang ramah
dan penuh kebaikan itu berlinang-linang. Tanpa

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


sadar dipereratnya pelukannya, seakan mau
diremuknya Nina dan takkan pernah dilepasnya
lagi. Nina membalas tatapan itu tanpa berkedip,
tapi lambat laun matanya ikut membasah. Dengan
bibir terkatup, perlahan-lahan dia mengangguk.
***
Waktu seminggu itu berlalu dengan pesatnya.
Semua detik-detik mereka yang paling bahagia
dan mengesankan mereka ukir dalam buku
mereka. Nina merasa sedih tanpa sebab. Setiap
kali dia memandang Miki, tanpa alasan dia akan
merasa sedih. Aku terlalu bahagia, pikirnya,
sehingga kebahagiaanku melarut jadi kepedihan
yang makin lama makin mengendap. Apakah kita
tak boleh memiliki kebahagiaan yang terlalu
jenuh?!
Nina mempunyai firasal bahwa masa-masa
bahagia seperti ini takkan terulang kembali. Ini
rupanya yang disebut para pujangga: sekali
seumur hidup! pikirnya tersenyum.
Bila Miki sudah lelap, Nina akan menopang kepala
dengan tangannya lalu sambil berbaring
dipandanginya Miki, seakan mau dipaterinya
wajahnya buat selamanya dalam hati. Dan selalu,
tanpa alasan, hatinya merasa sedih. Dia

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


menggigau. Pernah sekali, dia tersedu-sedu. Miki
terjaga dengan kaget "Ada apa, Nin?"
"Oh! Kau terbangun? Sori, enggak ada apa-apa,
Mik. Aku mimpi."
"Hm. Cuma mimpi. Tidurlah kembali." Miki
menghapus air matanya. Nina mengangguk seperti
anak kecil dan terlelap dalam pelukan Miki sampai
pagi.
***
Pada hari Minggu pantai penuh orang. Teman Miki
yang memiliki pondok itu datang bersama
istrinya, Mereka tidak punya anak.
"Astaga! Kalian berbulan madu rupanya!" serunya
ketika mendapati Miki di dapur berduaan, dengan
lengan melingkari pinggang istrinya.
Nina menjadi merah seperti kepiting rebus. Miki
memaki temannya dengan suara keras, 'Mentang-
mentang ini tempatmu, masuk tanpa mengetuk
pintu dulu! Main nerobos saja sampai ke dapur!
Dasar tak tahu adat!"
"Siapa suruh pintu enggak ditutup?" sanggah
temannya nyengir.
"Rasain!" sang istri mencibir. "Memang sekali-
sekali dia perlu diberi kopi pahit, Mik. Tapi
sejujurnya, aku sendiri hampir enggak bisa

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


mengenali kalian berdua! Makin muda... makin
mesra saja!"
Nina makin tersipu-sipu. Kini gilirannya hendak
memukul Ola dengan centong kayu, tapi sang
tamu mengikik dan mengelak.
"Sana keluar!" usir Miki ketawa. "Masakannya
belum siap!"
Ola dan suaminya menjelajahi pondok lalu
menemukan hasil karya Miki yang belum selesai.
"Hei!" pekiknya sampai ke dapur. "Mik, kau mulai
melukis lagi, nih?! Kalau sudah selesai dengan
Nina, boleh dong giliranku?"
"Huh! Aku sendiri mesti mohon-mohon setengah
mati," kata Nina dari dapur. "Setelah bertahun-
tahun merengek, barulah kemarin dia mulai
mengabulkan permintaanku!"
"Jangan pelit dong, Mik!" tukas Ola, muncul lagi
di dapur diikuti Rudi.
"Bukannya pelit!" bantah Miki malu. "Aku sih mau
saja melukis siapa pun, tapi salahnya tanganku
enggak mau bekerja. Kaku rasanya, enggak ada
ilham, enggak ada semangat. Kalau sudah begitu,
mau diapakan? Seniman kan enggak bisa dipaksa!
Ehem!" Dia mendehem sendiri, lalu tertawa
diikuti oleh yang lain.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Untung kau enggak mencari nafkah dari cat-cat
itu!" tukas Rudi.
"Oh, pasti si Nina kelaparan terus kalau begitu!"
tambah Ola.
Setelah kenyang bercanda, mereka makan siang.
Miki dan Nina betul-betul seperti pengantin baru.
Keduanya tampak begitu bahagia, begitu
kekanak-kanakan, dan saling mencinta.
"Mik, kenapa Ola enggak kaulukis sekarang saja?"
usul Nina setelah makan. "Setuju!" seru Ola
bertepuk tangan, dan langsung berpose.
Miki tidak segera menjawab. Tapi Nina meliriknya
dengan senyum amat manis dan luluhlah hatinya.
Dia mengangguk walau sebenarnya dia ingin
berduaan dengan Nina sore itu, menyelesaikan
lukisannya. "Gimana dengan lukisanmu sendiri?"
tanya Ola. "Beres! Bukan begitu, Tuan besar?"
tanya Nina
"Ya, asal kau manis-manis padaku! Misalnya,.,
tolong ambilkan alat-alatku dan..."
"Oke, tapi kau juga mesti tolong mengambilkan
baju renangku. Kita berenang yuk, Rudi. Biarkan
mereka berdua di sini!"
Miki melotot. Mulutnya kemak-kemik seakan mau
melarang. Dia mengentak dan mengambil sendiri
alat-alatnya. Nina ketawa, lalu mencari baju

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


renangnya di antara jemuran di belakang. "Yuk,
Rud!"
Pantai penuh orang. Mereka mencari tempat yang
agak sepi, lalu masuk ke air. Nina teringat
kembali masa kecilnya yang banyak dihabiskannya
di tepi Sungai Musi. Dia gemar sekali berlomba
renang dengan teman-temannya, dan sering
menang.
Matahari agak terik menyengat kulit. Kebanyakan
orang lebih suka bernaung di bawah payung-
payung mereka. Tapi beberapa orang Barat malah
berbaring di pasir untuk mandi matahari. Mereka
menggosok tubuh dengan krem, lalu memakai
kacamata hitam, kemudian berbaring telentang
dalam sinar matahari sambil membaca buku.
Nina keluar dari air lalu duduk di bawah pohon
kelapa. Rudi muncul sesaat kemudian. Dadanya
yang telanjang tampak sudah kemerahan kena
matahari. Nina memberikan krem untuk dioleskan
pada tubuhnya.
"Kau tak pernah ingin punya anak, Di?" tanyanya
memperhatikan sekelompok anak-anak yang
tengah bermain di pantai.
"Uh, entahlah. Kenapa kautanyakan itu?"
"Enggak apa-apa. Aku cuma ingin tahu apakah
kalian enggak kesepian cuma berduaan saja?"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Laa, kan Ola dan aku punya anjing lima?! Kita sih
enggak pernah kesepian!" "Apa Ola enggak ingin
punya anak?"
"Tahu, deh. Heran, aku tak pernah
menanyakannya, Nin. Kita kawin tanpa rencana
apa-apa, enggak pernah membicarakan soal anak.
Aku rasa, aku akan senang juga kalau ada anak.
Tapi ketika dari tahun ke tahun enggak ada bayi
yang datang, yah! Bagi kami enggak jadi masalah.
Kami kan saling memiliki dan mencintai. Ola juga
tak pernah mengeluh. Bagaimana denganmu
seandainya enggak ada Joni dan Andi? Yah,
mungkin kau takkan tahu bagaimananya, sebab
kau sudah mempunyai mereka."
"Oh, aku pasti kesepian kalau enggak ada anak-
anak. Miki juga," kata Nina setengah melamun,
sebab tiba-tiba teringat olehnya katakata
mertuanya menyuruh Miki bercerai dan kawin lagi
ketika dia tidak juga mengandung.
"Ya, aku rasa juga begitu. Kau memang
ditakdirkan untuk menjadi ibu," gumam Rudi lalu
telungkup di atas handuknya yang lebar.
Nina duduk bersandar pada batang kelapa
memandang ke laut. Cuaca cerah sekali. Awan
berarak seperti gumpalan kapas tipis, sebentar-
bentar menyelimuti langit yang biru jernih. Angin

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


cuma sepoisepoi tapi dedaunan meliuk-liuk juga
disentuhnya.
Nina tersenyum membayangkan Ola dan Miki.
Pasti Ola sudah pegal saat ini. Sudah sejam lebih
dia duduk diam dan Miki dengan kesabaran
seorang pelukis akan memandangnya berkali-kali
untuk mengabadikannya ke atas canvas, garis
demi garis. Miki luar biasa sabar. Kenapa dia
sampai menikah dengan laki-laki sebaik itu,
pikirnya. Padahal sejak kecil perkawinan tak
pernah ada dalam kamusnya. Dia selalu
membayangkan dirinya dalam kerudung putih,
seperti gadis-gadis lain membayangkan diri
mereka dalam pakaian pengantin. Kenapa Miki
muncul lagi dalam hidupnya begitu mendadak dan
mengacaukan semua rencananya? Seakan Tuhan
sendiri yang mengirimnya padaku, pikirnya
tersenyum. Tuhan pasti menghendaki aku
menikah dengannya. Kalau enggak, itu takkan
mungkin terjadi. Kami takkan mungkin begini
bahagia, begini terberkati, dan selalu dilindungi
olehNya.
Matahari sudah condong ke barat. Udara mulai
sejuk. Tiupan angin sudah mulai berubah. Rudi
masih tidur. Nina bangkit lalu berenang lagi. Ah,
hangatnya air laut bekas terpanggang matahari.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Mendadak dia kangen sama anak-anak. Sayang
mereka tak ada di situ! Mereka pasti akan senang
sekali berlomba renang ke tengah laut
Nina membiarkan dirinya mengapung.
Dipejamkannya matanya. Dirasanya sekitarnya
sepi, kecuali deru ombak yang datang dengan
teratur. Alam tenang. Laut yang bersih
menyelimutinya dengan hangat. Ah, seandainya
dia tak usah melukis Ola, pasti dia ada di sini
sekarang, berpelukan dan bercanda dalam air
bersamanya. Nina tiba-tiba merasa malu sendiri
memikirkan hal itu, lalu dicobanya membayangkan
anak-anak. Minggu petang begini mereka biasanya
main pingpong atau tenis dengan temanteman
mereka. Ah, baru seminggu berpisah, rasanya
sudah lama betul. Untunglah besok mereka akan
segera kembali ke rumah.
Libur berdua memang menyenangkan. Tapi
mengajak anak-anak lebih mengasyikkan. "Kita
akan balik lagi kemari," kata Miki tadi malam
"Kita akan bawa anak-anak."
Dia melamun cukup lama, keasyikan dibuai riak.
Begitu asyiknya sehingga dia menjerit kaget
ketika mendadak ada sepasang lengan
memeluknya erat-erat. Dibukanya matanya.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Ternyata Miki sedang ketawa menatapnya.
"Kaget, Nin?"
'Tentu saja!" sahutnya lega. "Aku kira hantu
laut!"
"Sori, ya. Aku enggak tahan sih memikirkan kau
sendirian di sini, jadi aku kemari." "Dan Ola?"
"Oh, dia sudah bosan disuruh mematung berjam-
jam. Nin, bayanganmu manis sekali dalam air.
Besok kita akan pulang. Tapi kita akan kembali
lagi secepatnya, bukan? Bersama anak-anak?"
"Ya, bersama anak-anak."
Miki mengecupnya. Nina cepatcepat memejamkan
mata. Air matanya mengalir turun bercampur
dengan air laut. Angin dingin tiba-tiba
menerpanya. Dia menggigil dan memeluk Miki. Aku
terlalu bahagia. Aku tidak boleh terlalu bahagia.
Aku takut.
***
Miki sudah bertugas seperti biasa lagi. Mukanya
sudah merah kembali, tidak lagi pucat seperti
bulan lalu. Suara ketawanya yang riang tiap hari
terdengar berkumandang di dalam rumah. Dia
gemar sekali menggoda Nina. Kata ibunya, dia
dulu senang menggoda Ita. Kalau Nina sudah
menjadi jengkel, dia mengancam akan menangis
atau marah dan Miki sambil menyeringai akan

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


berkata, "Kalau kauberi aku seorang anak
perempuan, tentu dia akan kugoda, bukannya
engkau!" Nina biasanya akan menggelegar,
"Untung enggak ada anak perempuan! Sebab aku
enggak mau dia digodain terus!"
Tapi dalam buku mereka Nina menulis, Aku juga
kepingin anak perempuan, tapi kalau Tuhan
enggak mengizinkan, kita enggak boleh kecewa.
Tuhan tahu apa yang paling baik bagi kita.'
"Barangkali aku steril sekarang!" tukas Miki pada
suatu malam. "Alasanmu?"
"Karena kita enggak punya anak lagi, sedangkan
Andi dan Joni sudah di SMA. Kau sendiri sehat-
sehat, berarti aku yang..."
"Kaujuga sehat!" potong Nina.
"Ya, aku sehat," gumamnya perlahan, lalu di
sambungnya lebih pelan lagi, "tapi enggak sesehat
dulu." "Maksudmu?" tanya Nina dengan hati
berdebar. "Apa yang kaurasakan sebenarnya?"
"Enggak ada. Ah, sudahlah, jangan pikirkan itu.
Pokoknya aku sehat!" "Kau menyesal sebab
enggak punya anak rempuan?"
"Ah, enggak. Aku cuma ingin saja. Tapi seandainya
salah satu dari anak-anak itu mau ditukar, aku
pasti enggak mau. Kita enggak bisa menyayangi

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


seseorang yang belum kita kenal bukan? Apa kau
kepingin anak perempuan?"
"Aku... aku... enggak tahu," sahut Nina tergagap.
"Aku enggak pernah memikirkan akan punya
anak!"
"Ya, aku tahu. Kau tak pernah berpikir akan
menikah, bukan? Barangkali kalau aku mati, kau
bisa menjadi Mere, Nin. Itu boleh, kan?"
Nina tiba-tiba menampar pipi suaminya. Walaupun
tidak keras, merah juga pipi itu. Melihat Miki
memandangnya dengan tercengang tanpa
berkata-kata, Nina tiba-tiba menangis. Miki
memeluknya dengan hangat, tanpa mengucapkan
sepatah pun.
"Maaf, Mik. Aku betul-betul bukan berniat
menyakitimu. Aku... aku... lakukan itu karena
mencintaimu. Aku enggak mau kau membayangkan
kematian terus. Apa kau enggak menyadari bahwa
kau mengisi buku kita dengan kematian melulu?
Apa kau ingin memanggilnya datang? Apa kau
ingin mati? Apa aku sudah tidak berarti apa-apa
bagimu? Apa kau enggak memikirkan bagaimana
perasaanku?" Nina tersedu-sedu. Miki memeluk,
membujuk, mengecup, dan membelainya
sementara hati mereka terjalin erat dalam ikatan
cinta abadi.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Aku cuma main-main, Nin. Boleh dong sekali-
sekali aku main-main?"
"Enggak! Jangan main-main dalam soal ini."
"Oke, oke. Aku takkan mempercakapkannya lagi
kalau begitu." Miki menyusuti air mata yang
membasahi wajah dalam pelukannya.
Dipandangnya muka yang lusuh itu dengan hati
pedih. Beberapa tahun lagi bila usia empat puluh
sudah dilalui, akan timbul kerut-kerut di situ. Dan
mungkin aku takkan berada di sampingnya untuk
meyakinkannya bahwa dia masih tetap cantik dan
menarik bagiku. Mungkin dia akan mencucurkan
air mata merabai pipinya mulai kendur, dan aku
takkan berada di situ untuk menyusuti matanya.
Nina yang tercinta, kenapa aku tak dapat
menghilangkan perasaan bahwa kita akan
berpisah? Dan kelak bila kau menangis, aku tak
dapat lagi membujukmu. Aku sudah akan berada
jauh,
Air mata Miki menetes turun bercampur dengan
air mata Nina. Miki merasa seakan tenggoroknya
tersekat. Nina mengangkat tangannya merabai
wajah Miki. Tanpa berkata-kata disekanya air
mata itu dengan jari-jarinya. Bibirnya yang manis,
yang selalu tersenyum sepanjang hari, yang selalu
dipandangi dengan rindu oleh anak-anak, kini

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


bergetar, dan tak sepotong suara pun yang
mampu diucapkannya. Nina mencakup wajah
kekasihnya dalam kedua telapak tangannya dan
menatapnya dengan pandangan seorang anak yang
tidak berdosa.
"Tersenyumlah, Nin," bisik Miki memeluknya
seerat-eratnya. "Tersenyumlah bagiku, Sayang."
Bibir Nina bergetar makin keras. Namun
dipaksanya dirinya menahan perasaan, dan
perahan-lahan sebuah senyum terkembang.
Kemudian dipejamkannya matanya, dibelai-
belainya eher Miki. Teraba olehnya sebuah
benjolan yang lunak, sebesar duku. "Mik, ini
benjolan yang dulu?"
Miki merabai tempat itu diantar oleh jari-jari
otrinya. "Ya, ini yang dulu." Lalu seakan mau
menenangkan hati istrinya, disambungnya, "Tapi
enggak sakit, kok, Nin."
"Kenapa sekarang begitu besar?" tanyanya
khawatir.
"Aku enggak tahu. Pokoknya, enggak sakit."
Tapi membesar!"
"Aku enggak peduli. Yang penting, enggak sakit!
Toh enggak kelihatan dari luar!"
Nina berusaha mencernakan kata-kata itu sambil
membelai-belai leher suaminya tercinta, seakan

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


ingin memastikan bahwa Miki tidak bohong. Miki
selalu menganggap enteng setiap penyakit dan
tak pernah mengeluh. Belum mau makan obat-
misalnya kalau flu-sebelum dia jatuh terkapar di
ranjang. Mungkin benjolan itu tidak menyebabkan
sakit, tapi dia makin besar. Seperti ada sesuatu.
Penyakit?!
"Kau harus ke dokter!" Suara yang pelan itu
memecah keheningan seperti ban meletus. Miki
menjentik dagu Nina, lalu tertawa,, "Perintah
atau usul?"
"Perintah!"
"Hei, memangnya kenapa? Ini kan cuma sebuah
benjolan! Takkan mencabut nyawaku. Paling-paling
aku akan perlu operasi plastik untuk
mengangkatnya, tapi kau pasti takkan setuju!
Belum dioperasi saja, sekarang aku sudah
dikerumuni cewek. Apalagi setelah dioperasi!"
"Yang akan dioperasi kan benjolan ini, bukannya
hidung, atau mukamu! Dasar ge-er!" Nina
mendumal.
Setelah tidak berhasil membujuknya ke dokter,
Nina mengancam akan menangis. Miki terpaksa
menyerah. "Baiklah, aku akan ke dokter."
Tapi dia tidak pergi. Ada-ada saja alasannya
untuk menunda-nunda. Nina menjadi jengkel.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Biasanya Miki tak pernah melanggar janji. Dia
tidak gampang-gampang membuat janji, tapi
sekali diucapkan pasti akan ditepati. Kecuali kali
ini. Seperti kedua anaknya, sang ayah pun rupanya
takut ke dokter.
Nina tentu saja tidak setiap hari ingat hal itu.
Tapi setiap kali dia bilang, "Di mana Papa, Jon?
Dia harus ke dokter!" atau, "Di, coba tanyakan
Papa, kapan mau ke dokter?" Pasti yang
bersangkutan sedang sibuk di studio, dan Nina
tahu, Miki tak boleh diganggu kalau tengah
bekerja. Ini satu-satunya peraturan yang tak
bisa ditawar. Kalau sudah begini, paling-paling
Nina cuma bisa menghela napas dan pelan-pelan
menutup pintu studio. Dia tak sampai hati melihat
wajah Miki yang tenang dan damai itu berubah
jadi merah dilanda murka.
Sejak pulang dari liburan di pantai, Miki mulai lagi
melukis.
Pertama-tama diselesaikannya lukisan Ola. Lalu
lukisan Nina. Setelah itu berdatanganlah teman-
temannya, antri menunggu giliran.
Pada suatu hari dia melihat ada kucing di dapur.
Kucing itu berbulu putih dengan bercak-bercak
hitam. Nina selalu memberinya susu setiap kali
dia datang, biasanya pagi-pagi. Entah dari mana

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


binatang itu, mungkin milik tetangga. Miki begitu
tertarik padanya sehingga mau dilukisnya si Pus
saat itu juga, di dapur. Terpaksa Nina membuat
susu lebih banyak untuk menahannya, sementara
Andi disuruh mengambil perabot ayahnya ke
studio.
Andi dan Joni muncul membawa dua buah canvas,
palet, dan kuas. Disaksikan seisi rumah, ayah dan
anak melukis obyek yang sama. Hasilnya
menakjubkan. Terlihat perbedaan kemalangan
pribadi mereka. Miki melukis kucing itu secara
keseluruhan, sebagai makhluk hidup yang
sempurna, lengkap dengan sifat baik maupun
buruk. Tapi Andi melukisnya hanya sebagai wajah
bulat dan lucu, namun dengan sirat mata curiga,
sedang melahap susu dalam mangfeuk kecil.
Kucing Miki bermata lembut, hampir-hampir
seperti mata kelinci. Kedua lukisan itu kemudian
digantung di dalam studio. Miki juga melukis
keluarganya. Mula-mula ayahnya, lalu ibunya,
kemudian anak-anaknya. Terakhir, Nina, Dia teliti
dan tekun sekali melukis istrinya. Lukisan Nina
yang dibuatnya di pantai, telah diminta oleh Paul
dengan imbalan tiga ratus ribu. Tapi Miki tak mau
melepasnya. Nina terharu sekali melihat suaminya

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


mempertahankan gambar itu. Miki tidak biasa
kikir, apalagi terhadap teman-teman baiknya.
"Ambil lainnya saja, Paul. Gratis. Tapi jangan
minta yang itu. Kalau aku berikan gambarnya,
sama saja seperti menyerahkan orangnya padamu!
Enggak mungkin, dong!"
Miki melukis Nina di kebun belakang. Nina tidak
tahu bahwa dia melamun, sampai dilihatnya
lukisan itu. Mula-mula tidak dikenalinya wajah
dalam lukisan tersebut. Seorang wanita muda
yang cantik menarik, tengah melamun dengan
mata menatap jauh, air mukanya penuh rahasia.
"Ah, ini terlalu cantik!" katanya tersipu-sipu.
"Tapi aku melihatmu seperti itu!" bisik Miki
menggeleng seraya menatapnya dengan mesra,
membuat Nina makin tersipu.
Lukisan itu digantung Miki dalam kamar mereka.
Setiap kali memandangnya, Nina mempunyai
perasaan bahwa Miki tahu semua pikirannya, juga
yang paling rahasia. Siang itu, di kebun belakang,
ketika dia sedang melamun, apakah yang telah
dibaca Miki dari dalam matanya?

Bab 26

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


KEDUA orangtua Miki tour ke Eropa selama tiga
bulan. Miki menggantikan ayahnya sepenuhnya.
Tugas makin banyak dan istirahatnya makin
berkurang. Nina memperhatikan dengan khawatir
betapa Miki makin lesu dari hari ke hari.
Dijaganya sendiri makannya. Memaksanya makan
yang bergizi dan mencari seribu satu akal untuk
menambah nafsu makannya. Namun Miki tidak
kelihatan bertambah gemuk. Kulitnya pucat,
pipinya cekung. Tapi bila ditanyakan, dia tak
punya keluhan apa-apa kecuali lelah.
Sekarang dia lebih gampang kena pilek dan batuk.
Ketika mengantar seorang relasi ke pelud jam
sebelas malam, dia kehujanan dan keanginan.
Semalaman dia batuk-batuk terus. Nina
menjaganya tanpa memicingkan mata sekejap pun.
Miki memarahinya. "Sudah gila barangkali kau,
Nin! Masa enggak tidur semalaman? Aku kan
enggak apa-apa, cuma selesma sedikit!"
Esoknya, dia demam. Nina memaksanya diam di
ranjang. Dia sendiri yang menelepon ke kantor,
memberitahu Pak Husen bahwa Pak Miki sakit,
hari itu tak bisa ngantor. Esoknya lagi, dia masih
batuk dan pilek, tapi demamnya sudah turun. Miki
yang memang tidak betah di rumah pada hari-hari
kerja, ngotot mau ke kantor. Nina mengalah.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Beberapa minggu kemudian Miki pulang siang-
siang dari kantor. Nina melihat hidungnya
disumbat dengan daun sirih dan saputangan yang
dipegangnya penuh darah. Sebelum dia sempat
bertanya, Miki sudah lebih dulu menyeringai,
"Setan betul, nih, aku mimisan di kantor! Untung
sedang enggak ada tamu!" Dia duduk lalu
mencabut sirih itu. Darah segar mengalir keluar.
Lekas-lekas ditutupnya kembali. "Huh! Masih juga
keluar!" dia mendumal kesal.
"Sejak kapan keluarnya?" tanya Nina
membawakannya air hangat dalam baskom untuk
membasuh hidung dan mukanya.
"Sejak pagi tadi. Aku sampai enggak sempat
makan."
"Lama juga," gumam Nina sambil membasahi
handuk kecil. "Biasanya mimisan begini cuma
sebentar, sudah stop." Nina membersihkan sisa-
sisa darah yang mengering. Miki memejamkan
mata. Wajahnya pucat. "Kau pusing, Mik?" Yang
ditanya menggeleng.
Nina melihat arloji suaminya. Jam setengah
empat. "Sebentar, aku sediakan makanan,"
katanya membawa baskom dan handuk ke
belakang. Anis disuruhnya menyiapkan daharan di
Meja, sementara dia ke depan mencari sopir,

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


ketika Miki sedang makan, Nina lekas-lekas
Mandi, lalu berhias asal saja. Setengah jam
kemudian dia sudah kembali lagi ke meja makan,
menyuruh bereskan sisa-sisa makan, lalu
selembut mungkin membujuk Miki supaya mau ke
dokter. Entah karena kesal menghadapi hidung
yang berdarah terus atau memang dia mulai
khawatir, kali ini Miki tidak membantah. Janjinya
yang sudah lama itu akhirnya dipenuhinya.
Nina merasa lega ketika Dokter Pujo bilang nggak
apa-apa. Miki cuma perlu periksa darah dan
dirontgen untuk mencari sebab batuknya.
"Kenapa Nyonya begitu khawatir?" tanya dokter
dengan penuh simpati.
"Soalnya, Dok," kata Miki sebelum yang ditanya
menyahut, "belum lama ini dia membaca tentang
leukemia. Menurut dia, saya ini makin lama makin
pucat seperti penderita penyakit itu. Terkadang
suka timbul bintik-bintik merah. Saya bilang
digigit nyamuk, dia tak mau percaya. Lalu ada
demam... kalau sedang selesma, tentu saja
demam. Dan sekarang, mimisan! Lengkaplah
gejalanya! Menurut dia, dikhawatirkan saya ini
kena kanker darah!"
Dokter cuma tertawa, tidak membela Miki
ataupun Nina, seakan dia tak mau memihak siapa-

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


siapa. Miki disuntik dan diberi dua macam obat
yang harus dibeli malam itu juga.
"Kembali seminggu lagi kalau sudah ada laporan
tes darah dan foto," kata dokter.
"Aku senang sekali, kau enggak kenapa-kenapa,"
ujar Nina ketawa.
"Karena itu lain kali jangan suka cepat-cepat
khawatir, Nin. Enggak baik, tuh! Nanti kau cepat
tua!"
"Mik, besok kau jangan kerja dulu. Kita tes
darah, lalu bikin foto. Setelah itu baru boleh
ngantor!"
"Rupanya kau masih tetap mencurigai aku TBC!"
dia mendumal, tapi tidak membantah, semata-
mata untuk menyenangkan hati Nina supaya
kekhawatirannya lenyap. Dia sendiri tidak peduli
dengan segala pemeriksaan itu. Dia yakin itu
semua tak perlu. Dokter memang terlalu waspada
dan suka mencar-icari kerja untuk membuang-
buang tempo orang lain.
Keluar dari lab, Miki sudah langsung mau
mengayunkan kaki ke kanan, ke arah jalan keluar.
Tapi Nina dengan manisnya meliriknya. "Eit...
kamar Rontgen letaknya di sebelah kiri Mik!"
katanya mengingatkan.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Miki menggarukgaruk kepala. Sambil
membungkam diputarnya langkahnya ke kiri.
Mereka menunggu agak lama di situ, sehingga
Miki hilang sabar dan mengusulkan untuk datang
lain kali saja.
"Aku perlu ke kantor sekarang, Nin!" ujarnya
melihat arloji, lalu memandang Nina. Istrinya
tidak tahu apakah itu betul atau cuma alasan
saja.
"Pendeknya, aku enggak mau menunggu lebih lama
lagi! Aku enggak apa-apa, enggak perlu difoto. Ini
kan semata-mata demi kau! Supaya kau tak usah
khawatir lagi. Tapi kalau mesti menunggu
seharian seperti orang yang hidup matinya
tergantung dari foto ini, bah! terima kasih
banyak, Pak Mantri! Tahun depan saya datang lagi
kalau sudah enggak usah antri lagi!"
"Sabar, Mik," bisik Nina lalu berdiri dan
menghampiri seorang laki-laki yang bertugas
memanggil pasien masuk. Tanpa banyak bicara di
masukkannya beberapa lembar uang ke dalam
saku jaskerja orang itu, seraya berbisik, "Tolong,
Suami saya belum makan sebab tadi harus
periksa darah. Kalau di sini terlalu lama, saya
khawatir dia akan semaput Dia sudah muntah dua
kali."

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Entah mana yang mujarab, uang itu atau
dustanya. Pendeknya, Miki langsung dipanggil
masuk dan diperlakukan dengan telaten sekali.
Motretnya cuma sedetik, nunggunya setengah
hari, buset!" Miki mengomel. "Dengarlah, Nin.
Jangan bawa-bawa aku ke rumah sakit lagi! Antri
jam-jaman seperti orang hampir mati! Aku
enggak mau, dengar?"
"Sudahlah, Mik," bujuk Nina melihat suaminya
benar-benar jengkel. "Ini masih mending, Swasta.
Coba di rumah sakit umum! Tapi kan sekarang
semuanya sudah beres. Tentu saja kau tak perlu
ke sana lagi."
"Jadi kau rupanya tahu, itu semua sebenarnya
enggak perlu? Hanya demi memenuhi
kehendakmu? Untuk menghilangkan
kekhawatiranmu yang berlebihan? Dan aku
terpaksa buang waktu demi kesenanganmu!"
"Mik! Kaupikir aku senang pergi ke sana?! Kaupikir
aku enggak ngeri melihat pasien-pasien yang
begini-begitu penyakitnya, semua serba
menakutkan? Kaupikir aku enggak lebih suka diam
di rumah saja?!"
Miki masih merengut sedetik, tapi ketika
diliriknya istrinya dia langsung tersenyum
menawarkan perdamaian.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


***
Seminggu kemudian mereka kembali ke dokter.
Foto dan hasil tes darah sudah ada di atas meja.
"Fotonya enggak apa-apa, cuma bronchitis
sedikit," kata dokter menunjukkan beberapa
lapangan paru di atas foto.
"Dulu suami saya memang pernah bronchitis,
Dok," ujar Nina, senang, bahwa itu bukan tering.
"Ya, ya," gumam dokter mengangguk dan
memasukkan kembali foto itu ke dalam sampul
coklat lalu menyerahkannya pada sang pasien.
Nina sudah tak sabar. Dianggapnya dokter itu
terlalu lamban. Barangkali itu dimaksudkan untuk
menambah wibawa atau menunjukkan dokternya
bebas nervositas -berkat latihan bertahun-
tahun-, tapi bagaimanapun, dia kelewat lamban.
Nina menunggu beberapa detik. Tapi dokter tidak
kelihatan berniat membuka mulut. Dengan pelan
diraihnya buku besar, lalu lebih pelan lagi
dibukanya, kemudian sangat pelan disusurinya
nama-nama di situ, mencari nama Miki Rodan.
"Dokter, bagaimana hasil tes darah?" akhirnya
Nina tak dapat menunggu lagi. Miki sendiri duduk
membisu di sebelahnya.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Hm?" Dokter mengangkat kepala dari buku,
memandangnya dari sebelah atas kacamata, la
seakan baru ingat, dia bergumam, "Oh, ya!"
Dia mencari-cari di tumpukan surat-surat di
pojok meja, lalu menarik sebuah sampul putih.
Dibukanya dengan ritme pelan-pelan, lalu tas di
dalamnya dikeluarkan. Dokter membaca sepintas
dan memberi lingkaran dengan spidol hitam pada
sebuah angka. "Apa saudara makan obat-obat
tertentu dalam bulan-bulan terakhir ini?"
tanyanya pada Miki.
"Tidak, Dok."
"Oh, dia sih pantang makan obat, Dok" sambung
Nina melirik suaminya.
"Kalau sehat, ya buat apa makan obat atau
vitamin? Itu kan omong kosong namanya. Yang
penting, gizi yang baik. Vitamin, kalau kelebihan,
percuma, akan dikeluarkan lagi. Atau malah bisa
membahayakan." "Betul, Dok," Miki mengangguk
dan kali ini Nina tidak menyambung.
"Yah, mengenai tes darah... anu, butir-butir
darah pembeku agak kurang. Itu sebabnya suka
timbul bintik-bintik merah dan mimisan. Saya
akan berikan beberapa obat, setelah itu dua
minggu lagi tes darah harus diulang."

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Nina manggut-manggut dengan serius, tapi Miki
kelihatan kesal mendengar bahwa dia masih juga
belum terlepas dari cengkeraman vampir-labor.
"Selain itu, tak ada yang perlu dikhawatirkan,"
ujar dokter mengakhiri pertemuan, menunggu
Nina atau Miki mengeluarkan dompet Tapi Nina
menggerakkan tangan bukan membuka tas
melainkan menyentuh leher Miki. "Dokter, pada
leher suami saya ada benjolan yang makin
membesar. Dulu cuma sebesar jagung, sekarang
sudah sebesar duku. Tapi katanya enggak sakit."
Dokter bangun dengan lamban, lalu melangkah
mendekati Miki. Dengan hati-hati dirabanya leher
yang ditunjuk. Miki diam saja seperti anak kecil
ketakutan, padahal dalam hati dia mengomel pada
istrinya yang dianggapnya cerewet.
"Hm. Sudah berapa lama?"
"Sudah lama sekaliii, Dok!" sahut Miki mendahului
Nina.
Dokter merabaraba semenit lagi. Lalu menyuruh
pasien membuka baju dan berbaring. "Buka
semua!"
Miki melirik Nina seakan mau bilang, sok tahu
kau! Dibukanya semua pakaian, kecuali celana
dalam, lalu berbaring dengan bibir tertutup rapat
Nina tahu, dia marah sekali. Semoga dokter

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


menemukan sesuatu, pikirnya, supaya Miki tidak
merasa sia-sia menuruti kekhawatiran "gila"
istrinya. Tapi janganlah sesuatu yang serius.
Jangan yang berbahaya, Tuhan
Nina tidak melihat apa yang diperiksa dokter,
tetap menunggu di depan meja tulis,
membelakangi gorden putih yang menutupi meja
pemeriksaan. Dipasangnya telinganya, tapi tidak
menangkap apa-apa. Rupanya dokter tidak suka
menggunakan mulutnya bersamaan dengan
tangannya. Menurut perasaan Nina pemeriksaan
itu cukup lama, tapi menurut arlojinya cuma tiga
menit. Dokter muncul, lalu duduk kembali di
belakang meja, membuka kacamatanya kemudian
memijiti pangkal hidung serta kedua matanya.
Miki muncul sudah berpakaian rapi.
"Nah," katanya setelah memakai kacamatanya sgi
dan Miki sudah duduk, "apakah Saudara banyak
turun berat? Saya lihat saudara kurus."
"Ya, saya memang mengurus, Dok. Baju-baju
menjadi longgar semua."
"Berapa kilo turunnya? Dalam berapa waktu?"
"Itu tidak saya perhatikan."
"Dia tidak mau makan, Dokter," sela Nina. "Tentu
saja dia kurus!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Hm, ya." Dokter berdehem. "Selain batu batuk
dan mimisan, adakah keluhan lain? Sakit perut
misalnya?"
"Ya, saya sakit perut kalau kebanyakan cabai,"
sahut Miki sebal, mulai hilang sabar diinterogasi
begitu melit.
"Ya, ya," kata dokter dengan tetap sabar akan
tidak menyadari bahwa pasiennya sudah ingin
pulang. "Benjolan itu adalah kelenjar yang
membesar. Mungkin bekas infeksi kronis dalam
mulut atau kuping. Saya akan kasih kapsul untuk
dua minggu. Nanti kita lihat lagi, apa mengecil
atau tidak."
"Tak ada yang gawat, Dokter?" Nina menegaskan.
"Tidak." Dokter menggeleng, yakin. Nina rasa
lega. Tapi begitu keluar dari kamar praktek,
begitu suara yang sabar itu tidak didengarnya
lagi, rasa khawatir kembali melanda hatinya. Nina
menggandeng Miki dan berdoa supaya Tuhan
jangan menghukum suami untuk kesalahan istri.
Bila Engkau marah karena saya menolakMu,
hukumlah saya, tapi jangan Miki.
***
Selama dua minggu menunggu, Nina tidak
berhenti-hentinya berdoa. Miki tampak riang
seperti biasa. Rupanya dia tidak ingat lagi pada

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


dokter yang dikunjunginya itu. Dia malah sudah
lupa bahwa dia harus menelan obat ini dan itu.
Dengan sabar Nina menyediakan obat-obat itu
dalam cangkir kecil, lalu menunggui suaminya
menelan mereka satu per satu. Tanpa
menimbulkann kecurigaan, setiap malam
dirabainya leher Miki. Tapi kelenjar itu tidak
mengecil.
Orangtua Miki masih di Eropa. Hampir tiap
minggu datang kartu pos berbagai negara, untuk
kedua cucu mereka. Andi dan Joni senang sekali
disurati oleh Nenek dan Kakek. "Sayang enggak
bisa dibalas, sebab enggak ada alamatnya," keluh
Andi. Keduanya masih giat berkorespondensi.
Andi bahkan menitip beberapa hadiah bagi
teman-temannya di Eropa melalui kakeknya.
"Poskan di Amsterdam saja, Kek."
Kakek dan Nenek melaporkan, di Oslo, mereka
mengunjungi rumah Marita, teman pena Andi,
atas undangan keluarganya. Di atas kartu pos
dengan singkat Nenek menggambarkan suasana
gembira pertemuan itu. Marita sudah menanyakan
kenapa Andi tidak ikut Wah, Andi senang sekali
ditanyai begitu. Dia langsung berniat melukis
bunga mawar di kebun dan mengirimkannya ke
Oslo. Miki tersenyum mendengarnya. Nina juga.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Mungkin betul, itu cuma impian semusim dari
pubertas yang segera hilang tanpa bekas.
"Pa, Joni dan saya mau mengumpulkan uang
supaya kalau sudah lulus SMA nanti bisa liburan
dua minggu ke Oslo dan Holland mengunjungi
teman-teman pena. Boleh ya, Pa?"
"Oh, bagus. Bagus." Miki mengangguk-angguk,
berlagak tidak mengerti maksud anaknya.
'Tapi, Pa... uang saku kami mesti ditambah dong
supaya bisa menabung banyakan," kata Andi malu-
malu kucing.
"Eeeh?! Kaudengar, Nin?" tanya Miki mengerling
Jenaka. "Mereka yang mau jalan-jalan, aku yang
mesti keluar ongkos! Model apa itu? Sedangkan
kita berdua belum pernah ke mana-mana! Ke Bali
saja belum. Kata orang, kan pantang ajal sebelum
melihat Bali?! Eh, anak-anak masih bau kencur ini
sudah mau melanglang buana!"
"Ah, Papa!" rayu Joni menatap ayahnya penuh
harap.
"Pa, kalau Papa dan Mama belum pernah ke sana,
malah kebetulan! Yuk kita pergi bersama, Pa,"
usul Andi kegirangan.
"Dan Papa yang keluar duit!" sambung Miki.
"Habis siapa?" Joni ketawa merengut.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Obrolan seperti itu direkam Nina dalam ingatan
untuk menjadi kenangan manis kelak.
Dua minggu berlalu. Miki mengangguk patuh
ketika Nina membawanya kembati ke dokter.
Obat-obat sudah habis semua. Benjolan itu belum
juga mengecil. Batuk-batuk memang aga
berkurang, tapi amandel malah kelihatan sediki
merah.
"Saya memang sering sakit leher sejak kecil, kata
Miki menenangkan dokter ketika dia dengan amat
serius memeriksa amandelnya. Dokter Pujo tidak
mengacuhkan kata-katanya. Dia juga memeriksa
tenggorokan Miki dengan amat serus. Miki
mencoba menarik perhatian Nina supaya
penyiksaan itu segera dihentikan. Tapi Nina
duduk mematung menatap dokter dengan tegang.
Miki mengertakkan gigi dan menghela napas.
Terpaksa dibiarkannya dirinya dijadikan bahan
tontonan, sebab Nina akhirnya juga ikut-ikutan
mendekat seakan mau memeriksa juga. "Coba
buka pakaian lagi," perintah dokter menunjuk ke
belakang tirai putih. Miki melirik Nina dengan
nafsu membunuh, tapi yang dilihatnya
menatapnya dengan mata lebar ketakutan. Miki
menghela napas lagi dan menuruti perintah itu
tanpa komentar, Apa pun yang harus dijalaninya,

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


dia akan tabah demi menghilangkan ketakutan
dalam mata istrinya. Dokter merabai seluruh
tubuhnya sampai ke tempat-tempat yang paling
tersembunyi. Bukan main! Orang sama sekali tak
bisa punya rahasia bila berhadapan dengan
dokter! Apa dia juga memeriksa pasien-pasien
wanita seteliti ini, pikir Miki tersenyum geli
sendiri. Tapi laki-laki tengah umur itu sama sekali
tidak melihat adanya alasan untuk merasa geli.
Bahkan tersenyum pun dia tidak.
Setelah waktu yang dirasakan Miki terlalu lama,
pemeriksaan itu selesai. Dokter mencuci tangan
lalu kembali ke belakang meja. Miki cepat-cepat
berpakaian lagi, sebab dia tak ingin Nina
berdiskusi dengan dokter tanpa kehadirannya.
Ketika dia muncul dari balik gorden dilihatnya
Nina tengah mengawasi dokter dengan penuh
minat, persis seperti anak kecil minta bonbon.
Yang diawasi terus asyik menulis dalam bukunya
seolah tak ada orang lain di situ. Setelah Miki
duduk, barulah diletakkannya bolpennya, lalu
dibukanya kacamatanya. Digosok-gosoknya kedua
matanya, dipakainya kembali belingnya, lalu
ditatapnya mereka.
"Bagaimana, Dokter?" tanya Miki, akhirnya jadi
panas dingin melihat kesantaian sang dokter.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Nah, ya...."
"Apa ada perbaikan, Dok?" tanya Nina cemas.
"Mari kita katakan, tak ada perkembangan yang
mengkhawatirkan," sahutnya diplomatis "Begini,
untuk sementara akan saya setop obat-obat yang
dulu dan kita coba dengan penyinaran.
Bagaimana? Apa Saudara bersedia disinar?"
Disinar, pikir Nina terkejut. Penyakit apakah itu?
"Kalau harus...." sahut Miki pasrah.
"Apa penyakitnya begitu berbahaya, sampai harus
disinar, Dok?"
"Ah, kenapa Nyonya bilang begitu? Penyakit
eksim juga tempo-tempo perlu penyinaran. Kalau
pasien keberatan, bisa juga dengan obat tapi
sembuhnya lebih lama."
"Apa saja, Dokter, asal bisa cepat sembuh. Saya
banyak kerjaan, tak dapat terus-terusan begini."
"Menurut Dokter, mana yang paling baik?" Nina
menegaskan.
"Menurut saya, penyinaran adalah yang terbaik.
Benjolan di leher itu dengan cepat akan
menghilang. Lalu untuk mencegah kambuh, akan
saya berikan obat setelah penyinaran selesai."
"Kalau begitu lebih baik disinar saja, Mik," Nina
memutuskan sambil menoleh padanya. Miki
mengangguk tanpa semangat.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Akan saya beri surat pengantar untuk dokter
Radiologi," kata Dokter Pujo, langsung menulis
diatas kertas resep, lalu mengambil sampul putih
kecil yang sudah diberi stempel nama dan alamat
prakteknya di bagian belakang.
Ditulisnya nama dan alamat Radiolog di tengah
bagian depan. Ditutupnya sampul itu dan
disorongkannya pada pasien. "Ini bisa dimulai
secepatnya. Boleh besok pagi."
Keduanya mengangguk. Nina membuka tas dan
membayar jumlah yang disebutkan dokter. Ketika
mau permisi, Nina merasa penasaran lalu menatap
dokter sekali lagi. "Dokter, apa benjolan itu
benar-benar bisa menghilang?"
"Ya, dengan penyinaran benjolan itu akan
menghilang. Kita coba saja dua minggu dulu."
Vonis, pikir Nina. Miki divonis dua minggu. Setiap
hari kecuali Minggu atau hari libur, dia harus ke
rumah sakit untuk disinar. Seluruh kur jumlahnya
dua belas kali. Dan menunggu gilirannya sungguh
memerlukan kesabaran maksimal
Diam-diam Miki kembali ke dokter esoknya
Dokter Pujo tidak segan-segan menjawab semua
pertanyaannya. Dengan tenang dikatakannya apa
yang diderita Miki.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Hodgkin. Saudara menderita Hodgkin!" katanya
dengan nada biasa seakan dia tengah
membicarakan dekorasi ruangan saja.
"Hodg... kin? Hodgkin?" Mulamula nama it tak
berarti apaapa baginya. Tapi sedetik kemudian
otaknya pulih dan mukanya pucat. Hodgkin! Setiap
orang yang pernah duduk FK tingkat empat pasti
tahu apa artinya itu. Hodgkin! Hodgkin, ya Tuhan!
Hodgkin! Hodgkin. Aku kena Hodgkin, Nina. Aku
kena Hodgkin. Betapa berat vonis yang
Kaujatuhkan padaku. Tidak segera mematikan.
Bukan sssrrrttt... beres! Tapi perlahan-lahan,
namun pasti. Betapa mengerikan!
"Stadium berapa, Dok?" bisiknya parau.
"Menurut saya baru stadium dua. Masih ada
harapan. Saudara kenal penyakit itu? Apa
Saudara mahasiswa Kedokteran?"
"Dulu pernah kuliah sampai tingkat empat"
"Kalau begitu, barangkali Saudara masih ingat
sedikit-sedikit mengenai penyakit ini. Banyak
harapan bisa terjadi remisi (penyakit tenang;
lawannya kambuh). Tapi kita harus berjaga-jaga
juga menghadapi kemungkinan eksasersi atau
kambuh lagi. Saya rasa harapan Saudara baik
sekali, sebab Saudara tidak punya keluhan
seperti demam, sakit perut, pusing, gatal-gatal,

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


dan sebagainya. Darah Saudara memang sedikit
mengkhawatirkan, tapi dengan penyinaran nanti
kita harapkan bisa timbul perbaikan."
Miki mengangguk. Ditatapnya dokter dengan
tenang. "Berapa lama lagi, Dok?"
Untuk sejenak laki-laki beruban itu kelihatan
salah tingkah. Dibukanya kacamatanya, digosok-
gosoknya matanya, ditekurinya kertas-kertas di
atas meja, lalu dipakainya kembali kacamatanya.
Dipandangnya Miki seakan menaksir-naksir,
kemudian rupanya dia memutuskan untuk terus-
terang. "Saudara benar-benar siap mendengar
jawaban saya? Cukup tabah?" Melihat Miki
mengangguk dengan bibir terkancing, dia
menyambung, "Saudara tahu, ini adalah penyakit
yang menahun. Pasien bisa hidup bertahun-tahun
lagi, tapi bisa juga cuma tinggal beberapa bulan
saja. Penyakit ini bisa berjalan cepat Tapi
rasanya itu tidak akan terjadi pada Saudara.
Melihat keadaan Saudara, saya kira penyakit ini
sudah berlangsung lama, tapi tidak diperhatikan,
sebab tidak menimbulkan keluhan-keluhan yang
tadi saya katakan."
Tapi aku terkadang merasa demam, sakit
pinggang, sakit perut, dan batuk-batuk, pikirnya
cemas. Dia teringat kembali ketika Nina

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


menemukan benjolan itu untuk pertama kali.
Sebesar butir jagung. Sakit, enggak, Mik? tanya
Nina waktu itu. Enggak, Nin, enggak sakit.
"Jadi setelah menghilang dengan penyinaran, dia
masih bisa kambuh lagi, Dok?"
Dokter menggangguk, mencari-cari dalam
tumpukan kertas lain menarik keluar sehelai
fotokopi. "Ini persentase remisinya" katanya
menunjukkan tabel dan grafik.
Miki memperhatikan angka-angka itu tapi tidak
bisa mengerti dengan benar, sebab pikirannya
melayang ke mana-mana. "Dok," katanya
mengangkat kepala dari kertas, "tolong jangan
beritahu istri saya!"
Namun secara diam-diam Nina juga mencari info.
Pada Radiolog yang menyinari Miki. Dokter
Saksono masih muda, akhir tiga puluh, wajahnya
bersih dan tenang, tubuhnya tegap tapi tidak
gendut. Persis seperti Miki dulu, pikirnya,
sebelum dia menjadi kurus begini. Dia tidak tahu
entah berapa kilo berat suaminya menurun. Miki
selalu menolak kalau disuruh naik di atas
timbangan. "Kalau kau mau aku jadi sapi tambun,
lebih baik kau coba-coba memasak lebih enak!"
serunya ketawa.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Dokter Saksono tak mau segera terus terang.
"Kalau Nyonya sudah mendengar semuanya, apa
Nyonya takkan jadi khawatir berlebihan? Kalau
Nyonya sampai depresi, itu tentunya tidak baik
dilihat sang pasien. Salah-salah nanti dia ikut-
ikutan jadi depresi, dan itu berbahaya."
"Percayalah, Dokter, saya akan tabah mendengar
apa pun yang akan Dokter katakan." ujarnya
mantap, walaupun jantungnya berdebar sangat
kencang seakan mau menerjang keluar dari
sangkarnya.
Dokter menatapnya sedetik, lalu mengangguk.
"Baiklah," katanya serius. Dia berdiri, pergi ke
tempat arsip, mencari-cari lalu balik ke meja
dengan sebuah map hijau. Dibalik-baliknya
sejenak seakan mau meyakinkan dirinya bahwa
dia tidak salah mengambil file. Kemudian
dilipatnya tangannya dan ditatapnya Nina yang
sejak tadi mengawasi gerak-geriknya tanpa
lengah.
"Nyonya, suami Anda menderita kanker kelenjar!"
Suara dokter amat tenang, tapi di telinga Nina
terasa bagaikan ledakan bom. Sejenak
dipejamkannya matanya. Nyeri di hatinya seakan
tak tertahankan. Tapi suara yang tenang itu

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


menyadarkannya. "Apakah akan saya lanjutkan
keterangan saya?" tanyanya lembut sekali.
Nina mengejap-ngejapkan matanya yang basah,
lalu memaksa diri untuk menatap kembali orang di
depannya. "Ya, ya, Dokter, tolong dijelaskan
semua," pintanya tergagap. "Maafkan saya,"
sambungnya menyusut mata dengan saputangan.
Dokter mengangguk dan menunduk. "Yah! Rupanya
suami Nyonya sudah agak lama menderita
penyakit ini tanpa diketahui. Mungkin dia tidak
merasakan apa-apa. Itu memang sering terjadi.
Ketika ditemukan secara kebetulan, tahu-tahu
sudah besar!"
"Ya, dulu memang masih kecil. Dokter, kalau tidak
salah, bukankah penyakit kanker itu ada
stadiumnya permulaan atau lanjut? Bagaimana
dengan suami saya?"
"Suami Nyonya masih dalam stadium dua,
menjurus ke stadium tiga."
Walaupun dia tidak mengerti apa-apa mengenai
penyakit ini, tapi dari nada suara dokter, Nina
menduga bahwa keadaan Miki cukup gawat. Dia
ingin minta penegasan, tapi bibirnya mendadak
jadi gemetar, tak bisa bersuara sedikit pun.
"Pada taraf sekarang, tak ada alasan untuk
menjadi putus asa, atau hilang semangat. Nyonya

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


selalu dapat membahagiakan suami Nyonya
selama hari-harinya yang tersisa. Entah setahun
lagi, atau tiga tahun atau lebih lama lagi. Bukan
berapa lamanya yang penting, tapi berapa
bahagianya dia. Kalau Nyonya ingin
membahagiakan suami, Nyonya tak boleh
bersedih. Penyakit apa pun selalu punya
kemungkinan untuk sembuh. Ini bukanlah urusan
matematik yang eksak. Bisa saja dia menghilang
dan baru kambuh lagi setelah sepuluh tahun. Yang
penting jangan sampai si sakit jadi depresi.
Nyonya harus kelihatan gembira."
"Ya... ya... saya... mengerti," sahut Nina
tersendat-sendat. Sukar sekali baginya menahan
keluarnya air mata. Mik, hari-harimu kini mulai
jadi angka-angka. Dihitung-hitung oleh para
dokter. Kenapa, Mik? Kenapa engkau? Kenapa dia,
Tuhan? Kenapa dia? Kenapa bukan saya? Kenapa
dia yang dihukum padahal saya yang berdosa?
Atau ini bukan hukuman? Oh, Tuhan, katakanlah
bahwa ini bukan hukuman. Katakanlah.
Katakanlah, Tuhan!
"Dokter, jangan beritahu suami saya. Jangan
biarkan dia tahu!"
Dokter Saksono mengangguk dengan penuh
pengertian.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Bab 27

MIKI dan Nina kini saling menyembunyikan


pikiran dan perasaan masing-masing. Keduanya
bersikap seakan tak ada apa-apa. Yang paling
sulit adalah menyembunyikan semuanya terhadap
buku harian mereka. Betapa tergodanya Nina
untuk menuangkan seluruh kepedihan dan
keputus-asaan di situ, tapi dikekangnya
keinginannya. Cintanya pada Miki mencegah
gerakan penanya. Tidak! Miki tak pernah boleh
tahu! Sebagai perisai untuk melindungi perasaan
Miki, ditulisnya berbaris-baris kalimat gembira
serta lucu-lucu.
Miki juga berbuat serupa. Dia selalu menuliskan
macam-macam rencana yang ingin dilakukannya
seakan dia pasti hidup seratus tahun lagi. Dia
ingin memancing di tengah laut bila sakitnya
sudah sembuh. Ke Himalaya, kalau tabungannya
sudah cukup. Ke Shangrila, di mana manusia tak
pernah menjadi tua. Tentu membawa Nina ke
sana sebelum keriputnya muncul, tulisnya. Ingin
menyaksikan matahari dua puluh empat jam di
Skandinavia. Dan masih banyak lagi keinginan lain.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Nina selalu meneteskan air mata bila membaca
semua itu. Lama-lama dia cuma mau membuka
buku mereka bila tak ada Miki di dekatnya. Kalau
dia sedang sendirian di kamar pada saat Miki di
kantor, barulah dia berani membaca tulisan-
tulisan Miki.
Kau pasti tidak menduga nasib apa yang akan
menimpamu, pikirnya pedih. Miki selalu penuh
gairah hidup. Ketika sudah menjadi ayah, dia
masih suka loncat-loncatan dan memanjat pohon
untuk memetik mangga. Dia senang sekali
bernyanyi dan bersiul, sehingga berdekatan
dengannya orang sulit menjadi murung. Dia
meremehkan semua kesusahan, yakin bila saatnya
tiba, semuanya akan beres kembali. Tidak, Miki
bukannya tidak serius, tapi dia adalah seorang
optimis tulen. Dia tidak mudah patah semangat
Seharusnya aku yang kena, pikir Nina. Lebih
gampang menderita sendiri daripada menyaksikan
orang yang kita cintai lambat-lambat diseret
pergi dari samping kita. Bila aku yang kena, pasti
Miki akan berhasil menghiburku sehingga
penderitaanku takkan terasa berat Tapi sekarang
Miki yang sakit. Siapa yang akan menghiburnya?
Dia menderita sendirian. Bahkan anak-anak tak
bisa diberitahunya. Kedua mertuanya masih di

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Eropa, orangtuanya sendiri jauh di Bandung. Dia
sendirian di sini dalam kesepian dan deritanya.
Pada suatu sore keduanya duduk-duduk di
beranda belakang. Anak-anak sedang tidak di
rumah. Miki membicarakan rencananya untuk
memperbaiki kebun belakang. Dia ingin membuat
kolam ikan dengan air mancur, dikelilingi taman
yang indah.
"Bunga-bunga apa ya yang akan kita tanam di
sana?" tanyanya seakan pada diri sendiri. Lalu
dijawabnya, "Ah, aku ingin sekali menanam palma
di situ. Juga di depan studio. Ya, di sana akan
manis sekali kalau diberi palma, ya, Nin."
Nina mengawasi profil Miki tanpa mendengarkan
apa yang dikatakannya. Dia mereka-reka sudah
berapa lama Miki sakit. Sudah berapa lama
benjolan itu pertama kali dirabanya? Tinggal
berapa hari lagi? Berapa bulan lagi?
Nina mengikuti liku-liku wajah suaminya dengan
matanya Dia teringat pesan Dokter Saksono.
Yang penting, membahagiakannya. Mik, aku cinta
padamu. Tapi tak lama lagi kita akan berpisah.
Untuk selamanya. Di dunia ini kita takkan ketemu
lagi. Oh! Dia menjadi kaget ketika merasakan
matanya mulai basah. Aku tak boleh bersedih!

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Nanti dia curiga! Dikejap-kejapkannya matanya
Diam-diam disekanya dengan punggung tangan.
Tiba-tiba Miki menoleh. Rupanya dia menanyakan
sesuatu dan merasa heran ketika tidak dijawab.
Miki menatapnya dan mata mereka beradu. Untuk
sekilas Nina merasa seolah-olah wajah Miki
memucat dan menunjukkan kesedihan. Tapi cuma
sekejap, dia sudah riang kembali, sehingga Nina
meragukan penglihatannya.
"Hei," seru Miki ketawa. "Kenapa kau menatapku
begitu? Apa belum kenal?"
Nina tersentak. Dikutuknya dirinya. Kalau aku
terus-terusan bersikap begini, pasti tak lama lagi
Miki akan curiga dan menuntut penjelasan. Kan
sudah tahu kau tak bisa bohong padanya! omelnya
pada diri sendiri. Tolol kau! Nanti kan Miki jadi
tahu!
"Kau menarik sekali, Mik," ujarnya ketawa. "Aku
enggak bosan-bosannya mengagumi wajahmu!"
"Gombal!" Miki nyengir.
"Aku enggak habis pikir kenapa kau bisa jatuh
cinta padaku!"
"Wanita seumurmu memang suka kehilangan
percaya diri!" tukas Miki serius.
"Habis aku heran sih. Kau dengan gampang bisa
mendapat gadis lain yang yahud. Misalnya,

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Magda!" "Ah, ah, ah!" Miki terbahak-bahak.
"Dokter gigi itu? Bisa-bisa aku dijadikannya
budak belian atau mantri tukang daftarin pasien!"
"Tapi dia kan cantik!" ajuk Nina. "Siapa bilang
enggak?"
"Nah, tuh! Kan sebenarnya kau tertarik padanya,
benar enggak?" Nina berlagak merajuk.
"Kunyuk! Siapa bilang aku ketarik? Bilang cantik
saja enggak boleh, payah! Cowok sih selalu menilai
wanita, Nin. Tapi itu kan enggak berarti dia
mencintai setiap perempuan atau
membandingkannya dengan istrinya!" 'Tapi kau
enggak pernah bilang aku cantik!"
"Masya Allah! Dulu waktu kita baru kawin,
barangkali sampai bosan kau mendengar aku
mengatakannya, bukan?" "Itu kan dulu!
Sekarang?"
Miki ketawa. "Sekarang... mungkin aku yang bosan
mengatakannya!"
Nina sudah mau marah, tapi dilihatnya mata
hitam yang berbinar jenaka. "Lagi-lagi kau
ngeledek!" "Masa bercanda enggak boleh? Oke,
oke, jangan ngambek dong. Sekarang dan
selamanya, Sayang, aku akan selalu melihatmu
secantik dewi!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Ah, itu bohong lagi!" Nina pura-pura mendongkol,
melepaskan diri dari pelukannya. "Anak-anak pun
tahu, dewi itu enggak ada. Andaikan ada pun, aku
pasti enggak secantik mereka! Kau bohong!"
Miki menghela napas kebingungan. Tapi diraihnya
kembali Nina dan tidak dibiarkannya lepas lagi.
"Wanita," katanya setengah tertawa, "apa
sebenarnya yang kalian inginkan? Dipuji, salah.
Enggak dipuji, salah juga!"
Nina tidak menjawab. Dia sudah amat senang
bahwa Miki berhasil dialihkan perhatiannya. Tapi
dalam hati dia berjanji, takkan pernah lagi
seceroboh tadi. Miki tidak boleh sampai tahu apa
penyakitnya.
"Mik, lusa Papa dan Mama akan tiba," katanya
sesaat kemudian, memutar arah pembicaraan.
"Ya," kata Miki, meletakkan kepala Nina pada
bahunya.
Mereka duduk diam-diam tanpa bergerak, dengan
pikiran masingmasing. Miki kembali menimbulkan
soal kebun, dan Nina menanggapi dengan serius.
"Kapan akan kaumulai?"
"Selekasnya," sahut Miki, lalu setelah berpikir
sejenak disambungnya, "kalau aku enggak repot
lagi dengan penyakit ini. Coba kauraba, bukankah
benjolan itu sudah mengecil?"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Nina meraba. "Ya, betul, Mik!" seru Nina dengan
gembira. "Benjolan itu memang mengecil. Tak
lama lagi pasti akan hilang sama sekali. Cuma
kulitmu jadi hitam mengerikan!"
"Ya, terbakar. Barangkali akan keriput dan jelek.
Tapi...," Miki mengangkat dagu Nina, menatap
matanya dalam jarak lima senti, "kau akan tetap
cinta padaku, bukan? Sedikit hangus enggak apa-
apa, kan?"
Miki terbahak-bahak. Pasti dia girang sebab
penyakitnya mulai sembuh, pikir Nina, ikut
tertawa.
"Mik, jangan beritahu Papa dan Mama mengenai
sakitmu," ujar Nina.
"Kenapa?"
"Buat apa. Toh engkau sudah hampir sembuh.
Membuat mereka khawatir enggak keruan saja
nantinya. Kita kasih tahu anak-anak supaya tutup
mulut."
"Ya, itu betul. Kau selamanya memang pantas jadi
setan yang cerdik!" puji Miki ketawa.
"Baru saja kausebut aku dewi, lima menit
kemudian aku sudah berubah jadi setan!" desis
Nina jengkel dan Miki mengecupnya semanis
mungkin. "Mama!" seru Andi tiba-tiba. "Papa!"
teriak Joni.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Miki menoleh dan menyeringai. Kedua anak itu
masuk dengan tangan penuh buku. Mereka baru
saja dari studigrup.
"Lain kali ketok pintu dulu sebelum masuk!"
bentak Nina.
"Mana pintunya, Mam?" tanya Joni ketawa,
dan Nina baru sadar bahwa dia ada di beranda
belakang.
"Ayo sana, lekas mandi!" perintahnya untuk
mengalihkan perhatian. "Sebentar lagi kita akan
makan!" "Oke!" seru Andi, dan ditambahnya
sambil berjalan, "Jon, kita mesti sopan dikit, ah.
Masa orang sedang pacaran diganggu?"
Nina berlagak tuli dan tidak menegur anaknya.
Sebab dia tahu, itu yang ditunggu oleh Andi,
supaya bisa menggodanya lebih lama. Seperti
ayahnya, Andi senang bercanda dengan ibunya.
Nina tersenyum dalam hati. Ah, terima kasih,
Tuhan, untuk Andi dan Joni yang Kauanugerahkan
bagi kami yang tidak pantas ini.
Mereka masih duduk-duduk beberapa menit lagi,
kemudian Nina bangkit. "Rasanya aku lebih baik
ke dapur sekarang melihat apa makanan sudah
siap."
***

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Ketika orangtua Miki pulang, pukul dua belas hari
itu sudah beres. Bulatan hitam di leher ditutupi
oleh leher kemeja supaya tidak kelihatan. Sesuai
dengan usul Nina, kedua orangtua itu tidak
diberitahu sedikit pun tentang keadaan Miki.
Paling tidak, untuk sementara waktu, kata Nina.
Ayah dan ibunya juga tidak curiga kecuali
berkomentar bahwa anak mereka kelihatan kurus,
mungkin terlalu capek selama menjadi pengganti
ayahnya.
Tak terasa, empat bulan sudah berlalu sejak Miki
terakhir kali disinar. Benjolan di lehernya sudah
lenyap, tapi kulitnya menjadi rusak. Hitam,
keriput, dan mengerikan. Tapi kecuali itu, dia
tampak sehat. Miki sendiri bilang, dia betul-betul
merasa segar. Tawa dan selorohnya memenuhi
rumah setiap kali dia hadir. Semangatnya pulih
lagi. Anak-anak dilukisnya. Begitu juga Nina. Dan
setiap waktu luang dipergunakannya untuk
mengajar Andi melukis. Anak itu benar-benar
mewarisi bakat ayahnya.
Pada uatu malam seisi rumah tengah berada di
ruang keluarga Kedua anak itu asyik mengerjakan
Stereo. Ibu merajut. Ayah membaca koran. Nina
dan Miki membaca bersama sebuah majalah asing.
Mendadak Miki berhenti pada sebuah halaman

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


yang penuh dengan gambar-gambar masakan yang
kelihatannya luar biasa menarik.
"Eh, kelihatannya masakan ini enak banget, Nin,"
katanya menunjuk beberapa potong daging di
atas sebuah piring dikelilingi makaroni, sayur-
sayuran hijau, serta disiram kuah kecoklatan.
Nina mencari nomor gambar itu lalu
mencocokkannya dengan resepnya.
"Gimana kalau kaubuatkan aku makanan ini, Nin?!"
"Ah, sinting! Mana aku bisa. Namanya saja aku
tak tahu!"
"Itu kan ada resepnya!"
"Mana bisa aku membaca resep bahasa Inggris!"
"Alaa, pinjamlah kamus anak-anak!" kata Miki
ngotot.
Nina tidak mengiyakan, tapi esoknya dicarinya
kamus anak-anaknya. Sambil memasak
diterjemahkannya resep itu. Banyak bahan-bahan
yang tidak dikenalnya. Mau nangis rasanya dia
karena putus asa. Pasti Miki akan kecewa sekali
kalau makanan itu tak berhasil dibuatnya, padahal
Dokter Saksono sudah bilang... ah, tentu saja dia
ingin sekali membahagiakannya. Ingin sekali. Tapi
bila dia tidak tahu nama-nama sayuran Inggris,
apa boleh buat. Nina sudah mau menutup majalah

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


itu ketika ibu mertuanya masuk mengadakan
inspeksi.
"Apa itu, Nin?"
"Ini, Ma, Miki mendadak kepingin makan masakan
seperti dalam gambar ini. Tapi saya enggak tahu
apa bahanbahannya dan bagaimana membuatnya."
Ibu mertuanya meneliti sebentar gambar dan
resepnya, lalu berpikir-pikir dan akhirnya
tersenyum. "Ini kan cuma bistik, Nin. Bikin saja
seperti yang biasa kaubuat. Yang penting, tirulah
cara menghiasnya semirip mungkin. Tambahkan
makaroni."
Nina menuruti nasihat itu. Hasilnya memuaskan.
Miki amat gembira melihatnya dan melahap
hidangan itu sampai habis, padahal sebenarnya
itu cuma bistik, seperti yang biasa dibuat oleh
Nina.
Ketika Miki membaca dalam buku mereka bahwa
dia kena tipu, dia meraung seperti macan luka.
Tapi dia tertawa lebih keras lagi dan memeluk
Nina demikian kerasnya, sehingga Nina merasa
tulang-tulangnya pasti akan remuk.
'Dia betul-betul cerdik seperti setan!' tulis Miki.
Dengan tinta merah, Nina menambahi komentar,
'Maksudnya, ibunya. Sebab resep itu diubah oleh

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


ibunya!' Miki kembali meraung membacanya,
sedangkan Nina bertepuk tangan dengan gembira.
***
Tiga bulan lagi telah berlalu. Natal dan Tahun
Baru sudah tiba. Miki sudah betul-betul sehat
lagi. Nina yang masih waswas mengusulkan agar
dia kontrol ke dokter. Sambil ketawa lebar Miki
menolak, bahkan mencemoohkannya. Karena tidak
ingin menimbulkan curiga, Nina tidak memaksa.
Dia tahu, penyakit suaminya tengah 'menghilang
untuk sementara', tapi kelak akan muncul
kembali. Kapan?
Kebun yang direncanakan Miki belum juga
terlaksana, sebab ayahnya ingin merombak rumah
tua itu seluruhnya dan membangun yang modern,
lengkap dengan kebun ala Miki.
"Kau boleh menghiasnya sesuka hatimu, Mik. Kau
boleh melukisi semua dinding dan langit-langitnya
kalau mau, sebab itu akan menjadi rumahmu."
Nina melirik Miki. Yang dilirik mengembalikan
tatapannya sambil ketawa geli. Tanpa segan-
segan dipeluknya Nina di depan seisi rumah dan
mengguncang-guncangnya pergi datang.
"Kaudengar, Nin? Setelah menunggu puluhan
tahun, akhirnya kita akan punya rumah sendiri.
Rumah kita, Nin. Kita kan belum ketuaan untuk

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


memiliki sebuah rumah pribadi, bukan? Ah, tidak
senangkah hatimu, Nin?"
"Oho, tak ada yang lebih menyenangkan daripada
punya rumah sendiri! Kita boleh mengatur kamar-
kamarnya sesuka hati, Pa?"
Tentu saja!" angguk ayah mertuanya, sementara
ibu Miki tersenyum gembira melihat kebahagiaan
mereka. "Apa kita enggak terlalu tua...?" Miki
mendadak jadi ragu.
"Tentu saja enggak, kunyuk!" tukas Nina sengit
"Engkau kan belum beruban, kenapa ribut-ribut
soal tua segala! Apalagi kalau kau tahu berapa
ubanku! Kemarin saja ada..."
"Tapi kau kan memang sudah tua!" seru Miki
terbahak membuat semua orang ikut tertawa
geli.
"Mana mungkin.,,, bantah ibu mertua membelanya.
"Kalian kan seumur! Kalau kau sendiri belum tua -
menurut Nina-, berarti Nina sendiri juga belum
tua dong!"
"Ah, Mama seperti bukan wanita saja! Masa
enggak tahu sih, laki-laki biasanya awet muda?
Karena itu orang selalu memilih istri yang jauh
lebih muda, supaya enggak cepat tua!"
"Hiii!" seru Andi bertepuk tangan, membuat Nina
melotot.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Andi!!!" hardik Miki. "Jangan ikut-ikutan kalau
orang dewasa sedang ngomong!"
Diam-diam Nina mencubiti Miki dan berbisik ke
kupingnya, "Awas ya nanti malam!" Miki nyaris
ketawa geli mendengarnya.
Malamnya Nina masuk ke kamar siang-siang
sebab capek. Miki masih asyik melawan Joni di
meja catur. Nina mengeluarkan buku harian
mereka dari dalam lemari. Dia duduk di depan
meja rias, lalu melembari halaman buku itu. Pena
sudah tergenggam di tangan, tapi lama sekali tak
sehuruf pun yang mampu ditulisnya. Dia duduk
termangu dengan sebelah tangan menopang
kepala. Tak ada yang bisa ditulisnya. Semua yang
ingin dicurahkan hati, tak mungkin, dan tak boleh
dibaca oleh Miki. Menulis soal lain, dia tak bisa.
Pikiran serta perasaannya melulu dipenuhi oleh
rahasia yang ditimbunnya sendirian dalam lubuk
hati. Orang serumah tak boleh tahu. Pernah
dipikirnya untuk menceritakan semua itu dalam
surat pada ibunya. Tapi setelah dipikir-pikir,
dibatalkannya. Dia tak ingin menyusahkan Ibu.
Kata dokter dulu, ibunya tak boleh dilanda rasa
khawatir, gelisah, atau stres lainnya. Penderita
tekanan darah tinggi harus hidup setenang
mungkin.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Lalu apa yang akan kutulis? Miki kelihatan begitu
sehat dan gembira, sehingga orang pasti takkan
menyangka bahwa tubuhnya menyimpan bom
waktu. Bahwa dia sudah di ambang kematian.
Setetes air mata tahu-tahu sudah jatuh ke atas
kertas, membuat lekuk kecil yang pasti akan
meninggalkan bercak keriput Miki pasti akan tahu
bercak apa itu. Dan dia pasti akan mau tahu
kenapa dia sampai menangis. Nina melepaskan
halaman itu sambil menahan isak. Miki tak boleh
melihat matanya bengkak atau bedaknya luntur.
Miki harus selalu mendapati dirinya gembira.
Nina menyusut mata dan membersit hidung
dengan kertas tisu. Dilemparnya kertas yang
sudah jadi bola itu ke dalam keranjang sampah
dekat meja. Lalu dia bangkit dan mengembalikan
bukunya ke lemari. Malam ini dia tak bisa
mengisinya. Dimatikannya lampu, lalu berbaring.
Dalam gelap, kesedihannya balik lagi, membuat
matanya membasah. Dia mencoba memikirkan
sesuatu yang riang-riang, namun tak dapat
Bayangan Miki dalam sebuah... ah, stop!
Dihardiknya dirinya. Dipaksanya membuang
pikiran itu jauh-jauh. Kau harus selalu kelihatan
gembira! Supaya dia tidak curiga. Pergunakanlah

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


sebaik-baiknya waktumu bersamanya. Jangan
berharap terlalu banyak.
Ya, dia akan selalu manis setiap saat bersamanya,
Tapi ternyata itu tidak mudah.
Sambil bersiul-siul Miki membuka pintu kamar.
"Astaga! Main gelap-gelapan, nih?" serunya geli.
"Seperti berbulan madu saja!"
Nina merasa pipinya menjadi panas. Miki sudah
apal betul kamarnya. Dia dapat berjalan leluasa
tanpa lampu. Tapi itu tidak dilakukannya. Dia
malah menyalakan lampu! Segera terlihat olehnya
wajah istrinya yang kemalu-maluan karena
komentarnya barusan. Nina kaget dan menjadi
jengkel. Miki selalu menangkapnya dalam keadaan
yang tidak nyaman. Dan dia seakan tahu semua isi
pikirannya! Ini yang dikhawatirkannya!
"Hei, kekasihku!" Miki tersenyum penuh pesona,
berjalan ke tempat tidur.
Nina mencoba mengelak, tapi Miki berhasil
memenjarakannya di antara kedua lengannya yang
ditapakkannya di samping tubuh Nina.
"Kalau kau enggak segera mengangkat tanganmu,"
ancam Nina, "aku akan keluar dan tidur di kamar
anak-anak. Biar Joni tidur di sini!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Oho, bukan main! Taktik apaan, tuh? Asyiiik!"
Miki ketawa haha hihi. Nina mengulangi
ancamannya.
"Coba saja! Aku mau lihat!" Miki mengangkat
kedua tangannya, lalu berdiri di samping tempat
tidur menatap Nina. "Belum dua langkah kau pasti
sudah berbalik dan kembali ke pelukanku!"
"Oh, ya?w Nina jadi panas ditantang begitu. Dia
bangun, lalu dengan kaki telanjang melangkah ke
pintu yang menembus ke kamar sebelah. Ketika
tangannya hampir mencapai gerendel, Miki
menyentuhnya.
"Jangan, Nina," cegahnya, tersenyum lembut.
"Kita ini teman baik, bukan? Dan selamanya akan
begitu, kan? Masa kau mau mencari perlindungan
pada bocah-bocah cilik? Bukankah kau biasanya
berlindung padaku? Aku minta maaf, Nin, untuk
obrolan tadi sore."
"Tak ada yang perlu dimaafkan," bisik Nina
dengan merdu.
"Lalu kenapa kau mengancam tadi, Awas nanti
malam!'?" tanya Miki melingkarkan kedua lengan
ke sekeliling tubuh istrinya.
"Karena aku suka mengatakannya!" sahut Nina
ketawa cerah.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Apa? Betul-betul setan! Jadi kau cuma
bercanda? Padahal kau sudah tahu aku enggak
tenang kalau diancam-ancam begitu! Ayo, minta
maaf, enggak?" seru Miki dan nyaris meremuk
Nina dalam pelukannya.

Bab 28

NINA mulai menduga-duga apakah pendapat


dokter semuanya benar? Apa tidak salah
diagnosa? Ataukah Miki termasuk penderita yang
berumur panjang? Miki sama sekali tidak
kelihatan sakit. Kecuali tubuhnya yang jelas
mengurus. Bila Nina membelainya, yang teraba
cuma tulang melulu. Kalau dia mengeluh, kurus
amat sih kau! Maka suaminya menyarankan agar
dia masak yang enak-enak atau pergi les masak
dulu.
Nina terkadang berharap bahwa masa-masa yang
baru saja lalu itu hanya mimpi buruk belaka
Bahwa dia kini sudah terjaga dan mendapati Miki
sehat-sehat saja, tak kenapa-kenapa. Dia
berharap semua dokter itu salah. Tak apalah
kekhawatiran yang telah mereka timbulkan.
Dengan senang hati akan dimaafkannya mereka.
Asal saja Miki salah didiagnosa.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Miki bahkan mengajak seluruh keluarganya ke
Bandung menengok keluarga Nina. Dia sama sekali
tidak tampak lelah dan tidak mengeluh. Ibu Nina
yang penuh perhatian pun tidak melihat adanya
kelainan pada diri Miki. Dia cuma mengatakan
bahwa Miki terlalu kurus. Dan sambil tertawa,
Miki menyalahkan ibu mertuanya sebab tidak
mengajari anaknya masak. "Apa kau bisa masak,
Risa?" tanyanya pada Marisa yang amat
disayanginya seakan adiknya sendiri. Meskipun
mereka tidak sering berkunjung, Miki kerap kali
mengirimkan apa-apa untuk Marisa. Gadis itu kini
sudah menikah dan mempunyai tiga anak
perempuan yang manis-manis. Dia tetap tinggal
bersama ibu dan ayahnya untuk mengurus
mereka, sebab Ibu pernah mendapat serangan
lagi dan kini kedua lengannya lumpuh tanpa daya.
Kris juga sudah berkeluarga dan tinggal di
Balikpapan sebagai insinyur pertambangan.
Mereka belum pernah berjumpa lagi sejak dia
pergi beberapa tahun yang lalu.
Miki tentu saja segan ke dokter lagi. Buat apa,
katanya. Dia kan sudah sehat lagi. Selain
perasaan lemas dan terkadang agak sesak napas,
dia tak punya keluhan yang berarti. Sudah tentu
semua itu tidak dikatakannya pada Nina. Untuk

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


apa. Cuma akan merusuhkan hatinya saja. Dia
cuma kesal melihat badannya yang semakin hari
makin kerempeng. Dia dulu bertubuh atletis, tapi
sekarang sudah mirip tiang listrik berjalan.
Terkadang sambil berkelakar Nina mengeluh
kenapa dia sampai kawin dengan tiang listrik.
"Tapi tiang listrik ini tinggi voltasenya, Nyonya!
Dan nyalanya bukan main terangnya!" sahut Miki
melirik garang. "Nyonya kan sudah
membuktikannya sendiri, bukan?"
Anak-anak ketawa geli meskipun tidak mengerti.
Cuma si nyonya yang menjadi merah mukanya.
Pada Minggu pagi itu Miki mengumumkan bahwa
dia akan membersihkan gudang. Diminta bantuan
sukarela. Namanya sukarela, tapi dia menggamit
Nina dan membujuknya supaya ikut ke gudang.
"Aku janji deh, enggak bakal memperkosamu!"
"Tutup mulutmu, Mik!" bisik Nina dengan muka
merah. "Tempo-tempo kupikir, aku kawin sama
orang sinting!" "Kalau bukan orang sinting, mana
mau denganmu!" sambut Miki dengan galak.
"Ikutlah ke gudang. Nanti akan kutunjukkan
padamu sesuatu."
Nina yang selalu ingin tahu apa-apa, merasa
tergugah. "Tapi aku mesti masak," kilahnya.
"Alaa, masak apa sih? Mama kan ada di situ. Kita

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


goreng telur saja nanti, beres!" "Pergilah," kata
ibu Miki, "siapa tahu kau menemukan gelang emas
di gudang!"
Anak-anak sedang berenang. Ayah juga tidak di
rumah. Mereka cuma berdua di gudang. Nina
tidak memerlukan waktu lama untuk merasa
tertipu. Yang dapat ditunjukkan oleh Miki cuma
debu melulu serta koper-koper tua. "Entah sudah
berapa tahun enggak pernah dibersihkan!" tukas
Nina di antara bersinnya.
"Barangkali sudah dua puluh tahun lebih. Paling
tidak, sejak kita kawin, kamar ini tak pernah
dimasuki orang."
Miki rupanya tahan debu dan antusias sekali
dengan tugas yang dicarinya sendiri. "Karena
rumah akan dibongkar, maka gudang harus
dibersihkan dulu. Siapa tahu ada isinya yang
masih bisa diberikan pada orang lain."
Mereka bekerja tanpa banyak bicara, sebab
ruangan berkabut oleh debu. Tidak enak rasanya
bila setiap kali membuka mulut debu-debu
berhamburan terisap ke tenggorokan.
Mau tidak mau, rasa ingin tahu membuat Nina
akhirnya tertarik juga dengan kerjaan itu. Dia
menjadi sama giatnya dengan Miki membongkar-
bongkar koper-koper. Ada yang berisi buku-buku

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


pelajaran Miki dulu. Ada yang berisi tetek
bengek milik ayah Miki. Ada yang milik ibunya.
Semuanya dipilih dan mana-mana yang masih
terpakai disingkirkan. Yang sudah rongsokan
dilempar ke keranjang sampah, Yang masih bisa
dipakai akan dibawa oleh ibu Miki ke rumah-
rumah piatu. Ada mainan yang masih bagus atau
cuma rusak sedikit. Boneka Ita kehilangan
sebelah matanya, tapi dengan setetes cat biru
bisa dipulihkan lagi. Ada sepatu tenis yang sudah
menguning tapi masih kuat Ada bola kasti dan
pemukulnya.
Astaga, Nina membatin. Tak mungkin orang
menyimpan barang-barang tua begini banyak!
Suatu kali dia membuka koper dan mengeluarkan
sehelai gaun. Hatinya berdetak keras. Dia
teringat pakaian yang biasa dikenakan Ita ke
sekolah. Dibukanya lipatan gaun itu dan tanpa
sadar dielus-elusnya. Semuanya terbayang
kembali di depan mata. Jauh di masa silam.
Ketika dia sebagai anak asrama, waktu diadakan
pemutaran film, untuk pertama kali diperkenalkan
pada Miki oleh Ita. Dan semua anak
menyebutnya... calon Mere! Ah, Ita yang suaranya
keras dalam kelas, tapi hatinya lembut Ita yang
selalu dikerumuni anak-anak yang kepingin dilukis

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


oleh abangnya. Terutama Loli dan Ani yang ingin
betul memamerkan lukisan diri mereka pada
pacar masing-masing. Mereka kini sudah di
Amerika. Apakah keduanya benar-benar dilukis
oleh Miki?
"Mik, apa... haaaciiih... haaaciiih... apa... kau...
haaaciiih... dulu... haaaciiih... jadi melukis...
haaaciiih... Ani dan... haaaciiih... Loli?"
Miki menoleh dan melihat gaun yang dipegang
Nina. Sejenak air mukanya menjadi guram dan dia
tidak segera menjawab. Termangu-mangu
ditatapnya gaun yang sudah mulai pudar itu.
"Ini baju Ita," ujar Nina setengah berbisik
seakan takut mengejutkannya. "Ya, aku tahu."
"Kau masih ingat Loli dan Ani?"
"Ya. Aku melukis mereka. Sendiri-sendiri.
Kenapa?"
"Ah, enggak apa-apa. Aku cuma ingin tahu. Di
kelas dulu, anak-anak selalu merayu padamu minta
dilukis olehmu. Engkau populer sekali, tahu!" Nina
meliriknya, tersenyum.
"Dan kaukira, kau sendiri enggak? Semua anak di
kelasku selalu bilang, 'Di Ursula ada anak yang
mau jadi Mere, anaknya cakep, deb!' Dan aku
bilang, 'Hei, itu teman baik adikku!' Betapa
inginnya aku mengatakan, 'Hei, itu pacarku! Kalian

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


ngaco!'" Miki terbahak-bahak. Debu-debu
tersedot masuk. Dia terbatuk-batuk.
Setengah harian mereka bekerja di situ. Keluar-
keluar ketika Anis datang dikirim oleh Nyonya
Besar, menyuruh mereka makan.
Ibu Miki amat senang melihat setumpuk pakaian
bekas yang menjadi bagiannya. Baju-baju Ita
berada di antaranya. "Akan kukecilkan untuk
anak-anak," katanya tersenyum meraba gaun
almarhumah putrinya. "Huh! Capek juga kiranya!"
keluh Miki, menjatuhkan diri ke dalam kursi,
menyeka debu dan keringat dengan handuk kecil.
Seluruhnya ada delapan koper besar. Yang masih
bisa terpakai berjumlah tiga koper. Sisanya akan
diangkut oleh truk sampah.
Mungkin karena kemasukan debu terlalu banyak,
malamnya Miki batuk-batuk. Kerongkongannya
kering dan sakit, katanya. Nina meraba dahinya.
Cuma hangat sedikit. Ibunya menyeduhkan air
jahe dengan bawang merah dan Miki terpaksa
meneguknya (dengan dahi berkerut) untuk
menyenangkan hati Nina yang tampak gelisah, tak
bisa tidur mendengar suara batuknya.
Esoknya Miki sudah merasa baik kembali dan
masuk kantor seperti biasa. Sebenarnya ayahnya
ingin mengirim dia ke Medan untuk membicarakan

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


kemungkinan membuka stasiun teleyisi swasta,
tapi seorang anggota komite mendadak diserang
typhus. Jadi mereka menangguhkan rencana itu
untuk sementara.
Malamnya Miki merasa agak panas dingin dan
membaca koran dalam kamar. Nina menemani
sambil memperbaiki baju anak-anak yang robek
atau lepas kancingnya. Suasana hening itu tiba-
tiba dipecahkan oleh ketukan pada pintu.
"Tidak dikunci," kata Nina dan pintu dibuka.
Joni serta Andi muncul dengan rapor di tangan
masingmasing. Dengan muka berseri-seri
keduanya menghampiri sang ayah yang telah
menurunkan koran dan tengah memperhatikan
mereka dengan serius. Pandangannya segera
jatuh pada kedua buku rapor.
"Rapor lagi?" tanyanya. "Kok sering amat kalian
mendapat rapor?"
"Ah, masa, Pa. Kan ini kwartalan, masa Papa lupa?"
tukas Joni.
Miki meneliti kedua rapor itu seakan itu laporan
tahunan dari perusahaan. Setelah memberi
banyak komentar, diberikannya rapo-rrapor itu
pada Nina. Kemudian "Joni menyorongkan sebuah
pena dan Miki membubuhkan tanda tangan.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Pa," didengarnya suara Andi, "gimana dengan
janji Papa tempo hari?" "Janji apa sih?"
Andi tidak segera menjawab. Dia menoleh pada
Joni. Keduanya saling pandang. Nina melihat itu
dan mendadak saja ketakutan merayapi hatinya,
lalu menyebar ke seluruh tubuh. Dia nyaris
menggigil. Dia tahu apa yang akan dikatakan Andi.
Diliriknya Miki, tapi suaminya tengah mengawasi
kedua anak mereka dengan air muka tenang. Tak
mungkin kau bisa lupa! pikirnya. Tak mungkin kau
lupa, Mik!
Beberapa detik lewat. Andi dan Joni kelihatan
makin gelisah, sebentarsebentar bergeser di
atas kaki mereka. Tangan-tangan mereka
sebentar mengepal, sebentar terbuka, Akhirnya
Joni membuka mulut
"Pa, kami ingin tahu apa keputusan Papa mengenai
permintaan kami yang dulu?"
"Permintaan apa sih?" Nina yakin, Miki cuma
berlagak lupa. Sebab dia tahu, ingatan suaminya
seperti gajah. "Ah, Papa berlagak lupa!" keluh
Andi. "Kami ingin jadi pastor, Pa!" sahut Joni.
Nina melihat wajah Miki berubah pucat, tapi
anak-anak seakan tidak melihatnya. Mereka terus
menagih. "Papa kan bilang, kami harus tunggu
sampai lulus SMA, baru boleh," tuntut Andi.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Papa enggak bilang 'boleh. Papa bilang, kalau
kalian masih belum melupakan cita-cita itu,
setelah tamat SMA... tapi, apa kalian masih tetap
ingin...?"
"Ya, Pa. Masih!" sahut keduanya serempak.
"Masa berdua?" Miki coba menawar. "Kan cukup
salah satu saja, bukan? Nah, siapa?"
Tak ada jawaban. Miki menatap keduanya
bergantian. Andi dan Joni saling tatap, lalu
keduanya menekuri lantai, membisu. Tiba-tiba
Miki menyadari bahwa Nina tengah
memperhatikannya. Sesuatu pada mata Nina
membuatnya mengelakkan pandangan. Dia
menoleh lagi pada anak-anaknya.
"Enggak ada yang mau menjawab?"
"Pa, kami berdua ingin jadi pastor. Berdua, Pa!"
tukas Joni hampir berbisik.
"Siapa yang ikut-ikutan?" tegur Miki cukup keras,
membuat Nina bangkit menghampirinya dan
memeluk serta membelai lehernya dari belakang.
Anak-anak kelihatan sedikit kaget dibentak
begitu, dan Miki yang segera menjadi tenang
dengan belaian Nina, menyesali kenapa dirinya
harus marah-marah.
"Enggak ada yang ikut-ikutan, Pa," kata Andi
tegas. "Kami masing-masing memang ingin masuk

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


seminari. Suatu ketika secara kebetulan saya
mengatakan pada Joni cita-cita saya. Ternyata
dia juga mempunyai niat yang sama."
Nina tahu, sukar bagi Miki menerima kenyataan
itu. Sejak mereka masih kecil, Miki selalu
bermimpi akan melihat anak-anak menjadi
insinyur atau dokter, menikah dengan perempuan
sebaik ibu mereka, dan mempunyai anak-anak
yang akan menjadi cucunya.
Miki menatap Joni dan Andi bergantian. Asal
cuma seorang yang Kauminta, Tuhan, keluh Nina.
Kenapa Kauminta keduanya?
"Jawablah mereka, Sayang," bisik Nina membelai-
belai leher Miki.
"Baiklah," sahut Miki akhirnya menghela napas.
"Papa akan merundingkannya dengan Mama.
Tunggulah beberapa hari lagi. Menjadi pastor
bukanlah tugas gampang. Kalian mesti betul-betul
yakin dan serius, itu yang kalian inginkan.
Mengerti?"
***
Lima hari sudah lewat. Nina melihat Miki masih
bingung terus memikirkan permintaan anak-
anaknya. Nina membuka buku harian mereka pada
halaman ketika Joni dan Andi masuk sekolah
untuk pertama kali. Miki menulis di situ bahwa dia

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


akan membiarkan anak-anaknya memilih jalan
hidup mereka sendiri. Dia takkan memaksakan
kehendaknya seperti yang dilakukan ayahnya
terhadap dirinya.
"Mik, bacalah ini," bujuk Nina dengan lembut,
menghampiri Miki yang sedang berbaring di
ranjang dengan mata menatap langitlangit
Miki tidak mau menyambutinya. Nina terpaksa
memegangi buku itu sementara suaminya
membaca kembali tulisannya. "Ow!" keluhnya,
memejamkan mata.
"Tepatilah janjimu pada mereka, dan terutama
pada dirimu sendiri," bisik Nina membelai pipinya.
Miki menangkap tangan halus itu dan
menggenggamnya. Ditatapnya Nina dengan penuh
cinta. "Apa akan kita kabulkan permintaan
mereka?" tanyanya pelan.
"Apa kau menghendaki pendapatku?"
"Ya,"
"Menurutku, sebaiknya kita kabulkan. Mereka
memang serius, Mik."
Miki diam saja, asyik menatap langit-langit
"Bolehkah aku merokok?" tanyanya tiba-tiba. Dia
tak pernah merokok dalam kamar, sebab Nina
melarang. Tapi sekarang Nina mengangguk, malah

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


mengambilkan rokok itu dari kantong kemeja Miki
dan menyalakan korek untuknya.
"Terima kasih," gumam Miki
Nina memperhatikannya. Tiba-tiba dia merasa
terkejut. Miki kelihatan begitu kurus. Rasanya
belum pernah dilihatnya suaminya sekurus itu,
kerempeng, dan tampak tua. Bukan lagi pria yang
segar dan tegap. Tapi lakilaki yang pucat dan
lelah.
Nina merapikan rambut yang terjurai di dahi
suaminya dan pelan-pelan direbahkannya
kepalanya di atas dadanya.
"Aku tahu ini berat sekali bagimu, Mik. Bagiku
juga. Lebih-lebih aku. Aku mengandung dan
melahirkan mereka dengan penuh penderitaan.
Memelihara dan merawat mereka dengan
menyimpan banyak harapan. Ternyata sekarang
semua itu akan musnah tanpa bekas. Belum lagi
puas kita mengelus dan menciumi mereka,
tahutahu mereka bilang, mereka harus pergi.
Janganlah kita hancurkan hati mereka, Mik.
Jangan kita rusakkan masa depan mereka. Dan
terutama... jangan kita me...me...nentangNya." Air
mata Nina menetes deras. Miki tiba-tiba
merasakan dadanya basah dan hangat oleh air
mata. Dipeluknya Nina dengan membisu. Rokoknya

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


dibiarkannya jatuh ke lantai, menjadi abu di situ.
Dilanda kenangan, tanpa sadar jari-jarinya sudah
membelai-belai rambut Nina yang hitam berkilat.
"Aku sakit perut lagi!" keluhnya setelah mereka
berdiam diri beberapa lama. Nina mengangkat
kepala dari dada suaminya dan memandangnya.
Miki tengah meringis.
"Di mana sakitnya, Mik?"
"Tahu, deh. Sebentar di sini, sebentar di sana."
Miki menggigit bibir keras-keras. Nina mengambil
minyak angin dan mengolesi perut Miki. Yang
kesakitan tidak merasa baikan, tapi untuk
melenyapkan kekhawatiran istri, dikatakannya
saja sudah baikan.
"Tidurlah," kata Nina, sedikit lega mendengar
sakit itu sudah lenyap. "Kalau besok sakit lagi,
kita harus ke dokter."
"Bah! Buat apa! Cuma sakit perut biasa, kok!"
Nina tidak mau berdebat, jadi tanpa komentar
diselimutinya Miki. Baru saja dia mau merebahkan
diri di sampingnya, Miki sudah mengeluh lagi.
"Ow!" "Sakit lagi?" tanya Nina melihatnya
meringis. "Ya. Pasti aku salah makan di kantor.
Barangkali gado-gado itu!" "Aku punya obat sakit
perut. Kauminum, ya?"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Obat sakit perut tiap bulan?" Miki sempat
ketawa ketika nyerinya menghilang. "Enggak mau,
ah. Aku bukan perempuan, kok."
"Siapa bilang ini untuk perempuan?" tukas Nina
menunjukkan sebuah botol kecil yang diambilnya
dari lemari. "Ini obat sakit perut biasa! Anak-
anak juga pernah aku beri."
"Tapi aku enggak mau, enggak usah. Sakitnya
sudah hilang."
"Untunglah. Beberapa hari lagi kita akan
merayakan pesta tembaga. Kau mesti sehat!"
"Pesta apa?" "Pesta tembaga!" "Pesta apa itu?"
Nina mendelik. "Jangan bilang bahwa kau sudah
lupa tanggal pernikahan kita!"
"Oho itu!" Miki tertawa geli. "Mana aku bisa
lupa?! Pada halaman pertama buku kita, aku kan
menulis, 'Malam ini buat pertama kalinya aku akan
ber..."
"Cukup!" seru Nina dengan wajah merah. "Aku
sudah hafal kalimat itu! Enggak perlu kauulangi!"
"Hei! Jadi kauhafalkan kalimat itu?! Bukan main!
Barangkali kau juga sudah ngitung berapa kali aku
menulis 'aku cinta padamu' di situ?" Miki
tergelak-gelak, sementara Nina memandangnya
dengan lebih galak. "Jadi kita akan kawin
tembaga? Ho... ho... ho... rasanya aku baru dengar

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


bahwa dua puluh tahun itu kawin tembaga. Lima
tahun lagi, perak. Lima puluh tahun, emas. Enam
puluh... apa?"
"Intan."
"Wow! Intan! Kalau seratus?"
"Yang keseratus akan kita rayakan bersama di
surga!" "Ya, kalau kau masuk surga! Kalau
enggak?"
"Aku sih jelas masuk, Mik!" kata Nina menjangkau
bolpen mau mengisi buku mereka. 'Tapi aku
memang khawatir mengenai dirimu. Kira-kira
masuk, enggak, ya?"
"Sudah begini kerempeng, masa sih Tuhan enggak
kasihan padaku?! Kalau enggak boleh juga, ya aku
maksa dong! Badanku sudah setipis papan
begini,aku pasti bisa masuk celah-celah kecil.
Bangunan setua surga pasti banyak celahnya!"
Miki terbahak-bahak begitu gembira, sehingga
mau tak mau Nina terpaksa ketawa juga.
"Mik, kau mau hadiah apa?"
"Wah, aku duluan dong yang tanya. Istriku yang
manis, kau mau kado apa?" "Tahu, deh. Rasanya
aku sudah punya semua, enggak ingin apa-apa
lagi."
"Itu egois namanya. Enggak memberi kesempatan
pada orang lain untuk memberi. Aku juga kepingin

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


disebut murah hati dong, bukan kau saja yang
boleh memberi. Masa aku disuruh terima melulu.
Ayo bilang deh, kau ingin apa!"
"Kau boleh beri aku apa saja, Mik, asal tulus dari
hatimu. Kau sendiri mau apa?" "Kau boleh beri
aku apa saja, Nin, asal tulus dari hatimu!"
Nina mendongkol betul diolok-olok begitu. Dia
bergerak mau mencubit Miki, tapi tangannya
malah ditangkap dan diremuk keras-keras sampai
dia nyaris menjerit kesakitan.
***
Beberapa hari lagi pesta tembaga mereka akan
tiba. Masing-masing tetap tak mau bilang hadiah
apa yang mereka inginkan. Miki cuma mengatakan
bahwa dia tidak mau kue-kue, sebab perutnya
masih morat-marit Tapi Nina berpendapat, kue
ulang tahun harus tetap ada, walau enggak
dimakan.
"Kau harus ke dokter memeriksakan
pencernaanmu!" perintah Nina tegas.
"Ya, Bu," sahut Miki dengan lagak menurut.
'Tapi kau jangan ikut!" Sebenarnya dia tak ingin
istrinya tahu rahasianya.
Miki pergi sendirian. Dan dokter tanpa segan
membenarkan dugaannya. Penyakitnya kambuh.
Kini sudah menjalar ke daerah perut. Di sebelah

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


kanan sudah teraba benjolan-benjolan. Disinar di
situ agak berbahaya, sebab ada sumsum tulang.
Sel-sel darah dapat mati semua berikut
manusianya nanti! Dokter menyuruh memeriksa
darah. Miki tidak
mengatakan semua ini pada Nina. Dia cuma lapor
bahwa itu sakit perut biasa, tak perlu
dikhawatirkan.
***
Ketika sore itu dia pulang dan masuk ke kamar,
Miki melihat bunga-bunga mawar yang amat
indah, dalam jambangan putih kristal di samping
tempat tidur. Seakan punya firasat diraihnya
kartu yang tergantung di salah tangkai, lalu
dibacanya. 'Untuk suamiku yang tercinta,
sekuntum mawar untuk setiap tahun penuh
bahagia yang diberikannya padaku.'
Miki menelan ludah dengan susah payah. Matanya
berlinanglinang. Dihitungnya bunga-bunga itu.
Tepat dua puluh! Dua puluh mawar merah yang
segar dan cantik. Secantik yang memberi,
katanya dalam hati dengan pedih.
Dijatuhkannya dirinya ke atas kursi. Dia baru
saja mengunjungi dokter untuk kedua kalinya.
Hasil lab pemeriksaan darahnya tidak
memuaskan. Bahkan fatal! Meskipun dokter tidak

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


blak-blakan begitu, dia tahu, fatal. Sel-sel darah
sudah berkurang dengan sangat mencolok.
Menurut dokter, itu gejala kurang baik. Oh,
bagaimana kalau Nina sampai tahu? Bagaimana
bila waktunya cuma tinggal hari-hari melulu?
Pasti akan hancur hatinya yang lembut itu!
Dan malam ini adalah malam pesta mereka.
Rasanya dia tidak ingin pesta. Dia lelah dan cuma
kepingin tidur saja, enggak mau lain-lainnya. Oh,
asal saja itu tidak terjadi malam ini! Manusia
memang bisa mati setiap saat, apalagi yang sudah
diberi yonis. Tapi janganlah hendaknya malam ini.
Oh, apa aku bisa tawar-menawar dengan Tuhan?
Ah, aku cuma... suara langkah di luar
menghentikan lamunannya. Dikenalinya itu
langkah-langkah Nina.
Miki menoleh ke cermin. Disisirnya rambutnya,
disekanya mukanya dengan saputangan, lalu dia
berlagak asyik membuka sepatu. Tepat saat itu
pintu terbuka dan Nina melangkah masuk.
"Hei," serunya riang. "Bungamu cantik sekali,
Sayang. Tapi engkau masih jauh lebih cantik
bagiku!" Miki berdiri, merentangkan kedua
tangannya dan Nina berlari ke dalam pelukannya.
"Jadi kau suka?" tanyanya menengadah dan
setiap kali berbuat begitu dia selalu teringat

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


pertama kali melihat abang Ita: anak-anak
menamakannya si Jangkung. "Kau suka, Mik? Aku
sendiri yang mengaturnya."
"Suka? Lebih dari itu! Aku akan melukismu
bersama mawar-mawarmu!"
"Wah!" Nina ketawa gembira dan memeluknya
lebih erat.
"Itu akan menjadi hadiahku bagimu! Hadiah yang
enggak bisa dibeli di toko!"
"Benar, nih?" seru Nina. Lalu selang sesaat
menambah, "Kau harus membuat lukisan itu
seindah mungkin, lho! Sebab aku mau
memamerkannya pada teman-temanku, terutama
si Magda, bekas pacarmu!" "Setan, kau!" seru
Miki ketawa. "Magda tak pernah jadi pacarku!"
"Enggak pernah, ya sudah," tukasnya terengah-
engah. "Tapi jangan pijit hidungku dong!"
Miki mendadak sesak napas. Masa teriak
sebentar saja sudah habis napas, pikirnya sengit
dan tak mau mengatakannya pada Nina. Setenang
mungkin dia pergi mandi. Miki diam-diam
bersyukur bahwa Nina sudah menyediakan air
panas. Dia merasa panas dingin mendadak,
sehingga pasti takkan tahan air dingin. Kalau
minta air panas, pasti akan menimbulkan curiga
atau malah panik!

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


***
Malamnya dengan senyum gembira kedua manusia
yang berbahagia itu bersama-sama meniup
lilinlilin mereka disaksikan seisi rumah. Sesuai
dengan keinginan mereka berdua, tidak diadakan
pesta dan tak ada seorang pun tamu yang
diundang. Tak ada ucapan selamat dari luar rumah
kecuali dari keluarga Nina di Bandung dan dari
Kris.
Setelah meniup lilin dan makan kue-Miki ikut
makan juga untuk membuktikan bahwa sakit
perutnya sudah benar-benar sembuh-mereka
duduk di ruang tengah. Miki dan Nina berpelukan
di sofa. Senyum bahagia masih menghias wajah
mereka ketika Miki memanggil kedua anaknya.
Joni bersama Andi segera berlari muncul dari
tempat mereka membuat pe-er. lalu berhenti di
depan mereka. Nenek dan Kakek sedang berjalan-
jalan di kebun menikmati bulan purnama. Mereka
cuma berempat di ruang itu.
Miki menatap anak-anaknya dengan penuh kasih
sayang. Diraihnya tangan kedua anak itu dan
digenggamnya. "Joni dan Andi," katanya menatap
mereka dengan lembut, "Papa mengabulkan
permintaan kalian. Engkau boleh masuk seminari,
Jon."

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Saya juga?" tanya Andi dengan cepat
"Ya, kamu juga." Miki mengangguk tersenyum.
"Terima... kasih, Pa," bisik keduanya, parau tapi
senang. Mata mereka berbinar-binar.
Miki mengangguk. "Oke. Tapi kalian mesti
berjanji akan melakukan tugas kalian kelak
dengan sepenuh hati dan serius! Menjadi imam
bukanlah hal sepele! Imam adalah pembantu
utama, pembantu pribadi Allah. Kalian harus
membawakan semua pesan-pesanNya. Berjanji?"
"Berjanji, Pa," bisik keduanya serentak, sambil
melirik ibu mereka yang tengah mengawasi sambil
tersenyum.
"Baiklah. Sudah sana, bereskan pe-er kalian!"
"Oh, aku sangat bangga padamu, Mik!" bisik Nina
ketika anak-anak sudah berlalu.

Bab 29

MIKI mula-mula ingin melukis Nina dan bunga-


bunga mawarnya malam itu juga. Namun kemudian
dibatalkannya, sebab dia merasa amat lelah.
"Sabarlah sampai besok, Nin," katanya seakan
membujuk padahal Nina tidak ingin dilukis. "Aku
kan sudah mengambil cuti seminggu."

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Sebenarnya mereka merencanakan mau mengajak
anak-anak liburan akhir pekan ke pondok Rudi dan
Ola di tepi laut. Tapi melihat keadaan Miki, Nina
menangguhkan. Dilihatnya suaminya makin pucat
dari hari ke hari. Terkadang sesak napas walau
cuma sebentar. Tapi yang sakit sendiri selalu
meremehkan kekhawatirannya dan dengan
terbahak riang memeluknya seakan itu bisa
menghalau pergi semua rasa gundah.
"Aku enggak kenapa-kenapa, percayalah!"
serunya. Namun tak dapat disangkal bahwa
kerjanya sekarang agak lamban. Nina menghitung
sudah lima kali dia berpose Hap pagi di studio,
tapi lukisan itu belum juga selesai. Mawar-
mawarnya sudah mulai layu sehingga Nina
mengusulkan untuk membeli yang baru. Tapi Miki
tidak mau.
"Aku mau melukis mawar-mawar pemberianmu,
Nin. Bukan yang bisa kita beli di toko."
Miki amat tekun dengan kerjanya. Setiap pagi
mereka berdua mengunci diri dalam studio sampai
makan siang. Setelah itu Nina melarangnya
bekerja terus. Dibujuknya dia untuk tidur. Miki
tak mau membantah istri atau dia sudah terlalu
lelah untuk menolak.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Setiap pagi, bila Miki sedang asyik dengan cat-
catnya dan tidak melihat, Nina asyik pula
memandanginya. Entah kenapa, dia punya dugaan
bahwa penyakit Miki kambuh lagi. Mukanya yang
pucat, batuk-batuknya, sesak napas, pegal-
pinggangnya, demamnya. Malah dia pernah
mimisan sekali lagi, tapi untung lekas berhenti
dan Miki menolak diajak ke dokter.
Siang itu Miki sedang tidur. Nina pergi ke studio
dan duduk di depart lukisan yang akan menjadi
hadiah ultah perkawinannya. Dua puluh tangkai
mawar merah yang indah dan cantik. Di dalam
kursi beledu merah duduk seorang wanita
bergaun kuning muda. Wanita itu berusia sekitar
akhir tiga puluh. Wajahnya putih bersih, sayu,
penuh rahasia. Senyum kecilnya menawan sekali.
Lengkung alisnya sempurna. Matanya tajam
namun lembut. Tapi leher dan bagian atas
tubuhnya belum lagi terbentuk.
Nina menahan napas, Dia hampir tidak mengenali
diri sendiri di atas kanyas. Terlalu bagus! pikirnya
seketika. Ini terlalu cantik! Ini bukan diriku! Ah,
Miki selalu melebih-lebihkan penampilanku! Air
mukaku tidak seharusnya begitu berseri-seri!
Aku yakin wajahku kini cuma memancarkan
kedukaan belaka. Sebab aku tahu tak lama lagi...

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


ah, kenapa aku jadi memikirkan hal-hal yang
buruk? Apa kata Dokter Saksono tempo hari?
Bergembiralah selalu supaya si sakit jangan
curiga....
Yah! Miki sakit. Dia tahu, penyakitnya sedang
kambuh. Apakah ini pangkal dari ujung
perjalanannya? Kalau saya boleh memohon, ya
Tuhan, saya ingin memohon agar terjadi
keajaiban yaitu supaya Miki jangan binasa.
Sembuhkanlah dia ya, Tuhan! Engkau yang telah
membuat Sara, istri Ibrahim, mengandung ketika
dia sudah mati-haid, Engkau yang telah
membangkitkan Lazarus dari kematiannya yang
sudah empat hari, kasihanilah kami, Tuhan.
Kasihanilah Miki. Dia sudah menyerahkan dengan
rela kedua anaknya untuk menjadi pekerja-
pekerja di ladangMu, janganlah Kauabaikan
kesetiaan dan pasrahnya padaMu. Penyakitnya
kambuh lagi, Tuhan. Semalam saya meraba
sebuah benjolan baru di leher. Di belakang
telinga, sebuah lagi. Juga pada perut sebelah
kanan. Oh, mengerikan, Tuhan. Benjolan di situ
bukan main banyaknya, bersambung-sambung
seperti rosario. Saya tak berani bilang apa-apa,
khawatir Miki nanti curiga bahwa sakitnya
kambuh lagi dan menjadi depresi.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Nina mengelus kanvas di depannya. Dia tahu,
lukisan itu mungkin takkan selesai. Tadi pagi
bunga-bunga itu sudah dibuangnya ke tempat
sampah, dan Senin depan Miki sudah ngantor lagi.
Mereka takkan sempat berpose-pose lagi. Ketika
dia membuka lemari, agak terkejut hatinya
melihat sekuntum mawar tergeletak di atas
pakaian Miki.
"Apa kau sudah jadi pesolek sekarang, Mik? Pakai
mengharum-harumkan pakaian segala!" tegurnya
ketawa.
"Ah, masa aku enggak boleh menyimpan tanda
mata buat hari tua?" Miki balik bertanya sambil
menyeringai.
Ah, Tuhan, apakah akan ada hari tua baginya?
Dan bagi kami berdua? Tuhan, Tuhan, Engkau
yang begitu Pengasih dan Penyayang,
dengarkanlah jeritan hatiku ini.... Ketukan di
pintu mengejutkannya. Dilihatnya sekilas arloji.
Astaga! Dia sudah tiga jam melamun di sini! Dari
jendela dilihatnya langit yang sudah mulai kelabu
dan daundaun flamboyan yang bergoang pelan
seakan mengucapkan selamat jalan ada matahari.
Disapunya matanya dengan punggung tagan, lalu
bergegas bangkit. Diputarnya gerenel. Miki
langsung menyerbu masuk, langsung memeluknya.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Hei," serunya ketawa riang, Apa-apaan nih, main
sembunyi-sembunyian di sini? Sampai payah aku
mencarimu ke seluruh rumah. Kusangka kau sudah
minggat, untung Anis memberitahukan bahwa kau
kemari. Eh tahu enggak nih, ada larangan
menginjak milik pribadi orang lain? Tahu enggak
apa sanksinya kalau ada yang melanggar?" ancam
Miki mendelik. Tentu saja Nina tahu, dia cuma
bercanda.
"Ah, ini kan bukan milik orang lain, tap milik suami
saya sendiri, Pak. Mengenai sanksi ah, saya
enggak takut. Apa sih yang bisa di lakukan
seorang suami terhadap istrinya? Paling-paling
cuma..." Nina tidak melanjutkan kata-katanya,
sebab Andi mendadak muncul d ngan segulung
kertas. Dia lupa, anak itu biasa latihan
menggambar sore-sore.
"Selamat sore, Ma, Pa," sapanya tenang seakan
tidak dilihatnya kedua orangtuanya tengah
berpelukan. "Selamat sore, Di," balas Nina, tapi
Miki cuma mengangguk. Nina mencoba melepaska
diri, tapi pelukan malah dipererat. Wajah Nina
menjadi merah, malu terlihat oleh Andi, walaupun
anak itu tidak memperhatikan mereka. "Mik, gila
kau!" bisiknya ke kuping.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Miki cuma terkekeh. Dan seakan itu rahasia
antara laki-laki dengan laki-laki, dilihatnya Andi
saling melirik dengan ayahnya lalu Miki mengedip
sebelah. Ini sudah keterlaluan, piki Nina. Tanpa
berpikir lagi digigitnya lengan Miki. "Aw, aw!"
jerit korban mengibaskan tangannya yang sakit.
Nina mengambil kesempatan ini untuk melepaskan
diri, lalu lari keluar. Miki tidak mencegah.
Miki tak dapat mencegahnya lagi sejak itu. Dia
terus berbaring saja walaupun hatinya jengkel.
Dia tidak betah diam terus di ranjang tanpa
berbuat apa-apa kecuali melamun, memikirkan
yang tidak-tidak. Tapi apa boleh buat. Kalau dia
mencoba berdiri, rasanya dunia mutar-mutar
seperti kincir angin. Kalau dia bicara kelamaan,
napasnya agak sesak. Tubuhnya penuh bercak-
bercak perdarahan di bawah kulit. Tapi Miki
masih berkelakar dengan dokter yang dipanggil
ke rumah. Karena Nina selalu hadir bila dokter
memeriksa Miki, maka Dokter Pujo tak mau
banyak omong, khawatir bertentangan dengan
kehendak pasien. Dia masih ingat pesan Miki agar
istrinya jangan sampai tahu apa penyakitnya.
Setiap kali Nina bertanya, "Bagaimana, Dok?"
maka dia menjawab sungguh-sungguh, tak ada
yang perlu dikhawatirkan.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Terkadang Miki sakit perut tanpa sebab. Nina
mengolesinya dengan balsam sementara si sakit
meringis-ringis kesakitan. Tapi begitu nyerinya
hilang, Miki kembali berkelakar lagi atau
menggoda Nina.
'Kemarin,' tulis Nina dalam buku mereka, 'Miki
mencoba bangun untuk menyelesaikan lukisan
hadiahnya. Tapi ketika berdiri, dia langsung oleng
dan jatuh lagi ke atas ranjang. Aku sedang
membereskan meja toilet dan melihatnya dalam
cermin. Semula kusangka dia akan mengeluh.
Tahunya dia malah ketawa. "Uh, brengsek betul,"
pekiknya. "Masa aku enggak bisa berdiri? Kalah
bayi enam bulan! Wah, apa ini enggak gawat, Nin?
Seandainya kau minggat, gimana aku harus
mengejarmu?"
"Aku kan enggak bakal minggat," kataku ketawa,
walau dalam hati aku..,' Nina lekas-lekas
mencoret kalimat terakhir, mendadak teringat
bahwa Miki akan membaca tulisannya nanti
malam. Saat itu Miki sedang tidur dan Nina
menungguinya. Sudah sepuluh hari dia terbaring
terus. Orang-orang serumah bergantian
menghadapnya, sehingga dia berseru terbahak-
bahak bahwa dia sudah diperlakukan seperti raja.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Bila Miki sudah lelah membaca, Nina akan
memutarkan musik atau membacakan sesuatu.
Miki akan berlagak memejamkan mata, namun
sebenarnya mengintip dan memperhatikan Nina
yang tengah asyik membaca. Tentu saja yang
diperhatikan tidak tahu. Miki lalu akan terbenam
dalam segala macam kenangan dan lamunan. Bila
Nina tiba-tiba mengajukan pertanyaan, "Apa kau
sedang mendengarkan?" dia akan gelagapan.
Sedikit pun tidak masuk ke otaknya apa yang
dibaca Nina. Untung Nina tak pernah mengecek
apa dia betul mendengarkan atau tidak.
Melihat Miki gelagapan, Nina tersenyum. Sungguh
mati, kau masih tetap simpatik walau rupamu
sudah mirip tulang dibalut kulit saja, pikirnya.
"Aku tahu, kau enggak mendengarkan apa yang
kubacakan!" tuduhnya.
'Dan dia minta maaf seribu maaf,' tulis Nina pada
hari lain, 'sehingga aku merasa iba dan cepat-
cepat tersenyum lagi. Aku tahu, dia lelah. Tapi
waktu disuruh tidur, dia enggak mau, dan
memaksa aku meneruskan bacaanku seakan dia
ingin mendengar suaraku terus-menerus.'
Miki membaca tulisannya sambil berbaring, lalu
menambah di bawahnya: 'Memang aku selalu ingin
mendengar suaramu, Sayang. Tak ada lagu mana

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


pun yang lebih merdu dari suaramu. Aku memang
lelah, tapi jangan mengira diriku sudah kehabisan
tenaga! Coba-cobalah menipuku, dan kau akan
tahu akibatnya!!!' Nina terkekeh-kekeh
membacanya. "Kauingat Pak Isman?" tanyanya
dengan senyum misterius.
"Ya. Kenapa?" sahut Miki yang mendadak curiga
melihat senyum istrinya yang aneh.
Nina tidak menjawab, tapi terus saja tersenyum.
Miki mengulangi pertanyaannya, namun Nina
masih tetap membisu.
"Hei, kemari kau!'* perintahnya menggelegar.
Nina melenggok manja sambil masih mengulum
senyum. Miki meraih kedua tangannya dan
menggenggamnya erat-erat Dengan berlagak
bengis ditatapnya Nina. "Dengarlah, Nyonya
manis! Kau adalah milik Tuan Besar ini!" serunya
menepuk dada. "Mengerti? Mengerti?!"
Nina mengangguk, pura-pura ketakutan. Miki
menyeringai senang.
"Nah, lebih baik begitu! Lebih baik kau jinak-
jinak padaku. Kau adalah milik pribadi yang tak
bisa diperjualbelikan, mengerti! Jangan coba-
coba mengambil keuntungan pada saat-saat
begini! Tahu apa hukumannya kalau istri main
pintu belakang? Nih!" serunya menjalankan

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


telunjuk di seputar leher. Nina nyaris mau
ketawa.
"Kalau begitu, sebaiknya kau lekas sembuh! Aku
enggak tahan kesepian," rajuknya.
"Ooh! Berani taruhan! Iris kupingku, kalau aku
enggak sembuh minggu depan! Atau paling lama,
bulan depan!" serunya garang.
Nina ketawa, memeluknya, seakan mau
meyakinkan Miki akan cinta sucinya. Tapi dalam
hati dia meratap. Miki rupanya betul-betul tidak
tahu apa-apa, pikirnya. Bagaimana bila minggu
depan atau bulan depan takkan pernah tiba
baginya?!
'Miki mengajak taruhan, minggu depan dia pasti
akan sembuh,' tulis Nina dalam buku. 'Kalau dia
kalah, aku boleh memotong telinganya. Aku
sekarang sedang bingung memikirkan cara
memotong telinga yang sebai-kbaiknya. Sebab
aku kan enggak mau dia jadi jelek setelah enggak
punya kuping sebelah! Tapi kalau dipikir-pikir, aku
lebih suka kalah saja. Apa gunanya kupingnya
kalau sudah terpisah begitu? Aku takkan bisa
menjewernya lagi. Aku tak bisa membelainya.
Atau menggigitnya. Oh, aku lebih suka bila Miki
sembuh saja dan dia boleh tetap memiliki kedua

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


telinganya. Kita akan berlibur ke pantai. Kali ini
berempat dengan anak-anak.'
Setelah membaca tulisan itu, Miki ingin langsung
menambah. Tapi tangannya mendadak gemetar
begitu hebat sehingga bolpennya terlepas.
"Wah, celaka! Rupanya sarafku sudah mulai
enggak beres. Nin, tolong dong tuliskan bagiku.
Awas, jangan ceker ayam, ya. Hitung-hitung kita
main sekolah-sekolahan!" Miki terkekeh membuat
Nina terpaksa ikut geli.
"Kali ini aku memakai sekretaris. Dia bukan
seorang sekretaris yang baik, sebab nulisnya
lambat dan aku sering harus mengulang apa yang
kukatakan. Tapi seperti biasa, dia telah berhasil
memikat hatiku. Cerita direktur makan... eh,
bukan makan, tapi,., nipu... ah, juga bukan... ya
lebih baik,., makan!
'Cerita direktur makan sekretaris itu rupanya
mungkin betul, sebab aku rasanya kepingin
memakannya. Cuma enggak tahu gimana caranya.
Aku ingin sekali cepat sembuh, setidak-tidaknya,
bisa berdiri lagi, supaya aku bisa menyelesaikan
lukisan istriku, yang kunamakan Bukan Impian
Semusim. Kenapa aku namakan begitu? Aku
sendiri enggak tahu. Barangkali karena istriku

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


amat suka istilah itu. Menurutku, cita-cita Joni
dan Andi untuk masuk biara
hanyalah impian semusim belaka, yaitu sesuatu
yang rasanya diinginkan tapi sebenarnya tidak.
Waktu akan menghapus bersih keinginan itu
hingga tak bersisa sedikit pun lagi.
Ternyata aku keliru. Cita-cita mereka bukanlah
impian semusim! Ya, aku memang banyak keliru.
Misalnya tentang cintaku padamu, Nin. Aku tak
pernah yakin bahwa orang bisa mencintai
seseorang terus-menerus selama puluhan tahun.
Malah makin hari makin mencintainya. Semula
kukira cinta tak pernah kekal. Karena itu waktu
kita menikah, aku enggak berharap akan
mencintaimu selamanya. Maaf, ya, Nin, jangan
marah. Tapi kan memang di dunia ini tak ada yang
kekal, bukan? Memang waktu itu aku sungguh-
sungguh mencintaimu. Tapi kukira semula bahwa
itu cuma impian semusim belaka. Suatu ketika,
musim akan berganti dan aku tak lagi
menghendakimu. Tapi ternyata aku keliru besar.
Bukan saja aku tak pernah berhenti mencintaimu,
aku bahkan makin menyayangimu dari hari ke
hari. Mungkin mukamu sudah mulai berkeriput,
mungkin kulitmu sudah mulai dihinggapi bercak-
bercak ketuaan, tapi aku tidak mempedulikannya.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Bagiku kau tetap menarik seperti ketika aku
pertama kali melihatmu. Mendengar suaramu saja
bisa membuat jantungku berdegup lebih cepat.
Hari terasa lebih cerah bila aku melihat
senyummu, dan lenyap sakit perutku. Kau adalah
obat yang paling mujarab untukku. Nin, aku
bersyukur pada Tuhan karena telah dipertemukan
denganmu.'
'Nin, barangkali setiap orang dalam hidupnya
pernah mempunyai impian. Impian semusim yang
akan berlalu begitu saja. Tapi mungkin juga dia
salah menafsirkan impiannya yang ternyata bukan
sekadar impian semusim. Mungkin impian itu
terhalang sementara waktu atau seumur hidup,
tapi dia akan mengendap selamanya dalam hati
dan sesekali akan teringat kembali... bisa
menimbulkan penyesalan atau sekadar tanda
tanya 'kenapa enggak terlaksana?' Pada akhir
tahun atau akhir hidup, manusia biasa membuat
neraca kenapa begini, kenapa begitu....'
'Nin, cintaku padamu ternyata bukan impian
semusim, seperti juga cita-cita anak-anak kita...,'
Jari-jari Nina tiba-tiba gemetar sehingga
tulisannya menceng. Miki memegangi tangannya
seakan mau menenangkan tremornya. Nina

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


mengejap-ngejapkan mata untuk membendung
tangisnya.
"Kau percaya, bukan?" bisik Miki lembut.
Dengan lemah lunglai Nina menelungkup di atas
dada suaminya serta memeluk lehernya. Air
matanya bertetes-tetes membasahi selimut. Pena
dan buku mereka dibiarkannya terjatuh ke lantai.
"Aku percaya, Mik," bisiknya hampir tak
terdengar.
"Kenapa kau menangis, Nina?" tanya Miki sambil
membelaibelai rambutnya dengan penuh sayang.
"Aku kan enggak kenapa-kenapa. Sebentar lagi
juga pasti sembuh. Kau ini seperti ibuku. Sedikit
saja ada yang sakit dalam rumah, rusuhlah
hatinya."
"Aku menangis karena bahagia, Mik."
"Ya, aku juga," bisik Miki dengan mata berkaca-
kaca. "Apa pun yang terjadi, ingatlah, Nin, impian
kita telah terwujud menjadi kenyataan sepanjang
musim. Bukan cuma semusim. Apa pun yang akan
terjadi, kenangan manis kita takkan pernah lapuk.
Matahari akan selalu bersinar bagi kita berdua.
Takkan pernah ada kesulitan yang tidak mungkin
kita atasi. Dalam cinta ini, kita akan menjadi
kuat, Sayang. Karena cinta kita bersatu di dalam

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Tuhan. Dialah sumber segalanya bagi kita. Jangan
pernah meninggalkanNya."
Miki terus membelai-belai kepala Nina. Ingin
sekali ditumpahkannya seluruh isi hatinya, tapi
tak mungkin. Dia tidak ingin Nina tahu apa yang
tengah dideritanya.
"Mik, aku ingin membuat sebuah pengakuan. Tapi
sebelumnya, aku minta kau jangan marah dan mau
memaafkanku."
"Kau tahu, aku akan selalu memaafkanmu, apa pun
yang telah kaulakukan."
"Mik," bisik Nina merebahkan pipinya yang basah
di atas selimut suaminya, "aku juga pernah punya
impian semusim seperti anak-anak. Kau tahu itu,
kan? Aku betul-betul serius mau jadi suster,
hidup penuh pengorbanan. Karena itu ketika kau
menghendaki aku sebagai istrimu, aku cuma
menganggapmu sebagai suatu jalan pengorbanan
belaka. Pikirku, kalau enggak menjadi suster,
baiklah aku kawin dengan orang yang sama sekali
tidak kucintai. Aku yakin hidupku akan penuh
pengorbanan. Aku yakin cita-citaku akan
menghantuiku seumur hidup.
"Tapi ternyata aku salah, seperti engkau!
Impianku ternyata tidak menghantuiku. Bahkan
lambat laun tanpa kusadari, aku sudah jatuh cinta

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


padamu. Aku tak pernah tahu bahwa aku dapat
mencintai orang lain sebesar itu, sampai-sampai
aku lebih sering memikirkan engkau daripada
diriku sendiri."
"Setelah mengenalmu dengan baik, aku insyaf,
dulu itu aku cuma memikirkan diriku semata-
mata. Aku cuma memikirkan bagaimana bisa
menjadi suci, bagaimana bisa masuk surga dan
mendapat kelas satu di sana. Aku tak pernah
sungguh-sungguh memikirkan bagaimana
membahagiakan orang lain. Bagaimana mengasihi
orang lain. Aku pelajari itu semua darimu. Terima
kasih, Mik, untuk semua yang telah kauberikan
padaku. Perhatianmu, cintamu, dan seluruh
hidupmu."
Nina mengangkat mukanya dan menatap Miki dari
balik air mata.
"Percayakah kau bila kukatakan, aku betul-betul
mencintaimu?"
"Aku percaya," sahut Miki dengan mata berlinang,
sambil menghapus air mata Nina dengan jari-
jarinya yang amat kurus.
Oh, Mik, betapa kurusnya kau! keluh Nina dalam
hati. Bukan main pucatnya wajahmu. Miki, Miki!
Seandainya kau tahu, bahwa hariharimu sudah
dihitung-hitung olehNya! Bila kau tahu!

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Bab 30

PADA suatu hari Andi mendekati ibunya ketika


Nina sedang duduk-duduk dalam studio
memandangi lukisan hadiahnya yang tak kunjung
selesai. Miki sedang tidur siang.
Tanpa aba-aba lagi anak itu langsung
menggenggam kedua tangan ibunya dalam kedua
telapak tangannya. Ditatapnya Nina dengan
matanya yang bulat jernih dan masih
kekanakkanakan.
"Ma, percayakah Mama, Tuhan itu Maha Pemurah
dan Maha Pengasih? Percayakah Mama, Tuhan
selalu murah hati pada orang-orang yang murah
hati padaNya? Ma, jangan nangis, Ma. Percayalah,
Papa pasti akan sembuh, Ma. Joni dan saya
mendoakannya setiap hari. Papa sudah
mengizinkan kami masuk seminari. Ini kan
pengorbanan yang amat besar buat Papa. Tuhan
pasti akan membalas pengorbanan Papa. Tuhan
pasti akan melindunginya. Ma, sudah, Ma, jangan
nangis."
"Oh, Andi, anakku!" Nina mendekapnya sambil
tersedu-sedan, tidak mampu berkata-kata lebih
dari itu.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


***
Pada suatu malam, dua hari kemudian, Miki
merasa lelah dan siang-siang sudah tidur. Nina
belum mengantuk. Jadi dia menemani sambil
membaca-baca buku harian mereka, dengan
niatan mau mengisinya nanti.
Dia begitu keasyikan membaca, sehingga dering
telepon tidak langsung menyentakkan
perhatiannya. Pesawat itu memang sudah disetel,
sehingga deringnya cuma kedengaran seperti
dengung lebah, untuk mencegah Miki terganggu
tidurnya. Sudah hampir seminggu dia susah tidur,
sehingga Dokter Pujo memberinya obat tidur.
Tapi setelah diminum dua kali, dia merasa begitu
lesu siangnya, sehingga akhirnya dia tidak mau
lagi menelannya.
Perhatian Nina terpusat pada buku di depannya.
Dia sama sekali tak pernah mempedulikan
pesawat di atas meja riasnya, sebab tak pernah
diperlukannya. Bila ada telepon masuk, biasanya
pesawat di ruang keluarga yang diangkat, bukan
yang di kaniar.
Setelah berdengung beberapa kali, mendadak
Nina tersentak. Telepon berbunyi. Kenapa tak
ada yang mengangkat? Ah, mungkin Papa dan
Mama sedang berjalanjalan di kebun

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


membicarakan rencana untuk merombak rumah
serta tanaman. Dan anak-anak? Pasti mereka
sedang di dalam kamar, menyetel musik keras-
keras sehingga tak ada suara lain yang bisa
mereka dengar.
Nina meletakkan bolpen di tangannya, lalu meraih
pesawat
"Halo?"
Suara laki-laki itu tidak dikenalnya dengan
segera. "Saya Dokter Pujo."
Pantas, dia memang sudah cukup lama tidak
melihatnya, dia sudah agak lupa seperti apa
suaranya. "Oh, selamat malam, Dok."
"Selamat malam. Dapatkah saya bicara dengan
Pak Miki Rodan?" "Dia sedang tidur. Ada perlu
penting, Dok?" "Tidak bisa dibangunkan, saya
kira?"
"Barusan saja pulas, Dok. Dia susah tidur
sekarang," bisik Nina seakan minta maaf karena
tak mau membangunkannya.
"Ya, saya mengerti. Kalau begitu, baiklah saya
akan bel lagi besok pagi."
Besok pagi? Sekiranya ada sesuatu yang sangat
penting? Kenapa harus tunggu sampai besok?

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Saya ini istrinya, Dok. Barangkali Dokter bisa
menyampaikannya pada saya untuk nanti saya
teruskan?"
Dokter Pujo tidak segera menjawab. Hening di
seberang sana, sehingga Nina seketika khawatir
jangan-jangan pesawat sudah diletakkan.
Untung tidak. Setelah beberapa detik,
kedengaran suara batuk kecil, lalu dokter
menyambung lagi. "Hm, saya tidak tahu apakah
saya sebaiknya bicara pada Pak Miki saja atau
boleh saja Ibu...."
"Kalau ini mengenai sakitnya," bisik Nina ke dalam
pesawat, "Dokter tak usah ragu. Saya tahu
semua!"
Terdengar suara seperti orang keselak. Dokter
Pujo tentu saja masih ingat pesan Miki. Kalau
sekarang istrinya sudah tahu; yah mungkin
diberitahu sendiri oleh pasiennya (walaupun
ketika terakhir dia kunjungan-rumah, tak ada
tanda-tanda bahwa Ibu Rodan mengerti sampai di
mana penyakit suaminya sebenarnya).
Bagaimanapun, sekarang keadaan akan menjadi
lain. Setelah dia mengatakan pesannya ini, semua
orang di rumah Pak Rodan pasti akan tahu apa
penyakitnya. Jadi, tak ada salahnya kalau dia
bicara langsung pada Ibu Rodan.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Hm. Baiklah, Bu Rodan. Kalau Ibu menyatakan
sudah tahu, saya pun tak usah panjang lebar lagi
menerangkan. Saya mau to the point saja. Begini,
Bu. Beberapa hari yang lalu saya kebetulan
bertemu dengan sejawat yang baru pulang dari
Amerika. Dalam diskusi, kami sempat
membincangkan penyakitpenyakit, antara lain
seperti yang diderita oleh Pak Rodan. Rekan saya
itu memberitahukan sesuatu yang mengejutkan
sekaligus memberi harapan. Katanya, di sana
tengah dilakukan riset besar-besaran mengenai
penyakit-penyakit beginian, dan hasilnya banyak
yang mengagumkan. Bahkan ada yang sudah
dimuat resmi dalam majalah-majalah ilmiah.
Pengobatan yang sedang diriset ini sungguh
ultramodern, sayang kurang saya mengerti,
sehingga tak bisa saya jelaskan pada Ibu. Tapi
intinya adalah begini: rekan saya mengusulkan
agar Pak Rodan dibawa saja ke sana. Kebetulan
dia kenal pribadi dengan ketua tim risetnya. Dia
bersedia menuliskan surat ke sana. Ibu cuma
perlu mengurus tiketnya saja. Akomodasi di sana
dan lain-lain akan mereka sediakan. Biayanya
memang mahal sekali, tapi saya tahu takkan jadi
masalah bagi keluarga Ibu. Saya tidak
menjanjikan keajaiban atau apa pun, Bu, tapi apa

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


salahnya bila kita coba, bukan? Baiklah nanti-
besok- Ibu rundingkan dengan Bapak, dan saya
tunggu kabar. Kalau bisa, sebelum jam delapan
besok, agar saya bisa mengontak rekan saya
segera."
Nina tak tahu lagi di mana jantungnya. Rasanya
sekujur tubuhnya berdenyut tak keruan. Tangan
yang menggenggam pesawat basah berkeringat,
sehingga tangkai telepon itu nyaris terlepas.
Dipereratnya genggamannya. Suaranya berdesah
seperti orang barn lari maraton.
"Dokter," bisiknya terengah. "Tak usah tunggu
besok. Saya bisa mengiyakan sekarang juga. Saya
setuju dengan rencana itu. Ke mana pun akan saya
bawa dia, asal bisa disembuhkan."
"Oh, ini lebih baik lagi. Oke, kalau begitu Ibu
boleh segera mulai dengan persiapan
keberangkatan. Kalau Ibu memerlukan surat
keterangan dokter untuk minta visa, Ibu tinggal
bel saja, nanti saya buatkan."
"Baik, Dokter. Oh, banyak terima kasih. Dokter,"
Dan begitu pesawat diletakkan, Nina berseru
lantang, "Oh, terima kasih, Tuhanku!" Air
matanya langsung menetes turun.
"Hei, bicara dengan siapa kau? Kedengarannya
seperti menyebut-nyebut nama dokter begitu?"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Nina terperanjat mendengar suara Miki dari
ranjang, Astaga! Rupanya dia terjaga! Apa
suaranya di telepon terlalu keras sampai dia telah
membangunkannya? Cepat-cepat disekanya
matanya dengan tangan sebelum dia berani
berbalik ke arah Miki.
"Ayo, ceritakan semuanya! Suaramu seperti
semut, aku tak bisa menangkap apa-apa."
Nina melangkah ke ranjang tanpa melepaskan
Miki dari pandangannya. Jadi kau sebenarnya
sudah tahu apa penyakitmu, Mik? Tapi kau
berlagak tidak kenapa-kenapa? Apa kau mau
menipu dirimu atau ingin menghibur aku?
Nina duduk di pinggir tempat tidur, menggenggam
sebelah tangan Miki. Mereka saling bertatapan
sejenak.
"Hei, kelihatannya seperti habis nangis!" tuduh
Miki dengan nada mau bercanda. Tapi Nina tidak
kepingin meladeninya saat itu. Bicaranya serius
sekali.
"Dokter Pujo tadi mengatakan, kau harus dibawa
ke Amerika. Mungkin bisa sembuh!"
"Hei, ngaco belo apaan, nih?! Memangnya aku
sakit apa? Dokter Pujo ngaco, tuh! Barangkali dia
salah sambung! Aku kan enggak kenapa-kenapa,
Nin. Kau tak usah khawatir enggak keruan.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Sebentar lagi juga aku pasti akan sembuh!
Sekarang pun sudah mendingan...." Dan seakan
mau menguatkan perkataannya, Miki ketawa
lebar. Tapi Nina tetap serius.
"Dokter Pujo dengan jelas mengatakan bahwa Pak
Miki Rodan sebaiknya dibawa ke Amerika.
Rekannya yang baru pulang dari sana
menceritakan mengenai riset pengobatan
penyakit-penyakit seperti yang kauderita ini. Dan
aku sudah mengiyakan, setuju!"
Miki terdiam dengan mata terbuka lebar. Entah
apa yang berkecamuk dalam pikirannya saat itu.
Matanya menatap Nina tanpa berkedip. Ketika
sesaat kemudian dia bicara, suaranya lugu seperti
bocah.
"Jadi... kau sebenarnya sudah tahu... apa sakitku?
Sebenarnya aku tidak ingin kau tahu! Dokter Pujo
sudah aku..."
"Rupanya karena itu dia ragu bicara terus terang
padaku! Aku kan istrimu? Atau bukan? Kenapa
merahasiakannya terhadapku?" Nina hampir
mengisak sebab penuh emosi.
"Aku tidak ingin kau tahu, lalu menjadi gelisah,
Nin," bisik Miki dengan nada minta maaf sambil
membelai-belai lengan Nina. "Kusangka selama ini
kau belum tahu!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Aku minta info sama Dokter Saksono... kusangka
engkau pun belum tahu!"
"Jadi kita sama-sama sudah tidak jujur?" Miki
menegaskan seakan cuma Nina yang bersalah.
Mereka saling bertatapan, kemudian meledak
ketawa bersama.
"Sudahlah, biarkan aku keluar menemui
orangtuamu. Aku ingin mengabarkan
perkembangan ini pada mereka dan anak-anak."
"Semuanya tahu?"
Nina menggeleng. "Tak ada yang menduga bahwa
kau sudah... sudah... mereka menyangka sakitmu
biasa-biasa saja, radang usus dan batuk... seperti
begitulah. Tunggulah, aku keluar sebentar.
Soalnya besok segala surat-surat sudah harus
mulai aku urus,"
Dan minggu itu adalah minggu yang paling hektik
bagi Nina. Dia sampai tidak ingat makan lagi,
kalau tidak diingatkan oleh ibu mertua berkali-
kali.
Yang terberat adalah malam itu ketika dia harus
membeberkan keadaan Miki yang sebenarnya di
depan seluruh keluarga, Ayah-Ibu dan anak-anak.
Mereka kelihatan kaget dan sedih. Ibu
mertuanya berulang kali bergumam sendirian,
"Astaga! Tidak kusangka Miki jadi begitu!"

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Namun untunglah tak ada yang menyalahkannya
atau menyesali Miki kenapa sok berahasia-
rahasiaan.
Setelah perundingan mengenai keberangkatan
Miki selesai dibicarakan, kedua orangtuanya
mengundurkan diri ke teras belakang. Joni dan
Andi mendekati ibu mereka.
"Jangan khawatir, Ma. Kami akan berdoa setiap
hari untuk Papa. Kami akan berdoa rosario tiap
hari. Ma!" kata Joni memeluknya.
"Iya, Ma, percaya pada Tuhan di surga, Ma. Papa
pasti bisa sembuh! Kami akan berdoa tiap pagi
dan malam, Ma," ujar Andi, memeluknya di
sebelah yang lain.
"Terima kasih, anak-anakku," Nina memaksakan
diri tersenyum. "Papa memang sangat memerlukan
doa-doa kalian."
***
Tepat seminggu kemudian Miki bersama Nina naik
pesawat PANAM menuju New York. Miki
sebenarnya dianjurkan oleh dokter agar minta
kursi roda, tapi dia menolak keras. Dalam
keadaan payah pun dia masih belum kehilangan
humornya.
"Wah, jangan dong! Dikira aku ini sudah tua renta
nanti! Kita kan mau pergi naik PANAM, Nin,

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


bukannya naik kereta barang! Kalau dilihat
cewek-cewek bahenol gimana?! Cowok pakai kursi
roda? Pasti impoten! Melirik pun mereka pasti
ogah! Hilang dong kegembiraanku bertamasya
kalau begitu! Huh, setua ini, ke Bali pun belum
pernah! Eh, sekali-kalinya bisa ke luar negeri,
ternyata cuma buat berobat! Huh, nasib!"
keluhnya tapi dengan mimik Jenaka, sehingga
Nina mencubit pipinya dengan gemas.
"Kau tentu senang nih, mau ke Amerika!"
tuduhnya berlagak keki. "Begitu sampai pasti kau
langsung menyerbu toko, biar deh aku dititipkan
saja di rumah sakit! Shopping!. Itu penyakit
cewek!"
"Tahu saja!" Nina menanggapi, tersenyum.
Karena itu perjalanan lama, sedangkan Miki
sangat perlu istirahat, maka mereka minta kelas
satu dengan kabin. Jadi Miki bisa tidur. Tapi dia
lebih senang duduk melonjor, memperhatikan
pramugari-pramugari cakep hilir-mudik.
Penumpang kelas satu jumlahnya tidak sampai
tiga puluh, tapi yang melayani mereka seakan tak
terhitung banyaknya, saking seringnya mereka
muncul. Ada-ada saja yang ditawarkan. Dan
mereka semua hapal nama setiap penumpang.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Miki kelihatan tercengang ketika untuk pertama
kalinya seorang cewek cantik membungkuk di
sebelah kursinya, lalu menyebut namanya.
"Mister Rodan... mau minum apa?"
Sejenak dia tergugu, sehingga Nina terpaksa
menolong. "Susu hangat, kalau bisa."
Setelah nona manis itu mengangguk dan berlalu
dengan meninggalkan sepotong senyum yang
menggiurkan, Miki menoleh dan melotot pada
Nina.
"Susu! Gila kau! Disangkanya aku idiot yang masih
nyusu! Lain kali biarkan aku ngomong sendiri,
lidahku masih bagus!"
Nina ingin ketawa tapi tidak jadi melihat Miki
uring-uringan.
"Maaf, deh. Habis, orang menunggu jawaban, kau
cuma celangap saja!"
"Habis, aku kaget banget, dia sampai tahu
namaku! Mana cakepnya kayak...!"
"Duh, baru berapa meter dari rumah, matamu
sudah jadi keranjang! Apalagi nanti di rumah
sakit, seharian dikerumuni selusin suster-suster
cakep! Ce, ce, ce!"
"Jangan khawatir. Hatiku tetap padamu. Tapi
meluaskan pemandangan kan boleh?! Ini namanya
keistimewaan kelas satu! Senyum dan keramahan

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


itu bisa dibeli, Nin! Coba lihat kelas ekonomi,
orang ditumpuk kayak sarden, melonjorkan kaki
saja belum tentu leluasa!
"Eh, kaupikir kalau aku tepak bokong cewek tadi,
dia akan marah enggak, ya?" Miki nyengir. "Aku
rasa dia takkan marah. Habis, kan penumpang
dianggap raja kalau di kelas satu?"
"Mana aku tahu! Harus kaubuktikan sendiri, kalau
berani!"
"Kaupikir aku enggak berani?"
Nina mengangkat bahu. Miki kelihatan mikir-
mikir. Mungkin dia akhirnya akan bertekad
membuktikan teorinya bahwa cewek itu takkan
marah. Namun sayang tekadnya tidak terlaksana.
Sebelum pramugari itu kembali, dari mik sudah
terdengar peringatan agar penumpang bersiaga
menghadapi cuaca yang memburuk. Tinggal di
kursi, kenakan sabuk pengaman, tegakkan
sandaran, matikan rokok. Pesawat oleng ke kiri
lalu meliuk ke kanan, kemudian menukik terjun ke
bawah.
"Aw, isi perut serasa mau copot!" komentar Miki
sambil berpegangan ke tangan kursi. Nina
menoleh tapi membisu. Wajahnya kelihatan
cemas. Miki menjangkau tangannya dan
menggenggamnya erat-erat.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Jangan khawatir, Nin. Enggak apa-apa. Ini
mungkin cuma kantong udara yang kosong. Tuh,
lihat, pramugariku datang dengan segelas susu,
lenggangnya anteng saja. Dia enggak kelihatan
takut. Jangan mau kalah dong, Nin. Nanti
ketahuan kita ini udik, baru pertama kali
terbang!" Miki terkekeh geli, membuat Nina ikut
tersenyum.
Memang benar. Noni cantik bercelemek putih itu
muncul dengan senyum patennya, menyorongkan
gelas susu bagi Mister Rodan.
"Kalau perlu apa-apa, tekan saja tombol ini,
Mister Rodan,"
Miki mengangguk dengan gaya eksekutif tulen,
sayang kurang ditunjang oleh porsi tubuhnya yang
kerempeng. "Aku mesti makan banyak di sini, Nin.
Aku akan minta tambah. Mana ada sih bos
badannya seperti cecak kering? Dan aku terang
harus dianggap bos, dong. Kalau enggak, percuma
saja beli kelas satu, mahal-mahal."
"Jangan khawatir. Setiap penumpang di kelas
satu pasti dianggap bos walaupun kenyataannya
dibayarin perusahaan!" ujar Nina menenteramkan
Miki. "Kan memang perlu makan banyak. Sayang
kan bayar begini mahal kalau enggak dihabiskan.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Malah Dokter Pujo bilang, kau enggak perlu
pantang. Boleh makan apa saja."
Untung cuaca lekas pulih kembali. Kedengaran
suara Kapten minta maaf atas ketidaknyamanan
tadi, seakan dialah penyebab udara yang buruk
itu. Penumpang dipersilakan bergerak kembali,
tapi kalau mau tetap duduk, dianjurkan supaya
mengenakan sabuk pengaman.
"Dengar tuh, Nin! Jangan lepaskan sabukmu.
Pernah kejadian, kan, orang tersedot keluar pintu
karena enggak pakai sabuk!"
"Habis enggak betah sih diikat-ikat begini," keluh
Nina.
"Longgarkan saja jadi kau enggak merasa
dibatasi." Nina membiarkan Miki melonggarkan
sabuknya lalu memasangnya kembali.
Rasanya baru saja mereka duduk santai
menyandarkan punggung ke belakang serta
memejamkan mata, ketika sudah muncul lagi dua
orang pramugara dan pramugari menawarkan
minuman.
"Mister Rodan," tanya pramugari (yang lain lagi)
tersenyum ala iklan Pepsodent, "mau anggur, bir,
atau Coca-Cola?"
"Nyonya Rodan," sapa pramugara yang
tampangnya mirip Rock Hudson, sudah tentu

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


dengan senyum istimewa pula, "mau anggur, bir,
atau Coca-Cola?" "Coca-Cola, plis."
Miki melirik Nina dengan lagak membodohi. Nina
menangkap arti pandangannya. Huh! Kayak bocah!
Kalau Coca-Cola sih, di rumah juga bisa minum
sampai puas!
Miki minta anggur. Dan untuk makan, dia pesan
champagne! Bukan main suamiku, pikir Nina geli.
Dasar baru pernah keluar kandang!
Tak lama setelah itu, muncul pramugari lain.
Wajahnya memang tidak sama, tapi senyum dan
perhatiannya, aduhai! Begini rasanya kalau orang
dianggap banyak duit!
"Enggak heran, ya, Mik, semua orang berlomba
mau jadi milyuner, sampai-sampai segala jalan
dihalalkan. Menjual narkotik, menjual senjata,
menjual racun!" Nina menggeleng-geleng.
"Tapi kan memang sedap diperlakukan seperti
raja, bukan?" Miki menyeringai.
Pramugari itu tiba di barisan mereka. Dia
membungkuk di samping kursi Miki. "Mister
Rodan, kaviar?" Miki kelihatan tertegun cuma
sedetik, lalu segera mengangguk. Ketika
pramugari itu tengah membelakangi untuk
menyendok kaviar dari meja dorongnya, Miki
menoleh, dan melelerkan lidah pada Nina.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Buset! Semua orang apal namaku!"
Dari sisi yang lain, Nina juga ditawari hidangan
yang sama oleh pramugari lain. Terpaksa dia
mengangguk supaya tidak kelihatan kampungan,
juga sebab dia ingin mencoba, juga sebab tak ada
pilihan lain yang lebih menarik. Sejumput warna
hitam diletakkan di hadapan mereka. Sudah tentu
dengan makanan kecil pengantarnya. "Kaya apa
sih rasanya kayiar yang selalu disohorkan orang?"
gumam Nina.
"Pokoknya, selania bukan racun yang ditawarkan,
kita harus terima saja, Nin, supaya jangan
diketawain mereka!" Nina mencicip hidangan
pembuka itu, lalu mendesah, "Ah, biasa saja
rasanya."
"Untunglah," sambut Miki. "Kalau kau sampai
tergila-gila pada telur ikan ini, bisa bangkrut aku!
Ini kan mahal, Nin."
Setelah kayiar, maka berderet-deretlah
hidangan lain ditawarkan, seakan itu sebuah
pesta makan yang takkan berhenti. Begitu banyak
ragamnya, sehingga Miki sudah kekenyangan
sebelum sempat minta tambah.
Begitulah perjalanan yang melelahkan itu
dilewatkan dengan cukup menyenangkan, padat
dengan acara-acara makan, minum, membaca-

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


baca majalah, mendengarkan musik, menonton
film, tiduran, makan lagi, minum lagi, membaca-
baca....
***
Miki tertidur, melonjor di atas kursi.
Kelihatannya begitu nyenyak, sehingga Nina tidak
sampai hati membangunkannya agar pindah ke
kabin. Jadi ditungguinya saja tidur di kursi. Dia
juga menyorong sandaran kursinya ke belakang,
lalu berbaring dengan kaki lurus ke depan.
Matanya terpejam. Telinganya mendengarkan
musik lembut melalui earphone. Niatnya cuma
mau istirahat, sebab yakin bahwa dia tidak bisa
tidur dalam pakaian lengkap di tengah-tengah
banyak orang asing. Walaupun lampu diredupkan,
baginya masih kurang gelap. Tapi tidak tahunya
dia terlelap juga. Rupanya saking lelahnya.
Dia terjaga kembali beberapa jam kemudian
karena lampu dinyalakan. 'Perasaannya cukup
segar, walau tubuhnya ngilu-ngilu sedikit.
Seorang pramugari mendekati kursi Miki. Nina
barusan melihat suaminya masih begitu nyenyak,
sehingga dia belum mau membangunkannya. Tapi
noni berpakaian blus putih itu dengan tenang
membungkuk di depan Miki lalu berbisik lembut,

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Mister Rodan, Anda sudah tiba di akhir
perjalanan Anda!"
Nina melihat Miki langsung terjaga, membelalak,
menatap cewek itu dengan rupa ketakutan,
mulutnya setengah celangap. Jelas dia kaget.
Nina buru-buru meraih tangannya dan
menggenggamnya. Miki menoleh. Dengan suara
parau dia berbisik, "Jadi aku belum mati!?"
Pramugari cakep itu memperhatikan sikap Miki.
"Maaf, rupanya saya telah mengejutkan Anda.
Bolehkah saya bawakan Anda segelas sari buah?"
Miki mengangguk tanpa bersuara, rupanya
semangatnya belum pulih betul. Ketika pramugari
sudah berlalu mengambilkan pesanannya, Nina
bertanya, "Kenapa kauhilang begitu tadi?"
"Habis aku sedang enak-enaknya bermimpi, tahu-
tahu kedengaran suara yang bilang, 'Mister
Rodan, Anda sudah tiba di akhir perjalanan
Anda!' Aku kira, akhir perjalanan hidupkul Dan
ketika mataku melihat pakaian putih-putih, tahu
kenapa, mendadak aku punya perasaan bahwa itu
malaikat dan aku... sudah mati!"
Nina menggeleng, tersenyum. Dalam hati dia
ketawa geli, tapi melihat Miki betul-betul
gelagapan, dia tak berani bergurau. Tak lama
kemudian pesanan pun muncul.

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


"Nah, tuh, malaikatmu datang lagi!" tukas Nina
tak dapat menahan hati untuk tidak menggoda
Miki.

Epilog

ANAK-ANAKKU tercinta,
Tidak terasa sudah hampir tiga bulan Papa dan
Mama berada di Amerika. Bagaimana kabar
kalian? Apa surat Mama yang penghabisan telah
tiba? Surat kalian juga sudah kami terima dua
hari yang lalu. Mama harap batukmu sudah
mendingan, Jon. Jangan lupa minum obat yang
dibelikan Nenek. Dan kau, Andi, bagaimana
bengkak di kakimu? Kalau menyepak bola harus
pakai perhitungan dong, jangan asal tendang
saja."
Mama senang mendengar Nenek dan Kakek
sehat-sehat saja, dan perombakan rumah sudah
dimulai. Mudah-mudahan kalau kami pulang nanti
debu-debunya sudah berkurang, sehingga tidak
mengganggu Papa. Mama juga sebenarnya alergi
dengan debu. Tapi jangan kaukatakan ini pada
Kakek, Jon.
Nah, kalian tentunya sudah enggak sabar hendak
mendengar kabar mengenai Papa, bukan? Saat ini

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


dia sedang tidur nyenyak, sehingga Mama punya
waktu untuk menulis surat ini.
Joni dan Andi yang Mama cintai, Mama punya
kabar jelek dan kabar baik untuk kalian. Biarlah
kabar jeleknya dulu, ya. Seperti sudah Mama
kabarkan dalam surat-surat terdahulu,
pengobatan ultramodern ini ternyata tidak
berhasil menyembuhkan Papa. Mereka semua
putus asa. Papa sudah menyerah. Kemudian
ternyata, penyakit Papa telah salah didiagnosa!
Pantas enggak sembuh-sembuh dengan
pengobatan tertentu itu! Untuk beberapa
lamanya tak ada yang tahu, Papa sebenarnya sakit
apa.
Nah, anak-anakku. Sekarang kabar baiknya!
Mereka sudah membuat diagnosa yang tepat!
Ternyata penyakit Papa enggak fatal, artinya bisa
disembuhkan dengan tuntas! Oh, Jon, Di, bukan
main bahagianya Mama ketika mendengar berita
itu! Rasanya seperti menemukan Papa hidup
kembali setelah hilang entah ke mana! Papa juga
kelihatan penuh semangat lagi. Tadinya sih sudah
loyo, tak mau lagi minum obat, ogah dibawa ke
rumah sakit (ketika sudah merasa tak ada
harapan lagi, Papa kan menolak tinggal di rumah
sakit, katanya depresi menghadapi pasien-pasien

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


lain. Jadi sekarang Papa tinggal di apartemen
bersama Mama). Sekarang dia rajin kontrol, rajin
menelan semua obat. Sejak dua minggu yang lalu.
Papa diberi pengobatan baru sesuai dengan
penyakitnya yang sebenarnya. Dan sungguh ajaib,
puji Tuhan!
Papa langsung menunjukkan perbaikan. Dokter-
dokternya bilang, kalau semua tes dan cukup
memuaskan, enam minggu mendatang kami sudah
boleh pulang ke tanah air. Ah, bukan main
senangnya kami boleh lekas balik ke rumah.
Sesenang-senangnya di sini, Papa-Mama enggak
betah. Rasanya sudah kangen pada kalian, pada
Kakek dan Nenek, dan si Bleki.
Waktu Mama tanyakan, kapan perlu kontrol,
dokter yang ditanya ketawa lebar. 'Kapan-kapan
saja,' katanya. 'Kalau Anda jalan-jalan lagi ke
sini!' Berarti, enggak perlu kontrol, lho! Aduh,
senangnya kami.
Mama yakin, ini semua berkat doa-doa kalian.
Mama yakin, Tuhanlah yang sudah bermurah hati
mau menyembuhkan Papa. Sekarang dia bisa
hidup seperti biasa lagi. Badannya juga sudah
tambah belasan kilo! Habisnya makanan di sini
daging berlemak terus dan Papa, tahu sendiri,
amat suka bistik! Dokter juga tidak mencegah,

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


sebab kata mereka. Papa perlu membangun
kembali tubuhnya yang sudah kerempeng.
O ya, mungkin kapan-kapan, sebelum pulang,
Mama dan Papa akan menelepon ke rumah.
Sebenarnya Papa sudah kepingin sekali
mendengar suara kalian, tapi Mama bilang, nanti
Nenek ribut, rekeningnya berapa duit! Sedangkan
buat ongkos berobat ini saja, sudah
menghabiskan berapa puluh ribu dolar! Jadi nanti
saja, pas sebelum pulang. Kalau kalian masih
punya pesanan yang ingin dibelikan -tanyakan juga
Nenek dan Kakek; Mama juga akan menyurati
mereka, tapi takut kalau-kalau kelupaan
menanyakan nanti, maklum kalau nulis surat
sering ada hal-hal yang kelupaan ditulis- tuliskan
saja dalam surat mendatang. Kalau masih juga
ada yang ketinggalan, sebutkan nanti dalam
telepon. Sekarang Mama banyak waktu untuk
belanja, sebab tak ada lagi yang harus ditemani.
Papa sudah berjalan ke sana kemari, malahan
lebih getol dari Mama. Jadi kami bisa belanja
berdua. Papa sudah sanggup bantu membawakan
kotak-kotak belanjaan. Wah, anak-anak, New
York ini sungguh tak bisa dibandingkan dengan
Jakarta. Shopping di sini, dalam setahun pun
belum tentu selesai! Begitu banyaknya toko,

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


begitu banyaknya barang-barang bagus! Di sini
kita harus pintar-pintar menahan diri kalau
enggak mau bangkrut! Apalagi kalau belanjanya
pakai kartu kredit, rasanya enak sekali,
sratsretsratsret, semua main diambil, soal bayar,
urusan belakangan! Tapi Mama sih tidak mau
begitu. Mama masih dalam suasana bersyukur
pada Tuhan, Mama enggak mau menghambur-
hamburkan uang keterlaluan. Cukup untuk
sekadar oleh-oleh dan tanda mata saja. Uang
lebihnya mau Mama sumbangkan untuk gereja.
Wah, tidak terasa sudah hampir tengah malam.
Terpaksa Mama stop dulu, sebab sudah ngantuk.
Besok Mama sambung lagi surat ini sebelum
diposkan. Mungkin Papa mau menambahkan
sesuatu, besok.
Nina meletakkan bolpen. Surat itu dibiarkannya
di meja, belum diakhiri supaya bisa diteruskan
besok.
Dari radio mengalun sebuah lagu sendu yang
dikenalnya sejak dia tinggal di situ. Lagu itu amat
menggugah perasaarmya. Walaupun penyanyinya
mungkin bermaksud lain, baginya lagu itu
membawakan suara dari surga.

Datanglah kau padaKu Kenapa ragu?

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Walau kau telah mengingkariKu,
Jangan mengira Aku tak lagi mencintaimu.

Hampirlah kau kemari.


Ke hatiKu yang sunyi, sepi.
Kegagalan jangan kautangisi,
Sebab cintaKu setia dan abadi.

-Tamat-

Djvu: http://ebukita.wordpress.com

Edit & Convert to Jar, Txt, Pdf: inzomnia


http://inzomnia.wapka.mobi

Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi

Anda mungkin juga menyukai