Anda di halaman 1dari 9

Cinta dan Takdir

Jam dinding terus berputar, gerimis semakin menjadi hujan. Sudah hampir tiga jam dan
sekarang hampir mendekati waktu maghrib, Sika yang sejak pulang sekolah terus mengurung
diri di dalam kamanya.
Kembali sika melirik buku catatan kecilnya seraya buku catatan itu berkata "baca aku
sika!". Namun sebaliknya sika melempar buku itu ke lantai karena kesal ia berkata "aduhhhh
susah banget sihhhh masuk ke otak" keluhnya karena belajarnya tidak bisa maksimal. Karena
sika merasa pusing dan lelah akhirnya ia menyelonjorkan kaki di kasurnya dan mengambil
posisi berbaring. Sembari berbaring entah kenapa ia teringat dengan mantan kekasihnya
"hmm andai sajaaaa... AHHH jadi tambah males, kenapa sihhh!" seru sika karena teringat
mantan kekasihnya.
Sama seperti perempuan pada umumnya yang pernah merasakan jatuh cinta dan patah
hati. Sika merasakan hal yang serupa ketika masih berpacaran dengan andri. Dalam hatinya
sika menyesal karena telah menyianyiakan andri "Ah bodoh banget sih aku, kenapa aku dulu
harus menyianyiakan andri" Penyesalan itu terus berlajut ketika ia melihat foto andri yang
disimpannya dalam laci "ih kenapa aku dulu harus membuat kesalahan". "kenapa aku kurang
bersyukur udah punya pacar kayak andri". Meskipun andri bukan laki-laki yang dewasa dan
lebih terkesan kekanak-kanakan namun oada kenyataanya sika tidak dapat lepas dari andri.
Pada saat andri memberikan sepucuk surat kecil kepada sika tentang perasaanya yang ingin
putus sika tidak tahu lagi harus mengiyakan atau menolak pada saat itu. "kenapa aku tidak
bisa berpikir lebih dewasa sih?" ujar sika. Semenjak putus dengan andri sika sering melamun
seorang diri, berkhayal andaikan waktu dapat diputar dan ia dapat berpikir lebih dewasa pada
saat andri memberikan surat putus itu.

Meskipun sika hidup dalam keluarga yang lebih terkesan "broken home" karena memiliki
seorang ayah yang ringan tangan tidak membuat sika menjadi perempuan yang pendiam dan
sedih. Sejatinya sika adalah perempuan yang tegar.

Telolet Telolet! Bunyi bel istirahat di sekolahnya berdering kencang, namun sika tetap
tidak beranjak dari bangkunya. Dengan tatapan kosong dan tanpa gerakan selayaknya orang
tertidur, sika bengong dan melamun hingga salah seorang temannya membangunkan sika dari
lamunannya.
“Sikkk!” sambil memegang tangannya yang menyangga kepala.
“elu kok melamun aja sih, Kenapa?”
“Aduhhh rin, ngagetin dehh, lagi pusing nih.”
“Ohh Pantesan kok keliatan lesu, biasanya juga sholat dhuha sekarang udah jarang. hihihi.”
“Ihhh itu ada andri tuh sikk", ujar rini sambil menyenggol sika. "Paan sih! Kalo kamu suka
dia ya jangan nyenggol aku!" "Yeeee, yang suka aku apa kamuuu?" balas rini dengan penuh
sindiran. Sejenak guyonan kedua sahabat itu membuat sika tersenyum kecil hingga ia iangat
peristiwa pemukulan ayahnya yang dilakukan pada ibunya tadi malam. Memang ayah sika
adalah orang yang ringan tangan, meskipun ibu sika hanya sekedar mengingatkan jangan
merokok dan minum miras namun yang didapat malah tamparan dan pukulan.
"Aku udah putus rin dari andri" ujar rini" sambil menahan ketawa yang sebenarnya terasa
begitu pahit di hati. Bukan tanpa alasan hati sika terasa pahit karena menahan beban pikiran
dan beban kehidupan yang ditanggungnya melihat ibu sika selalu dipukul.
Hari demi hari terus berlalu, Namun perasaan sika pada andri ternyata tidak dapat
berubah. Sika tidak dapat membohongi perasaanya bahwa sika masih memendam rasa pada
andri. Pada satu siang pada pelajaran matematika, seperti biasanya sika terlelap dalam
lamunannya, membayangkan andai saja andri masih menjadi pacar sika "hmm andri andaikan
kamu masih jadi pacarku, aku kangen semasa kita pacaran" ujar sika. Hingga salah satu
temannya yang bernama trimo menepuk pundak sika dan berkata "sikkk kok ngalamun aja
sihhh???" tanpa sengaja sika berteriak karena kaget akan tepukan trimo "ahhhhhhh" teriak
sika. Guru matematika sika yang terkesan galak (karena memang kebanyakan guru
matematika galak hehehe) sontak menoleh ke arah sika yang seperti orang kebingungan.
"Sika kenapa kamu? ayoo maju sini" ujar bu guru. "eee enggak kok bu" balas sika dengan
wajah bingung dan memelas" Seisi kelas menahan rasa ingin ketawa karena jika mereka
ketawa sudah pasti mereka akan jadi korban selanjutnya hehehe.
Terdapat dua orang yang tidak tertawa, justru sebalikanya, malah mereka berpikir kenapa
sika menjadi begini. orang itu tidak lain dan tidak bukan adalah rini dan andri yang
merupakan teman sekelas sika.
"hmmm kenapa ya sama sika, kok makin kesini makin buruk aja dia" ujar andri.
"apa mungkin karena kita habis putus" "atau karena dia ada masalah" hmmm.
Disisi lain bu yuli selaku guru matematika memarahi sika habis habisan. Seperti orang
yang habis makan cabe rawit 1000 biji. Muka ibu yuli memerah karena menahan marah
"Kamu itu yaaaaa, kalo nggak niat ikut pelajaran saya ya gak usah ikut. Ngganggu temenmu
yang lain tau gak?! bikin susah aja!" bentak bu yuli pada sika.
Tulilut tulitu tulilulilut......
Bunyi bell sekolah seperti suara es krim campina itu menyelamatkan rini dari amukan guru
paling galak disekolahnya.
"Kamu ketua kelas pimpin doa" perintah bu yuli.
Karena merasa simpatik akhirnya andri menghampiri sika dan menanyakan perihal
permasalahan tadi siang di kelas. "Sik sebenarnya kamu kenapa sih?" tanya andri. Dengan
perasaan berbunga bunga karena sebenarnya sika masih mencintai andri menjawab "enggak
kok enggak nggak papa". "Hmmm lain kali kamu harus lebih berhati hati kalo jamnya bu
yuli. tau sendiri kan bu yuli kalo marah kek gimana" meskipun andri berceloteh panjang lebar
namun sika tidak memperdulikannya karena yang dilihat sika adalah wajah dan mata andri
yang coklat besar itu membuat sika semakin terpana dan sulit untuk melupakannya. "sik???
kamu dengerin enggak sih?" tanya andri . "ehhh iya maaf aku denger kok, jawab sika.
Malam harinya disaat sika tengah berada dikamar tiba-tiba ayah memanggil sika, "Sik,
kesini bapak mau bicara penting". Tidak biasanya bapak sika mengajak bicara sika. setelah
sika berada di depan bapaknya akhirnya bapaknya menceritakan bahwa pada besok sore dia
akan dilamar oleh anak teman bapaknya "APAA???? aku kan masih sekolah pak? trus
gimana sekolahku?!" tanya sika dengan wajah bingung dan kecewa mendengar berita yang
disampiakan ayahnya. "Yaa kamu kan bisa tunangan dulu, lulus kuliah nanti baru kamu
menikah sama dia, orangnya baik kok" jawab ayah. Sebagai seorang anak sika tidak bisa
melakukan apa-apa karena jika ayahnya mengajak berbicara itu bukanlah negosiasi
melainkan sebuah pemberitahuan yang tidak dapat diganggu gugat. Yang mampu sika
lakukan hanyalah bercerita sambil menangis pada ibunya. Sang ibu yang penyanyang dan
penyabar sangat mengerti betul sikap suaminya yang keras kepala. "Sudahlah nakk, turuti
dulu apa mau bapakmu" sambil menangis, ibu memberi nasehat pada sika.
Keesokan harinya sika tidak masuk sekolah, Bukan tanpa alasan sika tidak mau masuk
sekolah karena ia sangat kelelahan menangisi nasibnya sepanjang malam. Entah karena
kebetulan atau bukan, Namun andri juga tidak masuk sekolah hari itu tanpa pemberitahuan
yang jelas.
Jam sudah menunjukkan pukul 16.00 Sika sudah harus bersiap siap untuk menyambut
calon tunangannya. "Buu, aku nggak mau dilamar dulu" pinta sika sambil merengek pada
ibunya" namun ibu sika hanya bisa menggelengkan kepala sembari menahan kesedihan.
pada pukul 17.00 tepat datanglah iring-iringan rombongan mempelai pria layaknya acara
lamaran pada umumnya. Betapa kagetnya sika ketika melihat siapa yang keluar dari mobil
sedan putih tersebut karena ternyata calon tunangan yang dijodohkan dengan sika adalah
andri sendiri yang merupakan mantan kekasih sika.
"Kamu????" "kok kamu ada disini sih?" tanya sika setengah tidak percaya.
"Iya ini aku andri" Jawab andri dengan suara lirih.
Tanpa basa basi akhirnya sika memeluk erat andri karena memang sika sangat mencintai
andri
"Sik, maafin aku yaa, sebenernya aku sangat sayang dan cinta sama kamu" ujar andri
karena memang andri masih sangat sayang pada sika.
"Iya ndri, aku juga minta maaf"
Betapa terkejutnya sika dan andri karena takdir mempertemukan mereka kembali dalam
ikatan pertunangan setelah mereka lama berpisah.

Unsur Intrinsik
Tema: Takdir dan percintaan
Amanat: Dalam kehidupan berpikirlah dua kali sebelum mengambil sebuah tindakan agar
tidak menyesal dikemudian hari.
Alur: Alur yang digunakan adalah alur campuran (Maju dan mundur)
Setting:

 Kamar sika pukul 17.00.


 Rumah sika Pukul 16.00.
 Sekolahan sewaktu jam sekolah.
 Kelas pada saat jam istirahat.

Penokohan dan perwatakan:

 Sika : sabar, tertutup, tabah, kuat, pelamun, taat beribadah.


 Andri : kekanak-kanakan, pemalu, perhatian.
 Rini : Setia kawan, perhatian, lucu.
 Bapak tari : Keras kepala, emosian, egois.
 Ibu tari: Penyayang, sabar.
 Trimo: Usil.
 Bu yuli: Galak, Tidak sabaran.

Sudut pandang : Sudut pandang yang dipakai adalah sudut pandan orang ketiga karena
pengarang tidak terlibat langsung dalam cerita.
9 Frictions
Aku adalah seorang murid disebuah SMA favorit di daerahku. Aku mempunyai
beberapa teman yaitu Cepy, Afif, Rifki, Gery, Riki dan Irfan.
Pada hari jumat kami mendapat tugas IPA untuk membuat percobaan seputar
Bioteknologi, akantetapi kami tidak lekas mengerjakannya pada hari itu! karna kami
memiliki kesibukan masing-masing akhirnya kami sepakat akan mengerjakan tugas
itu pada hari kamis pulang sekolah minggu depan dan itu juga dilaksanakan
berbarengan dengan latihan tari.
Mulanya kami akan ikut latihan tari dulu di sekolah karena memang sedang
diadakan latihan untuk persiapan sendra tari dua bulan lagi, tetapi karna salah seorang
kami yang merayakan ulang tahun Rizal mengundang kami untuk ikut acara ultahnya.
Akhirnya kami ikut merayakannya, yaaa walaupun sebenarnya tujuan kami hanya
ingin mencicipi kue ulang tahunnya saja, Karena keasyikan makan kue akhirnya kami
lupa ada jadwal latihan tari yang harus dilakukan. hihihi. akhirnya kami bergegas ke
rumah Gery tanpa afif karena dia sedang ada urusan lain.

Sesampainya dirumah Gery aku beristirahat sejenak sembari menunggu Rifki dan
Irfan tertinggal dibelakang, Tidak lama berselang Irfan dan Rifki sampai yang
berbarengan dengan Gery yang membawakan seikat rambutan dan air dingin, Sontak
kami langsung menikmati suguhan yang diberikan Gery. Tidak lama sesudahnya Irfan
mendapat telfon dari Afif yang katanya minta dijemput di depan komplek karena ingin
ikut mengerjakan tugas. Karena mempertimbangkan jarak rumah Gery dan depan
komplek sangat jauh akhirnya kami sepakat untuk menjemput Afif dan mengerjakan
dirumah Rifki karena rumah rifki memiliki jarak paling dekat dengan depan komplek.

Bersama dengan Afif kami menuju rumah Rifki, Sesampainya disana kami
beristirahat sejenak dirumah rifki yang berada di lantai atas. Kami bercakap cakap
layaknya sedang mengadakan rapat, padahal hal yang dibahas tidak begitu penting sih
hehehe, Tidak lama berselang Rifki memanggil ibunya untuk meminta dibawakan
makanan dan minuman untuk kami. Bukkk bawain makanan saa minuman dong,
pinta Rifki pada ibunya. Iya-iya bentar. Jawab ibunya. Jangan lupa fantanya sekalian
bisikku pada Rifki, hehehhe..
Akhirnya kami pergi kebawah untuk berlatih tari, sambil sesekali menyantap
makanan yang diberikan ibu Rifki. hehehe.. memang sih pada awalnya kami hanya
bercanda. eh tidak taunya rifki benar-benar meminta makanan pada ibunya.
Pada saat diperjalanan hujan pun turun kembali kami akhirnya berteduhh di sebuah
saung yang tidakk jauh dari tempat pembuatan roti. Rifki dan Irfan memutuskan utk
pergi ke rumah pembuat roti tersebut agar tugas kami cepat selesai jadi aku, Ceppy ,
Gery dan Riki pun menungguu di saung yang juga merupakan pos ronda. setelah
beberapa menit Irfan dan Rifki keluar menghampiri kami pada saat keadaan masih
gerimis, Kami berharap semuanya sudah beres dan selesai, akan tetapi masih ada
proses yakni mengoven roti, dan ternyata dirumah itu hanya membuat adonan roti saja
yang nanti akan di oven di toko yang letaknya agak jauh dari tempat pembuatan
adonan itu. Kami pun pergi walau keadaan masih gerimis, sesampainya di toko Rifki
mengusulkan agar roti dibentuk seperti kata-kata 9F, akhirnya kami pun setuju ,tetapi
Riki mengusulkan kata kata 9 Fiction yang memiliki arti 9 Fiksi. Jujur saja aku tidak
terlalu paham mengapa ia memilih kata-kata itu namun kami menyetujui usulannya
tersebut. karena Rifki khawatir hujan akan semakin lebat akhirnya ia menyuruh kami
untuk pulang kerumah masing-masing dan sisanya dia yang mengerjakan, maka kami
pun menyetujui dan pulang kerumah kami masing masing.
Keesokan harinya setelah kue jadi, Kami menyerahkannya sebagai tugas
boteknologi kami. Tidak disangka-sangka ternyata kami mendapatkan nilai terbaik
dikelas.

Unsur Intrinsik

Tema : Pertemanan, dan kegigihan.


Sudut Pandang : Sudut pandang cerpen diatas menggunakan sudut pandang orang pertama.
Amanat : Dalam pertemanan rasa setia kawan adalah sifat yang harus dimiliki seseorang,
jangan menunda-nunda pekerjaan.
Alur : maju
Latar : sekolah , rumah Rifki , Rumah Gery, Toko Roti, Pos Ronda.
Penokohan dan perwatakan :
Afif : Baik
Riki : Baik
Cepy: Baik
Aughy: Baik
Gery: Baik
Rifki: Baik, bertanggung jawab dan humoris.
Irfan: Baik
SEBATANG KARA
Tanah di pekuburan umum itu masih basah ketika para pentakziah sudah pulang. Sementara
Ogal masih duduk sambil sesekali menyeka air matanya. Ibu yang selama ini paling dia
hormati dan cintai, tadi malam telah meninggal dunia, menghadap Tuhan Yang Maha Esa.

Burung-burung camar terbang rendah dan sesekali mencelupkan paruhnya di air laut.

Bu Tutik dan suaminya masih berdiri di belakang sambil menunggu Ogal. Kedua orang tua
asuh itu sangat setia kepada Ogal.

“Rasanya saya sudah tidak punya siapasiapa lagi, Bu,” tiba-tiba Ogal berkata dengan suara
agak berat.

Bu Tutik memegang lengan Ogal sambil mengelus rambutnya.

“Jangan berkata begitu, anakku. Kami akan menjadi orang tuamu sampai kapan pun.”

“Sampai saya mandiri?” desak Ogal.

“Sampai kapan pun. Aku tidak akan membatasi kamu, sebab pada hakikatnya engkau adalah
anakku juga.”

“Maksud Ibu?” Ogal tidak mengerti.

“Ya, rupanya engkau ditakdirkan untuk aku asuh dan menjadi anak kami. Tetapi kami
bertekad untuk menjadi orang tuamu, bukan sekedar orang tua asuh.”

Ogal memeluk Bu Tutik. Air mata di pipinya tak henti-hentinya mengalir sehingga
membasahi bajunya. Sementara suami Bu Tutik turut berduka atas kematian Bu Arpati.

Sebenarnya Ogal masih ragu-ragu, apakah dia akan ikut Bu Tutik atau bertahan hidup
dengan mandiri. Jika dia ikut Bu Tutik, tentu tidak dapat bekerja seperti ketika ia masih
hidup bersama ibunya. Hal itu menjadikannya manja. Tetapi jika menolak kebaikan Bu Tutik,
terasa tidak enak. Pengorbanan Ibu Guru itu sudah sedemikian besarnya.

Dari pengalaman hidupnya selama ini, banyak hal yang dapat Ogal petik. Ia biasa bekerja
keras, tidak suka menggantungkan pada orang lain. Ia juga biasa hidup prihatin sehingga
tidak suka berfoya-foya.

“Bolehkah saya menjajakan kue lagi, Bu?” pinta Ogal kepada Bu Tutik.

“Buat apa, Ogal?”

“Agar saya tetap bisa bekerja.”

“Kurasa tidak perlu, Ogal. Pusatkan perhatianmu untuk belajar. Sebentar lagi engkau akan
ujian.”

“Tapi, saya tidak enak kalau menganggur, Bu!”


“Di rumahku engkau tidak mungkin menganggur. Engkau bisa belajar menggunakan
komputer, mengetik, nonton TV, dan memelihara kebun.”
“Tapi, saya akan tidak bekerja, Bu!”

“Pada hakikatnya engkau bekerja juga. Memelihara kebun atau membantuku di rumah juga
bekerja.”

“Jadi, tidak harus menjajakan kue, Bu?” Bu Tutik mengangguk.

“Kalau begitu, tolong carikan pekerjaan yang bisa saya lakukan.” Bu Tutik tersenyum.

“Jangan khawatir.”

Bu Tutik ternyata dapat memenuhi harapan Ogal. Banyak pekerjaan yang dapat dilakukan
Ogal. Misalnya, memelihara kebun mangga, mencatat keluar masuknya barang, dan
sebagainya.

Kali ini Ogal tidak kalah sibuknya dengan sewaktu berada di desa nelayan. Bahkan mungkin
boleh dikatakan sangat sibuk.

Pekerjaan di rumah Bu Tutik tidak hanya satu, melainkan sangat banyak. Walaupun begitu,
Bu Tutik tidak pernah memaksa Ogal untuk bekerja. Semua itu hanya semata-mata menuruti
keinginan Ogal.

Unsur Intrinsik
Tema
“Sebatang Kara” bertema mengenai keteguhan hati seorang anak yatim piatu yang tidak
ingin bergantung kepada orang lain. Tema tersebut memiliki subtema mengenai kebaikan hati
seseorang
Latar
Sebatang Kara” meliputi:
1) Latar tempat: tanah pemakaman, rumah Bu Tutik.
2) Latar suasana: kesedihan, ketegaran dan keteguhan, serta kesibukan.
3) Latar waktu: saat di pemakaman, saat di rumah Bu Tutik.
Penokohan
“Sebatang Kara” tokohnya:
– Ogal = Tegar dan bersemangat mandiri.
– Bu Tutik = Baik hati.
MUSIBAH

Kemakmuran di desa nelayan itu tidak selamanya abadi. Ada saatnya naik dan ada saatnya
pula turun bak gelombang pasang yang datang.

Sudah dua bulan terakhir angin kencang selalu melanda desa itu. Jika sudah demikian, tidak
seorang nelayan pun berani mencari ikan menggunakan perahu, bahkan dengan perahu
motor pun tidak berani.

Pak Bakri, yang dikenal sebagai nelayan terkaya di desa itu juga menderita akibat
datangnya angin kencang selama dua bulan berturut-turut.

Sebagai juragan nelayan, ia merasa kehilangan pendapatan. Apalagi setelah datangnya


penyakit yang misterius menyerang sebagian besar penduduk. Bu Bakri sudah dua minggu
tidak bisa turun dari tempat tidurnya. Tubuhnya terasa kaku, seakan-akan mati.

Pak Bakri telah menjual dua perahu motornya. Jika tidak, mana mungkin ia bisa membayar
utangnya pada bank. Padahal sudah waktunya ia harus membayar cicilan utangnya. Belum
lagi biaya pengobatan ke dokter dan ke dukun akibat penyakit yang diderita Bu Bakri.

Pada saat itu Pak Bakri mulai merasakan betapa besarnya kesalahan yang telah
diperbuatnya kepada penduduk. Ia yang selama ini suka mencela dan melecehkan penduduk
yang miskin, merasa berdosa.

Manol yang selama ini dimanjakan, terasa tidak lagi dipedulikan. Kesusahan keluarga itu
terasa sangat menyiksanya.

Penduduk di desa nelayan itu benar-benar berada dalam keadaan tidak berdaya. Kebiasaan
mereka membeli barang elektronika saat musim panen ikan, kini barang itu dijualnya. Radio,
televisi, video, dan sebagainya, dijual agar mereka dapat mempertahankan hidupnya. Bukan
cuma itu, lemari, kursi, dan perhiasan yang dipakainya juga dijual.

Orang-orang yang berada di sekitar desa nelayan itu juga turut merasakan penderitaan.
Mereka yang membuka warung, toko, atau apa saja tidak laku. Pembelinya tidak ada. Utang-
utang para nelayan itu menunggak sampai batas waktu yang belum diketahui.....

Tiba-tiba angin bertiup perlahan-lahan. Deburan ombak pun mulai berkurang. Sementara
wajah-wajah nelayan menatap ke langit dengan penuh harap. Mereka mulai merasakan
betapa musibah ini merupakan ujian yang terberat yang pernah mereka alami.

Betapa tidak, selama puluhan tahun belum pernah mereka mengalami musibah seperti ini.
Kalaupun ada angin, paling lama cuma tiga hari. Itu pun rasanya sangat meresahkan
Selama ini mereka harus beristirahat total selama dua bulan
Unsur Intrinsik
Tema
“Musibah” bertema mengenai perputaran kehidupan atau keadaan yang sewaktu-waktu dapat
berubah. Tema tersebut memiliki subtema kesadaran atau penyesalan seseorang yang muncul
karena adanya musibah
Latar
“Musibah” meliputi:
1) Latar tempat: kampung nelayan dan rumah Pak Bakri.
2) Latar suasana: keadaan yang susah atau sedih di suatu daerah karena adanya musibah dan
penyakit; penyesalan.
3) Latar waktu: pada suatu hari saat terjadi musibah di kampung nelayan.
Penokohan
“Musibah” tokohnya:
– Pak Bakri = Pencela yang kemudian sadar.
– Bu Bakri = Tidak terungkap jelas.
– Manol = Manja.
– Penduduk = Pemboros..

Anda mungkin juga menyukai